PDF (Bab I)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker adalah sel-sel jaringan tubuh yang menjadi ganas yang ditandai oleh
pembelahan sel dengan cepat dan tidak terkendali membentuk sel sejenis dengan
sel asalnya, namun dalam bentuk primitif dan tidak sempurna (Pusat Komunikasi
Publik, 2010).
Kiple (2003) Cancer is a process whereby uncontrolled cell
multiplication produces a tumor that can invade adjacent tissues and metastasize,
artinya suatu proses pelipatgandaan sel yang tidak terkendali dan menghasilkan
tumor yang menyerang jaringan-jaringan yang ada didekatnya. 12% seluruh
kematian disebabkan oleh kanker yang merupakan pembunuh nomor dua setelah
penyakit kardiovaskular (Pusat Komunikasi Publik, 2010) dan penyebab kematian
kedua di negara maju (Preedy and Watson, 2010)
Fenomena ancaman penyakit kanker ini ternyata semakin meningkat dari
tahun ke tahun. WHO dan Bank Dunia memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang
di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Jika
tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta
meninggal karena kanker pada tahun 2030. Mulai awal tahun 2000 di Netherland
terdapat kurang lebih satu juta perempuan setiap tahunnya menderita kanker
payudara, dan jumlah ini semakin meningkat satu sampai dua persen setiap
tahunnya. (Velve dkk, 1999). Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di
negara miskin dan berkembang.
1
2
Prevalensi kanker payudara di Indonesia mendekati peringkat kedua setelah
kanker leher rahim dan merupakan penyebab kematian utama bagi kaum wanita
(Nurulita, 2006). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2009) menyatakan di
Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita penduduk yakni kanker
rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit dan kanker
rektum. Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2009 sebesar 24.204 kasus lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008
sebanyak 27.125 kasus, terdiri dari kanker serviks 9.113 kasus (37,65%), kanker
payudara 12.281 kasus (50,74%), kanker hati 2.026 (8,37%) dan kanker paru-paru
784 (3,42%).
Dokter spesialis bedah kanker Rumah Sakit Kanker Dharmais yaitu Sutjipto
(Pusat Komunikasi Publik, 2010) menyatakan bahwa saat ini penderita kanker
payudara di Indonesia mencapai 100 dari 100.000 penduduk. Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah (2009), kanker payudara ini paling banyak diderita
dibanding kanker-kanker yang lain dalam kurun waktu lima tahun terakhir yaitu
sebanyak 12.281 orang pada tahun 2009 dan ini juga menempati peringkat
pertama di Kota Semarang yaitu sebanyak 4.977 orang. Sekitar 60-70 % dari
penderita tersebut datang pada stadium tiga, yang kondisinya telah parah. Hal ini
terjadi kemungkinan karena gejala pada penyakit kanker payudara tidak dapat
diketahui secara pasti bila individu belum memiliki pengetahuan tentang penyakit
kanker secara jelas. Dampaknya adalah penyakit kanker payudara seakan-akan tba
dan menyebar ke tubuh seorang perempuan. Bahkan ditemukan kondisi penyakit
3
kanker payudara yang mencapai stadium IV (karena keterlambatan pendeteksian)
ini kematian ditimbulkan.
Kanker dapat disembuhkan bila ada pengetahuan sejak dini terhadap
penyakit tersebut. Pada umumnya, kanker dirujuk berdasarkan jenis organ atau sel
tempat terjadinya. Sebagai contoh, kanker yang bermula pada usus besar dirujuk
sebagai kanker usus besar, sedangkan kanker yang bermula pada otak dikenal
sebagai kanker otak. Kanker adalah penyakit yang 90-95% disebabkan faktor
lingkungan dan 5-10% karena faktor genetik (dalam Pusat Komunikasi Publik,
2010). Saxton and Daley (2010) National Cancer Institute (NCI) menggambarkan
“Cancer Survivor” meliputi : kondisi fisik, psikososial, sejak proses diagnosis
hingga akhir hidupnya berfokus pada kesehatan, kehidupan penderita kanker dan
pada saat sedang menjalani pengobatan.
Kanker payudara atau yang lebih disebut dengan Carcinoma Mammae
adalah jenis kanker yang umum diderita oleh wanita, pria dapat mengalaminya
namun persentasenya sangat kecil jika dibandingkan dengan wanita. Gangguan
pada payudara tidak hanya sekedar memberikan gangguan kesakitan sebagaimana
kesakitan pada umumnya, tetapi juga mempunyai efek estetika dan psikologis
khususnya pada wanita (Buston, 2007). Tingkat kematian yang masih tinggi pada
kanker payudara disebabkan karena keterlambatan diagnosis terhadap penyakit itu
sendiri, hal ini yang menyebabkan keterlambatan pada penanganan penyakit
kanker payudara ini pula (Buston, 2007).
Wawancara singkat telah dilakukan pada tanggal 22 oktober 2015 dan 3
November 2015 pada dua wanita yang mengidap kanker payudara mengenai
4
bagaimana awal mula penyakit kanker payudara itu muncul dan apa yang
mendasari mereka akhirnya memilih untuk menjalani pengobatan. Informan
pertama berinisial DP berusia ±49 tahun yang mengidap kanker payudara stadium
IIB pada tahun 2010, beliau mengatakan:
“saya itu sudah hidup sehat dan makan saya terbilang
sudah memenuhi. Saya tidak pernah makan junkfood, eh kok ya
masih kena saja. Awalnya saya tu nggak terima mbak waktu
dokter memvonis seperti itu. Kata dokter, itu karena suntik KB
saya yang tidak ganti jenisnya. Mana saya harus mulai opname
besok dan segera memutuskan mau operasi kapan. Ya saya
kagetlah. Dah lemas semua badan saya. Tapi suami saya yang
dari awal menemani saya itu malah yang justru lebih berani
memutuskan. Karena katanya dia takut kalau nanti semakin
parah. Saya malah dibujuki suami saya terus. Karena setelah
pulang dari RS itu terus saya langsung melihat muka suami
sama anak-anak saya, entah gimana ceritane tu tiba-tiba saya
ya bismilla, PD aja gitu langsung memutuskan untuk diopname
dua hari kemudian mbak”
Dari wawancara pada informan DP, diketahui bahwa penyakit
yang dialami berasal dari pola suntik KB yang tidak dganti jenisnya
bukan berasal dari pola hidup yang salah dan peran suami pada saat
informan DP divonis mengidap penyakit tersebut sangat membantu
karena pada saat itu suami justru membujuk informan secara terusmenerus yang akhirnya membuat informan DP menjadi lebih percaya
diri untuk menjalani pengobatan di rumah sakit.
Informan kedua berinisial SS berumur ± 35 tahun yang mengidap penyakit
kanker payudara sejak Juli 2015 stadium , beliau mengatakan:
5
“sebenarnya saya sudah lama mbak merasa ada benjolan,
tapi ya saya gak curiga, wong saya kira itu gumpalan asi kok.
Biasanya kan gitu. Eh lha kok lama-lama nggak enak badan
saya, gampang pegel. Langsung saya cek ke dokter. Belum
langsung divonis sih, Cuma dokter nya curiga ada indikasi
tumor tapi ganas. Lha saya ya takut to mbak terus saya bingung
harus darimana cerita sama suami dan anak saya. Itu tak
rahasiakan ada seminggu an, sampai akhirnya saya nggak kuat
buat sembunyi-sembunyi pas ke rumahsakit, akhirnya saya
cerita ke suam dulu. Suamiku marah mbak, tapi marah karena
saya tidak cepat cepat ambil tindakan. Hari setelah itu saya
langsung diopname karena suruhan suami saya dan malah
suami saya sendiri yang mencari tahu tentang kanker itu dan
apa saja pengobatannya. Jadi malah dia yang sering menemui
dokter. Terharu banget saya mbak. Lha tak kira suami saya
malah jadi nggak suka sama saya dan perubahan fisik saya.
Kan saya pernah baca baca di internet kalau orang kanker itu
nanti botak. sampai mau dioperasi itu, anak saya masih belum
tahu kalau ibunya tu sakit berat, karena saking bingungnya
waktu itu. Mereka tahunya ibunya sakit tipes.”
Dari wawancara pada informan SS, diketahui bahwa ketakutan istri akan
reaksi suami yang tidak menerima kondisi dirinya membuat informan SS tidak
berani menjalani pengobatan dan memilih merahasiakannya. Tapi karena penyakit
yang diidapnya semakin lama semakin membuat kondisi tubuhnya memburuk,
akhirnya informan SS memberanikan diri untuk memberitahu suaminya dan reaksi
yang diperlihatkan suaminya justru berkebalikan. Suami sangat mendukung dan
memaksa informan untuk segera mengambil tindakan sesuai anjuran dokter dan
mencari tahu mengenai kanker payudara secara lebih jauh.
6
Tjindarbumi(1994) menyebutkan ada beberapa pengobatan kanker payudara
yang penyerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit, antara lain
masektomi atau operasi pengangkatan payudara, radiasi atau proses penyinaran
pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma
yang bertujuan untuk membunuh sel kanker yang masih tersisa di payudara pasca
operasi, kemoterapi atau proses pemberian obat-obatan anti kanker melalui infuse,
serta lintasan metabolism. Di dalam menjalani pengobatan, dukungan suami
sangat diperlukan untuk membantu melancarkan pengobatan yang dilakukan oleh
penderita kanker payudara.
Dikutip dari kompasiana.com, Linda Gumelar selaku menteri pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak periode lalu mengatakan bahwa dukungan
keluarga terutama pasangan sangat dibutuhkan untuk penyembuhan dan
penyemangat penderita kanker. Berdasarkan pengalaman beliau sebelumnya,
banyak penderita terutama kaum wanita yang memilih diam dan tidak
memberitahukan gejala yang dialaminya kepada keluarga terdekat karena
khawatir akan membebani atau bahkan mendapatkan respon yang tidak
menyenangkan. Selain itu, mereka juga takut untuk menjalani pengobatan
dirumah sakit karena sebelumnya sudah berusaha mencari tahu via media internet
tentang penyakit kanker. Pada akhirnya, mereka hanya menjalani pengobatan
herbal secara diam-diam dan itu membuat penyakitnya semakin parah.
Resiko terjadinya kanker payudara adalah pada wanita yang sudah
memasuki usia reproduksi salah satunya bagi wanita yang telah berumah tangga.
Bagi wanita yang telah berumah tangga menderita kanker payudara ini sangat
7
dikhawatirkan. Karena banyak faktor yang akan membuatnya tidak percaya diri
lagi akan dirinya dan takut akan perubahan sikap suami akan penyakit yang
diderita. Oleh karena itu wanita takut untuk segera menyatakan atau mengeluh
kepada suami saat sudah ada tanda atau perubahan pada payudara (Hawari, 2009).
Yusuf (2010) menyatakan bahwa reaksi suami berbeda dalam mengetahui
penyakit yang dialami/diderita oleh istri dan sangat individual, tergantung pada
tipe dan sifat suami. Ada tipe suami yang sangat membantu penyembuhan istri,
ada juga yanng tidak mau membantu, atau ada juga yang mau membantu
walaupun tidak sepenuhnya. Padahal peranan suami pada saat istri mengalami
kanker payudara sangat penting., karena dapat memberikan rasa percaya diri agar
tidak putus asa terhadap penyakit yang dialami. Jika peranan suami berubah akan
membuat istri menjadi stress sehingga penyakit yang diderita menjadi semakin
tidak membaik (Hawari, 2009). Menurut Kuntjoro (2002) bentuk-bentuk
dukungan suami yang dapat diberikan pada istri adalah adanya kedekatan
emosional, berbagi perasaan, perhatian, suami menghargai atas kemampuan dan
menerima keadaan istri, suami dapat diandalkan ketika istri membutuhkan
bantuan, dan suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah
istri. Dengan adanya dukungan suami, segala sesuatu yang tadinya terasa berat
menjadi lebih ringan dan membahagiakan.
Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, pertanyaan penelitiannya yaitu
“bagaimana dinamika psikologis dukungan suami pada istri dalam menjalani
pengobatan pasca operasi kanker payudara.”
8
B. Tujuan Penelitian
Dalam
penelitian
ini
tujuan
yang
ingin
dicapai
adalah
untuk
mendiskripsikan dinamika psikologis dukungan suami pada istri yang sedang
menjalani pengobatan pasca operasi kanker payudara.
C. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan:
1. Bagi penderita kanker payudara, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang peranan pasangan ketika menjalani
pengobatan pasca operasi.
2. Bagi suami penderita kanker payudara, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi gambaran seperti apa dukungan yang harus diberikan pada
pasangan yang menderita kanker payudara pasca operasi.
3. Memberikan sumbangan ilmiah sebagai sarana untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan khususnya psikologi klinis dan psikologi sosial dengan
menerapkan hasil penelitian sebagai tambahan informasi mengenai
dinamika psikologis dukungan pasangan pada penderita kanker payudara
dalam menjalani pengobatan pasca operasi.
Download