2. HAL INTI SKUM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penduduk dan Energi di Indonesia
Berdasarkan hasil sensus kependudukan yang di laksanakan oleh Badan Pusat
Statistik, penduduk negara Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa1. Jumlah penduduk
Indonesia yang besar tersebut secara langsung maupun tidak langsung juga dapat
berpengaruh terhadap kebutuhan energi nasional yang besar. Kebutuhan Energi di
Indonesia sampai saat ini sudah mencapai 1000 juta ekuivalen2. Dalam pemenuhan
kebutuhan energi tersebut, terdapat berbagai macam sumber energi diantaranya gas,
batubara, minyak bumi , dan lain sebagainya.
Diantara banyaknya macam-macam sumber energi, minyak bumi merupakan salah
satu sumber energi utama di Indonesia. Status minyak bumi sebagai sumber energi utama di
Indonesia disebabkan karena dalam pengelolaannya minyak bumi dapat diolah untuk
dijadikan bahan bakar seperti bensin, solar, minyak tanah dan lain-lain. Akan tetapi
ketersediaan minyak bumi di Indonesia untuk diolah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM)
tolmasih lah belum mampu memenuhi kebutuhan energi nasional. Untuk memenuhi
kekurangan akan kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor BBM dari luar negeri.
BBM merupakan sumber energi yang tidak terbarukan sehingga memiliki kuantitas yang
terbatas. Akibat dari sifat BBM tersebut, dalam perdagangan energi internasional harga
komoditas BBM cenderung selalu mengalami peningkatan. Pemerintah Indonesia dalam
usahanya untuk mensejahterakan rakyat melalui kebijakannya, selalu mencoba untuk
mengendalikan harga BBM agar dapat terjangkau bagi seluruh kalangan masyarakat.
Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan harga BBM tersebut diantaranya adalah
melalui subsidi BBM. Subsidi BBM pada tahun 2012 lalu bahkan sudah mencapai 30 % dari
total APBN 2012 yang berjumlah 1000 triliun rupiah. Namun anggaran subsidi BBM yang
besar tersebut pada akhirnya malah menjadi masalah baru bagi pemerintah.
1
2
Sp2010.bps.go.id/
http://economy.okezone.com/read/2013/04/16/19/792256/pasokan-energi-ri-aman-hingga-2050
SOSIOLOGI HUKUM |1
Kebijakan Energi Indonesia
Akan tetapi dalam realitanya, pemberian subsidi BBM malah tidak tepat sasaran.
Pemberian subsidi BBM yang seharusnya dialokasikan pemerintah untuk masyarakat kurang
mampu malah 70% diantaranya digunakan oleh masyarakat menengah ke atas. Dalam
usaha pemerintah untuk menghentikan kebijakan yang tidak tepat sasaran tersebut, pada
bulan Mei tahun 2013 ini, pemerintah membuat wacana untuk menaikkan harga BBM.
Pemerintah ingin menaikkan harga BBM dengan alasan untuk mengatasi jebolnya APBN
karena membiayai subsidi BBM dan juga untuk merealokasikan anggaran subsidi BBM ke
bidang lain yang dapat secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di
Indonesia.
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan di Indonesia dalam hal ini pemegang
kebijakan mengenai BBM masih belum mampu memberikan kepastian mengenai wacana
penaikan harga BBM tersebut. Menurut Menteri ESDM Jero Wacik, pemerintah dalam
menaikkan harga BBM memerlukan berbagai pertimbangan , mengingat BBM merupakan
komoditas energi yang vital di Indonesia. Selain itu, sebelum menaikkan harga BBM,
pemerintah juga memerlukan kebijakan pendukung untuk mengatasi dampak penaikan
harga BBM yang diantaranya seperti program Keluarga Harapan, program Raskin, dll.
Namun di dalam masyarakat, sikap pemerintah yang demikian ini mendapatkan berbagai
tanggapan baik positif maupun negatif. Tanggapan positif terhadap pemerintah diantaranya
banyak keluar dari para akademisi yang menyadari bahwa subsidi BBM merupakan suatu
kebijakan yang tidak tepat sasaran. Sedangkan tanggapan negatif yang berkembang di
masyarakat diantaranya adalah anggapan bahwa pemerintah tidak tegas dan pemerintah
cenderung mengabaikan situasi aktual saat wacana ini dikeluarkan.
Implikasi Kebijakan Pemerintah dengan Perilaku Masyarakat
Adanya berbagai anggapan negatif dari masyarakat kepada pemerintah ini
berimplikasi pada berkurangnya rasa percaya masyarakat pada pemerintah. Selain
berkurangnya rasa percaya masyarakat pada pemerintah, timbul implikasi lain dari adanya
wacana penaikkan harga BBM ini yaitu mulai meningkatnya inflasi pada berbagai kebutuhan
pokok seperti beras, minyak, gula, dll. Banyak pula berbagai aksi penimbunan BBM di
berbagai daerah sebagai dampak dari suatu wacana yang terus berkembang tanpa kepastian
ini.
SOSIOLOGI HUKUM |2
Pola pikir negatif masyarakat terhadap pemerintah mengakibatkan masyarakat
selalu merespon negatif segala kebijakan dan peraturan hukum yang dibuat pemerintah.
Adanya wacana penaikan harga BBM juga berdampak pada meningkatnya kriminalitas di
masyarakat yang semakin membuktikan bahwa kesadaran hukum masyarakat mulai
menurun akibat dari wacana ini.
1.2 Rumusan Masalah

Apakah rencana penaikan harga BBM akan berdampak luas bagi masyarakat ?

Bagaimana perubahan paradigma hukum masyarakat pasca rencana penaikan harga
BBM oleh pemerintah ?
1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dampak rencana penaikan harga bbm bagi masyarakat.

Untuk mengetahui perubahan paradigma hukum masyarakat pasca rencana
penaikan harga BBM oleh pemerintah.
SOSIOLOGI HUKUM |3
BAB II
METODE PENULISAN
2.1 Metode Penelitian
Penulisan makalah ini merupakan penulisan makalah hukum analitis normatif,
sehingga dalam penulisan ini berarti terdapat suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip, maupun perilaku sosiologi hukum guna menjawab isu hukum yang
dihadapi.3 Penulisan ini termasuk penulisan makalah hukum normatif , karena data yang
kami peroleh adalah data yang berasal dari berbagai sumber literatur yang berupa buku,
koran, maupun data-data dari media internet yang kredibel.
Penulisan makalah hukum didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta-fakta
dan isu hukum untuk memecahkan masalah yang bersangkutan.4
2.2 Jenis Penelitian
Ditinjau dari sifat penulisan, maka penulisan makalah ini tergolong dalam kategori
penulisan makalah yang bersifat deskriptif. Penulisan deskriptif merupakan sebuah
penulisan yang berupa gambaran terhadap pelaksanaan mekanisme penyelesaian kasus dan
mengungkapkan latar belakang suatu kasus terjadi. Penulisan deskriptif ini mempelajari
masalah yang timbul di masyarakat serta situasi tertentu termasuk kegiatan-kegiatan, sikapsikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena.5
3
Peter Mahmud Marzuki. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana , hlm. 35
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Raja
Grafindo Persada, hlm. 43.
5
Moh Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm. 54-55
4
SOSIOLOGI HUKUM |4
2.3 Jenis Data
2.3.1 Sumber Data
Sumber data merupakan subyek darimana data dapat diperoleh.6 Berdasarkan
pengertian tersebut, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sumbersumber buku literatur dan rekap website yang berkaitan.
2.3.2 Bahan Hukum
Dalam penulisan ini, bahan hukum yang dijadikan acuan data adalah bahan hukum
primer. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan , catatan-catatan
resmi atau risalah dalam peraturan perundang-undangan.7 Bahan hukum yang digunakan
adalah berbagai jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rencana
penaikan harga BBM oleh pemerintah. Bahan hukum yang dimaksud antara lain :
a. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Alenia ke 4 tentang
kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
b. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 tentang
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.
2.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh
suatu kebenaran atau ketidak benaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan bahwa
analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan
tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk
memberikan bantuan pada tema dan ide. 8
Suharsimi Arikunto. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta, hlm . 102
7
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana , hlm. 141
8
Lexy J. Moleong. 1994, Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
6
Hlm:103
SOSIOLOGI HUKUM |5
Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan
arti apa-apa bagi tujuan suatu penulisan. Penulis belum dapat menarik kesimpulan bagi
tujuan penulisannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan
usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa,
meneliti
data
yang
telah
diperoleh
untuk
menjamin
apakah
data
dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Penulis menggunakan teknik analisis data
kualitatif sehingga data yang terkumpul tersebut dibahas, dianalisis, dideskriptifkan dan di
kumpulkan secara induktif, sehingga dapat diberikan gambaran yang tepat mengenai hal-hal
yang sebenarnya terjadi.
2.5 Teknik Pengolahan Data
Menurut Sugiyono, yang dimaksud dengan pengelolaan data adalah proses untuk
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, observasi
dan catatan kecil dilapangan. Dalam penelitian ini, analisis data di sederhanakan dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut. Tahapan pertama mengidentifikasi data yang diperoleh
dari lapangan.9 Baik dengan cara wawancara, interview, observasi, maupun dokumentasi,
yang bersumber dari buku, literatur dan foto. Tahapan kedua yakni mengklasifikasikan data
yang masuk , kemudian disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penulisan. Tahap
ketiga yakni melakukan interpretatif terhadap faktor yang mempengaruhi.
Hasil analisis data disajikan secara gabungan antara informal dan formal. Informal,
yaitu penguraian dalam deskripsi kata-kata (naratif). Secara sistematika, sajian penulisan
penelitian ini dituangkan dalam empat bab, tiap-tiap bab dikembangkan menjadi sub babsub bab dan seterusnya.
9
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta, hlm. 244
SOSIOLOGI HUKUM |6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Dampak Rencana Penaikan Harga BBM bagi Masyarakat
Dampak yang terjadi akibat rencana kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak)
dalam suatu masyarakat dapat menganggu kegiatan produksi perusahaan dan juga
menganggu kegiatan pekerja yang bekerja dalam suatu perusahaan itu sendiri, rencana
kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000/liter membuat pekerja harus mengeluarkan
pengeluaran tambahan hingga 30 persen. Sebab tak hanya sektor transportasi yang akan
terdongkrak akibat kenaikan harga BBM, tapi juga biaya kontrakan, makan, dan lain-lain
yang menyangkut dengan kebutuhan hidup mereka.10 Kerugian yang ada di dalamm suatu
perusahaan bukan hanya dari faktor produksinya saja tetapi ada dampak lanjutan yang
terjadi, dampak lanjutan yang dimaksudkan adalah dampak efisiensi pekerja akibat beban
pengusaha yang terlalu berat11. Sehingga nantinya angka pengangguran akan kembali
meningkat, hal yang tidak di inginkan terjadi adanya Pemutusan Hubungan Kerja atau yang
dikenal PHK , hal itu yang akan dilakukan suatu perusahaan untuk menghindari biaya
produksi yang tinggi.
Dampak dari rencana kenaikan harga BBM juga berdampak pada sosial politik pada
kalangan masyarakat ongkos sosial yang akan ditanggung pemerintah akan lebih besar
ketimbang hanya sekadar menaikkan harga BBM dengan alasan ekonomi semata.
Pemerintah tidak boleh lagi mengambil suatu kebijakan tanpa ada penjelasan yang
memadai kepada masyarakat, karena dampak yang akan dihadapai oleh masyarakat
sangatlah besar. Pemerintah harus memberikan penjelasan yang memadai kepada
masyarakat dalam mengambil setiap keputusan, jangan sampai masyarakat hanya
menerima keputusan yang mereka tidak tahu sebelumnya sehingga akan menambah berat
beban hidup mereka12. Apalagi kenaikan BBM tidak dapat lagi dihindari oleh pemerintah,
karena pengaruh pasar minyak dunia yang sudah mencapai 115 dolar AS per barel atau
sudah diatas asumsi APBN 2012 sebesar 90 dolar AS per barel. Selain pertimbangan
10
11
12
http://suaraindonesia.co/nusantara/8911/buruh-bekasi-suarakan-penolakan-kenaikan-bbm
Ibid.
www.antarajatim.com/lihat/berita/83219/pemerintah-harus-pertimbangkan-dampak-sospolkenaikan-bbm
SOSIOLOGI HUKUM |7
ekonomi tentu pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak ongkos sosial dan politik
dari kebijakan yang diambil itu Dengan kenaikan BBM, sudah barang tentu akan mendorong
naiknya tingkat inflasi yang berpengaruh kepada naiknya harga barang kebutuhan pokok di
masyarakat. Listrik dan air akan mengikuti kenaikan, Hal ini akan menambah berat beban
masyarakat dalam menjalani kehidupannya.13
Selanjutnya dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok tentu akan melemahkan
daya beli masyarakat dipasaran nasional, karena tidak bertambahnya penghasilan mereka
kecuali kalangan pegawai negeri sipil. Pengawasan yang ketat terhadap distribusi BBM harus
dilakukan sehingga tidak menimbulkan kelangkaan BBM di masyarakat. Pengawasan ketat
pemerintah juga perlu dilakukan terhadap adanya spekulan-spekulan yang hanya mencari
keuntungan dibalik kesulitan masyarakat.
Dampak secara psikologis juga akan terjadi dalam masyarakat, Walaupun
pemerintah belum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, namun dampak
psikologis wacana ini telah terjadi14. Harga-harga barang telah merangkak naik berkali lipat
akibat pemerintah tidak tegas dalam mengimplementasikan kebijakan ini. Dikarenakan sikap
tidak tegas pemerintah membuat sebagian pengusaha berspekulasi dengan menaikan harga
sebelum biaya produksinya meningkat akibat naiknya harga BBM. Meminta pemerintah
untuk segera memberi kepastian kebijakan BBM bersubsidi, sehingga penyesuaian harga
yang dilakukan dapat dilakukan secara rasional.
Ketidakpastian kebijakan BBM bersubsidi menimbulkan kelangkaan BBM di
lapangan15. Untuk mengatasi ini, para pengusaha terpaksa menaikkan harga untuk
menutupi kelangkaan BBM yang terjadi. Pada akhirnya, masyarakatlah yang terkena dampak
tersebut karena semakin berat menghadapi kenaikan harga yang berlipat. Dampak
psikologis dapat diredam dengan cara memastikan ketersediaan BBM bersubsidi. Dengan
cara ini, maka distribusi barang tidak terhambat dan akhirnya beban masyarakat selaku
konsumen tidak semakin berat.
Perilaku kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat setelah terjadi
kenaikan harga beberapa jenis BBM seperti premium (bensin pompa), solar, dan minyak
13
www.antarajatim.com/lihat/berita/83219/pemerintah-harus-pertimbangkan-dampak-sospolkenaikan-bbm
14
Ibid.
15
http://syarif-fadli.blogspot.com/2012/03/pengaruh-kenaikan-bbm-terhadap-kondisi.html
SOSIOLOGI HUKUM |8
tanah dari waktu ke waktu relatif sama. Misalnya, dengan naiknya premium sebagai bahan
bakar transportasi akan menyebabkan naiknya tarif angkutan. Dengan kenaikan tarif
angkutan tersebut maka akan mendorong kenaikan harga barang-barang yang banyak
menggunakan jasa transportasi tersebut dalam distribusi barangnya ke pasar. Demikian pula
dengan harga solar yang mengalami kenaikan juga akan menyebabkan kenaikan harga
barang/jasa yang dalam proses produksinya menggunakan solar sebagai sumber energinya.
Begitu seterusnya, efek menjalar (contagion effect) kenaikan harga BBM terus
mendongkrak biaya produksi dan operasional seluruh jenis barang yang menggunakan BBM
sebagai salah satu input produksinya yang pada akhirnya beban produksi tersebut dialihkan
ke harga produk yang dihasilkannya. Kenaikan harga beberapa jenis BBM ini akan
menyebabkan kenaikan harga di berbagai level harga, seperti harga barang di tingkat
produsen, distributor/pedagang besar sampai pada akhirnya di tingkat pedagang eceran.
Gerakan kenaikan harga dari satu level harga ke level harga berikutnya dalam suatu saluran
perdagangan (distribution channel) adakalanya memerlukan waktu (time lag). Tetapi, yang
jelas muara dari akibat kenaikan harga BBM ini adalah konsumen akhir yang notabene
adalah berasal dari kebanyakan masyarakat ekonomi lemah yang membutuhkan barangbarang kebutuhan pokok sehari-hari dengan membeli barang-barang kebutuhannya
sebagian besar dari pedagang eceran. Dan biasanya kenaikan harga di tingkat eceran (retail
price) ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat harga produsen
(producer price) maupun di tingkat pedagang besar (wholesale price).
Kenaikan harga beberapa jenis BBM bulan Mei 1998, terulang kembali di bulan Juni
2001 dengan beberapa skenario kenaikan harga beberapa jenis BBM (premium, solar,
minyak tanah)16. Menurut salah satu sumber di Badan Pusat Statistik, untuk jenis barang
BBM yang harganya ditentukan pemerintah, hampir 50 persen dari pengaruh kenaikan BBM
sudah dihitung dalam penghitungan inflasi pada bulan Juni 2001. Misalnya bensin naik dari
Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.450/liter. Karena kenaikan BBM terjadi di bulan Juni, nilai yang
digunakan dalam penghitungan inflasi bulan Juni adalah ((1150 + 1450)/2) = 1300 sehingga
perubahan yang digunakan adalah perubahan dari harga Rp 1.150/liter menjadi Rp
1.300/liter atau naik 13,04 persen. Sementara untuk bulan Juli 2001, perubahan harga yang
16
http://syarif-fadli.blogspot.com/2012/03/pengaruh-kenaikan-bbm-terhadap-kondisi.html
SOSIOLOGI HUKUM |9
dihitung adalah dari harga bensin Rp 1.300/liter menjadi Rp 1.450/ liter atau naik 11,54
persen. Perlakuan ini juga berlaku untuk jenis barang BBM lainnya17.
Dengan demikian, pada bulan Juli 2001, sumbangan inflasi dari BBM (bensin, solar,
dan minyak tanah) akan mencapai 0,28 persen. Ditambah lagi sumbangan inflasi
pelumas/oli yang apabila naik 15 persen akan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,05
persen18. Sumbangan inflasi dari BBM akan bertambah besar jika komponen BBM lainnya
yang tidak ditetapkan pemerintah bergerak sesuai selera pasar. Tekanan inflasi akan
semakin besar apabila pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata.
Dampak ini hanya sebagian kecil saja yang terjangkau dari pandangan kita. Justru
dampak tak langsung yang merupakan hasil multiplier effect dapat menyeret tingkat inflasi
lebih tinggi lagi. Inflasi bulan Juni 2001 sebesar 1,67 persen dan laju inflasi dari Januari-Juni
2001 sudah mencapai 5,46 persen, dengan adanya kenaikan harga BBM sepertinya
pemerintah harus merevisi asumsi inflasi APBN tahun 2001 yang hanya berkisar 9,3 persen
menjadi inflasi dua digit.19
3.2 Perubahan Paradigma Hukum Masyarakat Pasca Rencana Penaikan Harga BBM oleh
Pemerintah
Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sebuah komoditas vital yang menguasai hajat
hidup orang banyak tentunya memiliki sebuah nilai guna yang tinggi dan tidak dapat
terpisahkan dari kebutuhan keseharian tiap individu. Dengan kapasitas produksi pemerintah
yang hanya sebesar 41 Juta Kilo Liter Per Tahun20 tentunya tidak akan dapat mengimbangi
kebutuhan masyarakat akan BBM sebanyak 52 Juta Kilo Liter Per Tahun. Ditambah lagi,
menurut data dari Direktorat Jenderal Minyak & Gas pada tahun 2012 hingga kedepannya,
kebutuhan masyarakat akan minyak diprediksi untuk terus meningkat sebanyak 4% tiap
tahunnya. Pada tahun 2015, diperkirakan kebutuhan masyarakat akan minyak untuk
mencapai titik 1.294 ribu barel per hari21. Hal ini lah yang menyebabkan Negara Indonesia
menduduki peringkat ke-11 sebagai Negara konsumen minyak terbesar di Dunia sesuai
17
http://syarif-fadli.blogspot.com/2012/03/pengaruh-kenaikan-bbm-terhadap-kondisi.html
18
Ibid.
19
Ibid.
20
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/12/29/18084285/Kebutuhan.Impor.BBM.meningkat
21
http://www.sumbawanews.com/berita/kebutuhan-bbm-tahun-2015-nanti-diperkirakan-mencapai-1294ribu-barel-hari
S O S I O L O G I H U K U M | 10
survey dari Bloomberg dan telah membuktikan seberapa essensial eksistensi dari BBM
didalam kehidupan masyarakat kita. Ketidakberdayaan pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan dalam negeri yang vital ini turut serta membawa kerugian bagi masyarakat yaitu
tidak terpenuhinya kebutuhan keseharian akan BBM yang berdampak terhadap tingkat
produktivitas mereka. Pemerintah, bahkan untuk menutupi kebutuhan yang besar dari
dalam masyarakat memerlukan impor sebanyak 11 juta kilo liter untuk memenuhi pasar tiap
tahunnya, yang mana berarti pajak sebagai sebuah sarana yang dibayar oleh masyarakat
turut terkuras dan digunakan untuk sektor BBM. Penurunan produktivitas masyarakat ini
disebabkan oleh hilangnya eksistensi komoditas vital yaitu BBM yang berperan sebagai
sebuah sumber energi dalam bidang transportasi. Seperti yang kita ketahui, bahwa
transportasi merupakan sarana perpindahan yang dipergunakan masyarakat untuk
menunjang kehidupannya. Baik itu dari hal simpel seperti berkendara ke kantor, pengantar
barang produksi, hingga untuk pelayanan publik dalam bentuk servis angkutan umum.
Berkurangnya BBM berarti akan menyebabkan pasar untuk menaikan harga minyak demi
menjaga stabilitas barang yang beredar. Rancangan ini lah yang menjadi sebuah wacana
pemerintah demi menjamin stabilitas pasar BBM dan juga demi nama kepentingan umum.
Wacana penaikan harga BBM yang semakin marak terjadi ini kemudian diliput oleh
berbagai media massa sebagai bentuk pengawasan masyarakat terhadap kinerja dari
eksekutif. Sebuah rencana yang mana dilihat oleh masyarakat sebagai sebuah penghambat
mereka dalam meraih komoditas yang menjadi penyokong produktivitas demi memenuhi
kebutuhan hidup, tentu lah dirasakan sebagai sebuah wacana yang buruk. Masyarakat yang
menyadari akan rencana penaikan ini kemudian menyalurkan aspirasi dan ekspresi mereka
dalam berbagai bentuk yaitu mediasi maupun demonstrasi, bahkan secara umum melalui
percakapan satu sama lain sesama masyarakat. Dimana seperti kita ketahui menurut Teori
Gerakan Sosial, bahwa adanya ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
menimbulkan keadaan tidak tenteram yang menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan
untuk mengadakan perubahan-perubahan22. Ketidak setujuan beberapa kelompok individu
akan rencana ini tentunya turut serta membawa pengaruh didalam masyarakat. Dimana
pandangan masyarakat akan berubah menjadi sebuah konsep penolakan terhadap rencana
22
Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H.,M.A., Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hlm 113.
S O S I O L O G I H U K U M | 11
pemerintah. Pertentangan antara kebijakan publik dengan kebutuhan hidup masyarakat ini
sebenarnya tidaklah hal yang harus dibiarkan, karena sesuai dengan asas Solus Populi
Suprema Est Lex, bahwa kebutuhan masyarakat adalah kedaulatan hukum tertinggi, dan
ketika ini terlanggar maka akan timbul sebuah citra buruk pemerintahan dari masyarakat.
Citra buruk ini menyebabkan penggeneralisiran berbagai kegiatan pemerintah sebagai
sebuah sesuatu yang negatif oleh masyarakat, baik itu dalam bentuk keputusan-keputusan
hingga hukum yang merupakan produk dari pemerintah itu sendiri. Dengan kata lain,
pandangan terhadap hukum pun akan lah negatif. Pandangan adalah sebuah hal konseptual
yang mempengaruhi pola pikir dalam menafsirkan yang kemudian akan membentuk sebuah
paradigma.
Paradigma menurut Gregory pada hakikatnya adalah berbagai working assumption,
prosedur, dan temuan yang secara rutin diterima atau diakui sekelompok scholar, yang
keseluruhannya mendefinisikan suatu pola aktivitas ilmiah/ilmu pengetahuan yang stabil,
sebaliknya pola ini pada gilirannya akan mendefinisikan komunitas yang ter bagi paradigma
tersebut23. Pandangan negatif akan hukum sebagai sebuah produk utama pemerintah yang
berinteraksi langsung dengan masyarakat sebagai tata sosial akan menyebabkan penafsiran
masyarakat terhadap hukum itu menjadi sesuatu yang negatif. Pola pikir yang terpengaruhi
sebagai akibat dari penafsiran akan menyebabkan sebuah kompleksitas dalam berpikir dan
menyerap makna-makna yang ada, sehingga pikiran yang berperan sebagai acuan
berperilaku dan bertindak akan turut serta terbawa dampaknya. Hal ini membuktikan,
ketika penafsiran akan sebuah hukum menjadi negatif, maka tindakan yang berkaitan
dengan hukum itu sendiri akan turut menjadi buruk. Tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang
sepantasnya diwujudkan oleh pemerintah karena sungguh bertentangan dengan prinsip
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan sesuai yang tertera dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 dalam Pasal
26a, yang menyatakan bahwa, penetapan kebijakan dan program penyelenggaraan
kesejahteraan sosial selaras dengan kebijakan pembangunan nasional. Ini berarti, untuk
tetap
menjaga
stabilitas
dari
paradigma hukum
masyarakat, maka
perlu
lah
penyelenggaraan pemerintahan itu untuk tidak bertentangan dengan kebutuhan
23
Prof. Dr. H.R. Otje Salman S., SH., Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali
(Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm 70.
S O S I O L O G I H U K U M | 12
masyarakat. Padahal secara hakikatnya, hukum berperan dalam mengatur menentukan hak
dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosisal. Dalam hal ini
fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat itu sendiri adalah untuk menertibkan
masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup, menyelesaikan pertikaian, memelihara dan
mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan kekerasan, memelihara
dan mempertahankan hak, mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka
penyesuaian dengan kebutuhan masvarakat, serta memenuhi tuntutan keadilan dan
kepastian hukum. Tidak mungkin nantinya peranan seperti untuk melindungi kepentingan
individu akan terwujud manakala perilaku masyarakat itu sendiri berlawanan dengan hukum
yang telah mereka hilang kepercayaan nya. Kondisi seperti ini seharusnya menjadi bagian
dari responsibilitas pemerintah. Responsibilitas didefinisikan sebagai hal yang dapat
dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban dan termasuk putusan, keterampilan,
kemampuan, dan kecakapan24. Didalam situasi chaos yang senantiasa berkembang ini
nantinya akan membentuk individu-individu yang telah rentan untuk menolak hukum
sehingga terdapat degradasi kebiasaan hukum masyarakat. Hilangnya fungsi dari hukum ini
sendiri akan turut serta membawa berbagai dampak perubahan aktivitas seperti timbulnya
gejolak sosial, kemiskinan akibat individu yang tak mampu berproduktivitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup, bahkan hingga peningkatan tindak kriminal sebagai dampak
dari kesenjangan sosial. Misalnya adalah peningkatan kencederungan tindakan untuk
menimbun BBM guna pendayagunaan dimasa depan ketika harga sesungguhnya naik.
Bahkan menurut data lapangan adalah pada tahun 2012 terjadi sekitar 232 kasus
penimbunan BBM yang diusut oleh kepolisian
25.
Ini menandakan bahwa adalah sebuah
fakta ketika timbul wacana yang membuat ketidakpastian didalam masyarakat, maka akan
timbul gejolak-gejolak sosial.
24
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm 335
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/03/26/15024168/Kepolisian.Tangani.232.Kasus.Penimbunan.
BBM
25
S O S I O L O G I H U K U M | 13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah sebuah sumber komoditas vital yang berperan penting
dalam penyokong produktivitas masyarakat. BBM pada dewasa ini semakin sulit diraih
akibat harganya yang semakin memuncak. Rencana kenaikan harga BBM berdampak pada
perubahan perilaku masyarakat, perubahan tersebut meliputi perubahan perilaku sosial,
perubahan pola konsumsi, dan perubahan paradigma hukum masyarakat. Tidak hanya pada
aspek sosial, namun akibat rendahnya produktivitas turun menimbulkan dampak pada
perekonomian warga.
b. Kenaikan harga BBM berpengaruh pada pandangan masyarakat akan pemerintah. Hukum
yang merupakan produk pemerintahan turut terkena perubahan paradigma ini. Perubahan
paradigma hukum masyarakat turut mempengaruhi kebiasan dan kesadaran hukum
masyarakat Indonesia, seperti pada kasus penimbunan BBM, inflasi sebelum BBM naik, dll.
4.2 Rekomendasi
4.2.1 Argadhia Aditama
a. Pemerintah harus sudah menyiapkan program yang efektif untuk mengatasi dampak
kenaikan harga BBM, selain itu pemerintah juga harus mempersiapkan penanganan
atas dampak dari adanya rencana kenaikan harga BBM.
b. Pemerintah harus bersikap tegas atas segara rencana yang telah dikeluarkannya,
sehingga ketidak pastian situasi dalam masyarakat tidak akan terjadi. Ketidak pastian
situasi di masyarakat akan menciptakan perubahan perilaku masyarakat yang pada
akhirnya akan semakin mempersulit proses naiknya harga BBM.
4.2.2 Ghesa Agnanto H.
a. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang dapat digunakan secara tepat terhadap
masyartakat saat adanya kenaikan BBM. Disisi lain pemerintah juga mempunyai
kewenangan secara tegas untuk membatasi kenaikan harga bahan pokok yang naik
S O S I O L O G I H U K U M | 14
duluan ketika harga BBM belum naik, hal ini dirasakan warga merupakan dampak
sosial yang menyebabkan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok dalam
kehidupan.
b. Pemerintah juga harus memikirkan hal-hal yang terjadi saat kenaikan BBM di
masyarakat sekitar, mungkin ketika menaikan BBM pemerintah harus sampling
terhadap masyarakat sekitar bagaimana responnya atas kenaikan BBM ini, sehingga
pemerintah dapat melakukan suatu kebijakan tersebut dengan matang dan bukan
menjadi polemic semacam ini. Pemerintah juga harus memikirkan cara terhadap
dampak yang menimpa perusahaan karena imbas dari kenaikan BBM, sehingga
perusahaan sendiri dapat melakukan kegiatan produksinya seperti biasa tanpa harus
terbebankan dengan kenaikan BBM.
4.2.3 I Made Dwi Abiyoga P.
a. BBM sebagai sebuah sumber energy esensial yang menyokong sarana prasarana
transportasi tentunya memiliki peranan besar di masyarakat. Penaikan harga BBM
membuat mereka sulit mendapatnya dan menyebabkan turunnya produktivitas.
Produktivitas yang menurun tidak hanya akan berdampak sempit semata namun
secara luas akan turut membuat tinggi berbagai harga-harga kebutuhan pokok
lainnya.
b. Hukum sebagai sebuah produk politik pemerintah tentu akan mendapat biasnya
juga, dimana masyarakat yang semakin kehilangan kepercayaan akan pemerintah
akan cenderung untuk semakin melanggar aturan-aturan hukum. Padahal
seharusnya hukum bisa menjadi tata sosial dari masyarakat namun seiring dengan
buruknya pandangan mereka juga akan mempengaruhi penafsiran akan hukum.
Penafsiran yang buruk akan menginisiatifkan sebuah tindakan tercela pula yang
menyeleweng dari garis hukum.
S O S I O L O G I H U K U M | 15
Download