1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang merupakan suatu keadaan yang sedapat mungkin dihindari
oleh semua negara dalam hal menyelesaikan konflik antar negara. Meskipun
begitu, apabila dilihat pada kenyataannya akan sangat banyak ditemui negaranegara yang hingga saat ini masih terlibat perang baik dalam skala
internasional, non-internasional maupun internal dalam negara itu sendiri.
Dalam pelaksanaannya, perang akan sarat dengan tindakan-tindakan
kekerasan dan seringkali melupakan rasa kemanusiaan karena diliputi oleh
konflik kepentingan masing-masing negara ataupun para pihak yang terlibat
di dalamnya. Dalam hukum internasional, perang memang diakui
keberadaannya namun tidak dapat dipungkiri bahwa perang ini membawa
kerugian yang sangat besar bagi pihak-pihak yang terlibat baik dari segi
materi maupun dari segi manusianya.
Wartawan perang adalah salah satu subyek yang mendapatkan
perlindungan di bawah payung hukum internasional. Hukum Perang
menentukan bahwa wartawan perang memiliki peran yang unik dan esensial
pada saat perang. Satu abad yang lalu, wartawan perang memiliki resiko
ditembak karena dianggap sebagai mata-mata. Meskipun hal tersebut masih
bisa terjadi hari ini, pembunuhan wartawan Iran oleh milisi Taliban menjadi
2
salah satu kasus terbaru yang menjadi sorotan, pengeksekusi paling tidak saat
ini menghadapi kemungkinan dari adanya sanksi hukuman internasional.1
Isi dan semangat dari Hukum Humaniter Internasional sudah jelas.
Ketika diakreditasi dan mendampingi tentara, wartawan perang secara legal
merupakan bagian dari rombongan militer, apakah mereka memandang diri
mereka seperti itu atau tidak. Ini telah menjadi praktik hukum sejak awal
abad ke-19. Apabila di tangkap oleh angkatan bersenjata musuh, mereka akan
dianggap dan diperlakukan sebagai tawanan perang.2
Melaporkan dari daerah perang selalu menjadi proposisi yang tidak
pasti, tetapi beberapa tahun terakhir dari meliput konflik telah menjadi saat
yang khususnya gelap dan menyedihkan untuk wartawan pada saat konflik.3
―war reporting is inherently dangerous. Indeed, it could arguably
be one of the most dangerous occupations in the world. Still, out of
sense professional duty, many journalists and media
professional[s] make the courageous choice to go to conflict zones,
so as to tell the world about the stories of armed conflicts and the
human cost they entail. Amidst the so-called ‘fog of war’, they play
a vital role in keeping the world informed and ensuring that our
responses are based on the facts and truths unfolding on the
ground.”4
1
http://www.crimesofwar.org/a-z-guide/journalists-protection-of/, diakses pada tanggal 26
Desember 2015 pukul 19.30 WIB
2 Ibid.
3 http://www.thewire.com/global/2013/07/life-war-correspondent/67038/, diakses pada tanggal 26
Desember 2015 pukul 20.20 WIB
4 K Kang, ‗Opening Remarks by Ms. Kyung-wha Kang Deputy High Commissioner for Human
Rights at the panel discussion on the protection of journalists in armed conflict‘ (14 th session of
the
Human
Rights
Council,
Geneva)
(OHCHR,
4
June
2010)
<http://www.ohchr.org/en/NewsEvents/Pages/DisplayNews. aspx?NewsID=10108&LangID=e>
accessed 23 May 2012 dalam Isabel Düsterhöft, 2013, The Protection of Journalists in Armed
Conflicts: How Can They Be Better Safeguarded?, Merkourios, Utrecht Journal of International
and European Law Volume 29/Issue 76, Article, pp. 04-22
3
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa peran wartawan
perang sangat penting dalam menginformasikan masyarakat. Hal ini terutama
disebabkan fakta bahwa selama perang, fungsi warga sipil yang memantau
tindakan pemerintah dan militer sering tidak dijalankan. Media adalah yang
paling utama atau satu-satunya yang menjadi pengirim informasi terhadap
pelanggaran keamanan internasional dan paling utama digunakan oleh
masyarakat untuk mendapatkan gambaran situasi yang jelas. Peran esensial
inilah yang membuat media menjadi alat yang paling manjur dalam
berperang.5
Salah satu perang yang memakan banyak korban wartawan perang
adalah Perang Irak tahun 2003. Invasi terhadap Irak pada tahun 2003 telah
menjadi perang Amerika Serikat yang terbesar, terlama dan yang paling
memakan banyak biaya setelah perang Vietnam. Ini adalah aksi militer besar
pertama yang dilakukan oleh Amerika Serikat pasca perang dingin yang
terpisah dari organisasi internasional dan merupakan pengalaman pertama
Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuasaan yang menduduki negara
Timur Tengah.6
Perang antara Amerika Serikat dengan Irak tersebut tejadi pada masa
kepemimpinan Presiden George Bush dan Saddam Husein. Presiden George
Bush dan George W. Bush pun menginginkan perang di Irak. Seperti Crassus,
Hitler, dan bangsa Eropa lama, Bush juga dimotivasi oleh uang, tentunya
5
Ibid.
Daniel Lieberfeld, 2005, Theories of Conflict and the Iraq War, International Journal of Peace
Studies, Volume 10, Number 2, Autumn/Winter 2005
6
4
uang dari minyak. Seperti Crassus dan Hitler, Bush bersama sekutunya,
Inggris, merasa gerah oleh adanya pembatasan aturan yang terkait dengan
produksi minyak dunia oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak
(OPEC).7
Meninggalnya 2 wartawan yang bekerja untuk CBS
News
mempertegas bahwa Perang Irak merupakan Perang yang paling mematikan
bagi wartawan di era modern. Sejak dimulainya perang tahun 2003, 71
wartawan meninggal di Irak, sosok yang bahkan tidak termasuk ke lebih dari
2 lusin anggota staf media berita pendukung juga meninggal, berdasarkan
data dari Committee to Protect Journalists.8
Wartawan perang memiliki posisi yang cukup berbahaya dalam
perang. Tidak dapat dihindarkan bahwa banyak sekali wartawan yang tidak
dapat kembali dengan selamat dari medan perang. Dalam Perang Irak tahun
2003, ada 150 wartawan dan karyawan pembantu media yang terbunuh di
Irak dari invasi amerika ke Irak pada tahun 2003 hingga pernyataan
berakhirnya perang pada Desember 2011.9
Invasi dan 9 tahun pendudukan yang berikutnya di Irak merenggut
jumlah rekor nyawa wartawan. Hal tersebut tidak terbantahkan lagi
merupakan perang yang paling mematikan bagi wartawan sepanjang sejarah.
Sebagian wartawan dibunuh dalam pembunuhan yang ditargetkan di Irak
7
Elba Damhuri, 2003, Di Balik Invasi AS ke Irak, Senayan Abadi Publishing, Jakarta Selatan,
hlm. 9
8 http://www.nytimes.com/2006/05/30/world/middleeast/30embed.html?_r=0, diakses pada
tanggal 2 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB
9 https://cpj.org/blog/2013/03/iraq-war-and-news-media-a-look-inside-the-death-to.php, diakses
pada tanggal 15 September 2015 pukul 20.00 WIB
5
daripada mati di keadaan yang berkaitan dengan pertempuran, berdasarkan
kelompok Committee to Protect Journalists.
Perang di Irak adalah yang terburuk untuk para wartawan dan bisa
berarti akhir dari ―mempersaksikan perang secara independen‖, menurut
wartawan perang veteran dan ahli. Abu Dhabi TV juga diserang, yang berarti
bahwa pasukan Amerika Serikat telah menyerang semua kantor pusat media
barat dan Arab hanya satu hari saja. 4 lainnya juga terluka pada serangan di
hotel yang menjadi markas untuk sebagian besar media barat di ibukota Irak
dan petugas media lainnya terluka atau hilang di seluruh Irak. Chris Cramer
(direktur CNN International Networks dan direktur kehormatan International
News Safety Institute) mengatakan bahwa ―Seperti yang kita semua takutkan,
konflik ini telah menjadi yang terburuk yang pernah ada bagi profesi kita.
Setiap hari para wartawan dan pekerja media dibunuh dan terluka dan
mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Tidak seperti militer, mereka
semua berada disana secara sukarela dan saya berharap publik mengapresiasi
risiko yang mereka ambil untuk meliput krisis ini‖.10
Reporters Without Borders mengadakan investigasi yang mampu
mengidentifikasi dan menahan pelaku dan inisiator dari pembunuhan dan
membawa mereka ke pengadilan. Hal itu akan sangat mengecewakan apabila
pembunuhan ini tidak dihukum yang sayangnya telah terjadi 99% dari
pembunuhan 230 wartawan dan pekerja media sejak invasi Amerika Serikat
tahun 2003. Meskipun intervensi Amerika Serikat di Irak mengakhiri rezim
10
http://www.theguardian.com/media/2003/apr/09/pressandpublishing.iraq, diakses pada tanggal
27 Desember 2015 pada pukul 20.45 WIB
6
Saddam Husein dan membuka jalan bagi ekspansi besar dari Media di Irak,
korban manusia di perang dan tahun-tahun kekerasan politik dan etnis yang
terjadi tidak lain adalah bencana karena terlalu banyak orang meninggal.
Perang Amerika Serikat yang kedua dengan Irak adalah yang paling
mematikan bagi wartawan sejak Perang Dunia II. Reporters Without Borders
mendapati 230 kasus dari wartawan dan staf media terbunuh di negara
tersebut sejak terjadi konflik tanggal 20 Maret 2003. Hal ini melebihi
daripada yang terbunuh selama 20 tahun Perang Vietnam atau Perang Sipil di
Algeria.11
Reporters Without Borders telah melakukan survei atas 7 tahun invasi
Amerika Serikat atas Irak, terutama berkaitan dengan wartawan yang tewas
selama konflik ini hanya karena mereka melakukan pekerjaan mereka.
Hampir 230 pekerja media yang mana 172nya adalah wartawan meninggal di
Irak sebagai akibat dari konflik yang berasal dari intervensi Amerika antara
20 Maret 2003 hingga 19 Agustus 2010 yakni tanggal dimana pertempuran
akhir pasukan Amerika Serikat ditarik dari Irak. Dalam 2 bulan selama
intervensi Amerika, 12 wartawan telah terbunuh. Setelah itu, jumlah korban
sedikit menurun hingga awal tahun 2004, ketika Irak mengalami kebangkitan
serangan bom dan tindakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
11
http://en.rsf.org/irak-the-iraq-war-the-heaviest-death-07-09-2010,38294.html, diakses pada
tanggal 27 Desember 2015 pukul 21.00 WIB
7
bersenjata. Dari 2004 hingga 2007, pekerja media terus-menerus dijadikan
target, hampir setiap bulan satu atau lebih wartawan meninggal.12
Sebagian besar wartawan yang terbunuh adalah pria yakni 93% dan
juga 12 wartawan wanita terbunuh selama konflik tersebut yakni 7%.
Wartawan Irak yang harus menanggung paling besar dalam perang ini karena
87% wartawan yang terbunuh adalah Warga Negara Irak. Hampir semua
wartawan asing tewas pada hari-hari pertama perang pada Maret dan April
2003. Kasus yang paling baru terjadi pada 6 Mei 2007 yaitu Dimitri
Chebotayev, fotografer dari Rusia. Sejak saat itu, semua pekerja media yang
terbunuh dalam perang tersebut adalah Warga Negara Irak. Apabila dipilahpilah berdasarkan pekerjaan mereka yaitu 97% wartawan media cetak, 46%
bekerja untuk televisi, 9% bekerja pada suatu agensi, 5% bekerja untuk radio
dan 3% yang tidak diketahui. Kebanyakan dari jurnalis tersebut terbunuh di
Baghdad. 68% wartawan terbunuh dalam serangan yang ditargetkan kepada
mereka, 29% yang bukan menjadi target serangan dan 3% yang tidak
diketahui penyebab kematiannya. 13
Jumlah
yang
tidak
sedikit
tersebut
bisa
dikatakan
sangat
mengenaskan. Atas tindakan-tindakan para pihak yang berperang tersebut
belum ada perlindungan yang secara komprehensif terhadap wartawan yang
menjadi korban dalam perang.
12
Report from Reporters Without Borders by the middle east desk about The Iraq War: A Heavy
Death Toll For the Media 2003-2010, August 2010
13 Ibid.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, Penulis
mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggung jawab negara terhadap pelanggaran hukum tentang
perlindungan wartawan perang yang bertugas dalam perang di Irak tahun
2003-2011?
2. Bagaimana
penanganan
terhadap
pelanggaran
hukum
tentang
perlindungan wartawan perang yang bertugas dalam perang di Irak tahun
2003-2011?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dapat dibagi menjadi
dua yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif.
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui tanggung jawab negara terhadap pelanggaran
hukum tentang perlindungan wartawan perang yang bertugas dalam
perang di Irak tahun 2003-2011.
b. Untuk mengetahui penanganan terhadap pelanggaran hukum tentang
perlindungan wartawan perang yang bertugas dalam perang di Irak
tahun 2003-2011.
2. Tujuan Subjektif
Untuk mencari dan memperoleh data yang akurat dan bahan yang relevan
yang berhubungan dengan objek yang diteliti dalam rangka penyusunan
9
Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan Penulis,
terdapat beberapa judul Penulisan hukum yang berkaitan dengan hukum
humaniter internasional dan wartawan perang antara lain sebagai berikut:
1. Tinjauan Hukum Humaniter Internasional Terhadap Perlindungan
Penduduk Sipil dan International Committee of the Red Cross (ICRC)
dalam Operasi Militer dan Blokade Israel di Jalur Gaza, disusun oleh
Arief Rahman Hakim, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun
2010.
Penulis menemukan kesamaan dalam tulisan ini dengan tulisan Penulis
terutama mengenai pembahasan hukum humaniter internasional.
Perbedaan tulisan ini dengan tulisan Penulis adalah tulisan ini membahas
mengenai tinjauan hukum humaniter internasional terhadap perlindungan
penduduk sipil dan International Committee of the Red Cross sedangkan
Penulis lebih membahas pada analisis hukum humaniter internasional
terhadap perlindungan wartawan perang. Studi kasus yang diambil dalam
tulisan ini pun berbeda dengan tulisan Penulis. Dalam tulisan ini
mengambil studi kasus operasi militer dan blokade Israel di Jalur Gaza,
sedangkan Penulis mengambil studi kasus pada Perang Irak tahun 2003.
10
2. Analisis Implementasi Hukum Humaniter Internasional dalam Konflik
Bersenjata Non Internasional di Mali pada tahun 2012, disusun oleh R
Ferry Bakti Atmaja, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun
2013.
Penulis menemukan kesamaan dalam tulisan ini dengan tulisan Penulis
terutama dari segi pembahasan yang menitik beratkan pada analisis
hukum humaniter internasional dalam suatu konflik. Hal yang
membedakan tulisan ini dengan tulisan Penulis adalah studi kasus yang
diangkat. Dalam tulisan ini mengangkat studi kasus Konflik Bersenjata
Non Internasional di Mali pada tahun 2012, sedangkan tulisan Penulis
mengangkat studi kasus Perang Irak pada tahun 2003.
3. The Protection of journalists engaged in dangerous professional missions,
termuat dalam International Review of the Red Cross No. 232, ditulis
oleh Hans-Peter Gasser pada tanggal 28 Februari 1983.
Penulis menemukan kesamaan dalam tulisan ini dengan tulisan Penulis
terutama dari segi pembahasan mengenai perlindungan wartawan perang.
Hal yang membedakan tulisan ini dengan tulisan Penulis adalah tulisan
ini menjelaskan mengenai perlindungan wartawan dalam situasi khusus
pada saat terjadi konflik bersenjata, sedangkan tulisan Penulis
menjelaskan mengenai tanggung jawab negara pihak Perang Irak tahun
2003 terhadap wartawan perang yang menjadi korban dan mekanisme
penanganannya.
11
4. Media Under Fire: Fact and Fiction in Conditions of War, termuat dalam
International Review of the Red Cross Volume 87 Number 860, ditulis
oleh Christiane Eilders pada Desember 2005.
Penulis menemukan kesamaan dalam tulisan ini dengan tulisan Penulis
dari segi pembahasan mengenai perlindungan wartawan perang. Hal
yang membedakan tulisan ini dengan tulisan Penulis adalah tulisan ini
menjelaskan lebih spesifik tentang peran wartawan perang dalam meliput
perang dan efek yang timbul karenanya dan juga tentang strategi
melindungi wartawan perang kedepannya, sedangkan tulisan Penulis
menjelaskan tentang tanggung jawab negara pihak Perang Irak tahun
2003 terhadap wartawan perang yang menjadi korban dan mekanisme
penanganannya.
5. Iraq: United Nations and Humanitarian Aid Organizations, Report for
Congress, ditulis oleh Tom Coipuram Jr. pada tanggal 16 April 2003,
Congressional Research Service.
Penulis menemukan kesamaan dalam tulisan ini dengan tulisan Penulis
dari segi pembahasan mengenai Perang Irak tahun 2003. Hal yang
membedakan tulisan ini dengan tulisan Penulis adalah tulisan ini
membahas mengenai peran United Nations dan Humanitarian Aid
Organizations dalam Perang Irak tahun 2003, sedangkan tulisan Penulis
membahas mengenai tanggung jawab negara pihak Perang Irak tahun
2003 terhadap wartawan perang yang menjadi korban dan mekanisme
penanganannya.
12
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
bentuk dan tanggung jawab negara terhadap pelanggaran hukum tentang
perlindungan wartawan perang yang bertugas dalam perang di Irak tahun
2003-2011 dan penanganannya kepada masyarakat agar kedepannya
dapat lebih memperhatikan atau peduli terhadap isu-isu Internasional
terutama yang berkaitan dengan isu kemanusiaan.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah khazanah
keilmuan Hukum Internasional.
Download