1 MAKALAH PENANAMAN KONSEP BILANGAN MELALUI PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN PENDEKATAN KONTEKTUAL VERBALISTIK PADA ANAK USIA DINI MEYONGSONG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013. Lomba Inovasi Media Pembelajaran Guru Roudlotul Athfal (RA) Disusun oleh: SITI WASYI’AH, S.Pd Guru RA. YKUI Babaksari Dukun Gresik DEPARTEMEN AGAMA ISLAM KABUPATEN GRESIK TAHUN 2016 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada 2011, World Bank mengeluarkan hasil riset bahwa guru Indonesia terendah di Asia. Hal ini tentunya menjadi hal yang miris. Bagaimanapun berubahnya kurikulum dengan jargon "ganti menteri, ganti kurikulum" sudah menjadi kebiasaan di Indonesia. Kurikulum sebagai "juklak" penyelenggaraan pendidikan dianggap sebagian kalangan hanya berputar dalam ranah masalah yang sama yaitu permasalahn sumber daya manusia (guru). Guru yang menjadi agen perubahan siswa di sekolah dituntut untuk mampu menghadirkan sistem belajar yang mudah dan menyenangkan. Konsep hafalan untuk siswa dan "kejar setoran" RKM dan RKH guru di kelas seakan menjadi pola rutinitas yang kadang kurang mencerminkan arah perbaikan sistem belajar di negara ini. Sekarang, seiring kemunculan Kurikulum 2013 menuntut agar guru mulai melek keadaan. Bahwa selama ini metode pembelajaran harus bisa disesuaikan oleh guru demi keterpaduan dengan zaman. Konsekuensinya, paradigma baru akan cara belajar yang tidak hanya berkutat pada sistem satu arah perlu dikembangkan. Guru bisa menjadi mediator bagi siswa untuk belajar menggali potensi dirinya. Maka, sistem "pengkastaan" ilmu di sekolah dalam Kurikulum 2013 ini mulai terlihat arahnya. Salah satu indikatornya dengan adanya metode pembelajaran integratif. Latar belakang pengembangan kurikulum 2013 diharapkan dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk menghadapi perubahan dunia. Pengembangan kurikulum 2013 sudah melalui proses panjang dan ditelaah sehingga 1 3 saatnya disampaikan ke publik agar dapat bisa memberi pandangan lebih sempurna. Basis perubahan kurikulum 2013 terdiri dari dua komponen besar, yakni pendidikan dan kebudayaan. Kedua elemen tersebut harus menjadi landasan agar generasi muda dapat menjadi bangsa yang cerdas tetapi berpengetahuan dan berbudaya serta mampu berkolaborasi maupun berkompetisi. Adapun orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan. Perubahan yang paling berdasar adalah nantinya pendidikan akan berbasis science dan tidak berbasis hafalan lagi. Permasalahan yang dihadapi pada pembelajaran Anak Usia Dini yang selama ini dikembangkan hanya menyangkut satu rana pengembangan saja, sehingga perkembangan kecerdasan pada anak berkembang dengan tidak simbang antara rana kognitif, afektif, sosial, emosional, pesikomotor. Dalam kenyataan hasil pembelajaran pendidikan anak usia dini lebih ditekankan pada rana kognitif saja, dan mengabaikan kecerdasan anak lainnya. Dalam pengembangan pembelajaran anak usia dini sudah harus dikembangkan sejak dini meliputi delapan kecerdasan yaitu linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpesonal, intrapersonal, dan naturalis, karena akan menentukan kemampuan dan perkembangan anak pada usia dewasa nanti. Oleh katena itu Amstrong (2002) menyebutkan bahwa kecerdasan anak pada usia dini merupakan modal untuk melejitkan kemampuan setiap anak menjadi sangjuara, karena setiap anak tersebut memiliki kecerdasan. Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, 4 pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (saintifik) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Memperhatikan latar belakang masalah pada pembelajaran sehingga pada Lomba Kreativitas Guru Taman Kanak-kanak dalam rangka Hari Anak Nasional (HAN) ini dengan judul “Penanaman Konsep Bilangan Melalui Pembelajaran Saintifik Dengan Pendekatan Kontektual Verbalistik Pada Anak Usia Dini Meyongsong Implementasi Kurikulum 2013. B. Permasalahan Memperhatikan kajian pada latar belakang masalah di atas permasalah ini disusun sebagai berikut: 1. Bagaimana Pembelajaran Saintifik Anak Usia Dini pada Kurikulum 2013? 2. Bagaimana Anak Usia Dini mengenal Konsep Bilangan 1-10? 3. Bagaimana penerapan inovasi pembelajaran saintifik kontekstual verbalistik untuk menenamkan konsep bilangan pada anak usia dini menyongsong implentasi kurikulum 2013?. C. Tujuan dan Manfaat Tujuan kajian pada inovasi pembelajaran ini meliputi; 1. Untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran yang efektif, menarik dan menyenangkan. 2. Untuk menciptakan pembelajaran yang holistik yaitu berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 5 D. Manfaat 1. Bagi Siswa Melalui pembelajaran ini diharapkan siswa dapat: a. Anak mampu mengamati, mengenal, dan menalar konsep bilangan 1-10. b. Anak mampu menulis (mencatat) dan mengimformasikan konsep bilangan 1-10 di depan kelas. c. Anak mampu mengembangkan kemampuan berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 2. Bagi Guru a. Dapat memberikan informasi tentang penerapan pembelajaran saintifik anak usia dini pada kurikulum 2013. b. Menambah pengetahuan dan ketrampilan pembelajaran berbasis saintifik. c. Memberikan motifasi guru melakukan inovasi pembelajaran yang holistik untuk mengembangkan kecerdasan anak. 3. Bagi Pemerhati Pendidikan a. Memberikan perhatian tentang penerapan pembelajaran saintifik pada anak usia dini. b. Memberikan motivasi pada tenaga kependidikan dalam meningkatkan prestasi hasil belajar. c. Memberikan dukungan terhadap pembelajaran pada anak usia dini. pelaksanaan inovasi 6 BAB II PEMBAHASAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH A. Rancangan Pemecahan Masalah Untuk mencapai hasil pemecahan masalah yang akurat pada inovasi pembelajaran disusun langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan kajian teori yang melandasi inovasi pembelajaran 2. Melakukan observasi pembelajaran 3. Melakukan ekperimen pembelajaran 4. Melakukan analisis dan refleksi 5. Penyusunan inovasi pembelajaran B. Tahapan Operaional Pemecahan Pembelajaran 1. Teori yang Melandasi Karya Inovasi Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini Syaiful Sagala (2006:61) bahwa pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun tori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran pada anak usia dini adalah kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada anak yang disesuaikan dengan tingkat usia anak dengan pengembangan kurikulum yang berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (konten) dan proses belajar. b. Karakteristik Pembelajaran Anak Usia Dini Komponen pembelajaran memiliki karakteristik atau ciriciri khusus. Menurut Novan Ardy Wiyani & Barnawi (2012:89), pembelajaran anak usia dini memiliki karakteristik sebagai 5 7 berikut : 1) anak belajar melalui bermain, 2) anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya, 3) anak belajar secara ilmiah, 4) anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, manarik, dan fungsional. Pembelajaran anak usia dini memiliki karakteristik anak belajar melalui bermain, anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya, anak belajar secara ilmiah, anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, manarik, dan fungsional yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (konten) dan proses belajar. c. Implikasi Terhadap Pembelajaran Praktek pembelajaran anak usia dini yang berorientasi perkembangan. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa penyelenggaraan pembelajaran bagi anak usia diniyang di dalamnya termasuk usia TK haruslah bertumpu atas pemahaman yang jelas atas karakteristik peserta didik sehingga proses pembelajaran memberikan dampak positif bagi perkembangan anak. Ada dua pandangan terhadap belajar, yaitu behaviorisme dan konstruktivisme (Seniawan, 2002). Menurut pandangan behaviorisme belajar terjadi karena pengaruh lingkungan. Belajar terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanis. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan yang sistematis dan terencana sehingga dapat memberikan stimulus yang pada gilirannya manusia dapat memberikan respon terhadap rangsangan tersebut. Semen-tara itu, belajar membangun menurut pandangan pengetahuan itu konstuktivisme sendiri stelah adalah dipahamai, dicernakan, dan merupakan per-buatan dari dalam diri seseorang. Dengan demikian proses pembelajaran perlu 8 memperhatikan aspek individu anak dan faktor lingkungan. Secara lebih khusus, kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukan guru hendaknya didasarkan atas pemahaman terhadap konsep belajar dan ber-orientasi pada perkembangan serta karakteristik anak usia TK. Keadaan ini akan memberikan kontribusi bagi anak dalam belajar sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimilikinya. 2. Tahapan Perkembangan Kemampuan Mengenal Bilangan Anak Usia Dini a. Konsep Bilangan Salah satu unsur yang ada di dalam matematika adalah kemampuan membilang. Bilangan atau biasa disebut dengan angka tidak terlepas dari matematika. Menurut Ruslani (2008:23) adalah suatu alat pembantu yang mengandung suatu pengertian. Bilangan-bilangan ini mewakili suatu Jumlah yang diwujudkan dalam lambang bilangan. Dengan demikian lambang atau simbol yang merupakan suatu objek yang terdiri dari angka- angka. Sebagai contoh bilangan 10, dapat ditulis dengan dua buah angka (double digits) yaitu angka 1 dan angka 10. b. Tahap Penguasaan Mengenal Bilangan Depdiknas (2000:7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-Kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. 1) Penguasaan Konsep adalah Pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilanagan. 9 2) Masa Transisi adalah Proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsepsama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu. Piaget (Suyanto S 2005:160) Mengungkapkan bahwa matematika untuk anak usia dini tidak bisa diajarkan secara langsung. Sebelum anak mengenal konsep bilangan dan operasi bilangan, anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal pula dengan abstraksi empiris. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut abstraksi reflektif (reflectife abstraction). Langkah berikutnya ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan dengan simbol bilangan. Burns & Lorton (Sudono A, 2010: 22) menjelaskan lebih terperinci bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep konkrit dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan Lambang merupakan visualisasi dariberbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar 10 untuk menggambarkan konsep ruang, dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk. Dapat disimpulkan bahwa berhitung di Taman KanakKanak dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. 3. Pembelajaran Saintifik pada Kurikulum 2013 a. Hakekat Pembelajaran Saintifk Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan pembelajaran semua ilmiah (saintifik mata pelajaran appoach) meliputi dalam menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, 11 atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. b. Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik Pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu Observing (mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar), Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring/ mengkomunikasikan). (Kemendiknas, 2013) 1) Mengamati Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini. a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder d) Menentukan diobservasi di mana tempat objek yang akan 12 e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. 2) Menanya Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Fungsi Bertanya: (1)Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran; (2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; (3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya; (4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan 13 pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan; (5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (6) Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan; (7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok; (8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul; dan (9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. 3) Menalar (Eksplorasi) Istilah “menalar” dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi kemamuan dalam pembelajaran mengelompokkan mengasosiasikan beragam merujuk beragam peristiwa untuk ide pada dan kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu. 14 4) Mencoba (Eksperimen) Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Peserta didik harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Aplikasi eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. 5) Mengkomunikasikan Hasil catatan mempresentasikan, percobaan mendialogkan, siswa kemudian menyimpulkan dihadapan siswa, dengan cara: • Menirukan (bisa di eksplorasi) pelafalan huruf perhuruf dan angka-per angka. • Mendemonstrasikan pelafalan huruf dengan baik dan benar • Membuat kesimpulan dibantu dan dibimbing guru 15 C. Dampak dan Kendala yang Dihadapi Hasil nalisis kajian teori dan observasi pembelajaran dan hasil kegiatan belajar anak usia dini diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dampak yang Ingin Dicapai Pembelajaran Saintifik pada Kurikulum 2013 Proses pembelajaran saintifik pada kurikulum 2013 anak usia dini adalah anak dapat mengembangkan sikap-sikap kegiatan ilmiah: a. Anak mampuh mengamati sehingga memiliki hasrat ingin tahu tinggi untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran. b. Dengan pertanyaan siswa mampu mengembangkan kreatifitas dan sikap kritis. c. Memiliki sikap keterbukaan. d. Memiliki sikap menghargai dan menerima masukan. e. Memiliki sikap jujur. f. Memiliki sikap kritis. g. Memiliki sikap kreatif. 2. Kendala yang Dihadapi Implementasi Pembelajaran Saintifik pada Kurikulum 2013 Anak Usia Dini Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pembelajaran saintifik pada anak usia dini adalah: a. Keterbatasan pola pikir anak dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki. b. Kemampuan anak berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan kecerdasan dan tingkat bertambahnya usia. c. Anak usia dini belajar sesuai dengan kemauannya. d. Anak belajar dalam perkembangan bermain. kehendak dan 16 D. Alternatif Aplikasi Rancangan Karya Inovasi Pembelajaran Kontektual Verbalistik untuk Menanamkan Konsep Bilangan 1. Ide Dasar Ide dasar penciptaan inovasi pembelajaran saintifik kintektual verbalistik didasakan pada: a. Depdiknas (2000:7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan Konsep adalah Pemahaman menggunakan dan pengertian benda dan tentang sesuatu dengan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan. Masa Transisi adalah Proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsepsama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu. b. Piaget (Suyanto, 2005:160) Mengungkapkan bahwa matematika untuk anak usia dini tidak bisa diajarkan secara langsung. Sebelum anak mengenal konsep bilangan dan operasi bilangan, anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal pula dengan abstraksi empiris. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut abstraksi reflektif 17 (reflectife abstraction). Langkah berikutnya ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan dengan simbol bilangan. c. Teori lainnya yang berkaitan dengan perkembangan kognitif, yaitu Piaget menyebutkan bahwa ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu : a. Tahap sensorimotorik (usia 0 - 2 tahun). Pada tahap ini anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya. b. Tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbolsimbol (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pralogis). Pada saat ini anak bersifat egosentris, yaitu melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan. b. Tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berpikir yang bersifat kongkret belum abstrak. c. Tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berpikir abstrak. b. Berkaitan dengan anak-anak, beberapa anak ditemukan memiliki kerentanan untuk menghadapi perubahan atau tekanan yang mereka hadapi.Akan tetapi, tidak jarang pula, orang tua atau pendidik mengeluhkan anak-anak memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap situasi baru, atau anak yang trauma dengan pengalaman negatif, seperti kehilangan sahabat, pindah rumah, nyaris tenggelam di kolam renang, atau menjadi korban bencana alam seperti gempa (Ilham, 2007) Berdasarkan beberapa pendapat di atas sehingga inovasi pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran saintifik kontektual verbalistik 18 2. Definisi Kerja Pembelajaran Saintifik Konstektual Verbalitik Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan pendekatan ilmiah dilaksanakan (scientific). dengan menggunakan Prosespembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu Observing (menanya), Associating (mengamati), Questioning (menalar), Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring atau mengkomunikasikan). (Kemendiknas, 2013) Pendekatan Contextual Teacing and Learning merupakan konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Verbalistik adalah suatu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang bersifat nyata. Media pembelajaran verbalistik merupakan media pembelajaran yang disusun sesuai dengan materi pembelajaran yang nyata, tampak dan dapat diamati oleh peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar. Memperhatikan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran saintifik kontektual verbalistik adalah suatu kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendikatan kegiatan yang nyata menggunakan media pembelajaran yang kongkrit dengan untuk mempermudah anak dalam memahami konsep pembelajaran. 3. Rancangan Media Pembelajaran Saintifik Kontekstual Verbalistik Media dalam pembelajaran saintifik konntekstual verbalistik dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan dengan menggunakan permainan verbal dalam bentuk benda-benda yang dapat menunjukkan satuan suatu bilangan. 19 Menurut Arif S. Sadiman, dkk (2011) menyebutkan bahwa kegunaan-kegunaan media pembelajaran yaitu: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis. b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. c. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat d. mengatasi sikap pasif anak didik. e. Memberikan perangsang belajar yang sama. f. Menyamakan pengalaman. g. Menimbulkan persepsi yang sama. Media ini berfungsi untuk memberikan motivasi kegiatan belajar agar menarik perhatian siswa dan mempermudah guru dalam memberikan gambaran tentang konsep bilangan dan urutan angka bilangan. Jenis media pembelajaran Saintifik Kontekstual Verbalistik berbentuk peraga yang disusun dalam bentuk media pembelajaran verbal yang berupa bentuk benda, kotak-kotak angka, dan roda bilangan angka, sebagaimana gambar berikut: Gambar Media Pembelajaran 20 4. Tujuan Pembelajaran Saintifik Kontetual Verbalistik Tujuan Pembelajaran Saintifik Kontetual Verbalistik adalah: a. Mengembangkan kemampuan anak mengenal konsep bilangan 1-10. b. Mengembangkan kemampuan anak mengekplorasi mengenal urutan bilangan 1-10. c. Mengembangkan kemampuan anak untuk menulis angka 110. d. Mengembangkan kemampuan emosional khususnya keberanian mengkomunikasikan eksperimen di depan teman. e. Mengembangkan kemampuan psikomotorik anak. 5. Manfaat Pembelajaran Saintifik Kontetual Verbalistik a. Mengembangkan kemampuan anak mengenal konsep bilangan 1-10. b. Mengembangkan kemampuan anak mengekplorasi mengenal urutan bilangan 1-10. c. Mengembangkan kemampuan anak untuk menulis angka 110. d. Mengembangkan kemampuan emosional khususnya keberanian mengkomunikasikan eksperimen di depan teman. e. Mengembangkan kemampuan psikomotorik anak. 6. Pembelajaran Saintifik Kontekstual Verbalistik Menanamkan Konsep Bilangan a. Persipan 1) Guru mengucapkan salam dan menyapa peserta didik dilanjutkan dengan berbaris didepan kelas dan membaca doa. 2) Guru menghubungkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari (appersepsi) 3) Guru mempersiapkan fisik dan psikis peserta didik melalui senam ringan, atau nyanyi, ..... 21 4) Guru menjelaskan secara singkat tujuan mempelajari materi dan kompetensi yang akan dicapai 5) Guru menjelaskan secara singkat strategi pembelajaran yang akan dilakukan bersama-sama. 6) Guru membentuk peserta didik menjadi beberapa kelompok b. Kegiatan Inti 1) Mengamati a) Dengan bermain guru menunjukkan konsep bilangan melalui media bola pimpong dan memasukkan pada gedung bertingkat. b) Dipandu guru, peserta didik belajar mengucapkan jumlah bilangan bola, secara berulang-ulang. c) Dengan menyebut jumlah bilangan guru menunjukkan angka pada papan putar. d) Peserta didik mengamati jumlah bola dan konsep bilangan melalui papan angka putar. 2) Menanya a) Dengan memuta papan angka, guru menanyakan pada anak tentang konsep bilangan. b) Sambil mengamati siswa menjawap pertanyaan guru akan kesesuaian jumlah bilangan dengan konsep angka pada papan angka. c) Secara berulang-ulang guru menanyakan konsep bilangan pada anak, untuk merangsang pemahaman konsep bilangan dan lambang bilangan. 3) Mengeksperimen/Mengexplorasi a) Dipandu guru siswa melakukan eksperimen mencari balok angka yang sesuai dengan konsep dan lambang bilangan. b) Siswa memasukan papan angka pada tempanya. 22 c) Siswa melakukan eksperimen menyebut jumlah bilangan dan menunjukkan lambang bilangan yang sesuai. d) Siswa melakukan eksperimen menulis lambang bilangan yang sesuai, dengan mengikuti pola lobang angka. e) Siswa melakukan eksperimen menulis angka pada papan eksperimen dengan spidol yang disediakan. 4) Asosiasi a) Guru membagikan buku angka pada tiap siswa. b) Dipandu guru siswa melakukan penebalan hurus yang sesuai dengan konsep bilangan dan lambang bilangan yang sesuai dengan kegatan eksperimen. 5) Komunikasi. a) Guru memberikan kesempatan anak untuk melakukan presentasi hasil asosiasi didepan teman-temannya. b) Dipandu guru secara bergiliran siswa menyebutkan bilangan pada buku yang telah ditebali dengan berulang-ulang dan suara keras. c. Penutup 1) Guru mengadakan refleksi hasil pembelajaran 2) Guru mengadakan tes dengan tanya jawab 3) Guru memberikan pesan-pesan moral terkait dengan sikap 4) Guru mengakhiri pertemuan dengan berdoa dan menguca[kan salam. 23 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Saintifik pada Kurikulum 2013 yaitu Pendekatan ilmiah (dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta, dengan lima langkah, yaitu Observing (mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar), Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring/ mengkomunikasikan). Anak Usia Dini (AUD) mengenal konsep bilangan dan operasi bilangan, anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal pula dengan abstraksi empiris. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut abstraksi reflektif (reflectife abstraction). Langkah berikutnya ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan dengan simbol bilangan. Pembelajaran kegiatan belajar saintifik mengajar kontektual dengan verbalistik merupakan menggunakan pendekatan kegiatan yang nyata dengan menggunakan media pembelajaran yang kongkrit untuk mempermudah anak dalam memahami konsep pembelajaran secara holistik. B. Saran Makalah karya inovasi pembelajaran ini disusun atas dasar pengetahuan dan kemampuan yang jauh dari sempurna, untuk itu 22 24 saran dan kritik guna mendukung penyempurnaan inovasi pembelajaran ini sangat dihapkan. Untuk itu tak lupa kami samapikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang mendukung dan membantu kegiatan penyusunan inovasi pembelajaran julai dari observasi, eksperiman dan menyusunan makalah, mudah-mudahan amal usahanya diterima oleh Allah SWT. Amiin yarobal alamiin Gresik, 6 April 2014 Penyusun SITI WASYI’AH, S.Pd. 25 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Dirjen. Pebdiknas Kemendiknas. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta: Dirjen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Sagala, Syaiful 2006. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Alfabeta Seniawan. 2002. Dasar-dasar Pendidikan Matematika Anak Usia Dini. Jakarta: Rineka Cipta Sudono. 2010. Strategi Pendidikan Bahasa. Jakarta: Karya Media Suyanto. 2005. Dasar-dasar Perkembangan Matematik Anak Usia Dini Makalah Seminnar. Surabaya: UNIPA