BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Kanker merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit dengan karakteristik adanya gangguan atau kegagalan
mekanisme pengaturan multiplikasi pada organisme multiseluler sehingga terjadi perubahan
perilaku sel yang tidak terkontrol. Perubahan tersebut disebabkan adanya perubahan atau
transformasi genetik, terutama pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan, yaitu protoonkogen
dan gen penekan tumor. Sel-sel yang mengalami transformasi terus-menerus berproliferasi dan
menekan pertumbuhan sel normal. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian
yang tinggi. Data Global action against canser (2005) dari WHO (World Health Organization)
menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai angka 45% dari tahun 2007 hingga
2030, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi 11,5 juta jiwa kematian. Di Indonesia, menurut laporan
Riskesdes (2007) prevalensi kanker mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan menjadi penyebab
kematian nomor tujuh (5,7%) setelah sroke, tuberkulosis, hipertensi, trauma, perinatal dan
diabetes melitus.
Di negara berkembang, kanker merupakan penyebab utama kematian yang disebabkan
oleh penyakit pada anak diatas usia enam bulan. Data kanker laporan Riskesdes tahun 2007
menyatakan bahwa Indonesia setiap tahunnya ditemukan sekitar 4.100 pasien kanker anak yang
baru. Dari keseluruhan kasus kanker yang ditemukan, meskipun kanker masih jarang ditemukan
terjadi pada golongan usia anak atau masih sekitar 2-6%, namun kanker merupakan penyakit
degeneratif yang menyebabkan 10% kematian pada anak. Etiologi kanker pada anak masih belum
jelas namun penyebabnya diduga oleh karena penyimpangan pertumbuhan sel akibat defek
genetik dalam kandungan. Pemicunya diduga oleh faktor lingkungan yang tidak sehat, makanan
yang dikonsumsi secara tidak adequat, adanya radiasi, serta infeksi virus.
Miller RW (Childhood cancer,1994), proses terjadinya kanker (onkogenesis) pada anakanak sama dengan pada orang dewasa ditinjau dari aspek biomolekuler, perbedaannya yang
mendasar adalah pada proses perjalanan penyakitnya. Kanker pada anak biasanya sudah terjadi
pada stadium lebih lanjut dibanding pada orang dewasa pada saat mendiagnosisnya. Kanker pada
anak cenderung lebih agresif, hal ini disebabkan karena sel kanker pada anak masih merupakan
sel primitif sehingga lebih mudah dan cenderung cepat penyebarannya. Kecenderungan kanker
terjadi pada tempat tertentu juga menjadi karakteristik pada perbedaanya pada anak.
Kanker yang berasal dari jaringan epitel disebut karsinoma. Karsinoma sel skuamosa
adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan epithelium dengan struktur sel yang berkelompok,
mampu berinfiltrasi melalui aliran darah dan limfatik yang menyebar keseluruh tubuh (Cancer
Biology, 2000). Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi di
rongga mulut yaitu sekitar 90-95% dari total keganasan pada rongga mulut. Lokasi Karsinoma sel
skuamosa rongga mulut biasanya terletak pada lidah (ventral, dan lateral), bibir, dasar mulut,
mukosa bukal, dan daerah retromolar.
Karsinoma sel skuamosa pada lidah merupakan tumor ganas yang berasal dari mukosa
epitel rongga mulut dan sebagian besar merupakan jenis karsinoma epidermoid. Karsinoma sel
skuamosa lidah berkisar antara 25 sampai dengan 50 % dari semua kanker ganas didalam mulut.
Karsinoma ini jarang dijumpai pada wanita dibandingkan pada pria, kecuali dinegara Skandinavia
insiden karsinoma rongga mulut pada wanita tinggi oleh karena tingginya insiden penyakit
plumer vision syndrome sebelumnya. Dari 441 karsinoma sel skuamosa lidah yang dilaporkan
oleh Ash dan Millar, 25 % terjadi pada wanita dan 75 % terjadi pada pria dengan umur rata-rata
63 tahun. Menurut statistic dari NCI’s SEER (National Cancer Institute Surveillance
Epidemiology and End Results) U.S. National Institues of Health Cancer diperkirakan 9,800 pria
dan wanita (6,930 pria dan 2,870 wanita) didiagnosis terkena kanker lidah. Karsinoma sel
skuamosa lidah umumnya mengenai pria di atas 50 tahun, terutama dengan riwayat konsumsi
tinggi terhadap tembakau dan alkohol, jarang terjadi pada anak, yaitu sekitar 2-6% dari seluruh
kasus, namun literatur menunjukkan adanya peningkatan insidensi tiga hingga tujuh persen
selama 25 tahun terakhir. Karsinoma sel skuamosa lidah pada anak merupakan penyakit yang
mematikan karena sering kali tidak mampu diprediksi keberadaanya dan memiliki sifat agresif
dari awal pembentukannya. Meskipun secara mikroskopik Karsinoma sel skuamosa lidah pada
anak dan dewasa hampir sama, namun karena sifat agresif pada anak yang lebih besar, sehingga
prognosis pada anak lebih buruk dibanding pada orang dewasa.
Karsinoma sel skuamosa lidah mempunyai prognosis yang jelek, sehingga diagnosa dini
sangat diperlukan terlebih bila telah terjadi metastase kedaerah lain (leher dan servikal).
Karsinoma lidah sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit syphilis dan premalignant
seperti: leukoplakia, erythroplasia. Menurut penelitian Frazell dan Lucas kasus-kasus kanker lidah
yang terjadi bagian dorsum lidah hanya 4%, tetapi lebih ganas (Undifferentiated epidermoid
carcinoma).
Proliferasi sel yang tinggi dan bersifat tidak terkendali terjadi karena adanya gangguan
keseimbangan faktor protoonkogen dan gen penekan tumor sehingga terjadi peningkatan produksi
growth factors dan jumlah reseptor permukaan sel yang dapat memacu transduksi sinyal
intercelluler untuk meningkatkan produksi faktor transkripsi. Kerusakan DNA menyebabkan
berhentinya siklus sel pada fase G1 dan selanjutnya akan terjadi proses perbaikan, jika kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki maka sel tersebut akan mengalami apoptosis. Karsinoma sel
skuamosa lidah terjadi karena kehilangan kontrol pada siklus sel, yaitu control cell survival
(hilangnya kemampuan apoptosis), dan control cell motility (meningkatnya aktivitas invasi dan
metastases). Proses terbentuknya karsinoma sel skuamosa merupakan proses bertahap, yang
terjadi karena adanya gangguan fungsi pengatur pertumbuhan (protoonkogen dan gen
penghambat tumor) sehingga terjadi peningkatan produksi growth factors dan jumlah reseptor
permukaan sel, memacu transduksi sinyal interseluler, dan peningkatkan produksi faktor
transkripsi. Sifat letal dari kanker adalah memiliki kemampuan untuk menginvasi pada jaringan
sekitar, menyebar keseluruh tubuh dan mengalami metastasis pada daerah lain.
Jaringan tubuh tersusun dari berbagai sel yang dikelilingi oleh matriks ektraseluler yang
terdiri dari protein fibrin (kolagen dan elastin), protein adhesif (fibronektin dan laminin), serta
gel proteoglikan dari hialuronan. Matriks ekstraseluler berfungsi mendukung motilitas sel dalam
jaringan ikat, mengatur proliferasi sel, bentuk dan fungsi sedemikian rupa sehingga nutrisi dan
bahan-bahan kimia dapat berfungsi dengan baik.
Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan kelompok enzim yang mampu
mendegradasi komponen matriks ekstraseluler, mempunyai peranan penting dalam proses
fisiologis dan patologis dengan melakukan remodeling pada matriks ekstraseluler. Pada jaringan
kanker dijumpai ekspresi berlebih dari matriks ekstraseluler yang diperkirakan merupakan faktor
penting pada terjadinya invasi dan metastasis dengan cara merusak komponen dan struktur
matriks ekstraseluler dan membrana basalis.
Matriks ekstraseluler adalah komponen yang penting pada terjadinya proses invasi sel
kanker. Matriks ektraseluler terdiri dari protein fibrin (kolagen dan elastin), protein adhesif
(fibronektin dan laminin), serta gel proteoglikan dari hialuronan. Matriks ekstraseluler berfungsi
mendukung motilitas sel dalam jaringan ikat, mengatur proliferasi sel, bentuk dan fungsi
sedemikian rupa sehingga nutrisi dan bahan-bahan kimia dapat berfungsi dengan baik. Sel-sel
tumor harus mampu mengikatkan dirinya pada matriks ekstrasel, menguraikan dan kemudian
menembus matriks tersebut untuk terjadinya proses invasi . Setelah perlekatan sel tumor pada
matriks ekstrasel, sel tumor menyekresi enzim proteolitik yang kemudian menguraikan komponen
matriks dan menciptakan lintasan untuk proses migrasi. Enzim yang penting dalam hal ini adalah
kolagenase tipe IV, cathepsin D, dan Matriks metalloproteinase (MMP). Pada jaringan kanker
dijumpai ekspresi berlebih dari matriks ekstraseluler yang diperkirakan merupakan faktor penting
pada terjadinya invasi dengan cara merusak komponen dan struktur matriks ekstraseluler dan
membrana basalis.
Manusia adalah organisme multiseluler kompleks, dan semua sel saling bergantung,
terkontrol dengan baik oleh suplai oksigen. Difusi okigen melalui jaringan terbatas sekitar 100
sampai 200 μm; oleh karena itu, sistem vaskular yang sangat berkembang terbentuk untuk
menjamin bahwa semua sel mendapat suplai oksigen, nutrisi dan faktor pertumbuhan. Sistem ini
harus dipertahankan melalui suatu sistem pembuluh darah yang dikenal sebagai angiogenesis.
Angiogenesis merupakan suatu proses perkembangan pembuluh darah baru dari vaskularisasi
yang sudah ada sebelumnya. Proses ini melibatkan divisi sel endotelial, degradasi selektif dari
membran dasar dan matriks ekstraselular di sekitarnya, migrasi sel endotelial, dan pembentukan
struktur tubular. Ketika pembuluh darah telah terbentuk, sel-sel endotelial melalui jaringan
tertentu berubah menjadi pembuluh darah sesungguhnya. Selama proses embriogenesis,
pembuluh darah terbentuk dari proses diferensiasi prekursor sel epitelial (angioblast), yang
berhubungan dengan bentuk primitif pembuluh darah. Proses ini dikenal dengan nama
vaskulogenesis. Pada sel karsinoma lidah, sebagaimana pada sel kanker lainnya dipengaruhi pula
oleh suplai oksigen, nutrisi faktor hormon pertumbuhan, enzim proteolitik, dan diseminasi sel
tumor ke daerah sebar yang diperantarai oleh pembuluh darah. Pada saat massa tumor
berkembang, pembuluh darah yang sudah ada menjadi kurang mencukupi pada daerah tumor
sehingga daerah ini menjadi keadaan hipoksik.
Angiogenesis merupakan proses pokok system kontrol kompleks bersama dengan faktor
proangiogenik dan antiangiogenik. Angiogenesis terkontrol secara ketat oleh keseimbangan
dinamis “angiogenic balance,” yaitu keseimbangan fisiologi antara signal stimulasi dan
penghambatan pertumbuhan pembuluh darah. Pada keadaan normal, pembentukan pembuluh
darah baru terjadi selama proses penyembuhan luka, regenerasi organ. Angiogenesis juga
merupakan suatu faktor penting pada proses patologi seperti pertumbuhan tumor. Perubahan
menjadi fenotip angiogenik bergantung pada perubahan lokal kesetimbangan antara stimulator
dan inhibitor angiogenik. Salah satu faktor penting dari proangiogenik adalah vascular
endothelial growth factors (VEGF). VEGF dapat menyebabkan terjadinya microvascular
hyperpermeability, yang dapat terjadi sebelum dan bersamaan dengan angiogenesis.
VEGF disebut juga vascular permeability factor (VPF) merupakan faktor proangiogenik
paling penting dan paling banyak diekspresikan pada berbagai tipe tumor, baik sel tumor jinak
maupun ganas. VEGF berasal dari famili faktor pertumbuhan secara khusus ditargetkan sel
endotel untuk meningkatkan permeabilitas sel endotel melalui kaskade transduksi sinyal mitogenactivated protein kinase (MAPk) dengan melonggarkan sambungan antara sel endotel dalam
kompleks cadherin. Pemutusan vaskularisasi tersebut penting untuk memulai angiogenesis karena
menyebabkan beberapa protein seperti matriks metalloproteinase (MMPs) dideposit dalam cairan
ekstraseluler. MMPs memecah matriks ekstraseluler untuk memungkinkan sel endotel migrasi
dan menginvasi daerah yang berdekatan dengan kanker.
Hipoksia yang terjadi pada pertumbuhan sel kanker disebabkan oleh stress oksidatif yang
kemudian mengarah pada keadaan inflamasi. Hipoksia yang terjadi pada sel kanker akan
mengaktifkan hypoxia inducible factor-1 (HIF) yang akan menstimulasi VEGF. VEGF
merupakan faktor pertumbuhan yang akan memulai proses angiogenesis. Pada sel kanker,
hipoksia yang terjadi berkepanjangan yang disebabkan oleh proliferasi cepat sel kanker tidak
seiring dengan proses proliferasi sel endotel dalam angiogenesis. Hal ini kemudian memicu
keadaan inflamasi yang berkelanjutan sehingga dilepaskan suatu faktor proinflamasi seperti IL-8
yang akan bekerjasama dengan VEGF membentuk pembuluh darah baru.
Interleukin 8 merupakan suatu oncoprotein dari famili kemokin, diproduksi oleh berbagai
sel, termasuk sel kanker. IL-8 tidak terdapat pada angiogenesis fisiologis tapi terdapat pada
angiogenesis kanker. Keberadaan IL-8 bersamaan denga VEGF merupakan indikator terjadinya
angiogenesis. Pada sel kanker ekspresi VEGF dan IL-8 diregulasi oleh suatu faktor transkripsi
aktif NF-қB. NF-қB itu sendiri dimodulasi oleh mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang
merupakan protein regulator kunci yang penting pada sel. MAPK banyak terlibat dalam proses
seluler seperti proliferasi, diferensiasi, motilitas dan invasi sel kanker. Hambatan pada NF-қB dan
MAPK dapat menyebabkan sensitisasi sel kanker terhadap potensi terjadinya proses apoptosis.
Meskipun berbagai upaya telah dicapai pada penanganan kanker termasuk kanker lidah,
namun masih ditemui rendahnya laju ketahanan hidup pasien. Terapi konvensional pada
perawatan kanker lidah sangat terbatas dan bersifat paliatif. Perawatan kanker lidah secara
konvensional saat ini menggunakan obat-obatan kemoterapi pada pasien anak, namun sering
sekali justru menimbulkan efek samping yang tidak kecil ditimbulkannya sehingga akan
memperburuk kondisi anak sehingga pada akhirnya tidak merespon terhadap efek terapeutik obat
tersebut. Sehingga peran kemoterapi saat ini lebih diarahkan pada herbal medik yang dapat lebih
direspon oleh anak yaitu dengan efek samping yang minimal. Penggunaan obat-obatan
konvensional dewasa ini pada kemoterapi telah bergeser kepenggunaan bahan alam (herbal
medik), sebagaimana upaya pemerintah dalam program peningkatan, pengembangan, dan
pemanfaatan tanaman obat masyarakat. Disamping itu penggunaan obat bahan herbal medik
diyakini memiliki efek samping yang minimal dibanding dengan yang konvensional. Selain itu
herbal medik dapat juga dipakai sebagai penunjang terapi konvensional untuk meminimalkan efek
sampingnya.
Tanaman sarang semut (Myrmecodia pendans) sering digunakan oleh masyarakat
Indonesia untuk pengobatan. Tanaman epifit yang banyak tumbuh di Papua diyakini mampu
mengobati berbagai penyakit berat, seperti kanker, hipertensi, diabetes, liver, asam urat, dan
penyakit jantung. Kenyataan tersebut menjelaskan secara empiris bahwa telah banyak penyakit
yang dapat disembuhkan dengan obat herbal sarang semut. Apalagi setelah berbagai penelitian
ilmiah yang mampu membuktikan khasiat tanaman sarang semut.
Beberapa penelitian telah membuktikan khasiat sarang semut untuk pengobatan kanker,
hal ini terungkap setelah diteliti obat herbal sarang semut dapat digunakan sebagai obat alternatif
kemoterapi kanker payudara dengan efek samping yang minimal. Pengobatan dengan obat
tradisional sarang semut tidak banyak memakan biaya dan efek sampingnya minimal dibanding
kemoterapi yang memerlukan banyak biaya serta mempunyai efek samping bermacam-macam.
Ide penelitian dilakukan berawal dari melihat pengobatan kanker dengan cara kemoterapi yang
membuat banyak penderita penyakit kanker menghentikan terapi, karena mengalami beberapa
efek samping. Harapannya dengan menggunakan obat herbal sarang semut, hasilnya dapat
mengurangi efek samping penderita kanker.
Sarang semut diketahui mengandung flavonoid, tanin dan polifenol yang berfungsi
sebagai antioksidan, sehingga sangat baik untuk pencegahan penyakit kanker. Selain itu, sarang
semut juga mengandung tokoferol dan alfa-tokoferol, zat dengan dengan aktifitas tinggi yang
mampu menghambat radikal bebas. Dari hasil uji sitotoksik diketahui ada aktifitas terhadap sel
kanker setelah direaksikan dengan ekstrak sarang semut. Ekstrak sarang semut mampu
menghambat pertumbuhan sel kanker, bahkan terbukti ekstrak sarang semut dapat membunuh sel
kanker melalui mekanisme apoptosis: mematikan sel kanker dengan cara terprogram tanpa
menimbulkan rasa sakit pada penderita kanker. Setelah melalui uji sitotoksik, tumbuhan sarang
semut mampu menghambat bahkan mematikan sel kanker dengan tidak memecahkan sel kanker
yang menimbulkan peradangan yang bisa membahayakan kesehatan pasien kanker.
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang ditemukan sebagai komponen penting dari
diet manusia. Menurut Kandaswami C, et al (2005) Flavonoid adalah fenil pengganti chromones
(derivatif benzopyran) yang terdiri dari rangka dasar karbon-15 (C6-C3-C6), terdiri dari kroman
(C6-C3) inti (cincin benzo A dan cincin heterosiklik C), juga berbagi oleh tokoferol, dengan fenil
(cincin aromatik B) substitusi biasanya pada posisi-2. Substitusi yang berbeda biasanya dapat
terjadi pada cincin A dan B. Penelitian invivo menunjukkan bahwa flavonoid pada makanan
tertentu memiliki aktivitas antitumor. Pola hidroksilasi pada cincin B dari flavon dan flavonol,
seperti luteolin dan quercetin mempengaruhi penghambatan aktivitas protein kinase dan
antiproliferasi. Flavonol dan flavon menargetkan sel permukaan enzim transduksi sinyal, seperti
tirosin kinase protein dan adhesi fokal kinase (FAK), dan proses angiogenesis tampaknya menjadi
target yang menjanjikan sebagai agen antikanker.
Konsumsi diet berbahan herbal seperti sarang semut dapat mencegah perkembangan dan
progresifitas penyakit kronis yang berhubungan dengan perluasan neovaskularisasi, termasuk
tumor ganas yang bersifat solid. Pada penelitian invitro Fotsis T, et al (1997) menunjukkan bahwa
tumbuhan derivat isoflavonoid genistein merupakan inhibitor potensial terhadap proliferasi sel
dan angiogenesis. Dilaporkan bahwa beberapa struktur yang berhubungan dengan flavonoid
berpotensi berperan sebagai inhibitor dibandingkan genistatin, termasuk 3-hydroxyflavone, 3’,4’dihydroxyflavone, 2',3'-dihydroxyflavone, fisetin, apigenin, dan luteolin menghambat proliferasi
sel-sel normal dan tumor, demikian pula dengan hambatan angiogenesis pada penelitian in vitro.
Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid dapat memberikan kontribusi penting terhadap efek
preventif diet berbahan herbal lain seperti myrmecodia pendans terhadap hambatan proliferasi dan
hambatan angiogenesis kanker.
Flavonoid, terutama derivatif benzo-a-pyrone (phenylchromone), terdiri dari kelompok
besar senyawa polifenol. Antioksidan alami ini tersusun lebih dari 4.000 gugus kimia yang unik
dan berbeda serta terdistribusi pada berbagai tanaman. Kelompok ini sangatlah beragam dan
terdiri dari beberapa kelas yang berbeda seperti flavonol, flavans dan proanthocyanidins,
anthocyanidins, flavanones, flavon, isoflavon dan neoflavonoids. Middleton (2000), efek
konsumsi flavonoid antara lain anti-inflamasi, anti-alergi, antimikroba, hepatoprotektif, antivirus,
antitrombotik, kardioprotektif, penguatan kapiler, efek antidiabetes, anti kanker dan
antineoplastik, dan lain-lain. Antioksidan dari diet ini memberikan aktivitas imunomodulator
yang signifikan dan menunjukkan kecenderungan untuk mempengaruhi sejumlah proses inflamasi
selular, fungsi kekebalan tubuh, dan sel permukaan transduksi sinyal. Flavonoid memiliki
kecenderungan untuk mengubah atau memodulasi aktivitas sejumlah sistem enzim yang terlibat
dalam transduksi sinyal sel permukaan, fungsi kekebalan tubuh, transformasi sel, pertumbuhan
tumor dan metastasis
Menurut Harborne JB, (2000) Beberapa tanaman turunan flavonoid telah ditemukan
berfungsi sebagai agen preventif penyakit dan agen terapi dalam pengobatan tradisional di Asia
selama ribuan tahun. Pada penelitian in vitro flavonoid pada sel tumor, ditemukan berbagai efek
antikanker seperti pertumbuhan sel dan penghambatan aktivitas kinase, induksi apoptosis,
penekanan sekresi matriks metaloproteinase dan perilaku invasif tumor. Selain itu, beberapa
penelitian telah melaporkan hambatan angiogenesis secara invivo dengan diet flavonoid.
Penelitian invivo menunjukkan bahwa makanan tertentu yang mengandung flavonoid memiliki
aktivitas antitumor. Pola hidroksilasi pada cincin B dari flavon dan flavonol, seperti luteolin dan
quercetin, tampaknya mempengaruhi kegiatan sel-sel kanker, terutama pada penghambatan
aktivitas protein kinase dan antiproliferasi. Flavonol dan flavon menargetkan sel enzim
permukaan transduksi sinyal, seperti protein tirosin dan adhesi fokal kinase, dan proses hambatan
angiogenesis tampaknya menjadi target penting yang menjanjikan sebagai agen antikanker.
Potensi antikarsinogenik dari flavonoid merupakan hal yang unik sebagai agent
kemopreventif. Selain hambatan COX-2, flavonoid juga menghambat protein COX-2independent lainnya seperti Akt dan NF-κB. Flavonoid memiliki peran penting dengan aktifitas
biologisnya dalam menghambat protein lain, seperti Akt dan NF-κB. Akt mempunyai peranan
penting dalam regulasi pertahanan siklus sel dan proliferasi sel kanker dengan mempengaruhi
status phosporilasi berlebihan baik dari Akt. Sehingga blokade signal tersebut menyebabkan
hambatan pertumbuhan dengan penghentian siklus sel dan apoptosis dari sel kanker. NF-κB
adalah faktor transkripsi yang terlibat dalam fungsi seluler yang luas, di antaranya apoptosis dan
kontrol siklus sel. NF-κB meregulasi ekspresi beberapa produk gen yang berhubungan dengan
karsinogenesis.
Aktivitas antiinvasi dan antiproliferatif. berbagai penelitian mengenai penghambat
proliferasi (pertumbuhan sel) tumor oleh flavonoid. Quercetin, flavonol, adalah flavonoid paling
dikenal, sangat berlimpah dalam buah dan sayur, dengan perkiraan asupan harian sekitar 25-30
mg di Eropa (8). Menurut Kadaswani (2005) yang dikutip dari Suolinna et al, menyatakan bahwa
quercetin flavonoid memberikan efek penghambatan pertumbuhan in vitro pada baris sel tumor
ganas, seperti sel Ehrlich ascites, L1210 dan P-388 sel-sel leukemia. Edwards et al, mengamati
sitotoksik dan aktivitas antineoplastik secara in vivo pada flavonol, flavon dan isoflavon, dan
menyatakan bahwa quercetin dan flavonoid yang lain mengandung katekol (5,7,3 ', 4'tetrahidroksi ¬ 3-glycosyloxyflavone) memiliki aktivitas antineoplastik terhadap Walker
karsinoma 256. Molnar et al, melaporkan aktivitas antitumor dari flavonoid polyhydroxylated
terhadap tumor NK asites / LY pada tikus. Castillo et al, (1989), mengevaluasi aktivitas
antineoplastik dari flavonol polyhydroxylated dan melaporkan penghambatan secara in vivo pada
pertumbuhan sel karsinoma kepala dan leher yang ditanamkan pada hewan model. Caltagirone S.
et al (2000) Quercetin, selain apigenin, juga menghambat perkembangan tumor pada model
binatang lain. Menurut Yoshida M, et al (1999) Flavonoid polyhydroxylated, quercetin
memberikan efek penghambatan yang kuat pada pertumbuhan beberapa baris sel ganas tumor
secara in vitro, seperti sel kanker lambung (HGC-27, NUGC-2, MKN-7 dan MKN-28), sel kanker
usus besar (COLO 320 DM), sel-sel kanker payudara manusia (Hokosawa et al, 1999), dan sel
skuamosa gliosarcoma pada manusia (Kandaswani et al, 1991) sel kanker ovarium, kanker
epidermoidal (A431), sel kanker hati manusia (Hep G2) dan sel kanker pankreas pada manusia
(Scambia G, et al 1990). Kioka et al,. (1992) melaporkan bahwa quercetin menganggu resistensi
ekspresi gen MDR1 di hepatocarcinoma sel Hep G2 pada manusia.
Aktivitas antiangiogenesis. Angiogenesis pada sel kanker sangat penting untuk
pertumbuhan tumor, oleh karena itu proses angiogenesis bisa menjadi target penting untuk
menekan pertumbuhan tumor dan metastasis. Angiogenesis diperlukan pada hampir setiap
langkah perkembangan tumor dan metastasis, dan vaskularisasi tumor telah diidentifikasi sebagai
penanda prognostik yang kuat untuk grading tumor. Sel endotel adalah unsur utama dari proses
angiogenesis dan menjadi target untuk terapi antiangiogenesis. Beberapa strategi antiangiogenesis
telah dikembangkan untuk menghambat pertumbuhan tumor dengan menargetkan komponen
yang berbeda dari tumor angiogenesis. Agen chemopreventive seperti flavonoid telah ditunjukkan
untuk menargetkan dan menghambat aspek dan komponen dari proses angiogenesis.
Flavonoid berperan penting sebagai agen kemopreventif dan terbukti dapat menghambat
angiogenesis, proliferasi sel tumor dan sel endotel secara in vitro. Menurut Kim MH, (2003)
Angiogenesis membutuhkan degradasi matriks ekstraseluler yang dimediasi dan dikontrol secara
ketat oleh enzim proteolitik ekstraseluler termasuk matriks metalloproteinase (MMP) dan
protease serin, khususnya, urokinase-type plasminogen aktivator (UPA) plasmin sistem. Pada
studi tentang mekanisme antiangiogenik dari flavonoid, genistein, apigenin, dan 3hydroxyflavone dalam pusar model sel endotel vena manusia (HUVEC). Stimulasi serum
HUVECs dengan vaskuler endothel groeth factors /fibroblast growth factors (VEGF / bFGF)
ditandai dengan peningkatan produksi MMP-1 dan menyebabkan aktivasi pro MMP-2 disertai
dengan peningkatan ekspresi TIMP-1. Genistein memblok stimulasi VEGF / bFGF dengan
merangsang peningkatan TIMP-1 yang ditandai dengan penurunan ekspresi TIMP-2. Studi ini
juga menunjukkan bahwa genistein, apigenin, dan 3-hydroxyflavone menghambat angiogenesis
secara invitro, sebagian melalui hambatan stimulasi VEGF / bFGF yang diinduksi MMP-1 dan
ekspresi UPA dan aktivasi pro-MMP-2, dan yang lain melalui inhibitor modulasi TIMP-1 dan
TIMP-2.
Sel Supri’s-Clone (SP-C1) telah banyak diteliti untuk mendapatkan senyawa antikanker
dari tanaman obat (herbal) maupun efektivitas obat sintetik terhadap pertumbuhan sel kanker. SPC1 merupakan sel kanker lidah yang diisolasi dari limfonadi penderita kanker lidah, berasal dari
karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang dan belum mengalami invasi ke jaringan otot. Sel
SP-C1 mempunyai karakteristik pertumbuhan yang cepat, kemampuan invasi dan metastasis yang
cepat, penyakit yang sukar disembuhkan, terjadinya rekurensi sangat tinggi walaupun telah
dilakukan pembedahan secara radikal dan rerata lamanya hidup penderita pendek.
Berdasar pada informasi ilmiah dan latar belakang penelitian, sepanjang penelusuran
kepustakaan yang telah dilakukan penulis saat ini, sarang semut (myrmecodia pendans) meskipun
masih menjadi tanaman yang sulit didapatkan oleh karena budidaya yang masih kurang di
Indonesia, namun ternyata memiliki potensi dan substansi yang berharga dengan aktivitas
farmakologisnya melalui senyawa favonoid, yaitu sebagai agen kemopreventif terhadap sel
kanker. Beberapa turunan senyawa favonoid dari tanaman dan buah-buahan telah ditemukan efek
dan potensi antikankernya berdasarkan uji masing-masing, sehingga dibutuhkan perlunya analisis
yang mendalam mengenai senyawa flavonoid lain dari sarang semut (myrmecodia pendans) yang
memiliki potensi antikanker serta mengujinya pada aktivitas anti proliferasi, anti invasi serta
antiangiogenesis sehingga ditemukan senyawa falvonoid dari sarang semut sebagai obat herbal
medik.
Penelitian ini menfokuskan isolasi dan identifikasi struktur senyawa flavonoid dari sarang
semut (myrmecodia pendans) untuk mendapatkan turunan senyawanya yang memiliki potensi
antikanker, serta melakukan pengujian senyawa tersebut untuk mendapatkan beberapa efek
kemopreventif kanker yaitu hambatan proliferasi, hambatan invasi dan hambatan angiogenesis sel
kanker lidah SP-C1, sehingga didapatkan senyawa flavonoid yang berpotensi antikanker sebagai
herbal medik.
1.2. Identifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah:
1. Apakah Sarang Semut (myrmecodia pendans) mengandung senyawa turunan flavonoid yang
belum teridentifikasi memiliki potensi anti kanker pada sel kanker lidah Supri’s-Clone (SPC1) ?
2. Apakah senyawa turunan flavonoid anti kanker memiliki potensi hambatan mekanisme protein
Akt dan NF-KB pada kultur sel kanker lidah Supri’s-Clone (SP-C1)?
3. Apakah senyawa turunan flavonoid anti kanker dapat menghambat proliferasi (pertumbuhan
sel) pada kultur sel kanker lidah Supri’s-Clone (SP-C1)?
4.
Apakah senyawa turunan flavonoid anti kanker dapat menghambat angiogenesis
(pembentukan sel darah baru) pada kultur sel kanker lidah Supri’s-Clone (SP-C1)?
5. Apakah terdapat korelasi senyawa flavonoid terhadap hambatan proliferasi proliferasi sel SPC1 dan hambatan angiogenesis?
1.3.Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa turunan flavonoid Sarang Semut (myrmecodia
pendans) yang memiliki potensi sebagai anti kanker pada sel SP-C1.
2. Menganalisis pengaruh senyawa turunan flavonoid Sarang Semut (myrmecodia pendans)
sebagai anti kanker terhadap hambatan proliferasi (pertumbuhan sel) melalui mekanisme
hambatan ekspresi Akt dan NF-KB pada sel kanker lidah SP-C1.
3. Menganalisis pengaruh senyawa turunan flavonoid Sarang Semut (myrmecodia pendans)
sebagai anti kanker terhadap hambatan angiogenesis (pembentukan sel darah baru) melalui
penekanan ekspresi VEGF dan IL-8 pada sel kanker lidah SP-C1.
4. Menganalisis korelasi senyawa flavonoid sebagai antikanker terhadap hambatan proliferasi sel
SP-C1 dan hambatan angiogenesis.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian Menunjukkan Manfaat Teoritis dan Praktis
1. Manfaat ilmiah untuk melengkapi landasan teoritis senyawa flavonoid dari sarang semut
(myrmecodia pendans) yang berperan secara invitro terhadap pertumbuhan cell line SP-C1
melalui hambatan proliferasi, mekanisme hambatan Akt dan NF-KB serta hambatan
angiogenesis melalui analisis ekspresi VEGF dan IL-8 pada sel kanker lidah Supri’s-Clone
(SP-C1).
2. Manfaat praktis penelitian untuk mengeksplorasi potensi dari ekstrak flavonoid pada tumbuhan
sarang semut dalam rangka penggunaannya sebagai bahan herbal medik pada terapi
kemopreventif.
3. Memberikan informasi di bidang Kedokteran Gigi mengenai turunan senyawa flavonoid dari
ekstrak sarang semut yang mempunyai potensi aktivitas antikanker.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Kanker
2.1.1. Defenisi
Kanker adalah pertumbuhan sel tidak beraturan yang muncul dari satu sel. Kanker
merupakan pertumbuhan jaringan secara otonom dan tidak mengikuti aturan dan regulasi sel yang
tumbuh normal. Tumor adalah istilah umum yang menunjukkan massa dari pertumbuhan jaringan
abnormal.
2.1.2. Epidemiologi
Pada tahun 2000, kanker telah didiagnosis pada sepuluh juta orang dan menyebabkan
kematian sekitar 6,2 juta di seluruh dunia, terjadi peningkatan sekitar 22% sejak tahun 1990.
Kanker menjadi penyebab kematian 10% dari morbiditas total di seluruh dunia dan berada pada
urutan kedua setelah penyakit kardiovaskular dan menjadi penyebab utama kematian di negaranegara maju. Meskipun kanker dianggap sebagai
masalah di negara-negara maju, sekitar dua
pertiga dari semua kanker terjadi ditiga perempat penduduk dunia yang hidup di negara-negara
yang sedang berkembang. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 22 juta orang penderita kanker.
Jumlah kasus kanker di seluruh dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan 5 juta hingga
15 juta kasus baru setiap tahun pada tahun 2020 (WHO, 2003). Hal ini terutama berhubungan
dengan bertambahnya masa hidup banyak penduduk, kemajuan ilmu kedokteran di dalam
mengobati penyakit tidak menular lain, dan juga kecenderungan kebiasaan merokok dan gaya
hidup tidak sehat masyarakat yang mengarah pada peningkatan munculnya jenis kanker tertentu.
2.2. Karsinoma Sel Skuamosa Rongga mulut
Karsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan epithelium dengan struktur sel
yang berkelompok, mampu berinfiltrasi melalui aliran limfatik dan menyebar keseluruh tubuh.
Karsinoma sel skuamosa merupakan kanker yang paling sering terjadi pada rongga mulut
biasanya secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, kemerahan,
dan dapat terjadi pada seluruh permukaan rongga mulut. 14,17
Karsinoma pada rongga mulut merupakan salah satu jenis kanker yang menjadi salah satu
dari 10 penyebab kematian diseluruh dunia. Di Amerika Serikat, dari sekitar satu juta kanker baru
yang didiagnosis setiap tahunnya, ditemukan kurang lebih 3% karsinoma rongga mulut dan
orofaring. Kanker kepala dan leher (rongga mulut, lidah, nasofaring, faring, laring, sinus, kelenjar
ludah) menunjukkan lebih dari 5% kejadian kanker pada tubuh manusia. Pada perempuan,
ditemukan sebanyak 2% kasus karsinoma rongga mulut dari semua jenis kanker. Pada laki-laki
sebanyak 2% karsinoma rongga mulut merupakan penyebab kematian akibat kanker, sedangkan
pada perempuan 1%. Statistik ini adalah sama di seluruh Amerika Utara tetapi berbeda-beda di
seluruh dunia. Pada laki-laki di Prancis, insiden kanker rongga mulut pada laki-laki meningkat
hingga 17.9 kasus per 100.000 penduduk, dan angka yang lebih tinggi dilaporkan di India dan
negara-negara Asia lain. Sebagian besar kanker rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa.
Penyakit-penyakit malignant lain yang bisa terjadi di kepala dan leher meliputi tumor kelenjar air
liur, kelenjar tiroid, kelenjar limfa, tulang, dan jaringan lunak. 15
Kurang lebih 95% karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut (OSCC) terjadi pada umur
lebih dari 40 tahun, dengan usia rata-rata kurang lebih 60 tahun. Namun demikian, angka
kejadian karsinoma sel skuamosa pada usia muda telah menjadi perhatian yang cukup serius.
Lidah dan bagian dasar lidah serta penyakit keganasan pada tonsil mengalami peningkatan
insiden pada usia 20 hingga 44 tahun.16 Sebagian besar kanker rongga mulut melibatkan daerah
lidah, orofaring dan dasar mulut. Bibir, gusi, dan palatum rongga mulut jarang ditemui.
Karsinoma Sel Skuamosa (SCC) primer jarang terjadi, tetapi sel kanker dapat berkembang dari
epitel bebas dan lesi epitelium odontogenik, termasuk kista dan ameloblastoma. Individu yang
sebelumnya telah menderita kanker berisiko tinggi mengalami kanker orofaring kedua. 15,16
2.2.1. Etiologi
Faktor penyebab karsinoma sel skuamosa rongga mulut belum diketahui secara pasti,
namun bersifat multifaktorial dan menyangkut faktor ekstrinsik dan intrinsik. Termasuk faktor
ekstrinsik adalah agen eksternal seperti tembakau, alkohol, sifilis dan paparan sinar ultra violet.
Sedangkan faktor intrinsik termasuk keadaan sistemik seperti genetik, malnutrisi dan defisiensi
zat besi.
2.2.2. Gambaran Histopatologis
Karsinoma sel skuamosa secara histologis menunjukkan proliferasi sel epitel skuamosa.
Terlihat sel yang atipia disertai perubahan bentuk rete peg processus, pembentukan keratin yang
abnormal, penambahan proliferasi sel basaloid, susunan sel menjadi tidak teratur, dan membentuk
tumor nest (anak tumor) yang berinfiltrasi ke jaringan sekitarnya, atau membentuk anak sebar ke
organ lain (metastasis) 17
Secara histologis karsinoma sel skuamosa diklasifikasikan oleh WHO menjadi: 17
1. Well differentiated (Grade I): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel keratin basaloid
masih berdiferensiasi dengan baik membentuk keratin (keratin pearl)
2. Moderate differentiated (Grade II): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sebagian sel-sel
basaloid tersebut menunjukkan diferensiasi, membentuk keratin.
3. Poorly differentiated (Grade III): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana seluruh sel-sel
basaloid tidak berdiferensiasi membentuk keratin, sehingga sulit dikenali lagi.
Gambar 2.1. Gambaran histopatologis SCC well differentiated. Terlihat proliferasi sel-sel
skuamous disertai pembentukan keratin (keratin pearl) (tanda panah).
Gambar 2.2. Gambaran histopatologis SCC moderate differentiated. Terlihat proliferasi sel
karsinoma sebagian sel-sel skuamous berdiferensiasi dengan pembentukan keratin
di dalam sitoplasma sel tumor (tanda panah).
Gambar 2.3. Gambaran histopatologis SCC poorly differentiated. Terlihat proliferasi sel
karsinoma tanpa adanya diferensiasi sel sehingga sel menjadi sangat atipikal dan
sulit dikenali.
Karsinoma sel skuamosa timbul dari permukaan epitel displastik dan secara histopatologi
ditandai dengan gambaran pulau invasi dan rangkaian sel-sel epitel karsinoma skuamosa. Invasi
ditandai dengan perluasan secara ireguler dari epithelium sampai ke membrana basalis dan ke
dalam jaringan konektif subepitel. Sel yang menginvasi dan masa sel dapat masuk jauh ke dalam
jaringan adipose, otot atau tulang dan dapat mendegradasi pembuluh darah, menginvasi kedalam
lumina dari vena dan limfatik. Sering terdapat respon inflamasi yang berat atau respon sel imun
terhadap epitel yang menginvasi tersebut, dan daerah nekrosis sentral dapat terjadi.
Sel-sel kanker superfisial yang berinvasi dalam, biasanya menunjukkan banyak sitoplasma
eosinofilik dengan nuklei yang berwarna gelap (hiperkromatik), dan rasio nukleus: sitoplasma
meningkat. Terlihat berbagai tingkat pleomorfis seluler dan nuklear. Produk skuamosa sel
karsinoma berupa keratin dan keratin pearls yaitu sel yang terkeratinisasi secara abnormal, berlapislapis dan berupa fokus yang bulat yang dapat diproduksi di dalam epitel lesi.
Evaluasi secara histopatologis mengenai tingkat kesamaan sel kanker terhadap jaringan
asalnya serta produksi normalnya disebut dengan grading. Lesi dibagi menjadi tiga sampai empat
tingkat. Tingkat histopatologi tumor dihubungkan dengan sifat biologinya. Sebuah sel kanker yang
cukup matang dan sangat mirip dengan jaringan asalnya dan akan tumbuh dengan lambat dan
bermetastasis lebih lambat, disebut skuamosa sel karsinoma low grade, grade I atau berdiferensiasi
baik. Kanker dengan pleomorfisme celuler dan nuklear dengan keratinisasi yang sedikit atau tidak ada
keratinisasi merupakan kanker yang tidak mature sehingga sulit untuk mengidentifikasi jaringan asalnya.
Kanker yang demikian seringkali membesar dengan cepat, bermetastasis dini dan disebut dengan
karsinoma skuamos sel high grade, grade III/IV, berdiferensiasi buruk atau anaplastik. Kanker dengan
gambaran diantara kedua gambaran diatas disebut karsinoma berdiferensiasi sedang.
2.3. Karsinoma Sel Skuamosa Lidah
2.3.1. Defenisi
Karsinoma sel skuamosa pada lidah merupakan tumor ganas yang berasal dari mukosa
epitel rongga mulut dan sebagian besar merupakan jenis karsinoma epidermoid. Karsinoma sel
skuamosa pada lidah terjadi karena akumulasi mutasi genetik pada sel epitel lidah. Perubahan ini
dapat disebabkan oleh paparan mutagen, penurunan kondisi tubuh serta iritasi kronis. Tembakau
menghasilkan karsinogen kimia yang mempengaruhi metabolisme sel. Paparan karsinogen yang
berlangsung terus menerus dapat menyebabkan perusakan genetik sel skuamosa hingga terbentuk
kanker.
Karsinoma sel skuamosa pada lidah adalah suatu neoplasma malignan yang timbul dari
jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk sel epitel gepeng berlapis (karsinoma sel
skuamosa). Manifestasi klinik kanker lidah pada anak tidak berbedah dengan dewasa. Lokasi
masa tumor pada lidah tidak menujukkan adanya perbedaan dengan dewasa. Frekuensi metastasis
lebih tinggi dibandingkan dewasa
.
2.3.2. Gambaran dan Gejala Klinis
Faktor etiologi kanker lidah pada anak-anak masih diperdebatkan.Kemungkinan adanya
efek karsinogenik tembakau dan alkokhol pada pasien anak rendah. Karena pada kelompok ini
waktu paparan relative singkat untuk terbentuknya relasi sebab-akibat. Oleh karena itu, faktorfaktor lain yang diduga sebagai faktor etiologi adalah predisposisi genitik, infeksi viral
sebelumnya, keadaan imunodefisiensi, status sosioekonomi, dana kebersihan mulut.
Awal dari keganasan biasanya ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang
tidak sembuh dalam waktu dua minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal
proses keganasan. Tanda-tanda lain dari ulkus proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit,
tepi bergulung. Lebih tinggi dari sekitarnya dan indurasi ( lebih keras ), dasarnya dapat berbintilbintil dan mengelupas, pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut
sebagai
pertumbuhan endofitik. Selaian itu karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan yang
eksofitik ( lesi superfisial ) yang dapat berbentuk bunga kolatau papiler, mudah berdarah. Lesi
eksofitik ini lebih mudah dikenali keberadaannya dan memiliki prognosis lebih baik. Karsinoma
sel skuamosa merupakan kanker yang paling sering terjadi pada rongga mulut biasanya secara
klinis terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, kemerahan, sel skuamosa
dapat terjadi pada seluruh permukaan rongga mulut.63
Awal dari keganasan biasanya ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang
tidak sembuh dalam waktu 2 minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses
keganasan. Tanda-tanda lain dari proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi
bergulung, lebih tinggi dari sekitarnya dan indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-bintil
dan mengelupas. Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan
endofitik.4,7 Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker. Bila terletak pada bagian dua
pertiga anterior lidah, kadang-kadang hanya merupakan permukaan yang kasar, keluhan utamanya
adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit, ulkus superfisialis yang tidak
sakit, lama kelamaan ulkus melebar, tepinya bulat, berwarna abu-abu seperti nekrosis.19 Bila
timbul pada sepertiga posterior lidah, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita, sukar
terlihat, cenderung berinfiltrasi ke bagian dalam, dan rasa sakit yang dialami biasanya
dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Bila lebih parah, lidah terfiksasi pada jaringan
sekitar dan tidak dapat digerakkan, dapat menyebabkan disfagia, pembengkakan leher (Gambar
4). Kanker yang terletak dua pertiga anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada rang terletak
pada sepertiga posterior lidah. Kadang-kadang metastase limphonode regional merupakan
indikasi pertama dari karsinoma kecil pada lidah.14,19.
Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada bagian
2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak
sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan
rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang
terletak 2/3 anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada yang terletak 1/3 posterior lidah.
Kadang-kadang metastasis limfonodi regional mungkin merupakan indikasi pertama dari kanker
kecil pada lidah 63
Aspek klinis karsinoma pada rongga mulut tidak menunjukkan penampakan yang berbeda
untuk rentang usia mana pun. Penampakan klasik lesi ini adalah inflamasi yang terjadi secara
terus-menerus dengan pengerasan dan infiltrasi pada bagian pinggir, dengan atau tanpa vegetasi
dengan warna merah atau keputih-putihan. Lokasi paling sering ditemukan pada karsinoma lidah
adalah batas posterior dan lateral lidah dan dasar mulut. 15
Gambar 2.4. Kanker lidah (rsyarifario.wordpress.com/.../)
Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk,
dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik bentuk ulkus.
Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus. Lama-kelamaan ulkus ini akan mengalami infiltrasi
lebih dalam jaringan tepi yang mengalami indurasi. 14,10
2.3.3. Letak dan Insidensi
Karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma, SCC) adalah sekitar 90-95% dari
semua tumor ganas rongga mulut. Kanker ini terletak terutama pada lidah, khususnya pada batas
posterior lateral lidah. Pada umumnya diderita oleh laki-laki di atas usia 50 tahun, terutama
mereka yang memiliki riwayat konsumsi tembakau dan alkohol tinggi. Kanker ini jarang terjadi
pada usia muda atau di bawah usia 40 tahun.16
Letak dan insidensi terjadinya karsinoma sel skuamosa berbeda pada daerah anatomi
rongga mulut. Terdapat daerah yang resisten namun juga ada daerah rentan, seperti pada daerah
lateral lidah, bibir bawah, ventral lidah, daerah dasar mulut dan daerah posterior dasar mulut
sering terjadi, sedangkan pada daerah gingiva, palatum durum dan mukosa bukal jarang terjadi.16 .
Bagian anterior pada lidah, terutama batas lateral, perbatasan ventral lidah. Kurang lebih 60%
atau lebih pasien penderita lesi lokal berdiameter kurang dari 2 cm mampu bertahan hidup selama
5 tahun atau lebih setelah menjalani pengobatan.15
Hampir 80% karsinoma lidah terletak pada dua pertiga anterior lidah (umumnya pada tepi
lateral dan bawah lidah) dan dalam jumlah sedikit pada posterior lidah. Secara klinis kanker lidah
menyerang dua pertiga anterior lidah dan sepertiga posterior lidah serta dapat juga bermetastase
ke daerah sekitar lidah misalnya submaxillary,dan digastricus juga ke daerah leher dan servikal.
5,16
Pada 330 kasus pada karsinoma pada lidah yang dilaporkan rata-rata penderita tersebut
berumur 53 tahun dengan jarak umur 32 tahun sampai dengan 87 tahun, sehingga penyakit
tersebut merupakan penyakit pada orang tua tetapi dapat juga terjadi pada orang-orang yang
relatif muda. Sebagai contoh dari 11 penderita berumur kurang dari 30 tahun, 4 diantaranya
berumur kurang dari 20 tahun, kelompok penderita ini mewakili kira-kira 3 % dari seluruh
penderita yang dijumpai dirumah sakit Anderson dengan epidormoid carsinoma lidah.
5
Perawatan kanker lidah pada anak mengikuti prinsip perawatan pasien dewasa. Lokasi,
ukuran dan tipe histopatologis lesi menetukan pilihan perawatan. Prognosis kanker lidah pada
anak sangat buruk, sehinggah penderita memerlukan terapi multimodal.Hal tersebut meliputi
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Radioterapi digunakan untuk mengontrol masa
residual mikroskopis lokal atau luas, sementara kemoterapi sistemik berperan pada sitoreduksi
primer dan juga eradikasi luas masa dengan mikrometastasis.6
1. Pembedahan
Pembedahan lengkap direkomendasikan jika tidak menganggu secara kosmetik.Pada kasus
tidak memungkinkannya reseksi lengkap, biopsi inisial yang diikuti oleh kemoterapi merupakan
hal yang tepat.Pembedahan kedua dapat dilakukan dalam dua keadaan berbeda. Dalam kasus
yang terlihat remisi lengkap, pembedahan kedua dimaksudkan sebagai metode untuk melihat
respon
patologis . selain itu, pembedahan kedua dimaksudkan untuk mereseksi setelah
pemberian terapi lokal defenitif. 60
2. Kemoterapi
Sebelum terapi kombinasi, pembedahan sendiri menghasilkan laju ketahanan<
20%.Perkembangan terapi telah meningkatkan ketahanan hidup pasien sekitar 60%. Bahan yang
digunakan dalam kemoterapi adalah vincristin (V), aktinomisin D (A), doksurubisin (Dox),
siklofosfamid (C), ifosfamid (I), dan etoposid (E), VAC telah merupakan standar terbaik untuk
kemoterapi kombinasi dalam perawatan kanker lidah. 60
3. Radioterapi
Radioterapi berperan penting dalam perawatan kanker lidah.Radioterapi merupakan
metode efektif untuk mencapai kontrol lokal tumor bagi pasien dengan penyakit residual
mikroskopik atau besar setelah biopsi, reseksi pembedahan inisial, atau kemoterapi. Dosis awal
yang direkomendasikan adalah 5,500 hingga 6,000 cGƴ untuk mengontrol daerah tomur
primer.60
2.1.3 Prinsip Dasar Perawatan Kanker
Invasi, proliferasi sel tumor dan penghambatan angiogenesis merupakan target mekanisme
perawatan antikanker.29 Sel kanker mengalami kematian dengan disregulasi jalur apoptosis yang
relevan, tetapi dapat juga dipicu untuk mati dengan kemoterapi konvensional maupu oabt-obatan
modern lainnya. Eradikasi lengkap sel kanker, diperlukan untuk membunuh sel stem kanker, yaitu
sel yang dapat memperbaharui diri, proliferasi, dan regenerasi baik tumor primer maupun
metastatik. Terdapat bukti bahwa apoptosis dapat secara selektif memicu sel stem kanker dan
tidak pada sel stem somatik normal.
9
Selama kemoterapi sitotoksik, apoptosis pada sel tomur
didahului oleh apoptosis sel endotel pembuluh darah sekitar tumor. Pemberian inhibitor
angiogenesis tidak hanya secara langsung menimbulkan efek sitotoksik terhadap sel
tumor
namun dapat meningkatkan apoptosis sel tumor dan menghabat pertumbuhan.25,29
Vaskulatur tumor sebagai target strategi
perawatan kanker dapat lebih efektif
dibandingkan menjadi tumor itu sendiri sebagai target. Hal tersebut disebabkan karena kanker
dipertimbangkan sebagai kelompok besar penyakit yang diklasifikasikan oleh asal jaringan dan
derajat progresi tumor. Dengan kemajuan teknologi baru yang dapat menampilkan profil genetik
tumor, kanker kemudian dibagi ke dalam ratusan subset penyakit yang dikendalikan oleh gen.
Obat-kemoterapi konvensional saat ini lebih bersifat efektif merawat satu subset penyakit
inidengan menghambat produk gen yang diekspresikan pada kanker tertentu. Namun, karena gen
sel kanker sangat tidak stabil serta perubahan gen terus terjadi sehinggah mengubah karakteristik
baik tumor primer maupun massametastatiknya, maka hal tersebut tidak menjamin bahwa bahan
kemoterapi tersebut dapat menghambat progresi penyakit. Sebaliknya, bahan kemoterapi yang
secaraefektif dapat menghambat angiogenesis terlihat lebih efektif pada hampir semua tumor
karena bahan tersebut bekerja pada sistem vaskularisasi dengan sel endotel yang lebih stabil.28
2.4. Tinjauan Umum Biologi Molekuler Kanker
2.4.1. Mekanisme Siklus Sel 20,22
Siklus sel adalah proses sel membelah diri secara periodik, meliputi dua tahap yaitu :
Tahap Mitosis dan Interfase. Lama berlangsungnya siklus ini untuk setiap jenis sel kini sudah
dapat di perhitungkan berdasarkan pengamatan. Siklus paling pendek lamanya 8 jam (pada sel
epitel usus) sampai 100 hari atau lebih (pada sel hepar dewasa). Tahap interfase pada siklus sel
(Gambar 5), merupakan tahap persiapan menuju pembelahan. Tahap ini dibagi atas tiga fase yaitu
(1) fase Gl / Gap 1, adalah fase persiapan sel untuk melakukan replikasi DNA, pada fase ini
terjadi pembentukan berbagai RNA dan protein yang berperan dan yang diperlukan dalam proses
replikasi, durasi waktu fase ini bervariasi tergantung dari tipe sel. Fase G1 berlangsung sekitar 12
jam pada kebanyakan sel mamalia. Pada fase G1 ditemukan suatu faktor yang menginduksi fase
G1 untuk masuk fase S yang disebut S phase Promoting Factor (SPF). Pada fase ini terjadi
kegiatan biosintesis yang sangat meningkat. (2) fase S/ Sintesa, merupakan fase sintesa DNA.
Permulaan replikasi DNA terjadi saat peralihan fase akhir G1 dan awal fase S. Replikasi DNA
terjadi selama fase S, jumlah DNA keseluruhan akan bertambah dari diploid (2n) hingga replikasi
komplit menjadi tetraploid (4n). Fase ini berlangsung selama 10-20 jam. (3) fase G2/ Gap 2, yaitu
waktu antara akhir fase S sampai terjadinya mitosis atau pembelahan, sel mempersiapkan diri
untuk membelah dan mempersiapkan 2 set kromosom. Akhir dari fase G2 dan awal dari fase M
ditemukan suatu faktor yang menginduksi fase G2 untuk masuk ke fase M yang di sebut M phase
promoting factor (MPF). Fase G2 berlangsung selama 1-12 jam. Phase terakhir dari proses
proliferasi adalah fase M (mitosis) yang merupakan fase tersingkat karena hanya berlangsung
selama 30-60 menit. Pada fase M terjadi pemecahan DNA yang telah berduplikasi secara komplit.
Proses ini akan menghasilkan 2 sel anak kromosom diploid (2n). Sel akan mempunyai 2 pilihan
pada akhir siklus sel yaitu melanjutkan siklus sel kedalam fase G1 bila sel masih aktif
berproliferasi atau memasuki fase G0 bila sel tidak aktif. Fase G0 adalah fase dalam keadaan
isirahat atau tidak aktif melakukan proses proliferasi.
Siklus sel dimulai pada fase Gl dimana terjadi penentuan apakah sel meneruskan proses
atau keluar dari siklus ( GO/ istirahat atau terminal). Adanya stimuli dari platelet derived growth
factors (PDGF), epidermal growth factor (EGF), atau insulin like growth factors (IGF 1 & IGF 2)
menyebabkan aktifnya siklus sel di Gl. Apabila replikasi sel telah dimulai pada akhir Gl sel tidak
dapat berespon terhadap stimuli faktor pertumbuhan, tetapi berespon terhadap penghambat faktor
pertumbuhan, proses ini diatur oleh cyclin dependent kinase inhibitor (CDKi).
Ada dua mekanisme yang mengontrol jalannya siklus sel yaitu: Cyclins dan Checkpoints.
Cyclin mengatur proses tiap fase dari siklus sel seperti Cyclin B/CDKi berfungsi mengontrol
transisi dari fase G2 ke fase M, sedangkan Checkpoints bertugas mengawasi ada tidaknya
penyimpangan pada DNA. Apabila mekanisme ini terganggu atau terjadi penyimpangan maka
dapat menyebabkan timbulnya kanker
Gambar 2.5. Skema siklus sel dan peran siklin, kinase, dependen-siklin (CDK), dan inhibitor
kinase dependen-siklin (CDKI) dalam mengendalikan siklus pembelahan sel.
(Robin & Cotran, 2007)
2.4.2. Biologi Sel Kanker
Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali. Sel
kanker memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat
yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan adanya kerusakan
DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa buah mutasi
dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi tersebut dapat diakibatkan
oleh agen kimia maupun agen fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan
(diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline). 21
Kanker disebabkan adanya genom abnormal, terjadi karena adanya kerusakan gen yang
mengatur pertumbuhan diferensiasi sel. Gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel
disebut protooncogen dan tumor suppressor genes, dan terdapat pada semua kromosom dengan
jumlah yang banyak. Protooncogen yang telah mengalami perubahan hingga dapat menimbulkan
kanker disebut onkogen. 21
Suatu pertumbuhan normal diatur oleh kelompok gen, yaitu growth promoting
protooncogenes, growth inhibiting cancer supresor genes (antioncogenes) dan gen yang berperan
pada kematian sel terprogram (apoptosis). Selain ketiga kelompok gen tersebut, terdapat juga
kelompok gen yang berperan pada DNA repair yang berpengaruh pada proliferasi sel.
Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak menyebabkan terjadinya mutasi pada
genom dan menyebabkan terjadinya keganasan. Proses karsinogenesis merupakan suatu proses
multitahapan dan terjadi baik secara fenotip dan genetik. Pada tingkat molekuler, suatu progresi
merupakan hasil dari sekumpulan lesi genetik. 23
Zat perusak DNA didapat
(lingkungan):
• kimiawi
• radiasi
• virus
SEL NORMAL
Perbaikan
DNA berhasil
Kerusakan DNA
Perbaikan
DNA gagal
Mutasi herediter pada:
• Gen-gen yang memengaruhi
perbaikan DNA
• Gen-gen yang memengaruhi
pertumbuhan atau apoptosis sel
Mutasi pada
genom
sel somatik
Pengaktifan
onkogen pendorong
pertumbuhan
Perubahan gen
yang mengendalikan
pertumbuhan
Penonaktifan
gen supresor
kanker
Ekspresi produk gen yang
mengalami perubahan dan hilangnya
produk gen regulatorik
Ekspansi klonal
Mutasi tambahan (progresi)
Heterogeneitas
Neoplasma ganas
Invasi dan metastasis
Gambar 2.6. Skeme sederhana dasar molecular penyakit kanker
The six hallmark of cancer ( 6 karakter sel kanker ) adalah konteks enam perubahan
mendasar dalam fisiologi sel yang secara bersama-sama menentukan fenotipe keganasan.
(Gambar 6) 24
(1). Growth signal autonomy: Sel normal memerlukan sinyal eksternal untuk pertumbuhan dan
pembelahannya, sedang sel kanker mampu memproduksi growth factors dan growth factor
receptors sendiri. Dalam proliferasinya sel kanker tidak tergantung pada sinyal pertumbuhan
normal. Mutasi yang dimilikinya memungkinkan sel kanker untuk memperpendek growth factor
pathways.
(2). Evasion Growth inhibitory signal: Sel normal merespon sinyal penghambatan pertumbuhan
untuk mencapai homeostasis. Jadi ada waktu tertentu bagi sel normal untuk proliferasi dan
istirahat. Sel kanker tidak mengenal dan tidak merespon sinyal penghambatan pertumbuhan,
keadaan ini banyak disebabkan adanya mutasi pada beberapa gen (protoonkogen) pada sel kanker.
(3). Evasion of Apoptosis Signal: Pada sel normal kerusakan DNA akan dikurangi jumlahnya
dengan mekanisme apoptosis, bila ada kerusakan DNA yang tidak bisa lagi direparasi. Sel kanker
tidak memiliki kepekaan terhadap sinyal apoptosis. Kegagalan sel kanker dalam merespon sinyal
apoptosis lebih disebabkan karena mutasinya gen-gen regulator apoptosis dan gen-gen sinyal
apoptosis.
(4). Unlimited replicative potential: Sel normal mengenal dan mampu menghentikan pembelahan
selnya bila sudah mencapai jumlah tertentu dan mencapai pendewasaan. Penghitungan jumlah sel
ini ditentukan oleh pemendekan telomere pada kromosom yang akan berlansung setiap ada
replikasi DNA. Sel kanker memiliki mekanisme tertentu untuk tetap menjaga telomere yang
panjang, hingga memungkinkan untuk tetap membelah diri. Kecacatan dalam regulasi
pemendekan telomere inilah yang memungkinkan sel kanker memiliki unlimited replicative
potential.
Angiogenesis
Unlimited replicative
potential
Evasion Of
Apoptosis signal
Invasion and
metastasis
Evasion Growth
Inhibitory signal
Growth signal
anatomy
Gambar 2.7. Enam tanda utama kanker (The hallmarks of cancer, Cell). Sebagian besar kanker
memperoleh berbagai kemampuan ini selama perkembangannya melalui mutasi di
gen tertentu (Robin & Cotran 2007)
(5). Angiogenesis (formation of blood vessel): Sel normal memiliki ketergantungan terhadap
pembuluh darah untuk mendapatkan suplay oksigen dan nutrient yang diperlukan untuk hidup.
Namun bentuk dan karakter pembuluh darah sel normal lebih sederhana atau konstan sampai
dengan sel dewasa. Sel kanker mampu menginduksi angigenesis, yaitu pertumbuhan pembuluh
darah baru disekitar jaringan kanker. Pembentukan pembuluh darah itu baru diperlukan untuk
survival sel kanker dan ekspansi kebagian lain dari tubuh (metastase). Kecacatan pada pengaturan
keseimbangan induser angiogenik dan inhibitornya dapat mengaktifkan angiogenic switch.
(6). Invasion and metastasis: Sel normal memiliki kepatuhan untuk berpindah ke lokasi lain di
dalam tubuh. Perpindahan sel kanker dari lokasi primernya ke lokasi sekunder atau tertiernya
merupakan faktor utama adanya kematian yang disebabkan karena kanker. Mutasi memungkinkan
peningkatan aktivitas enzim-enzim yang terlibat invasi sel kanker (MMPs). Mutasi juga
memungkinkan berkurangnya atau hilangnya adhesi antar sel oleh molekul-molekul adhesi sel,
meningkatnya attachment, degradasi membran basal, serta migrasi sel kanker.
Siklus pembelahan sel kanker berbeda dengan sel normal. Perkembangan sel kanker
mempengaruhi ekspresi protein-protein pengatur siklus sel, keadaan ini dapat menyebabkan
peningkatan ekspresi cyclin dan kehilangan ekspresi CDK inhibitor sehingga mengakibatkan
respon yang menyimpang terhadap adanya kerusakan seluler.
2,21
Tidak semua gen menunjukkan
ekspresi. Gen akan mengalami ekspresi jika menghasilkan protein. Dalam proses pertumbuhan
dan diferensiasi sel ada sejumlah gen yang dihidupkan dan ada pula yang dimatikan. 21
Paparan karsinogen atau infeksi virus pada sel epitel permukan mulut, khususnya pada
lidah akan menginduksi terbentuknya karsinoma. Pertumbuhan karsinoma berkaitan dengan
adanya leukoplakia dan atau eritroplakia yang dikenal sebagai lesi prekeganasan.4 Leukoplakia
adalah lesi prekanker yang mempunyai kecenderungan untuk bertransformasi kearah keganasan.
Hiperplasia sel skuamosa yang berlanjut kepada displasia epitel telah terjadi pada leukoplakia.25
Proses proliferasi keratinosit berkesinambungan pada karsinoma sel skuamosa dapat
menyebabkan perusakan jaringan ikat di bawahnya. Akibat dari perusakan jaringan ikat tersebut
dapat menginvasi jaringan sekitarnya dan bermetastasis kedalam pembuluh limfe atau pembuluh
darah. 25
2.4.3. Patologi Karsinona Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa terjadi karena destruksi kontrol siklus sel, hilangnya kemampuan
apoptosis, dan meningkatnya aktivitas invasi dan metastasis. Terbentuknya karsinoma sel
skuamosa pada lidah merupakan proses bertahap karena adanya gangguan fungsi gen-gen pemacu
pertumbuhan protoonkogen dan gen penghambat tumor.8 Pada karsinoma sel skuamosa terjadi
peningkatan produksi protein EGF, EGFr, dan Ras (protoonkogen). Proses terpenting pada
karsinogenesis karsinoma sel skuamosa terletak pada peralihan fase G1 dan S. Protein C-myc dan
cyclin D yang bekerja pada masa peralihan fase G1 da S mengalami peningkatan ekspresi. 7,26
Pembelahan sel epitel rongga mulut (keratinosit) normalnya distimulasi oleh epidermoid
growth factor (EGF) yang terikat dengan Epidermoid growth factor receptor (EGFr) yang
kemudian akan mengaktifkan protein Ras. Pada keadaan aktif protein Ras memacu kinase cascade
yaitu protei Raf, mitogen enhanced kinase (MEK), dan mitogen activated protein kinase (MAPK)
sehingga menyebabkan meningkatnya C-myc dalam nukleus. Hal tersebut menyebabkan
terstimulasinya transkripsi Cyclin D yang akan mengaktifkan CDK. CDK yang aktif merupakan
katalisator fosforilasi Retinoblastoma Tumor Supressor Genes (pRb). Fosforilasi dari pRb akan
melepaskan faktor-kaktor transkripsi E2F yang dibutuhkan untuk transkripsi protein-protein untuk
replikasi DNA. Selanjutnya replikasi DNA akan diikuti oleh pembelahan sel. Disregulasi
pembelahan sel keratinosit epitel rongga mulut, khususnya pada lidah dapat menyebabkan
terbentuknya karsinoma sel skuamosa (Gambar 7). 25
EGF
EGFr
Membran sel
RAS
Raf
MEK
C-myc
DNA Damage
Cyclin D
MAPK
CDK
p53
pRb-E2F
Bax
pRb
P
p21
E2F
Nucleus
Transcription of DNA
Replikasi protein e.g. PCNA
Blocks bcl-2
Caspace 3
DNA Replikasi
Cell division
Apoptosis
Gambar 2.8. Mekanisme pembelahan sel keratinosit mukosa mulut. (Sugerman dan Savage,
1999)
2.4.4. Karsinogen
Karsinogen merupakan zat atau bahan yang dapat memicu terjadinya kanker atau
keganasan. Karsinogen dapat mempengaruhi DNA atau suatu protein yang berperan pada
pengaturan siklus pembelahan sel, seperti protoonkogen atau gen penghambat tumor. Bahan yang
dapat menimbulkan kanker pertama kali diketahui tahun 1775 oleh Dr. Percival Pott, seorang ahli
bedah dari Inggris. Ada beberapa macam agen karsinogenik (karsinogen), yaitu : (1) karsinogen
kimiawi, (2) energi radiasi, (3) mikroba (virus). Zat kimia dan radiasi energi sudah terbukti
merupakan penyebab kanker pada manusia, dan virus onkogenik berperan pada patogenesis tumor
beberapa model hewan dan paling sedikit beberapa tumor manusia. 19,21
Sebagian besar transformasi gen oleh karena karsinogen, terutama karsinogen kimiawi.
Karsinogen kimiawi masuk ke dalam tubuh melalui:
1) Kontak langsung melalui kulit
2) Inhalasi udara
3) Makanan dan minuman
Direct acting carcinogen umumnya tidak stabil, cepat rusak daya kerjanya sehingga tidak
banyak peranannya dalam karsinogenesis. Sebaliknya pro-carsinogen besar sekali peranannya.
Pro-carsinogen merupakan proximate carsinogen yang tidak aktif. Di dalam tubuh akan
mengalami metabolisme menjadi ultimate carsinogen yang sangat reaktif. Ultimate carsinogen
masuk ke dalam inti sel bereaksi dengan DNA, membentuk senyawa kompleks DNA-karsinogen
yang dapat mengubah atau merusak transkripsi dan atau translasi genetik dalam gen. 21
2.4.5. Karsinogenesis
Kanker terjadi karena adanya kerusakan atau transformasi protoonkogen dan gen
penghambat tumor
sehingga terjadi perubahan dalam cetakan protein dari yang telah
diprogramkan semula yang mengakibatkan timbulnya sel kanker. Karena itu terjadi kekeliruan
transkripsi dan translasi gen sehingga terbentuk protein abnormal yang terlepas dari kendali
normal pengaturan dan koordinasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Pengaturan sifat individu
dilakukan oleh gen (DNA) dengan pembentukan protein melalui proses transkripsi dan translasi.
26
Karsinogenesis merupakan suatu proses multi tahap. Dengan 3 tahapan:27
1. Inisiasi (Initiation)
Tahap pertama ialah permulaan atau inisiasi, dimana sel normal berubah menjadi premaligna. Karsinogen harus merupakan mutagen yaitu zat yang dapat menimbulkan mutasi gen.
Pada tahap inisiasi karsinogen bereaksi dengan DNA, menyebabkan amplifikasi gen dan produksi
copy multipel gen.
2. Promosi (Promotion)
Promoter adalah zat non mutagen tetapi dapat meningkatkan reaksi karsinogen
dan tidak menimbulkan amplifikasi gen. Sifat-sifat promotor ialah: mengikuti kerja inisiator,
perlu paparan berkali-kali, keadaan dapat reversible, dapat mengubah ekspresi gen seperti:
hiperplasia, induksi enzim, induksi diferensiasi.
3. Progresi (Progression)
Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada progresi ini timbul
perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna.
Dalam karsinogenesis ada 3 mekanisme yang terlibat: 27
a) Onkogen yang dapat menginduksi timbulnya kanker.
b) Antionkogen atau gen suppressor yang dapat mencegah timbulnya kanker.
c) Gen modulator yang dapat mempengaruhi eksperimen karakteristik gen yang mempengaruhi
penyebaran kanker.
Bila ada kerusakan gen, tubuh berusaha mereparasi atau memperbaiki transkripsi gen yang
rusak (DNA repair). Kerusakan transkripsi ini mungkin dapat dan mungkin pula tidak dapat
diperbaiki lagi. Bila transkripsi gen itu dapat diperbaiki dengan sempurna, maka pada replikasi sel
berikutnya terbentuklah sel baru yang normal. Tetapi bila tidak dapat diperbaiki dengan sempurna
akan terbentuk sel baru yang defektif. Walaupun sel itu defektif masih tetap ada usaha mereparasi
kerusakan transkripsi. Bila berhasil akan terbentuk sel yang normal dan bila gagal akan terbentuk
sel yang abnormal, yaitu sel yang mengalami mutasi, atau transformasi, yang pada akhirnya dapat
menjadi sel kanker. 27
Teori karsinogenesis untuk menerangkan bagaimana kanker itu terjadi didasarkan atas: 27
1) Mutasi Somatik, yaitu perubahan urutan letak nukleotida dalam asam amino rantai DNA, yang
menyebabkan perubahan kode genetik. Menghasilkan produksi protein yang abnormal, sehingga
regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel terganggu, sel menjadi otonom dan lepas dari regulasi
normal dan sel dapat tumbuh tanpa batas.
2) Penyimpangan Diferensiasi Sel (Teori Epigenetik), terjadinya gangguan sistem atau
mekanisme regulasi gen seperti represif, depresi serta ekspresi regulasi,
sehingga
timbul
gangguan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Defek yang terjadi karena mekanisme regulasi gen
yang mengatur pertumbuhan, dan bukan pada struktur gen itu sendiri, maka teori ini disebut teori
epigenetik.
3) Aktivasi Virus. Virus masuk ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan DNA penderita serta
mengubah fenotype sel dengan menyisipkan (insersi) informasi baru atau mengubah transkripsi
dan translasi gen. Virus DNA dapat secara langsung berintegrasi dengan DNA inang dan
ditularkan secara vertikal kepada anak-anak sel inang, sedang virus RNA dengan bantuan enzim
reverse transkriptase. Menurut teori ini kanker terjadi karena ada infeksi virus yang menyisipkan
gennya ke dalam DNA inang yang dapat mengaktifkan protoonkogen menjadi onkogen.
4) Seleksi Sel. Pada sel tubuh manusia diperkirakan terdapat lebih dari 50.000 gen dan masingmasing gen mempunyai fungsi tersendiri. Di dalam tubuh setiap saat ada sel yang mati dan ada
pula sel baru yang terbentuk melalui proses mitosis. Karena adanya mutasi maka timbul sel yang
defektif dan akan mati atau tidak dapat mengadakan mitosis lebih lanjut. Hanya sel-sel yang baik
dan memenuhi syarat tertentu yang akan dapat tetap bertahan hidup. Dalam menyeleksi sel mana
yang boleh terus hidup dan berkembang, terjadi kekeliruan. Di sini ada sel yang mengalami
mutasi atau transformasi yang lepas dari seleksi dan terus berkembang menjadi sel kanker.
Keganasan pada sel eukariota terjadi akibat adanya perubahan perilaku sel yang abnormal,
yaitu sel mempunyai kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang sangat tinggi. Perubahan
perilaku tersebut terjadi karena sel mengekspresikan berbagai protein yang abnormal. Berbagai
protein abnormal muncul karena sel mengalami mutasi/kecacatan gen, khususnya gen yang
mengkode protein, yang sangat berperan pada pengaturan siklus pembelahan sel. Contohnya
adalah gen yang termasuk kelompok protooncogen atau kelompok tumor suppressorgene, serta
gen yang mengatur dan menghambat pemendekan telomer pada ujung kromosom. 28
2.4.5.1. Protoonkogen
Beberapa gen dikelompokkan sebagai protooncogen. Jika protooncogen mengalami
mutasi, maka gen tersebut dikenal sebagai onkogen. Protein yang dikode oleh gen tersebut akan
bersifat overaktif. Contoh onkogen adalah gen erb-B atau erb-B2 merupakan gen yang mengkode
suatu protein, yang mempunyai peranan spesifik dalam pembentukan reseptor dari faktor
pertumbuhan dipermukaan sel. Onkogen yang lain adalah Gen ras, adalah suatu gen yang
mengkode protein ras, protein ini merupakan salah satu protein pada membran sel yang berperan
sebagai hantaran sinyal untuk memicu pembelahan sel. Famili protein ras adalah protein Rac.
Protein ini dalam keadaan inaktif dalam bentuk ikatan “ras-GDP” (ras-Guanin Di Fosfat),
sedangkan dalam keadaan aktif dalam bentuk ikatan “ras-GTP” (ras-Guanin Tri Fosfat) (Gambar
8). Pengaturan keseimbangan antara “ras-GDP” dan “ras-GTP” dipengaruhi oleh suatu protein,
yaitu ras exchange factor dan GTP-ase activating protein. Ras exchange factor mengubah rasGDP menjadi ras-GTP, sedangkan GTP-ase activating protein mengubah “ras-GTP” menjadi
“ras-GDP”. Tanpa adanya suatu rangsang, protrein ras tetap dalam keadaan tidak aktif. Protein ras
akan berubah menjadi matang bila mengalami reaksi biokimia pada prekursor protein ras oleh
suatu ensim farnesil transferase, sehingga menjadi aktif (matang). Setelah matang, protein ras
aakan berinteraksi dengan protein pada membran sel. Selanjutnya, dengan adanya ikatan tersebut
akan memberikan informasi untuk merangsang pembelahan sel. Pada keadaan protein ras yang
abnormal sebagai akibat adanya mutasi dari gen ras maka protein ras akan bersifat overaktif, yaitu
selalu pada posisi “ON”. Pada kondisi ini, selain menekan aktivitas GTP-ase sehingga posisi
protein ras selalu dalam keadaan ”ON”, juga akan memberikan informasi kepada sel untuk
melakukan pembelahan secara terus menerus walaupun tidak diperlukan, sehingga terus
melakukan sintesis protein dan DNA, yang selanjutnya akan berkembang menjadi penyakit
keganasan.28
2.4.5.2. Tumor Supressor Gene
Pada sel ditemukan suatu protein yang berperan sebagai faktor pengendalian pertumbuhan
sel, yang disebut sebagai tumor supressor protein. Yang termasuk kelompok dari protein tersebut
adalah protein retinoblastoma (p-Rb) yang dikode oleh gen p-Rb (pRb) dan protein 53 (p-53)
yang dikode oleh gen p-53 (p53). Protein p-Rb dan p-53 dapat bekerja di dalam inti sel,
khususnya pada proses pengendalian siklus pembelahan sel. P-Rb berperan pada pengendalian
faktor transkripsi pada siklus pembelahan sel, sedangkan p-53 berperan pada pengendalian CDK
pada siklus pembelahan sel. Selain itu p-53 juga mempunyai peran dalam pengaturan kematian sel
(apoptosis) yaitu merusak sel yang memiliki urutan nukleotida yang abnormal.28
Secara fisiologis pada sel ada suatu sistem yang mengatur susunan nukleotida pada rantai
DNA yang mengalami perubahan (mutasi). Sistem tersebut dikenal sebagai DNA repair. Kerja
dari sistem ini adalah dengan memperbaiki urutan DNA yang mengalami mutasi. Artinya apabila
terjadi kerusakan susunan DNA baik disebabkan oleh suatu karsinogen atau ultraviolet, maka
akan muncul suatu respon sel yang disebut sebagai NER (Nucleotide Excision Repair). Secara
konseptual target kerja dari NER ini dibagi dalam lima fase, yaitu: (a) damage recognition; (b)
incision; (c) excision; (d) synthesis repair; dan (e) ligation. Oleh karena itu secara normal sel
yang hanya dapat melakukan proliferasi dan diferensiasi adalah sel yang DNA-nya memiliki
susunan nukleotida yang tidak menyimpang. Apabila perbaiakan DNA kurang sempurna, maka
akan dilakukan penghentian pertumbuhan sel melalui penghambatan siklus pembelahan sel, dan
selanjutnya terjadi apoptosis. Selain p-21 yang ekspresinya dikendalikan oleh p-53, yang bekerja
dengan menghambat semua CDK, juga ditemukan beberapa protein yang berperan pada siklus
pembelahan sel, seperti p-15 dan p-16. Namun pengaturan ekspresi dari protein p-15 dan p-16
sampai saat ini belum jelas. Akan tetapi target kerja dari kedua protein tersebut telah diketahui
dengan jelas, yaitu menghambat CDK-4 dan CDK-6 pada fase G-1. Kinase yang bekerja memicu
aktivitas p-53 untuk memodulasi protein BAX pada proses apoptosis, antara lain CPK-2 (Cystein
Protein Kinase-2) dan PKC.
Pada kanker terjadi overekspresi oncogene seperti BCL-2 dan BCL-XL yang berperan
sebagai antiapoptosis, yaitu melalui penghambatan pembukaan Pt-pore pada membran
mitokondria, sehingga sel menjadi immortal.
Pemahaman mengenai pengendalian siklus pembelahan sel merupakan hal yang sangat
penting dalam memecahkan penyakit keganasan karena pada penyakit keganasan terjadi
kegagalan dalam pengendalian siklus pembelahan sel, di mana sel mengalami pembelahan yang
sangat cepat dan terus-menerus. Protein yang berperan pada pengendalian siklus pembelahan sel
ini adalah tumor supressorgene (antara lain p-53, p-21, BAX) dan protooncogene (antara lain
BCL-2). Peran p-53 pada pengaturan siklus pembelahan sel adalah untuk menghambat
pembelahan sel, di mana p-53 akan memicu proses transkripsi dari p-21. Dengan meningkatnya p21, p-53 kemudian menghambat semua CDK (CDK-4 dan CDK-6 pada fase G-1, CDK-2 pada
fase S, dan CDK-1 pada fase M). Oleh karena itu bila CDK tidak berfungsi, siklin tidak
membentuk kompleks dengan CDK dan hal ini dapat mengakibatkan siklus sel berhenti. Untuk
memicu kembali siklus pembelahan sel, maka yang berperan adalah protein MDM-2, di mana
protein ini bekerja untuk menekan aktivitas p-53. Rendahnya aktivitas p-53 mengakibatkan terjadi
penurunan p-21. Selanjutnya kadar p-21 yang rendah mengakibatkan CDK tidak mengalami
penghambatan, sehingga siklin akan membentuk kompleks dengan CDK. Ikatan kompleks antara
CDK-siklin mengakibatkan siklus sel akan terus berlanjut. Bila terjadi mutasi (MT) dari gen p-53
atau BCL-2, maka p-53 mutan yang dihasilkan bersifat inaktif, sehingga protein ini tidak mampu
memicu pembentukan p-21. Rendahnya kadar p-21 mengakibatkan CDK tidak dihambat dan
akhirnya siklus pembelahan sel berjalan terus. Di sisi lain p-53 tidak mampu memicu aktivitas
protein BAX, sehingga Pt-pore pada membran mitokondria tidak mampu membuka dan akhirnya
sel tidak bisa diapoptosis. Demikian juga halnya bila terjadi mutasi pada gen BCL-2, maka
protein BCL-2 yang dikode akan bersifat overaktif. Hal ini mengakibatkan terjadi penekanan
terhadap protein BAX. Penekanan ini mengakibatkan Pt-pore semakin sulit mengalami
pembukaan dan akhirnya sel menjadi immortal. Jadi hanya dengan adanya dua macam gen saja
yang mengalami mutasi seperti gen p-52 dan gen BCL-2, sel sudah mampu melakukan
pembelahan secara terus-menerus dan bersifat immortal. Kondisi inilah yang mengakibatkan
terjadinya massa sel yang membentuk tumor atau penyakit keganasan.
Untuk menanggulangi terjadi perubahan perilaku sel, maka sel sudah memiliki
seperangkat mekanisme untuk mencegah terjadinya penyakit keganasan. Mekanisme tersebut
dapat melalui aktivasi NER. Apabila mekanisme ini tidak berhasil, maka sel akan melakukan
bunuh diri melalui mekanisme apoptosis yang diperankan oleh p-53 yang selain bekerja untuk
menekan aktivitas CDK juga memicu peningkatan aktivitas protein BAX. Protein BAX-lah yang
menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria, sehingga terjadi penurunan fungsi BCL-2
yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Kondisi ini dapat
mengakibatkan
terjadi
pelepasan
cytochrome-C
ke
sitosol.
Cytochrome-C
kemudian
mengaktifkan Apaf-1. Selanjutnya Apaf-1 yang aktif mengaktivasi kaspase kaskade dan terjadilah
kematian sel (apoptosis). Jika mekanisme ini tidak mampu dilakukan oleh sel maka yang
memegang peranan penting untuk mengeliminasi sel yang bersangkutan adalah sel
imunokompeten. Jika sel imunokompeten juga mengalami kegagalan atau tidak mampu
mengeliminasi sel abnormal tersebut, maka sel abnormal ini akan membentuk klon baru yang
kemudian dapat berkembang menjadi keganasan (malignant).
2.5. Invasi Sel Kanker
Pada mekanisme terjadinya kanker akan melalui empat fase yakni, fase induksi, fase in
situ , fase invasi, serta fase disseminasi. Pada fase invasi sel-sel telah menjadi ganas, berkembang
dengan cepat dan menginfiltrasi melewati membran sel kejaringan sekitarnya dan pembuluhpembuluh darah serta pembuluh limfe. Dari percobaan binatang diketahui ada beberapa faktor
yang mempengaruhi proses invasi sel-sel tumor ganas tersebut yakni: 27
- Penambahan tekanan di dalam tumor akibat pembelahan sel-sel yang aktif,
- Bertambahnya gerakan amoeboid, dari sel-sel tersebut,
.- Berkurangnya daya kohesi antar sel, mungkin ada hubungan dengan berkurangnya ion Kalsium
atau perubahan muatan listrik dari membran sel,
- Meluasnya bahan-bahan yang lysis oleh karena sel-sel kanker tersebut,
- Hilangnya jembatan interseluler yang biasa ditemukan dalam sel-sel normal.
Invasi sel-sel kanker tersebut sementara dapat ditahan oleh jenis-jenis jaringan tertentu,
misalnya fascia, tulang rawan, arteri dan sistem syaraf, dan kadang-kadang ia mengikuti jalannya
pembuluh syaraf tersebut tanpa menginfiltrasinya.
Serangkaian jaringan pada setiap organisme mamalia dipisahkan satu sama lain oleh dua
jenis matriks ekstraseluler: membran basal dan jaringan ikat interstisium. Matriks ini menentukan
bentuk arsitektur jaringan, memiliki fungsi biologis yang penting, dan berperan sebagai pelindung
mekanis terhadap invasi. Selama transisi dari karsinoma in situ menjadi karsinoma invasif, sel
tumor mempenetrasi membran basal epitelial dan masuk ke jaringan ikat iterstisium. Setelah sel
tumor masuk ke dalam stroma, dapat mengakses limfatik dan pembuluh darah untuk melakukan
diseminasi lebih lanjut. Sel tumor harus melewati membran basal apabila akan menginvasi
sebagian besar organ parenchyma. Selama intravasasi atau ekstravasasi, sel tumor yang memiliki
asal histologis dari manapun harus mempenetrasi membran basal endotelial. Koloni metastastasis
pada organ yang jauh, dengan sel tumor yang telah diekstravasasi harus bermigrasi melalui
jaringan ikat pembuluh darah agar koloni tumor dapat tumbuh di organ parenchym. Oleh karena
itu, interaksi sel tumor dengan matriks ekstraseluler terjadi pada berbagai tahap pada tahapan
metastasis. 27,29
Proses invasi dan metastasis merupakan tanda biologis dari keganasan dan merupakan
penyebab utama kanker yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas, oleh karena itu lesi
kanker ini harus diperiksa dengan teliti. Sel-sel kanker yang terlepas dari masa primer, akan
masuk ke dalam pembuluh darah dan limfatik, menyebabkan pertumbuhan sel-sel kanker
sekunder di tempat yang jauh melewati berbagai tahap. Setiap tahap dari rangkaian ini
mempunyai pengaruh yang besar, oleh karenanya dari setiap langkah pada rangkaian pemecahan
sel tidak dapat dihindari (Gambar 9).27,29
Struktur dan fungsi dari jaringan normal ditentukan oleh interaksi antara sel dan matriks
ektraseluler. Jaringan dibagi menjadi bagian kecil yang terpisah satu dari lainnya, oleh dua tipe
matriks ektraseluler yaitu membran basal dan jaringan ikat interstisium. Masing-masing
komponen matriks ektraseluler dibentuk dari kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan. Sel-sel
tumor harus berinteraksi dengan matriks ektraseluler pada beberapa tahap metastasis. Tahap
pertama sebuah karsinoma harus dapat menembus membran basal epithelial dibawahnya
kemudian berjalan melewati jaringan ikat intersitium stroma, dan akhirnya mencapai akses
sirkulasi melalui penetrasi membran basal vaskular. Siklus ini diulang ketika emboli sel tumor
dikeluarkan pada tempat yang jauh. 21,27
Membrana basalis merupakan membran tipis, resilien terdiri dari anyaman padat seratserat kolagen tipe IV, glikoprotein (laminin, fibronektin, proteoglikan) dan faktor-faktor
pertumbuhan (Gambar 10). Sel-sel kanker terlepas satu dengan yang lain karena berkurangnya
adhesifitas, dan sel kanker akan terlepas ke membran basal melalui reseptor laminin dan sekresi
enzim proteolitik, termasuk kolagenase tipe IV dan aktivator plasminogen. degradasi membran
basal dan diikuti dengan migrasi dari sel-sel kanker. 21,27
Sel-sel normal melekat satu sama lain
dan dikelilingi oleh berbagai integrin adhesif. Adhesi sel yang diperantarai oleh integrins,
chaderins dan molekul sel berfungsi untuk menjaga integritas jaringan, hilangnya adhesi atau
berubahnya protein permukaan sel berhubungan dengan meningkatnya potensi invasi dan
metastasis.
Epite
l
Integrin
Membrana Basalis
Lamini
n
Kapiler
Proteoglikan
Kolagen tipe IV
Matriks
Interstisial
Gambar 2.11. Struktur histologi yang membentuk membran basal (Kumar, 2007)
Polaritas dan struktur sel selama penyebaran dan migrasi diatur oleh interaksi sel dengan
protein matriks ekstraseluler melalui transmembran glikoprotein cadherins.13,22 E-Cadherin
merupakan transmembran glicoproteins yang mengatur interaksi sel calcium-dependent
ekstraseluler. E (epithelial} chaderin berperan dalam komunikasi antar sel epithelial, ditemukan
pada membran basal. E-cadherin berfungsi sebagai adhesifitas antar sel, hilangnya ekspresi gen
ini berhubungan dengan meningkatnya daya invasi dan metastasis. Pada beberapa tumor epitelial,
termasuk adenokarsinoma kolon (WNT) dan payudara, terdapat penurunan regulasi dari Ecadherin, yang mengurangi kemampuan sel untuk melekat satu sama lain dan menfasilitasi
pelepasan tumor primer (Gambar..). E-cadherin berhubungan dengan sitoskeleton melalui
katenin, yaitu protein yang terdapat di bawah membran plasma. Fungsi normal dari E-cadherin
tergantung pada kaitannya dengan katenin. Pada beberapa tumor, E-cadherin normal namun
ekspresinya berkurang disebabkan mutasi yang terjadi pada gen. 13,21
Gambar 2.12. Peran E-Cadherin dalam komunikasi antar sel epithelial pada membrana basalis.
Berfungsi sebagai adhesifitas antar sel, hilangnya ekspresi gen ini berhubungan dengan
meningkatnya daya invasi dan metastasis (Robin&Cotran, 2007).
Sel-sel epitelial tumor dipisahkan dari stroma dasar membran. Maka, sel-sel tumor yang
berpenetrasi ke dasar membran tersebut harus dihancurkan dan diremodeling. Komponen dasar
membran mengirimkan sinyal positif dan negatif ke sel tumor dan berperan penting dalam
regulasi angiogenesis. Sel epitelial normal mempunyai reseptor dengan afinitas tinggi seperti
anggota dari integrin dan protein imunoglobulin pada dasar membran, yang terletak di permukaan
basal. Sebaliknya, beberapa sel karsinoma memiliki reseptor lebih banyak, yang terdistribusi
mengelilingi membran sel. Terlihat adanya hubungan antara densitas reseptor laminin dan invasi
pada kanker payudara dan kolon. Sel tumor, seperti sel normal memperlihatkan integrin yang
berfungsi sebagai reseptor untuk komponen matriks ekstraseluler, seperti fibronektin, laminin,
kolagen, dan fibronektin. Setelah mengalami perlekatan dengan komponen membran basal atau
intersitial matriks ekstracelluler, sel tumor harus membuat jalan untuk migrasi. Invasi matriks
ekstraseluler tidak selalu dengan tekanan pertumbuhan pasif tetapi memerlukan degradasi enzim
aktif pada komponen matriks ekstraseluler. 21,27
Sel tumor mensekresikan enzim proteolitik atau merangsang sel inang seperti fibroblas
stroma dan makrofag yang berinfiltrasi untuk membuat kompleks protease. Aktivitas protease ini
diregulasi secara ketat oleh antiprotease. Pada tepi yang diinvasi tumor, keseimbangan antara
protease dan antiprotease terganggu, sehingga protease lebih banyak dibentuk. 21,27
2.5.1. Invasi Klinis Sel Kanker
Penyebab utama terjadinya kegagalan perawatan pada pasien kanker lebih disebabkan oleh
adanya invasi dan metastasis. Sekitar 30% pasien yang baru didiagnosa menderita tumor solid
sudah memiliki metastasis yang dapat dideteksi secara klinis. Dari 70% pasien kanker, sekitar
35% dapat dirawat dengan menggunakan terapi tumor lokal saja. Sisanya (35%) memiliki
mikrometastasis tersembunyi yang pada akhirnya akan bermanifestasi. Dengan demikian, sekitar
60% pasien memiliki metastasis yang mikroskopis ataupun yang terlihat secara klinis pada saat
mereka menjalani perawatan tumor primer. Pembentukan koloni metastasis merupakan proses
yang berlangsung terus menerus yang dimulai sejak awal pertumbuhan tumor primer dan terus
meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa metastasis besar yang ada di organ
tertentu seringkali disertai oleh adanya mikrometastasis dalam jumlah yang lebih banyak.
Metastasis bervariasi dalam ukuran dan usia, penyebaran lokasi, dan komposisinya yang
heterogen tidak memungkinkan kita untuk menghilangkannya melalui operasi dan juga
membatasi keefektifan konsentrasi obat anti kanker yang bisa diberikan pada koloni metastasis. 29
Tumor yang memiliki ukuran hampir sama bisa memiliki potensi metastasis yang sangat
berbeda tergantung dari tipe histologi dan tingkat keagresifannya. Pada umumnya kebanyakan
tumor epitelial, penyebaran sel tumor terjadi segera setelah vaskularisasi tumor primer.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kebanyakan metastasis dari karsinoma payudara
dimulai pada saat tumor primernya berukuran kurang dari 0,125 cm3, dan hal tersebut sejalan
dengan yang ditemukan pada berbagai studi percobaan. Kesulitan utama yang dihadapi adalah
rumitnya interaksi tumor inang, yang terdiri dari mekanisme immunologi dan angiogenesis.
Untuk menghadapi masalah ini, para ahli memisahkan invasi dan metastasis menjadi sekumpulan
langkah sekuensial. Metastasis disebabkan oleh sekumpulan proses selular yang terkoordinasi,
dan bukan oleh satu gen saja. 29
Proliferasi yang tidak terkontrol dapat diakibatkan oleh peningkatan faktor pertumbuhan
atau aktivasi oncogene dan hilangnya inhibitor pertumbuhan serta penghambat onkogen seperti
p53 atau RB. Perkembangan selanjutnya, menjadi phenotype invasif melibatkan augmentasi
produk gen yang memfasilitasi invasi atau hilangnya protein yang menghambat invasi. 29
2.5.2. Invasi Matriks Ekstrasel
Invasi sel pada matriks ekstraseluler merupakan suatu proses aktif yang diselesaikan
dalam empat langkah (Gambar 12). Langkah pertama adalah merenggang dan kemudian
terlepasnya satu sel kanker dengan sel kanker lainnya karena berkurangnya adhesivitas antar sel
yang fungsinya dilakukan oleh E-kaderin. E-kaderin bekerja sebagai lem antar sel. Molekul EKaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap menyatu, sedangkan perlekatan
homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin menyalurkan sinyal anti pertumbuhan melalui ßkatenin. Bagian E-kaderin yang berada disitoplasma berikatan dengan ß-katenin. ß-Katenin bebas
dapat mengaktifkan transkripsi gen yang mendorong pertumbuhan. Langkah kedua, melekatnya
sel tumor ke berbagai protein matriks ekstraseluler, seperti laminin dan fibronektin yang penting
untuk invasi dan metastasis. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membran basal
yang terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya pada sel karsinoma memiliki lebih banyak
reseptor yang tersebar diseluruh permukaan membran sel. Perubahan pola integrin juga
mendorong terjadinya invasi sel karsinoma. Pada banyak sel karsinoma, perlekatan ke stroma
dipermudah oleh hilangnya integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler normal dan
digantikannya integrin tersebut oleh integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler yang
telah diuraikan oleh protease. Langkah ketiga dalam invasi adalah degradasi lokal membran basal
dan jaringan ikat interstisium. Sel tumor itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitik atau
menginduksi sel pejamu untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim yang mendegradasi
matriks ekstraseluler seperti metalloproteinase, termasuk gelatinase, kolagenase, dan stromelisin
ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah gelatinase yang memecah kolagen tipe IV epitel dan
membran basal vaskular. Langkah terakhir pada invasi adalah proses migrasi. Sel tumor berjalan
menembus membran basal yang telah rusak oleh proses degradasi enzim proteolitik dan lisis.
Migrasi diperantarai oleh berbagai sitokin yang berasal dari sel tumor, seperti faktor motilitis
autokrin. Disamping itu produk penguraian komponen matriks (kolagen, laminin) dan sebagian
faktor pertumbuhan (insulin-like growth factor I dan II) memiliki aktivitas kemotaktik untuk sel
tumor. 21,
Gambar 2.13. Ilustrasi skematik
(Robbins&Cotran, 2005)
invasi
sel
kanker
pada
membran
basalis
epitel
Proliferasi
Sel normal tumbuh secara seimbang dengan pengendalian antara sinyal pertumbuhan dan
sinyal yang menimbulkan kematian. Secara umum jumlah sel yang ada pada suatu jaringan
merupakan fungsi kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi.
Masuknya sel baru ditentukan oleh kecepatan proliferasinya, sedangkan yang keluar karena
kematian sel atau berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah sel
dapat dikarenakan peningkatan proliferasi atau karena penurunan kematian atau diferensiasi sel. 35
Gambar 2.10. Pertumbuhan dapat diregulasi dengan perubahan proliferasi, diferensiasi dan
kematian sel. 35
Sebagian besar sel normal yang terdapat dalam tubuh sudah mengalami diferensiasi yang
berarti sel-sel tersebut telah mengalami berbagai perubahan demikian rupa sehingga menunjukkan
morfologi dan fungsi spesifik. Selama proses diferensiasi, sel normal umumnya tidak memiliki
kemampuan untuk berproliferasi, tetapi di lain fihak banyak sel-sel jaringan tubuh mengalami
proses renewal untuk mengganti sel-sel yang hilang karena rusak atau menua, dengan sel-sel
prekursor baru (stem-cells), yang kemudian diikuti oleh proliferasi sel sel keturunannya, diduga
bahwa sebagian besar sel kanker berasal dari sel-sel progenitor
Kehilangan kemampuan
berdiferensiasi menyebabkan maturation arrest yang berakhir dengan peningkatan proliferasi sel
dan perkembangan tumor.35
Gambar 2.11 Produksi sel normal dan proliferasi tidak terkontrol. (A) Jalur normal untuk
memproduksi sel yang berdiferensiasi. (B) Stem-cell gagal memproduksi sel anak non stem-cell
pada setiap pembelahan kemudian berproliferasi membentuk tumor. (C) Sel anak gagal
berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk tumor. 35
Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel, atau
bahkan oleh deformasi mekanisme jaringan.
35
Pusat proses kompleks proliferasi sel ialah
pengendalian terhadap proses yang melibatkan siklus sel. Siklus sel melibatkan sejumlah kejadian
yang menghasilkan duplikasi dan pembelahan sel. Dalam sel normal proses tersebut sangat
terkontrol, namun pada sel tumor adanya mutasi pada gen yang berhubungan dengan siklus sel
akan menghasilkan bertambahnya sel dengan kerusakan DNA pada siklus sel. 37
Gambar 2.12 Proliferasi sel yang berlebihan.35
Angiogenesis
Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang sudah
ada dan merupakan bagian integral dari proses perkembangan normal ( perkembangan embrio dan
siklus menstruasi) serta sejumlah keadaan patologis termasuk tumorigenesis.69;70;18 Merupakan
proses multi-step kompleks yang diperantarai oleh sel endotel yang melapisi pembuluh darah.
28
Proses angiogenesis terdiri dari tahapan degradasi membran basal oleh protease, migrasi sel
endotel ke dalam rongga interstisial, proliferasi serta migrasi sel endotel menuju stimulus
angiogenik, dan pembentukan lumen.71
Dua perbedaan utama antara angiogenesis normal dan patologis, adalah pertama, pada
jaringan patologis, mekanisme pengaturan yang turn off neovaskularisasi pada jaringan sehat
tidak berfungsi secara normal. Perbedaan kedua adalah pembuluh darah yang terbentuk pada
jaringan patologis sangat tidak terorganisasi dengan banyaknya lubang pada dinding-dindingnya.
Hal tersebut terjadi karena pembuluh darah tumor tidak dapat matang melalui rekruitmen sel otot
polos dan perisit, sehingga terjadi banyak kebocoran pada pembuluh.28,72
Pembentukan pembuluh darah baru tergantung pada keseimbangan faktor angiogenik dan
inhibitor angiogenik. Faktor angiogenik meliputi vascular endothelial growth factor (VEGF),
acidic fibroblast growth factor. Basic fibrolast growth factor (bFGF), angiogenin, placenta
growth factor (PGF), transforming growth factor α (TGF-α), hepatocyte growth factor, dan
aktivator plasminogen. Faktor angigenik lain yang hanya terdapat dalam angiogenesis tumor
adalah IL-8. Inhibitor angiogenik meliputi adalah IL-12, interferon α dan β, trombospondin,
fragmen prolaktin, tissue inhibitor of metalloproteinases, dan platelet factor-4. Tumor necrosis
factor α dapat berfungsi sebagai faktor angiogenik pada satu sistem dan sebagai faktor
antiangiogenik di sistem lainnya.74
1.
Vascular Endothelial GrowthFactor (VEGF)
Faktor
pertumbuhan yang menstimulasi angiogenesis dapat dibagi menjadi molekul
angiogenik langsung dan tidak langsung. VEGF termasuk ke dalam molekul angiogenik
langsung.75 VEGF disebut juga vascular permeability factor (VPF) merupakan faktor
proangiogenik paling penting dan paling banyak diekspresikan pada berbagai tipe tumor, baik sel
tumor jinak maupun ganas,71,76 VEGF berasal dari famili faktor pertumbuhan secara khusus
ditargetkan sel endotel untuk meningkatkan permeabilitas sel endotel melalui kaskade transduksi
sinyal mitogen-activated protein kinase (MAPk) dengan melonggarkan sambungan antara sel
endotel dalam kompleks cadherin.77
VEGF berperan penting dalam vaskulogenesis selama embriogenesis, angiogenesis
fisiologis, dan neovaskularisasi malginansi. Transkiripsi VEGF dipicu oleh hipoksia dan
berbagai sinyal pertumbuhan. Sel endotel yang distimulasi oleh VEGF bermigrasi dan
berproliferasi, menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, merangsang MMPs, membelah
dan merekrut elemen pendukung, seperti perisit.75
Efek VEGF ditransduksikan melalui dua reseptor tirosin kinase, VEGFR1 dan VEGFR2.
Efek tersebut dimodulasi oleh neuropilin-1 (NRP-1) dan neuropilin-2 (NRP-2) yang bertindak
sebagai co-reseptor pada VEGFR. VEGFR1 inaktif dalam sel endotel yang menujukkan bahwa
VEGFR2 merupakan tranduser utama pensinyalan VEGF selama angiogenesis fisiologis.
Angiogenesis tumor tergantung baik pada VEGFR1 maupun VEGFR2 sehingga upaya
mengahambat angiogenesis tumor ini lebih poten jika dilakukan dengan blokade kedua
reseptor.78
Fungsi VEGF pada sel endotel meliputi hai-hal sebagai berikut:79
1) Permeabilitas
VEGF adalah faktor pertumbuhan yang memperantarai fungsi multipel melalui simulasi
reseptornya pada sel endotel. VEGF pada awalnya ditemukan kerena kemampuannya untuk
menyebabkan venula dan vena kecil lainnya hipermiabel untuk mensirkulasikan makromolekul
dan oleh karenanya pada awalnya disebut sebagai VPF. VEGF merupakan salah satu pemicu
permeabilitas vaskuler paling poten. Kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas vaskuler ini
menjadi salah satu sifat VEGF paling penting, terutama mengenai hiperpermeabilitas pembuluh
darah tumor. Peningkatan permeabilitas menyebabkan bocornya beberapa protein plasma,
termasuk fibrinogen. Hal tersebut mengarah pada deposisi fibrin dalam ruang ekstravaskuler
yang selanjutnya memperlambat penyerapan cairan edema dan mengubah stroma antiangiogenik
normal dalam jaringan normal menjadi lengkungan proangiogenik. VEGF memicu penetrasi
endotel yang memberikan jalur transseluler tambahan untuk menimbulkan ekstravasasi
pembuluh darah atau VEGF meningkatkan jalur sel interendotel dengan membuka hubungan
antara sel endotel berdekatan. Permeabilitas yang dipicu oleh VEGF dapat diperantarai oleh
jalur calcium dependent yang melibatkan produksi nitri oksida (NO) dan aktivasi Akt serta
meningkatkan cGMP, sebagai tambahan pada aktivasi jalur Erk 1/2 dengan stimulasi
prostaglandin PG12.
2) Aktivasi Sel Endotel
VEGF menunjukkan sejumlah efek berbeda pada endotelium vaskuler dan sel endotel.
Efek tersebut meliputi perubahan morfologi sel endotel, perubahan sitoskeleton, dan stimulasi
migrasi serta pertumbuhan sel endotel. VEGF menyebabkan peningkatan ekspresi berbagai gen
sel endotel yang berbeda, termasuk faktor prokoagulan jaringan, protein jalur fibrinolitik.
3) Survival
Secara in- vitro, VEGF telah diketahui dapat menghambat apoptosis dengan mengaktivasi
jalur PI3K-Akt dan meningkatkan regulasi protein antiapoptotik seperti Bcl 2. Hal tersebut
sebaliknya menghambat aktivasi kaspase hulu.
4) Proliferasi
VEGF adalah mitrogen untuk sel endotel. Proliferasi sel endotel tampak melibatkan
aktivasi kinase ekstraseluler Erk 1/2 yang diperantarai oleh VEGFR2.
5) Invasi dan migrasi
Degradasi membran basalis diperlukan untuk migrasi dan invasi sel endotel dan juga
merupakan tahap awal yang penting dalam angiogenesis. VEFG memicu berbagai enzim dan
protein yang penting dalam proses degradasi, termasuk matriks metalloproteinase.
Regulator ekspresi VEGF dan VEGFR adalah sebagai berikut:
1) Hipoksia
Hipoksia berperan penting dalam regulasi ekspresi VEGF. Hypoxia inducible factor-1(HIF-1)
merupakan mediator kunci untuk respon hipoksik ini dan produk gen supresor tumor von Hipple
Lindau (vHL) memiliki perang penting. Di bawah kondisi normoksik, HIF-lα secara cepat
didegradasi oleh jalur ubiquitin-proteosom, suatu proses yang dikontrol oleh produk gen supresor
tumor vHL. Jika vHL tidak ada atau bermutasi, HIF-lα akan bersatu dengan HIF-lβ, sehingga
kompleks ini akan bentranslokasi pada nukleus dan terikat pada promotor VEGF yang mengarah
pada peningkatan transkripsi VEGF.79
2) Faktor pertumbuhan dan sitokin
Faktor dan pertumbuhan sitokin dapat merupakan ekspresi faktor angiogenik pada sel
tumor dan karenanya secara langsung memicu angiogenesis. Insulinilike growth factor I receptor
(IGF-IR) diekspresikan berlebih dalam berbagai kanker manusia dengan pembentukan
metastasis.
Hepatocyte growth factor dapat memicu ekspresi VEGF pada sel normal maupun sel
tumor melalui aktivasi c-MET,79
Prostaglandin berperang dalam berbagai proses biologis, dan beberapa prostaglandin
tertentu berimplikasi dalam angiogenesis tumor melalui upregulation ekspresi VEGF.
Prostaglandin-endoperoxide-synthhase
(juga
dikenal
sebagai
siklooksigenase
(COX])
merupakan enzim yang terlibat dalam transformasi oksidatif asam arachidonat ke dalam berbagai
senyawa prostaglandin. Beberapa penelitian menujukkan bahwa COX-2 memperantarai ekspresi
VEGF dalam berbagai sel tumor. 79
3) Onkogen dan gen supresor tumor
Banyak onkogen memiliki implikasi dalam proses angiogenesis tumor. Hal ini tersebut
sebagian disebabkan karena kemampuan onkogen untuk memicu faktor pertumbuhan
proagiogenik seperti VEGF. Salah satu gen supresor tumor yang paling banyak memiliki
implikasi adalah peran penting p53 dalam regulasi VEGF pada beberapa kanker. Intraksi
langsung protein p53 dengan faktor transkripsi Sp1 mencegah aktivasi transkripsional promotor
VEGF dan menghambat induksi hipoksik Src kinase. Transkripsi p53 dapat menurunkan ekspresi
VEGF.79
1. Interleukin-8 (IL-8)
Interleukin-8 pertama kali terindentifikasi sebagai faktor kemotaksis neutrophil dalam
supernatan monosit manusia yang diaktivasi. Sebagian member famili kemokin CXC, IL-8
beberapa penting sebagai aktivator dan kemoatraktan neutrofil. Ekspresi IL-8 dikaitkan dengan
pertumbuhan tumor pertama kali berdasarkan temuan bahwa sinyal IL-8 berkaitan dengan
jumlah protein IL-8 yang diekspresikan oleh sel tumor yang distimulasi oleh TNF-α.80
Interleukin-8 dihasilkan oleh berbagai sel normal dan sel tumor, pada sel normal, IL-8
bertindak sebagai kemokin proinflamasi, sedangkan pada sel tumor, IL-8 banyak diekspresikan
pada saat angiogenesis.81,80 Infiltrasi sel-sel inflamasi diaktivasi oleh kanker yang kemudian
merangsang terjadinya angiogenesis. Tumor associated macrophage telah diketahui sebagai
kandidat sel inflamasi untuk angiogenesis tumor. Macropage yang menginfitrasi tumor
meningkatkan ekspresi VEGF dan TNF-α tidak merangsang angiogenesis secara langsung,
namun dengan memodulasi induksi IL-8 dengan jalur yang diregulasi melalui mekanisme
parakrin dan atau otokrin.82
Regulator IL-8 adalah sebagai berikut:
1) Nitri Oksida (NO)
NO adalah molekul biologis poten yang memperantarai berbagai aktivitas, termasuk
vasodilatasi, neurotransmisi, metabolise zat besi, dan pertahanan imun. Beberapa penelitian
menujukkan bahwa NO yang berkaitan dengan tumor, yang dihasilkan oleh sel tumor dan/atau
sel inang yang menginfiltrasi tumor, memiliki efek pleiotropik pada karsinogenesis,
pertumbuhan tumor, dan metastasis NO menekan ekspresi IL-8.80
2) Hipoksia dan Anoksia
Pertumbuhan dan metastasis sel kanker tergantung pada perkembangan pembuluh darah
yang memadai. Kekurangan oksigen memicu keadaan hipoksia dan anoksia pada daerah sekitar
tumor. Hal tersebut memicu ekspresi IL-8 melalui aktivasi dan kerjasama NFҡB dan AP-180
3) Asidosis
Abnormalitas dalam fungsi dan struktur pembuluh darah mengarah pada perkembangan
daerah hipoksik pada kanker. Hipoksia meningkatkan metabolisme anaerob sel kanker dan
menyebabkan peningkatan produksi metabolit asidik. Berkurangnya aliran darah mempengaruhi
pembuangan metabolit tersebut, sehingga sebagai akibatnya ion hidrogen akan berakumulasi
dan menyebabkan penurunan pH ekstraseluler. Penelitian pada sel kanker pankreas COLO357
yang dinkubasi dalam pH media yang berbeda menujukkan kadar IL-8 meningkat seiring
dengan penurunan pH. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan asidosis dapat memicu
ekspresi IL-8.80
2.5.3. Peran angiogenesis dan Invasi
Peran angiogenesis sangat penting pada perjalanan kanker, tanpa angiogenesis kanker
tidak dapat menyebar dan akan mati. Pada angiogenesis terjadi proliferasi dari jaringan pembuluh
darah yang berpenetrasi ke dalam pembuluh darah kanker, mensuplai zat makanan dan oksigen
agar kanker dapat menyebar pada organ lain. Angiogenesis diatur oleh molekul aktivator
(angiogenic growth factors) dan inhibitornya (angiogenic inhibitor factors). Normalnya inhibitor
lebih dominan untuk menghalangi pertumbuhan, pada saat diperlukan membentuk pembuluh
darah baru, maka aktivator angiogenesis meningkat dan inhibitor menurun.
Angiogenesis bukanlah kejadian yang berdiri sendiri, tapi merupakan rangkaian proses
yang berasal dari sel mikrovaskular endotelial. Sel endotelial dirangsang untuk mendegradasi
membran basal endotelial, bermigrasi ke perivaskular stroma (jaringan ikat). Migrasi dilakukan
kearah sumber stimulus angiogenesis.
Sel endotelial yang telah distimulasi menghasilkan proteinase yang bisa mendegradasi dan
menginvasi matriks ektraselular. Keseimbangan yang baik diantara proteinase dan proteinase
inhibitor mampu meregulasi morfogenesis vaskular dan invasi. Sel endotelial yang bermigrasi
memproduksi kolagenase tipe IV dan anggota lain keluarga matriks metaloproteinase dan serine
proteinase. Inhibitor kolagenase tipe IV, inhibitor metaloproteinase, dan inhibitor serine
proteinase mampu menghambat invasi sel endotelial pada matriks ektraselular.
Agen yang memicu terjadinya angiogenesis, seperti bFGF, memiliki tiga stimulasi
multifungsi pada sel endotel kapiler. Ketiga fungsi tersebut adalah motilitas, proteolisis, dan
pertumbuhan. Transisi dari karsinoma insitu menjadi karsinoma invasif dihubungkan dengan
adanya kerusakan membran basalis dan migrasi kedalam jaringan ikat intersitium. Fase awal
angiogenesis melibatkan perusakan membran basalis pembuluh darah dan migrasi endotelial ke
dalam stroma, membentuk cabang kearah stimulus angiogenik. Proteolisis lateral dari stroma
jaringan ikat memungkinkan terjadinya pembesaran diameter cabang dan pembentukan lumen.
Faktor angiogenik seperti faktor pertumbuhan basic fibroblast memicu migrasi endotelial,
proteolisis dan proliferasi.
2.5.4. Peran Matriks Metalloproteinase pada matriks Ekstraseluler
Matriks ekstraseluler berperan secara dinamik pada berbagai kegiatan sel, termasuk
pergerakan sel, migrasi sel, proliferasi, apoptosis serta morfogenesis jaringan. Kualitas dan
kuantitas matriks ekstraseluler selain ditentukan oleh komponen strukturalnya seperti kolagen,
elastin, laminin dan proteoglikan, juga melalui pengendalian ekspresi berbagai proteinase yang
dapat memecah matriks dan inhibitornya. Aktivasi proteinase dan inhibitornya diduga mempunyai
peran dalam proses invasi sel kanker.
Matriks
metalloproteinase
(MMP)
merupakan
kelompok
enzim
yang
mampu
mendegradasi komponen matriks ekstraseluler, mempunyai peranan penting dalam proses
fisiologis dan patologis dengan melakukan remodeling pada matriks ekstraseluler. Pada jaringan
kanker dijumpai ekspresi berlebih dari matriks ekstraseluler yang diperkirakan merupakan faktor
penting pada terjadinya invasi dan metastasis dengan cara merusak komponen dan struktur
matriks ekstraseluler dan membrana basalis. Tissue inhibitor merupakan kelompok endogenous
mayor yang menginhibisi aktivasi dari matrik metalloproteinase dan menurunkan regulasi dari
metalloproteinase serta mempengaruhinya pada proses transkripsi sel.
Matriks ektraseluler merupakan golongan gelatinase, yang memiliki potensi menginduksi
invasi sel kanker dengan cara memecah filamen pada kompleks hemidesmosom. Tissue inhibitor
metalloproteinase merupakan inhibitor kuat sel-sel kanker yang invesif pada matriks ekstraseluler.
MTT Assay
MTT assay digunakan untuk menentukan viabilitas sel. MTT adalah sistem pengujian
kolorimetrik yang mengukur reduksi komponen garam tetrazolium yang dipecah formazan.55
Setelah inkubasi sel dengan reagen MTT selama sekitar 2 sampai 4 jam, sebuah larutan deterjen
ditambahkan untuk melisi sel dan melarutkan kristal berwarna. Sampel dibaca menggunakan pelat
pembaca Bio-Rad pada panjang gelombang 540 nm. Jumlah warna yang dihasilkan adalah
proporsional terhadap jumlah viabilitas sel . Sistem MTT adalah tes kuantitatif yang lebih sensitif.
Karena ada hubungan linear antara aktivitas sel dan absorbance, pertumbuhan atau kecepatan
kematian sel dapat diukur.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kanker lidah merupakan penyakit yang disebabkan oleh rusaknya mekanisme
pengendalian dalam siklus sel yang diatur oleh sejumlah gen-gen yang termasuk dalam gen
regulatorik normal terdiri dari onkogen (gen pemicu pertumbuhan), gen penekan tumor yang
menghambat pertumbuhan sel, dan gen yang mengatur kematian sel terencana (apoptosis), apabila
terjadi gangguan pada ketiga gen tersebut, maka akan terjadi kanker. Pertumbuhan dan
perkembangan kanker itu sendiri meliputi tahapan yang multipel, berangkai, dan berhubungan
satu sama lain yang mengarah pada suatu sel-sel otonom dengan potensi pertumbuhan yang
agresif.
Invasi sel, Proliferasi dan angiogenesis merupakan hal yang menunjang dalam
pertumbuhan tumor dan memiliki implikasi dalam perawatannya. Invasi merupakan sifat
karakteristik pada terjadinya kanker. Invasi menunjukkan kemampuan sel kanker merusak atau
mendegradasi batas antara jaringan epitel dan membran basalis. Proses invasi terjadi dengan cara
infiltrasi ke dalam jaringan pembatas, merusak membran basalis, matriks ekstraseluler dan
merusak arsitektur jaringan bahkan dapat merusak fungsi organ. Invasi sel tumor melibatkan
proses ikatan antara reseptor dengan ligan dan interaksi antara protein-protein oleh enzim
membran basal.
Proliferasi sel merupakan suatu pertambahan jumlah sel yang prosesnya melibatkan siklus
sel. Siklus sel dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu fase G1 (Gap 1), S (Sintesis), G2 (Gap 2) dan
M (Mitosis). Fase G1 merupakan akhir fase mitosis dan sampai awal sintesis tersebut. Pada tahap
tersebut sel terus tumbuh dan melakukan persiapan untuk sintesis DNA. Sel akan masuk ke fase S
untuk melakukan sintesis DNA dan terjadi proses replikasi kromosom. Pada fase G2 sel yang
telah mereplikasi kromosom akan menduplikasi keseluruhan komponen selular lainnya. Selain itu
terjadi pula sintesis mRNA dan beberapa protein tertentu. Fase terakhir dari proliferasi adalah fase
M yang merupakan fase tersingkat. Pada fase M terjadi pemecahan DNA yang telah berduplikasi
secara komplit. Fase G0 adalah fase sel dalam keadaan istirahat atau tidak aktif melakukan
proliferasi.
Pertumbuhan dan progresi kanker juga memerlukan proses tambahan yang memberikan
potensi metastasis dan vaskularisasi untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan dan
penyebarannya. Proses tersebut yang disebut sebagai angiogenesis atau pembentukan darah baru
dari pembuluh darah yang sudah ada. Angiogenesis merupakan proses yang kompleks dan
terkoordinasi yang memerlukan serangkaian aktivasi beberapa gen, namun vascular endothelial
growth factor (VEGF) menujukkan gen yang paling berpotensi terdapat pada angiogenesis kanker
(protoonkogen). Selain VEGF, terdapat proonkogen lain, yaitu iterleukin-8 (IL-8) yang memiliki
peran pada angiogenesis kanker. VEGF dan IL-8 bersama-sama meningkatkan pertumbuhan
kanker dan juga proses metastasis.. Ekspresi berlebih VEGF dan IL-8 menujukkan progresi tumor.
Sel kanker tergantung pada angiogenesis untuk pertumbuhannya. Pemberian inhibitor
angiogenesis tidak secara langsung akan berefek sitotoksik pada sel kanker, tetapi dapat
meningkatkan laju apoptosis sel kanker dengan mekanisme menurunnya produksi VEGF
sehingga menekan pertumbuhan tumor dengan menghambat proliferasi sel edontel dan memicu
apoptosis sel edontel yang berakhir dengan apoptosis sel kanker itu sendiri. Hambatan invasi dan
proliferasi pada sel tumor serta hambatan angiogenesis merupakan mekanisme perawatan
antikanker yang paling banyak diteliti saat ini.
Saat ini penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif di Indonesia semakin
populer. Adanya bukti-bukti empiris dan dukungan ilmiah yang semakin banyak terhadap khasiat
pengobatan tersebut menyebabkan masyarakat banyak menggunakannya sebagai pencegahan dan
pengobatan berbagai penyakit, termasuk penyakit-penyakit berat seperti kanker. perawatan
kanker dengan memanfaatkan aktivitas antiangiogenik dan antiproliferasi dan hambatan invasi
banyak didapat dari bahan-bahan kemoterapi tradisional yang menggunakan bahan alam yang
dikenal sebagai herbal medik.
Keuntungan herbal medik adalah kurangnya toksisitas dan efek samping obat, secara
umum memiliki aktivitas dengan spektrum luas, dan kurangnya resiko terjadinya resistensi
terhadap obat. Salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia adalah sarang semut (Myrmecodia
pendans). Penggunaan sarang semut sebagai bahan obat diperoleh dari penduduk lokal Papua.
Sarang semut dipercaya dapat menyembuhkan beragam penyakit berat seperti tumor, kanker,
jantung, stroke, TBC, rematik, gangguan asam urat, maag, gangguan fungsi ginjal dan prostat.
Uji penapisan kimia dari tumbuhan Sarang Semut (Myrmecodia pendans) menunjukkan
bahwa tumbuhan ini mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan flavonoid dan tanin. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti yang mempelajari
golongan senyawa ini dalam kaitannya dengan sistem pertahanan diri tumbuhan Sarang Semut.
Banyak mekanisme kerja dari flavonoid yang sudah terungkap, termasuk inaktivasi karsinogen,
antiproliferasi, penghambatan siklus sel, induksi apoptosis dan diferensiasi, serta inhibisi
angiogenesis. Kemampuan Sarang Semut secara empiris untuk pengobatan berbagai jenis kanker
atau tumor, diduga kuat berkaitan dengan kandungan senyawa flavonoid dari Sarang Semut.
Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak
merupakan pigmen tumbuhan. Saat ini lebih dari 6.000 senyawa yang berbeda masuk ke dalam
golongan flavonoid. Flavonoid merupakan bagian penting dari diet manusia karena banyak
manfaatnya bagi kesehatan. Fungsi kebanyakan flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai
antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah
untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan
efektivitas vitamin C), antiinflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik.
Senyawa flavonoid memiliki struktur umum phenylbenzopyrone
(C6-C3-C6), dan
dikategorikan berdasarkan level saturasi dan pelepasan cincin sentral pyran, secara garis besar
dikelompokkan menjadi flavones, flavanols, isoflavones, flavonols, dan flavanonols.
Dalam uji invitro, …………………………..telah dibuktikan bahwa Sarang Semut ampuh
mengatasi sel kanker. Dalam penelitian dengan menggunakan Sarang Semut yang berbobot 2-3
kg, kemudian diekstrak dengan berbagai pelarut seperti air, methanol, dan campuran methanolair, didapatkan bahwa seluruh ekstrak sarang semut menekan proliferasi sel tumor manusia.
Dalam uji tersebut terbukti tingkat efektivitas EC50 mencapai 9,97 mg/ml pada ekstrak methanol.
Artinya hanya dengan dosis kecil, 9,97 mg/ml, ekstrak sarang semut mampu menekan 50% laju
pertumbuhan sel kanker.
Senyawa flavonoid yang terkandung dalam herbal medicine mempunyai efek memblok
reseptor growth factors, menginhibisi Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK), pada jalur
sinyal Receptor Tirosin Kinase (RTKs). Pada Penelitian Deguchi H. (2002), menyimpulkan
bahwa senyawa flavonoid yang terkandung dalam herbal medicine (teh hijau) mempunyai efek
inhibisi pertumbuhan pada sel kanker payudara (sel T47D). Mekanisme inhibisi pertumbuhan
tersebut terutama pada MAPK, di mana memphosporilasi berbagai protein termasuk transcription
factors yang dibutuhkan pada sintesa protein dalam differensiasi dan siklus dan siklus sel.
Flavonoid dalam herbal medicine juga dilaporkan mempunyai kemampuan untuk
menghambat aktivasi Nuclear Factors Kappa B (NF-қB). Suatu transcription factors yang
berperan penting dalam regulasi molekul pembentukan sitokin. Penelitian Tazulakhova (2002),
menyatakan bahwa flavonoid alamiah dapat menstimulasi produksi interferon-γ (IFN-γ) dalam
suatu populasi immunosit.
Gangguan perkembangan siklus sel dapat menjelaskan efek anti kanker flavonoid. Sinyal
mitogenik pada sel akan masuk ke serangkaian langkah yang diatur melintasi sel siklus. Sintesis
DNA (fase S) dan pemisahan dua sel anak (M fase) adalah fitur utama dari progresi siklus sel.
Waktu antara fase S dan M ini dikenal sebagai fase G2. Fase ini penting untuk memungkinkan sel
untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi selama duplikasi DNA, mencegah propagasi dari
kesalahan ini ke sel anak. Sebaliknya, fase G1 merupakan periode komitmen untuk progresi siklus
sel yang memisahkan fase M dan S sebagai sel mempersiapkan DNA duplikasi pada sinyal
mitogenik. CDKs diakui sebagai regulator kunci dari progresi siklus sel. Perubahan dan
disregulasi sejumlah kanker dengan hiperaktivasi dari CDKs sebagai akibat dari mutasi gen atau
gen inhibitor CDK. Oleh karena itu, inhibitor pada jalur siklus sel akan menarik untuk
dieksplorasi sebagai agen terapi baru pada kanker. Checkpoints pada fase G1 / S dan G2 / M pada
siklus sel tumor telah ditemukan terganggu oleh flavonoid seperti silymarin, genistein, quercetin,
daidzein, luteolin, kaempferol, apigenin, dan epigallocatechin 3-gallate. Studi dari laboratorium
yang berbeda mengungkapkan bahwa flavopiridol dapat menginduksi penahanan siklus sel
selama G1 atau G2 / M oleh penghambatan semua CDKs.
Mekanisme molekuler yang menyebabkan penghentian siklus sel oleh flavonoid masih
belum diketahui dengan jelas. Berdasarkan beberapa penelitian, terdapat target molekular yang
dapat menyebabkan antiproliferasi flavonoid, yaitu penghambatan signal Akt dan NF-κB. Akt
mempunyai peranan penting dalam regulasi pertahanan siklus sel dan proliferasi sel kanker
dengan mempengaruhi status phosporylation berlebihan dari Akt. Sehingga blockade signal
tersebut menyebabkan hambatan pertumbuhan dengan penghentian siklus sel dan apoptosis dari
sel kanker. Flavonoid juga merubah ikatan DNA faktor transkripsi nuclear factor-kappa B (NFκB). NF-κB dapat diinduksi atau overexpresi
pada beberapa sel kanker, dan aktifasinya
menyebabkan proliferasi sel dan transformasi keganasan dengan diferensiasi dan apoptosis.
Perawatan pada sel kanker dengan flavonoid mengakibatkan pengikatan NF-κB pada DNA yang
mengakibatkan apoptosis.
PI3K/Akt sinyal jalur. PI3K diaktifkan oleh reseptor tirosin kinase dan RAS dan pada
gilirannya mengaktifkan efektor hilir dengan menghasilkan PIP3 pada membrana basalis. PIP3
mengikat kedomain homologi pleckstrin Akt, lokalisasi ke membrana. Akt kemudian
terfosforilasi pada Thr308 dan Ser473. Akt mengatur kelangsungan hidup sel, proliferasi (jumlah sel
meningkat), pertumbuhan (peningkatan ukuran sel), dan perantara metabolisme oleh fosforilasi
berbagai substrat. PTEN supresor tumor adalah pengatur negatif dari Akt. PTEN mengkatalisis
defosforilasi PIP3, ini mencegah perekrutan Akt ke membran plasma dan menghambat aktivasi.
Protein kinase memainkan peran penting dalam pengaturan jalur sinyal beberapa sel dan
fungsi sel. Deregulasi fungsi protein kinase telah terlibat dalam karsinogenesis. Penghambatan
kinase protein telah muncul sebagai target penting untuk chemoprevention kanker dan terapi.
Flavonoid memberi efek kemopreventif kerjanya pada jalur kinase protein signal. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa flavonoid dapat mengikat langsung ke beberapa protein kinase,
termasuk Akt / protein kinase B (Akt / PKB), Fyn, Janus kinase 1 (JAK1), mitogen-activated
protein kinase kinase 1 (MEK1), phosphoinositide 3-kinase ( PI3K), mitogen-activated protein
(MAP) kinase kinase 4 (MKK4), Raf1, dan rantai zeta terkait 70-kDa protein (ZAP-70) kinase,
dan kemudian mengubah fosforilasi mereka untuk mengatur jalur sinyal beberapa sel dalam
proses karsinogenesis. Data menunjukkan bahwa flavonoid bertindak sebagai inhibitor protein
kinase.
Flavonoid memiliki berbagai aktivitas biologis pada konsentrasi toksisitas dalam
organisme. Data dari laboratorium penelitian, penyelidikan epidemiologi, dan uji klinis pada
manusia menunjukkan bahwa flavonoid memiliki penting efek pada chemoprevention kanker dan
kemoterapi.
Banyak
mekanisme
telah
diidentifikasi,
termasuk
inaktivasi
karsinogen,
antiproliferasi, intervensi siklus sel, induksi apoptosis dan diferensiasi, inhibisi angiogenesis.
Penekanan aktivasi NF-κB terkait dengan antitumor, kemopreventif, kemosensitivitas,
tekanan inflamasi, antiangiogenesis, dan apoptosis. flavonoid memperantarai efeknya melalui
penekanan aktivasi NF-κB. NF-κB diketahui memperlihatkan regulasi ekspresi sejumlah gen yang
produknya terlibat dalam tumorigenesis. Produk tersebut diantaranya adalah gen antiapoptosis
(misalnya inhibitor seluler dari apoptosis, surviving, faktor TNF terkait-reseptor (TRAF), bcl-2
dan Bcl-xL); COX2, matriks metalloproteinase-9, gen penyandi molekul adhesion, kemokin,
sitokin inflamasi, dan sintesa NO inducible, dan gen pengatur siklus sel (misalnya D1 siklin).
NF-κB adalah faktor transkripsi yang terlibat dalam fungsi seluler yang luas, diantaranya
apoptosis dan kontrol siklus sel. NF-κB meregulasi eksresi beberapa produk gen yang
berhubungan dengan karsinogenesis. Gen-gen tersebut di antaranya gen antiapoptosis, COX-2,
dan gen regulasi siklus sel. NF-κB dipertahankan dalam sitoplasma oleh protein inhibitor IκB.
Beberapa mediator dalam jalur transduksi di antaranya Akt diketahui mengaktivasi NF-κB
melalui fosforilasi dari IκB. NF-κB yang teraktivasi bertranslokasi ke inti, menyebabkan
transkripsi beberapa gen (misalnya COX-2). Akibatnya, produksi prostaglandin selanjutnya akan
mengaktivasi NF-κB. Oleh karena itu, aktivasi NF-κB dapat menyebabkan efek yang berlebihan
dan menetap, melalui aktivasi jalur COX-2. Selain menghambat produksi prostaglandin flavonoid
diketahui menghambat jalur fosfoinositid 3-kinase/Akt, dengan menghambatan aktivitas Akt
maka Akt tidak dapat mengaktifasi NF-κB. Flavonoid sebagai obat terapi antikanker bekerja
menekan COX-2 sehingga tidak terjadi produksi prostaglandin yang selanjutnya akan menekan
NF-κB.
Berdasarkan studi kasus-kontrol sebuah populasi di Hawaii tentang hubungan antara
asupan flavonoid kuat pola makan dan risiko kanker paru, ditemukan bahwa beta-karoten dan
vitamin E juga terkait dengan penurunan risiko kanker paru-paru. Selain itu, kelompok penelitian
di Uruguay melakukan penelitian kasus-kontrol pada periode Januari 1996-Desember 1997,
menemukan bahwa penggunaan flavonoid memberikan pengurangan 70% dalam risiko kanker
rongga mulut, faring, laring, dan esofagus.
Alur Kerangka Pemikiran
Growth Factors
Membrana basalis
Growth Factors
(TGF)
RTKs
PTEN
PIP2
Ras
P110
P85
P85
PIP3
AKT
P110
PIP3
TGFR
PDK1
P85
Class IA PI3K
P110
Class IA PI3K
SMAD
PKC
IқB
Flavonoid
COX-2
P21
ß-Catenin
NFқB
Myrmecodia Pendans
NFқB
Nucleus
Cytosol
?
?
Angiogenesis ?
Proliferasi
Akt & NF-KB
Gambar 2.7 Alur kerangkah pemikiran
2.3 Hipotesis
Berdasarkan premis-premis yang telah diuraikan pada kerangka pemikiran di atas, maka
dideduksi hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1:
Senyawa turunan
flavonoid yang teridentifikasi sebagai antikanker dari sarang semut
(myrmecodia pendans) memiliki potensi hambatan proliferasi sel kanker lidah Supri’s Clone-1
(SP-C1).
Hipotesis 2:
Senyawa turunan flavonoid yang teridentifikasi sebagai antikanker dari semut (myrmecodia
pendans) memiliki potensi menghambat proses angiogenesis sel kanker lidah supri’s Clone-1
(SP-C1) ditandai dengan penurunan ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
interleukin-8 (IL-8)
Hipotesis 3:
Senyawa turunan
flavonoid yang teridentifikasi sebagai antikanker dapat memiliki potensi
hambatan mekanisme protein Akt dan NF-KB pada sel anti kanker lidah Supri’s Clone-1 (SPC1)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Subjek Penelitian
3.1.1. Bahan Penelitian
Bahan baku penelitian yang digunakan untuk mendapatkan senyawa murni adalah tanaman sarang
semut (myrmecodia pendans)
3.1.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Sel Supri’s-Clone (SP-C1), merupakan sel kanker lidah yang
diisolasi dari limfonadi penderita kanker lidah, berasal dari karsinoma sel skuamosa
berdifferensiasi sedang dan belum mengalami invasi ke jaringan otot. Sel SP-C1 mempunyai
karakteristik pertumbuhan yang cepat, kemampuan invasi dan metastasis yang cepat, penyakit
yang sukar disembuhkan, terjadinya rekurensi sangat tinggi walaupun telah dilakukan
pembedahan secara radikal dan rerata lamanya hidup penderita pendek.
Sel kanker lidah SP-C1 diambil dari tangki nitrogen cair lalu dicairkan dalam water bath
suhu 370C sampai mencair, kemudian disemprot alkohol 70%. Sel dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuse yang berisi 10 ml medium DMEM serum (DMEM ditambah FBS 10%, penicilin
streptomisin 3%, dan Fungizone 0,5%) dalam ruang laminary airflow, dan disentrifuse dengan
kecepatan 1200 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, endapan yang terbentuk ditambahkan
dengan DMEM serum. Setelah didiamkan 20 menit sel disentrifuse dengan kecepatan 1200 rpm
selama 5 menit. Supernatan dibuang, disisakan 1 ml untuk resuspensi. Suspensi sel dimasukkan
ke dalam TFC (Tissue Culture Flask) dengan media pertumbuhan yang mengandung FBS 10%
dan dilihat di bawah mikroskop inverted. Se hidup nampak pipih, utuh, jernih dan bersinar. Tissue
Culture flask yang berisi sel diinkubasi dalam inkubator dengan tutup dikendorkan.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara eksperimental murni laboratorik dengan menggunakan biakan
sel kanker lidah manusia Supri’s-Clone (SP-C1)..................................
3.2.2. Bahan dan alat penelitian :
Bahan yang digunakan sekama pengujian aktifitas sel adalah SP-C1 cell lines, Dulbeco’s
Modified Eagle Medium (DMEM), Fetal bovain serum (FBS), Fungizone liquid, Penisilinstreptomisin, Trypsin-EDTA, Phosphat buffer saline (PBS), Mill-Q, Membran polycarbonate 5
milipore, Etanol, Alkohol 70%, Hematoksilin, dan dimetilsulfoksida (DMSO).
Sedang peralatan yang digunakan untuk uji aktivitas seprti ELISA microplate reader
(BioRad-Jepang), Plat 96 sumuran (Iwaki jepang), Boyden chamber, Sentrifuse HC-1180T
(Health), Mikropipet berbagai ukuran (Eppendorf), Vortex (Maxi mix II), Conical tube eppendorf
(15 ml), Inkubator 370C, CO2 5%, Refrigerator (Biomedical freezer) 40C, -200C dan -300C,
Laminar airflow (Sanyo), Water bath (Eyela, Tokio rikakikai, 5-800C), Neraca digital elektronik
(Mettler Toledo), Flasks , Suction pump (Asaniika), Handyclave (Rexall), Mikroskop cahaya
(Nikon eclipse TE. 2000-U), Human IL-8 Elisa Kit (Boster-Cina), Human VEGF Elisa Kit
(Boster-Cina)
3.2.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Terpadu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Gadjah Mada pada bulan Agustus 2012 - Nopember 2012, dan di Laboratorium Penelitian dan
Penguji Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada pada bulan Juli - Agustus 2011.
3.2.4. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
1. Variabel bebas: senyawa golongan flavonoid
2. Variabel terikat : - Hambatan Akt
- Hambatan NF-KB
- Proliferasi.
-Hambatan angiogenesis
Defenisi operasional
a) Proliferasi sel adalah penambahan jumlah sel sebagai hasil dari pertumbuhan dan pembelahan
sel.
b) Kultur sel kanker lidah SP-C1 : Biakan sel cloning dari penderita kanker lidah manusia dalam
media pertumbuhan yang sesuai (DMEM).
c) VEGF adalah sinyal kimia yang diproduksi oleh sel yang merangsang pertumbuhan pembuluh
darah baru (angiogenesis). Dideteksi dengan menggunakan ELISA VEGF kit. Prinsip kerja
berdasarkan pengukuran densitas warna kuning (OD) pada panjang gelombang 450 nm yang
diproporsikan sebagai jumlah VEGF manusia dari sampel uji. Pada setiap percobaan dibuat
larutan standar beberapa konsentrasi VEGF vs OD relatif standar (OD tiap sumuran-OD nol)
untuk menampilkan kurva standar. Perhitungan konsentrasi VEGF (dalam μg/ml) sampel
didasarkan pada interpolasi pada kurva larutan standar. Data yang dihasilkan tersaji dalam
bentuk interval.
d) IL-8 adalah kemokin dihasilkan oleh makrofag dan jenis sel lain seperti sel-sel epitel. IL-8
meningkat pada saat pembentukan pembuluh darah. Dideteksi dengan menggunakan ELISA.
Prinsip kerja berdasarkan pengukuran densitas warna kuning (OD) pada panjang gelombang
450 nm yang diproporsikan sebagai jumlah IL-8 manusia dari sampel uji. Pada setiap
percobaan dibuat larutan standar beberapa konsentrasi IL-8 vs OD relatif standar (OD tiap
sumuran-OD nol) untuk menampilkan kurva standar.
Perhitungan konsentrasi IL-8 (dalam μg/ml) sampel didasarkan pada interpolasi pada kurva
larutan standar: data yang dihasilkan tersaji dalam bentuk skala interval.
e)
Hambatan Akt adalah penurunan ekspresi protein Akt setelah diberi perlakuan senyawa
flavonoid sarang semut melalui uji western bloth
f)
Hambatan NF-KB adalah penurunan ekspresi protein NF-KB
setelah diberi perlakuan
senyawa flavonoid sarang semut melalui uji western bloth
3. Uji Hambatan Proliferasi (Pertumbuhan Sel)
MTT Assay
1) Disiapkan 4 buah plate yang berisi 24 sumuran, untuk pengujian MTT assay jam ke 24, 48,
jam.
2) Kemudian pada masing-masing plate masukkan sel kanker lidah SP-C1 sebanyak 5 X 103
sel/sumuran dalam 100
µl DMEM (Dulbelco’s Modified Eagle Medium) sesuai dengan
konsentrasi senyawa flavonoid. Berdasarkan perhitungan maka total jumlah sel yang
dibutuhkan adalah 12,8 X 105 sel untuk seluruh sumuran dan jumlah larutan DMEM yang
diperlukan sebanyak 25,6 ml. Perhitungan jumlah sel kanker ditentukan dengan menggunakan
hemositometer.
3) Semua sel kemudian diinkubasikan pada suhu 37˚ C selama 24 jam.
4) Semua medium diaspirasi dan diganti dengan medium baru yang berasal dari senyawa
flavonoid
5) Medium diinkubasikan pada suhu 37˚ C selama 24, 48 jam.
6) Diambil plate jam k 0, masukkan 15 µl larutan MTT, diinkubasikan pada suhu 37˚ C 4 jam,
buat foto.
7) Larutan dibuang, kemudian masukkan larutan isopropanol 100 µl.
8) Shaker 10–15 menit sampai homogen.
9) Plate 24 sumuran diukur dengan Bio-rad Microplate Reader OD dengan panjang gelombang
540 nm
10) Dilakukan pengujian yang sama pada jam ke 24, 48 dengan cara seperti diatas.
5. Uji angiogenesis Senyawa Turunan Xanton yang Terindentifikasi Memiliki Potensi
Antikanker terhadap Sel SP-CI
Uji angiogenesis baik untuk analisis ekspresi VEGF maupun IL-8 dimulai dengan tahap
mempersiapkan larutan senyawa xaton uji sebanyak 3 konsentrasi di bawah konsentrasi IC50
dari senyawa flavonoid yang memiliki hambatan pertumbuhan maksimal.
Empat buah plate 24 sumuran disiapkan untuk analisis ekspresi VEGF dan IL-8 masingmasing 2 plate untuk masa inkubasi 24 dan 48 jam. Sebanyak 2x104 sel SP-CI dimasukkan ke
dalam masing-masing sumuran plate 24 dan ditambahkan 100 μI larutan senyawa sebagai
konsertrasi. Semua sel kemudian diinkubasikan pada suhu 370 C selama 24 dan 48 jam.
Setelah 24 jam, supernata dikumpulkan ke dalam conical Eppendorf sesuai dengan
konseterasi masing-masing. Supernatan kemudian disimpan dalam kulkas bersuhu 40C. Hal
yang sama dilakukan untuk sampel uji 48 jam.
Tahapan-tahapan di bawah ini merupakan prosedur yang sama untuk dilakukan baik
analisis ekspresi VEGF maupun IL-8 dengan menggunakan kit masing-masing secara
terpisah.
1). Larutan standar VEGF dan IL-8 dibuat sesuai petunjuk pabrik yaitu dalam konsentrasi
2000 μg/ml, 100 μg/ml, 500μg/ml, 250μg/ml 125μg/ml, 62,5μg/ml, dan 31,2μg/ml.
2). Pembuatan larutan standar VEGF dan IL-8 masing-masing dimulai dengan pembuatan
10.000 pg/ml larutan standar VEGF dengan melarutkan 10 ng VEGF standar dengan 1 ml
buffer diluen. Larutan disimpan dalam suhu ruang selama 10 menit, kemudian dikocok,
3) Larutan standar konsentrasi 2000μg/ml dibuat dengan melarutkan 0,2 ml larutan standar
10.000 pg/ml di atas dengan 0,8 ml buffer diluen. Kemudian alikuot 0.3 ml larutan standar
2000 μg/ml dan dimasukkan ke dalam conical tubeyang telah berisi 0,3 ml buffer diluen
untuk membuat larutan standar 1000μg/ml. Demikian seterusnya sampai konsentrasi 31,2
μg/ml
4) Setelah larutan standar VEGF dan IL-8 siap, maka disiapkan 2 buah plate 24 sumuran
yang masing-masing telah dilapisi antibodi monoklonal spesifik VEGF serta IL-8 manusia
(telah tersedia dalam kit). Dua baris sumuran paling kiri diisi dengan 0,1 ml larutan
standar no 3). Dua sumuran terakhir diisi dengan buffer diluen sebagai kontrol (sumuran
Nol). Sumuran kosong diisi dengan 0,1 ml supernata berbagai konsentrasi. Plate
kemudian ditutup dan diinkubasi dalam waterbath selama 90 menit dengan suhu 37oC.
5) Setelah 90 menit, isi plate dibuang tanpa cuci dan ditambahkan 0,1 ml antibody biotinilasi
VEGF manusia ke dalam setiap sumuran. Plate diinkubasi kembali selama 60 menit
6) plate dicuci dengan 0,01 M PBS sebanyak 3 kali, setiap kali pencucian PBS didiamkan
dalam plate selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 0,1 ml larutan kerja avidin-biotinperoksidase complex (larutan ABC, tersedia dalam kit) ke dalam setiap sumuran dan
diinkubasi selama 30 menit.
7) Plate dicuci kembali dengan 0,01 M PBS sebanyak 5 kali, setiap kali pencucian didiamkan
selama 1-2 menit. Larutan pencucian dibuang kemudian masing-masing sumuran
ditambahkan 90 μl pewarna TMB (3,3’, 5,”- tetramethylbenzidine) dan diinkubasi selama
15-20 menit. Warna biru akan terlihat pada 4 larutan standar dengan konsentrasi VEGF/IL8 tertinggi, sumuran lain tidak terlihat perubahan warna yang nyata.
8)
Setelah 20 menit, masing-masing sumuran ditambahkan 0,1 ml larutan TMB stop.
Perubahan warna menjadi kuning akan terlihat seketika.
9) OD dibaca menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm segera
setelah pemberian larutan stop.
DAFTAR PUSTAKA
Warshawsky S, Landolph JR. Molecular Carcinogenesis and the Molecular Biology of Human
Cancer, 1st ed. Boca Raton USA, Taylor & Francis Group, 2006 : 6
King RJ, Robins MW. Cancer Biology, 3rded. England, Pearson Education Limited, 2006 : 209-29
Dorland, W.A.. Medical Dictionary. 29th ed. Philadelphia. WB Saunders Co. 2000: 349
Wood, N.K and Sawyer D.R., 1997, Oral Cancer, dalam Wood, N.K. dan Goaz, P.W. (eds):
Differential Diagnosis Of Oral and Maxillofacial lesion, Mosby Inc., St. Louis Missouri,
587-595
Hasibuan S., 2004. Prosedur Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut, Digitized by
USU digital library. p.1-7
Shah J.P., Zelefsky M.J., Cancer of Oral Cavity. In: Harrison et al Head and Neck Cancer. A
Multidisciplinary Approach. 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, 2004, .
266-80
Williams, H.K., 2000 Molecular Pathogenesis of Oral Squamosus Carsinoma, J. Clin Pathol, Mol.
Pathol., 53: 165-172
Regezi J.A.; Sciubba J.J. 1999. Oral Pathology. Clinical Pathologic Correlations. 3 rd ed.
Philadelphia: WB Saunders Co., 76-90
Revianti S, Parisihni K, 2005, peran Matriks Metalloproteinase (MMP) pada metastasis
Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut, Jurnal PDGI, Edisi khusus tahun ke-55, 232-236
Liotta L.A., 1993. Principles of Molecular Cell Biology of Cancer: Cancer Metastasis. In:
DeVita. Cancer.
Principles & Practice of Oncology. 4th ed. Lippincot- Raven.
Philadelphia. 134-40
Supriatno, Yuletnawati, 2006. Aktifitas Anti Kanker Cepharantine Pada Kanker Lidah Manusia In
Vitro (tinjauan proliferasi, invasi, dan metastasis sel), Majalah Kedokteran Gigi UGM,
Jogyakarta, p.141-145
Neville, B.W., Damm, D.D., Alien, C.M., Bouquot I.E. 2002 , Oral and Maxillofacial
Pathology, 2nd ed. Philadelphia, WB Saunders Co Praga SM, Dickson RB, Hawkins MJ.
Matrix Metalloproteinase inhibitors. J Investigational New Drug, , 15: 61-75
Crawson R.A, Odell E.W, 2008. Cawson’s Essentials Of Oral Pathology And Oral Medicine.
Phila Delphia, Churchill Livingstone Elsevier., p.277-284
Epstein J.B, Der Waal I, 2008. Oral Cancer, in : Greenberg M.S, Glick M, Ship J.A., Burket”s
Oral Medicine, 11th ed. BC Decker Inc, Hamilton, 153-4
Syafriadi M. Patologi Mullut. Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut. Yogyakarta,
ANDI, 2008: 74-7
Sapp
J.P., Eversole, L.R., Wysocki, G.P. 2004.
Pathology. 2nd ed. Mosby. St Louis. 134-43
Contemporary Oral
and Maxillofacial
Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Jakarta, EGC, 2003: 144-47
Istindiah H.N, Auerkari E.I., 2001, Mekanisme Kontrol Siklus Sel (Suatu tinjauan khusus peran
protein regulator pada jalur retinoblastoma (Rb), JKG. UI, 8(1): 39-47
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L., 2007. Robbins Basic Pathologic, . 7th ed. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC. p.185-224
Fuller GM, Shields D., 1998, Molecular Basis of Medical Cell Bilogy, 1st ed., Appleton & Lange,
Connecticut, 106-23
Kumar V, Abbas AK, Fausto N., 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed.
Philadelphia, Elsevier
Budiani D.R., Mengenal Ciri-ciri Sel kanker, Sebagai Bekal Dalam Mengkaji Potensi
Chemopreventive
Suatu
Senyawa
anti
tumor,
Available
at
:
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/2009/03/16/ Diakses (20 mei 2009)
Hanahan, D., Weinberg, R.A., 2000, The Hallmarks of Cancer, Cell, 100: 57-70
Sugerman P.B, Savage, NW., 1999, Current Concept in Oral Cancer, ADJ, 44(3): 147-156
Field JK., 1995, The role of Oncogenes and Tumour-Supressor genes In The Aetiology of Oral,
Head and Neck Squamous Cell Carsinoma, J.R. Soc. Med., (88); 35-39
Robbins and Cotran, Pathologic Basis of Disease. 7th ed. WB Saunders Co. Philadelphia, 2005:
309-13
Scully, C. 1992. Oncogen, Onco-Supressor, Carcinogenesis and Oral Cancer. British Dental
Journal. 173. 53.
Sudiana I.K, 2008. Patobiologi Molekuler Kanker, Salemba medika, Jakarta, 53-9
Liotta L.A and Kohn A.C., 2003. Invasion and Metastases. In: Cancer Medicine. 2nd ed. BC
Becker Inc. London
Kresno S.B., 2002. Angiogenesis dan Metastasis dalam Onkologi., Bagian Pastologi Klinik
FKUI, Jakarta
McDonnell S, Morgan M, Lignal C. 1999. Role of matrix metalloproteinases in normal and
disease processes. Biochem Soc Trans 27:734-40
Birkedal-Hansen H, Moore W.G., Bodden M.K., Windsor L.J., Birkedal-Hansen B, DeCarlo A,
Engler JA. 1993. Matrixmetalloproteinases: a review. Crit Rev Oral Biol Med 4:197-250.
Motoharu, 2002. The cell surface: the stage for matrix metalloproteinase regulation of
migration. Current Opinion in Cell Biology 14: 624-632
Nabeshima K, Inoue T, Shimao Y, Sameshima T. 2004. Matrix metalloproteinases in tumor
invasion: Role for cell migration. J.Pathol Int. 52:255-64.
Kudo, Yasusei., et al. 2004. Invasion and Metastasis of Oral Cancer Cells Require Methylation of
E-Cadherin and/or Degradation of Membranous ß-Catenin. Clinical Cancer Research (10):
5455-5463.
John, A, Tuszynski G. 2001. The Role of Matrix Metalloproteinases in Tumor Angiogenesis and
Tumor Metastasis. Pathology Oncology Research 7(1):14-23
Stevenson, W.G., et al. 1993. Tumor Cell Interactions with Extracellular Matrix During Invasion
and Metastasis. Annu. Rev. Cell. Bio. 9:541-73.
Kähäri V.M., Saarialho-Kere U. 1999. Matrix metalloproteinases and their inhibitors in tumour
growth and invasion. Ann Med 31: 34-35
Ikebe T, et al. 1999. Gelatinolytic activity of matrix metalloproteinase in tumor tissues correlates
with the invasiveness. Clin Exp Metastasis 17:315-323.
Holsinger F.C.,. Invasion and Metastases in Head and Neck Cancer. In: Harrison et al. Head and
Neck Cancer. A Multidisciplinary Approach. 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2004: 948-62.
Kakizoe, T., 2003, Chemoprevention of Cancer Focusing on Cinical Trial, Nationa Cancer
Center, Jpn.J.Clin.Oncol., 33(9): 421-442
Chang, L.C., Kinghorn, A.D., 2001, Flavonoid as Chemopreventive Agent, Boiactive Compound
from Natural Sources, Isolation, Characterization and Biological Properties, Tailor &
Friends, New York.
Surh J.Y, Chun K.S,. 2004. Signal transduction pathways regulating cyclooxygenase-2
expression: potential molecular targets for chemoprevention. Proceedings from the 6th and
7th international conferences, Signal Transduction 2004 and Chromatin 2004, 68(6) p.10891100
Rubnitz JE.Christ WM.Molecular genetics of childhood cancer : implications for pathogenesis,
diagnosis, and treatment.pediatrics. 1997; 100 (1): 101-8
Miller RW, Young JL, Novakovic PH. Childhood cancer. Cancer. 1994; 75: 395-405.
Sayedmajidi M. squamous cell carcinoma of the tongue in a 13 year old boy. Arch. Iranian. Med.
2008; 11(3): 341-3.
Todd R, Hind PW, Munger K, Rustgi AK, Opitz OG, Sulaiman Y. Cell cycle dysregulation in
oral cancer. Crit. Rev. oral. Boil. Med. 2002; 13(1): 51-61.
Collins K, Jacks T, Pauletich N. the cell cycle on cancer. Proc. Natl. acad. Sci. 1997; 94:2776-8.
Lyons JM, Schwimer JE, Anthony CT, Thomson JL, Cundiff JD, Casey DT, et al. The role of
VEGF pathways in human physiologic and pathologic angiogenesis. J. Surg.Res. 2010;
159(1): 517-27
Heinzman JM, Brower SL, Bush JE. Comparison of angiogenesis-related factor expression in
primary tumor cultures under normal and hypoxic growth condition. Cancer cell Int. 2008:
1-9.
Chavakis E, Dimmeler S. Regulation of endothelial cell survival and apoptosis during
angiogenesis. Arterioscler. Thromb. Vasc. Biol. 2002; 22(6): 887-93
Fayette J, Soria JC Armand JP. Use of angiogenesis inhibitors in tumour treatment. Eur. J
Cancer. 2005; 41(8): 1109-16
Nor JE, Christensen J, Mooney DJ, Polverini PJ. Vascular endothelial growth factor (VEGF)mediated angiogenesis is associated with enhanced endothelial cell survival and indction of
Bcl-2 espression. Am. J. pathol. 1999; 154(2): 375-84
Pepetti M, Herman IM. Mechanism of normal and tumor-derived angiogenesis. Am J Physiol Cell
Physiol 2002; 282(5): 947-70.
Li A, Dubey S, Varney ML, Dave BJ, Singkh RKJ. IL-8 directly enhanced endothelial cell
survival, proliferation, and matrix metalloproteinases production and regulated
angiogenesis. J Immunol 2003; 170(6): 3369-76.
Konno H, Ohta M, Baba M, Suzuki S, Nakamura S. The role of circulating IL-8 and VEGF
protein in the progression of gastric cancer. Cancer Sci 2003; 94(8): 735-40.
Folkman J. Angiogenesis and apoptosis. Semin Cancer Biol 2003; 13(2): 159-67.
Ferrara N. Role of vascular endothelial growth factor in regulation of physiological angiogenesis.
Am J Physiol Cell Physiol 2001; 280(6): 1358-66.
Terman BI, Stoletov KV. VEGF and tumor angiogenesis. Einstein Quart J Biol and Med 2001;
18: 59-66.
ThippeswamyG, Salimath BP. Cricia aromatic extract indices apoptosis and inhibits angiogenesis
in ehrlich ascites tumour cells in vivo. myScience 2006;1(1): 79-92.
Gaedcke F. Herbal medicine product. New York: CRC Press. 2003.
Daley T, Mark D. Nonsquamous cell malignant tumours of the oral cavity. J Canad Dent Assoc
2003; (69); 577-82.
Henderson BE. Etiology of cancer: hormonan factors. Dalam: DeVita VD.Cancer Principles and
Principles and Practice Oncology.5th Edition. S.l.: Lippincott-Raven Publ, 1997: 219-29.
Martinez JD, Parker MT, Fultz KE, Inganteko NA, Gerner EW. Molecular biology of cancer.
Dalam: Abraham DJ. Burger’s medicinal chemistry and drugs discovery. 6th Edition.
Arizona: John Wiley & Sons 2003: 5-15.
Bertram JS. The molecular biology cancer. Mol Aspects Med 2000; 21(6): 167-223.
Valko M, Izakovic M, Mazur M, Rhodes CJ, Telser J. The role of oxygen radicals in DNA
damage and cancer incidence. Mol Cell Biochem 2004; 266(1-2): 37-56.
Lewis B, Cassimeris L, Lingappa VR, Plopper G. Cells. Boston: Jones and Bartlett Publisher
2007: 34-7.
Copstead LC, Banasik JL. Patophysiology: biological and behavioural perspectives.
Philladelphia: W.B. Saunders Company. 2000: 57-99.
Barasch A, Safford M, Eisenberg E. Oral cancer and oral effects of anticancer therapy. Mt. Sinai J
Med 1998; 6595-6): 370-7.
Ra, Sheemena PM, Sudha S, Nair RG. Squamous carciona of a tongue in 19 year old female.
Indian J Cancer 2008: 45(3): 128-30.
Usneius T, Urja J, Collan Y. Squamous cell carcinoma of the tongue in children. Cancer 1987;
60: 263-9.
Neville BW, Douglass DD, Carl MA, Jerry EB. Oral and maxillofacial pathology. 2nd Edition.
London: W.B. Saunders Company, 2002: 486-8.
Folkman J. The role of angiogenesis. Semin Oncol 2002; 29 (6): 15-8.
Auerbach R, Lewis R, Shinners B, Kubai L, Akhtar N. Angiogenesis assays: a critical overview.
Clin Chem 2003; 49(1): 32-40.
Gupta MK, Qin RY. Mechanism and its regulation of tumor-induced angiogenesis. World J
Gastroenterol 2003; 9(6): 1144-55.
Ferrara N. Pathways mediating VEGF-independent tumor angiogenesis. Cytokine Growth Factor
Rev 2010; 21(1): 21-6.
Singhal S, Vachani A, Antin-Ozerkis A, Kaiser LR, Albelda SM. Prognostic implication of cell
cycle, apoptosis, and angiogenesis biomarkers in non-small cell lung cancer: a review. Clin
Cancer Res 2005; 11: 3974-86.
Yoshida S, Ono M, Shonot T, Izumi H, Ishibashi T, Suzuki H, Kuwano M. Involvement of
interleukin-8, vascular endothelial growth factor, and basic fibroblastgrowth factorin tumor
necrosis factor alpha-dependent angiogenesis. Mol Cel Biol; 17(7): 4015-23.
List AF. Vascular endothelial growth factor signalling pathway as emerging target in hematologic
malignancies. The oncologist 2001; (6)5: 24-31.
Hoeben A, Landy B, Highley M, Wildiers H, Ooseterom ATV, Bruijn ED. Vascular endothelial
growth factor and angiogenesis. Pharmacol Rev 2004; 56: 549-80.
Gee MFW, Tsuchida R, Eichler C, Das B, Baruchel S. Vascular endothelial growth factor acts in
an autocrine manner in rhabdomysarcoma cell lines and can be inhibited with all-transretinoic acid. Oncogene 2005; 24: 8025-37.
Hicklin DJ, Ellis M. Role of vascular endothelial growth factor pathway in tumor growth and
angiogenesis. J Clin Oncol 2005; 23(5): 1011-27.
Waugh DJJ, Wilson C. The interleukin-8 pathway in cancer. Clin Cancer Res 2000; 60(10): 26325.
Sonis SE, Elting LS, Keefe D, Peterson DE, Schubert M, Hauer-Jensen M, et al. Perspective on
cancer therapy-induced mucosal injury: pathogenesis, measurement, epidemiology, and
consequences for patients. Cancer 2004; 100(9): 1999-2025.
Kamboj VP. Herbal medicine. Current Sc 2000; 78(1): 34-6.
Balunas MJ, Kinghorn AD. Drug discovery from medical plant.Life Sci 2005; 78(5): 431-41.
Rao EV. Drug discovery from plant. Curr Sci 2007; 93(8): 1060-3.
Park EJ, Pezzuto JM. Botanicals in cancer chemoprevention. Cancer Metastasis Rev2000; 21(34): 231-55.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. www.warintek.ristek.go.id/pertanian/manggis.pdf
Fessenden RJ, Fessenden JS. Kimia Organik. [penerj.]Pudjaatmaka AH. Edisi Ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1990.
Tortara G, Melisi D, Ciardiello F. Angiogenesis: a target for cancer therapy. Curr Pharm Des
2004; 10(1): 11-24.
Bancroft CC, Chen Z, Dong G, Sunwoo JB, Yeh N,Park C, et al.Coexpression of proangiogenic
factors IL-8 and VEGF by human head and neck squamous cell carcinoma involves
coactivation by MEK-MAPK and IKK-NFKB signal pathways. Clin Cancer Res 2001; 7(2):
435-42.
Sidik. Panduan ekstraksi untuk sediaan herbal. Bandung. Unpad Press, 2007.
Suryanto E, Wehentouw F, Raharjo S. Aktivitas penstabilan senyawa oksigen reaktif dari
beberapa herbal. J Obat Bahan Alam 2008;1(7): 62-8.
Malhotra S, Shakya g, Kumar A, Vanchoecke BW, Cholli AL, Raj HG, et al. Antioxidant,
antiinflamatory, and antiinvasive activities of biopolyphenolics.Arkivoc 2008; 6: 119-39.
Matsunaga N, Chikaraishi Y, Shimazawa M, Yokota S, Hara H. Vaccinium myrtillus (Bilberry)
extract reduce angiogenesis in vitro and in vivo. Evid Based Complement Alternat Med
2010; 7(1): 47-56.
Taso AS, Kim ES, Hong WK. Chemopreventive agent in cancer therapy. Cancer Lett 2004;
215(2): 129-40.
Mizukami Y, Jo WS, Duerr EM, Gala M, Li J, Zhang X, et al. Induction of interleukin-8
preserves the angiogenesis response in HIF-1alpha-deficient vcolong cancer cells. Nat Med
2005; 11(9): 992-6.
Download