Keindahan Sastra Melayu Klasik dalam Syair Ikan Terubuk1 oleh Eka Meigalia, M.Hum2 Abstrak Salah satu hal yang sangat menarik jika berbicara mengenai Melayu adalah kesusastraannya, khususnya kesusastraan Melayu klasik. Karya-karya tersebut pada umumnya penuh dengan ungkapan-ungkapan akan keindahan yang dapat dirasakan oleh setiap orang yang membacanya. Keindahan itu sendiri merupakan pengalaman yang dirasakan oleh tiap-tiap pribadi sehingga sudut pandangnya pun akan berbedabeda. Dalam hal kesusastraan Melayu klasik, yang dikatakan sebagai karya yang indah adalah karya yang tidak saja menampilkan kecantikan bunyi bahasanya, tetapi juga meluas kepada susunan watak dan ceritanya. Selain itu, sastra yang indah itu akan membawa faedah dan manfaat, biasanya dalam bentuk pengajaran. Melalui penelitian ini penulis akan mempelihatkan salah satu keindahan yang tersimpan dalam karya sastra Melayu klasik yang berbentuk syair. Syair yang dipilih adalah Syair Ikan Terubuk yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM) bekerja sama dengan penerbit Adicita Karya Nusa pada tahun 2006. Selain isinya yang penuh dengan keindahan, syair yang diterbitkan oleh BKPBM ini menjadi semakin menarik karena dicetak pada kertas art paper dan penuh warna. Kata kunci : kesusastraan, sastra Melayu klasik, syair, keindahan, dan faedah. 1 Makalah untuk Seminar Internasional Hubungan Indonesia Malaysia IV. Tanggal 1—3 November 2010 di Universitas Andalas (UNAND) Kampus Limau Manih Padang. 2 Penulis adalah Dosen dari Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra Universitas Andalas (UNAND) Sumatera Barat. 1 1. Pendahuluan Ketika muncul pertanyaan mengenai “kemelayuan,” jawaban dalam konteks wilayah saja ternyata tidak cukup untuk menjelaskannya. Melayu pada dasarnya tidak cukup hanya dijelaskan dengan mengatakan bahwa daerahnya adalah Riau dan Riau Kepulauan, dengan salah satu daerah yang merepresentasikan kebudayaan Melayu itu adalah Pulau Penyengat. Ketika berbicara mengenai bahasa Melayu, wilayah perbincangannya pun tidak cukup hanya pada wilayah Riau dan Kep.Riau. Bahasa Melayu dengan berbagai dialeknya telah dijelaskan oleh beberapa peneliti linguistik, tersebar luas di wilayah Indonesia. Dan ketika berbicara mengenai aspek ‘kemelayuan’ lainnya seperti adat-istiadat, kepribadian, dan sejarah, masing-masing dijelaskan dalam konteks yang berbeda hingga batasan mengenai “kemelayuan” itu pun sulit dideskripsikan. Satu hal yang menarik jika membicarakan Melayu adalah kesusastraannya, khususnya kesusastraan Melayu Klasik. Ketika kita membicarakan kesusastraan Melayu, khususnya Melayu Klasik, kita memang harus membatasinya ke karya-karya yang muncul atau ditulis pada masa lalu di wilayah kekuasaan kerajaan Melayu Riau. Salah satu fokusnya ada Pulau Penyengat yang memang diakui sebagai salah satu daerah tempat tumbuh dan berkembangnya sastra Melayu Klasik yang juga hingga saat ini menjadi penanda utama budaya Melayu. Kesusastraan Melayu klasik ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk penulisannya, yaitu karya prosa seperti hikayat, dan puisi seperti syair dan pantun. Liaw Yock Fang (1991) lebih spesifik lagi melihat karya-karya prosa Melayu Klasik ini yang kemudian dibedakannya lagi menjadi kesusastraan yang mendapat pengaruh epos India, mendapat pengaruh cerita panji dari Jawa, kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam, kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, sastra kitab, sastra sejarah, serta undang-undang Melayu lama. Selain hikayat, syair juga merupakan karya sastra Melayu Klasik yang unik dan menarik. Syair Melayu klasik ini juga sangat beragam isinya hingga Liaw (1991) 2 menggolongkannya menjadi lima kelompok, yaitu syair panji, syair romantik, syair kiasan, syair sejarah, dan syair agama. Begitu indah dan menariknya syair-syair Melayu Klasik ini sehingga sampai saat ini masih sering dibicarakan, dibahas, diteliti, dan juga ditulis ulang. Salah satunya adalah Syair Ikan Terubuk yang menurut Azmi (2006:V) hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang dua puluh versi yang diterbitkan. Syair Ikan Terubuk ini menurut Liaw termasuk kepada syair kiasan. Syair kiasan atau simbolis ini menurut Overbeck (dalam Liaw,1991:222) biasanya mengandung kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Syair Ikan Terubuk ini sendiri dikatakan merupakan sindiran terhadap anak Raja Malaka yang waktu itu berusaha meminang Putri Siak. Ditinjau dari bentuk serta isinya, syair ini penuh dengan ungkapan-ungkapan keindahan. Keindahan itu sendiri merupakan pengalaman yang dirasakan oleh setiap pribadi sehingga sudut pandangnya pun akan berbeda-beda. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap keindahan-keindahan yang terdapat dalam Syair Ikan Terubuk berdasarkan konsep keindahan dalam karya sastra Melayu Klasik seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli sastra Melayu Klasik. Sebagai objek penelitian, penulis memilih Syair Ikan Terubuk yang telah diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan penerbit Adicita Karya Nusa pada tahun 2006. Berbeda dengan terbitan syairsyair pada umumnya, BKPBM mencetaknya di kertas art paper dan penuh dengan warna sehingga syair ini dari tampilan bukunya saja sudah indah dan akan semakin menarik untuk dibaca. 2. Konsep Keindahan dalam Sastra Melayu Klasik Keindahan pada dasarnya adalah kebenaran, ekspresi dan simbol dari kesempurnaan, ciptaan Tuhan, dan manifestasi perasaan tentang sesuatu yang bagus (Santayana, 1961:23). Ciptaan Tuhan mau tidak mau telah menjadi satu ukuran dari 3 keindahan itu. Ketika suatu bentuk ciptaan manusia semakin mendekati kepada kesempurnaan ciptaan Tuhan, makin indah pulalah karyanya itu. Selain itu, pengalaman yang dirasa oleh masing-masing pribadi terhadap sesuatu yang bagus dan indah juga merupakan salah satu hal yang diutamakan dari keindahan tersebut. Berbicara mengenai keindahan dalam karya sastra, maka kita akan berbicara mengenai susunan dan rangkaian kata yang disusun sedemikian rupa oleh pengarang atau penulisnya. Sebuah karya sastra juga telah mengalami suatu proses pengolahan oleh pengarang atau penulisnya dari suatu fakta atau kenyataan yang ditemuinya dengan menggunakan imajinasinya sehingga fungsi estetis dari karya itu pun lebih menonjol dari pada fungsi informatifnya seperti yang terdapat dalam karya-karya non-fiksi. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap karya sastra itu memiliki unsur estetis atau bentuk-bentuk keindahannya masing-masing. Menurut Salleh (2000:234), yang indah itu dicari karena keupayaannya membawa nikmat yang membawa khalayak kepada suatu peringkat yang lebih tinggi kepada bayangan pengalaman luar biasa yang mungkin terdapat hanya di kayangan sastra yang terbina oleh imaginasi. Melalui karya yang indah, kita memanjat tangga pengalaman yang lebih cantik dan halus daripada pengalaman harian. Inilah pengalaman sastra yang dicari. Dalam hal kesusastraan Melayu Klasik, yang dikatakan sebagai karya yang indah adalah karya yang tidak saja menampilkan kecantikan bunyi bahasanya, tetapi juga meluas kepada susunan watak dan ceritanya (Salleh, 2000:237). Selain itu, sastra yang indah itu akan membawa faedah dan manfaat, biasanya dalam bentuk pengajaran. Pengajaran di sini dapat ditakrifkan dalam suatu julat makna yang luas, daripada membawa panduan untuk membina sesuatu barang atau bangunan, kepada contoh untuk menjadi raja yang adil, istri yang taat, suami yang penyayang, wira yang setia dan secara umumnya manusia yang baik di sisi masyarakat dan agama. 4 Imam Ghazali mengungkapkan konsep keindahan ‘luaran’ dan ‘dalaman’. Keindahan ‘luaran’ adalah keindahan yang dinyatakan dan dapat dicerap pancaindra. Keindahan ‘dalaman’ adalah keindahan yang tersirat, tidak dinyatakan dan tidak dapat dirasakan, namun yang dicerap akal serta memberi landasan kepada keindahan didaktik yang disebut M.Hj. Salleh. Justru keindahan itulah yang mesti disampaikan kepada pembaca oleh karya sastra zaman klasik dengan cara-cara tersendiri melalui keindahan luaran sebagai bentuk syarat dan petunjuk (Braginsky, 1994: 6) 3. Keindahan dalam Syair Ikan Terubuk Syair Ikan Terubuk, mengisahkan ikan Terubuk yang tinggal di lautan Malaka tergila-gila kepada ikan Puyu-Puyu yang tinggal di sebuah kolam, di hulu sungai Tanjung Padang. Begitu tergila-gilanya Ikan Terubuk kepada Ikan Puyu-Puyu, sehingga ia menghimpun semua menteri, hulubalang, dan pengawalnya seperti ikan tenggiri, lumba-lumba, pare, dan lain-lain untuk menyerang negeri tempat berdiamnya Puteri Puyu-Puyu jika cintanya ditolak. Berita mengenai rencanan kedatangan Ikan Terubuk ternyata sampai juga ke telinga Putri Puyu-Puyu. Hatinya pun menjadi gelisah dan takut mengingat serangan tentara Ikan Terubuk ke negerinya nanti. Putri Puyu-Puyu pun menghimpun semua pengiring dan pengawalnya untuk menyampaikan perasaannya yang tidak mungkin menerima Ikan Terubuk karena mereka berdua berlainan negeri, yaitu laut dan darat. Putri Puyu-Puyu pun akhirnya berdoa meminta bantuan kepada datuk neneknya. Bantuan pun datang. Putri Puyu-Puyu beserta semua rakyatnya dijemput untuk naik ke puncak batang pulai. Di sanalah mereka semua bersembunyi. Ketika Ikan Terubuk beserta pasukannya datang, mereka hanya mendapati negeri yang kosong. Hati Ikan Terubuk pun hancur. Ia kembali pulang dengan mananggung hati yang luka karena cinta yang tidak kesampaian. Berdasarkan bentuknya, syair ini menampilkan keindahan luaran berupa rangkaian kata yang terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata 5 yang sekurang-kurangnya terdiri dari 9—12 suku kata. Keempat baris dalam syair merupakan bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang dan bersajak a-a-a-a. Berikut salah satu bait dari Syair Ikan Terubuk. Tunduk menyembah si lumba-lumba Tuangku jangan berhati hiba Daripade bunde sampai ke hamba Sekali ini patikkan cuba (hlm.15) Dari kutipan di atas terlihat bahwa bait itu terdiri dari empat baris dengan setiap baris mengandung 9—12 suku kata. Di akhir setiap baris bunyinya sama, yaitu “-ba”. Pemilihan kata “lumba-lumba” di akhir baris pertama dipadankan dengan kata “hiba” di baris kedua, “hamba” di baris ketiga,dan “cuba” di baris keempat. Semua itu merupakan upaya untuk membuat bunyi dari rangkaian kata tersebut menjadi indah. Dalam isi juga terdapat ungkapan-ungkapan mengenai keindahan itu sendiri dalam alam pemikiran orang Melayu. Salah satunya adalah konsep keindahan berupa kecantikan seorang perempuan seperti kutipan berikut. Putih kuning tubuhnya tentu Seperti emas sepuluh mutu Bertautan dengan tingkahnye laku Mate memandang tidaklah jemu Kecil molek pinggangnya lampai Rambutnya seperti mayang mengurai Berpatutan pule denganye perangai Sembarang kerja ienye pandai Pinggangnya rampai dedenye bidang Apetah lagi lehernya jenjang Pipine seperti pauh dilayang Seape melihat berhati sayang Dahinye bagai sehari bulan Sangatlah manis sembarang kelakuan Sangatlah elok member rawan 6 Patutlah dengan asalnye badan Telinganye seperti taruh angsoke Seperti kuntum hidungnye juge Siape melihat berhati duke Orang memandang berhati suke Matenye bulat terlalu manis Siape melihat kasihnye habis Laksana Galuh Ratna Wilis Lengannya lentik sangatlah majlis Giginya putih sangat bercahaye Siape melihat kasihkan die Lakunye manje sangat bergaye Dengannye tuan padanlah die Bibirnye manis amat dermawan Lalai melihat laki-laki perempuan Patut dipujuk di dalam pangkuan Seperti anakan turun di awan Pahanye seperti paha belalang Siape melihat berhati walang Duduk bercerite pagi dan petang Di dalam tidur rasenye dating Betisnya bagai batangnye padi Berpatutan pule dengannye jari Kukuny kecil seperti tali Makin dipandang bertambah berahi Tumitnya bagai telurnye burung Laki perempuan heran termenung Patut ditimang serte didukung Tiade berbanding di dalam kampong Jikalau ie melakukan senyum Laksane buah masaknye ranum Parasnye seperti ratenye Anom Seperti syarabat akan diminum 7 Jikalau ia mengeluarkan kate Halus manis jangan dikate Tiadelah janggal dipadang mate Patutlah duduk di dalam kote (hlm.5—8) Kutipan di atas juga menampilkan konsep keindahan ‘luaran’ seperti yang diungkapkan Imam Ghazali. Bagi orang Melayu kala itu, seorang wanita yang cantik adalah yang terlihat berkulit putih kuning, berpinggang kecil molek, berambut panjang terurai, berdada bidang, leher jendang, pipinya seperti pauh dilayang, telinganya seperti taruh angsoke, hidung seperti kuntum, bermata bulat, lengan lentik, gigi putih bercahaya, paha seperti paha belalang,betis seperti batang padi, kuku kecil seperti tali, tumit seperti telur burung, Selain itu, Seorang perempuan juga diharapkan mampu melakukan banyak pekerjaan. Bibir yang manis adalah bibir yang dermawan, maksudnya yang mengeluarkan kata yang manis, halus, dan ramah seperti kutipan berikut. Puteri puyu-puyu konon namanye Di dalam kolam konon tempatnya Cantik manis barang lakunya Serte dengan budi bahasanye Kolam itu konon di Tanjung Padang Di sanelah tempat paras gemilang Cantik majelis bukan kepalang Hancurlah hati siape memandang (hlm.10—11) Konsep mengenai kecantikan seorang perempuan seperti di dalam kutipan di atas juga membawa mengandung unsur didaktis kepada penikmat karya tersebut. Jika ingin menjadi sosok perempuan yang cantik dan dikagumi,maka ia harus mampun berlaku dermawan dan mengeluarkan kata-kata yang manis, halus, dan ramah. Selain pengajaran, pembaca juga akan dibawa untuk merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerita melalui ungkapan dan rangkaian kata yang bagitu indah. Perasaan Ikan Terubuk yang sedang jatuh cinta disampaikan bagitu 8 indah dan begitu mendalam dengan perumpamaan-perumpamaan seperti pada kutipan berikut. Pendendang sudah ie berkate Lalulah pulang ie nan serte Tinggal terubuk duduk bercinte Berendam dengan air mate Sangat bercinte ikan terubuk Berahikan puyu di dalam lubuk Hati dan jantung bagai ditumbuk Laksane bulan dimakan bubuk Selame mude duduk bercinte Berendam dengan airnye mate Berahi mendengar kabar berite Seperti melihat denganye mate Kepade mase terubuk merayu Mendengar guruh dayu-mendayu Siang dan malam berhati sayu Terkenangkan puteri ikan puyu-puyu (hlm.66) … Birahinye tidak lagi terkire Seperti duduk di atasnye bare Siang dan mala berwure-wure Hendak bertemu dengan segere Hatinye mabuk diharu setan Sudahlah dengan takdirnye Tuhan Siang dan malam igau-igauan Nafsu tak dapat lagi ditahan Duduk bercinte siang dan malam Terkenangkan puteri di dalam kolam Siangatlah banyak ikan di dalam Bertangkap-tangkapan timbul tenggelam (hlm.69) Dari kutipan di atas terlihat bagaimana perasaan jatuh cinta yang dialami Ikan Terubuk. Ia begitu ingin segera bertemu. Hatinya tidak pernah tenang siang dan 9 malam. Yang terkenang hanyalah Putri Puyu-Puyu. Pengungkapan perasaan jatuh cinta Ikan Terubuk juga melalui perumpamaan-perumpamaan yang harus dipahami lagi oleh pembaca, misalnya birahi yang tiada terkira, bagai duduk di atas bara api. Perasaan Ikan Terubuk yang sedang patah hati pun diungkapkan melalui rangkaian kata yang indah sehingga mampu membawa pembaca untuk merasakan kesedihan Ikan Terubuk tersebut. Berikut kutipannya. Demikian mude sangatlah sayu Bagai kembang dipukul bayu Terkenangkan puteri si puyu-puyu Sudah naik ke puncak pulai Hati di dalam sangatah hibe Tuan puteri hendak diribe Sudahlah masuk ke dalam rimbe Siapalah lagi dilawan bersobe (hlm. 66) Kehendak Allah sudah dilakukan Meskipun sampai dapat dimakan Dengan seketika tiade kelihatan Akhirnye kelak jadi keampunan Kehendak tiada Allah sampaikan Siang dan lama berhati rawan Seperti pungguk merindukan bulan Siang dan malam igau-igauan Tidaklah dapat berpandang mate Hilang seperti disambar bête Dudukah mude dengan bercinte Apalah lagi hendak dikate Dari dua kutipan di atas, yaitu kutipan yang mengungkapkan perasaan ikan terubuk yang tengah jatuh cinta dan perasaan ikan terubuk yang tengah patah hati terlihat bahwa segala yang berhubungan dengan perasaan itu dibuat sedemikian mendalam. Ketika jatuh cinta, diungkapkan dengan ungkapan dan perumpamaan yang berlebih-lebihan sehingga terlihat perasaan jatuh cinta itu teramat mendalam 10 bagi Ikan Terubuk. Begitu pun ketika patah hati, perasaan Ikan Terubuk diungkapkan seolah ia mengalami patah hati yang teramat menyakitkan. 4. Simpulan Syair Ikan Terubuk merupakan salah satu karya Melayu Klasik yang mengandung unsur-unsur keindahan khas Melayu. Dari bentuk dan dari isi mengandung keindahan. Dari bentuk, yaitu syair, penyusunan kata-kata dan pemilihan kata adalah suatu upaya agar bunyi ketika syair itu dibacakan juga terdengan indah. Salah satunya dengan menggunakan pola rima a-a-a-a. Dari isi, syair ini juga menyampaikan konsep keindahan, yaitu konsep mengenai kecantikan seorang perempuan Melayu. Kecantikan seorang perempuan yang diungkapkan juga tidak sekedar kecantikan dari fisik, namun juga dari dalam berupa tingkah laku dan tutur kata. Penyampain mengenai konsep kecantikan seorang perempuan dari tingkah laku dan tutur kata ini juga merupakan salah satu bagian dari unsur didaktis karya ini bagi pembaca, yaitu menuntun pembaca untuk melihat kecantikan tidak saja dari fisik. Perempuan yang membaca karya ini juga akan mendapat pemahaman bahwa mereka tidak cukup hanya berdandan dan mempercantik fisik mereka saja. Keindahan lainnya terlihat dari penyampaian suatu keadaan seperti jatuh cinta atau patah hata dengan ungkapan yang teramat mendalam sehingga keadaan jatuh cinta dan patah hati itu juga akan terkesan mendalam bagi pembacanya. Pengungkapan itu tidak cukup hanya dengan satu baris, namun dengan ungkapan dan perumpamaan yang panjang hingga bebeberapa bait. Hal inilah yang akan menuntun pembaca menuju pengalaman estetis dari membaca karya sastra Melayu Klasik. 11 5. Daftar Acuan Azmi, Ulul. 2006. Syair Ikan Terubuk. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Penerbit AdiCita. Braginsky, V.I. 1994. Erti Keindahan dan Keindahan Erti dalam Kesusastraan Melayu Klasik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Liaw, Yock Fang. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik 1 & 2. Jakarta: Erlangga. Salleh, Muhammad Haji. 2000. Puitika Sastera Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Santayana, George. 1961. The Sense of Beauty: Being the Outline of Aesthetic Theory. New York: Collier Books. 12