JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI MENINGKATKAN MORALITAS REMAJA MELALUI DUKUNGAN SOSIAL Alief Budiyono *) *) Penulis adalah Magister Pendidikan (M.Pd.), dan dosen Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto. Abstract: Young people are in transition from childhood towards adulthood, require special attention. In adolescence, they begin to search for identity. This period is often referred to as the rise of personality when his interest is more directed to their own personal development. To instill morals in adolescents, it is indispensable support from various sources, be it family, society, peers, and school environment. With positive support from everyone, teens are expected to have good morals. However, if all the poles are not able to give warm support to the teenager, then teenagers will be experiencing moral crisis. Keywords: Social Support, Morality, Youth. PENDAHULUAN Suatu kenyataan yang tampak akhir-akhir ini adalah perubahan yang pesat dalam banyak bidang kehidupan. Perubahan ini membawa kemajuan, maupun kegelisahan pada banyak orang. Adapun yang paling mencolok adalah komunikasi dan informasi antardaerah dan antarbangsa berkembang begitu pesat sehingga dunia terasa semakin kecil. Orang melihat keadaan ruang angkasa yang dulu hanya dapat dibayangkan dan diimpikan. Perubahan dan pembaharuan pola kehidupan yang terusmenerus akan membawa akibat-akibat sosial, antara lain timbulnya rangsangan-rangsangan terhadap tata nilai yang menopang kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang menggelisahkan dan sering dibicarakan masyarakat adalah masalah moral. Perubahan pesat yang terjadi di segala bidang menimbulkan banyak pertanyaan sekitar moral, terutama di bidang-bidang yang paling dilanda norma kebaikan.1 Norma lama dianggap usang dan tidak menyakinkan lagi, bahkan tidak dapat dijadikan pegangan sama sekali. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya terjadi pada satu lapisan masyarakat, tetapi pada semua lapisan, terutama remaja yang sedang berada pada masa transisi dan pencarian identitas diri. Remaja dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa memerlukan perhatian khusus. Di masa inilah mereka mulai mencari identitas2 diri. Masa inilah sering disebut sebagai masa bangkitnya kepribadian. Pada sebuah kenyataan, dalam lima tahun terakhir ini, berita-berita tentang kenakalan remaja dan gaya hidup remaja banyak dibicarakan orang, baik oleh media masa maupun para pakar dari segala bidang. Berbagai kasus telah dilakukan remaja; pertengkaran antarsekolah, membunuh gurunya, pemerkosaan, narkotik–ganja, merampok hingga melakukan pembunuhan terhadap pihak keamanan. Upaya pencegahan dan berbagai solusi telah dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satu upaya adalah dengan mengembalikan pada nilai agama. Dalam upaya menanamkan moral pada remaja, satu hal yang paling penting adalah memperhatikan perkembangan moral. Pendidikan moral merupakan upaya untuk meningkatkan penalaran dengan intensitas moral yang tinggi.3 Penalaran moral adalah prinsip moral yang tidak hanya aturan suatu tindakan itu tergolong baik atau buruk, tetapi upaya seseorang berpikir dan menimbang hingga sampai pada keputusan untuk bertindak.4 Permasalahan-permasalahan, kebingungankebingunan dan dilema-dilema yang dihadapi remaja saat ini akan mendorong kemampuan penalaran karena pada masa ini seseorang mempunyai pandangan refleksi dan filosofis tentang nilai.5 Interaksi yang semakin luas, peristiwa-peristiwa dan situasi-situasi yang dialami serta pengalaman hidup bersama orang lain akan menimbulkan perasaan dan kepekaan remaja terhadap realitas. Remaja menjadi tahu bahwa benar-salah bervariasi Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI dan bersifat relatif tergantung dari norma dan budaya dari masyarakat yang berlaku. Untuk menanamkan moral pada remaja sangat diperlukan dukungan dari berbagai sumber, baik itu keluarga, teman sebaya, lingkungan sekolah dan juga masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal remaja. Keluargalah yang menentukan dasar pembentukan karakter seorang.6 Lingkungan keluarga yang memberikan dukungan sosial akan membantu remaja dalam mengatasi hambatan dalam interaksi sosialnya. Teman sebaya juga bisa menjadi sumber dukungan bagi remaja. Teman sebaya bisa memberikan rasa senang dan dukungan ketika remaja merasa tertekan dalam berinteraksi sosial. Dukungan sosial merupakan tindakan menolong orang lain yang diperoleh melalui hubungan interpesonal. Adanya dukungan sosial pada masa kanak-kanak berhubungan dengan perkembangan seseorang, dan pola perilaku yang menunjukkan kurangnya dukungan sosial pada masa remaja dapat berakibat merusak atau kurang baik. Dengan adanya dukungan sosial diharapkan perkembangan penalaran moral remaja dapat berkembang dengan baik. MORALITAS Pengertian Moralitas Istilah moral berasal dari bahasa latin ‘mores’. ‘Mores’ berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.7 Moralitas merupakan sistem nilai tentang cara individu harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan. Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. Hal ini senada dengan pendapat Lorens Bagus8 yang mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain. Tahap-tahap Perkembangan Moral Menurut Piaget9 perkembangan moral terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap realisme moral atau moralitas oleh pembatasan, dan tahap moralitas otonomi. Proses perkembangan moral melewati enam tahap yang terbagi dalam tiga tingkat perkembangan secara umum,10 yaitu: 1. Tingkat Prakonvensional Pada tingkat ini, individu memandang kebaikan itu identik dengan kepatuhan terhadap otoritas dan menghindari hukuman. Tingkatan moral prakonvensional dalam konteks interaksi antarindividu dengan lingkungan sosialnya ditandai dengan baik dan buruk yang berdasar pada keinginan diri sendiri, benar atau salah dilihat dari akibat-akibat itu, misalnya hukuman, ganjaran. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap yaitu: a. Tahap orientasi hukum dan kepatuhan. Dalam hal ini, menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Individu menganggap perbuatannya baik apabila ia memperoleh ganjaran dan tidak mendapat hukuman. Hal ini berarti bahwa akibat fisik tindakan menentukan sifat baik dan sifat buruk tindakan itu; b. Tahap orientasi relativitas–instrumental. Seseorang sudah lebih baik menyadari tentang kebutuhan-kebutuhan pribadi dan keinginan-keinginannya serta bisa bertindak demi orang lain tetapi dengan mengharapkan hubungan antarmanusia kadang-kadang ditandai relasi timbal balik. Individu menghubungkan apa yang baik dengan kepentingan, minat, dan kebutuhan diri sendiri serta ia mengetahui dan membiarkan orang lain melakukan hal yang sama. Individu menganggap sesuatu itu benar apabila kedua belah pihak mendapatkan perlakuan yang sama. 2. Tingkat Konvensional Individu pada tingkat ini, seseorang memandang bahwa memenuhi harapan-harapan keluarga dan kelompok dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya sendiri, tidak peduli pada apapun akibat-akibat yang langsung dan yang kelihatan. Sikap ini bukan hanya mau menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang tertentu dan dengan ketertiban Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI sosial, sikap ingin loyal, ingin menjaga, dan sikap ingin mengidentifikasikan diri dengan orang-orang atau kelompok yang ada di dalamnya. Ini berarti individu memandang kebaikan identik dengan harapan sosial serta aturan-aturan dalam masyarakat. Tingkat ini meliputi: a. Tahap kesepakatan antarpribadi. Tindakan seseorang direncanakan untuk mendapatkan penerimaan dan persetujuan sosial agar individu disebut sebagai orang baik, maka individu berusaha dipercaya oleh kelompok, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan kelompok dan berusaha memenuhi harapan kelompok; b. Tahap orientasi hukum dan ketertiban. Tindakan yang benar adalah melakukan kewajiban, menunjukkan rasa hormat pada otoritas, mentaati hukum serta memelihara ketertiban sosial yang sudah ada demi ketertiban itu sendiri. Ini berarti bahwa individu percaya bahwa bila orang-orang menerima peraturan yang sesuai dengan seluruh kelompok, maka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan ketidak setujuan sosial. Pada tahap ini, loyalitas terhadap orang lain atau kepada kelompok digantikan menjadi loyalitas kepada norma atau hukum. 3. Tingkat Pascakonvensional Individu pada tingkat ini memiliki usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok atau yang memegang prinsip-prinsip tersebut. Individu memandang kebaikan sesuai dengan prinsip moral yang universal, yang tidak terkait dengan aturan-aturan setempat atau segolongan manusia. Tingkat pascakonvensional ditandai dengan prinsip keadilan yang bersifat universal. Tingkat initerbagi atas: a. Tahap orientasi kontak sosial yang legalitas. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individu umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Ada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Individu percaya bahwa peraturan dapat diubah demi kesejahteraan masyarakat. Individu meyakini bahwa harus ada keluwesan dalam keyakinan-keyakinan moral yang memungkinkan modifikasi dan perubahan standar moral bila diyakini atau terbukti menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan. Individu menyadari bahwa hukuman dan kewajiban harus berdasarkan perhitungan rasional, individu juga menyadari bahwa ada perbedaan nilai-nilai di antara individu dalam masyarakat; b. Tahap orientasi prinsip etis yang universal. Orientasi prinsip etis yang universal benar diartikan dengan keputusan suara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, hukum tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting tetapi ada nilai-nilai yang lebih tinggi yaitu prinsip universal mengenai keadilan, pertukaran hak dan keamanan martabat manusia sebagai pribadi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral,11 yaitu: 1. Konsisten dalam Mendidik Anak Orangtua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anaknya. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila anak melakukan kembali pada waktu lain. 2. Sikap Orangtua dalam Keluarga Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten. 3. Penghayatan dan Pengamalan Agama yang Dianut Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religius (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik. 4. Sikap Konsisten Orangtua dalam Menerapkan Norma Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka orangtua harus menjauhkan diri dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak agar berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan hal yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan dia akan berperilaku seperti orangtuanya. Selain faktor di atas, perkembangan moral juga dipengaruhi oleh lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan teman-teman sebaya, segi keagamaan, dan aktivitas-aktivitas rekreasi.12 Lebih lanjut faktor-faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Lingkungan Rumah Sikap dan tingkah laku anak tidak hanya dipengaruhi oleh sikap orang-orang yang berada di dalam rumah, tetapi sikap dalam melakukan hubungan di luar rumah. Orangtua harus menciptakan suasana keramahan, kejujuran, dan kerjasama sehingga anak selalu cenderung untuk melakukan hal-hal yang baik. 2. Lingkungan Sekolah Corak hubungan antara anak dengan guru atau murid dengan murid, banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang memang masih mengalami perubahan-perubahan. Hubungan antarindividu yang baik di sekolah dapat memperkecil kemungkinan tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang jauh dari nilai-nilai moral yang tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma moral yang baik pula. 3. Lingkungan Teman-teman Sebaya Makin bertambah umur, individu makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman bermain sebaya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan individu melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. Anak yang banyak berpartisipasi dalam pergaulan, kemungkinan tahap perkembangan moralnya lebih besar dibanding mereka yang kurang berpartisipasi dalam pergaulan. 4. Segi Keagamaan Kejujuran dan nilai-nilai moral yang diperlihatkan seorang anak bergantung sepenuhnya pada penghayatan nilai-nilai keagamaan dan perwujudannya dalam bertingkah laku dengan orang lain. Ajaran keagamaan tidak hanya sebagai petunjuk, tetapi juga pengontrol untuk tidak melakukan sesuatu berdasarkan hawa nafsu. Kalau pada mulanya kepatuhan nilai-nilai keagamaan didasarkan karena rasa takut atau hukuman, maka lama kelamaan kepatuhan ini akan dapat dihayati sebagai bagian dari cara dan tujuan hidup individu. 5. Aktivitas-aktivitas Rekreasi Aktivitas anak dalam mengisi waktu luang akan mempengaruhi konsep moral anak. Melalui bacaan, film, radio, televisi, banyak mempengaruhi norma-norma moral anak. kejahatan, penipuan, kedengkian dari bacaan-bacaan maupun tayangan televisi dapat mengubah konsep-konsep moralitas pada anak. penilaian terhadap norma-norma kejahatan, yang sebenarnya telah terbentuk, dapat terubah oleh pengaruh bacaan maupun tayangan televisi. Kaidah Dasar Moral Ada tiga kaidah dasar moral yang pokok, yaitu sikap baik, keadilan, dan ketuhanan.13 Selanjutnya penjelasan dari ketiga kaidah dasar moral adalah sebagai berikut: 1. Sikapbaik Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI Kaidah sikap baik pada dasarnya mendasari semua norma moral. Sikap baik merupakan kecenderungan bertingkah laku yang didasari oleh hasrat, motivasi, pengalaman dan kehidupan alam perasaan, sabar, tabah, ramah-tamah, senang berbuat kebaikan kepada sesamanya dan jujur dalam bersikap. Sikap baik ini merupakan suatu proses mental yang terbentuk dalam kepribadian seseorang dari hasil dari pengajaran, pengalaman, interaksi sosial dan latihan. 2. Keadilan Keadilan dalam membagikan yang baik dan yang buruk. Aspek ini untuk mencari ciri-ciri yang relevan dalam rangka pertimbangan moral, untuk membenarkan perlakuan yang sama, dan untuk membenarkan perlakuan yang tidak sama. Dalam menentukan perlakuan yang sama, perlu diperhatikan kemampuan dan kebutuhan, sebab perbedaan dalam kemampuan dan kebutuhan individu adalah ciri yang dapat membenarkan suatu perlakuan yang berbeda juga. Hal itu berarti: memberi sumbangan yang relatif sama terhadap kebahagiaan individu, diukur pada kebutuhan tiap individu; dan menuntut daritiap individu pengorbanan yang relatif sama, diukur pada kemampuan tiap individu. 3. Ketuhanan Ketuhanan adalah dasar dari seluruh moral dan juga tujuan dari moral. Sifat ketuhanan ini meliputi ketaatan, kepatuhan, keikhlasan, kasih sayang, pemaaf dan bijaksana. Sifat ketuhanan ini dapat dikatakan bahwa pemikiran moral datangnya bersama dengan munculnya sifat akhlak bagi Tuhan. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa moralitas merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang dipandang sebagai baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain dan di dalamnya mengandung tiga kaidah dasar yaitu: sikap baik, keadilan, dan ketuhanan. DUKUNGAN SOSIAL Pengertian Dukungan Sosial Manusia banyak meluangkan waktu dalam kebersamaannya dengan orang lain, baik di rumah, di tempat bermain, di tempat kerja, di sekolah atau di tempat lain di dalam lingkungan sosialnya. Kecenderungan untuk berafiliasi ini berawal pada masa kanak-kanak. Pada saat bayi, individu membangun rasa kasih sayang yang kuat dengan orang-orang yang berarti dalam kehidupannya. Proses kasih sayang ini sangat dipengaruhi oleh faktor belajar.14 Seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya secara sendiri. Individu membutuhkan dukungan, terutama dari orang-orang dekat dengan diri individu. Dalam perkembangan hidup, agar diperoleh nilai-nilai dan pegangan hidup, seseorang memerlukan dukungan dari orangtua atau orang dewasa lainnya.15 Hal ini dapat diperoleh dengan jalan pemberian bimbingan, dukungan dan nasihat agar individu dapat mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya sehingga diperoleh pengetahuan dan pengertian bagi kehidupan individu setelah dewasa kelak. Dukungan sosial merupakan salah satu dimensi dalam hubungan sosial yang mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia. Dukungan dapat berupa bantuan emosional, kasih sayang, kepercayaan, perasaan simpatik dan pemeliharaan. Dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu agar menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan hubungan antarindividu yang bersifat membantu dan menolong, yang berupa perhatian emosional, kasih sayang, kepercayaan, perasaan simpatik, dan pemeliharaan serta pemberian informasi dan bantuan material. Aspek-aspek Dukungan Sosial Dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan aspek perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi dan penilaian. Aspek dukungan sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI 1. 2. 3. 4. Emosional. Individu membutuhkan empati, cinta, kepercayaan dan kebutuhan untuk didengar dari orang-orang di sekelilingnya. Instrumental. Ada sarana untuk mempermudah individu dalam berperilaku yang bertujuan positif. Hal ini dapat berupa uang, benda ataupun pekerjaan dan kesediaan untuk meluangkan waktu. Informasional. Dukungan secara tidak langsung terhadap perilaku individu akan memberi informasi yang dibutuhkannya, ataupun nasihat-nasihat yang berguna bagi individu. Penilaian. Penilaian terhadap individu dapat berupa pemberian penghargaan, keyakinan-keyakinan, timbal balik terhadap apa yang telah dilakukannya, dan dapat pula berwujud perbandingan-perbandingan sosial. Sumber Dukungan Sosial Dukungan sosial biasanya berbentuk bantuan instrumen, bantuan secara emosional, pemberian informasi yang dapat diberikan oleh keluarga, teman, tetangga, dan saudara. Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh House dan Kahn yang mengatakan bahwa dukungan sosial dapat diperoleh dari teman, sahabat, keluarga dan prefesional seperti dokter, psikolog dan psikiater.16 1. Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh individu. Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil yang terdapat struktur lengkap, yaitu ayah atau suami, ibu atau istri, dan anak. Keluarga dan suasana yang timbul di dalamnya merupakan aspek yang fundamental dalam perkembangan anak karena keluarga merupakan: 1) Lingkungan manusia yang dijumpai manusia sejak lahir. Dalam pembentukan mental, peranan keluarga sangat besar dan diterima anak secara intensif dan konsisten; 2) Pusat ketenangan hidup, dalam menjalani kehidupannya sering seseorang mengalami gangguan pikiran, frustasi, dan untuk mendapatkan kekuatan kembali tempat yang paling aman; dan 3) Pusat pendidikan, kebudayaan dan agama. Anak-anak mempercayai norma-norma kebudayaan, norma-norma agama untuk pertama kalinya di dalam lingkungan keluarga sehingga terbentuk pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma sosial, norma kelompok, norma agama serta cara pendidikan yang diajukan oleh keluarganya. 2. Teman adalah sumber dukungan karena teman memberikan rasa senang dan dukungan selama waktu stres.17 3. Guru merupakan tokoh utama dalam mengembangkan keseluruhan kemampuan anak didik. Cara guru membawakan diri, bersikap, dan bertingkah laku serta melakukan pendekatan, semuanya akan diperhatikan oleh anak didiknya. Melalui hubungan tersebut individu dapat mengemukakan pendapat atau ide-ide sehingga memungkinkan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan matang. Manfaat Dukungan Sosial Apabila suasana keluarga penuh dengan dorongan, semangat dan saling mendukung, pastilah remaja akan dapat berfungsi dengan baik, dapat diajak bekerja sama, dan mau membantu serta dapat berfungsi secara konstruktif dalam kelompoknya. Dukungan yang berwujud kasih sayang adalah pengikat dalam keluarga. Dukungan yang berupa kesedihan untuk mendengarkan ketika remaja berbicara akan menjadikannya tumbuh dewasa dengan intelektual yang tinggi. Rasa kasih sayang orangtua mempunyai dua fungsi utama bagi remaja. Pertama, remaja akan memperoleh rasa aman dari kebersamaan dengan orang yang dikasihinya. Kedua, kasih sayang dapat memberikan informasi tentang lingkungan, jika remaja tidak mengetahui dengan pasti cara bereaksi dengan situasi baru, maka remaja akan mengharapkan bimbingan dari orangtuanya. Hubungan yang bersifat suportif akan memberikan rasa aman dan percaya diri sebagai unsur penting dari tercapainya konsep diri yang positif. Dukungan sosial dapat memberikan sumbangan terhadap kestabilan psikologis seseorang seperti halnya melindungi seseorang dari situasi-situasi yang genting. Dukungan sosial juga membantu individu untuk dapat menguasai lingkungan sehingga dapat mengembangkan kecenderungan-kecenderungan pada hal-hal yang positif dan mengurangi gangguan psikologis yang berpengaruh kuat terhadap timbulnya stres. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI REMAJA Istilah ‘remaja’ atau ‘adolescence’ berasal dari kata latin ‘adolescere’ yang berarti ‘tumbuh’ atau ‘tumbuh menjadi dewasa.’ Masa remaja merupakan masa penting karena ada peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Kebahagiaan pada masa remaja terletak pada keberhasilan menjalankan tugas perkembangan yang lebih menekankan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan menuju pola perilaku dewasa. Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organorgan fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Masa remaja meliputi (a) remaja awal, 12 – 15 tahun; (b) remaja madya, 15 – 18 tahun; dan (c) remaja akhir, 19 – 22 tahun.18 Selain itu, remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu moral.19 Pada masa remaja terjadi perubahan menyangkut pertumbuhan fisik yang berpengaruh terhadap perkembangan psikis dan sosial. Pertumbuhan fisik pada masa remaja meliputi perubahan ukuran tubuh, baik tinggi, berat badan, proporsi tubuh, maupun perkembangan kelamin primer dan sekunder. Pertumbuhan ini sebagai akibat dari perubahan hormonal dalam tubuh yang terjadi pada masa remaja. Perkembangan psikis mencakup perubahan mental dan emosi. Dalam perkembangan mental, kemampuan intelektual remaja berkembang pesat sehingga remaja mampu berpikir abstrak, mengadakan generalisasi, mampu memakai prinsip logika dalam berpikir secara teoritis, dan terjadi perkembangan yang mencolok dalam cara mengungkapkan pendapat, penalaran, dan ingatannya. Hal ini menyebabkan remaja mampu berpikir kritis, mencoba memecahkan masalahnya sendiri, dan mampu mengambil pengalaman sebagai pelajaran. Aspek emosi juga mengalami perubahan ditandai dengan emosionalitas yang meninggi sehingga akan menyebabkan ketegangan emosi. PEMBAHASAN Masalah pokok yang sangat menonjol sekarang ini adalah kaburnya nilai-nilai di mata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih yang baik. Hal ini tampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama pada mereka yang hidup di kota-kota besar Indonesia. Di kota berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seolah-olah tanpa saringan. Sikap orang dewasa yang mengejar kemajuan lahirnya tanpa mengindahkan nilai-nilai moral yang bersumber kepada agama yang dianutnya menyebabkan generasi muda kebingungan bergaul. Hal ini karena yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan yang ingin dialaminya dalam masyarakat, bahkan bertentangan dengan yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri di rumah. Sebenarnya, faktor-faktor yang menimbulkan gejala-gejala kemerosotan moral dalam masyarakat modern sangat banyak. Adapun yang terpenting di antaranya adalah kurang tertanamnya jiwa agama dalam hati tiap-tiap orang. Agama dalam kehidupan sehari-hari sering tidak dilaksanakan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.20 Moral sebagai standar yang muncul dari agama dan lingkungan sosial remaja memberikan konsep-konsep yang baik dan buruk, patut dan tak patut, layak dan tidak layak secara mutlak. Pada satu pihak, remaja tidak begitu saja menerima konsep-konsep dimaksud, tetapi dipertentangkan dengan citra diri dan struktur kognitif yang dimilikinya. Sehubungan dengan struktur kognitif, remaja menilai moral dengan kecenderungan praktis. Remaja menganggap bahwa yang benar adalah kesesuaian antara ideal dengan praktiknya. Moral serta nilai yang tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari dalam pelaksanaannya. Moral kurang memiliki daya mengikat bagi remaja. Lebih dari itu, kecurangan serta ketidakadilan yang dilihat sehari-hari oleh remaja menimbulkan konflik dalam diri mereka. Konflik-konflik yang kuat, tidak jarang mendatangkan keresahan pada remaja. Mereka sering menyalahkan pemimpin sebagai orang yang dianggap tidak bermanfaat lagi untuk digantikan dengan aktivitas yang lebih bernilai. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan dukungan dari lingkungan sosialnya. Dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan oleh orang-orang yang berarti bagi individu yang melibatkan aspek emosional, informatif, instrumental, dan penilaian. Adanya dukungan sosial baik dari keluarga, teman dan guru akan menyebabkan remaja menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya. Dukungan sosial juga akan memberikan informasi bagi remaja tentang cara-cara berperilaku yang matang dalam interaksi sosial. Keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang penting bagi remaja, karena keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang dikenal individu. Remaja yang hubungan dengan keluarganya kurang baik akan mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang-orang di luar rumah. Hal ini disebabkan hubungan keluarga yang buruk akan menjadi model bagi remaja untuk bersikap buruk pula dalam berinteraksi sosial dengan orang lain. Seperti halnya keluarga, dukungan dari lingkungan teman dan lingkungan sekolah juga mempunyai peran penting. Dengan adanya dukungan dari teman sebaya dan lingkungan sekolah, remaja akan selalu bersikap baik dalam berinteraksi dengan sesama. Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orangtua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini, muncul dorongan untuk melakukan perbutaan-perbutan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).21 Orangtua merupakan faktor penentu terhadap perkembangan moral remaja. Menurut Adam dan Gullota22 terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua mempengaruhimoral remaja, yaitu sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral orangtua. 2. Ibu-ibu yang anak remajanya tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada ibu-ibu yang anaknya nakal; dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal. 3. Terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja, yaitu (a) orangtua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik dan terbuka mengenai berbagai isu, dan (b) orangtua yang menerapkan didiplin terhadap anak dengan teknik berpikir induktif23. KESIMPULAN Dukungan sosial merupakan hubungan sosial yang membaik, bermanfaat, dan diperoleh dari orang-orang terdekat, yaitu keluarga, teman dan guru. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang terpenting bagi perkembangan penyesuaian diri anak untuk dapat hidup layak dan berhasil, serta sebagai tempat untuk menerima dasar-dasar perkembangan, latihan-latihan sikap, dan kebiasaan yang baik bagi individu sehingga akan berpengaruh terhadap arah kehidupan. Teman sebaya juga bisa menjadi sumber dukungan bagi remaja. Teman sebaya bisa memberikan rasa senang dan dukungan ketika remaja merasa tertekan dalam berinteraksi sosial. Adanya dukungan sosial pada masa kanak-kanak berhubungan dengan perkembangan seseorang, dan pola perilaku yang menunjukkan kurangnya dukungan sosial pada masa remaja dapat berakibat merusak atau kurang baik. Remaja dalam kehidupannya sehari-hari hidup dalam tiga kutub, yaitu kutub keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kondisi masing-masing kutub dan interaksi antara ketiga kutub itu akan menghasilkan dampak yang positif maupun negatif bagi remaja. Dampak positif misalnya prestasi sekolahnya baik, dan tidak menunjukkan perilaku antisosial. Sedangkan dampak negatif misalnya, prestasi sekolah merosot, dan menunjukkan perilaku antisosial. Oleh karena itu, dukungan dari semua kutub sangat diharapkan agar remaja selalu memiliki moral yang baik. Bila terjadi krisis moral (perilaku menyimpang) di kalangan remaja, maka yang sering terjadi adalah masing-masing kutup saling salah menyalahkan.24 Misalnya, orangtua di rumah (keluarga) menyalahkan pihak sekolah (orangtua atau guru di sekolah), atau menyalahkan masyarakat (orangtua yang ada dalam masyarakat atau teman sebaya), demikian pula sebaliknya. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI Remaja yang dibesarkan dalam kondisi keluarga yang tidak sehat25 resiko untuk berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang, lebih besar dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam lingkungan yang harmonis. ENDNOTES Al Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya(Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 9. Suatu kondisi kesamaan dalam sifat-sifat karakteristik yang pokok-pokok. Chaplin, Kamus lengkap Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 237. 3 Setiono “Perkembangan Penalaran Moral, Tinjauan dari Sudut Pandang Teori Sosio Kognitif,” dalam Jurnal Psikologi dan Masyarakat (Jakarta: ISPSI dengan Gramedia Widisarana Indonesia, 1994). 4 L. Kohlberg, Tahap-tahap Perkembangan Moral(Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1995). 5 Ibid. 6 Rohmat, “Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak” dalam Jurnal Yin Yang, Vol.5 (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2010), hal 35. 7 Burhanudin Salam, Etika Sosial, Asas Moral dalam Kehidupan Manusia(Jakarta: Rieneke Cipta, 1997), hal. 3. 8 Amril, M. Etika Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). 9 Hurlock. E.B. Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga. 1996). 10 Kohlberg, L. Tahap-tahap Perkembangan Moral. (Yogyakarta: Kanisius, 1995). 11 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja(Bandung: PT. Rosda Karya, 2004). 12 Gunarsa, S. Psikologi Perkembangan (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1999). 13 Zubair, Charis A. Kuliah Etika(Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hal. 78 14 Ahmadi, 1995. “Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Sikap Keterbukaan dalam Pergaulan Pada Mahasiswa Semester III STIE Surakarta”, Skripsi (tidak diterbitkan), Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 15 Gunarsa, S., Psikologi Remaja (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1991). 16 Widyaningsih, “Dukungan Sosial dan Stres pada Remaja”, Skripsi, (tidak diterbitkan) (Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1995). 17 Merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 488. 18 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak, hal. 184. 19 Ibid. 20 Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta, Bulan Bintang, 1982). 21 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak, hal. 199. 22 Ibid., hal. 200. 23 Dalam logika (ilmu mantik), merupakan pemikiran atau pertimbangan dari hal yang khusus kepada yang umum. Atau bisa juga satu bentuk disiplin orangtua dengan memberikan penjelasan kepada anak-anak mengapa mereka harus mengubah tingkah-lakunya. Chaplin, Kamus lengkap Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 246. 24 Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1992), hal. 195. 25 Kriteria kondisi keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli adalah, antara lain: Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce), kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orangtua dan anak di rumah, hubungan interpersonal antaranggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik, substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis). Selain itu kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu: hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu, terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga, cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek, sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak, sikap orangtua yang kasar dan keras terhadap anak, orangtua yang jarang di rumah atau terdapatnya istri lain, sikap atau kontrol yang tidak konsisten, kontrol yang tidak cukup, kurang stimuli kognitif atau sosial, dan lain-lain misalnya menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orangtua, dan lain sebagainya. 1 2 DAFTAR PUSTAKA Chaplin. 1997. Kamus lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Daradjat, 1982. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Bulan Bintang. Gunarsa, S. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261 JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI . 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hadiwardoyo, Al Purwa. 1992. Moral dan Masalahnya.Yogyakarta: Kanisius. Hawari, Dadang. 1997. Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Hurlock. B. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kohlberg, L. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius. Purwadarminto, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rohmat. 2010. “Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak” dalam JurnalYin Yang, Vol. 5. Purwokerto: STAIN Purwokerto. Setiono 1994. “Perkembangan Penalaran Moral, Tinjauan dari Sudut Pandang Teori Sosio Kognitif” dalam Jurnal Psikologi dan Masyarakat”. Jakarta: ISPSI dengan Gramedia Widisarana Indonesia. Widyaningsih, 1995. “Dukungan Sosial dan Stres pada Remaja”, Skripsi, (tidak diterbitkan) Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya. Zubair, Charis A. 1990. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto KOMUNIKA Vol.4 No.2 Juni-Desember 2010 pp.235-250 ISSN: 1978-1261