MORAL DALAM PERSPEKTIF PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Ditulis oleh Safrizal Arifin * Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kata ‘Moral’ memiliki arti ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila. Franz Magni Suseno mengatakan bahwa Moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia sehingga Moral merupakan tolah ukur untuk menentukan benar salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. dan, moralitas adalah segala kompleksitas dari moral itu. (Franz Magnis S, 1991) Melalui bahasa yang lebih sederhana moral dapat diartikan sebagai sesuatu menyangkut baik buruknya manusia sebagai manusia, sedangkan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai, dan sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat. K. Bertens menyatakan bahwa moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. (K. Bernes, 1994), sementara Imanuel Kant menyatakan bahwa moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan manusia dengan norma atau hukum batiniah, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Menurutnya moralitas terbagi menjadi dua, yaitu: (1) moralitas heteronom, sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku sendiri, misalnya karena adanya kepentingan tertentu ataupun karena perasaan takut pada penguasa yang memberi tugas kewajiban itu; (2) moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai hal yang baik. Moralitas inilah yang dimaksudnya sebagai moralitas sesungguhnya (Imanuel Kant diterjemahan Lili Tjahjadi) Dosen PPKN Universitas Al Azhar Indonesia. Lili Tedjosaputro membagi moralitas kedalam dua bagian, yaitu: (1) Moralitas yang besifat intrinsik, berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh hukum yang ada. Esensinya terdapat pada perbuatan manusia itu sendiri. (sama dengan moralitas otonom Imanuel Kant), (2) moralitas yang bersifat ekstrinsik, penilaiannya didasarkan kepada paraturan hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. Moralitas ini merupakan realita bagi manusia itu terikat pada nilainilai atau norma-norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama. Dari moralitas yang bersifat ekstrinsik ini lah, atau dalam pendapat Imanuel Kant tentang moralitas heteronom yang berkaitan dengan unsur moral kedalam hukum. Dimana masyarakat secara sadar / pun tidak bertindak baik atau buruk didasari oleh hukum yang dibuat oleh penguasa. Dari pemahaman atas pendapat-pendapat tentang moral tesebut diatas, dan apabila kita melihat dari sudut pandang Pancasila sebagai ideologi negara kita maka moral merupakan roh sekaligus semangat suci bagi segenap rakyat dan bangsa Indonesia untuk menuju ’negara hukum yang demokratis’ (democratische rechtstaat) sesungguhnya bukan retorika penguasa. Dan moral yang terkandung dalam Pancasila sungguh memberikan kenyamanan dan ketentraman bagi seluruh rakyat Indonesia apabila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh atas dasar keyakinan (agama) yang dianut diseluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. ’Tiada kehidupan yang bermanfaat bagi setiap manusia apabila tiada moral dalam setiap kehidupan manusia itu sendiri’, semoga pandangan ini dapat bermanfaat bagi yang ingin memahami lebih jauh makna moral yang sesungguhnya, terima kasih.