Document

advertisement
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat ini, pasar tradisional semakin tergeser keberadaannya oleh pasar
moderen. Di kota besar, pasar tradisional dianggap sebagai tempat untuk konsumen
kalangan menengah ke bawah, barang yang dijual bisa didapatkan dengan harga murah
dibandingkan dengan pasar moderen yang khusus untuk kalangan menengah ke atas.
Biasanya, produk yang dijual bergantung pada permintaan konsumen, dan harga yang
ditetapkan merupakan hasil dari proses tawar menawar. Pada umumnya, produk yang
dijual adalah bahan kebutuhan sehari-hari (sembako).
Saat diberlakukannya deregulasi industri ritel pada tahun 1998, pertumbuhan
pasar moderen seperti mall, supermarket, hipermarket, dan lain sebagainya, tumbuh
pesat, sehingga membuat pasar tradisional kalah bersaing. Walaupun di beberapa tempat,
khususnya di kota-kota besar, pasar tradisional tidak memiliki posisi strategis lagi, tapi di
daerah-daerah, pasar tradisional merupakan pusat ekonomi yang menggerakkan roda
perekonomian di suatu daerah.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres-RI) Nomor 112 Tahun
2007, pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) termasuk kerjasama dengan swasta, dengan tempat usaha berupa toko,
kios, los, dan tenda dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat, atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan proses jual beli
barang dagangan melalui tawar menawar.
Sampai saat ini, pasar tradisional masih sangat memprihatinkan. Kesan kumuh,
becek, aroma yang menyegat, dan sistem keamanan yang sangat minim menjadi brand
dari pasar tradisional itu sendiri. Banyak permasalahan yang sering dihadapi oleh pasar
tradisional dan belum ada kejelasan perbaikannya. Adapun masalah yang sering muncul
adalah sebagai berikut (Kuncoro 2008).
1.
Banyaknya pedagang yang tidak tertampung di pasar.
2.
Stigma pasar tradisional yang mempunyai kesan kumuh.
3.
Barang dagangan makanan siap saji yang dijual di pasar tradisonal mempunyai kesan
kurang higienis.
4.
Tumbuhnya pasar moderen dan menjadi pesaing utama bagi pasar tradisional.
5.
Kurangnya kesadaran pedagang dalam mengembangkan usahanya dan banyak
pedagang yang tidak mau menempati tempat yang telah ditentukan.
6.
Status kepemilikan tanah pasar yang tidak jelas, sebagian berstatus pemerintah
daerah, dan sebagian lagi berstatus milik pemerintah desa.
7.
Adanya keengganan pedagang dalam membayar retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
8.
Masih adanya pasar yang beroperasi hanya pada hari pasaran.
Dari sekian banyak permasalahan yang ada, keberadaan pasar tradisional masih
memiliki nilai strategis. Hal ini ditunjukkan oleh kemudahan dan terjangkaunya harga
yang ditawarkan oleh pasar tradisional itu sendiri. Ada empat peranan penting dari pasar
tradisional yang tidak bisa digantikan oleh pasar moderen, yaitu sebagai berikut.
1.
Pasar tradisional merupakan tonggak perekonomian bagi masyarakat menengah ke
bawah dan dijadikan tempat untuk menyediakan barang kebutuhan sehari-hari
dengan harga yang mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat di
Kota Dumai.
2.
Kemudahan untuk dimasuki dan diakses oleh semua pedagang, terutama pedagang
yang memiliki modal kecil.
3.
Pasar merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi
pasar yang ditarik oleh pemerintah daerah dari pedagang-pedagang pasar.
4.
Akumulasi dari seluruh aktivitas jual beli di pasar merupakan faktor penting dalam
perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi, baik skala lokal, regional, maupun
nasional.
Sistem pengelolaan pasar tradisional sangat jauh berbeda dengan sistem
pengelolaan pasar moderen.
Pada pasar moderen, pengelolaannya dilakukan oleh
profesional melalui pendekatan bisnis.
Sistem pengelolaannya lebih terpusat yang
memungkinkan pengelola induk dapat mengatur standar pengelolaan bisnisnya. Pada
pasar tradisional, pengelolaannya dilakukan oleh dinas pasar yang merupakan bagian dari
sistem birokrasi. Sistem pengelolaannya terdesentralisasi dan setiap pedagang mengatur
standar pengelolaannya sendiri.
Di Kota Dumai, pasar tradisional memegang peranan penting dalam
menggerakkan roda perekonomian daerah. Selain mendapatkan penghasilan terbesar dari
minyak bumi, pasar juga memberikan kontribusi terbesar bagi pemasukan Kota Dumai.
Masukannya berupa retribusi pasar yang hasilnya diserahkan ke kas daerah, guna
memfasilitasi peningkatan pelayanan pasar dan pembiayaan operasional pemerintahan
(Tabel 1).
Tabel 1 Realisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar Kota Dumai (ribu Rp)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Target
Realisasi
25 000.00
32 200.00
37 030.00
60 000.00
66 518.00
90 000.00
90 000.00
100 000.00
150 000.00
225 000.00
Kelebihan
28 730.00
32 700.00
40 050.00
66 343.00
89 051.00
71 775.00
78 118.00
122 000.00
158 021.00
254 383.00
Kekurangan
3 730.00
500.00
3 020.00
6 343.00
22 553.00
22 000.00
8 021.00
29 383.00
18 225.00
11 882.00
-
Sumber: Kantor Pelayanan Pasar Kota Dumai (2011b)
Keberadaan pasar tradisional di Kota Dumai selalu mendapat perhatian dari
masyarakat sekitar, karena pasar tradisional inilah yang memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan sebagai salah satu sumber mata pencaharian bagi masyarakat sekitar.
Hal ini
dibuktikan ketika Indonesia mengalami krisis, pasar tradisional tetap ada dan mampu
memenuhi kebutuhan para konsumen walaupun harga yang ditawarkan melonjak naik
pada saat itu. Kesan kumuh, becek, bau menyengat, tidak aman, dan tidak terawat yang
selama ini menjadi brand image bagi pasar tradisional, bukan menjadi masalah bagi
masyarakat sekitar, karena sadar atau tidak, semua kebutuhan yang masyarakat inginkan
ada di pasar tradisional. Sistem pengelolaan pasar tradisional di Dumai dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pasar (KPP) Kota Dumai, tugasnya mendata sejumlah pedagang
dengan jenis dagangannya, melakukan pemungutan terhadap pedagang berupa retribusi
pasar, dan meningkatkan pelayanan yang diberikan dalam pengelolaan pasar di Kota
Dumai. Sistem pengelolaan yang dilakukan oleh KPP Kota Dumai didasarkan pada
Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011, tentang Pelayanan Pasar.
Pasar yang ada di Kota Dumai terdiri dari dua macam kepemilikan, yaitu pasar
pemko dan pasar swasta (Tabel 2). Pasar pemko merupakan pasar yang disediakan oleh
pemerintah Kota Dumai dengan menyediakan tempat berupa kios, los, tenda, maupun
gerobak, serta dikenai biaya retribusi sesuai dengan harga sewa yang telah ditetapkan dan
tempat yang digunakan oleh pedagang pasar. Sistem pembayaran retribusi pasar yang
dikenai kepada pedagang dilakukan satu bulan sekali. Pasar swasta merupakan pasar
yang telah ada sejak dulu dan pengelolaannya dilakukan oleh individu yang membuka
pasar tersebut. Sistem pemungutan berupa retribusi pasar yang dikenai pada pasar swasta
hanya sebesar Rp500.00/hari untuk satu orang pedagang dan dilakukan penarikan setiap
satu bulan sekali. Penarikan tarif retribusi ini dilakukan oleh pekerja yang ditunjuk oleh
Kantor Pelayanan Pasar (KPP) dalam melakukan pungutan.
Ada lima titik penting pasar yang ditempati oleh sejumlah pedagang, yaitu di
Kecamatan Dumai Timur, Dumai Barat, Bukit Kapur, Medang Kampai, dan Sungai
Sembilan.
Dari lima kecamatan tersebut, hanya dua kecamatan (Dumai Timur dan
Dumai Barat) yang pemungutan retribusinya masih aktif sampai dengan sekarang (Tabel
2), sedangkan tiga kecamatan lainnya tidak dilakukan karena pasar dianggap masih
kepemilikan swasta dan enggan membayar retribusi sesuai dengan yang ditetapkan,
bahkan ada pasar yang tutup karena tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
sekitar. Barang yang dijual homogen, yaitu sembako, hasil tangkapan dari laut dan
sungai, daging ayam, daging sapi, baju, mainan anak-anak, jajanan pasar, dan lain
sebagainya.
Sebagai salah satu kota di Provinsi Riau yang posisinya paling strategis, yaitu
dekat dengan Singapura, Malaysia, dan Malaka, banyak produk impor yang masuk ke
Dumai dan dijual dengan harga yang lebih murah. Walaupun begitu, produk tersebut
tidak dijual di pasar tradisional, melainkan memiliki tempat sendiri yang posisinya lebih
dekat dengan pelabuhan Kota Dumai, dan lebih dikenal dengan produk seken (sebutan
bagi penduduk Kota Dumai terhadap barang impor). Barang khas dari Dumai sendiri
seperti kain tenun songket tidak dijual bebas di pasar tradisional, karena menurut persepsi
masyarakat Kota Dumai, barang yang menjadi ciri khas daerah lebih banyak dijual di
toko-toko khusus, dan bukan di pasar tradisional dan pasar tradisional lebih identik
kepada kebutuhan sehari-hari.
Tabel 2 Data pasar dan jumlah pedagang se-Kota Dumai tahun 2011
No
Nama Pasar
Jumlah
Pedagang
Lokasi
Status
Pasar (Pungutan
Retribusi)
1
2
3
4
5
Kecamatan Dumai Timur
1) Pasar Senggol
2) Pasar Buah
3) Pasar Hayam Wuruk
4) Pasar Tenaga
5) Pasar Jaya Mukti
6) Pasar Dumai-Pakning
Kecamatan Dumai Barat
1) Pasar Pulau Payung
2) Pasar Bunda Sri
Mersing
3) Pasar Dock
4) Pasar Pulau Kelapa
5) Pasar Jajan Malam
Kecamatan Bukit Kapur
1) Pasar Suka Ramai
2) Pasar Gurun Panjang
Kecamatan Medang
Kampai
1) Pasar Pelintung
2) Pasar Selinsing
Kecamatan Sungai
Sembilan
1) Pasar Simpang Pulai
Total
126
103
20
40
104
157
Jl. Sisinga Mangaraja
Jl. Jend. Sudirman
Jl. Hayam Wuruk
Jl. Tenaga
Jl. Kaharudin Nasution
Jl. Brigjen Arifin Ahmad
Swasta
Pemko
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
134
421
Jl. Pangeran Diponegoro
Jl. S. Hasanuddin
Pemko
Pemko
Aktif
Aktif
327
108
108
Jl. H.M. Husni Thamrin
Jl. Prof. M. Yamin
Jl. S. Hasanuddin
Swasta
Swasta
Swasta
Aktif
Aktif
Aktif
320
20
Jl. Soekarno Hatta Km. 25
Kelurahan Gurun Panjang
Swasta
Swasta
Tidak Aktif
Tidak Aktif
145
25
Kelurahan Pelintung
Kelurahan Pelintung
Swasta
Swasta
Tidak Aktif
Tidak Aktif
Kelurahan Basilam Baru
Swasta
Tidak Aktif
50
2.208
Sumber: Kantor Pelayanan Pasar Kota Dumai (2011c)
Dalam melakukan pengelolaan pasar tradisional yang ada di Kota Dumai,
pemerintah, khususnya Kantor Pelayanan Pasar menerapkan sistem pengelolaan
tradisional terpusat, dengan model pengembangan pasar yang konvensional.
Sistem
pengelolaan tradisional terpusat ini dilakukan karena pemerintah menginginkan pasar
beroperasi setiap hari, memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar, dan didasarkan oleh
Perda Nomor 21 Tahun 2011 dengan pemugaran bangunan dan pembiayaan dilakukan
oleh pemerintah. Tapi jika dilihat kondisi di lapangan, sistem pengelolaan pasar terpusat
dengan model pengembangan konvensional tidak dapat berjalan dengan baik, bahkan
jauh dari efektif. Tingkat pelayanan yang diberikan juga tidak sesuai dengan ketetapan
yang ada.
Selain kondisi fisik yang tidak menarik bahkan terkesan kumuh, yang
mengelolanya juga bukan dari kalangan profesional. Tidak adanya dukungan kebijakan
dari pemerintah juga menyebabkan sistem pengelolaan yang dilakukan tidak seperti yang
diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pelayanan yang diberikan, banyaknya kios
yang tutup dan keengganan para pedagang pasar dalam membayar retribusi. Berbagai
macam persoalan timbul dengan cepat, tapi pemerintah bahkan KPP Kota Dumai tidak
melakukan perbaikan bahkan evaluasi kinerja terhadap sistem pengelolaan pasar yang
diberlakukan.
Penyelesaian masalah yang tidak kunjung selesai, pemerintah malah
melakukan pembangunan pasar induk, yang nantinya diharapkan membantu pasar-pasar
tradisional yang telah ada. Pembangunan pasar induk ini, bagi pemerintah merupakan
suatu solusi untuk penyelesaian permasalahan yang ada, tapi bagi persepsi pedagang dan
pembeli, hal tersebut malah menambah masalah. Selain pembangunan pasar induk yang
daerahnya sulit dijangkau bahkan tidak ada angkutan umum yang beroperasi disana,
kondisi jalan menuju pasar induk bahkan tidak lebih baik dengan kondisi jalan menuju
pasar tradisional yang ada. Atau dengan kata lain, pembangunan pasar induk hanya
membuang uang yang ada dan belum tentu pasar tersebut bisa digunakan seperti pasar
yang telah ada.
Jika dilakukan perbandingan dengan pasar-pasar tradisional di daerah lain, baik
itu di dalam negeri maupun di luar negeri, sistem pengelolaan yang dilakukan di Kota
Dumai jauh tertinggal kebelakang. Sebagai contoh pengelolaan pasar tradisional terbaik
adalah Hongkong, Surakarta, dan Jogjakarta. Sistem pengelolaan yang dilakukan di
ketiga tempat tersebut sudah jauh lebih baik. Kondisi fisik bangunan yang lebih baik,
bersih, nyaman, aman, mudah aksesnya, dan sanksi yang dikenakan juga jelas. Hal ini
terjadi karena adanya kesadaran dari pedagang untuk menjaga kondisi tersebut, adanya
dukungan pemerintah yang mampu menyediakan fasilitas yang cukup, dan manajemen
yang efektif bagi keberlangsungan dalam pengembangan pengelolaan pasar. Dari ketiga
contoh (Hongkong, Surakarta, dan Jogjakarta) yang dilakukan perbandingan, pasar
tradisional di Hongkong menerapkan ketentuan yang diatur oleh Food, Environmental,
and Hygiene Department (FEHD).
Ketiga tempat tersebut menjadi potret dan inspirasi bagi Kota Dumai dalam
melakukan pengembangan pengelolaan pasar.
Jika dilihat di Kota Dumai, sistem
pengelolaan pasar yang telah diterapkan oleh Kantor Pelayanan Pasar dinilai tidak efektif.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pedagang pasar yang tidak mau menempati tempat
yang telah disediakan oleh KPP Kota Dumai. Kondisi ini diperparah ketika pedagang
lebih memilih berjualan di trotoar yang merupakan tempat untuk pejalan kaki dan bahkan
ada yang berjualan di bahu jalan.
Hal ini pedagang lakukan karena lokasi yang
disediakan oleh KPP dianggap kurang strategis, dan menyebabkan barang dagangan yang
diual tidak laku bahkan tidak dilihat oleh pembeli. Jika kondisi ini tidak ditindaklanjuti
dengan cermat, maka akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan, yaitu sebagai berikut.
1.
Tidak ada tempat bagi pejalan kaki, karena trotoar yang fungsinya sebagai tempat
untuk pejalan kaki telah diubah fungsi sebagai tempat jualan.
2.
Banyaknya sampah pasar yang bertebaran di trotoar dan bahu jalan. Hal ini bisa
menyebabkan rusaknya keindahan jalan, bahkan sampah yang ada menimbulkan bau
yang menyengat.
3.
Macetnya arus lalu lintas, karena sebagian jalan telah digunakan pedagang pasar
dalam menjual dagangannya.
Ada beberapa aspek yang dilakukan dalam melakukan pengembangan
pengelolaan pasar, yaitu dari segi fisik, manajemen atau pengelolaan, dan kebijakan
pemerintah. Fisik dilihat dari infrakstuktur dan perencanaan pasar yang akan dikelola.
Manajemen atau pengelolaan dilihat dari segi pedagang dan pengelola pasar, sedangkan
kebijakan pemerintah dilihat dari aspek penataan pasar dan pertokoan, pembiayaan,
pembinaan terhadap pengelola pasar tradisional, sistem informasi supply-demand-price
komoditas perdagangan, dan konsistensi kebijakan. Aspek-aspek inilah yang nantinya
akan menjadi proyeksi bagi Kota Dumai dalam melakukan pengembangan pengelolaan
pasar. Tentunya hal ini harus didukung oleh pemerintah, pedagang, dan KPP sebagai
pihak yang mengelola pasar di Kota Dumai.
Berdasarkan uraian di atas, maka dianggap perlu untuk melakukan kajian yang
lebih mendasar dengan menguraikan beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam
pengembangan pengelolaan pasar di Kota Dumai. Selain itu juga perbaikan sistem harus
dilakukan sedini mungkin untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Kajian
terhadap pengembangan pengelolaan pasar ini diharapkan menjadi salah satu kunci dalam
pengambilan kebijakan bagi KPP Kota Dumai dalam mewujudkan pasar tradisional yang
sesuai dengan harapan. Untuk bisa menjadi kunci penting dalam pengambilan kebijakan,
diperlukan strategi yang bisa digunakan dan diterapkan oleh KPP Kota Dumai dalam
melakukan pengembangan pengelolaan pasar Kota Dumai.
Strategi yang didapat
nantinya diharapkan dapat diimplementasikan dan diterapkan dengan sebaik mungkin.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka perumusan masalah
yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana model pengelolaan pasar yang dapat diterapkan di Kota Dumai.
2.
Apa pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap KPP dalam pengelolaan pasar di
Kota Dumai.
3.
Bagaimana strategi yang diterapkan di Kantor Pelayanan Pasar dalam pengelolaan
pasar di Kota Dumai.
4.
Strategi apa saja yang menjadi prioritas untuk diimplementasikan oleh KPP Kota
Dumai dalam melakukan pengelolaan pasar di Kota Dumai.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dari perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Menganalisa model pengelolaan pasar yang dapat diterapkan di Kota Dumai.
2.
Menganalisa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi KPP dalam
pengelolaan pasar di Kota Dumai.
3.
Merumuskan pilihan strategi yang dapat diterapkan oleh KPP Kota Dumai dalam
melakukan pengelolaan pasar di Kota Dumai.
4.
Menentukan prioritas strategi yang dapat diimplementasikan oleh KPP Kota Dumai
dalam pengelolaan pasar di Kota Dumai.
1.4
Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang akan dilakukan pastinya akan memberikan manfaat dan
berguna bagi semua pihak yang berkaitan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.
Dapat memberikan masukan kepada Kantor Pelayanan Pasar terutama sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan pengelolaan pasar di Kota
Dumai.
2.
Memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengaplikasikan teori dan pengetahuan
lainnya, yang mengarah pada kemampuan analisis dan pemecahan masalah secara
riil, dalam hal ini menentukan strategi pengembangan pengelolaan pasar di Kota
Dumai.
3.
Dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya
demi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian dibatasi dalam manajemen strategi khususnya
merumuskan strategi pengembangan pengelolaan pasar di Kota Dumai. Fokus dalam
penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis faktor internal eksternal yang
berpengaruh dalam penentuan strategi pengembangan pengelolaan pasar di Kota Dumai,
serta menetapkan prioritas strategi yang cocok untuk diterapkan oleh KPP Kota Dumai.
Tahap implementasi sepenuhnya diserahkan kepada KPP selaku pihak yang melakukan
pengelolaan dan pelayanan pasar di Kota Dumai.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB
Download