BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru
mengenai ilmu pengetahuan yang dapat mempengaruhi dan mengubah manusia dan
dunianya yang berperan penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia.
Semakin maju pengetahuan semakin meningkat keinginan manusia, yang dapat
memperbudak manusia dan lebih mengerikan lagi yaitu dapat mengancam keamanan dan
kehidupan manusia. Untuk mencermati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
itulah maka perlu kehadiran filsafat ilmu untuk mengembalikan arah ilmu pengetahuan dan
teknologi kepada “rel” yang sesungguhnya. Agar umat manusia tidak diancaman
kecemasan.
Jika seseorang membaca suatu buku filsafat ilmu pengetahuan, maka substansi yang
ingin dipahami adalah apa pengertian ilmu pengetahuan, atau secara sederhana apa yang
dimaksud dengan hakikat ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan suatu hal yang penting
dalam kehidupan manusia, tanpa kita sadari telah melakukan proses berfikir dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia itu sendiri, karena manusia selalu ingin
tahu dan mencari jawaban atas masalahnya. Filsafat itu sendiri adalah sebagai kumpulan
ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia. Descartes (1590 –1650). Pentingnya
filsafat dalam kehidupan manusia bertujuan untuk mengembalikan nilai luhur suatu ilmu
agar tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Kajian filsafat terdiri dari Ontologi, Epistemilogy, dan Aksiology; Ontology merupakan
salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang
hakikat realitas yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun metafisik
(ma ba’da al-Thobi’ah) selain itu Ontology merupakan hakikat ilmu itu sendiri dan apa
hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas
dari persepektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang ada.
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang
dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat,
nyaris sebagai satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan
percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu
ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh
sebelum para pemikir Yunani mengenalnya.
Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan
dalam masyarakat yang pluralistis. Kenyataan bahwa, masyarakat itu terdiri dari beberapa
kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta
memiliki pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu.
Itu sebabnya, kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan menunjukkan pilihan
terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan
atau privat. Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata
politis (political) yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya
kepentingan. Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang
konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang
terkena kebijakan itu). Sedangkan kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian
pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang tidak
bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah.
Alasan penulis mengambil judul “Perkembangan Filsafat Administrasi, Manajemen
dan Peran Sertanya Dalam Perumusan Kebijakan Publik di Indonesia” karena adanya
pertanyaan yang menjadi teka teki berbagai refleksi filsafat dan sains, terutama di dalam
ilmu-ilmu sosial yaitu apa yang membuat suatu perubahan itu bisa berlangsung di dalam
masyarakat, terutama perubahan ke arah yang menurut masyarakat tersebut, lebih baik?
Inilah pertanyaan yang perlu diajukan, ketika kita mendapati suatu keinginan, kenyataan
dan kondisi yang berbeda-beda dengan mengaitkan antara filsafat administrasi dengan
proses pembuatan kebijakan publik di Indonesia.
2. RUMUSAN MASALAH
Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami
dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
a) Apakah yang dimaksud dengan filsafat administrasi?
b) Apakah yang dimaksud dengan filsafat manajemen?
c) Bagaimana perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu ke waktu?
d) Apa peran serta filsafat administrasi dan manajemen dalam perumusan kebijakan publik
di Indonesia?
3. TUJUAN PENULISAN
a)
Untuk mengetahui filsafat administrasi
b)
Untuk mengetahui ontologi, epistemologi, dan aksiologi administrasi
c)
Untuk mengetahui filsafat manajemen
d)
Untuk mengetahui ontologi, epistemologi, dan aksiologi manajemen
e)
Untuk mengetahui perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu ke waktu
f)
Untuk mengetahui hubungan filsafat administrasi dan manajemen dengan perumusan
keijakan publik
g)
Mengajarkan mahasiswa cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filsafat
Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan “Sophie”, “Philos”
biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. “Sophia” dapat diartikan
kebijaksanaan. Jadi “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan. Menjadi “bijaksana berarti
mendalami hakekat sesuatu. Kata “philosopos” diciptakan untuk menekankan sesuatu
pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496 SM) dan plato (4286-328 SM) yang
mengkritik para “sofis” yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban atas semua
pertanyaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha
mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam – dalamnya, baik mengenai hakekat adanya
sesuatu itu, fungsi, ciri – cirinya, kegunaannya, masalah – masalahnya serta pemecahan –
pemecahan terhadap masalah masalah itu.
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman
tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam
filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut :
a) Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa
pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting.
b)
Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para
ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi.
c)
Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu
dianalisis dan diklasifikasikan.
d)
Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology).
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a)
Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan
ke luar dari kegiatan ilmiah.
b) Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan
hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan
ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988).
2.
Filsafat Administrasi
Administrasi (dalam Sondang; 1991, 3), didefinisikan sebagai “keseluruhan proses
kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Ada beberapa hal yang
terkandung dalam devinisi di atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses
yang diketahui hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua, administrasi
mempunyai unsur – unsur tertentu, yaitu: adanya dua manusia atau lebih adanya tujuan
yang hendak dicapai, adanya tugas atau tugas – tugas yang harus dilaksanakan, adanya
peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas – tugas itu kedalam golongan
peralatan dan perlengkapan termasuk pula waktu, tempat, peralatan, materi serta
perlengkapan lainnya. Ketiga, bahwa administrasi sebagai proses kerjasama bukan
merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama – sama bukan merupakan hal yan
baru peradaban manusia. Tegasnya, administrasi sebagai “seni” merupakan suatu social
phenomenon (perwujudan, kejadian, dan gejala natural).
Administrasi sebagai proses. Suatu proses adalah suatu yang permulaannya diketahui
akan tetapi akhirnya tidak diketahui. Dengan demikian proses administrasi adalah suatu
proses pelaksanaan kegiatan – kegiatan tertentu yang dimulai sejak adanya dua orang yang
bersepakat untuk bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Tentang unsur – unsur administrasi. Unsur – unsur (bagian – bagian yang mutlak) dari
Administrasi adalah: (1) Dua orang manusia atau lebih, (2) Tujuan, (3) Tugas yang hendak
dilaksanakan, (4) Peralatan dan Perlengkapan. Mengenai unsur manusia, asumsi penulis
ialah bahwa seseorang tidak dapat “bekerja sama” dengan dirinya sendiri. Karena itu harus
ada orang lain yag secara sukarela atau dengan cara lain diajak turut serta dalam proses
kerjasama itu.
Sedikit tentang tujuan. Terlalu sering orang beranggapan bahwa tujuan dari proses
administrasi harus selalu ditentukan oleh orang – orang yang bersangkutan langsung dengan
proses itu. Hal ini menurut pendapat penulis tidak benar. Tujuan yang hendak dicapai dapat
ditentukan oleh semua orang yang langsung terlibat dalam proses administrasi itu. Tujuan
dapat pula ditentukan oleh hanya sebagian dan mungkin hanya seseorang dari mereka yang
terlibat. Akan tetapi tidak mungkin juga apabila yang menentukan tujuan adalah pihak luar.
Tugas dan pelaksanaannya. Berbicara mengenai tugas yang hendak dilaksanakan,
sering pula orang beranggapan bahwa proses administrasi baru timbul apabila ada
kerjasama. Tidak demikian halnya. Dengan perkataan lain, kerjasama bukan merupakan
unsur administrasi. Meskipun demikian perlu ditekankan bahwa pencapaian tujuan akan
lebih efisien dan ekonomis apabila semua orang yang terlibat mau bekerjasama satu sama
lain. Akan tetapi kerjasama pun misalnya dalam hal dipaksakan, proses administrasi dapat
terjadi, karena dengan paksaan proses administrasi dapat timbul. Kerjasama dalam
administrasi dapat digolongkan kepada dua golongan, yaitu kerjasama yang ikhlas dan
sukarela (voluntary cooperation) , dan kerjasama yang dipaksakan (compulsory atau
antagonistic cooperation).
Peralatan dan perlengkapan. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam
suatu proses administrasi tergantung dari berbagai faktor seperti: (1) jumlah orang yang
terlibat dalam proses itu, (2) sifat tujuan yang hendak dicapai, (3 ruang lingkup serta aneka
ragamnya tugas yang hendak dijalankan, dan (4) sifat kerjasama yang dapat diciptakan dan
dikembangkan. Barangkali secara “aksiomatis” dapat dikatakan bahwa semakin sedikit
jumlah orang yang terlibat, semakin sederhana tujuan yang hendak dilaksanakan, semakin
sederhana pula peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
2.1 Ontologi Ilmu Administrasi
A.
Konsep Ontologi Administrasi
Ontologi dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa yunani ‘on’ berarti ada dan
‘ontos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti pemikiran (dikutip oleh Suparlan
suhartono : Lorens Bagus 2000). Permasalahan utama dalam ontology ilmu adalah apa
bangunan dasar (fundamental structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan
sesuatu itu disebut ilmiah. (Muslih Muhamad:36:2004) Jadi ontology adalah pemikiran
tentang yang ada dan keberadaannya.
Ontologi merupakan bagian mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun ditinjau
dari segi historisnya, karena kelahiran atau keberadaan ontologi tidak lepas dari peran
filsafat. Sebaliknya pula perkembangan ontologi memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi
berasal dari bahasa yunani, yang terdiri atas dua kata, ontos artinya ada dan logos artinya
ilmu. Jadi secara etimologis, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang yang ada.
Pemikiran ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari pembuktian, atau dengan
kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar mendalam sampai kepada akar
permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja serta
relatif fundamental kandungan kebenarannya.
Kedudukan Ontologi Administrasi
Ontologi ilmu administrasi orientasi penyelidikannya adalah yang berhhubungan dengan
yang ada.
Metode Ontologi Administrasi
Ontologi ilmu administrasi bergerak antara dua sisi pandang, yaitu pengalaman akan
kenyataan konkret di satu pihak dan pengertian “mengada” dari pernyataan abstrak. Dalam
refleksi ontologi ilmu administrasi kedua sisi pandang itu saling memperkuat dalam
melakukan suatu kegiatan penjelasan dalam konteks pembenaran pemaknaan administrasi,
baik sebagai ilmu maupun sebagai kegiatan, atau sebagai lapangan pekerjaan manusia.
Potensi Ontologi administrasi
Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu administrasi adalah
pemikiran manusia terhadap isi dunia ini.
Normatif Ontologi Administrasi
Kebenaran hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara transidental dan
empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama. Kebenaran adalah
keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau
pemahaman terhadap ontologi ilmu administrasi, dan kedua,
kebaikan adalah
keharmonisan dalm hal penilaian dan pilihan nilau terhadap ontologi ilmu administrasi.
Kebenaran dan kebaikan, baik bermakna transidental maupun bermakna empirikal,
bukanlah sifat-sifat tambahan dan bilaporitas melainkan suatu proses penghayatan dan
pengalaman secara harmonis dalam stuktur pemberian pengertian dan pemahaman, serta
penilaian terhadap kandungan ontologi ilmu administrasi sebagai salah satu ilmu sosial yang
menghendaki wawasan pemikiran secara universal.
B.
Positivisme Administrasi
Banyak jenis aliran ontologi ilmu administrasi atau filsafat administrasi. Diantaranya adalah
aliran yang disebut dengan positivisme yang memposisikan kajiannya adalah pemikiran atau
tindakan positif, terutama yang berkaitan tentang administrasi, baik dipandang sebagai ilmu
maupun dipandang sebagai profesi atau lapangan kerja. Aliran lain dalam kaitan ontologi
ilmu administrasi adalah rasionalisme, yaitu suatu aliran yang mengutamakan pemikiran
rasional di bidang administrasi, baik secara keilmuan maupun secara keprofesionalannya.
C. Rasionalisme Administrasi
Rasio atau akal hanya dimiliki oleh manusia yang sempurna, melainkan kecakapan yang
dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang dibutuhkan dan secara bebas pula untuk
mengubah sesuatu berdasarkan keinginan bagi manusia yang bersangkutan.Akal
sesungguhnya berfungsi untuk mengoperasionalkan otak dalam rangka mencari kebenaran,
sesuai dengan pemaknaan yang terkandung dalam materi ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.
Kekurangan yang paling menonjol dari studi-studi di bidang ilmu administrasi adalah
kegaagalan mereka untuk sampai kepada pemahaman yang benar tentang pemikiran
administrasi.
Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan dibidang administrasi. Skematis pemikiran ontologi manusia yang beraliran
rasionalisme di bidang ilmu administrasi dapat digambarkan sebagai berikut.
2.2 Epistemologi Ilmu Administrasi
A. Kajian Epistemologi Administrasi
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan kodrat
atau skop jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Sasaran utama ilmu atau
content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana
sesuatu itu datang.
Pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia merupakan kajian
epistemologi dalam usaha pengayaan manusia dibidang ilmu pengetahuan, antara lain ilmu
administrasi, baik yang berkaitan tentang etika, estetikanya, maupun cara atau prosedur
memperolehnya.
Ilmu penegatahuan dibidang administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau
content, bentuk atau form, serta objek formal dan materialnya, secara epistemologi, ilmu
administrasi cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan
pemahaman intelektual seseorang. Pemahaman intelektual seseorang pada ilmu
administrasi utamanya adalah logika sebagai pengetahuan yang mempelajari segenap asaa,
aturan, dan tata cara penalaran dari suatu objek yang dipikirkan dengan benar.
B.
Objektivisme Administrasi
Pemikiran dan argumentasi ilmuan administrasi berpangkal dari premis hingga kesimpulan,
tetapi ada perbedaan cara menghasilkan pangkal pikir dari ilmuan yang satu dengan yang
lainnya. Perbedaan fokus pangkal, ada yang mengawali dari pangkal pikir deduksi, induksi,
dan ada pula memulai dari abduksi.
Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori
(kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan tidak relatif, sedangkan kebenaran
realita yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang
dalam hakikat aposteriori.
Secara kronologis, perkembangan kecerdasan berfikir administrasi berlangsung dalam tiga
tahap.
1.
Tahap sensasi (pengindraan)
2.
Tahap perseptual (pemahaman)
3.
Tahap konseptual (pengertian).
Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari dua pandang.
Dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian secara
detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang mempelajari
ilmu administrasi.
Dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki ruang lingkup kajian
dengan metode yang jelas.
C. Skeptisisme Administrasi
Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamanya
diletakan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian
filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada:
Pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran
dantindakan administrasi;
Melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi;
Menetukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang
administrasi;
Melakukan penyelidikan tentang kondisi akibat dari pengandaian atau pernyataan yang
diajukan berbagai pemikir ilmu lainnya;
Administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa
yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat.
Manusia yang terjerumus kedalam keadaan menyedihkan dianggap sebagai anomali
epistemologi , yaitu keadaan manusia yang mengkhawatirkan apakah tidak seutuhnya
menyeleweng dari nilai-nilai kebenaran administrasi itu sendiri.
Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak
terpenuhinya sesuatu yang diinginkan. Secara epistemologi, dasar keraguan manuisa itu
sesungguhnya berada dalam keterbatasan karena memang manusia terbatas sebagaimana
keberadaannya.
2.3 Aksiologi Ilmu Administrasi
A.
Konsep Aksiologi Administrasi
Landasan tataran aksiologi ilmu adminitrasi, yaitu bagaimana ilmu administrasi digunakan
sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Aksiologi ilmu administrasi
merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu, maka tidak heran begitu banyak pertanyaan
yang dapat dimunculkan karena memang filsafat mencari hakikat kandungan makna yang
mendalam.
Pemanfaatan pengetahuan di bidang ilmu administrasi merupakan faktor penting dalam
pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku dalam beraktivitas, dan
penetapan keputusan tindakan manusia.
Ada dua jenis pengaturan dan keteraturan dalam aksiologi ilmu administrasi.
a. Pengaturan dan keteraturan berfikir secara rasional.
b. Pengaturan dan keteraturan dalam bertindak merealisasikan kebahagiaan dan
kesejahteraan kehidupan manusia.
Aksiologi ilmu administrasi adalah rangka pemanfaatan, atau dengan kata lain, penerapan
ilmu administrasi yang teratur dan produktif.
Tanda-tanda ilmuan administrasi di era moderalisasi deewasa ini dapat dicatat sebagai
berikut:
1. Tindakan Rasionalitas
2. Menonjolnya pemikiran yang berlawanan dengan sifat ilmiah
3. Otomatisasi semakin kuat
4. Sifat universal
5. Otonomi keilmuan
B.
Kebenaran Ilmu Administrasi
Ada pandangan sebagian ilmuan administrasi yang menyebutkan bahwa hanya sebagian
kecil kebenaran administrasi yang dapat dilaksankan, dan sebagian besar kebenaran
diabaikan dalam praktik administrasi. Ruang lingkup kebenaran ilmu administrasi.
Kebenaran Asal Mula, Dikatakan bahwa asal mula kebenaran ilmu administrasi adalah dari
pengetahuan yang telah dikompilasi dalam suatu integrasi pemikiran manusia.
Kebenaran mengungkap.
Kebenaran memandang.
Kebenaran bentuk.
Kebenaran isi.
Kebenaran konsep, pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan teknologi administrasi
pada dunia profesional dengan dunia keilmuan sangagt berbeda.
Kebenaran Teori, ilmu dan administrasi bersumber dari teori, kemudian ilmu dan teknologi
administrasi melahirkan teori. Skematis teori.
C.
Metode Mencari Kebenaran
Dalam pencarian kebenaran keilmuan dewasa ini, metode yang paling banyak digunakan
adalah penelitian (research) dalam dunia sasarannya terdiri atas dua jenis. Yaitu:
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diistilahkan penelitian ilmiah
(scientific research).
Penelitian untuk ketapan pelaksanaan sesuatu profesi.
Metode adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil,
dengan mempertimbangkan risiko terkecil. Jadi metode penelitian ilmu dan teknologi
administrasi adalah suaut cara berfikir atau bertindak untuk mencari kebenaran ilmu
pengetahuan di bidang administrasi, dengan mempertimbangkan manfaat seluruh sumber
daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
Secara umum, tujuan penelitian ilmu dan teknologi administrasi terdiri dari tiga macam:
1. Bertujuan untuk menemukan teori baru dalam ilmu dan teknologi administrasi.
2. Bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang dikandung teori-teori dalam ilmu dan
teknologi administrasi.
3. Bertujuan untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu dan teknologi administrasi.
D. Paradigma Administrasi
Administrasi senantiasa dihadapkan pada berbagai bantahan dan wajib memberikan
penjelasan tentang nilai kebenaran, sesuai dengan prinsip-prinsip umum empiris. Fokus
utama ilmu administrasi adalah persoalan tentang manusia, terutama yang berkaitan
dengan pengaturan dan keteraturan dalam rangka peningkatan kebahagiaan dan
kesejahteraan manusia itu sendiri.
Paradigma adalah suatu pandangan yang disepakati dari seluruh anggota organisasi, jika
paradigmanya organisasi. Paradigma administrasi merupakan suatu teori dasar, yang juga
sering diistilahkan ontologi, dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai
kebenaran, konsep, dan metodologi, serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.
Paradigma atau pandangan lama tentang ilmu dan teknologi administrasi adalah nilai
kebenaran yang mulai tergeser pemaknaannya dari persepsi berbagai kalangan ilmu
administrasi itu sendiri, dimana dalam kondisi semacam itu para ilmuan saling
mempertahankan pendapat dan pola pikirnya serta menganggap bahwa pendapat atau pola
pikirnya yang paling benar.
Paradigma baru adalah suatu kondisi atau proses perkembangan ilmu dan teknologi
administrasi, di mana para ilmuan telah melahirkan kesepakatan yang meneytujui
pergeseran kebenaran lama menjadi kebnaran baru dari makna ilmu dan teknologi
administrasi.
Dalam perkenmbangan paradigma administrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Nicholas
Henry, terbagi atas lima perkembangan paradigma administrasi, yaitu:
1. Dikotonomi politik dan administrasi;
2. Prinsip-prinsip administrasi;
3. Administrasi negara sebagai ilmu politik;
4. Administrasi negara;
5. Administrasi negara sebagai administrasi negara.
Menurut Frederickson perkemabngan paradigma administrasi sebagai berikut:
1. Birokrasi Klasik;
2. Birokrasi Neo Klasik;
3. Kelembagaan;
4. Hubungan kemanusiaan;
5. Pilihan publik;
6. Administrasi negara baru.
3. Filsafat Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa inggris “management” yang berasal dari kata dasar
“manage”. Definisi manage menurut kamus oxford adalah “to be in charge or make
decisions in a business or an organization” (memimpin atau membuat keputusan di
perusahaan atau organisasi). Dan definisi management menurut kamus oxford adalah “the
control and making of decisions in a business or similar organization” (pengendalian dan
pembuatan keputusan di perusahaan atau organisasi sejenis).
Menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya
manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Filsafat manajemen menurut Frederick Winslow Taylor yaitu manajer akan lebih banyak
bertanggung iawab dalam perencanaan dan pengendalian serta dalam menafsirkan
kepandaian-kepandaian para pekerja dan mesin-mesin menurut aturan-aturan hukumhukum dan formula-formula, sehingga dengan jalan demikian akan membantu pekerjapekerja melakukan pekerjaannya dengan biaya yang rendah bagi majikan dan penghasilan
yang lebih besar bagi buruh. Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan
kepercayaan yang memberikan dasar atau basis yang luas untuk menentukan pemecahan
terhadap masalah-masalah manajer.
Manajemen diperlukan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Agar manajemen yang dilakukan mengarah kepada kegiatan secara
efektif dan efisien, maka manajemen perlu dijelaskan berdasarkan fungsi – fungsinya atau
dikenal sebagai fungsi manajemen.
3.1 Ontologi Manajemen
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika itu pertama kali
dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum Masehi. Artinya
adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau
kerangka penjelasan yang menerobos melampaui pemikiran biasa yang memang sangat
terbatas atau kurang memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki
kakikat apa yang ada dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berati ilmu hakikat. Ontologi pun
berarti ilmu hakikat.
Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu Manajemen adalah siapa yang membutuhkan
manajemen?. Pertanyaan ini sering dijawab perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian
tetapi tidak lengkap karena manajemen juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang
diorganisasi dan dalam semua tipe organiasasi. Dalam pratik menajemen dibutuhkan
dimana saja orang-orang bekeja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Dilain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi anggota dari
beberapa macam organisasi, seperti organisasi sekolah, perkumpulan olah raga, kelompok
musik, militer atau pun organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini mempunyai
persamaan dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam beberapa hal,
seperti contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah dikelola secara lebih
formal dibanding kelompok musik atau rukun tetangga. Persamaan ini tercermin pada
fungsi-fungsi manejerial yang dijalankan.
3.2 Epistemologi Manajemen
Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 dalam
bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut sarjana tersebut ada dua cabang
dalam filsafat, ialah: epistemologi dan ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani
episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu
nyang dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya,
dan validitasnya.
Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam kaitannya dengan
sejumlah disiplin ilmu yang bisa ”kerja sama” seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lainlain. Namun ruang lingkup itu mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat
lingkup yang khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada
disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya. Di
antara spesialisasi itu adalah :
a. Manajeman pendidikan
b. Manajeman sumberdaya manusia
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya
Semula epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang mendasar mengenai
pengetahuan (very possibility of knowledge). Apakah pengetahuan yang paling murni dapat
dicapai.
Permasalahan epistemologi di ilmu manajemen berkisar pada ihwal proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa
yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut
kebenaran dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu.
Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut di manajemen
sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri. Prosedur dengan
pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku untuk menelaah manajemen.
Cara pencarian kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian.
Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuannya. Penyaluran
sampai taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan
bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian
adalah suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara
terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan.
Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu : pelaksanaannya yang metodis
harus mencapai suatu keseluruhan yang logik dan koheren. Artinya dituntut adanya sistem
dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya adalah
universalitas. Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas. Setiap penelitian ilmiah
harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya
berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian ilmiah dijamin objektivitasya, tuntutan
intersubjektivias perlu dipenuhi.
3.3 Aksiologi Manajemen
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga ’mempunyai nilai’,
dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran Sebagai suatu istilah, aksiologi mempunyai
arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih.
Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan mengenai
bentuk atau ide (ide tentang kebaikan).
Permasalahan aksiologi ilmu manajemen (1) sifat nilai, (2) tipe nilai, (3) kriteria nilai, dan (4)
status metafisika nilai. Masing-masing dicoba untuk dijelaskan dengan ringkas sebagai
berikut.
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat,
kesenangan, kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, serta persepsi mental yang
erat sebagai pertalian antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau
menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen
berkecimpung tentunya dilandasi dengan hasrat untuk mendapatkan kepuasan.
Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai intrinsik dan ada nilai instrumental. Nilai
intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat pada diri sesuatu sebagai bobot
martabat diri (prized for their own sake). Yang tergolong ke dalam nilai instrinsik adalah
kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah
nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik.
Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan manajemen sebagai profesi. Banyak usaha
yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan manajemen sebagai profesi, kriteria-kriteria
untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:
1). Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya
pendidikan kursus-kursusan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada
pinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan
2). Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja
tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya
3). Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk
mereka yang menjadi klienya.
Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui
perkembangan yang mencolok program-program latihan manajemen di Universitasuniversitas ataupun lambaga-lembaga manajemen swasta dan melalui pengembangan para
eksekutif organisasi atau perusahaan.
Download