PERTANGGUNGJAWABAN BANK TERHADAP NASABAH DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI ATM (Anjungan Tunai Mandiri ) Oleh Retno Sari Dewi Abstraksi: Mengenai perbankan Indonesia telah di atur di dalam Undang – Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, seiring dengan perkembangan jaman ketentuan mengenai perbankan yang di atur di dalam Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 dirubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang – Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bnetuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat , bank menggunakan cara dengan mengeluarkan produk dan jasa perbankan. Produk tersebut berupa tabungan, giro, deposito, dan jasa perbankan berupa jasa transfer dana , inkaso, bank garansi, letter of credit, waliamanat, dan kliring. Pada era globalisasi saat ini, bank di tuntut oleh nasabah untuk memberikan kemudahan dalam transaksi bisnis dalam menggunakan produk dan jasa perbankan. .Untuk memenuhi tuntutan tersebut bank harus melakukan inovasi dan kreasi menyangkut sarana atau fasilitas produk dan jasa perbankan. Maka dari itu diperlukan diperlukan landasan hukum guna menyelesaikan permasalahan yang timbul antara bank dengan nasabah apabila terjadi kegagalan dalam transaksi pengambilan dan kesalahan transfer via bank.. A.Latar Belakang Perbankan memegang peranan penting dalam pembangunan, dimana perbankan merupakan lembaga yang menjadi penggerak roda perekonomian modern dan menjadi penentu tingkat kestabilan perekonomian suatu negara,karena apabila lembaga perbankan tidak berjalan dengan baik, perekonomian menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai. Mengingat peranan dari lembaga perbankan tersebut, maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional tidak berlebihan apabila lembaga perbankan kita tempatkan begitu strategis dan memndapat perhatian pemerintah melalui pembinaan yang insentif. Semuanya itu didasari oleh landasan pemikiran agar lembaga perbankan Indonesia mampu berfungsi secara efisien , sehat, wajar, dan mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang – bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Mengenai perbankan Indonesia telah di atur di dalam Undang – Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, seiring dengan perkembangan jaman ketentuan mengenai perbankan yang di atur di dalam Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 dirubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang – Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bnetuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat , bank menggunakan cara dengan mengeluarkan produk dan jasa perbankan. Produk tersebut berupa tabungan, giro, deposito, dan jasa perbankan berupa jasa transfer dana , inkaso, bank garansi, letter of credit, waliamanat, dan kliring. Pada era globalisasi saat ini, bank di tuntut oleh nasabah untuk memberikan kemudahan dalam transaksi bisnis dalam menggunakan produk dan jasa perbankan. .Untuk memenuhi tuntutan tersebut bank harus melakukan inovasi dan kreasi menyangkut sarana atau fasilitas produk dan jasa perbankan. Salah satu bentuk inovasi dan kreasi menyangkut sarana dan fasilitas bisnis dengan menggunakan electronic banking adalah ATM atau Automated Teller Machines. Saat ini ATM telah menjadi kebutuhan vital masyarakat dalam bertransaksi. Menurut data Marketing Research Indonesia (MRI), volume perputaran dana melalui transaksi ATM selama setahun mencapai Rp 541,83 triliun. Frekuensi masyarakat menggunakan ATM rata-rata lima kali dalam sebulan per nasabah. Total jumlah transaksi menggunakan ATM mencapai 95 juta transaksi per bulan (intra dan antarbank), Perilaku masyarakat yang aktif menggunakan ATM ini dipicu kenyataan bahwa ATM merupakan medium transaksi yang mudah, cepat, dan bisa dilakukan kapan saja. Juga sudah jadi bagian integral dari masyarakat. Penggunaan electronic banking terutama automatic teller machine (ATM) sebagai pengganti berbagai jenis layanan yang dulu hanya bisa diperoleh di kantor-kantor cabang bank sekarang ini sudah menjadi hal yang biasa. Hasil penelitian Institute of Service Management Studies (ISMS) tahun 2007 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah nasabah yang datang langsung ke kantor cabang untuk mendapatkan jasa layanan bank. 1 www.bi.go.id,diunduh pada hari Senin,25 Mei 2009 1 Sistem elektronik memiliki ciri lebih mengaktifkan nasabah. Nasabah lebih berperan dan mengambil beberapa porsi dari kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh pegawai bank. Bahkan, nasabah dapat melakukan transaksi di mana hanya nasabah yang memasukkan data ke dalam sistem perbankan dan diproses langsung oleh sistem komputer tanpa sama sekali ikut campur pihak perbankan. Namun, sarana yang mempermudah tersebut tidak menutup kemungkinan munculnya persoalan, dalam prakteknya transaksi pengambilan dana lewat ATM ( Anjungan Tunai Mandiri) ternyata sering dikeluhkan oleh nasabah bank. Misalnya Waktu anda habis, begitulah tulisan yang tertera di mesin ATM saat seorang nasabah mengambil uang pada sebuah ATM di daerah Yogyakarta. Nasabah berulang kali memasukkan kartu ATM ke mesin ATM, akan tetapi tulisan Waktu anda habis berulang lagi muncul setiap nasabah memilih menu. Keesokan harinya si nasabah mengecek saldo tabungannya menggunakan atm, dan tenryata saldonya tidak sesuai. Saldonya terpotong pada dua kali penarikan gagal sebelumnya. Merasa dirugikan, nasabah menghubungi nomor pelayanan nasabah bank, permasalahannya dicatat dan dijanjikan untuk diproses secepatnya. Menurut petugas yang menerima telpon, prosesnya akan membutuhkan waktu paling lama tiga hari. Kemudian, tiga, empat, lima hari, seminggu, nasabah menunggu konfirmasi dari pihak bank, akan tetapi konfirmasi dari pihak bank tidak seperi yang diharapkan, pihak bank menyatakan bahwa hal tersebut bukan merupakan tanggungjawab dari pihak bank. 2 Uraian diatas merupakan salah satu gambaran dari sekian banyak kasus yang muncul dari penggunaan produk dan jasa perbankan. Maka dari itu diperlukan diperlukan landasan hukum guna menyelesaikan permasalahan yang timbul antara bank dengan nasabah apabila terjadi kegagalan dalam transaksi pengambilan dan kesalahan transfer via bank.. B. Rumusan Masalah Maka dari itu penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kegagalan transaksi pengambilan melalui Anjungan Tunai Mandiri ( ATM)? 2. Bagimana bentuk pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kesalahan dalam transfer uang via ATM? 2 www.mediakonsumen.com diunduh pada hari Senin , 25 Mei 2009 C. Tujuan Penelitian 1 Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kegagalan transaksi melalui ATM? 2 Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kesalahan dalam transfer uang melalui ATM? Untuk mempermudah dalam penulisan penelitian ini perlu adanya metode yang merupakan suatu cara akan dilakukan oleh penulis untuk meneliti permasalahan yang diangkat dalam karya tulis, sehingga nantinya dalam melakukan penelitian penulis akan mudah untuk memperoleh data.Cara yang ditempuh penulis untuk memperoleh data yaitu : 1. Tehnik Pengumpulan Data Untuk pengumpulan data-data penulis menggunakan metode observasi atau pengamatan secara langsung mengenai penanganan terhadap kasus pidana yang dilakukan oleh pengurus bank dan disamping itu juga mengadakan wawancara dengan responden yang dapat memberikan keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan permasalahan. 2. Spesifikasi Penelitian Didalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan spesifikasi penelitian meliputi: a. Penelitian Kepustakaan (library research) Penulis melakukan studi kepustakaan dengan membaca literature – literature yang diperoleh dari peraturan perundangan-undangan artikel,yurisprudensi – yurisprudensi, dan bahan hukum ,buku-buku,artikelyang tertulis hasil karangan para ahli hukumyang terkait dengan permasalahan sehingga nantinya dapat diperoleh suatu data teoritis penelitian. b. Penulis Lapangan (field research) Untuk mendapatkan data yang lengkap dan nyata , maka penulis melakukan pengamatan langsung yang disebut studi lapangan. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap data primer dan data sekunder. D. Analisa Data Data kualitatif dianalisa secara induktif maupun deduktif. Data-data tersebut dipaparkan secara deskriptif yang digambarkan gejala-gejala yang ada hubungannya dengan ilmu hukum. Data-data yang telah tersusun secara sistematis dilakukan analisa sehingga menjadi data yang teratur , dan terarah dan dapat mendukung pokok-pokok yang dibahas serta memiliki nilai ilmiah yang dapat dieprtanggungjawabkan. E. Perbankan Indonesia Sebagai Sistem Sistem perbankan Indonesia memiliki unsur – unsur: 1. Nilai – nilai yang hidup dalam Industri Perbankan Unsur nilai – nila ( moralitas ) menjadi faktor penting dalam keseluruhan kegiatan perbankan sehingga hal ini diharapkan mendorong terciptanya etika usaha dan integritas yang tinggi dari seluruh stakesholder perbankan. Nilai – nilai mengesahkan eksistensi dan peranan itu sendiri. Selanjutnya, untuk agar senantiasa bisa memenuhi tuntutan – tuntutan perkembangan, nilai – nilaitersebut harus disegarkan dan direvitalisasi. 2. Filsafat perbankan Filsafat perbankan adalah pendalam lebih lanjut menyangkut segala aspek mengenai perbankan. Perbankan dalam konteks tersebut , dijadikan objek pembahasan yang paling mendasar meliputi konteks keberadaannya (ontologisnya ) dan melihat pada konteks hakikatnya. 3. Norma – norma di Dunia pebankan Norma – norma di dunia perbankan terdiri dari norma yang berlaku secara nasional dan norma internasional, baik yang telah dikodifikasikan secara tertulis dalam bentuk peraturan perundang – undnagan maupun masih berupa asas –asas hukum, serta kebiasaan – kebiasaan industry perbankan internasional yang berlaku universal ( termasuk dalam norma yang tidak tertulis dalam bentuk peraturan perundang – undangan , yaitu fatwa – fatwa Majelis Ulama menyangkut perbankan syariah dan dimungkinkan pula yurisprudensi tetap ) 4. Lembaga – lembaga di bidang Industri Perbankan Lembaga – lembaga di Bidang Industri Perbankan seperti Bank Sentral , lembaga Penjamin Simpanan, otoritas pengawas, dan sebagainya. 5. Proses dan prosedur di lembaga – lembaga perbankan Proses dan prosedur di lembaga – lembaga perbankan sebagai tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance ) termasuk ( operational governance) yang bersifat teknis, dan mikro yang menekankan control pada praktik manajerialnya. 6. Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia ( mutu profesionalismenya, komitmen, dan moralnya ) 7. Lembaga – lembaga pendidikan dan sistem pendidikan perbankan. 8. Sarana dan Prasarana ( baik perangkat keras, perangkat lunak maupun brainware-nya). Sarana dan prasara ( baik perangkat keras, perangkat lunak dan brainware-nya, seperti kantor yang memadai, filling sistem dan perangkatnya, perabot, alat transportasi/kendaraan, computer dengans eluruh perangkat dan sistemnya, dan sebagainya ). 9. Kebiajakan Pemerintah terhadap industri perbankan Kebijakan pemerintah terhadap industry perbankan( seperti diantaranya anggaran negara yang disediakan untuk pembangunan industry perbankan khususnya dan jasa keuangan pada umumnya. 3 Dengan unsur-unsur yang dimilikinya seperti di atas, maka sistem perbankan Indoensia mengandung komponen yang bersifat struktural, yaitu menyangkut kelembagaan yang diciptakan dalam sistem perbankan tersebut dengan bernagai macam fungsinya untuk mendukung bekerjanya sistem tersebut,komponen yang lainya, yaitu bersifat kultural, yang terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang merupakan pengikat sistem itu, serta menentukan tempat sistem perbankan itu di tengah – tengah kultur bangsa sebagai keseluruhan. Selain dua komponen diatas, juga tidak kalah pentingnya, yaitu komponen substansi , yang diantaranya, menyangkut proses dan prosedur di lembaga – lembaga perbankan yang bersangkutan,serta norma-norma hukum yang berkaitan dengan industri perbankan itu sendiri, baik berupa peraturan – peraturan, doktrin – doktrin, keputusan-keputusan, asas-asas, maupun prinsip perbankan, sejauh semuanya ini digunakan,baik oleh pihak yang mengatur,maupun yang diatur dalam menjalankan teknis operasional perbankan. F. Regulasi dan Pengawasan Perbankan Indonesia Struktur perbankan yang sehat sulit diwujudkan apabila tidak disertai sistem pengaturan yang efektif. Dengan prinsip seperti itu,maka regulasi merupakan salah satu pilar yang penting dalam pengembangan perbankan di mana pun. Integritas industri perbankan nasional selain memerlukan tersedianya, pengaturan yang memadai dan implementasinya yang konsisten, sistem perbankan juga harus dapat dijaga agar terhindar dari praktik kejahatan perbankan. Pengaturan atau regulasi perbankan, meletakkan hukum sebagai rangkaian kaidah, peraturan tata aturan(proses dan prosedur), namun tetap memerhatikan perlunya pemberian sanksi kepada mereka yang menyimpang 3 Muhannad Djumhana, Asas – Asas Perbankan Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung,2008 Memperhatikan hal itu, maka tidak berlebihan apabila regulasi yang efektif menjadi salah satu pilar Arsitektur Perbankan Indonesia. Jelas sudah salah satu upaya membangun sistem perbankan yang stabil memerlukan perangkat aturan hukum(legal framework) yang mampu menjadi landasan bagi penyelenggaraan fungsi perbankan secara utuh. Demikian pentingnya faktor hukum/perundang-undangan ini bagi perkembangan bidang perbankan ini merupakan bidang yang paling banyak peraturannya sehingga disebutkan “the most highly regulated industry”. Regulasi dan pengawasan sistem perbankan oleh Bank Indonesia telah diperkuat dengan peran barunya sebagai otoritas independent, yang menurut hukum bebas dari campur tangan politis. Dengan kedudukan yang kuat seperti itu,maka Bank Indonesia saat ini dan kedepan,harus senantiasa mampu mengeluarkan dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang saat ini ada. Hal-hal yang ada selalu disempurnakan, di antaranya, mencakup moneter, dan sebagainya. Bank Indonesia sebagai salah satu lembaga otoritas perbankan yang berwenang melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor keuangan, moneter, dan fiskal dituntut pula harus mampu memformulasikan dan menerapkan kebijakan yang konsisten, dapat mempertahankan tingkat kompetisi perbankan yang sehat, dan dapat mendukung inovasi industri perbankan. 4 Menurut S.Sundari alasan klasik perlunya pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan didasarkan pada empat pertimbangan utama : a. Pentingnya posisi bank dalam sistem keuangan, terutama dalam sistem pembayaran dan kliring b. Sistem perbankan merupakan suatu sistem yang berpotensi menimbulkan bahaya, berkenaan dengan operasional perbankan c. Sifat dari perjanjian bank d. Moral hazard yang timbul dari peranan sebagai the leader of the last resort perlu diantisipasi secara terus-menerus oleh pemerintah. 5 Bank Indonesia sebagai otoritan pengawas bank juga perlu menyempurnakan sistem pengawasannya sehingga diperlukan pengembangan metode pengawasannya berbasis pada resiko merupakan salah satu metode yang dikembangkan, selain itu juga dilakukan upaya 4 5 Op.cit.hal.137 Op.cit.hal.140 konsolidasi organisasi pengawasan bank yang ada. Pembenahan ke dalam yang juga dilakukan, yaitu berupa reorganisasi struktur pengawasan bank. G. Produk dan Jasa Perbankan Menurut Undang – Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 ayat 1, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan definisi bank menurut Undang – Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan ayat 2, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa bank di beri wewenang untuk menghimpun dana dari masyarat , maka dari itu bank mengeluarkan produk dan jasa perbankan. Produk yang dikeluarkan oleh bank biasanya berupa tabungan, giro, deposito, sedangkan dalam bidang jasa antara lain transfer, inkaso,bank garasi, letter of credit, waliamanat, kliring. H. Perjanjian antara bank dengan nasabah Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata memberikan rumusan tentang perjanjian diatur didalam Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Maka disini penulis mencoba menjabarkan makna dari pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dengan mengutip pendapat R.Setiawan yaitu : Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakan perkataan “ perbuatan “ tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum . Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut , yaitu : a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. b. Menambahkan perbuatan “ atau saling mengikatkan diirnya “ dalam pasal 1313 Kitab Undang – Undang hukum Perdata. Sehingga perumusan menjadi : Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan diirnya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 6 Sedangkan Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang berjanji kepada orang lain, saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. 7 Sudikno Mertokusumo berpendapat: Perjanjian sebagaimana hubungan hukum antara 2 pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian didefinisikan sebagai hubungan hukum karena didalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu penawaran (offer,aanbod) dan perbuatan 8 penerima (acceptan,aanvaarding ). Pada dasarnya perjanjian mempunyai fungsi ekonomi.Dan mengenai hal ini, Eman Rajagukguk menyebutkan bahwa : Sedikitnya ada empat fungsi kontrak bila dipandang dari sudut ekonomi. Pertama kontrak yang memuat ganti rugi bila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau melanggar kontrak, akan memberikan an essential check on opportunism in nonsimulataneous exchange dengan menjamin pihak satu, dalam pelaksaan kontrak, tidak berhadapan dengan risiko, daripada kerja sama dengan pihak lainnya. Kedua , memakai para pihak given categories of exchange dengan seperangkat ketentuan kontrak ( dimana mereka bebas untuk menentukannya bila mereka mau ) sehingga akan mengurangi transaction costs. Ketiga mengurangi ketidakhati – hatian para pihak dengan memberikan tanggungjawab kepada pihak yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya. Keempat memformulasikan seperangkat ketentuan yang merupakan alasan yang memaaafkan dalam pelaksanaan kontrak sehingga dapat dilaksanakannya efficient exchanges,tetapi tidak mendorong pelaksaan inefficient exchanges yang tidak memenuhi criteria effisiensi parent 6 7 9 Mariam Darus Badrulzaman: “Kompilasi Hukum Perikatan “,Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001 Subekti,Pokok – Pokok Hukum Perdata ,Intermasa , Jakarta, 1994 8 Cahyo Wiyono,Kelalian Debitur Terhadap Perjanjian Kredit Uang dengan Jaminan BPKB, Skripsi, Tidak Diterbitkan, 2002. 9 H.R.Daeng Naja, Contrac Drafting, P.T.Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006 Suatu perjanjian dikatakakan syah apabila syarat – syarat yang tercantum didalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata terpenuhi. Syarat – syarat tersebut adalah a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya atau pihak – pihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subyektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena mengenai obyeknya perjanjian. Dalam hal ini harus dibedakan antara syarat subjektif dan syarat objektif . Dalam hal syarat subyektif tidak terpenuhi , maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian . Tujuan para pihak yang mengadakan tersebut melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian , tidak ada dasar untuk saling menuntut didepan hakim. Disebut batal demi hukum karena perjanjian dianggap tidak pernah terjadi. Siapa pun dapat mengemukakan kebatalan tersebut, bahwa hakim tanpa diminta oleh para pihak. Dalam syarat subjektif tidak terpenuhi , maka perjanjiannya bukan batal demi hukum, melainkan salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat menerima pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas.Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat, selama tidak dibatalkan (oleh ) hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan bergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya, perjanjian yang demikian dinamakan voidable ( bahasa inggris ) atau vernietigbaar (bahasa Belanda), ia selalu diancam dengan bahaya pembatalan 10 Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak dapat mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan cacat bagi perujudan kehendak tersebut.Pernyataan sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui(overeenstemende wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dimanakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi(acceptatie). 10 Op.cit.,hal 17 Mengenai hal ini ada beberapa ajaran yaitu : a. Teori Kehendak (wistheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat. b. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak, yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. c. Teori pengetahuan (vermemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. d. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak di anggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dicantumkan beberapa, hal ini merupakan faktor yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut. H. Bentuk pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kegagalan transaksi pengambilan melalui Anjungan Tunai Mandiri ( ATM) Pengaturan mengenai perbankan ada didalam Undang-Undang No.10 tahun 2008 tentang Perbankan. Menurut Pasal 1 ayat 2, “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.” Mengenai bentuk usaha bank, Undang-Undang No.10 tahun 2008 tentang Perbankan mewajibkan bentuk usaha yang berbadan hukum. Badan hukum dalam bahasa Belanda Rechtspersoon ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi”. 11 Sebagai badan hukum memiliki syarat-syarat sebagai sebagai berikut: a. adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau Pendiri badan itu, tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi para sekutu; b. kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama; 11 Eddi Sopandi, Hukum Bisnis, Refika Aditama, Bandung, 2003 c. adanya beberapa orang sebagai Pengurus. 112 Dengan demikian letak perbedaan antara persekutuan perseorangan dengan badan hukum ada pada modal dan letak tanggung jawabnya. Pada usaha perseorangan modal usahanya menjadi satu dengan modal Pendirinya, sehingga tanggung jawabnya termasuk harta kekayaan pribadi Pendiri. Pada perusahaan berbadan hukum, modal usahanya terpisah dari kekayaan para Pendiri (pemegang saham), oleh karenanya tanggungjawab para Pendiri (pemegang saham) sebatas jumlah maksimal modal yang disetorkan. Kekayaan badan hukum tersebut diurus oleh para Pengurusnya sebagai salah satu organ dari badan hukum yang bersangkutan. Dalam kegiatan menghimpun dana nasabah , bank mengeluarkan produk dan jasa perbankan demi memberikan fasilitas terbaik bagi nasabah. Berkaitan dengan hal tersebut, penggunaan fasilitas bank oleh nasabah diawali dengan adanya perjanjian. Telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu perjanjian dikatakan sah apabila telah memenuhi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ada empat hal yang harus dipenuhi: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang diperkenankan. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya maksudnya adalah: “Para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan atau penipuan”. 213 Mengenai kebebasan dalam membuat perjanjian, Pasal 1321 Kitab Undang- Undang Hukum perdata. menentukan bahwa "tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan". Antara pihak bank dan nasabah telah sepakat mengenai penggunaan fasilitas bank. 12 Ibid hal 10 13 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1989, h. 214. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, maksudnya para pihak cakap bertindak dalam hukum, yaitu telah dewasa dan tidak ditaruh di bawah pengampuan. Dewasa menurut Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan: “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”. Bank merupakan suatu badan hukum, yang mampu bertindak dalam hukum, sehingga cakap dalam membuat perjanjian. Demikian juga nasabah telah dewasa dan tidak ditaruh di bawah pengampuan. Suatu hal tertentu, maksudnya perjanjian yang dibuat harus ada obyek yang diperjanjikan untuk diserahkan atau dibuat. Hal yang dijadikan obyek adalah produk dan jasa layanan perbankan. Sedangkan suatu sebab yang diperkenankan maksudnya bahwa perjanjian tersebut tidak dilarang oleh undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan. Produk dan jasa layanan perbankan tidak dilarang oleh undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan. Perjanjian bank dengan nasabah dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata., maka perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang, sesuai dengan bunyi Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Perkataan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sebagai-mana Pasal 1338 B.W. di atas, mengandung maksud bah-wa buku III B.W. menganut asas kebebasan berkontrak, maksudnya bahwa: “Setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang. Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum”. 315 Perjanjian itu sendiri terjadi sejak kedua belah pihak mencapai kata sepakat mengenai hal-hal pokok yang diperjanjikan, sehingga sejak saat itu pula timbul suatu kewajiban secara timbal balik yang lebih dikenal dengan prestasi. Perjanjian dalam penggunaan fasilitas ATM adalah perjanjian yang bersifat timbal balik. Artinya dalam suatu perjanjian, pihak yang berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi, juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya pula pihak lain di samping berhak atas suatu prestasi, juga berkewajiban memenuhi prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak 15 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 84. dan kewajiban timbal balik. Hak dan kewajiban tersebut, disepakati bersama dan tertuang dalam ketentuan– ketentuan pemegang Kartu ATM. Didalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, tidak memberikan penjelasan yang jelas mengenai produk dan jasa perbankan.Oleh karena itu untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi nasabah perbankan di Indonesia, pihak Bank Indonesia selaku pemegang otoritas tertinggi perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang ada didalam Pasal 4: 1. Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam Bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai setiap kararteristik setiap produk bank. 2. Informasi sebagaimana ya g dimaksud ayat (1) wajib disampaikan kepada Nasabah secara tulis dan atau lisan. 3. Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2), Bank dilarang untuk memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau tidak etis (misconduct) sehingga dengan adanya peraturan ini diharapkan nasabah akan mengerti tentang hak dan kewajibannya apabila nasabah menggunakan produk perbankan. Karena didalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, tidak memberikan penjelasan mengenai transaksi antara nasabah dengan Bank melalui mesin ATM, sehingga perlu melihat peraturan hukum yang lain yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Transaksi Elektronik mengatur mengenai transaksi eletronik yang dilakukan oleh nasabah . Transaksi nasabah dengan mesin ATM dapat dikategorikan kedalam transaksi elektronik. Mengenai ketentuan transaksi elektronik diatur di dalam Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik di Pasal 2, “transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Kartu ATM ini merupakan fasilitas yang akan langsung dinikmati oleh nasabah apabila nasabah mempunyai simpanan di bank. Kartu ATM ini adalah sebuah kartu magnetik yang berkode atau bersandi yang dikeluarkan oleh bank. Untuk menggunakan kartu ATM, nasabah harus memasukkannya ke dalam mesin ATM, setelah itu nasabah memasukkan PIN (Personal Indentification Number) yang hanya diketahui oleh nasabah dan pihak bank. Skema transaksi melalui ATM: I. Transaksi awal di conter bank transaksi nasabah Staf di counter Bank menyimpan dana II. nasabah transaksi menggunakan kartu atm pengambilan dana Mesin ATM(mewaki li pihak Bank) Terdapat perbedaan keberadaan subjek dalam dua transaksi diatas. Pada transaksi pertama (penyimpanan dana), para pihak hadir atau eksis(ada komunikasi dan kesepakatan). Dalam proses transaksi I( penyimpanan dana) : 1. nasabah datang sendiri ke counter bank menemui staf bank yang bertindak mewakili bank(rechtspersoon/badan hukum). 2. kemudian nasabah memberikan form/slip penyetoran yang sudah di isi oleh nasabah ke staf bank. 3. setelah menerima form/slip nasabah, staf bank akan memproses transaksi, dan mencetaknya ke dalam buku tabungan. 4. nasabah akan mendapatkan salinan slip dari transaksi yang dilakukan Sedangkan dalam transaksi tahap II(pengambilan dana) : 1. Nasabah mendatangi counter ATM yang telah disediakan bank 2. Nasabah memasukkan kartu ATM ke dalam mesin ATM, kemudian di layar mesin ATM akan muncul perintah untuk memasukkan PIN(Personal Indentification Number), selanjutnya di sebut PIN. PIN terdiri dari 6 kombinasi angka yang hanya diketahui oleh pihak bank dan nasabah. 3. Setelah memasukkan PIN,akan muncul di layar jenis transaksi yang akan dilakukan, nasabah nominal memilih untuk melakukan transaksi penarikan. Kemudian akan muncul angka mulai Rp.50.000,-,Rp.100.000,-,Rp 200.000,Rp.300.000,-, Rp.400.000,-,Rp.500.000,-, Rp.1.000.000,-. 4. Selanjutnya, nasabah akan mendapatkan struck didalamnya berisikan tanggal transaksi, jumlah transaksi, nominal transaksi yang di lakukan.Kemudia secara otomatis mesin ATM akan mengeluarkan uang sesuai dengan permintaan anda. di mesin. Transaksi melalui mesin ATM, pihak bank tidak hadir, artinya transaksi dilakukan sendiri oleh nasabah. Persyaratan harus adanya kesepakatan di dalam transaksi bisnis merupakan bukti nyata bahwa pihak-pihak yang bertransaksi harus hadir dalam proses tersebut . Hadir di sini bisa di maksudkan bahwa para pihak saling tahu mnengenai keadaan objek yang ditransaksikan, dalam hal ini objek transaksi berupa sejumlah dana. Kehadiran ini dibutikan pula dengan tanda tangan atau tanda lain yang bisa digunakan sebagai wujud persetujuan person (subyek hukum) Dalam ketentuan Principal Commercial Contracs (PICC), pada bab II tentang formasi (formation) diatur dengan jelas mengenai pembentukan perjanjian, yaitu adanya proses tawar-menawar, secara rinci diatur mulai tahap penawaran sampai terjadinya akseptasi serta 16 kemungkinan terhadinya perubahan baik penawaran maupun akseptasi . Dengan kata lain, lazimnya, setiap proses menuju kesepakatan dalam transaksi selalu diawali dengan proses komunikasi yang efektif diantara kedua pihak yang menaruh perhatiannya masing-masing pada objek transaksi. Ketika seorang nasabah mendatangi sebuah mesin ATM dan bermaksud melakukan transaksi pengambilan uang maka pihak yang sepakat untuk mengikatkan diri ke dalam suatu transaksi itu adalah pihak bank dengan nasabah. Bahkan kesepakatan nasabah mengenai jumlah dana yang ditransaksikan tidak didahului dengan komunikasi personal dengan pihak bank. Sehingga apa pun respon mesin ATM terhadap perintah dari nasabah secara otomatis dianggap sebagai persetujuan pihak bank. Ketidakhadiran pihak bank dalam transaksi seolah sudah diwakili oleh sebuah mesin. Dari awal telah dijelaskan bahwa transaksi melalui mesin ATM merupakan suatu transaksi elektronik. Apabila terjadi kegagalan dalam pengambilan uang dengan menggunakan mesin ATM maka menurut Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 15 ayat (2),”penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya, Pasal 15 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud oleh ayat (3) tidak berlaku dalam hal hal dapat dibuktikan adanya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalian pihak pengguna sistem elektronik. Yang dimaksud dengan penyelenggara sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh Penyelenggara negara, Orang, Badan usaha, dan/atau masyarakat, pengertian 16 Sogar Simamura, Harmonisasi Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak di Indonesia Terhadap Sistem Perdagangan Global,YURIDIKA,Jurnal Fakultas Hukum, Universitas Airlangga. ini merujuk pada Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi, dalam hal transaksi melalui mesin atm dapat dikatakan bahwa bank sebagai badan usaha yang memfaatkan mesin ATM, yang terdiri dari perangkat komputer yang digunakan untuk memproses data elektronik. Apabila terjadi kegagalan dalam transaksi pengambilan melalui mesin ATM merujuk Undang-Undang Nomor 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 15 ayat 3 , apabila terbukti kegagalan tersebut karena adanya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalian pihak pengguna sistem elektronik. Maka penyelenggara sistem elektronik , dalam hal ini adalah pihak bank tidak dapat di bebani peratnggungjawaban. Dalam pasal diatas, unsur pembuktian memegang peranan yang sangat penting. Namun, pembuktian tersebut akan disulit apabila di kaitkan dengan unsurkeadaan memaksa, karena di dalam penjelasan Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronik tidak terdapat definisi mengenai keadaan memaksa tersebut. Keadaan memaksa menurut Soebekti, untuk dapat dikatakan suatu “keadaan memaksa”(overmacht/force mayure) bila keadaan itu: - Diluar kekuasaannya - Memaksa - Tidak dapat diketahui sebelumnya 17 Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menamakan keadaan memaksa atau hal kebetulan (overmacht atau toeval) dan Pasal 1444 Kitab Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hal kebetulan yang tidak dapat diperkirakan (onvoorziene toeval). Apabila ketentuan-ketentuan di atas diteliti, maka unsur-unsur dari keadaan memaksa itu ialah “adanya hal yang tidak terduga dan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan” kepada seseorang. Sedangkan yang bersangkutan dengan segala daya berusaha secara patut memenuhi kewajibannya. Untuk mengkaji mengenai keadaan memaksa, ada dua teori : a. Teori objektif (de objectieve overmachtsleer) Menurut teori ini, keadaan memaksa objektif, debitur berada dalam keadaan memaksa, apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (ada unsure impossibilitas) dilaksanakan oleh siapapun juga atau setiap orang. 17 Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT.Intermassa, Jakarta, 1994 Misalnya: A harus menyerahkan kuda kepada B, kuda di tengah jalan disambar petir, hingga oleh siapapun juga penyerahan kuda itu tidak mungkin dilaksanakan. Dalam ajaran ini , fokus pada bencana alam atau kecelakaan yang hebat, sehingga dalam keadaan demikian siapapun tidak dapat memenuhi prestasi. Juga jika barang musnah atau hilang di luar perdagangan dianggap sebagai keadaan memaksa. Hal ini dapat kit abaca dalam Pasal 1444 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana disebutkan jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tidak di ketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perjanjian, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. b. Teori subjektif Menurut teori subjektif, keadaan memaksa itu ada, apabila debitur masih mungkin mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan kesukaran atau pengorbanan yang besar, sehingga dalam keadaan yang demikian itu kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi. Dari dua teori diatas, maka penulis berpendapat bahwa keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolute), contohnya bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat tidak mutlak (relative), contohnya berupa suatu keadaan dimana perjanjian masih dapat dilakukan, tapi dengan biaya yang lebih tinggi, misalnya terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi pemerintah terhadap produk tertentu, krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor produk terhenti sementara. Menurut penulis, keadaan memaksa yang dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berkaitan dengan transaksi melalui mesin ATM adalah adanya kerusakan dalam sistem komputer yang diakibatkan oleh gangguan listrik, kerusakan komputer , terkena virus. Untuk melihat sejauhmana pihak bank bertanggung jawab atas Dalam hal ini apabila terjadi kegagalan transaksi pengambilan uang tunai melalui mesin ATM, dan kegagalan tersebut akibat adanya keadaan memaksa dan hal tersebut bisa dibuktikan, maka pihak bank tidak bertanggung jawab. Namun, apabila unsur “ keadaan memaksa tersebut tidak terbukti” maka harus merujuk pada Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 21 ayat 2 (a), “ Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut : a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi. Apabila melihat rumusan Pasal 21 ayat 2(a) berkaitan erat dengan pertanggungjawaban. Mengenai pertanggung jawaban ada dua teori mengenai hal tersebut : a. Contractual liability Bahwa pertanggung jawaban berdasarkan atas kontrak yang telah dibuat. Jadi, bentuk pertanggung jawaban ini sudah merupakan hasil kesepakatan dari para pihak. Apabila ada salah satu pihak yang tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan, maka pihak tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menurut Pasal 1234 yang dimaksud dengan prestasiadalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi bisa seseorang: - Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya - Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan - Melakukan apa yang di janjikan tetapi terlambat - Melakukan sesuatu menurut kontrak tidak boleh dilakukan. 18 Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti-rugi, pembatalan perjanjian, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara. b. Strict liability Pertanggung jawaban atas perbuatan yang merugikan salah satu pihak ,perbuatan yang merugikan tersebut tidak tercantum didalam perjanjian. Ketentuan mengenai perbuatan melawan hukum diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Kalau diuraikan , Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum adalah : 1. Perbuatan melawan hukum Menurut M.A.Moegni Djojodirdjo, Perbuatan melawan hukum merupakan suatu kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku sendiri 18 Abdul R Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Kencana, Jakarta, 2007 atau bertentangan baik dengan kesusilaan, maupun dengan sikap hati-hati yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda. 19 2. Kesalahan Faktor kesalahan ini adalah ditinjau dari pelaku. Kesalahan pelaku karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Seseorang yang telah melakukan sesuatu secara keliru sudah tentunya melakukannya karena salahnya. Maka kesalahan memperkirakan adanya tindaktanduk yang keliru, bahwa istilah kesalaha dapat mencakup dua pengertian, yakni untuk menegaskan pertanggung jawaban si pelaku, tetapi juga di tujukan pada tindaktanduknya sendiri. 3. Kerugian Dalam hal ini kerugian merupakan akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum. Kerugian tersebut bisa berwujud kerugian secara materiil dan immaterial. Immateriil ini misalnya: timbulnya rasa takut, rasa tidak aman 4. Hubungan kausal (sebab-akibat). Maka untuk menentukan sesuatu harus dianggap sebagai sebab daripada sesuatu akibat masalah, yang merupakan syarat untuk timbulnya suatu akibat,adalah menjadi sebab daripada akibat. Apabila terjadi kegagalan dalam transaksi penarikan melalui mesin ATM, Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah , pihak nasabah berhak untuk menyampaikan pengaduan ke pihak bank, dan pihak bank wajib untuk menerima dan menyelesaikan pengaduan nasabah. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005, tersebut hanyalah bersifat pencegahan saja, sedangkan tindakan atau tanggung jawab bank terhadap nasabah pengguna ATM bilamana terjadi kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pihak bank, baik dalam hal keamanan maupun teknis operasional masih belum ada pengaturannya. Maka dari itu, bentuk pertanggung jawaban bank atas nasabah apabila terjadi kegagalan transaksi berdasarkan atas perjanjian antara pihak bank dan pihak nasabah. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian bank dengan nasabah dalam menggunakan produk dan fasilitas perbankan berupa penarikan/pengambilan langsung melalui mesin ATM. Apabila telah terbukti, bahwa terjadinya kegagalan transaksi penarikan melalui mesin ATM merupakan kelalaian pihak Bank, maka pihak bank mempunyai kewajiban untuk 19 M.A.Moegni Djojodirjo,Perbuatan Melawan Hukum,Pradnya Paramita, Jakarta,1980 memberikan ganti kerugian kepada nasabah. Ketentuan mengenai besar ganti-rugi yang harus di berikan oleh pihak bank tidak di atur didalam Undang-Undang No.8 Tahun 1998 tentang Perbankan. Untuk menentukan besarnya ganti kerugian berdasarkan atas perjanjian yang telah Pihak bank dengan nasabah. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian mengenai penggunaan produk dan fasilitas perbankan, dimana pihak nasabah sepakat menggunakan fasilitas bank yaitu kartu ATM. Mengingat asas perjanjian kepastian hukum atau asas sunt servanda yang berarti perjanjian yang dibuat harus ditaati dan dipatuhi serta di anggap sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika didalam perjanjian tidak menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian, maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi, seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. I. Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah dalam Transaksi Tranfer Tranfer uang untuk kepentingan nasabah mempunyai alas hukum/dasar hukum dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Dasar hukum tersebut bersumber dari ketentuanketentuan sebagai berikut : 1. Ketentuan di Bidang Perbankan Ketentuan di bidang Perbankan bersumber pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dalam Pasal 6 huruf (e), bank umum meliputi memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Dari ketentuan dalam Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas dan lugas ditentukan bahwa bahwa memang suatu bank umum dapat melakukan suatu transfer uang. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Sebenarnya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara spesifik tentang transfer uang via bank, baik terhadap transfer dengan warkat (paper based) ataupun terhadap transfer secara elektronik. Hanya saja, karena transfer dana tersebut dapat dilakukan juga dengan penggunaan surat berharga sebagai sarana pemindahannya, seperti cek atau wesel, maka ketentuan dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditarik untuk berlaku transfer dana seperti itu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dikenal beberapa macam surat berharga, yaitu sebagai berikut : a. Pengaturan tentang Surat Wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. b. Pengaturan tentang Surat Sanggup, dalam Pasal 174 sampai Pasal 177 Kitab UndangUndang Hukum Dagang c. Pengaturan tentang Cek dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229 d Kitab UndangUndang Hukum Dagang d. Pengaturan tentang Kuitansi dan Promes atas Unjuk dalam Pasal 229 e sampai dengan Pasal 229 k dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dengan demikian, sejauh yang menyangkut dengan transfer uang yang menggunakan surat-surat berharga tersebut berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, khusus mengenai aspek surat berharganya. 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Selain dari ketentuan-ketentuan seperti tersebut diatas, maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang berbagai aspek hukum yang berkenaan dengan transfer, khususnya yang berkenaan dengan aspek-aspek hukum perjanjian. Sebab suatu transfer uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun transfer uang untuk kepentingan bank diawali dengan suatu kontrak. Dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai aspekaspek hukum perjanjian, yang terdapat dalam buku ketiga. Dalam hubungan dengan transfer uang , perlu dipisahkan dulu antara perjanjian-perjanjian sebagai berikut : a. Perjanjian antara nasabah pengirim dengan nasabah penerima b. Perjanjian antara nasabah pengirim dengan bank pengirim c. Perjanjian antara nasabah penerima dengan bank pembayar d. Perjanjian antara bank pengirim dengan bank pembayar e. Perjanjian antara bank koresponden dengan bank pembayar Apabila diterapkan tentang kontrak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terhadap perjanjian antara nasabah pengirim dengan dengan bank terdapat 3 (tiga) kemungkinan: a. Perjanjian pengiriman uang merupakan kontrak titipan barang dalam hal ini bank sebagai pihak penitip, diatur di dalam Pasal 1694 sampai dengan Pasal 1739 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Perjanjian pengiriman uang merupakan perjanjian untuk melaksanakan jasa tertentu oleh bank, diatur Pasal 1601 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. c. Yang lebih reasonable adalah memberlakukan Perjanjian pengiriman uang sebagai perjanjian khusus yang tidak termasuk ke dalam kontrak bernama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga hanya ketentuan perjanjian yang umum saja yang berlaku, mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 Kitab Undangundang Kitab Hukum Perdata. Selebihnya berlaku ketentuan dalam perjanjian yang dibuat para pihak, dan ketentuan bank sendiri maupun oleh peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Skema I: Nasabah pengirim Bank Penerima Nasabah Penerima Mesin ATM Bank Pembayar Skema II Bank Pengirim Nasabah pengirim Bank pengirim Nasabah Penerima Pada skema I : 1. Nasabah dating sendiri ke counter menemui staf bank yang mewakili bank. 2. Nasabah menyerahkan form/slip transfer yang sudah di isi oleh nasabah ke staf bank. 3. setelah menerima form/slip nasabah, staf bank akan memproses transaksi. Bagi nasabah yang melakukan transfer ke antar rekening bank yang sama akan dikenai biaya sebesar Rp.5000,-,sedangkan untuk transfer ke antar rekening bank yang berbeda di bebani biaya Rp.20.000,4. nasabah akan mendapatkan salinan slip dari transaksi yang dilakukan 5. Dalam waktu 1x24 jam, transfer dana tersebut akan secara otomatis masuk ke rekening nasabah penerima, melalui bank penerima. Skema II 5. Nasabah mendatangi counter ATM yang telah disediakan bank 6. Nasabah memasukkan kartu ATM ke dalam mesin ATM, kemudian di layar mesin ATM akan muncul perintah untuk memasukkan PIN(Personal Indentification Number), selanjutnya di sebut PIN. PIN terdiri dari 6 kombinasi angka yang hanya diketahui oleh pihak bank dan nasabah. 7. Setelah memasukkan PIN,akan muncul di layar jenis transaksi yang akan dilakukan, nasabah memilih untuk melakukan transaksi dana. Kemudian akan muncul nominal angka mulai Rp.50.000,-,Rp.100.000,-,Rp 200.000,Rp.300.000,-, Rp.400.000,- ,Rp.500.000,-, Rp.1.000.000,-. 8. Selanjutnya, nasabah memasukkan no rekening yang dituju/nasabah penerima. Setelah itu, di layar akan muncul nama dan no rekening nasabah penerima, kemudian nasabah pengirim menekan tombol”YA”. 9. Beberapa detik kemudia nasabah akan mendapatkan struck didalamnya berisikan tanggal transaksi, jumlah transaksi, nominal transaksi yang di lakukan. Tranfer uang via bank melalui fasilitas mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri )merupakan hal yang lazim dilakukan saat ini. Dimana pun , kapan pun nasabah dapat melakukan transaksi transfer ke rekening antara bank ataupun berlainan bank. Para pihak yang terlibat dalam transaksi pengiriman uang/transfer adalah sebagai berikut: 1. Pihak pengirim (remmiter, transferor) Pihak pengirim uang adalah pihak yang meminta/memberi instruksi bank untuk mengirim uang kepada penerima kiriman tersebut. Pihak pengirim uang ini bisa mereka yang sudah terlebih dahulu menjadi nasabah bank pengirim (debit rekening), bisa juga mereka yang tidak atau belum menjadi nasabahnya (penyetoran uang tunai ) 2. Pihak bank pengirim Pihak bank pengirim (remitting bank) merupakan bank di tempatnya pihak pengirim yang diinstruksikan oleh pihak pengirim untuk mengirimkan sejumlah uang ke alamat yang ditentukan. 3. Pihak Penerima (beneficiary, transferee) Pihak penerima (beneficiary, transferee) adalah pihak yang kepadanya dikirim uang oleh pihak pengirim. Biasanya pihak penerima ini menerima uang tersebut karena adanya suatu transaksi dengan pihak pengirim, di mana uang tersebut sebagai pembayaran. Akan tetapi, dapat saja pihak penerima adalah pihak pengirim sendiri dengan rekening berbeda dan mungkin dengan rekening di bank yang berbeda pula. 4. Pihak Bank Pembayar (paying bank) Pihak bank pembayar adalah pihak yang akan membayar ( di kota atau di tempat rekening pihak penerima). Bank inilah yang akan membayar kepada pihak penerima dengan cara yang sesuai dengan yang diinstruksikan oleh pihak pengirim dan bank pengirim.Pihak bank pengirim atau dapat juga merupakan bank lain sama sekali. Tranfer melalui mesin ATM adalah jenis electronic transfer. Di katakana demikian, karena electronic transfer merupakan dana di mana 1 (satu) atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti digunakan teknik elektronik. Bagian-bagian dalam transfer dana yang dahulunya paper based (transfer secara konvensional dengan memakai warkat tertentu sebagai dasar transfer tersebut), tetapi kemudian diganti dengan sistem elektronik, antara lain sebagai berikut: a. Pengiriman pesan elektronik diantara bank pengirim dengan penerima. Untuk saat ini menggunakan sistem SWIFT(the Society for Worldwide Interbank Financial Telecomunication), atau hubungan komputer to komputer. b. Data-data penting yang dahulunya dibuat dengan paper based diganti dengan sistem data yang terekam dengan mesin, seperti Magnetic Ink Character Recognition (MICR), atau Optical Character Recognition c. Penggunaan data, terminology dan dokumentasi pengiriman standar. Dalam hal ini berbagai aspek operasiona bank telah di standardisasi oleh the Banking Committee of Internasional Organization for Standardization dan Internasional Organization for Standardization tersebut telah menyediakan suatu Draft International Standard dalam bahasa Inggris dan Perancis untuk pemakaian computer to computer telecommunications networks disamping itu, disediakan pula Draft Internasional Standardization terhadap format teleks untuk Interbank Funds Transfer Messages dan hasil revisi dalam bentuk Draft Bank Data Elements Directory. d. Pembuatan instruksi transfer dengan komputer e. Menciptakan sistem elektronik baru yang tidak sekedar menggantikan sistem lama 21 yang berdasarkan paper based. Didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak mengatur mengenai transaksi transfer melalui mesin ATM. Maka dari itu transfer melalui mesin ATM rentan terhadap kesalahan. Apabila terjadi kesalahan dalam transaksi transfer melalui mesin ATM, untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab terlebih dahulu unsur kesalahan 21 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004 harus terbukti, karena seperti yang sudah dijelaskan dari awal bahwa adanya peristiwa transfer dana melalui mesin ATM di dahului adanya perjanjian antara pihak nasabah pengirim dengan bank menggunakan fasilitas mesin ATM. Dalam hal ini, pihak nasabah harus dapat membuktikan kesalahan pihak bank. Disini posisi nasabah sangat lemah, karena beban pembuktian ada pada pihak nasabah. Bilamana memang terbukti bahwa pihak bank telah melakukan kelalaian sehingga sehingga mengakibatkan kesalahan dalam transaksi transfer maka pertanggungjawaban pihak bank hanya sebatas yang diperjanjikan saja,dan jika didalam perjanjian tidak menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian, maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi, seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. J.Kesimpulan 1. Apabila telah terbukti, bahwa terjadinya kegagalan transaksi penarikan melalui mesin ATM merupakan kelalaian pihak Bank, maka pihak bank mempunyai kewajiban untuk memberikan ganti kerugian kepada nasabah. Ketentuan mengenai besar ganti-rugi yang harus di berikan oleh pihak bank tidak di atur didalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Untuk menentukan besarnya ganti kerugian berdasarkan atas perjanjian yang telah Pihak bank dengan nasabah. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian mengenai penggunaan produk dan fasilitas perbankan, dimana pihak nasabah sepakat menggunakan fasilitas bank yaitu kartu ATM. Mengingat asas perjanjian kepastian hukum atau asas sunt servanda yang berarti perjanjian yang dibuat harus ditaati dan dipatuhi serta di anggap sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika didalam perjanjian tidak menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian, maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi, seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Bilamana memang terbukti bahwa pihak bank telah melakukan kelalaian sehingga sehingga mengakibatkan kesalahan dalam transaksi transfer maka pertanggungjawaban pihak bank hanya sebatas yang diperjanjikan saja,dan jika didalam perjanjian tidak menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian, maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi, seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001 Bintang, Sanusi, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung,2000 Djumhana,Muhammad, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,2008 Djojodirdjo,Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979 Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004 Naja,Daja, Contrac Drafting, Citra Adiya Bakti, Bandung, 2006 Saliman, Abdul, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana, Jakarta , 2005 Santoso, Ruddy Tri, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Jogyakarta, 1996. Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1994. Soepandi,Eddi, Hukum Bisnis, Refika Aditama, Bandung, 2003 Syahrani, Riduan, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1989. Widjaja, Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2005 B. Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undnag Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Peraturan Bank Indonesia 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk Bank dan Data Pribadi Nasabah. Peraturan Bank Indonesia 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah c.Internet www.bi.go.id www.mediakonsumen.com