PERTANGGUNGJAWABAN BANK TERHADAP

advertisement
PERTANGGUNGJAWABAN BANK TERHADAP NASABAH DALAM
TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI ATM (Anjungan Tunai Mandiri )
Oleh
Retno Sari Dewi
Abstraksi:
Mengenai perbankan Indonesia telah di atur di dalam Undang – Undang nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, seiring dengan perkembangan jaman
ketentuan mengenai perbankan yang di atur di dalam Undang – Undang No. 7
Tahun 1992 dirubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang – Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk – bnetuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat , bank menggunakan cara
dengan mengeluarkan produk dan jasa perbankan. Produk tersebut berupa
tabungan, giro, deposito, dan jasa perbankan berupa jasa transfer dana , inkaso,
bank garansi, letter of credit, waliamanat, dan kliring. Pada era globalisasi saat
ini, bank di tuntut oleh nasabah untuk memberikan kemudahan dalam transaksi
bisnis dalam menggunakan produk dan jasa perbankan. .Untuk memenuhi
tuntutan tersebut bank harus melakukan inovasi dan kreasi menyangkut sarana
atau fasilitas produk dan jasa perbankan. Maka dari itu diperlukan diperlukan
landasan hukum guna menyelesaikan permasalahan yang timbul antara bank
dengan nasabah apabila terjadi kegagalan dalam transaksi pengambilan dan
kesalahan transfer via bank..
A.Latar Belakang
Perbankan memegang peranan penting dalam pembangunan, dimana perbankan
merupakan lembaga yang menjadi penggerak roda perekonomian modern dan menjadi
penentu tingkat kestabilan perekonomian suatu negara,karena apabila lembaga perbankan
tidak berjalan dengan baik, perekonomian menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi
tidak akan tercapai.
Mengingat peranan dari lembaga perbankan tersebut, maka dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan nasional tidak berlebihan apabila lembaga perbankan kita tempatkan
begitu strategis dan memndapat perhatian pemerintah melalui pembinaan yang insentif.
Semuanya itu didasari oleh landasan pemikiran agar lembaga perbankan Indonesia
mampu berfungsi secara efisien , sehat, wajar, dan mampu melindungi secara baik dana yang
dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke
bidang – bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.
Mengenai perbankan Indonesia telah di atur di dalam Undang – Undang nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, seiring dengan perkembangan jaman ketentuan mengenai
perbankan yang di atur di dalam Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 dirubah dengan
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang – Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bnetuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat , bank menggunakan cara dengan
mengeluarkan produk dan jasa perbankan. Produk tersebut berupa tabungan, giro, deposito,
dan jasa perbankan berupa jasa transfer dana , inkaso, bank garansi, letter of credit,
waliamanat, dan kliring.
Pada era globalisasi saat ini, bank di tuntut
oleh nasabah untuk memberikan
kemudahan dalam transaksi bisnis dalam menggunakan produk dan jasa perbankan. .Untuk
memenuhi tuntutan tersebut bank harus melakukan inovasi dan kreasi menyangkut sarana
atau fasilitas produk dan jasa perbankan.
Salah satu bentuk inovasi dan kreasi menyangkut sarana dan fasilitas bisnis dengan
menggunakan electronic banking adalah ATM atau Automated Teller Machines. Saat ini
ATM telah menjadi kebutuhan vital masyarakat dalam bertransaksi. Menurut data Marketing
Research Indonesia (MRI), volume perputaran dana melalui transaksi ATM selama setahun
mencapai Rp 541,83 triliun. Frekuensi masyarakat menggunakan ATM rata-rata lima kali
dalam sebulan per nasabah. Total jumlah transaksi menggunakan ATM mencapai 95 juta
transaksi per bulan (intra dan antarbank), Perilaku masyarakat yang aktif menggunakan ATM
ini dipicu kenyataan bahwa ATM merupakan medium transaksi yang mudah, cepat, dan bisa
dilakukan kapan saja. Juga sudah jadi bagian integral dari masyarakat.
Penggunaan electronic banking terutama automatic teller machine (ATM) sebagai
pengganti berbagai jenis layanan yang dulu hanya bisa diperoleh di kantor-kantor cabang
bank sekarang ini sudah menjadi hal yang biasa. Hasil penelitian Institute of Service
Management Studies (ISMS) tahun 2007 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah nasabah
yang datang langsung ke kantor cabang untuk mendapatkan jasa layanan bank.
1
www.bi.go.id,diunduh pada hari Senin,25 Mei 2009
1
Sistem elektronik memiliki ciri lebih mengaktifkan nasabah. Nasabah lebih berperan
dan mengambil beberapa porsi dari kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh pegawai bank.
Bahkan, nasabah dapat melakukan transaksi di mana hanya nasabah yang memasukkan data
ke dalam sistem perbankan dan diproses langsung oleh sistem komputer tanpa sama sekali
ikut campur pihak perbankan.
Namun, sarana yang mempermudah tersebut tidak menutup kemungkinan munculnya
persoalan, dalam prakteknya transaksi pengambilan dana lewat ATM ( Anjungan Tunai
Mandiri) ternyata sering dikeluhkan oleh nasabah bank. Misalnya Waktu anda habis,
begitulah tulisan yang tertera di mesin ATM saat seorang nasabah mengambil uang pada
sebuah ATM di daerah Yogyakarta. Nasabah berulang kali memasukkan kartu ATM ke
mesin ATM, akan tetapi tulisan Waktu anda habis berulang lagi muncul setiap nasabah
memilih menu. Keesokan harinya si nasabah mengecek saldo tabungannya menggunakan
atm, dan tenryata saldonya tidak sesuai. Saldonya terpotong pada dua kali penarikan gagal
sebelumnya. Merasa dirugikan, nasabah menghubungi nomor pelayanan nasabah bank,
permasalahannya dicatat dan dijanjikan untuk diproses secepatnya. Menurut petugas yang
menerima telpon, prosesnya akan membutuhkan waktu paling lama tiga hari. Kemudian, tiga,
empat, lima hari, seminggu, nasabah menunggu konfirmasi dari pihak bank, akan tetapi
konfirmasi dari pihak bank tidak seperi yang diharapkan, pihak bank menyatakan bahwa hal
tersebut bukan merupakan tanggungjawab dari pihak bank.
2
Uraian diatas merupakan salah satu gambaran dari sekian banyak kasus yang muncul
dari penggunaan produk dan jasa perbankan. Maka dari itu diperlukan diperlukan landasan
hukum guna menyelesaikan permasalahan yang timbul antara bank dengan nasabah apabila
terjadi kegagalan dalam transaksi pengambilan dan kesalahan transfer via bank..
B. Rumusan Masalah
Maka dari itu penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kegagalan transaksi
pengambilan melalui Anjungan Tunai Mandiri ( ATM)?
2. Bagimana bentuk pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kesalahan dalam
transfer uang via ATM?
2
www.mediakonsumen.com diunduh pada hari Senin , 25 Mei 2009
C. Tujuan Penelitian
1 Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi
kegagalan transaksi melalui ATM?
2 Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi
kesalahan dalam transfer uang melalui ATM?
Untuk mempermudah dalam penulisan penelitian ini perlu adanya metode yang merupakan
suatu cara akan dilakukan oleh penulis untuk meneliti permasalahan yang diangkat dalam
karya tulis, sehingga nantinya dalam melakukan penelitian penulis akan mudah untuk
memperoleh data.Cara yang ditempuh penulis untuk memperoleh data yaitu :
1. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data-data penulis menggunakan metode observasi atau
pengamatan secara langsung mengenai penanganan terhadap kasus pidana yang
dilakukan oleh pengurus bank dan disamping itu juga mengadakan wawancara dengan
responden yang dapat memberikan keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan
permasalahan.
2. Spesifikasi Penelitian
Didalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan spesifikasi penelitian
meliputi:
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Penulis melakukan studi kepustakaan dengan membaca literature – literature yang
diperoleh
dari
peraturan
perundangan-undangan
artikel,yurisprudensi – yurisprudensi, dan bahan hukum
,buku-buku,artikelyang tertulis hasil
karangan para ahli hukumyang terkait dengan permasalahan sehingga nantinya
dapat diperoleh suatu data teoritis penelitian.
b. Penulis Lapangan (field research)
Untuk mendapatkan data yang lengkap dan nyata , maka penulis melakukan
pengamatan langsung yang disebut studi lapangan. Dalam hal ini penulis
melakukan pengamatan secara langsung terhadap data primer dan data sekunder.
D. Analisa Data
Data kualitatif dianalisa secara induktif maupun deduktif. Data-data tersebut
dipaparkan secara deskriptif yang digambarkan gejala-gejala yang ada hubungannya
dengan ilmu hukum. Data-data yang telah tersusun secara sistematis dilakukan analisa
sehingga menjadi data yang teratur , dan terarah dan dapat mendukung pokok-pokok
yang dibahas serta memiliki nilai ilmiah yang dapat dieprtanggungjawabkan.
E. Perbankan Indonesia Sebagai Sistem
Sistem perbankan Indonesia memiliki unsur – unsur:
1. Nilai – nilai yang hidup dalam Industri Perbankan
Unsur nilai – nila ( moralitas ) menjadi faktor penting dalam keseluruhan kegiatan
perbankan sehingga hal ini diharapkan mendorong terciptanya etika usaha dan
integritas yang tinggi dari seluruh stakesholder perbankan. Nilai – nilai mengesahkan
eksistensi dan peranan itu sendiri. Selanjutnya, untuk agar senantiasa bisa memenuhi
tuntutan – tuntutan perkembangan, nilai – nilaitersebut harus disegarkan dan
direvitalisasi.
2. Filsafat perbankan
Filsafat perbankan adalah pendalam lebih lanjut menyangkut segala aspek mengenai
perbankan. Perbankan dalam konteks tersebut , dijadikan objek pembahasan yang
paling mendasar meliputi konteks keberadaannya (ontologisnya ) dan melihat pada
konteks hakikatnya.
3. Norma – norma di Dunia pebankan
Norma – norma di dunia perbankan terdiri dari norma yang berlaku secara nasional
dan norma internasional, baik yang telah dikodifikasikan secara tertulis dalam bentuk
peraturan perundang – undnagan maupun masih berupa asas –asas hukum, serta
kebiasaan – kebiasaan industry perbankan internasional yang berlaku universal (
termasuk dalam norma yang tidak tertulis dalam bentuk peraturan perundang –
undangan , yaitu fatwa – fatwa Majelis Ulama menyangkut perbankan syariah dan
dimungkinkan pula yurisprudensi tetap )
4. Lembaga – lembaga di bidang Industri Perbankan
Lembaga – lembaga di Bidang Industri Perbankan seperti Bank Sentral , lembaga
Penjamin Simpanan, otoritas pengawas, dan sebagainya.
5. Proses dan prosedur di lembaga – lembaga perbankan
Proses dan prosedur di lembaga – lembaga perbankan sebagai tata kelola perusahaan
yang baik ( good corporate governance ) termasuk ( operational governance) yang
bersifat teknis, dan mikro yang menekankan control pada praktik manajerialnya.
6. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia ( mutu profesionalismenya, komitmen, dan moralnya )
7. Lembaga – lembaga pendidikan dan sistem pendidikan perbankan.
8. Sarana dan Prasarana ( baik perangkat keras, perangkat lunak maupun brainware-nya).
Sarana dan prasara ( baik perangkat keras, perangkat lunak dan brainware-nya, seperti
kantor
yang
memadai,
filling
sistem
dan
perangkatnya,
perabot,
alat
transportasi/kendaraan, computer dengans eluruh perangkat dan sistemnya, dan
sebagainya ).
9. Kebiajakan Pemerintah terhadap industri perbankan
Kebijakan pemerintah terhadap industry perbankan( seperti diantaranya anggaran
negara yang disediakan untuk pembangunan industry perbankan khususnya dan jasa
keuangan pada umumnya.
3
Dengan unsur-unsur yang dimilikinya seperti di atas, maka sistem perbankan
Indoensia mengandung komponen yang bersifat struktural, yaitu menyangkut kelembagaan
yang diciptakan dalam sistem perbankan tersebut dengan bernagai macam fungsinya untuk
mendukung bekerjanya sistem tersebut,komponen yang lainya, yaitu bersifat kultural, yang
terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang merupakan pengikat sistem itu, serta menentukan
tempat sistem perbankan itu di tengah – tengah kultur bangsa sebagai keseluruhan.
Selain dua komponen diatas, juga tidak kalah pentingnya, yaitu komponen substansi ,
yang diantaranya, menyangkut proses dan prosedur di lembaga – lembaga perbankan yang
bersangkutan,serta norma-norma hukum yang berkaitan dengan industri perbankan itu
sendiri, baik berupa peraturan – peraturan, doktrin – doktrin, keputusan-keputusan, asas-asas,
maupun prinsip perbankan, sejauh semuanya ini digunakan,baik oleh pihak yang
mengatur,maupun yang diatur dalam menjalankan teknis operasional perbankan.
F. Regulasi dan Pengawasan Perbankan Indonesia
Struktur perbankan yang sehat sulit diwujudkan apabila tidak disertai sistem
pengaturan yang efektif. Dengan prinsip seperti itu,maka regulasi merupakan salah satu
pilar yang penting dalam pengembangan perbankan di mana pun. Integritas industri
perbankan nasional selain memerlukan tersedianya, pengaturan yang memadai dan
implementasinya yang konsisten, sistem perbankan juga harus dapat dijaga agar terhindar
dari praktik kejahatan perbankan. Pengaturan atau regulasi perbankan, meletakkan hukum
sebagai rangkaian kaidah, peraturan tata aturan(proses dan prosedur), namun tetap
memerhatikan perlunya pemberian sanksi kepada mereka yang menyimpang
3
Muhannad Djumhana, Asas – Asas Perbankan Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung,2008
Memperhatikan hal itu, maka tidak berlebihan apabila regulasi yang efektif menjadi
salah satu pilar Arsitektur Perbankan Indonesia. Jelas sudah salah satu upaya membangun
sistem perbankan yang stabil memerlukan perangkat aturan hukum(legal framework) yang
mampu menjadi landasan bagi penyelenggaraan fungsi perbankan secara utuh. Demikian
pentingnya faktor hukum/perundang-undangan ini bagi perkembangan bidang perbankan ini
merupakan bidang yang paling banyak peraturannya sehingga disebutkan “the most highly
regulated industry”.
Regulasi dan pengawasan sistem perbankan oleh Bank Indonesia telah diperkuat
dengan peran barunya sebagai otoritas independent, yang menurut hukum bebas dari
campur tangan politis. Dengan kedudukan yang kuat seperti itu,maka Bank Indonesia saat
ini dan kedepan,harus senantiasa mampu mengeluarkan dan menyempurnakan peraturan
perundang-undangan yang saat ini ada. Hal-hal yang ada selalu disempurnakan, di
antaranya, mencakup moneter, dan sebagainya.
Bank Indonesia sebagai salah satu lembaga otoritas perbankan yang berwenang
melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor keuangan, moneter, dan fiskal dituntut
pula harus mampu memformulasikan dan menerapkan kebijakan yang konsisten, dapat
mempertahankan tingkat kompetisi perbankan yang sehat, dan dapat mendukung inovasi
industri perbankan.
4
Menurut S.Sundari alasan klasik perlunya pengaturan dan pengawasan terhadap
perbankan didasarkan pada empat pertimbangan utama :
a. Pentingnya posisi bank dalam sistem keuangan, terutama dalam sistem pembayaran
dan kliring
b. Sistem perbankan merupakan suatu sistem yang berpotensi menimbulkan bahaya,
berkenaan dengan operasional perbankan
c. Sifat dari perjanjian bank
d. Moral hazard yang timbul dari peranan sebagai the leader of the last resort perlu
diantisipasi secara terus-menerus oleh pemerintah.
5
Bank Indonesia sebagai otoritan pengawas bank juga perlu menyempurnakan sistem
pengawasannya sehingga diperlukan pengembangan metode pengawasannya berbasis pada
resiko merupakan salah satu metode yang dikembangkan, selain itu juga dilakukan upaya
4
5
Op.cit.hal.137
Op.cit.hal.140
konsolidasi organisasi pengawasan bank yang ada. Pembenahan ke dalam yang juga
dilakukan, yaitu berupa reorganisasi struktur pengawasan bank.
G. Produk dan Jasa Perbankan
Menurut Undang – Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 ayat 1,
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan definisi bank menurut Undang – Undang No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan ayat 2, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa bank di beri wewenang untuk
menghimpun dana dari masyarat , maka dari itu bank mengeluarkan produk dan jasa
perbankan. Produk yang dikeluarkan oleh bank biasanya berupa tabungan, giro, deposito,
sedangkan dalam bidang jasa antara lain transfer, inkaso,bank garasi, letter of credit,
waliamanat, kliring.
H. Perjanjian antara bank dengan nasabah
Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata memberikan rumusan tentang
perjanjian
diatur didalam Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.
Rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap dan
terlalu luas. Maka disini penulis mencoba menjabarkan makna dari pasal 1313 Kitab Undang
– Undang Hukum Perdata dengan mengutip pendapat R.Setiawan yaitu :
Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya
menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakan perkataan “
perbuatan “ tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum .
Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut , yaitu
:
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
b. Menambahkan perbuatan “ atau saling mengikatkan diirnya “ dalam pasal 1313
Kitab Undang – Undang hukum Perdata.
Sehingga perumusan menjadi :
Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diirnya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
6
Sedangkan Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang
berjanji kepada orang lain, saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
7
Sudikno Mertokusumo berpendapat:
Perjanjian sebagaimana hubungan hukum antara 2 pihak atau lebih berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian didefinisikan sebagai
hubungan hukum karena didalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu penawaran (offer,aanbod) dan perbuatan
8
penerima (acceptan,aanvaarding ).
Pada dasarnya perjanjian mempunyai fungsi ekonomi.Dan mengenai hal ini, Eman
Rajagukguk menyebutkan bahwa :
Sedikitnya ada empat fungsi kontrak bila dipandang dari sudut ekonomi. Pertama
kontrak yang memuat ganti rugi bila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau
melanggar kontrak, akan memberikan an essential check on opportunism in
nonsimulataneous exchange dengan menjamin pihak satu, dalam pelaksaan kontrak,
tidak berhadapan dengan risiko, daripada kerja sama dengan pihak lainnya. Kedua ,
memakai para pihak given categories of exchange dengan seperangkat ketentuan
kontrak ( dimana mereka bebas untuk menentukannya bila mereka mau ) sehingga
akan mengurangi transaction costs. Ketiga mengurangi ketidakhati – hatian para pihak
dengan memberikan tanggungjawab kepada pihak yang mengakibatkan kerugian
kepada pihak lainnya. Keempat
memformulasikan seperangkat ketentuan yang
merupakan alasan yang memaaafkan dalam pelaksanaan kontrak sehingga dapat
dilaksanakannya efficient exchanges,tetapi tidak mendorong pelaksaan inefficient
exchanges yang tidak memenuhi criteria effisiensi parent
6
7
9
Mariam Darus Badrulzaman: “Kompilasi Hukum Perikatan “,Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001
Subekti,Pokok – Pokok Hukum Perdata ,Intermasa , Jakarta, 1994
8
Cahyo Wiyono,Kelalian Debitur Terhadap Perjanjian Kredit Uang dengan Jaminan BPKB, Skripsi,
Tidak Diterbitkan, 2002.
9
H.R.Daeng Naja, Contrac Drafting, P.T.Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006
Suatu perjanjian dikatakakan syah apabila syarat – syarat yang tercantum didalam ketentuan
Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata terpenuhi. Syarat – syarat tersebut
adalah
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya atau pihak – pihak dalam
perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subyektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat
disebut syarat obyektif karena mengenai obyeknya perjanjian.
Dalam hal ini harus dibedakan antara syarat subjektif dan syarat objektif . Dalam hal
syarat subyektif tidak terpenuhi , maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya, dari
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian . Tujuan para pihak yang mengadakan
tersebut melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian , tidak ada dasar
untuk saling menuntut didepan hakim.
Disebut batal demi hukum karena perjanjian dianggap tidak pernah terjadi. Siapa pun
dapat mengemukakan kebatalan tersebut, bahwa hakim tanpa diminta oleh para pihak.
Dalam syarat subjektif tidak terpenuhi , maka perjanjiannya bukan batal demi hukum,
melainkan salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.
Pihak yang dapat menerima pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberikan sepakatnya secara tidak bebas.Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat,
selama tidak dibatalkan (oleh ) hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan tadi. Nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan bergantung pada
kesediaan suatu pihak untuk menaatinya, perjanjian yang demikian dinamakan voidable (
bahasa inggris ) atau vernietigbaar (bahasa Belanda), ia selalu diancam dengan bahaya
pembatalan
10
Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa
kedua haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak dapat mendapat suatu
tekanan yang mengakibatkan cacat bagi perujudan kehendak tersebut.Pernyataan sepakat
dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui(overeenstemende wilsverklaring)
antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dimanakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi(acceptatie).
10
Op.cit.,hal 17
Mengenai hal ini ada beberapa ajaran yaitu :
a. Teori Kehendak (wistheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
b. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak, yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
c. Teori pengetahuan (vermemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan
seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
d. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi
pada saat pernyataan kehendak di anggap layak diterima oleh pihak yang
menawarkan.
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dalam Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata dicantumkan beberapa, hal ini merupakan faktor yang
dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut.
H. Bentuk pertanggungjawaban pihak bank apabila terjadi kegagalan transaksi
pengambilan melalui Anjungan Tunai Mandiri ( ATM)
Pengaturan mengenai perbankan ada didalam Undang-Undang No.10 tahun 2008 tentang
Perbankan. Menurut Pasal 1 ayat 2, “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang
banyak.”
Mengenai bentuk usaha bank, Undang-Undang No.10 tahun 2008 tentang Perbankan
mewajibkan bentuk usaha yang berbadan hukum. Badan hukum dalam bahasa Belanda
Rechtspersoon ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban
seperti orang-orang pribadi”.
11
Sebagai badan hukum memiliki syarat-syarat sebagai sebagai
berikut:
a. adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
kekayaan pribadi para sekutu atau Pendiri badan itu, tegasnya ada pemisahan
kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi para sekutu;
b. kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;
11
Eddi Sopandi, Hukum Bisnis, Refika Aditama, Bandung, 2003
c. adanya beberapa orang sebagai Pengurus.
112
Dengan demikian letak perbedaan antara persekutuan perseorangan dengan badan
hukum ada pada modal dan letak tanggung jawabnya. Pada usaha perseorangan modal
usahanya menjadi satu dengan modal Pendirinya, sehingga tanggung jawabnya termasuk
harta kekayaan pribadi Pendiri. Pada perusahaan berbadan hukum, modal usahanya terpisah
dari kekayaan para Pendiri (pemegang saham), oleh karenanya tanggungjawab para Pendiri
(pemegang saham) sebatas jumlah maksimal modal yang disetorkan. Kekayaan badan hukum
tersebut diurus oleh para Pengurusnya sebagai salah satu organ dari badan hukum yang
bersangkutan.
Dalam kegiatan menghimpun dana nasabah , bank mengeluarkan produk dan jasa
perbankan demi memberikan fasilitas terbaik bagi nasabah. Berkaitan dengan hal tersebut,
penggunaan fasilitas bank oleh nasabah diawali dengan adanya perjanjian. Telah diatur
didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu perjanjian dikatakan sah apabila
telah memenuhi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ada empat hal yang
harus dipenuhi:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang diperkenankan.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya maksudnya adalah: “Para pihak yang membuat
perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak
masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan atau
penipuan”.
213
Mengenai kebebasan dalam membuat perjanjian, Pasal 1321 Kitab Undang-
Undang Hukum perdata. menentukan bahwa "tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan". Antara pihak
bank dan nasabah telah sepakat mengenai penggunaan fasilitas bank.
12
Ibid hal 10
13
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1989, h. 214.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, maksudnya para pihak cakap bertindak
dalam hukum, yaitu telah dewasa dan tidak ditaruh di bawah pengampuan. Dewasa menurut
Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan: “Belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah
kawin”. Bank
merupakan suatu badan hukum, yang mampu bertindak dalam hukum,
sehingga cakap dalam membuat perjanjian. Demikian juga nasabah telah dewasa dan tidak
ditaruh di bawah pengampuan.
Suatu hal tertentu, maksudnya perjanjian yang dibuat harus ada obyek yang
diperjanjikan untuk diserahkan atau dibuat. Hal yang dijadikan obyek adalah produk dan jasa
layanan perbankan. Sedangkan suatu sebab yang diperkenankan maksudnya bahwa perjanjian
tersebut tidak dilarang oleh undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan. Produk
dan jasa layanan perbankan tidak dilarang oleh undang-undang, ketertiban umum maupun
kesusilaan.
Perjanjian bank dengan nasabah dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata., maka perjanjian tersebut mengikat
kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang, sesuai dengan bunyi Pasal
1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa "semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Perkataan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya” sebagai-mana Pasal 1338 B.W. di atas,
mengandung
maksud bah-wa buku III B.W. menganut asas kebebasan berkontrak, maksudnya bahwa:
“Setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam
undang-undang. Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga
hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan
ketertiban umum”.
315
Perjanjian itu sendiri terjadi sejak kedua belah pihak mencapai kata sepakat mengenai
hal-hal pokok yang diperjanjikan, sehingga sejak saat itu pula timbul suatu kewajiban secara
timbal balik yang lebih dikenal dengan prestasi.
Perjanjian dalam penggunaan fasilitas ATM adalah perjanjian yang bersifat timbal
balik. Artinya dalam suatu perjanjian, pihak yang berkewajiban untuk memenuhi suatu
prestasi, juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya pula pihak lain di samping berhak atas
suatu prestasi, juga berkewajiban memenuhi prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak
15
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 84.
dan kewajiban timbal balik. Hak dan kewajiban tersebut, disepakati bersama dan tertuang
dalam ketentuan– ketentuan pemegang Kartu ATM.
Didalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, tidak memberikan
penjelasan yang jelas mengenai produk dan jasa perbankan.Oleh karena itu untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi nasabah perbankan di Indonesia, pihak
Bank Indonesia selaku pemegang otoritas tertinggi perbankan di Indonesia mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk Bank
dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang ada didalam Pasal 4:
1. Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam Bahasa Indonesia secara
lengkap dan jelas mengenai setiap kararteristik setiap produk bank.
2. Informasi sebagaimana ya g dimaksud ayat (1) wajib disampaikan kepada
Nasabah secara tulis dan atau lisan.
3. Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2),
Bank dilarang untuk memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau
tidak etis (misconduct) sehingga dengan adanya peraturan ini diharapkan nasabah
akan mengerti tentang hak dan kewajibannya apabila nasabah menggunakan
produk perbankan.
Karena didalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, tidak memberikan penjelasan
mengenai transaksi antara nasabah dengan Bank melalui mesin ATM, sehingga perlu melihat
peraturan hukum yang lain yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Undang-Undang Transaksi Elektronik mengatur mengenai transaksi
eletronik yang dilakukan oleh nasabah .
Transaksi nasabah dengan mesin ATM
dapat dikategorikan kedalam transaksi
elektronik. Mengenai ketentuan transaksi elektronik diatur di dalam Undang-Undang No.11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik di Pasal 2, “transaksi elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,
dan/atau media elektronik lainnya.
Kartu ATM ini merupakan fasilitas yang akan langsung dinikmati oleh nasabah
apabila nasabah mempunyai simpanan di bank. Kartu ATM ini adalah sebuah kartu magnetik
yang berkode atau bersandi yang dikeluarkan oleh bank. Untuk menggunakan kartu ATM,
nasabah harus memasukkannya ke dalam mesin ATM, setelah itu nasabah memasukkan PIN
(Personal Indentification Number) yang hanya diketahui oleh nasabah dan pihak bank.
Skema transaksi melalui ATM:
I.
Transaksi awal di conter bank
transaksi
nasabah
Staf di
counter Bank
menyimpan dana
II.
nasabah
transaksi menggunakan kartu atm
pengambilan dana
Mesin
ATM(mewaki
li pihak
Bank)
Terdapat perbedaan keberadaan subjek dalam dua transaksi diatas. Pada transaksi
pertama (penyimpanan dana), para pihak hadir atau eksis(ada komunikasi dan kesepakatan).
Dalam proses transaksi I( penyimpanan dana) :
1. nasabah datang sendiri ke counter bank menemui staf bank yang bertindak mewakili
bank(rechtspersoon/badan hukum).
2. kemudian nasabah memberikan form/slip penyetoran yang sudah di isi oleh nasabah
ke staf bank.
3. setelah menerima form/slip nasabah,
staf bank akan memproses transaksi, dan
mencetaknya ke dalam buku tabungan.
4. nasabah akan mendapatkan salinan slip dari transaksi yang dilakukan
Sedangkan dalam transaksi tahap II(pengambilan dana) :
1. Nasabah mendatangi counter ATM yang telah disediakan bank
2. Nasabah memasukkan kartu ATM ke dalam mesin ATM, kemudian di layar mesin
ATM akan muncul perintah untuk memasukkan PIN(Personal Indentification
Number), selanjutnya di sebut PIN. PIN terdiri dari 6 kombinasi angka yang hanya
diketahui oleh pihak bank dan nasabah.
3. Setelah memasukkan PIN,akan muncul di layar jenis transaksi yang akan dilakukan,
nasabah
nominal
memilih untuk melakukan transaksi penarikan. Kemudian akan muncul
angka
mulai
Rp.50.000,-,Rp.100.000,-,Rp
200.000,Rp.300.000,-,
Rp.400.000,-,Rp.500.000,-, Rp.1.000.000,-.
4. Selanjutnya, nasabah akan mendapatkan struck didalamnya berisikan tanggal
transaksi, jumlah transaksi, nominal transaksi yang di lakukan.Kemudia secara
otomatis mesin ATM akan mengeluarkan uang sesuai dengan permintaan anda. di
mesin.
Transaksi melalui mesin ATM, pihak bank tidak hadir, artinya transaksi dilakukan
sendiri oleh nasabah.
Persyaratan harus adanya kesepakatan di dalam transaksi bisnis merupakan bukti
nyata bahwa pihak-pihak yang bertransaksi harus hadir dalam proses tersebut . Hadir di sini
bisa di maksudkan bahwa para pihak saling tahu mnengenai keadaan objek yang
ditransaksikan, dalam hal ini objek transaksi berupa sejumlah dana. Kehadiran ini dibutikan
pula dengan tanda tangan atau tanda lain yang bisa digunakan sebagai wujud persetujuan
person (subyek hukum)
Dalam ketentuan Principal Commercial Contracs (PICC), pada bab II tentang formasi
(formation) diatur dengan jelas mengenai pembentukan perjanjian, yaitu adanya proses
tawar-menawar, secara rinci diatur mulai tahap penawaran sampai terjadinya akseptasi serta
16
kemungkinan terhadinya perubahan baik penawaran maupun akseptasi . Dengan kata lain,
lazimnya, setiap proses menuju kesepakatan dalam transaksi selalu diawali dengan proses
komunikasi yang efektif diantara kedua pihak yang menaruh perhatiannya masing-masing
pada objek transaksi.
Ketika seorang nasabah mendatangi sebuah mesin ATM dan bermaksud melakukan
transaksi pengambilan uang maka pihak yang sepakat untuk mengikatkan diri ke dalam suatu
transaksi itu adalah pihak bank dengan nasabah.
Bahkan kesepakatan nasabah mengenai jumlah dana yang ditransaksikan tidak
didahului dengan komunikasi personal dengan pihak bank. Sehingga apa pun respon mesin
ATM terhadap perintah dari nasabah secara otomatis dianggap sebagai persetujuan pihak
bank. Ketidakhadiran pihak bank dalam transaksi seolah sudah diwakili oleh sebuah mesin.
Dari awal telah dijelaskan bahwa transaksi melalui mesin ATM merupakan suatu
transaksi elektronik. Apabila terjadi kegagalan dalam pengambilan uang
dengan
menggunakan mesin ATM maka menurut Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 15 ayat (2),”penyelenggara sistem elektronik
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya, Pasal 15 (3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud oleh ayat (3) tidak berlaku dalam hal hal dapat dibuktikan adanya
keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalian pihak pengguna sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan penyelenggara sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem
elektronik oleh Penyelenggara negara, Orang, Badan usaha, dan/atau masyarakat, pengertian
16
Sogar Simamura, Harmonisasi Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak di Indonesia Terhadap Sistem
Perdagangan Global,YURIDIKA,Jurnal Fakultas Hukum, Universitas Airlangga.
ini merujuk pada Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Jadi, dalam hal transaksi melalui mesin atm dapat dikatakan bahwa
bank sebagai badan usaha yang memfaatkan mesin ATM, yang terdiri dari perangkat
komputer yang digunakan untuk memproses data elektronik.
Apabila terjadi kegagalan dalam transaksi pengambilan melalui mesin ATM merujuk
Undang-Undang Nomor 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 15 ayat 3 ,
apabila terbukti kegagalan tersebut karena adanya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau
kelalian pihak pengguna sistem elektronik.
Maka penyelenggara sistem elektronik , dalam hal ini adalah pihak bank tidak dapat di bebani
peratnggungjawaban.
Dalam pasal diatas, unsur pembuktian memegang peranan yang sangat penting.
Namun, pembuktian tersebut akan disulit apabila di kaitkan dengan unsurkeadaan memaksa,
karena di dalam penjelasan
Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronik
tidak
terdapat definisi mengenai keadaan memaksa tersebut.
Keadaan memaksa menurut Soebekti, untuk dapat dikatakan suatu “keadaan
memaksa”(overmacht/force mayure) bila keadaan itu:
-
Diluar kekuasaannya
-
Memaksa
-
Tidak dapat diketahui sebelumnya
17
Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menamakan keadaan memaksa
atau hal kebetulan (overmacht atau toeval) dan Pasal 1444 Kitab Undang-Undang Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata hal kebetulan yang tidak dapat diperkirakan (onvoorziene
toeval).
Apabila ketentuan-ketentuan di atas diteliti, maka unsur-unsur dari keadaan memaksa
itu ialah “adanya hal yang tidak terduga dan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan”
kepada seseorang. Sedangkan yang bersangkutan dengan segala daya berusaha secara patut
memenuhi kewajibannya.
Untuk mengkaji mengenai keadaan memaksa, ada dua teori :
a. Teori objektif (de objectieve overmachtsleer)
Menurut teori ini, keadaan memaksa objektif, debitur berada dalam keadaan
memaksa, apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (ada unsure impossibilitas)
dilaksanakan oleh siapapun juga atau setiap orang.
17
Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT.Intermassa, Jakarta, 1994
Misalnya: A harus menyerahkan kuda kepada B, kuda di tengah jalan disambar petir,
hingga oleh siapapun juga penyerahan kuda itu tidak mungkin dilaksanakan.
Dalam ajaran ini , fokus pada bencana alam atau kecelakaan yang hebat, sehingga
dalam keadaan demikian siapapun tidak dapat memenuhi prestasi. Juga jika barang musnah
atau hilang di luar perdagangan dianggap sebagai keadaan memaksa.
Hal ini dapat kit abaca dalam Pasal 1444 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
dimana disebutkan jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan musnah, tidak lagi
dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tidak di ketahui apakah
barang itu masih ada, maka hapuslah perjanjian, asal barang itu musnah atau hilang di luar
salahnya si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
b. Teori subjektif
Menurut teori subjektif, keadaan memaksa itu ada, apabila debitur masih mungkin
mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan kesukaran atau pengorbanan yang
besar, sehingga dalam keadaan yang demikian itu kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan
prestasi.
Dari dua teori diatas, maka penulis berpendapat bahwa keadaan memaksa ada yang
bersifat mutlak (absolute), contohnya bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah
longsor, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat tidak mutlak (relative), contohnya berupa
suatu keadaan dimana perjanjian masih dapat dilakukan, tapi dengan biaya yang lebih tinggi,
misalnya terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi
pemerintah terhadap produk tertentu, krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor produk
terhenti sementara.
Menurut penulis, keadaan memaksa yang dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang
No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berkaitan dengan transaksi
melalui mesin ATM adalah adanya kerusakan dalam sistem komputer yang diakibatkan oleh
gangguan listrik, kerusakan komputer , terkena virus.
Untuk melihat sejauhmana pihak bank bertanggung jawab atas Dalam hal ini apabila
terjadi kegagalan transaksi pengambilan uang tunai melalui mesin ATM, dan kegagalan
tersebut akibat adanya keadaan memaksa dan hal tersebut bisa dibuktikan, maka pihak bank
tidak bertanggung jawab.
Namun, apabila unsur “ keadaan memaksa tersebut tidak terbukti” maka harus
merujuk pada Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 21 ayat 2 (a), “ Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik
menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
Apabila
melihat
rumusan
Pasal
21
ayat
2(a)
berkaitan
erat
dengan
pertanggungjawaban. Mengenai pertanggung jawaban ada dua teori mengenai hal tersebut :
a. Contractual liability
Bahwa pertanggung jawaban berdasarkan atas kontrak yang telah dibuat. Jadi, bentuk
pertanggung jawaban ini sudah merupakan hasil kesepakatan dari para pihak. Apabila
ada salah satu pihak yang tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan, maka
pihak tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi.
Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menurut Pasal 1234 yang dimaksud
dengan prestasiadalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu,
sebaliknya dianggap wanprestasi bisa seseorang:
-
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
-
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
-
Melakukan apa yang di janjikan tetapi terlambat
-
Melakukan sesuatu menurut kontrak tidak boleh dilakukan.
18
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti-rugi,
pembatalan perjanjian, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.
b. Strict liability
Pertanggung jawaban atas perbuatan yang merugikan salah satu pihak ,perbuatan
yang merugikan tersebut tidak tercantum didalam perjanjian. Ketentuan mengenai perbuatan
melawan hukum diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Kalau diuraikan , Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum adalah :
1. Perbuatan melawan hukum
Menurut M.A.Moegni Djojodirdjo,
Perbuatan melawan hukum merupakan suatu kealpaan, yang atau bertentangan
dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku sendiri
18
Abdul R Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Kencana, Jakarta, 2007
atau bertentangan baik dengan kesusilaan, maupun dengan sikap hati-hati yang harus
diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda.
19
2. Kesalahan
Faktor kesalahan ini adalah ditinjau dari pelaku. Kesalahan pelaku karena telah
melakukan perbuatan melawan hukum.
Seseorang yang telah melakukan sesuatu secara keliru sudah tentunya
melakukannya karena salahnya. Maka kesalahan memperkirakan adanya tindaktanduk yang keliru, bahwa istilah kesalaha dapat mencakup dua pengertian, yakni
untuk menegaskan pertanggung jawaban si pelaku, tetapi juga di tujukan pada tindaktanduknya sendiri.
3. Kerugian
Dalam hal ini kerugian merupakan akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan
hukum. Kerugian tersebut bisa berwujud kerugian secara materiil dan immaterial.
Immateriil ini misalnya: timbulnya rasa takut, rasa tidak aman
4. Hubungan kausal (sebab-akibat).
Maka untuk menentukan sesuatu harus dianggap sebagai sebab daripada sesuatu
akibat masalah, yang merupakan syarat untuk timbulnya suatu akibat,adalah menjadi
sebab daripada akibat.
Apabila terjadi kegagalan dalam transaksi penarikan melalui mesin ATM,
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan
Nasabah , pihak nasabah berhak untuk menyampaikan pengaduan ke pihak bank, dan pihak
bank wajib untuk menerima dan menyelesaikan pengaduan nasabah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005, tersebut hanyalah bersifat
pencegahan saja, sedangkan tindakan atau tanggung jawab bank terhadap nasabah pengguna
ATM bilamana terjadi kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pihak bank, baik dalam hal
keamanan maupun teknis operasional masih belum ada pengaturannya.
Maka dari itu, bentuk pertanggung jawaban bank atas nasabah apabila terjadi
kegagalan transaksi berdasarkan atas perjanjian antara pihak bank dan pihak nasabah.
Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian bank dengan nasabah dalam menggunakan
produk dan fasilitas perbankan berupa penarikan/pengambilan langsung melalui mesin ATM.
Apabila telah terbukti, bahwa terjadinya kegagalan transaksi penarikan melalui mesin
ATM merupakan kelalaian pihak Bank, maka pihak bank mempunyai kewajiban untuk
19
M.A.Moegni Djojodirjo,Perbuatan Melawan Hukum,Pradnya Paramita, Jakarta,1980
memberikan ganti kerugian kepada nasabah. Ketentuan mengenai besar ganti-rugi yang harus
di berikan oleh pihak bank tidak di atur didalam Undang-Undang No.8 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
Untuk menentukan besarnya ganti kerugian berdasarkan atas perjanjian yang telah
Pihak bank
dengan nasabah. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian mengenai
penggunaan produk dan fasilitas perbankan, dimana pihak nasabah sepakat menggunakan
fasilitas bank yaitu kartu ATM. Mengingat asas perjanjian kepastian hukum atau asas sunt
servanda yang berarti perjanjian yang dibuat harus ditaati dan dipatuhi serta di anggap
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Jika didalam perjanjian tidak menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian,
maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi,
seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
I. Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah dalam Transaksi Tranfer
Tranfer uang untuk kepentingan nasabah mempunyai alas hukum/dasar hukum dalam
sistem perundang-undangan Indonesia. Dasar hukum tersebut bersumber dari ketentuanketentuan sebagai berikut :
1. Ketentuan di Bidang Perbankan
Ketentuan di bidang Perbankan bersumber pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2008 dalam Pasal 6 huruf (e), bank umum meliputi memindahkan uang, baik untuk
kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
Dari ketentuan dalam Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas dan lugas ditentukan bahwa
bahwa memang suatu bank umum dapat melakukan suatu transfer uang.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Sebenarnya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara spesifik
tentang transfer uang via bank, baik terhadap transfer dengan warkat (paper based) ataupun
terhadap transfer secara elektronik. Hanya saja, karena transfer dana tersebut dapat dilakukan
juga dengan penggunaan surat berharga sebagai sarana pemindahannya, seperti cek atau
wesel, maka ketentuan dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditarik untuk berlaku
transfer dana seperti itu.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dikenal beberapa macam surat
berharga, yaitu sebagai berikut :
a. Pengaturan tentang Surat Wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
b. Pengaturan tentang Surat Sanggup, dalam Pasal 174 sampai Pasal 177 Kitab UndangUndang Hukum Dagang
c. Pengaturan tentang Cek dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229 d Kitab UndangUndang Hukum Dagang
d. Pengaturan tentang Kuitansi dan Promes atas Unjuk dalam Pasal 229 e sampai dengan
Pasal 229 k dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Dengan demikian, sejauh yang menyangkut dengan transfer uang yang menggunakan
surat-surat berharga tersebut berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
khusus mengenai aspek surat berharganya.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Selain dari ketentuan-ketentuan seperti tersebut diatas, maka Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata juga mengatur tentang berbagai aspek hukum yang berkenaan dengan
transfer, khususnya yang berkenaan dengan aspek-aspek hukum perjanjian. Sebab suatu
transfer uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun transfer uang untuk kepentingan bank
diawali dengan suatu kontrak.
Dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai aspekaspek hukum perjanjian, yang terdapat dalam buku ketiga. Dalam hubungan dengan transfer
uang , perlu dipisahkan dulu antara perjanjian-perjanjian sebagai berikut :
a. Perjanjian antara nasabah pengirim dengan nasabah penerima
b. Perjanjian antara nasabah pengirim dengan bank pengirim
c. Perjanjian antara nasabah penerima dengan bank pembayar
d. Perjanjian antara bank pengirim dengan bank pembayar
e. Perjanjian antara bank koresponden dengan bank pembayar
Apabila diterapkan tentang kontrak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terhadap perjanjian antara nasabah pengirim dengan dengan bank terdapat 3 (tiga)
kemungkinan:
a. Perjanjian pengiriman uang merupakan kontrak titipan barang dalam hal ini bank
sebagai pihak penitip, diatur di dalam Pasal 1694 sampai dengan Pasal 1739 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Perjanjian pengiriman uang merupakan perjanjian untuk melaksanakan jasa tertentu
oleh bank, diatur Pasal 1601 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c. Yang lebih reasonable adalah memberlakukan Perjanjian pengiriman uang sebagai
perjanjian khusus yang tidak termasuk ke dalam kontrak bernama dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga hanya ketentuan perjanjian yang umum
saja yang berlaku, mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 Kitab Undangundang Kitab Hukum Perdata. Selebihnya berlaku ketentuan dalam perjanjian yang
dibuat para pihak, dan ketentuan bank sendiri maupun oleh peraturan yang
dikeluarkan pemerintah.
Skema I:
Nasabah pengirim
Bank Penerima
Nasabah Penerima
Mesin ATM
Bank Pembayar
Skema II
Bank Pengirim
Nasabah
pengirim
Bank pengirim
Nasabah Penerima
Pada skema I :
1. Nasabah dating sendiri ke counter menemui staf bank yang mewakili bank.
2. Nasabah menyerahkan form/slip transfer yang sudah di isi oleh nasabah ke staf bank.
3. setelah menerima form/slip nasabah,
staf bank akan memproses transaksi. Bagi
nasabah yang melakukan transfer ke antar rekening bank yang sama akan dikenai
biaya sebesar Rp.5000,-,sedangkan untuk transfer ke antar rekening bank yang
berbeda di bebani biaya Rp.20.000,4. nasabah akan mendapatkan salinan slip dari transaksi yang dilakukan
5. Dalam waktu 1x24 jam, transfer dana tersebut akan secara otomatis masuk ke
rekening nasabah penerima, melalui bank penerima.
Skema II
5. Nasabah mendatangi counter ATM yang telah disediakan bank
6. Nasabah memasukkan kartu ATM ke dalam mesin ATM, kemudian di layar mesin
ATM akan muncul perintah untuk memasukkan PIN(Personal Indentification
Number), selanjutnya di sebut PIN. PIN terdiri dari 6 kombinasi angka yang hanya
diketahui oleh pihak bank dan nasabah.
7. Setelah memasukkan PIN,akan muncul di layar jenis transaksi yang akan dilakukan,
nasabah memilih untuk melakukan transaksi dana. Kemudian akan muncul nominal
angka
mulai
Rp.50.000,-,Rp.100.000,-,Rp
200.000,Rp.300.000,-,
Rp.400.000,-
,Rp.500.000,-, Rp.1.000.000,-.
8. Selanjutnya, nasabah memasukkan no rekening yang dituju/nasabah penerima.
Setelah itu, di layar akan muncul nama dan no rekening nasabah penerima, kemudian
nasabah pengirim menekan tombol”YA”.
9. Beberapa detik kemudia nasabah akan mendapatkan struck didalamnya berisikan
tanggal transaksi, jumlah transaksi, nominal transaksi yang di lakukan.
Tranfer uang via bank melalui fasilitas mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri )merupakan
hal yang lazim dilakukan saat ini. Dimana pun , kapan pun nasabah dapat melakukan
transaksi transfer ke rekening antara bank ataupun berlainan bank.
Para pihak yang terlibat dalam transaksi pengiriman uang/transfer adalah sebagai
berikut:
1. Pihak pengirim (remmiter, transferor)
Pihak pengirim uang adalah pihak yang meminta/memberi instruksi bank untuk
mengirim uang kepada penerima kiriman tersebut. Pihak pengirim uang ini bisa mereka yang
sudah terlebih dahulu menjadi nasabah bank pengirim (debit rekening), bisa juga mereka
yang tidak atau belum menjadi nasabahnya (penyetoran uang tunai )
2. Pihak bank pengirim
Pihak bank pengirim (remitting bank) merupakan bank di tempatnya pihak pengirim
yang diinstruksikan oleh pihak pengirim untuk mengirimkan sejumlah uang ke alamat yang
ditentukan.
3. Pihak Penerima (beneficiary, transferee)
Pihak penerima (beneficiary, transferee) adalah pihak yang kepadanya dikirim uang
oleh pihak pengirim. Biasanya pihak penerima ini menerima uang tersebut karena adanya
suatu transaksi dengan pihak pengirim, di mana uang tersebut sebagai pembayaran. Akan
tetapi, dapat saja pihak penerima adalah pihak pengirim sendiri dengan rekening berbeda dan
mungkin dengan rekening di bank yang berbeda pula.
4. Pihak Bank Pembayar (paying bank)
Pihak bank pembayar adalah pihak yang akan membayar ( di kota atau di tempat
rekening pihak penerima). Bank inilah yang akan membayar kepada pihak penerima dengan
cara yang sesuai dengan yang diinstruksikan oleh pihak pengirim dan bank pengirim.Pihak
bank pengirim atau dapat juga merupakan bank lain sama sekali.
Tranfer melalui mesin ATM adalah jenis electronic transfer. Di katakana demikian,
karena electronic transfer merupakan dana di mana 1 (satu) atau lebih bagian dalam transfer
dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti
digunakan teknik elektronik.
Bagian-bagian dalam transfer dana yang dahulunya paper based (transfer secara
konvensional dengan memakai warkat tertentu sebagai dasar transfer tersebut), tetapi
kemudian diganti dengan sistem elektronik, antara lain sebagai berikut:
a. Pengiriman pesan elektronik diantara bank pengirim dengan penerima. Untuk saat ini
menggunakan sistem SWIFT(the Society for Worldwide Interbank Financial
Telecomunication), atau hubungan komputer to komputer.
b. Data-data penting yang dahulunya dibuat dengan paper based diganti dengan sistem
data yang terekam dengan mesin, seperti Magnetic Ink Character Recognition
(MICR), atau Optical Character Recognition
c. Penggunaan data, terminology dan dokumentasi pengiriman standar. Dalam hal ini
berbagai aspek operasiona bank telah di standardisasi oleh the Banking Committee of
Internasional Organization for Standardization dan Internasional Organization for
Standardization tersebut telah menyediakan suatu Draft International Standard dalam
bahasa
Inggris
dan
Perancis
untuk
pemakaian
computer
to
computer
telecommunications networks disamping itu, disediakan pula Draft Internasional
Standardization terhadap format teleks untuk Interbank Funds Transfer Messages dan
hasil revisi dalam bentuk Draft Bank Data Elements Directory.
d. Pembuatan instruksi transfer dengan komputer
e. Menciptakan sistem elektronik baru yang tidak sekedar menggantikan sistem lama
21
yang berdasarkan paper based.
Didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak mengatur
mengenai transaksi transfer melalui mesin ATM. Maka dari itu transfer melalui mesin ATM
rentan terhadap kesalahan. Apabila terjadi kesalahan dalam transaksi transfer melalui mesin
ATM, untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab terlebih dahulu unsur kesalahan
21
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004
harus terbukti, karena seperti yang sudah dijelaskan dari awal bahwa adanya peristiwa
transfer dana melalui mesin ATM di dahului
adanya perjanjian antara pihak nasabah
pengirim dengan bank menggunakan fasilitas mesin ATM.
Dalam hal ini, pihak nasabah harus dapat membuktikan kesalahan pihak bank. Disini
posisi nasabah sangat lemah, karena beban pembuktian ada pada pihak nasabah.
Bilamana memang terbukti bahwa pihak bank telah melakukan kelalaian sehingga
sehingga mengakibatkan kesalahan dalam transaksi transfer maka pertanggungjawaban pihak
bank hanya sebatas yang diperjanjikan saja,dan jika didalam perjanjian tidak menentukan
mengenai besarnya jumlah ganti kerugian, maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan
kerugian yang benar-benar telah terjadi, seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
J.Kesimpulan
1. Apabila telah terbukti, bahwa terjadinya kegagalan transaksi penarikan melalui mesin
ATM merupakan kelalaian pihak Bank, maka pihak bank mempunyai kewajiban untuk
memberikan ganti kerugian kepada nasabah. Ketentuan mengenai besar ganti-rugi yang harus
di berikan oleh pihak bank tidak di atur didalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
Untuk menentukan besarnya ganti kerugian berdasarkan atas perjanjian yang telah
Pihak bank
dengan nasabah. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian mengenai
penggunaan produk dan fasilitas perbankan, dimana pihak nasabah sepakat menggunakan
fasilitas bank yaitu kartu ATM. Mengingat asas perjanjian kepastian hukum atau asas sunt
servanda yang berarti perjanjian yang dibuat harus ditaati dan dipatuhi serta di anggap
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Jika didalam perjanjian tidak menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian,
maka besarnya ganti-rugi ini harus berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi,
seperti yang diatur didalam Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Bilamana memang terbukti bahwa pihak bank telah melakukan kelalaian sehingga
sehingga mengakibatkan kesalahan dalam transaksi transfer maka pertanggungjawaban
pihak bank hanya sebatas yang diperjanjikan saja,dan jika didalam perjanjian tidak
menentukan mengenai besarnya jumlah ganti kerugian, maka besarnya ganti-rugi ini harus
berdasarkan kerugian yang benar-benar telah terjadi, seperti yang diatur didalam Pasal 1250
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
DAFTAR PUSTAKA
Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001
Bintang, Sanusi, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti,
Bandung,2000
Djumhana,Muhammad, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung,2008
Djojodirdjo,Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979
Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004
Naja,Daja, Contrac Drafting, Citra Adiya Bakti, Bandung, 2006
Saliman, Abdul, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana, Jakarta , 2005
Santoso, Ruddy Tri, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Jogyakarta, 1996.
Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996.
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1994.
Soepandi,Eddi, Hukum Bisnis, Refika Aditama, Bandung, 2003
Syahrani, Riduan, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1989.
Widjaja, Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2005
B.
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undnag Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Peraturan Bank Indonesia 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Informasi Produk Bank dan Data
Pribadi Nasabah.
Peraturan Bank Indonesia 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah
c.Internet
www.bi.go.id
www.mediakonsumen.com
Download