BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah Hubungan Internasional (International Relations) petama kali diciptakan oleh Jeremy Bantham, yang beliau tujukan untuk mewakili hubunganhubungan antar negara-bangsa yang bersifat global.1Sedangkan Joseph S. Roucek mengatakan bahwa“International Relations concerned with the analisys of such forces of international politics as the great powers, nationalism and imperialsm. It is also concerned with the legal principle which nations have agreed to observe, and with the nature and the scope of organization to which nations belong”.2 Secara umum, dunia Hubungan Internasional (HI) memang lebih akrab ataupun sangat melekat terhadap para kalangan elite politik saja karena secara kasat mata HI memang dipandang sebagai dunia yang memiliki sebuah karakter yang tentunya mempunyai karakterisitik-karkteristik tertentu utnuk masuk ke dalamnya. Namun dengan berevolusinya HI hingga sampai saat ini fenomena tersebut perlahan terkikis dengan sedirinya. Hal ini dikarenakan HI bukanlah suatu hal yang hanya bias disentuh oleh kalangan elite politik ataupun sejenisnya sebab HI sudah menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat. Ini semua bersumber dari banyaknya isu-isu yang terdapat dalam dunia HI dimana isu-isu tersebut merupakan isu yang sangat sensitif bagi kelangsungan hajat hidup orang banyak. HI sendiri mempunyai sejarah yang panjang yang patut kita pelajari karena HI 1 “Tingkat Analisis Hubungan Intersional” dalam http://www.gudangmateri.com/2011/02/tingkat‐analisis‐hubungan‐internasional.htmldiakses 13Mei 2012 2 Dikutip dari The Liang Gie, Ilmu Politik, 1986, hal 64 1 2 sampai detik ini tidak bermetamorfosis dengan sendirinya namun banyaknya permasalahan serta isu yang terkait dengan dunia politik, keamanan, ekonomi, sosial hingga budaya merupakan faktor-faktor yang mampu merubah dunia HI setiap saat. Oleh sebab itu, mulai dari sekarang mau tidak mau dunia HI tidak dapat kita lepaskan dari kehidupan karena semua lapisan masyarakat turut andil dan ikut serta.Perkembangan fenomena hubungan internasional telah memasuki aspek-aspek baru, dimana Hubungan Internasional tidak hanya mengkaji tentang negara, tetapi juga mengkaji tentang peran aktor non-negara di dalam ruang lingkup politik global. Peran non-state actor yang semakin dominan mengindikasikan bahwa non-state actor memegang peran yang penting.3 Dewasa ini Hubungan Internasional merupakan disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang sedang tumbuh. Kalau kita katakan sedang tumbuh, maka ini menunjukkan suatu hal yang ada dalam proses. Proses ini pula mengandung arti sedang berkembang, dan sekaligus menunjukkan bahwa bentuk finalnya belum tercapai. Sehingga dirasa perlu untuk mengembangkannya dalam sebuah wadah yang otonom, mandiri dan memungkinkannya memfasilitasi interseksi dan kolaborasi ilmu-ilmu sosial dalam dirijensi paradigma global.4 Hubungan Internasional merupakan sebuah fenomena yang telah terjadi sejak adanya interaksi antar negara, namun ia baru disadari sebelum perang dunia I (19141918)5 dan terus berkembang hingga perang dunia II dan perang dingin, pada waktu itu para sarjana hubungan International hanya berfokus pada hubungan 3 Diakses dari http://anjar.student.umm.ac.id/ pada 26 September 2012 Dikutip dari Road Map 2020 Departemen Hubungan Internasional Unversitas Airlangga, 4 hal 1 5 Ill Steans & Lloyd Petterford, Introduction to International Relation, Perspective & Themes(Pearson: Longman, 2011), hal. 1. 3 antar negara-sebagai aktor dalam mencegah perang, lalu berkembang menjadi lebih luas, seperti diplomasi antar negara, kerjasama ekonomi dan berbagai isu global lainnya. Dalam perkembangan kontemporernya, kini fenomena Hubungan Internasional tidak hanya terkait pada hubungan antar negara dalam berbagai bidang, tapi juga hubungan Institusi-institusi lain-dalam hal ini mereka yang terlibat di hubungan internasional disebut aktor, seperti PBB, Uni Eropa, MNC (Multi National Corporation), IGOs (Inter Government Organizations), INGO (Inter Non Government Organization, bahkan setiap individu pun telah terlibat dalam sebuah Hubungan International, seperti mengikuti perkembangan sebuah peristiwa global atau peristiwa yang terjadi di negara lain dalam sebuah berita, membeli produk yang ditawarkan dalam pasar dunia. Kini, keputusan yang diambil oleh tiap skala individu hingga skala negara, secara langsung ataupun tidak, berdampak pada dunia kita saat ini. Maka aktor yang terdiri dari negara hingga individu, telah memberikan pengaruh dan kontribusi yang unik dan penting, meskipun kecil, kepada individu lain, negara lain dan aktor yang lain dalam dunia Hubungan International.6 Sebagai contoh, misalnya ketika anda membeli sebuah produk yang dipasarkan secara internasional, anda telah turut serta dalam kegiatan perdagangan bebas, yang mempengaruhi ekspor-impor negara lain dan berbagai contoh lainnya.Dalam perkembangannya sebagai sebuah disiplin ilmu, ia memiliki sebuah batas yang tidak pasti7, yang dimaksud ialah ia merupakan ilmu yang multidisiplin, mencakup dan terkait berbagai disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu politik, ekonomi hukum dan lainnya. Contohnya dalam hubungannya dengan politik, ia membahas aktivitas seperti diplomasi, perang, 6 Joshua S. Goldstein, International Relation (Pearson: Longman, 2005) hal. 4. Ibid, hal. 3. 7 4 hubungan bilateral maupun multilateral dan berbagai contoh terkait dengan disiplin ilmu lain. Mempelajarinya telah menjadi sebuah kebutuhan berbagai lini strategis, ia dipelajari secara khusus ataupun menjadi sub-disiplin dari disiplin ilmu yang lain, contohnya seperti hukum internasional, politik internasional, manajemen dan bisnis internasional dan lain-lain. Ada hal penting dalam kajian ilmu Hubungan Internasional yang tidak bisa ditinggalkan, ia menjadi komponen utama di dalamnya, karena ia yang melandasi terjadinya hubungan internasional, ia adalah power (kekuatan) dan interest (tujuan). Para penempuh studi hubungan internasional tradisional menjadikan power sebagai tujuan setiap aktor (negara).Power merupakan perpaduan antara pengaruh persuasif untuk menggerakkan orang lain melalui janji-janji maupun pemberian keuntungan, juga kekuatan koersif seperti ancaman-ancaman atau perampasan hak-hak, dalam hal ini lebih condong kepada kekuatan militer, sehingga kepiawaian diplomasi internasional dan bargaining position (nilai tawar) merupakan indikasi dari power sebuah pihak. Dewasa ini dalam hubungan internasional, terjadi the changing nature of power8, pergeseran alamiah spektrum power yang sebelumnya didominasi oleh kekuatan militer (military power) berubah dan meluas menuju yang lainnya (non-military power) , seperti penguasaan teknologi, budaya, pendidikan, kekuatan ekonomi dan sebagainya. Misalnya penguasaan teknologi, kemampuan ekonomi dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat Jepang, telah memberikan gambaran yang jelas mengenai non-military power yang mereka miliki.Maka bagi setiap akademisi, individu 8 Charles W. Kegley & Eugene R Wittkopf., The Global Agenda: Issues and Perspective (New York: St. Martin’s Press, 2004) hal. 450. 5 yang akan selalu berpartisipasi dalam hubungan internasional dan mereka yang berkeinginan menjadikan dunia lebih baik, studi hubungan internasional secara langsung- mempelajarinya sebagai mayor utama maupun subdisiplin dari cabang ilmu, ataupun secara tidak langsung- mengikuti perkembangannya, merupakan sebuah keharusan. Oleh karena itu diperlukan sebuah pusat kajian dari hubungan internasional guna menjawab kompleksitas dunia global secara strategis. Dewasa ini political issue menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Isu politik sangat erat kaitannya dengan keamanan serta ekonomi global. Ketiga isu ini semakin menjadi vital apabila sudah di monopoli oleh suatu kaum tertentu ataupun sudah dikuasai oleh golongan tertentu dengan dibalut suatu organisasi internasional berlandaskan perdamaian dunia.Focus interest dari politik itu sendiri terbagi menjadi dua dimana adanya high politic dan low politic. Kedua hal tersebut tentunya menjadi sangat berbeda karena aktor serta kajian yang berkaitan dengan hal tersebut juga berbeda apa lagi jika sudah menyentuh kepada kepada eksistensi dari suatu golongan atau organisasi yang sangat erat hubungangnya dengan keamanan masyarakat dunia. Seperti yang telah disebutkan diatas politik sangat erat kaitannya dengan keamanan, ini dapat kita lihat terjadinya berbagai konflik yang melanda berbagai negara didunia. Berbicara mengenai kepentingan nasional artinya kita berbicara mengenai sesuatu yang bersifat ambigu atau memiliki makna ganda, yaitu bermakna objektif dan subjektif. Secara objektif, kepentingan nasional berarti atribut Negara yang secara langsung terdapat pada suatu Negara, dan secara subjektif, kepentingan nasional berarti hasil atau output dari proses politik, domestik, maupun 6 internasional. Namun Coloumbus dan Wolfe berpendapat bahwa “kepentingan nasional dipahami sebagai sintesis dari pendekatan-pendekatan subjektif dan objektif dalam situasi yang besar dan kompleks seperti negara, keputusan dibuat oleh segelintir elite yang memiliki legitimasi.” Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama. Karena itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik internasional. Mengkaji masalah perang dan konflik bukanlah hal yang sederhana, diperlukan tahap-tahap atau langkah-langkah yang sistematis dalam melihatnya, bagaimana perang itu dimulai, darimana asalnya, apa latar belakangnya, bagaimana perkembangannya, hingga puncak dari perang itu sendiri. Hal ini disebut dengan eskalasi, atau tahap-tahap eskalasi konflik menuju perang.9 Seperti perkataan para kaum realis yang sejatinya selalu mengatakan perang tidak akan pernah usai dan begitu juga dengan perkembangan HI yang selalu mengamati dinamika perang. Berkembangnya konflik dan perang menjadikan dunia semakin dihantui oleh rasa tidak aman yang akan bermuara pada kelaparan, rusaknya lingkungan hidup, penindasan HAM, dan lain 9 “Konflik dan Perang dalam Hubungan Internasional” dalam http://dancewithsatky.wordpress.com/2010/03/27/konflik‐dan‐perang‐dalam‐hubungan‐ internasional‐studi‐kasus‐perang‐korea‐utara‐dan‐korea‐selatan/diakses 13 Mei 2012 7 sebagainya. Ini semua telah menjadi high politic isue dimana telah melibatkan statesebagai main actor yang di samping itu juga dapat mengakibatkan state menjadi ancaman bagi kelangsungan bangsa itu sendiri. Dari masalah yang telah di uraikan di atas tentunya perdamaian menjadi satu-satunya cita-cita dari seluruh lapisan masyarakat dunia tanpa terkecuali. Perdamaian menjadi kunci akan ketidakpastian dunia yang semakin anarki yang nantinya akan beruju chaos. Di samping itu, untuk menciptkan suatu perdamaian bukanlah perkara mudah, perdamaian diciptakan apabila adanya kesadaran bagi para negara-negara untuk mau mencitakan damai itu sendiri yakni dengan cara menghapuskan ekspansi militer, tidak mengintervensi negara lemah serta mampu bersikap netral terhadap setiap konflik. Melihat situasi ini, dunia HI sebenarnya telah mengamatinya sejak lama, hal ini ditandai dengan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1919 yang tidak bertahan lama dan setelah itu lahirnya Persatuan Bangsa-Bangsa pada akhir Oktober 1945. Organisasi internasional ini terbentuk karena adanya sebuah keinginan untuk mengatur dunia yang anarki sehingga menjadi suatu kesatuan dalam suatu sistem dunia internasional (international world system). Dalam badan PBB, Dewan Keamanan PBB (DK PBB) menjadi lembaga yang betanggung jawab penuh dalam meciptakan sebuah perdamaian dunia tanpa harus memilih negara apa yang sedang terlibat konflik. Namun ternyata dalam DK PBB juga memiliki konflik internal, konflik itu terjadi karna adanya suatu hak yang mampu menunda sebuah resolusi konflik dimana resolusi tersebut sangat dibutuhkan. Hak tersebut dikenal dengan hak veto. Secara arafiah hak veto adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau 8 resolusi. Hak veto biasanya melekat pada salah satu lembaga tinggi negara atau pada dewan keamanan pada lembaga PBB.10 Namun dalam DK PBB hak veto melekat utuh pada lima negara besar. Hak veto diberikan kepada lima negara tersebut dikarenakan negara-negara tersebut adalah pemenang perang pada Perang Dunia II. Dari yang telah disebutkan diatas menunjukkan tiga fenomena. Pertama, PBB dilahirkan oleh sebuah sistem internasional yang anarkis. Artinya, PBB sendiri merupakan sebuah kompromi internasional untuk menahan perang. Wajar jika kita sulit menemukan perbedaan struktur antara LBB dan PBB secara organisasional. Sehingga, kita akan sampai kepada sebuah kesimpulan: PBB akan sangat bergantung pada komitmen anggota-anggotanya untuk menaati kesepakatan yang ada. Kedua, PBB dibuat oleh kelompok yang menang perang. Secara sadar atau tidak, meminjam kamus wacana Gramscian, kelompok yang memenangi peperangan akan menjadi hegemoni dalam tata organisasi selanjutnya. Hal ini kemudian termanifestasi dalam struktur organisasi PBB yang menempatkan lima negara besar (great powers) sebagai anggota Dewan Keamanan yang memiliki hak veto dalam resolusi-resolusi PBB. Ketiga, karena dibuat oleh negara-negara besar (great powers) dan sangat menekankan pada komitmen pada negara-negara anggotanya, PBB akan sangat bergantung pada struktur kekuasaan yang membentuknya. Dalam konteks ini, PBB akan mampu menjalankan perannya secara positif jika kekuatan-kekuatan besar yang menyokong PBB, dalam hal ini lima negara yang menjadi anggota tetap Dewan Keamanan, mendukungnya. Adanya pemberian hak veto pada lima negara DK 10 “Hak veto” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_veto diakses 14 Mei 2012 9 PBB menjadikan strukturnya sangat bertumpu pada powers, sehingga kita akan kembali pada logika realisme untuk mencermati persoalan PBB.11 Namun demikian dalam perkembangannya selama 62 tahun ini, PBB dinilai hanya mampu sebagai cap stempel saja, bahkan ada yang mengatakan PBB tidak berdaya, sehingga terjadi disfungsi PBB dan penyimpangan dari tujuan dan cita-cita semula, terutama dalam upaya penyelesaian persoalan-persoalan politik dan keamanan inetrnasional, walaupun pada bidang-bidang lainnya PBB dinilai telah banyak membantu.12 Hal tersebut disebabkan kerana pengaruh yang kuat dari negara-negara besar yang menjadi anggota tetap DK PBB teritama dari Amerika Serikat. DK merupakan badan atau organ utama PBB yang dinilai paling kuat dan berpengaruh diantara badan atau organ-organ PBB yang lain, bahkan ada yang mengatakan bahwa DK PBB ini merupakan roh nya PBB. Dalam perkembangannya hak veto dinilai merupakan alat penghambat dalam upaya pemeliharaan dan perdamaian dan keamanan internasional, karena 5 (lima) negara anggota tetap DK PBB selalu menggunakannya untuk mencapai kepentingan nasional negara masing-masing. Dengan demikian hak veto di DK PBB dinilai sangat politis bahkn sangat mencerminkan ketidakadilan negar-negara besar terhadap negara-negar kecil. Setiap persoalan yang dibawa ke DK PBB selalu mengalami perdebatan dan bahkan konflikinetrnal di DK PBB yang mengakibatkan proses penyelesaian persoalan internasional menjadi terhambat 11 “Memebaca strutur kekuasaan perseriktan bangsa‐bangsa” dalam http://politik.kompasiana.com/2010/06/01/membaca‐struktur‐kekuasaan‐perserikatan‐bangsa‐ bangsa/ diakses 13Mei 2012 12 Saiman, “Dewan Keamanan PBB dan perdamaian Dunia”, makalah disampaikan pada Sosialisasi Indonesia di Dewan Keamanan oleh Ditjen Multilateral Deplu RI bekerja sama dengan Jurusan Hubungan Internasional FISIP UMM pada 4April 2007 10 dan berlarut-larut, karena jika ada suatu negara saja menggunakan hak veto (tidak setuju atau menolak) maka resolusi aau keputusan yang diambil menjadi tidak dapat dilaksanakan. Perdebatan tentang hak veto tersebut sesungguhnya telah berlangsung lama dan telah menyita waktu, tenaga dan belum selesai hingga saat ini. Perdebatan itu selalu muncul diantara anggota PBB dan masyarakat internasional pada umumnya, yaitu setiap kali terjadi pemungutan suara di DK PBB, karena disinilah keadilan dan persamaan hak selalu dipertanyakan. Meskipun hak veto tersebut hanya ada di DK PBB saja, namun karena terlalu luasnya peranan dan kewenangan dari DK PBB, maka terkesan bahwa hak veto ini merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh kelima anggota tetap DK PBB secara mutlak yang dapat digunakan di seluruh bagian organisasi PBB. Kesan lain juga timbul bahwa dengan adanya hak veto ini, seolah-olah kelima anggota tetap DK PBB memiliki kedudukan atau kedaulatan yang lebih tinggi serta superior diantara negara-negara anggota PBB yang lain. Selain itu struktur DK PBB yang terdiri dari 5 anggota tetap dengan hak istimewa atau hak veto dan 10 anggota tidak tetap sebetulnya sudah tidak sesuai lagi denga perkembangan zaman. DK PBB pasca perang di tahun 1990-an ternyata sudah tidak mampu mencegah perilaku negara-negara besar melakukan onasi ke negara-negara kecil dan lemah.13 Padahal pada pasal 2 butir 1 Piagam PBB yang merupakan azas-azas PBB menyatakan bahwa “PBB berdasarkan azas persamaan kedaulatan semua anggotanya”. Tentu disisni dapat diartika semua anggota PBB tanpa kecuali 13 Eddy Maszudi, “Reformasi DK PBB”, Suara Merdeka, 27 Oktober 2005 11 memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama didalam menjalankan roda organisasi PBB. Dari situlah pertanyaan dikalangan para ahli selalu terjadi bahwa apakah benar DK PBB berhasil memelihara perdamaian dan keamanan internasional? atau bahkan sebaliknya negara-negara yang memiliki hak veto justu telah menciptakan ketidakamanan dan ketidakdamaian pada dunia internasional, kerena perdamaian dan keamanan internasional selalu didasarkan pada standar kepentingan masing-masing negara pemegang hak veto, terutama AS yang memiliki kepentingan besar hampir diseluruh sudut dunia ini. Lantas bagaimana bagaimana dengan prinsip persamaan kedaulatan yang tertuang sebagai azas PBB?. Tidakkah hak veto telah bertentangan dengan prinsip tersebut?. Disinlah tampak ada semacam konflik yuridis anatar ketentuan hak veto dengan azas/prinsip yang ada dalam piagam PBB. Merujuk pada persoalan hak veto yang sangat mencerminkan suatu ketidakadilan pada sebbuah organisasi rebesar di dunia, tampaknya konflik IsraelPalestina menjadi focus interest yang memang sampai saat ini belum dapat diselesaikan oleh DK PBB yang sejatinya merupakan kewajiban mereka sesuai dengan yang tercantum pada Piagam PBB. Kawasan Timur Tengah merupakan sebuah kawasan geopolitik yang menjadi wilayah konflik yang berkepanjangan. Wilayahnya yang mengandung sumber daya mineral dalam jumlah yang banyak, telah menjadikan kawasan ini sebagai hotbed atau ajang unjuk kekuatan negara-negara besar yang memiliki 12 kepentingan akan energi.14Tidak hanya itu, kawasan Timur Tengah merupakan kawasan berasalnya tiga agama Samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam yang sekaligus menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan suci bagi ketiga agama. Fakta ini pula yang melatarbelakangi terjadinya Perang Salib dalam kurun waktu ratusan tahun. Dalam era modern, berbagai krisis terjadi di wilayah ini, seperti perang Iran-Irak, Irak-Kuwait, invasi Amerika Serikat ke Irak, dan konflik Palestina-Israel yang telah lebih dari lima dekade masih berlangsung hingga saat ini.15 Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang paling lama berlangsung di wilayah Timur Tengah (dengan mengenyampingkan Perang Salib), yang menyebabkannya menjadi perhatian utama masyarakat internasional.Sebagai contoh, konflik antara keduanya menjadi agenda pertama dalam Sidang Majelis Umum PBB, ketika PBB baru terbentuk dan sampai saat ini belum terselesaikan meski ratusan resolusi telah dikeluarkan.Kedua entitas politik ini telah “bertarung” di kawasan Timur Tengah semenjak berdirinya negara Israel pada tahun 1948.Dalam beberapa waktu belakangan, telah terjadi serangkaian peristiwa penting yang menandai proses perdamaian antara kedua entitas ini. Jimmy Carter, mantan PresidenAS, sedang melakukan safari ke wilayah Palestina, dan melakukan dialog dengan pemimpin-pemimpin Palestina.Perkembangan terakhir yang didapat dari perjalanan Jimmy Carter tersebut, Hamas bersedia untuk mengakui eksistensi Israel di wilayah Timur Tengah, yang menandai perubahan 14 Anup Shah, “The Middle East”, dalam http://www.globalissues.org/Geopolitics/MiddleEast.asp, diakses 4 Oktober 2012 15 Lina Alexandra dan Bantarto Bandoro, Ketidakstabilan Permanen di Timur Tengah: Analisis CSIS Indonesia dan Isu‐Isu Global (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 2007), hlm. 63. 13 platform politik yang cukup fundamental dari Hamas mengingat mereka merupakan partai politik Palestina yang paling keras mengecam hadirnya Israel di wilayah Timur Tengah.16Meski kemudian kabar ini dibantah oleh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal yang mengatakan bahwa Hamas tetap dalam posisi untuk memperjuangkan negara Palestina dengan batas pada tahun 1967, yang menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Palestina, tanpa mengakui eksistensi Israel.17 Belum hilang dari ingatan, ketika pemerintahan George W. Bush berusaha menengahi konflik Timur Tengah dengan mengadakan Konferensi Annapolis, yang mengeluarkan rekomendasi mengenai perdamaian antara Palestina dan Israel.Konferensi ini tidak hanya dihadiri oleh perwakilan dari Palestina dan Israel, namun juga dari negara-negara lain seperti Lebanon, Suriah, Mesir, Yordania, dan negara-negara lain di Kawasan Timur Tengah.Pada tahun 2005, Ariel Sharon (Kadima) sebagai Perdana Menteri Israel pada saat itu, mengeluarkan kebijakan unilateral disengagement plan yang disetujui oleh Knesset (parlemen Israel).Dengan adanya kebijakan tersebut, seluruh pemukiman Israel yang berada di wilayah Jalur Gaza, dan beberapa di Tepi Barat (West Bank) ditarik dan dihancurkan.Kebijakan ini memang tidak langsung membuahkan perdamaian permanen antara Palestina dan Israel, tetapi setidaknya usaha untuk mewujudkan hal tersebut sudah semakin dekat.Tetapi, konflik antara Palestina – Israel tidak bisa hanya dilihat dari kejadian 5 atau 10 tahun belakangan.Perseteruan antara kedua entitas ini telah berlangsung selama enam 16 International Herald Tribune, “Hamas and Syria are ready for peace, Carter Says”, http://www.iht.com/articles/2008/04/21/mideast/carter.php, 22 April 2008. 17 CNN.com, “Hamas : No plan to recognize israel”, http://edition.cnn.com/2008/WORLD/meast/04/21/carter.hamas/index.html, 22 April 2008. 14 dekade (jika dihitung dari terbentuknya negara Israel), dan dimulainya konflik antara Palestina – Israel telah melalui latar belakang sejarah yang cukup panjang. AS sendiri tampaknya sudah siap psang badan berada dibelakang negara Israel guna menggalkan pengakuan kemerdekaan Palestina dengan hak vetonya. AS seringkali menggunakan hak veto ini untuk membatalkan rancangan keputusan PBB yang tidak menguntungkan negaranya dan negara “tujuannya”: Israel. Inilah yang membuat AS pada khususnya menjadi hegemonik dan dominan pasca Perang Dingin, pasca memudarnya posisi Rusia (juga Cina) dalam dekade akhir abad XX dan awal abad XXI. Apapun alasannya, inilah yang menjadi sitem PBB. Sebuah sistem yang tidak bisa ditolak negara manapun di dunia saat ini, manakala tidak ada pilihan lain. Dalam kasus pengajuan pengakuan kemerdekaan Plaestina, tampaknya tidak akan mudah selama AS dapat dikendalikan oleh Israel. Bisa jadi negara yang diduduki Israel ini hanya diakui sebagai negara peninjau di PBB yang tidak memiliki hak suara seperti Taiwan dan Vatikan. Selama ini Israel sering diselamatkan dari berbagai sanksi PBB berkat hak veto AS. Akan tetapi, dengan adanya hak veto, sistem demokrasi yang memandang suatu negara memiliki satu hak suara terganjal oleh negara yang secara historis diberi menolak rancangan apapun yang disodorkan PBB lewat Dewan Keamanannya. Kini tidak ada lagi protes terhadap kepemilikan hak veto tersebut. Hal ini sudah menjadi sistem yang terterima sebagai sebuah keniscayaan. Dalam berbagai sistem demokrasi, keberadaan seperti hak veto seringkali muncul dalam sebuah varian dengan berbagai bentuk penyesuaian. Hak semacam ini merupakan 15 sebuah privilege yang dimiliki oleh pihak dominan yang seakan-akan menjadi sebuah sistemyang tidak bisa terhindarkan oleh para sublatern.18 Persoalan hak veto memang sudah menjadi persoalan yang lama sejak era tahun 1960 hingga sekarang karena DK PBB menjadi lembaga yang sangat diharapkan bagi terciptanya perdamaian dunia. Jika merujuk pada teori Morgenthau bahwa pengaturan keamanan dan perdamaian akan terwujud melalui sebuah lembaga atau pemerintahan dunia (world government). Peran utama PBB adalah mendukung perdamaian dan keamanan dunia melalui sebuah instrumen politik yang mengakomodasi kepentingan kekuatan-kekuatan besar (great powers). Hal ini kemudian menjadikan PBB sebagai sebuah organisasi internasional yang memiliki otoritas untuk menjaga perdamaian dunia. Sekarang, setelah era perang dingin berakhir, PBB mengalami berbagai dilema struktural. Perubahan politik internasional pasca-perang dingin serta mulai masuknya aktor non-negara sebagai pemain dalam hubungan internasional setidaknya telah menjadi masukan bagi PBB untuk merevitalisasi perannya yang begitu sentral dalam politik internasional. Setelah melihat hal tersebut, hak veto menjadi kata kunci dari permasalahan ini terlebih hak veto dimiliki oleh negara-negara yang mempunyai ideologi yang berbeda satu sama lain yang menjadikan mereka musuh abadi. Dari apa yang telah dipaparkan diatas maka penulis tertarik untuk mengtahui lebih lanjut mengenai masalah hak veto di dalam tubuh DK PBB. Maka dari itu penulis mengambil judul penelitian ini tentang : 18 Nurhadi, “Hak Veto”, Perwara Dinamika, Spetember 2011, hlm. 3. 16 “HAK VETO OLEH NEGARA ANGGOTA TETAP DEWAN KEAMANAN PBB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP UPAYA KEAMANAN DAN PERDAMAIAN DUNIA (STUDI KASUS: KONFLIK ISRAEL-PALESTINA)” B. Identifikasi Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan penulis, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut : 1. Sejauh mana kontribusi DK PBB dalam menciptakan perdamaian dunia khususnya dalam konflik Israel-Palestina? 2. Apa permasalahan dalam hal mereformasi DK PBB? 3. Sejauh mana peran hak veto dalam konflik Israel-Palestina? 1. Pembatasan Masalah Dikarenakan luasnya ruang lingkup dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka permasalahan dibatasi pada pengaruh hak veto terhadap DK PBB dalam proses resolusi konflik Israel-Palestina 2. Perumusan Masalah Perumusan masalah diajukan untuk memudahkan penganalisisan mengenai permasalahan yang didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatsan masalah, maka penulis mencoba merumuskan perumusan masalah yang akan diteliti tersebut di atas sebagai berikut : 17 “APAKAH HAK VETO MEMBERIKAN KEMUDAHAN BAGI TERCIPTANYA RESOLUSI KONFLIK ATAU HANYA SEBAGAI MEDIA BAGI NEGARA GREAT POWER DALAM MENCAPAI NATIONAL INTEREST?” C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penenlitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi DK PBB dalam menciptakan perdamaian dunia 2. Untuk mengetahui dan memberi kejelasan mengenai apakah hak veto masih diperukan serta perlu atau tidaknya reformasi dalam tubuh DK PBB. 3. Untuk mengetahui sejauh mana penyalahgunaan hak veto terhadap suatu resolusi konflik. 4. Untuk mengethaui serta memberi kepastian apakah hak veto merupakan kamuflase bagi tercitptanya world new order. 5. Untuk mengtahui apa yang sebenarnya terjadi dalam badan DK PBB sehingga dapat membentuk suatu badan keamanan yang baru dan independen yang dapat mencitptakan perdamaian dunia tanpa gangguan intervensi dari berbagai pihak. 18 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai DK PBB yang selama ini tidak netral dalam menciptakan resolusi konflik karena disebabkan oleh keberadaan hak veto. 2. Untuk memberikan sedikit sumbangan pengetahuan bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang kinerja DK PBB dalam menciptakan perdamaian. 3. Dengan penelitian ini diharapkan para mahasiswa sadar dan tahu apa yang selama ini terjadi serta apa yang harus dilakukan untuk menghadapi dilema keamanan yang dapat mengancam setiap negara. 4. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memunculkan para pemikir-pemikir muda yang mampu menganlisia setiap kejadian yang bersifat sensitif terhadap seluruh lapisan masyarakat dunia. Dengan kata lain, hasil dari penelitian ini nantinya mampu memberikan sumbangan pemikiran dan ilmu pengetahuan, khususnya perkembangan ilmu Hubungan Internasional. 5. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana strata satu (S1) pada Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 19 D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikirian ini, penilis mencoba untuk mengemukakan batas ilmiah berupa kutipan teori-teori dari para ahli yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti, yang dapat disajikan dengan landasan untuk menganalisa permasalahan dengan menyimpulkan hipotesis untuk memahami fenomena Hubungan Internasional, khusunya tentang masalah hak veto sesuai dengan yang ada di judul penelitian. Dalam hal ini Hubungan Internasional tidak selalu mempelajari mengenai kegiatan interaksi antar bangsa atau negara saja. Studi Hubungan Internasional juga mencakup berbagai aspek dan isu dari innteraksinya, seperti kebijakan luar negeri maupun kerjasama antar negar. Unsur aktor non-negara juga memiliki kotribusi yang penting dalam Hubungan Internasional. Perjalanan studiHubungan Internasional mengalami kemajuan yang pesat sejak berakhirnya Perang Dunia II. Pengertian apakah Hubungan Internasional itu, seperti yang diterapkan oleh Tygve Mathisen dalam bukunya Metodology Study of International Relation, mengenai Hubungan internasional yaitu: “Suatu bidang yang meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa cabang ilmu pengetahuan, sejarah baru dalam politik internasional dan merupakan suatu aspek internasional dari kehidupan sosial manusia dalam arti sempit, semua tingkah laku manusia di Negara lain”19 Hubungan Internasional merupakan hubungan yang terjadi diantara bangsa-bangsa yang berbeda, dimana hubungan tersebut didasarkn oleh beberapa 19 Tygve Mathiusen, Metodology Study of International Relation, diterjemahkan oleh Soewardi Wiriatmadja, Pengantar Hubungan Internasional (Bandung:Lab.Hubungan Internasional FISIP Unpas, 2002), hlm. 1. 20 faktor yang menunjang daripada terjadinya proses hubungan antar negara yang dimana setiap komponen tersebut memiliki berbagai aspek seperti: power, sumber daya, serta tujuan-tujuan yang diinginkan. Politik internasional juga dijelaskan sebagai situasi yang berlangsung dimana suatu Negara melakukan berbagai tindakan serta aktivitas yang dapat mempengaruhi situasi politik Negara lain, atau yang mengakibatkan terjadinya dampak politik. Yang menjadi perhatian utama dalam politik internasional pada dasarnya meliputi pembagian kekuasaan dalam konteks internasonal, “balace of power”, atau perimbangan antar aktor-aktor (negara-negara), hubungan anatar bangsa yang didasarkan atas atas faktor ekonomi, perdagangan, interdependensi, pola-pola kerjasama, aliansi atau juga konflik antar negara baik yang bersifat bilateral, regional ataupun secara globaldan yang menyangkut kepada lembaga-lembaga yang bersubstansi kerjasama internasional. Dengan demikian, istilah hubungan internasional pada dasarnya memiliki makna yang lebih luas daripada politik internasional. berkenaan dengan pemikiran politik internasional, Hans J. Morgenthau yang memeberikan sumbangan pemikiran terhadap Mochtar Mas’oed dalam bukunya Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi memberikan pengertian sebagai bertikut: “Politik internasional, seperti halnya semua politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan. Adapun tujuan akhir dari politik internasional, tujuan menengahnya dalah kekuasaan. Negarawan-negarawan dan bangsa-bangsa mungkin mengejar tujuan akhir berupa kebebasan, keamanan, kemakmuran atau kekuasaan itu sendiri mereka mungkin mendefinisikan tujuantujuan mereka itu dalam pengertian tujuan yang religius, filosofis ekonomis atau sosial” 20 20 Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi (Jakarta:PT.Puastaka LP3ES, Indonesia, 1990), hlm. 18. 21 Teori Realisme menurut Gilpin adalah: “Suatu perspektif dalam Ilmu Hubungan Internasional yang bisa dibilang paling dominan dibanding dengan teori yang lain karena teori ini melihat dunia secara apa adanya, dimana menurut pandangan kaum realis, dunia ini penuh dengan ketidakpastian, tidak ada yang absolut di dunia ini selain hanya kepentingan dan kekuasaan, semua manusia di dunia ini akan selalu berusaha meraih keduanya, bila perlu dengan segala cara, hal inilah yang ditekankan oleh kaum realis karena kaum realis mendasarkan pemikirannya bahwa manusia itu egois, ingin menang sendiri, selfishness dan anarki, hal-hal tersebut adalah yang paling ditekankan oleh kaum realis, sementara dalam anarki, kekuasaan dan keamanan adalah segalanya”21 Menurut Morgenthau, paradigma realisme memiliki pendekatan untuk menyadari dan memahami aspek-aspek yang menentukan hubungan politik antar bangsa, serta guna menjelaskan cara-cara dari aspek-aspek tersebut saling berhubungan satu sama lain dalam hubungan politik internasional. Ia menjelaskan bahwa inti dari perspektif realisme mencakup tiga hal utama: pandangan dan tindakan realis berpusat pada kepentingan nasional (national interest), kekuasaan (power), balance of power dan pengaturan kekuasaan dunia tanpa ada yang dominan (anarki). Morgenthaumenulis, “Politik internasional seperti semua politik adalah perjuangan demi kekuasaan. Apapun tujuan akhir politik internasional, kekuasaan merupakan tujuan yang selalu didahulukan.” Bagi Morgenthau, pria dan wanita adalah binatang politik yang dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan memperoleh hasil dari kekuasaan. Ia mengasumsikan bahwa sifat dasar manusia adalah animus dominandi (manusia haus akan kekuasaan) dan mementingkan diri sendiri. Ia juga mengemukakan asumsinya dalam “enam prinsip realisme politik” yaitu: 21 http://diah‐n‐f‐fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail‐47818‐THI‐ R%20E%20A%20L%20I%20S%20M%20E%20%20%20.html diakses 10 Oktober 2012 22 “(1) Politik berakar dari sifat dasar manusia yang permanen dan tidak berubah dimana pada dasarnya mementingkan diri sendiri. (Self-centered, Self-regarding, Self-interested), (2) Politik adalah wilayah tindakan otonom yang tidak dapat terlepas dari masalah ekonomi dan moral, (3) Politik internasional adalah arena bagi konflik kepentingan-kepentingan negara, (4) Etika hubungan internasional adalah etika situasional dan politis, berbeda jauh dari moralitas pribadi, (5) Tidak ada negara yang mampu memaksakan ideologinya, (6) Manusia terbatas dan tidak sempurna. Bagi kaum realisme klasik, perimbangan kekuatan (balance of power) dianggap penting karena dapat mencegah adanya hegemoni yang dikhawatirkan akan menguasai dunia”22 Sementara itu menurut Machiavelliadalah nilai tertinggi politik adalah kemerdekaan sehingga mereka mempunyai taktik yaitu pemerintah harus cerdas dalam mempertahankan negaranya dan tepat dalam bertindak.23Niccolo Machiavelli berpendapat bahwa skeptisme adalah: “Perlu karena pada dasarnya semua manusia itu tidak bisa dipercaya, mereka akan selalu berusaha mendapatkan kepentingannya di saat ada kesempatan (Machiavelli. 1970), skeptisme inilah yang direfleksikan oleh kaum realis kepada negara, dimana ketika setiap negara menurut kaum realis adalah selalu ingin menjadi yang terbaik, terkuat, terkaya dan terlainnya, peluang dan sumber daya untuk meraih itu semua adalah terbatas, sehingga demi mendapatkan sumber daya itu setiap negara bertarung satu sama lain dan tidak bisa saling mempercayai, hal tersebut adalah dasar pemikiran dan keyakinan Hobbes bersama kaum realis dalam memandang dunia (Donnelly. 2005)” Sehingga kaum realis memandang dunia sebagai medan kompetisi dari negara demi mendapatkan kepentingannya, dunia menjadi tidak aman dan timbul ketakutan dan kekhawatiran, pada akhirnya karena didorong oleh rasa takut inilah selain meraih kekuasaan, negara berusaha untuk meraih dan mempertahankan keamanan dirinya, dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fokus utama dalam 22 Realisme menurut Morgenthau dalam http://pyonk2pyonk.blogspot.com/2011/12/realisme‐menurut‐hans‐j‐morgenthau.html diakses 10 Oktober 2012 23 http://savira‐r‐p‐fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail‐43163‐Umum‐REALISME.html diakses 10 Oktober 2012 23 realisme adalah self-interest dan power.24 Sementara itu dalam pandangan Hobbes realis adalah: “Memakai kekuasaan karena kekuasaan adalah motor dari semua hal baik yang manusiawi maupun yang ilahi (bukan kekuasaan Tuhan atas manusia “tidak disebabkan karena Tuhan menciptakan mereka … tetapi karena kekuasaan yang tak dapat dielakkan”)”25 Dalam pandangan liberalisme yang sejatinya selalu menjujung tinggi azas kebebasan baik dalam konteks individu ataupun negara selalu menginginkan sebuah kemerdekaan. Liberalisme dapat diartikan sebagai paham kebebasan, yaitu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu, sebagai titik tolak dan sekaligus tolok ukur dalam interaksi sosial. Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja. Mereka menentang sistem merkantilisme dan bentukbentuk agama kuno dan berpaderi.26 Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah: 24 Loc.Cit http://savira‐r‐p‐fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail‐43163‐Umum‐REALISME.html diakses 10 Oktober 2012 26 http://creativitas‐monica.blogspot.com/2011/05/paham‐liberalisme‐dan‐paham‐ komunis.html diakses 10 Oktober 2012 25 24 “mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial”27 Dalam pandangan John Locke Liberalis itu sendiri adalah: “Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas”28 John Locke dan Hobbesyang merupakan konseptor dari State of Nature yang berbeda Tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamaiah atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda. Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa: “Dalam State of Nature, individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa)”29 27 Ibid Ibid 29 Ibid 28 25 Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat bahwa: “Individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti membeli kucing dalam karung”30 Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari keuntungan yang sebesarbesarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama politik adalah: 30 Ibid 26 “Mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut”31 Hans J. Morgenthau mendefinisikan kekuasaan (power) sebagai “kemampuan sesorang untuk mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain”. Ia selanjutnya mengatakan bahwa tujuan Negara dalam politik internasional adalah “kepentingan nasional” yang bewrbeda dengan kepentingan sub-nasional dan supra-nasional. Kebijkaan (policy) itu sendiri menurut P.A Reynolds mengandung pengertian sebagai berikut: “Sesuatu yang diungkapkan secara berhati-hati untuk menyatakan maksud dari suatu aksi yang dilakukan untuk kebjiakan (policy) sering juga ditujukan bukan hanya untuik menyatakan aksi, akan tetapi juga untuk menyatakan prinsip atau dasar-dasar yang mempengaruhi dilakukannya suatu aksi untuk mencapai tujuan tertentu”32 Kebikajan suatu Negara baik yang bersifat kedalam atau keluar dibuat untuk mencapai suatu tujuan nasional. Sedangkan menurut Paul Scrabury dalam bukunya Power, Freedom, and Diplomacy yang dikutip oleh KJ. Holsti dal;am bukunya Politik Internasional Suatu Kerangka Ananlisis bahwa yang dimaksud tujuan nasional, adalah: 31 Liberalisme sebagai Ideologi Pragmatis dalam http://www.forumsains.com/artikel/37/?print diakses 10 oktober 2012 32 P.A Reynolds, An introduction to Internal Relations 3rd Edition (Longman Group UK Limited, 1994), hlm. 38. 27 “Istilah tujuan nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita-cita atau tujuan suatu bangsa yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan negara lain. Denga kata lain bahwa pengertian ini merupakan konsep umum tujuan nasional dan bersifat normatif. Pengertian lain yang bersifat deskriptif tujuan nasional dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintahan”33 Seperti yang diungkapkan oleh Jack Plano dan Ray Olton dalam buku kamus Hubungan Internasional bahwa: “Kepentingan nasional adalah tujuan utama atau faktor yang penting yang memandu pembuat keputusan dari suatu Negara dalam menentukan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu Negara adalah sesuatu yang istimewa dengan konsep dasar bahwa semua unsur yang tercakup didalamnya merupakan kebutuhan yang penting bagi negara tersebut, unsurunsur tersebut meliputi, melindungi diri, kemerdekaan, wilayah integritas, militer dan keamanan dan kelangsungan ekonomi”34 Dengan adanya upaya suatu negara dalarn memenuhi kepentingan nasionalnya, maka setiap kebijakan dan strategi nasional dari suatu negara akan dipengaruhi oleh kebijakan dan strategi dari negara lain. Bagaimana pengaruh dapat mengubah suaht tatanan. Hal ini dapat dilihat dari definisi mengenaipengaruh yang dikemukakan oleh Jack C. Plano Robert E.Riggs dan Helena S. Robin dalam Kamus Analisis Politik, sebagai berikut: "pengaruh adalah kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku pengaruh yang berhasil yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan (atau perubahan yang tidak diinginkan) pada kecenderungan pendapat sikap dan keyakinan atau pada tingkah laku lain yang dapat terlihat”35 33 34 KJ. Holsti, Politik Internasional Kerangka Analisis (Bandung:Bina Cipta, 1987), hlm. 86. Jack C. Plano, Kamus Hubungan Internasional (Bandung:Putra A.Bardin,1994), hlm. 127. 35 112. Jack C. Plano, Robert E Riggs dan Helena S. Robin, Kamus Analisis Politik, (1985), hlm. 28 Kepentingan nasional diupayakan dengan jalan kebijakan luar negeri yang mana merupakan instrument dalam mengupayakan segala kepentingan nasional yang berorientasi di luar batas-batas negaranya. Kepentingan nasional akhirnya akan bermuara pada perumusan kebijakan luar negeri. Konsep kepentingan nasional sering digunakan sebagai pengukur keberhasilan kebijakan luar negeri suatu Negara.Pengertian kebijakan luar negeri sebagaimana diungkapkan Jack C. Plano dan Roy Olton dalam bukunya Kamus Hubungan Internasional dirumuskan sebagai berikut : "Kebijakan luar negeri adalah suatu rancangan strategi dari pembuat keputusan suatu Negara yang secara langsung saling berhadapan dengan pembuat keputusan Negara lain atau ditujukan untuk dunia internasional, yang secara khusus bertujuan untuk menjelaskan kepentingan nasionalnya"36 Teori pembuatan kebijakan luar negeri yang diungkapkan William D. Coplin menyangkut beberapa hal sebagai berikut: "l) situasi politik domestik, termasuk faktor budaya sebagai dasar tingkah- laku politik 2) situasi ekonomi dan militer domestik, termasuk faktor geografis yang selalu mendasari pertimbangan peraturan keamanan; 3) konteks intenasional yaitu pengaruh negara-negara lain atau konsetrasi politik internasional"37 Kebijakan luar negeri juga dilakukan melalui pengambilankeputusan (Decision Making) dengan teorinya sebagai berikut: “Pembuatan keputusan merupakan politik dalam makna yang paling dasar. Di situ proses keputusan menghadapi berbagai tantangan dari luar dan dalam. DM meliputi upaya rekonsiliasi tujuan yang saling berlawanan, upaya menyesuaikan aspirasi 36 Ibid William C. Doplin, Inroduction in International Politics. A Theoritical Overwiew (Terjemahan M. Marbun) (Bnadung: CV Sinar Baru,1992), hlm. 30. 37 proses 29 dengan sanana yang tersedia, dan mengakomodasikan berbagai tujuan dan aspirasi yang berbeda satu dengan yang lainnya.(Hilsman, 1964 :6)” Roger Hilsmen juga mengatakan bahwa esensi dari keputusan yang paling penting adalah unhrk menjalankan pemerintahan, membawa perang ataudamai, dan di dalamnya tergantung keberhasilan dan kegagalan.38 Kebijakan keamanan nasional dapat dibedakan dengan kebijakan luarnegeri dari dua hal, sebagai berikut:39 l. tujuan kebijakan keamanan nasional lebih sempit dan fokusterhadap keamanan dan keselamatan Negara. 2. kebijakan keamanan nasional lebih memperhatikan keberadaanmusuh dan lawan potensial, serta penggunaan kekuatan mereka. Dalam tulisannya yang berjudul The Lonely Superpower in Foreign Affairs( 1 999), Huntington menyatakan bahwa: "walaupun Amerika sekarang menjadi satu-satunya suporpower, hal itu tidakberarti bahwa dunia saat ini berstruktur unipolar, seperti yang dianggap oleh banyak pihak. Pengertian unipolar mensyaratkan kondisi dimana dunia hanyamemiliki satu superpower, tidak adanya major power yang signifikan danhanya terdapat banyak minor power. Dengan demikian, dalam sebuah strukturunipolar,sebuah superpower akan mampu secara efektif menyelesaikanberbagai isu internasional sendiri& dan tidak ada kombinasi kekuatan lainyang mampu mencegahnya"40 38 A. Eby Hara, “Decicion Making Theories dalam Studi HI: Suatu Upaya Teorisasi”, Jurnal Ilmu Politik, Volume 9 tahun 1991, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama), hlm. 17. 39 Sam Sarkesian, USNational Security: Policy Makesr Processes and Politics, (Boulder and London: Lynne Rienner Publisher, 1989), hlm. 18. 40 Philips Josario Vermonte, “hegemoni Amerika”, Harian Kompas (online),20 Septembrt 2001, dalam http://pjvermonte.wordpress.com/2006/05/29/hegemoni‐amerika/ diakses 1 Maret 2012 30 Menjaga kepentingan merupakan strategi politik utama bagi AS dihadapanbangsa-bangsa di dunia Kepentingan nasional menentukan sifat dasar berjangkapanjang sebagaimana mengusahakan hubungan jangka pendek dalam menentukankebijakan luar negeri suatu negara. Tujuan setiap kebijakan luar negeri padadasarya berkaitan dangan apa yang ingin dicapai suatu negara, dilindungi ataudimiliki dalam berhubungan dengan negara lain. Kebijakan luar negeri suatu negara untuk mempromosikan, melindungi dan mengisi kepentingan ini.Pertahanan kepentingan nasional menerapakan pokok dari setiap kebijakan luarnegeri dan kebijakan luar negeri tidak dapat disubordinatkan dari prinsipprinsiplainnya dari kepentingan nasionalnya. Faktor yang mendukung suatu kebijakanluar negeri tergantung dari sistem politik suatu negaranya dan pengaruh yang dimilikioleh negara tersebut. Korelasi kebijakan keamanan nasional dan kebijakan luar negeri dapat dilihat melalui situasi sebagai berikut, pada masa non krisis, korelasi antara kebijakan luar negeri dengan kebijakan keamanan nasional terdapat jarak. Sedangkan pada masa krisis, jarak antara kebijakan luar negeri dengan kebijakan keamanan nasional dapat dinyatakan minimal atau bahkan tidak ada. Pada masa inilah dikatakan bahwa kebijakan luar negeri overlaps tumpang tindih dengan kebijakan keamanan nasional. Pengertian ancaman ikut membantu dalam mambentuk tindakan kebijakanluar negeri suatu Negara yaitu: "semakin dekat suatu ancaman, semakin spesifik keputusan yang dibuat untuk menghadapinya. Semakin besar kemungkingan untuk segera 31 terjadinya suatuancaman, semakin besar pula kemungkinan untuk bertindak unilateral dalam menghadapinya”41 Pelaksanaan kebijakan politik luar negeri suatu Negara harus dapat menjaminkeamanan, baik keamananan di dalam negaranya yang bersifat ideologi, ekonomi, sosial, militer maupun keamanandi kawasan regionalnya, atau lebi jauh lagi di dalam lingkup global, yang dapat menciptakan rasa aman, nyaman dan tentram. Secara garis besar Amerika Serikat pasca Perang Dingin merumuskansuatu Doktrin kebijakan luar negeri yang dikenal sebagai kebijakan engagementdan enlargement, kebijakan tersebut dirancang pada bulan Februari 1996 danmencakup tiga tujuan utama, yakni : "Pertama, meningkatkan keamaaan Amerika Serikat dengan mempertahankan kekuatan militer yang kuat dan menerapkan diplomasi yarg tepat guna untuk meningkatkan kerjasama keamanan dengan negara lain. Kedua, mengupayakan peningkatan kemakmuran domestik melalui pembukaan pasar asing dan pengembangan ekonomi global. Ketiga, meningkatkan demokrasi di luar negeri"42 Kekuatan (power) yang dimaksudkan tersebut berasal dari pengaruhdominasi dan hegemoni Amerika Serikat. Adapun pengertian Dominasi dan Hegemoni menurut BN. Marbun dalam bukunya Kamus Politik, adalah: "Dominasi yaitu penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dalam bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, dan sebagainya). Sedangkan hegemoni adalah keunggulan atau kelebihan kekuatan ekonomi, politik atau militer suatu Negara terhadap Negara-negara lain dalam kawasan dunia tertentu"43 41 Howard Lentner, Foreign Policy Ananlysis: A Comparative and Conceptual Approach, (ColombusOhio: Charles E MerrilPublishing Company, 1974), hlm 156‐167. 42 James M. McCormick, “American Foreign Policy and Process”, Third Edition, (F.E Peacock Publisher,Inc,Itasca,Illinois),Ibid, hlm. 134. 43 BN. Marbun, Kamus Politik (jakarta: Sinar Harapan), hlm. 140 dan 200. 32 Seperti yang kita ketahui bahwa Amerika Serikat sebagai negarasuper power ini tengah melakukan hegemoni di berbagai kawasan. PengertianHegemoni menurut Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Posrealitas: realitas kebudayaan dalam era postmetafisika, adalah: “Hegemoni adalah dominasi sebuah kelas sosial terhadap kelas lainnya, lewat keberhasilannya menanamkan pandangan hidup, relasi, sosial, serta hubungan kemanusiaan, sehingga diterima sebagai sesuatu yang dianggap benar (common sense) atau ilmiah untuk orang-orang yang sebetulnya tersubordinasi”44 Dalam kajian Hubungan lnternasional selain Politik Internasiooal dan Politik Luar Negeri, terdapat Organisasi lnternasional yang merupakan suatu wadah pertemuan Negara-negara dalam menyatukan berbagai masing-masing kepentingan sehingga menjadi susu kesepakatan internasional. Berbagai mapankepentingan yang berada dalam suatu wadah Organisasi Internasional, terwujuddalam bentuk kerjasama yang melembaga dan diikuti dengan adanya perjanjianinternasional. Seperti yang dikemukakan oleh Jack C. Plano dan Roy Oltonterjemahan Wawan Djuanda dalam Kamus Hubungan Internasionalmenegmukakan bahwa: "Organisasi internasional adalah suatu ikatan formal uang melampaui batas ikatan formal yang menctapkan untuk rnembentuk mesin kelembagaan agar memudahkan kerjasama diantara mereka dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial serta bidang lainnya"45 Sedangkan Organisasi menurut T. May Rudy dalam bukunya Administrasi don Organisasi Internasional secara sederhana mempunyai pengertian mencakup tiga unsur, yakni: 44 45 Yasraf Amir Piliang, Membangun Dialog antar Peradaban (Jakarta:2004), hlm. 5. Jack C. Plano,Op.Cit., hlm. 271. 33 1. Keterlibatan Negara dalam suatu pola kerjasama 2. Adanya pertemuan secara berkala 3. Adanya staf yang bekerja sebagai pegawai sipil swasta46 Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa organisasi internasional merupakan wujud dari kesepakatan internasional, wadah serta alatdalam mengkoordinir dan melaksanakan krjaasama antar Negara dan bangsa. Didalam kesepakatan itu timbul berbagai macam aspek contohnya adalah PBBsebagai suatu organisasi internasional, hadir dan terwujudnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri mempunyai kesarnaan tujuan sebagai pemahamandari apa yang terdapat dalam suatu kawasan. Adapun tugas dan fungsi Dewan Keamanan menurut Ade Maman Suherman dalam bukunya Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukumdan Globalisasi terdiri dari: 1. Membuat rekomendasi untuk menyelesaikan sengketa secara damai 2. Mengambil tindakan terhadap kegiatan yang mengancam perdamaian, mengganggu perdamaian dan tindakan agresi. 3. Memerankan peranan yang sangat penting dalam pengembangan operasi penjaga perdamaian.47 46 T May Rudy, Administrasi dan Organisasi internasional (Bandung:Refika Aditama,1993), hlm. 23. 47 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, (Jakarta:Ghalia Indonesia,2003), hlm. 107. 34 Perbandingan antara kelemahan Liga Bangsa-Bangsa dengan PBB saat inidikemukakan oleh Loekito Santoso dalam bukunya Polemologi : Peranti Kuantitatif dan Kualitatif Trilogi Perdamaian antara lain: "Dibandingkan dengan kelemahan LBB yang menggunakan pendekatan unilateral (sepihak) berdasarkan penalaran atas dasar kekuatan, PBB mempmyai kekuatan dengan menggunakan pendekatan multilateral (hubungan banyak pihak) berdasarkan kekuatan penalaran. Namun adanya masalah hak veto dalam DK PBB menimbulkan dua pendapat yang ekstrem di antara negara anggota PBB sendiri yang tidak puas atas Piagam PBB. Satu pihak menghendaki agar PBB sama sekali dapat menghapuskan hek veto, sedangkan pihak lain ingin tetap mempertahankan hak veto, bahkan ingin juga agar persamaan hak suara dalam Sidang Umum PBB diubah sehingga negara anggota yang kecil jumlah penduduknya tidak memiliki hak suara yang sama dengan anggota yang besar."48 PBB merupakan lembaga multilateral. Multilateral adalah suatu istilahhubungan internasional yang menunjukkan kerjasama antar beberapa negara. Sebagian besar organisasi internasional, seperta PBB dan WTO, bersifatmultilateral. Pendukung utama multilateralisme secara tradisional adalah negara-negara berkekuatan menengah sep rti Kanada dan negara-negara Nordik. Negara-negara besar sering bertindak unilateral, sedangkan negara-negara kecil hanyamemiliki sedikit kekuatan langsung terhadap dalam urusan internasional, selainberpartisipasi di PBB, misalnya dengan mengkonsolidasikan suara mereka dengannegara-negara lain dalam pemungutan suara yang dilakukan di PBB.49 Adalah salah satu tugas Perserikatan Bangsa-Bangsa menciptakan suatubentuk perdamaian dunia dan keamanan yang menjadi cita-cita bersama bangsa.T. May Rudy dalam bukunya Administrasi dan Organisasi Internasional 48 Loekito Santoso, Polemologi: Peranti Kuantitatif dan Kualitatif Trilogi Perdamaian (Bandung:Rosdakarya,1991), hlm. 70‐71. 49 http://www.ensiklopedia.com.html diakses 10 0ktober 2012 35 menjelaskan tetang tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nation's), bahwa: "Memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkanhubungan persahabatan antar bangsa, memecahkan masalahmasalah internasionalbaik yang bersifat ekonomi, sosial, kebudayaan. Dan menjadi pusat untukmenyelesaikan tindakan-tindakan bangsa dalam mencapai tujuan"50 Dalam penjelasan di atas, terlihat bahwa dengan keberadaan PBB sebagailembaga internasional memiliki peranan penting terhadap masalah yang timbuldalam hubungan internasional dewasa ini. Dalam badan Organisasi Internasional PBB terdapat organ utama yangpaling penting dan berpengaruh, yaitu Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamananmempresentasikan aristokrasi. Di dalamnya, lima anggota tetap menjalankankekuasaan yang sangat besar, baik formal maupun informal. Seperti yangdiberikan Piagam PBB pada Dewan Keamanan "penanggung jawab utama untukperdamaian dan keamanan", yakni Dewan Keamanan adalah organ yang otoritatifberrhadapan dengan isu-isu yang berkaitan dengan perang dan damai. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan, yang diambil oleh 15 anggotanya, bersifat mengikatsemua Negara anggota PBB.Sehubungan dengan konflik yang sering terjadi belakangan ini, DewanKeamanan PBB menjalankan mekanisme perdamaian melalui 'TrilogiPerdamaian, dengan menghasilkan Kebijakan Multilateralisme, yaitu denganFormula 6-6-4-6-6. Usaha memecahkan masalah sengketa yang kompleks danrumit itu secara bertahap, menurut Trilogi Perdamaian, merupakan logika inti(Inner Logic) yang pragmatis dari kearifan 50 T. May Rudy,Op.Cit., hlm. 42. 36 dalam dunia kontemporer ini. Dalamrangka orde perdamaian dan sebagaimaoa layaknya satu sistem, Trilogi perdamaian mengikuti urutan masukan, proses, keluaran dan adanya umpan balik apabila tahap yang satu tidak dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Prosessebagai berikut : "Setelah adanya masukan berupa rumusan tentang posisi negaranegara anggota DK PBB, terjadi inte raksi untuk menghasilkan rumusan bersama dan apabila rumusan bersama yang dikenal sebagai konsep resolusi DK PBB dapat melewati parameter kuantitatif dari ketidaksepakatan alon tedadi keluann dengon kualifikasi konsep resolusi DK PBB dapat diterima Dengan berjalannya tahap menciptakan dari Trilogi Perdamaian di DK PBB yang menghasilkan keluaran berupa penerimaan konsep resolusi sebagai dasar otorias penjamin proses perdamaian."51 Sistem pakar Trilogi Perdamaian dengan tahap-tahap menciptakan,memelihara, dan membangun perdamaian berkonversi kepada kegiatan-kegiatanDK PBB sebagai strata suprastruktur serta badan subsider DK PBB di lapangansebagai strata suprastruktur. Adanya DK PBB merupakan perkembangan yangmeningkat bila dibandingkan dengan Liga Bangsa Bangsa pada pada Pasca PD I.Demikian pula dalam piagam PBB terjadi amandemen pada tanggal 17 Desember1963 mengenai pasal 23 dan27: "yaitu tentang peningkatan jumlah anggota DK PBB menjadi 15 anggota serta dibutuhkannya 9 suara (termasuk tidak adanya veto dari anggota tetap DK PBB) untuk meluluskan konsep resolusi DK PBB Perubahan ini menampilkan angka 6 sebagai satu angka pedoman bagi sistem pakar Trilogi Perdamaian. Angka 6 ini dihasilkan oleh pengurangan sembilan (kebutuhan suara di DK PBB) dari l5 junlah anggota DK PBB, demikian pula angka 6 ini dihssilkan oleh peningkatan bobot negatif dari satu suara negatif (veto) dari anggota tetap DK PBB. Bobot negatif ini akan menggagalkan diterimanya konsep resolusi DK PBB, yaitu meskipun sudah terdapat 14 anggota DK PBB yang memberikan suara setuju, apabila salah satu anggota tetap DK PBB menjatuhkan vetonnya, maka resultannya hanya menjadi ddelapan (tidak sampai sembilan) sehingga tajawablah bahwa bobot veto ini adalah enam."52 51 52 Loekito Santoso, Op.Cit., hlm. 33. Ibid, hlm. 34‐35. 37 Dengan titian formula 6-6-4-6-6 kegiatan DK PBB serta badan subsider DK PBB di lapangan menampilkan proses pemecahan masalah sengketa. Titianformula ini, yang mengambil angka pedoman 6 dari aksioma yang dihasilkan olehpasal 23 darl 27 piagam PBB, melekat pada makna sistem pakar TrilogiPerdamaian. Sebagai titian, formula 6-6-4-6-6 membuat peranti kuantitatif harusberorientasi kepada peranan kualitatif, sedangkan peranti kualitatif sendiri yangmenggunakan pendekatan Multilateral, memperoleh kemudahan-kemudahan dari peranti kuantitatif53 Di arena politik internasional, dunia menginginkan Amerika Serikat untuklebih mengutamakan prinsip multilateralisme. Namun bagi AS prinsipmultilateralisme ini memiliki dua metode. Pertama, menggalang koalisi di PBBdengan tujuan untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas internasional.Legitimasi terbaik yang bisa didapat AS adalah Resolusi Dewan Keamanan (DK)PBB yang mengizinkan pasukan multinasional (di bawah kendali AS) melakukan kampanye militer terhadap Irak. Kedua, menggalang koalisi militer dengannegara-negara sekutu AS yang nantinya akan memberi dukungan militer nyatabagi berjalannya kampanye militer AS.54 Ada inkonsistensi pada kebijakan Amerika Serikat yaitu multilateralisme bagisekutu-sekutunya dan unilateralisme bagi negara-negara di luar sekutu AS,menurut B.N. Marbun dua pengertian tersebut adalah: 53 Ibid. Andi Widjajanto, Kompleksitas Strategi Perang AS, dalam http://www.kompas.com/kompas‐cetak/0210/02/opini/kom04.htm diakses 10 Oktober 2012 54 38 "Multilateralisme adalah meugikutsertakan atau melibatkan banyak Negaraatau pihak atau juga mempunyai banyak sisi, sedangkan Unilateralisme adalah tindakan yang dilakukan oleh suatu bangsa atau secara sepihak."55 Kesulitan lebih jauh adalah dengan besarnya kekuasaan yang ada di tangan Dewan Keamanan akan menyulitkan PBB dalam mengambil tindakan terhadapkelima Negara tersebut, dalam penelitian ini adalah Negara Amerika Serikat.Bahkan, semuanya yang pasti tidak akan mudah untuk mengendalikannya apalagidengan hak veto yang mereka miliki. Dalam upaya memahami seperti apakah hubungan yang seharusnya antaraT5(anggota tetap Dewan Keamanan PBB) dan Dl0(anggota tidak tetap DewanKeamanan PBB) dalam teori, penulis tidak mendapatkan analisis yangmemuaskan dalam literatur akademik/lit ratur lainnya Sebagai gantinya tulisan-tulisan akademik tentang masalah ini berfokus pada previlis utama T5, hak vetodan upaya untuk menganalisis dasar pemikiran dan tujuannya. Dalam kajian di tahun 1964, The Security Council: A Study in Adolescence,Richard Hiscocks mengutarakan penilaian kontemporer terhadap veto yangbeberapa hal masih relevan. Menurut Hiscocks : "veto benar-benar mencerminkan dunia yang terfragmentasi. Dandidalam dunia yang terbagi itu, hak veto sering digunakan. Adanyahak veto juga mencerminkan pilihan langsung kekuatankekuatanbesar untuk menjalankan metode dan diplomasi yang lebih didasarkanpada kekuatan negaranya ketimbang untuk memperkuat prinsip-prinsip mulia kerjasama dan toleransi internasional yang menjadidasar berpijak Piagam PBB"56 55 B.N Marbun, Op.Cit., hlm. 359 dan 550. Richard Hiscocks, The Security Council: A Study in Adolescense (New York:The Free Press,1973), hlm. 72. 56 39 Analisis-analisis yang lebih mendalam terhadap previlis-previlis yangdiperoleh T5 sesuai dengan pasal 27 Piagam PBB ditawarkan oleh Inis L.Claudedalam karya klasiknya Swords into Plowshares. Dia mengemukakan bahwa: "Previlis-previlis khusus yang paling terke nal, yang diberikan pada The Big Five, hak veto dalam Dewan Keamanan bukanlah alat kediktatoran kekuasaan besar terhadap negara-negara kecil sebagai faktor yang diinjeksikan ke dalam hubungan-hubungan kekuatan besar diantara mereka sendiri....Di san Fransisco, negara-negara kecil menerima superioritas yang kuat sebagai fakta kehidupan. Tujuan pertama mereka adalah untuk memastikan agar semua kekuatan besar menerima kedudukan mereka dalam korps kepemimpinan organisasi baru; dalam organisasi ini mereka berhasil dan fakta ini mungkin merupakan basis utama bagi harapan agar PBB terbukti lebih efiktif daripada LBB. Tujuan kedua adalah untuk menkonstitusionalisasikan kekuatan oligarki internasional; sampai akhirnya mereka mencapai unifikasi tertulis dari susunan yang mengejutkan atas pembatasan-pembatasan tertadap perilaku sewenang-wenang, mencakup reprosedurial pada keputusan-keputusan koleltif melalui kekuatan- kekuatan besar yang implisit dalam aturan kebulatan suara. Tujuan ketiga adalah untuk mendapatkan jaminan yang akan diprakarsai oleh anggota-anggota yang paling kuat dan mendukung tindakan kolektif yang positif dalam dan demi kepentingan organisasi pada saat-saat krisis; dalam hal ini ada keprihatinan terhadap kegagalan didasarkan secara luas pada fakta bahwa aturan veto memberi pertanda kelumpuhan yang mungkin dari upaya-upaya itu."57 Andrew Boyd dalam Fifteen Men on a Powder Keg membantahpernyataan Perdana Menteri Inggrs Harold Macmillan pada tahun 1962 bahwahak veto yang sering digunakan Rusia telah merusak Dewan Keamanan (yangdideskripsikan Macmillan sebagai Kabinet Dunia). Boyd 57 Inis L. Claude Jr., Swords into Plowshares:The Problem and Progress of International Organization (New York:Random House,1963), hlm. 81‐82. 40 menegaskan ,"pondasitempat PBB didirikan oleh kekuatan-kekuatan besar adalah adanya hak vetokekuatan besar."58 Sekretaris Negara Cordell Hull mendeklarasikan di tahun 1940-an bahwa "pemerintahan kami tidak akan berada di sana tanpa adanya hak veto."59 Terdapat saling pengertian diantara T5 bahwa kekuatan veto mereka maupun posisi tetapnya di Dewan Keamanan memberikan mereka previlis kontrolyang signifikan terhadap institusi global yang sangat kuat itu-PBB. Piagam PBB adalah dokumen yang luar biasa. Ia masih dianggap sebagai dokumen yang tampak hidup dan relevan meskipun ditulis hampir enam puluhtahun yang lalu Tapi instrumen veto dan previlis-previlis yang dianugerahkanpada lima pemenang Perang Dunia II diatur untuk mernperbaiki kelemahanmendasar yang terjadi pada paruh pertama abad ke-20: kegagalan untuk melabuhkan kekuatan-kekuatan besar dalam sebuah sistem keamanan kolektif danuntuk menjamin bahwa tidak ada satu keputusan pun yang diambil melawankepentingan-kepentingan mereka Karena itu, ia mempunyai fungsi positif dannegatif. Seperti yang dinyatakan Philip C. Jessup, veto adalah "katup pengamanyang mencegah PBB berkomitmen dalam bidang politik yang mana saat itu PBBkurang kekuatan untuk memenuhinya."60 Pada beberapa kasus internasional saat ini, AS tidak bisa diajak bekerjasama Amerika Serikat merupakan anggota tetap DK PBB yang 58 Andrew Boyd, Fifteen Men on Powder Keg: A History of The UN Security Council(New York:Stein and Day,1971), hlm. 62‐63. 59 Edward C. Luck (Ed.), Mixed Messages‐American Politics an International Organization. 1919‐1999 (Washington DC:Brooking Institution Press,1999), hlm. 154. 60 Inis L. Claude, Op.Cit., hlm. 147. 41 mernpunyai pengaruh sangat penting, AS mendominasi DK PBB, sehinggakeputusan yang dibuat Dewan Keamanan harus mendapat restu pula darikebijakan AS. Maka dalam hal ini multilateralisme DK pBB tidak berfungsi samasekali. Pengaruh dominasi dan hegemoni Politik Luar Negeri Amerika serikatlah yang mematikan kebijakan multilateralisme DK PBB. Karena AS mempunyai hak veto yang tidak bisa diganggu gugat keputusannya. Dalam hal ini, seperti yang kita ketahui konflik Israel-Palestina masih berlangsung sampai detik ini dan entah berapa banyak lagi korban-korban yang tidak semestinya akan berjatuhan. Melihat kondisi ini suara lantang malah terdengar dari negeri kita sendiri, yakni Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty M. Natalegawa menyatakan, permasalahan yang menimpa Palestina dalam pendirian negara Palestina merdeka masih menjadi prioritas negara Gerakan Non Blok (GNB). Pernyataan tersebut disampaikan Marty dalam pertemuan yang digelar untuk mempersiapkan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok yang akan digelar 30-31 Agustus 2012, di Tehran, Iran, Selasa (28/8/2012), di hadapan 120 negara anggota GNB. "Palestina masih dan akan terus menjadi agenda prioritas bagi Gerakan Non Blok," tegas Marty. Marty mengusulkan langkah kongkret guna mendukung peningkatan status Palestina di PBB tahun ini serta pendirian negara Palestina yang merdeka pada tahun 2013, sebagaimana telah digariskan oleh pemimpin Palestina. 42 Dalam pidatonya, marty juga menyinggung peran Dewan Keamanan PBB dalam upaya penyelesaian konflik dan peran menciptakan perdamaian dunia. "GNB harus mendorong peran dan kapasitas Dewan Keamanan PBB dalam menyelesaikan konflik, menciptakan perdamaian dan mencegah potensi konflik," tegasnya.61 Tetapi dikeluarkan saat tidak hanya itu, pernyataan keras juga datang dari Afrika Selatan yang pada Selasa (25/9), mengatakan di Markas PBB, New York, negara itu tetap prihatin dan menyatakan PBB mesti memainkan peran sentral dalam penyelesaian masalah Palestina-Israel. Pernyataan tersebut dikeluarkan saat Jacob Zuma, Presiden Afrika Selatan berbicara dalam Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB, yang dimulai di New York. Situasi di Timur Tengah terus menjadi keprihatinan kami terutama masalah Palestina-Israel,”katanya. PBB adalah bagian dari kuartete kelompok diplomatik yang juga meliputi Uni Eropa, Amerika Serikat dan Rusia dalam mengupayakan perdamaian di Timur Tengah. “setiap agresi atau pelanggaran hukum internasional mesti dikutuk dengan suara bulat oleh PBB setiap waktu,”kata Jacob Zuma sebagaimana dikutip Xinhua yang dipantau ANTARA di Jakarta, Rabu. “Sebagai PBB, kita tak bisa terlihat kuat dalam mengutuk sebagian dan sebaliknya bersikap lunak pada yang lain. 61 Andi Haryanto,“Menlu RI: Plaestina Masih dan Terus Jadi Agenda Prioritas Gerakan Non Blok” dalamDetik News (online), edisi Rabu 29 Agustus 2012 dalam http://news.detik.com/read/2012/08/29/020630/2001591/10/ diakses 10 Oktober 2012 43 Sebagai Afrika Selatan, kami tetap terikat komitmen pada penyelesaian dua negara yang dilandasi atas perbatasan 1967 dan Palestina serta Israel hidup berdampingan secara damai,” katanya.62 Harian Ibrani Maariv pada hari Selasa (9/10) mengutip pernyataan komandan yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa perang baru akan mencakup invasi tanah yang mirip dengan operasi “Cast Lead” empat tahun lalu. Komandan tersebut mengatakan bahwa tujuan utama dari operasi tersebut akan mengembalikan kekuatan Israel untuk menguasai tanah Palestina dan mencegah perlawanan dari para pasukan pembebasan. Beberapa sumber informasi yang dekat dengan tentara pendudukan Israel pada Senin malam (8/10), mengatakan bahwa invasi Israel terhadap Gaza bertujuan untuk membalas serangan roket Palestina yang sering membombardir wilayah Israel. Komandan militer Benny Gantz, yang bertindak sebagai kepala staf tentara Israel mengatakan bahwa perang di Gaza selama periode jabatannya, benar-benar “tak bisa terelakkan.”63 Lebih lanjut untuk mendukung munculnya sebuah hipotesis maka penulis mengemukakan beberapa asumsi sebagai berikut: 62 Afrika Selatan Serukan Peran PBB Akhiri Masalah Palestina Israel, ANTARA (online) edisi 26 September 2012 dalam http://www.antarasumbar.com/berita/internasional/d/21/247141/afrika‐selatan‐serukan‐peran‐ pbb‐akhiri‐masalah‐palestina‐israel.html diakses 10 Oktober 2012 63 Maulana, “Komandan Militer Israel: Perang Baru di Gaza Tak Bisa Terelakkan”, Islam Pos (online) edisi 10 Oktober 2012 dalam http://islampos.com/komandan‐militer‐israel‐perang‐ baru‐di‐gaza‐tak‐bisa‐terelakkan/ diakses 10 Oktober 2012 44 a. Pada hakikatnya PBB merupakan lembaga tertinggi dan terbesar di dunia yang mempunyai tanggung jawab dan peran untuk mejaga keamanan serta menciptakan perdamaian dunia tanpa memandang Negara apapun. b. Dalam kasus konflik Israel-Palestina PBB (dalam hal ini DK PBB) telah gagal memeinkan peran sentral. c. Hak veto merupakan faktor kegagalan terbesar dalam tubuh PBB dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. d. Adanya politik uang merupakan salah satu cara untuk tetap melemahkan PBB dalam pencapaian sebuah resolusi yang terlihat dalam bentuk penyumbang iuran terbesar setiap tahunnya. 1. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas dan diperkuat oleh beberapa asumsi dari kerangka pemikiran di atas maka penulis dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut : “Jika penggunaan hak veto dikawal oleh proses demokratisasi, rekonstruksi dan strukturisasi dalam tubuh DK PBB maka gap yang terdapat pada konflik Israel dan Palestina akan segera dapat teragendakan dalam Majelis Umum PBB.” 45 2. Tabel Operasionalisasi Variabel dan Indikator Tabel 1: Operasionaisasi Variabel dan Indikator Variabel dalam Idikator (Empirik) Hipotesis (Teoritik) 1. Penggunaan hak Variabel Bebas : veto atas Jika penggunaan hak pertimbangan veto dikawal oleh politik proses demokratisasi, rekonstruksi dan restrukturisasi dalam tubuh DK PBB 2. Tidak adanya pengawalan terhadap proses penggunaan hak veto dikarenakan adanya nuansa politis dan Verifikasi (Ananlisis) 1. Khusus konflik PalestinaIsrael, dari 82 veto Amerika Serikat, nyaris setengahnya berhubungan dengan dukungan Amerika Serikat terhadap Israel, yaitu sebanyak 41 veto. Akibat dari pembelaan yang dilakukan Amerika Serikat itu, banyak kasus pembangkangan yang dilakukan oleh Israel terutama implementasi resolusi 271, 298, 452, dan 673. Di mana, Israel tidak mematuhinya dengan tetap melanjutkan pembangunan tembok besar, walaupun Mahkamah Internasional mengutuk pembanggunan dinding pemisah tersebut, bahkan dalam sebuah peradilan Amerika, menegaskan bahwa pembangunan tersebut merupakan ipso facto. Ironisnya lagi, kegiatan pembangunan pemukiman oleh Israel di Tepi Barat telah meningkat dua kali lipatnya selama tahun 2007. (Sumber: http://kakniam.wordpress.co m/2011/06/11/dominasiamerika-serikat-terhadappbb/) 2. Pada masa kepemimpinan Boutros-Boutros Ghali, PBB pernah bermasalah dengan Amerika Serikat terkait dengan prakarsa diplomatik di bidang operasi pemeliharaan perdamaian. Prakarsa tersebut dinilai 46 ekonomis 3. Mengakibatkan PBB bermetamorfosis menjadi lebih kompromis dikarenakan kebutuhan akan anggaran belanja 1. Agenda Majelis Variabel Terikat: Umum PBB maka gap yang terhadap konflik terdapat pada konflik Israel-Palestina Israel dan Palestina terhalang oleh AS akan segera dapat teragendakan dalam Majelis Umum PBB cukup merugikan karena mengurangi peran Ameriksa Serikat di kancah politik internasional. Amerika Serikat menuntut agar prakarsa operasi pemeliharaan perdamaian tersebut direvisi, namun B.B.Ghali tetap menolak. Sebagai balasannya, Amerika Serikat memutuskan untuk menunda pembayaran kontribusi wajib. (Sumber: http://kakniam.wordpress.co m/2011/06/11/dominasiamerika-serikat-terhadappbb/) 3. Sejak B. B. Ghali digantikan Kofi Annan, PBB mulai lebih kompromistis dengan Amerika Serikat. Berbagai ketentuan yang bertentangan dengan Amerika Serikat mulai diubah dan di reformasi. Amerika Serikat pun secara berangsur membayar tunggakannya. (Sumber: http://kakniam.wordpress.com /2011/06/11/dominasiamerika-serikat-terhadappbb/) 1. Rusia, pada Senin waktu setempat, menuduh Amerika Serikat menghalangi langkah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan kekerasan yang semakin meluas antara Israel dan Palestina di jalur Gaza. Rusia juga mengatakan bahwa bahwa anggota Dewan Keamanan yang lain dengan sengaja membuat pembicaraan mengenai konflik berlarutlarut. Sementara di sisi lain, Amerika Serikat mendesak agar 15 anggota Dewan Keamanan tidak mengganggu 47 usaha yang sedang dilakukan Kairo untuk memediasi gencatan senjata antara Israel dan militan Hamas di Gaza. Dewan Keamanan telah mengadakan negosiasi tertutup untuk mengeluarkan pernyataan resmi. Para diplomat dikabarkan meminta teks pernyataan tersebut tidak secara eksplisit menyebut serangan roket Hamas ke Israel. Namun Israel mengatakan bahwa roket-roket itulah yang memicu tindakan ofensif militer di Gaza. Para diplomat di Dewan Keamanan juga memperkirakan bahwa kesepakatan mengenai teks pernyataan resmi tidak akan tercapai pada tenggat waktu yang ditentukan, pada Selasa. Utusan Rusia untuk PBB mengatakan bahwa negaranya akan mengusulkan resolusi -yang lebih kuat dibanding pernyataan resmi -- jika anggota Dewan Keamanan tidak mencapai kesepakatan. "Salah satu anggota Dewan Kemanan, anda tahu siapa (Amerika Serikat-red), mengindikasikan akan menolak semua usulan dari negara anggota lain," kata Churkin yang tidak bersedia menyebut Amerika Serikat secara langsung. (Sumber: Rusia: AS Halangi PBB Selesaikan Konflik IsraelPalestina dalam http://www.republika.co.id/be rita/internasional/palestinaisrael/12/11/20/mdrv4w-rusiaas-halangi-pbb-selesaikankonflik-palestinaisrael) 48 2. Ada gap lebar antara Fatah 2. Masih adanya danHamas dalam orientasi dan konflik yang terjadi pandangan politik. Dalam pada dua kubu melawan Israel, Fatah menolak terbesar di perlawanan bersenjata dengan pemerintahan pimpinan Abbas, mengejek Palestina penggunaan roket lokal, masuk dalam kompromi longgar dalam masalah Al-Quds, kembalinya pengungsi ke kampung halaman mereka di wilayah 48, diam terhadap tembok rasial, tidak mengefektifkan keputusan Mahkamah Internasional, mendorong Mesir untuk memasukkan pasukannya ke Jalur Gaza, menghentikan pemerintahan Hamas di sana, menghabisi gerakan Hamas di Tepi Barat, mempromosikan kerjasama keamanan dengan Israel, mendapatkan dana dari UE dan sebagian negara Arab. Di tengah itu semua, Hamas berpegang teguh dengan semua wilayah Palestina, Al-Quds, hak kembali pengungsi Palestina, perlawanan bersenjata, menolak mengakui Israel dan kesepakatan yang pernah ditandatangani dengan PLO dengan Israel. Sumber (http://salamu.blogdetik.com/2 008/10/07/akar-konflik-fatahdan-hamas/) 3. Belum adanya titik temu antara Fatah dan Hamas sampai saat ini 3. Upaya rekonsiliasi yang pernah ditengahi oleh Presiden Mesir Mohamed Morsi. Awal tahun 2013, dia mengadakan pertemuan tiga pihak dengan Mahmud Abbas dan Khaled Meshaal tentang penerapan pakta persatuan tahun 2011. Sampai saat ini Hamas digolongkan sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan pertimbangan Hamas sejak 49 lama melancarkan serangan dan menolak meninggalkan jalur kekerasan. Tetapi para pendukung mengatakan Hamas adalah gerakan perlawanan yang sah dan pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Sumber (http://www.bbc.co.uk/indonesi a/dunia/2013/02/130207_hama s_fatah_khaled_meshaal.shtml 50 4. Skema Kerangka Teoritis Dewan Keamanan Persatuan BangsaBangsa (DK PBB) Negara Anggota Tetap DK PBB Negara Anggopta Tidak Tetap DK Benturan kepentingan negara anggota tetap DK PBB Hak Veto Konflik IsraelPalestina Adanya Perjanjian Madrid, Oslo I, Oslo II, Hebron, Wye River, Sharm alSyeikh, Camp David, Gaza-Ariha, Balfour Tidak/tercipanya sebuah Resolusi Konflik Berhasil/tidaknya sebuah Peace Making Tidak adanya Peace Keeping Kegagalan pencipataan Peace Building Gambar 1 : Skema Kerangka Teoritis 51 E. Metode dan Teknik Penulisan 1. Tingkat Ananlitis Tingkat analitis digunakan penulis agar memudahkan penulis memilahmilah masalah yang paling layak ditekankan atau dianalisis, serta untuk menghindari kemungkinan melakukan kesalahan metodologis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tingkat analisa induksionis. Analisa Induksionis merupakan sebuah unit analisa dimana unit eksplanasinya berada pada tingkatan yang lebih tinggi daripada unit analisisnya. Dimana disini penulis akan menempatkan variabel bebas yaitu hak veto bagi negara anggota DK PBB sebagai unit analisa yang lebih tinggi dan menempatkan variabel terikat yaitu implikasinya terhadap upaya keamanan dan perdamaian dunia sebagai unit eksplanasi dari variabel bebas. 2. Metode Penelitian Untuk mengungkapkan data atau menguraikan metode dan teknik pengumpulan data yang akan mengumpulkan dan menyusun skripsi maka penulis menggunakan metode deskriptif. Metode Deskriptif merupakan metode yang berusaha mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian diajukan dengan menganalisis data tersebut atau menganalisa fenomena tersebut serta suatu metode yang meneliti suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada sekarang. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan kondisi mengenai hak veto yang masih melekat pada 52 negara anggota tetap DK PBB yang sampai saat ini menjadi permasalahan dalam menciptakan sebuah resolusi dimana dalam hal ini peran dan tanggung jawab PBB sangat dibutuhkan dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian dunia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu alat atau sarana yang dapat membantu penulis untuk mengembangkan penelitian ini. Adapun dalam proses ini teknik pengumpulan data melalui sebuah studi kepustakaan, yaitu berusaha untuk mencari data melalui pengamatan tidak langsung dengan membaca buku tertentu, laporan, surat kabar, website dan artikel, untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. E. Lokasi dan Lama Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan bahan penelitian, meliputi: a. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Jln. Pejambon No. 6 Jakarta b. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan Jln. Lengkong Tengah No. 17D Bandung 53 2. Lamanya Penelitian Penelitian dilakukan selama 8 (delapan) bulan terhitung dari bulan Oktober 2012 hingga Mei 2013. TABEL PENELITIAN Akivitas No Bulan Minggu 1 1 Januari 2 3 4 1 Pebruari 2 3 4 1 Waktu Penelitian Maret April 2 3 4 1 2 3 4 1 Mei 2 3 4 1 Juni 2 3 4 Persiapan a. Konsultasi Judul b. Pengajuan Judul c. Penelitian d. Seminar Proposal 2. Revisi Judul 3. Penelitian 4, Pengolahan Data 5. Analisis Data 6. Kegiatan Akhir a. Penyusunan laporan b. Presentasi 54 55 F. Sistematika Pembahasan Bab I, penulis akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode dan teknik pengumpulan data, dan sitematika pembahasan dari topik yang akan diteliti. Bab II, penulis akan membahas mengenai hak veto, dimulai dari sejarah munculnya hak veto, tentang DK PBB, fungsi DK PBB terhadap upaya keamanan dan perdamaian dunia, dasar pengaturan, prinsip/asas persamaan kedaulatan dalam pengambilan keputusan di DK PBB, serta alasan yuridis penggunaan hak veto. Bab III, penulis akan lebih detail dalam membahas pada sejarah negara Israel dan Palestina, perkembangan kedua negara tersebut sampai saat ini, serta dinamika konflik Israel-Palestina hinnga masa sekarang. Bab IV, penulis akan lebih memfokuskan pada peran DK PBB dalam konflik Israel-Palestina, dari mulai bergesernya kebijakan DK PBB, fungsi DK PBB dalam penanganan konflik Israel-Palestina, hingga mengungka rahasia hak veto. Bab V, penulis akan memberi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan yang berisi hasil dari penelitian dan juga merupakan sebuah penutup dan hasil akhir dari penelitian ini.