talenta musik - Momentum Christian Literature

advertisement
KARUNIA MUSIK
Para Komponis Besar
dan Pengaruh Mereka
Jane Stuart Smith
Betty Carlson
Penerbit Momentum
2003
Copyright © momentum.or.id
Karunia Musik: Para Komponis Besar dan Pengaruh Mereka
(The Gift of Music: Great Composers and Their Influence)
Oleh: Jane Stuart Smith & Betty Carlson
Penerjemah: Ellen Hanafi
Editor: Selena Wijaya
Tata Letak: DJeffry
Desain Sampul: Ricky Setiawan
Editor Umum: Solomon Yo
The Gift of Music
Copyright © 1978 by J. S. Smith & B. Carlson
Published by Crossway Books
A division of Good News Publishers
Wheaton, Illinois 60187, U.S.A.
This edition published by arrangement
with Good News Publishers
All rights reserved.
Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada
Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia.
Copyright © 2001
Telp.:+62-31-5472422; Faks.:+62-31-5459275
e-mail: [email protected]
Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Smith, Jane Stuart dan Betty Carlson.
Karunia musik: para komponis besar dan pengaruh mereka/Jane Stuart Smith
& Betty Carlson – terj. Ellen Hanafi – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2003.
xvi+ 465 hlm.; 15,5 cm.
ISBN 979-8131-35-5
1. Komponis-komponis – Biografi.
2003
2. Musik – Aspek-aspek Religius.
780’.92’2—dc20
Cetakan pertama: Juli 2003
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara
apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai
satu bab.
Copyright © momentum.or.id
DAFTAR ISI
PRAKATA PENERBIT
PRAKATA
PRELUDE EDISI KETIGA
INTRODUKSI: Mazmur dalam Sejarah Musik Barat
1
SCHÜTZ
1585-1672
2
VIVALDI
1678-1741
3
BACH
1685-1750
4
HANDEL
1685-1759
5
HAYDN
1732-1809
6
MOZART
1756-1791
7
BEETHOVEN
1770-1827
8
ROSSINI
1792-1868
9
SCHUBERT
1797-1828
10
KELUARGA STRAUSS
Abad ke-19
11
BERLIOZ
1803-1869
12
MENDELSSOHN
1809-1847
13
CHOPIN
1810-1849
14
ROBERT SCHUMANN
1810-1856
CLARA SCHUMANN
1819-1896
15
LISZT
1811-1886
16
WAGNER
1813-1883
17
VERDI
1813-1901
18
BRUCKNER
1824-1896
19
BRAHMS
1833-1897
20
SAINT-SAËNS
1835-1921
21
TCHAIKOVSKY
1840-1893
Copyright © momentum.or.id
IX
XI
XIII
1
9
17
25
39
53
61
73
87
97
109
117
127
135
145
155
163
175
187
197
207
215
viii
KARUNIA MUSIK
DVORAK
1841-1904
FAURÉ 1845-1924
PUCCINI
1858-1924
MAHLER
1860-1911
DEBUSSY
1862-1918
DELIUS
1862-1934
RICHARD STRAUSS
1864-1949
SIBELIUS
1865-1957
JOPLIN
1868-1917
VAUGHAN WILLIAMS
1872-1958
BRITTEN
913-1976
32
RACHMANINOFF
1873-1943
33
SCHOENBERG
1874-1951
34
IVES
1874-1954
35
RAVEL
1875-1937
36
FALLA
1876-1946
ALBÉNIZ
1860-1909
GRANADOS
1867-1916
37
BARTÓK
1881-1945
38
STRAVINSKY
1882-1971
39
PROKOFIEV
1891-1953
40
GERSHWIN
1898-1937
41
POULENC
1899-1963
42
SHOSTAKOVIC
1906-1975
43
PENGARUH SHAKESPEARE TERHADAP
PARA KOMPONIS BESAR
44
LAGU-LAGU NATAL
POSTLUDE
TENTANG PENULIS
MUSIK DALAM PERJALANAN SEJARAH DAN SENI (bagan)
BIBLIOGRAFI
GLOSARIUM
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Copyright © momentum.or.id
225
235
243
253
265
275
287
295
305
315
323
327
339
353
365
375
381
383
385
393
403
413
421
431
439
447
453
457
459
461
463
PRAKATA
A
da hal-hal dalam kekristenan yang membuat kita bersedih
hati. Salah satunya adalah bagi banyak orang Kristen musik
klasik itu sama sekali tidak dikenal. Hal ini menyebabkan
orang Kristen dan anak-anak mereka kehilangan salah satu segi kehidupan
yang paling melimpah dengan sukacita. Lagi pula, pengabaian musik klasik
memisahkan orang Kristen dari banyak orang dengan siapa mereka sebetulnya ingin berkomunikasi, dan ini menjadi penghalang dalam berkomunikasi.
Tetapi kesedihan utama dari sedikitnya pengetahuan tentang musik klasik
terletak pada kehilangan yang dialami orang Kristen dalam salah satu bidang
keyakinan hidup.
Dalam buku ini ada banyak sekali detail yang berkaitan dengan musik
klasik yang mungkin sama sekali belum pernah terbayangkan oleh banyak
orang Kristen. Dan mereka yang sudah tahu sesuatu tentang musik klasik
pasti akan mendapat detail tambahan yang akan membuat mereka semakin
menikmati musik klasik. Saya sungguh berharap bahwa buku ini dapat membangkitkan minat pada musik klasik di antara banyak orang Kristen. Seseorang tidak harus menjadi ahli bila ingin mulai menikmati musik semacam
ini. Saya ingat apa yang membuka pintu bagi masuknya musik klasik dalam
masa muda saya, yaitu ketika tiba-tiba saya mendengar 1812 Overture. Meski jauh berbeda dengan musik kegemaran saya sekarang, daya dinamis musik itu memikat saya, dan sejak saat itu saya beralih dari satu komponis ke
komponis lain dengan minat yang semakin bertambah. Musik telah menjadi
sumber kenikmatan yang limpah dalam hidup saya.
Tentu saja selera setiap orang berbeda. Dalam menulis buku, orangorang yang tertarik pada musik klasik akan memilih komponis-komponis
Copyright © momentum.or.id
xii
KARUNIA MUSIK
yang berbeda dan kumpulan karya para komponis yang berbeda pula untuk
dibicarakan. Seperti halnya di semua diskusi dalam bidang seni, selalu muncul pendapat-pendapat yang berlainan. Hal ini tak dapat dielakkan dalam
bidang seni dan barangkali terutama dalam bidang musik. Di sisi lain, saya
rasa setiap orang akan mendapatkan wawasan yang membangkitkan semangat dan pemikiran-pemikiran baru.
Betty Carlson datang kepada kami saat kami tinggal di Champéry. Ia
menjadi seorang Kristen di Pondok Bijou di sana. Lalu ia membeli Pondok
Chesalet di Huémoz, dan sejak saat itu telah menjadi bagian dalam masyarakat di sana. Ia bekerja di L’Abri.
Jane Stuart Smith adalah seorang penyanyi opera yang sedang belajar di
Milan tatkala pertama kali mengunjungi kami setelah L’Abri berdiri di
Huémoz. Ia menjadi seorang Kristen di tempat ini dan membuka pintu pertama bagi kami untuk bekerja di tengah para musisi di Milan. Akhirnya kami
mengadakan kelas Pendalaman Alkitab di sana. Lalu ia menjadi pekerja di
L’Abri dan kemudian menjadi anggota L’Abri hingga sekarang.
Pondok Chesalet telah menjadi tempat bernaung bagi sangat banyak
orang yang tinggal di L’Abri selama bertahun-tahun. Kini orang-orang dari
seluruh penjuru dunia memahami sesuatu tentang musik klasik dan sangat
menikmatinya oleh karena waktu yang mereka habiskan di Pondok Chesalet.
Mereka mendapatkan manfaat dari diskusi-diskusi tentang musik dan dari
kumpulan besar musik klasik yang tersedia di sana. Jane Stuart Smith telah
memberi kontribusi yang sangat khusus pada L’Abri, dan kami harap buku
ini dapat membukakan pintu menuju kekuatan hidup yang baru dalam
bidang musik bagi banyak orang Kristen.
⎯Francis A. Schaeffer
Copyright © momentum.or.id
1
HEINRICH SCHÜTZ
1585-1672
Ketetapan-ketetapan-Mu adalah nyanyian mazmur bagiku
di rumah yang kudiami sebagai orang asing.
Mazmur 119:54
B
ayangkan dua kelompok paduan suara, enam solois, dua
biola, dan satu organ yang berpadu menjadi satu untuk menghadirkan kisah pertobatan Paulus. Mula-mula dari satu sisi
panggung Anda mendengar para penyanyi solo bersuara bas dengan nada
rendah bertanya, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Segera para penyanyi solo bersuara tenor, alto, dan sopran bergabung di dalamnya. Ritme dipercepat dengan disela kadens-kadens [jalur akor dalam urutan
tertentu yang memberikan efek berakhirnya sebuah lagu]. Paduan suara
menjawab pertanyaan yang disuarakan para penyanyi solo, dengan menaikkan volume suara sampai mencapai klimaks yang fortissimo [sangat keras],
dan akhirnya suara pun semakin menurun hingga tinggal terdengar efek
gema yang dibawakan oleh penyanyi sopran.
Apakah yang baru Anda dengar tadi adalah suatu panggilan supranatural?
Tidak. Itu merupakan salah satu karya yang mengesankan dari Heinrich
Schütz, yang namanya tidak begitu dikenal secara luas. Mahasiswa Jerman
yang mengambil jurusan hukum namun kemudian beralih menjadi komponis
ini belajar musik di Italia di mana suara musik Barok mengobarkan imaji-
Copyright © momentum.or.id
10
KARUNIA MUSIK
nasinya. Ia pulang ke kampung halaman untuk menerapkan gaya pengungkapan kata-kata metode Italia dalam teks Jerman. Ia mengembangkan tatacara melukiskan teks Alkitab dengan gaya bebas dan ia pun muncul sebagai
salah satu musisi jenius yang kreatif dalam sejarah musik.
Sering kali kita tidak menyadari betapa besar pengaruh seseorang di
masa lalu terhadap apa yang kita nikmati saat ini. Murid-murid Schütz yang
banyak membantu menyebarkan pengaruh gurunya itu, bahkan kepada Bach
yang menjadi murid salah satu dari mereka. Seandainya Schoenberg atau
Cage mendahului Bach dan bukan Schütz, kita mungkin tidak akan pernah
mengenal Bach yang kini berada di jajaran para komponis terbesar dunia dan
sang maestro kantata gereja.
Kita perlu berhati-hati untuk tidak lupa pada sejarah atau akar budaya
kita. Dengan mengolah sesuatu yang lama, seseorang akan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap sesuatu yang baru. Banyak musik yang kita
dengar saat ini adalah seperti sampah, tetapi kita tetap tidak dapat menghapuskan semua musik modern. Kita perlu penjelasan yang cukup untuk
memahami mengapa musik itu menjadi seperti itu. Kita harus ingat bahwa
ujian waktu sering kali diperlukan. Musik yang agung akan bertahan hingga
kapan pun. Heinrich Schütz adalah salah satu komponis yang musiknya bertahan.
Schütz dianggap sebagai komponis Jerman terbesar pada pertengahan
abad ke-17 dan merupakan salah seorang tokoh musik terpenting pada awal
zaman Barok. Ia menjadi termasyhur sepanjang hidupnya, tetapi juga mengalami kehidupan yang sunyi yang dipenuhi dengan kesulitan dan penderitaan, yang sebagian disebabkan karena pecahnya perang. Selain mewariskan
musiknya kepada kita, Schütz juga mempunyai pesan yang disampaikannya
melalui teladan hidupnya.
Semuanya bermula pada tahun 1585. Schütz dilahirkan pada zaman
Shakespeare dan Cervantes, masa terjadinya perselisihan religius yang mencapai puncaknya dalam Perang Tiga Puluh Tahun. Seperti komponis terkenal
lainnya, antara lain Bach, Haydn, dan Schubert, ia mengawali kariernya dengan suaranya yang tinggi dan bagus. Saat itu ia mulai belajar hukum, tetapi
seorang bangsawan yang mengetahui kemampuan dan hasrat Schütz yang
besar untuk mendapatkan pengetahuan mengirimnya ke Venesia untuk belajar musik pada tahun 1609.
Copyright © momentum.or.id
Heinrich Schütz
11
Venesia, “Ratu Laut Adriatik,” dengan danaunya, sinar mataharinya
yang hangat, dan kilauan warnanya yang indah, merupakan keunikan yang
dimiliki dunia. Venesia terdiri atas 118 pulau kecil dan dipisahkan dengan
160 kanal yang menjadi jalan-jalannya. Pulau-pulau kecil itu dihubungkan
dengan 400 jembatan. Pada masa Schütz, Venesia merupakan ibukota spiritual dalam dunia seni dan musik. Pesona cahaya, air, dan udaranya masih terasa menghipnotis hingga sekarang. Pantulan-pantulannya yang misterius
dan tenang menggugah perasaan, dan sampan khas Venesia masih tetap berlayar di kanal-kanalnya.
Setibanya di sana, Heinrich Schütz disambut dengan sangat baik oleh
Giovanni Gabrieli (sekitar 1555-1612), komponis Venesia terkenal waktu
itu. Schütz yang lembut, rendah hati, dan memiliki kemauan belajar itu
diundang untuk tinggal di rumah Gabrieli. Persahabatan yang akrab mulai
tumbuh di antara guru dan murid tersebut, dan selama empat tahun Schütz
dibina oleh Gabrieli yang agung dalam “gaya musik Italia yang sangat
indah.” Gaya itu menjadi dasar utama yang dipakai para komponis Jerman
dalam menggubah musik.
Gabrieli disebut “musical Titian” dari Venesia. Musiknya cemerlang
dan memiliki kekuatan, dan hanya sedikit komponis yang pernah mencapai
kebesaran dan kehebatan seperti itu dalam nada-nada musiknya. Sebenarnya
Gabrieli dianggap telah meletakkan dasar bagi orkestra modern. Kadangkala
ia menempatkan sebanyak empat (atau lebih) kelompok alat-alat musik dan
paduan suara lengkap di balkon Katedral St. Mark, sehingga menghasilkan
suara musik Barok yang besar sekali.
Basilika yang agung ini dengan istana Byzantiumnya, kuda-kudanya
yang berwarna coklat kemerahan, gambar-gambar mosaiknya yang berwarna
keemasan yang cerah, dan interiornya yang luas bermandikan cahaya keemasan yang kehijau-hijauan, merupakan pusat budaya musik Venesia yang
pengaruhnya mencapai seluruh Eropa. Konsep memberi jeda dan efek gema
merupakan unsur kunci dalam musik Barok, dan gaya itu dikembangkan di
Katedral St. Mark. “Sonata Piano e Forte” dari Gabrieli merupakan partitur
pertama yang menunjukkan perubahan dinamika [tingkatan kuat lemahnya
dalam cara permainan karya musik].
Sudah menjadi tradisi, orang-orang Eropa yang berpikiran kreatif mengejar pendidikan akhir di Italia. Robert Browning mengatakan bahwa Italia
Copyright © momentum.or.id
12
KARUNIA MUSIK
adalah “universitasnya,” dan memang Italia dari dulu hingga sekarang menjadi universitas bagi banyak seniman. Sebagian mahasiswa yang singgah di
L’Abri Fellowship di Swis berasal dari Florence atau Venesia atau sedang
akan ke sana. Dengan cara yang sama seperti pelukis besar Dürer yang membawa gaya Renaisans dari Venesia ke Eropa bagian utara, demikian pula
musik Schütz menunjukkan pengaruh lembut dari Italia.
Schütz menuntut ilmu di Italia selama empat tahun, dan saat Gabrieli
meninggal dunia pada tahun 1612, Schütz kembali ke Jerman. Gabrieli meninggalkan cincin cap miliknya kepada murid kesayangannya sebagai tanda
persahabatan yang abadi, dan Schütz meneruskan pengajaran hebat yang ia
terima dari Gabrieli kepada banyak muridnya. Dalam surat yang dimasukkan
di biografi Schütz yang ditulis oleh Moser, Schütz menekankan pengaruh
mentornya: “Gabrieli – manusia yang luar biasa hebat. Setelah melewatkan
waktu yang singkat bersama guru saya, saya mendapati betapa penting dan
sulitnya belajar komposisi itu ... dan saya menyadari betapa dasar saya dalam bidang itu masih sangat lemah. Sejak saat itu saya meninggalkan semua
studi saya sebelumnya dan mengabdikan diri untuk belajar musik saja.
Setelah saya menghasilkan karya perdana yang sederhana, Giovanni Gabrieli
mendorong saya dengan kehangatan yang besar untuk terus belajar musik.”
Bergurunya Schütz pada Gabrieli adalah penting bagi keseluruhan sejarah musik Jerman, karena Schütz merupakan pembawa gaya Venesia yang
utama kepada para komponis Jerman.
Selanjutnya Schütz kembali melakukan perjalanan ke Venesia untuk
bertemu Monteverdi, pemimpin paduan suara di Katedral St. Mark selama
tiga puluh tahun dan komponis paling universal pada awal zaman Barok.
Konflik yang tiba-tiba dan mendebarkan merupakan esensi dari gaya
Monteverdi. Ia menggunakan disonan untuk pernyataan dramatis dan ia percaya bahwa ritme terjalin dengan emosi. Ia juga sangat berpengaruh terhadap
Schütz.
Sementara studi Schütz di Italia sangat berpengaruh dalam hidupnya,
akar kehidupan spiritualnya tetap di Jerman. Ia seorang komponis Lutheran
yang saleh, dan dikenang bukan hanya karena budaya universalnya dan karunia musiknya yang cemerlang, melainkan juga karena imannya yang alkitabiah dan tulus. Meski ia menulis opera Jerman yang pertama Dafne, yang
Copyright © momentum.or.id
Heinrich Schütz
13
kini hilang entah di mana, sumbangsihnya yang besar diilhamkan secara religius dan memiliki pengaruh lebih dari yang lain.
Karya besar Schütz yang pertama dalam “gaya Italia yang sangat indah”
adalah Psalms of David yang dibuat pada tahun 1619. Ia sering disebut
sebagai bapak musik Jerman, dan sungguh menyejukkan dan melegakan ketika mengetahui bahwa ia mendasarkan musiknya hampir semata-mata pada
teks Alkitab. Tak ada “ilmu gaib” tertentu dalam penggunaan Kitab Suci
untuk suatu karya musik, tetapi bila sang komponis mempercayai kata-kata
Alkitab itu, ada suatu pengaruh yang baik dan bermanfaat bagi orang-orang
yang mendengarkan musiknya. Dalam musik gubahannya, Schütz bertujuan
menorehkan makna kata-kata Kitab Suci itu ke dalam hati para pendengarnya. “Mazmur 121” merupakan contoh perpaduan indah antara kata-kata dan
musik. Boleh dikata, Schütz menyingkapkan musik yang tersembunyi dalam
mazmur-mazmur. Ia seorang komponis terbesar untuk musik gubahan dari
mazmur di sepanjang sejarah musik. Sebuah harta yang istimewa adalah
Becker Psalter tahun 1628 yang memuat gubahan Schütz dari mazmur yang
terdiri dari empat bagian sederhana yang harmonis. Gubahan ini memperlihatkan kesederhanaan yang sungguh yang membuat musik rohani tampak
lebih baik.
Magnificat [nyanyian pujian Maria] merupakan perikop dalam Alkitab
yang paling disukai Schütz, dan ia menggubah beberapa karya untuk mengiringinya, termasuk The German Magnificat, karya terakhir yang ditulisnya.
Ia salah seorang yang pertama dan terbesar di antara para komponis
Jerman lainnya dalam menggubah oratorio. Sebuah oratorio dibedakan dengan opera karena pokok bahasannya yang sakral dan faktanya yang menunjukkan bahwa oratorio ini jarang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di
panggung. Peran pelaku diceritakan, bukan dipertunjukkan. Karya oratorio
Schütz yang paling terkenal adalah The Seven Last Words, yang merupakan
gabungan dari keempat Injil yang ada. Schütz menggunakan kata-kata Alkitab, dan oratorionya menyajikan esensi pemikiran Protestan. Dalam melukiskan kepedihan ia memakai disonan yang tajam. Ia menggunakan nada istirahat untuk memfokuskan pendengarnya pada bacaan tertentu dalam Alkitab.
Lagi-lagi karena ia ingin menyampaikan berita Alkitab, ia lebih tertarik pada
kejelasan kata-katanya daripada membuat counterpoint. Ia seorang maestro
dalam deklamasi. “Dalam seluruh literatur musik, adakah seruan yang lebih
Copyright © momentum.or.id
14
KARUNIA MUSIK
dramatis daripada cara Schütz memperlakukan kata-kata ‘Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ tanya Moser. Kualitas musik yang
serius ini merangkum kesucian yang dirasakan secara tenang tetapi mendalam, suatu ibadah pribadi di hadapan pribadi Kristus. Seorang kritikus menyebut Heinrich Schütz sebagai musisi paling rohani yang dikenal dunia.
Terdapat daya hidup yang abadi dan kekuatan alkitabiah dalam komposisikomposisinya.
Seperti halnya Monteverdi, Haydn, dan Verdi, Schütz menulis musik
yang agung pada usia tuanya. Ia mulai kehilangan daya pendengaran dan
penglihatannya, namun dalam kondisi demikian ia menciptakan beberapa
musik terbaiknya dalam zaman ini. Pada tahun 1664 ia menulis Christmas
Oratorio, sebuah sejarah alkitabiah singkat dengan tujuan mulia yaitu untuk
memperkuat pengaruh Kitab Suci pada musik. Ia mencapai tujuannya.
Semua kata-kata yang sangat cocok dengan musiknya adalah alkitabiah kecuali bagian awal dan bagian akhir. Schütz mengakhiri oratorionya itu demikian: “Kami bersyukur kepada Allah, Kristus Tuhan kami, yang dengan
kelahiran-Nya telah menerangi kami dan dengan darah-Nya telah menebus
kami dari kuasa Iblis. Marilah kita semua bersama para malaikat-Nya menaikkan pujian bagi-Nya dengan suara nyaring, dan bernyanyi, ‘Terpujilah
Allah di tempat yang mahatinggi.’”
Schütz menulis karya-karya Passion [Sengsara Kristus] yang terbesar di
abad ke-17. Karya-karyanya ini seperti musiknya yang lain, yakni jelas dan
murni, dengan penekanan pada isinya. Karya-karyanya yang sangat mengagumkan ini juga membuat Schütz dinyatakan sebagai komponis alkitabiah
terbesar sepanjang masa.
Pengaruh Schütz telah dirasakan bahkan sampai abad ini dalam musik
gereja yang indah yang digubah oleh komponis Jerman Hugo Distler. Setiap
ahli seni yang besar merupakan produk zamannya, tetapi karena muatan
alkitabiah yang dalam di musiknya, Schütz menjadi musisi bagi sepanjang
zaman.
Schütz adalah seorang kapellmeister (kepala musik kapel) di Dresden
dari tahun 1617 hingga akhir hayatnya, kecuali pada masa-masa sulit dari
Perang Tiga Puluh Tahun manakala ia menjadi pemimpin orkestra istana di
Kopenhagen.
Copyright © momentum.or.id
Heinrich Schütz
15
Saat menikah pada tahun 1619, Schütz memadukan undangan pernikahannya dengan publikasi karyanya Psalms of David. Pengumuman di
Katedral Naumburg pada tanggal 27 Mei berbunyi: “Heinrich Schütz,
kapellmeister Saxon Terpilih di Dresden, mengirimkan kepada tuan-tuan
yang terhormat sebuah salinan karyanya yang dipublikasikan yaitu Psalms of
David dan mengundang tuan-tuan dalam acara pernikahannya pada tanggal 1
Juni. Tuan-tuan yang terhormat tentunya setuju bahwa lima gulden emas
Rhein, yang diambil dari lemari besi yang besar, dikirimkan kepadanya
sebagai honorarium.”
Schütz, dengan hati dan jiwanya yang lembut, sangat terpengaruh dengan kematian istrinya yang cepat pada tahun 1625. Ia mengambil keputusan
di hadapan Tuhan bahwa ia akan mengabdikan sisa hidupnya untuk menggubah musik gereja. Ia tidak pernah menikah lagi.
Schütz bersama orang-orang Jerman lainnya sangat menderita selama
perang panjang yang berlangsung. Di tengah masa yang tragis itu, mereka
menemukan kekuatan dan penghiburan dalam musik Kristen. Setelah kehancuran karena perang, Schütz membantu dengan nasihat, uang, dan musik
untuk memulihkan sejumlah gubahan musik yang telah merosot mutunya.
Ia meninggal dunia pada tahun 1672 dan dimakamkan di Fraunkirche,
sebuah gereja kuno, di samping istrinya. Pada jalan masuk terdapat sebuah
lempengan terbuat dari kuningan yang bertuliskan, “Pemazmur Kristen –
Sukacita bagi orang asing dan terang bagi orang Jerman.”
Schütz sangat dicintai bukan hanya karena musiknya, tetapi juga karena
cara hidup Kristennya. Di tengah banyaknya ujian kehidupan, ia tak pernah
mengizinkan imannya goyah. Kecerdasannya yang luar biasa, integritas pribadinya, dan karakternya yang setia membuatnya memperoleh kasih sayang
dan penghargaan yang universal.
Dari Schütz kita belajar bahwa pilihan-pilihan itu penting. Ia memilih
kekristenan dan mengabdikan hidupnya untuk memuji Allah, dan musiknya
tidak mengalami kerugian karena keputusan itu. Allah memperbesar talenta
musisi yang berbakat ini. Schütz juga mengajarkan kepada kita untuk belajar
dari “universitas” kita, tetapi dengan mempertahankan dasar alkitabiah yang
benar untuk semua yang kita pelajari, dengan berpaling pada Kitab Suci bila
kita berada dalam kesulitan, dan dengan tidak pernah menyerah bahkan dalam usia tua sekalipun.
Copyright © momentum.or.id
16
KARUNIA MUSIK
BACAAN YANG DIREKOMENDASIKAN
Moser, Hans. 1959. Heinrich Schütz: His Life and Work. St.
Louis: Corcordia Publishing House.
KOMPOSISI YANG DIREKOMENDASIKAN
UNTUK DIDENGARKAN
Schütz: Christmas Oratorio
Deutsches’ Magnificat
Psalms of David
Seven Last Words from the Cross
Giovanni Gabrieli: Music for Organ and Bass
Monteverdi: Vespers
Copyright © momentum.or.id
Download