Iptek dalam Al Qur’An Al Qur’an yg diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kpd Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara lisan & berangsur-angsur antara tahun 610 & 632 atau selama kira-kira 22 tahun, dimana pd masa itu umat manusia khususnya penduduk Mekkah & Madinah masih dalam kegelapan & buta huruf, telah membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya & kesesuainnya dgn ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) yg ditemukan manusia pd masa yg jauh setelah kematian Muhammad SAW. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an & As sunnah sangat ideal & agung. Islam mengajarkan hidup yg dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan IPTEK, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material & spiritual, menghargai waktu, bersifat terbuka, mengutamakan persaudaraan & sikap-sikap positif lainnya. Anugerah terbesar yg sangat berharga bagi umat Islam adl Al Qur’an. Keluarbiasaan Al Qur’an itu terletak pd aspek-aspek di dalamnya antara lain bahasa & gaya bahasanya, substansinya, jangkauannya yg tiada terbatas, & multifunsinya bagi umat manusia. Banyak hikmah yg dpt kita ambil dari Al Qur’an. Ayat 27 surat Al Fath, misalnya memberi kabar gembira kpd kaum muslimin bahwa mereka akan menaklukan Mekkah, yg saat itu dikuasai kaum penyembah berhala. “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kpd Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dgn sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dgn mencukur rambut kepala & mengguntingnya, sedang kamu tdk merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yg tiada kamu ketahui & Dia memberikan sebelum itu kemenangan yg dekat.” (Al Qur’an Q.S. 48: 27). Ketika kita lbh dekat lagi, ayat tersebut mengumumkan adanya kemenangan lain yg akan terjadi sebelum kemenangan di Mekkah. Sebagaimana dikemukakan ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan bentang Khaibar, yg berada di bawah kekuasaan Yahudi, & kemudian memasuki Mekkah dgn aman. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yg akan terjadi masa depan hanyalah salah satu diantara sekian byk hikmah yg terkandung dalam al Qur’an. Al Qur’an mempunyai peran yg sangat penting dalam kehidpan umat Islam di dunia, baik pd peradaban Islam dahulu maupun peradaban modern seperti sekarang ini. Al Qur’an mempunyai multifungsi bagi umat manusia, yg terlihat pd ayat-ayatnya & dikuatkan oleh Hadits, yg menyebutkan bahwa Al Qur’an adl sbg : Pedoman hidup yg harus dipegang erat oleh kaum muslimin Petunjuk bagi umat manusia Pembeda antara yg benar & yg salah Bacaan utama yg bernilai ibadah. Inspirator & pemacu terhadap kemajuan IPTEK Penyembuh bagi orang-orang mumin Rahmat bagi orang-orang mukmin Pemberi peringatan bagi orang-orang yg lalai. Dewasa ini, ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) sudah semakin berkembang. Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia memang perlu mengenbangkan IPTEK dalam kehidupan yg semakin modern. Perkembangan IPTEK dpt memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai saran modern industi, komuikasi & transportasi, misalnya terbukti sangat bermanfaat. Namun, di sisi lain IPTEK tdk jarang berdampak negatif karena merugikan & membahayakan kehidupan & martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu orang di Hiroshima & Nagasaki pd Perang Dunia II tahun 1945. Selain itu tdk sedikit yg memanfatkan teknologi internet sbg sarana utk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime), pornografi, kekerasan, & perjudian. Disinilah peran Al Qur’an menjadi sangat penting dgn menjadikan Al Qur’an sbg pedoman hidup agar kita tdk terjerumus pd hal-hal yg negatif sbg dampak berkembangnya IPTEK. Al Qur’an & agama harus senantiasa kita jadikan sbg tuntunan utk menjalani kehidupan. Jika kita menjadikan Aqidah Islam sbg landasan IPTEK, bukan berarti bahwa konsep IPTEK wajib bersumber kpd Al Qur’an & Al Hadits, artinya bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, & lain sebagainya, harus didasarkan pd ayat tertentu dalam Al Qur’an, tetapi yg dimaksud adl konsep IPTEK wajib berstandar pd Al Qur’an & Al Hadits. Singkat kata IPTEK tdk boleh bertentangan dgn Al Qur’an. Sebagai contoh adl Teori Evolusi yg dikemukakan Charles Darwin. Darwin menyatakan bahwa manusia adl keturunan kera yg berevolusi selama jutaan tahun. Teori ini tdk mempunyai dasar apapun, mengada-ada, tdk ilmiah, & yg pasti bertentangan dgn Al Qur’an yg mengatakan bahwa manusia keturunan Adam, manusia pertama di dunia & bukan kera. Seiring perjalanan waktu, teori evolusi mengalami keruntuhan lewat riset yg dilakukan oleh ilmuwan muslim, Harun Yahya. Harun Yahya berhasil membuktikan bahwa spesies manusia tdk mungkin berasal dari spesies kera yg berevolusi. Dan akhirnya terbukti bahwa teori evolusi hanya sebuah bualan belaka & propaganda yg dilakukan Darwin. PERAN Islam Terhadap IPTEK Dengan tekad dan niat untuk meraih kembali kejayaan umat Islam yang semakin menghilang, banyak umat Islam yang berusaha meraihnya dengan cara memajukan peradaban Islam di dunia. Mereka berasumsi, bahwa umat Islam akan kembali jaya dengan kemajuannya di bidang-bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekologi (IPTEK). Berawal dari asumsi itulah, banyak masyarakat muslim khususnya di Indonesia bersinergi dan berperan dalam menciptakan fasilitas-fasilitas edukasi, lightment, dan pembinaan bagi umat Islam Indonesia. Di antara bentuk konkrit upaya tersebut adalah banyak didirikannya pusat-pusat kajian Islam atau yang sering disebut Islamic Centre. Sudah banyak tokoh-tokoh muslim yang membantah tuduhan miring terhadap Islam, yang digelontorkan orang-orang yang pemikirannya tertutup dan tidak disinari oleh cahaya dan hidayah. Islam memang mulia, karena Allah telah menjaminnya. Tapi kemuliaannya bisa saja tidak nampak kalau pemeluk Islam sendiri tidak menampakkan kemuliaan Islam. Dalam menyikapi serta menindaklanjuti perkembangan IPTEK, umat Islam tidak sepenuhnya diwajibkan untuk menerapkan konsep IPTEK yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi Al-Qur’an dan Hadits harus dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui benar atau salahnya konsep-konsep IPTEK tersebut dan tidak boleh keluar dari inti kandungan Al-Qur’an dan Hadits. Intinya, Al-Qur’an dan Hadits menjadi standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa apapun konsep IPTEK yang dikembangkan harus sesuai dengan AlQur’an dan Hadits serta tidak boleh bertentangan dengan keduanya. Apabila ada suatu konsep IPTEK terbukti bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, maka konsep tersebut harus ditolak dan tidak boleh dikembangkan lebih lanjut. Seperti adanya suatu teori yang menyatakan bahwa manusia pertama kali tercipta dari batu atau juga seekor kera. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena dalam Al-Qur’an sudah diterangkan bahwa manusia yang pertama kali ada didunia adalah Nabi Adam a.s, sehingga sudah seharusnya umat muslim tidak mempercayai teori tersebut, bahkan melarang teori tersebut. Umat Islam seharusnya tahu dan bisa membedakan antara teknologi yang baik (halal) dan teknologi yang buruk (haram) karena tidak semua teknologi dapat digunakan sesuai ajaran Islam. Penggunaan serta pemanfaatan konsep-konsep IPTEK akan menjadi lebih barokah dan berguna apabila konsep tersebut dilandasi dan didasari dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, keimanan dan ketaqwaan didalam pemanfaatan konsep IPTEK, manusia akan menjadi lebih yakin bahwa Allah SWT mempunyai ilmu yang Maha luas, dan melebihi semua ilmu manusia yang ada di dunia Konsep Pengembangan IPTEK dalam Islam Posted by cesarzc ⋅ Juni 16, 2011 ⋅ Tinggalkan Sebuah Komentar Filed Under IPTEK Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran sebagai bekal untuk hidup di dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut, manusia dapat memahami dan menyelidiki elemenelemen yang terdapat di alam serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan mereka. Akal dan pikiran tersebut merupakan kelebihan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Isra 70: ََََ َ م ه نَيَم َََّ ََََُّ حََ َْ ََ َ َ مََََّك مْ َُْ مَََ َ قي ََ مَََ مآ َي ََ َ ََ مَََّْكْ َ قَ َل ن َ َََْ ن لي َ قَ ن مل َضََ مَََّ بَ م ََّلا َ َّْ مََََّك م َ ََََِ َلق ْ َيََك َهل Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Manusia juga diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya di alam ini. Ketika Allah dalam firmanNya di Q.S. Ar Ra’du 2 memilih kata ”sakhkhara” yang berarti ”menundukkan” atau ”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan bahwa alam dengan segala manfaat yang dapat diperoleh darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia. ي َ ْ ب َ َيَم اَ َمَ ا نْ م قى َنَََ َ َْ ََّ َ ن يََك َ ََِّ َ َ َ َ ََدَ مل َي َ ََ َ َا َ نِ َي َ ن ا َ ٌَّ م َ ََ مَ َ َ َي ه شش اَ مَ َيَ ََ َ ْش ع َ ََ ُ ك ا َ ََقي مََُّ مي َل َ َََِّْ ََََُّنلْ ََ ََ ََا َ ََقل مْ ب َََم َي ا َ َ ق َِ َ ََْش َا Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masingmasing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. Dengan demikian, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk manusia, manusia hendaknya memahami konsep dan tugasnya sebagai khalifah di Bumi. Manusia jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui nilai-nilai materialistik dan keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut melanggar kodrat manusia yang diberikan oleh Allah. Arah Pengembangan Teknologi Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam hendaknya memiliki dasar dan motif bahwa yang mereka lakukan tersebut adalah untuk memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan di dunia sebagai jembatan untuk mencari keridhaan Allah sehingga terwujud kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman dalam Q.S. Al Bayyinah 5: َ َق ِ َال ََّ ََا ََا َل َ َص ََ لل َ َْ ََ ََِ َََ ِ ََيَ ََ نَ ََ َلُّمَ َ نىَ َ م ْ َاوَ ََا م بِ ن َ ن َِهََوَ ََََ ََلَ ََال مَ َ َلق Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. Kondisi Umat Islam dalam Perkembangan Iptek Saat Ini Terhambatnya kemajuan umat Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini disebabkan umat Islam tidak memahami konsep dan mengoptimalkan fungsinya sebagai khalifah di Bumi. Seharusnya, dengan memahami konsep dan fungsinya sebagai khalifah di Bumi, umat Islam mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menguasai dan memanfaatkan alam demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi, umat Islam adalah umat pilihan Allah yang dianugerahi iman dan petunjuk berupa Al Quran dan sunnah rasul Makalah "IPTEK DALAM ISLAM" 04.21 Diposkan oleh Arvinni.. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sains diindonesiakan menjadi ilmu pengetahuan sedangkan dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan di interpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah di uji kebenarannya dan dapat di uji ulang secara ilmiah. Secara etimologis ilmu berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang berbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Sebab itu seseorang yang mempedalam ilmu tertentu di sebut sebagai spesialis, sedangkan orang yang banyak tau tetapi tidak mendalam di sebut generalis. Karena keterbatasan kemampuan manusia, maka sangat jarang ditemukn orang yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam. Dalam pemikiran islam, ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberikan kebebasan dalam mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan sunah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran islam ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) tingkat kebenarannya bersifat mutlak, karena bersumber dari allah. Ada pula ilmu yang bersifat perolehan (aquired knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi, karena bersumber dari akal pemikiran manusia. I.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana iptek (kelautan dan perikanan) saintik ? 2. Bagaimana konsep keilmuan ? 3. Bagaimana ulul albab ? 4. Bagaimana tugas cendekiawan muslim (berdasarkan buku ali syari’ati ? I.2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui ipteks dalam islam serta penjabarannya yang akan di paparkan dalam makalah ini. BAB II PEMBAHASAN II.1. IPTEK (KELAUTAN DAN PERIKANAN) SAINTIK IPTEKS adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang sesuai tuntutan visi manusia yang selalu berubah menuju kepada antisipasi dalam mendeskripsikan sendi berupa peran dari fenomena alam dan sosial (realita) atau mengungkapkan getar hati yang di alamatkan dalam dinamika sosial (realita seni) yang selalu bertambah rumit akibat dari prilaku manusia itu sendiri dalam berkomunikasi baik dengan alam lingkungannya maupun sesamanya. Kawasan Timur Indonesia memiliki kekayaan perairan laut yang cukup besar karena memiliki wilayah laut yang lebih luas, terdiri dari gugusan pulau-pulau, menyimpan kekayaan biodiversity laut yang tinggi, serta masyarakatnya dikenal mempunyai kultur kebaharian yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Timur Indonesia. Pendayagunaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang mampu menguasai, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan. Pengelolaan potensi kelautan dan perikanan memerlukan sumberdaya manusia berkualitas dari berbagai jenis keterampilan dan disiplin ilmu pengetahuan. Indonesia tentunya mempunyai peran dan tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan tinggi untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang diperlukan, serta pengembangan penelitian IPTEK kelautan dan perikanan untuk kepentingan dunia usaha dan industri. Salah satu contoh Cephalopoda. Cephalopoda merupakan anggota hewan bertubuh lunak yang tidak memilki tulang belakang, di antaranya cumi-cumi, sotong, dan gurita. Cumicumi menjadi salah satu komuditas ekspor Indonesia, salah satu negara tujuan ekspornya adalah ke Jepang. Hewan kelompok ini menjadi sumber protein yang sangat potensial. Selain itu, daging cumicumi juga mempunyai nilai gizi yang baik karena mangandung asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia yakni mengandung asam lemak tak jenuh. II.2. KONSEP KEILMUAN MENURUT ISLAM VS BARAT Konsep Keillmuan Menurut Islam Kata ilmu dengan dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Misalnya pada Surah Al-Mujadalah, 11 : درجت ني ع لم نوت و نيّذيا و م ن كم آم نون نيّذيا هللا ي رف عyang berarti “Allah mengangkat orang-orang yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat” Setiap ilmu mem batasi diri pada salah satu bidang kajian. Dalam ajaran islam,wahyu dan akal,agama dan ilmu harus sejalan tidak boleh dipertentangkan karena hakikat agama sebenarnya adalah membimbing dan mengarahkan akal.Ilmu dan pengetahuan dalam hal ini dijabarkan menjadi ilmu dan pengetahuan. ilmu yang dimaksud ialah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistemasi dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya, dan dapat diuji ulang secara ilmiah.Sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindera, intuisi, dan firasat.Namun, ilmu seperti apakah yang begitu tinggi kedudukannya dalam Agama kita tersebut? Apakah ‘ilmu’ yang kita pelajari di kampus tergolong Di dalamnya? Fisika? Kalkulus? Arskom? Digital? Algoritma? Agama ? Apakah Itu semua ilmu? Para ulama dan intelektual mencoba membuat definisi ilmu berdasarkan kata ilmu yang ada dalam al-Quran sampai-sampai Roshental mendefinisikan 120 definisi ilmu yang didasarkan pada al-Quran, sehingga menyimpulkan : “al-ilmu huwa al-Islam, wa al-islam huwa al-ilm” . Namun demikian sama sekali tidak ditemukan definsi ilmu di dalam al-Quran (“ maa huwal ilm? ”). Pendidikan Islam ialah sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education); akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan Islam secara jelas. Konsep Ilmu Menurut Barat Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. Barat tidak mengakui otoritas berupa wahyu atau “manusia” yang diberikan otoritas oleh Tuhan sebagai sumber ilmu, sebab mereka tidak mengenal iman.Barat sangat mengaggungkan sains (saintisme) sehingga segala sesuatu harus terukur dan terbukti secara empirik. Filsafat sains dan ilmu sains (alam) Barat tidak bersangkut-paut dengan Pencipta (agama). Tujuan mereka hanya menemukan ”hukum-hukum” alam,mensintesakan temuan-temuan sains (Fiskka, Kimia, Biologi, dll) menjadi satu kesatuan utuh dimana filsafat sains-nya bertujuan untuk membangun pertahanan epistemologis sains Ini merupakan suatu ilmu kosong dari agama (ilmu sekular) dimana fondasi utama dari peradaban Barat modern saat ini . Epistemologi Barat-sekular termanifestasikan dalam berbagai aliran seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme,objektifisme yang memiliki karakteristik seperti menceraikan antara ilmu dan agama , melenyapkan Wahyu sebagai sumber ilmu, memisahkan wujud dari yang sakral, meredusir Intelek kepada rasio dan menjadikan rasio yang manjadi basis keilmuan, menyalah-pahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu yang sebenarnya, Ilmu Dalam Peradaban Barat II.3 TINJAUAN FILOSOFIS Tiga dimensi tinjauan filosofis terhadap ilmu pengetahuan yaitu ontologi yang berbicara mengenai apa hakekat pengetahuan itu. Epistemologi yang menuntut kita bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan dan yang terakhir adalah aksiologi yang membicarakan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan. Ontologi Ontologi, sebagai sebuah istilah, berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada), yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau studi tentang).Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Pembahasan mengenai yang ada (being) yang dimaksud disini adalah adanya manusia, alam semesta dan lain- lain.Ontologis merupakan cabang filsafat yang berupaya mendeskripsikan hakekat wujud. Ontologi digunakan sebagai sinonim untuk metafisika menyangkut penelitian terhadap masalah-masalah sifat kehidupan terutama manusia. Ontologi merupakan kawasan yang tidak termasuk ilmu yang bersifat otonom, ontologi merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah. Oleh karena itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, objek materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah suatu ilmu yang membahas dan mengkaji secara komprehensip mengenai teori tentang suatu yang ada atau dapat juga dikatakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang obyek telaah ilmu terhadap benda-benda empiris. Epistemologi Secara singkat epistemologi diartikan sebagai teori ilmu pengetahuan. Pembicaraan dalam epistemologi pada pokoknya berhubungan dengan upaya untuk menjawab bagaimana karakteristik pengetahuan ilmiah, bagaimana metodologi untuk memperolehnya dan apa kriteria keabsahan dan kebenarannya serta bagaimana mengujinya. Epistemologi merupakan bentukan dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang juga berarti pengetahuan atau informasi. Epistemologi dapat juga didefinisikan sebagai penelitian pada persoalan yang mencakup sumber pengetahuan atau jenis tertentu dari pengetahuan dalam kamus filsafat dan psikologi. epistemologi diuraikan sebagai sejarah mengenai pengenalan cabang ilmu pengetahuan yang menitikberatkan terhadap timbulnya pengertian-pengertian atau konsep yang meliputi waktu, ruang, kualitas, kesadaran dan keabsahan pengetahuan. Dengan kata lain epistemologi adalah suatu teori pengetahuan. Aksiologi Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios (layak, pantas) dan logos (ilmu, studi mengenai). Dalam filsafat pembicaraan aksiologi dilakukan untuk mengetahui batas arti, tipe, kriteria dan status epistemologis nilai-nilai. Atas dasar itu pembicaraannya juga menyangkut pembahasan segala sesuatu yang bernilai dan siapa yang menentukan bahwa sesuatu itu bernilai. bisa juga didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan.Berbicara mengenai nilai itu sendiri dapat kita jumpai dalam kehidupan seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan curang. Bukanlah itu semua mengandung penilaian karena manusia yang dengan perbuatannya berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai.Teori tentang nilai dapat kita bagi menjadi dua yaitu nilai etika dan nilai estetika. Nilai etika adalah teori perbuatan manusia yang ditimbang menurut baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral sedangkan nilai estetika adalah kajian filsafat yang bertalian dengan keindahan dan kejelekan. Dari argumentasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. makalah peranan agama islam dalam iptek Posted on Oktober 23, 2011 by raff193 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Peranan Islam DALAM IPTEK untuk meningkatkan keimanan manusia .kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan . Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar Drs. M.Syafe’i . Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih. Banjarmasin ,0ktober 2011 Penyusun i BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah… Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin 1 BAB II PEMBAHASAN A.Hubungan Agama dan IPTEK Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119): Pertama,paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan .Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam – yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat pertama surah Al’Alaq ayat yang artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islaminilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. 2 Peranan Islam Dalam Iptek Peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segalagalanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek,. Yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada alQur`an dan al-Hadits. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yng bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.Keberadaan standar manfaat 3 itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas ,mengkloning manusia manusia, mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam. B. Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi. Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita. Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat. Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu (Q.S. AnNur:39). Maka integrasi imtak dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201). Alasan Umat Islam harus menguasai IPTEK 1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri. 2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri. 4 3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri. Dampak Kemajuan Islam di Bidang IPTEK (1) jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5 juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa. (2)Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa. Penelitian terkait juga mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa universitas. (3) Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam. 5 BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman- Nya: Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut. Paradigma Hubungan Agama-Iptek. B.SARAN kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan manusia didunia. Sebagai generasi muda penerus bangsa sudah selayaknya kita belajar untuk menggunakan dan memanfaatkan Ilmu pengetahuan dan teknologi sebaik mungkin namun tetap berdasar aturan-aturan Agama Islam . Sudah semestinya kita bersatu menguasai IPTEK agar tidak kalah dengan bangsa lain itu. Namun, tetap saja, jika kita telah mendapatkan IPTEK, segeralah imbangi diri anda dengan Iman dan Taqwa IPTEKS DALAM ISLAM: Antara Konsep dan Realitas A. Pendahuluan Manusia selain diciptakan sebagai ‘abdullah ia juga diutus sebagai khalifatullah yang notabene adalah tujuannya untuk menjadi pemimpin di dunia beserta isinya ini sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, baik itu yang tersurat dalam Al Qur’an dan Al Hadits mupun yang tersirat dalam Sunnatullah (fenomena alam). Dengan kata lain dalam Islam harus ada keserasian antara imtaq yang berorientasi kepada ‘abdullah yaitu zikir dan iptek yang berorientasi kepada khalifatullah yaitu fikir. Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Banyak disebutkan dalam Al Qur’an ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk senantiasa mencari ilmu. Allah senantiasa meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat al-Mujadalah ayat 11: )11 :يرفع هللا الذين ءامنوا منكم والذين أوتو العلم درجات (المجادلة......... Yang terpenting adalah ilmu itu tujuannya tidak boleh keluar dari nilai-nilai islami yang sudah pasti nilai-nilai tersebut membawa kepada kemaslahatan manusia. Seluruh ilmu, baik ilmu-ilmu teologi maupun ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu itu suci.[1] Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan konsekuensi dari konsep ilmu dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa hakikat ilmu itu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat, artinya penemuan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui orang.[2] Dijelaskan dalam surat al-'alaq )5 :علّم اإلنسان مالم يعلم (العلق Jadi pada hakikatnya umat Islamlah yang paling berkewajiban untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai tanda ketaatannya terhadap Allah SWT. Namun satu fenomena yang paling memilukan yang dialami umat Islam seluruh dunia saat ini adalah ketertinggalan dalam persoalan iptek, padahal untuk kebutuhan kontemporer kehadiran iptek merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar, terlebih-lebih iptek dapat membantu dan mempermudah manusia dalam memahami (mema’rifati) kekuasaan Allah dan melaksanakan tugas kekhalifahan. [3] Realitas tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang hakiki. Untuk itulah sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar ketertinggalannya dalam hal iptek, karena sebenarnya dalam sejarah dijelaskan bahwa umat Islam pernah memegang kendali dalam dunia intelektual, jadi sangat mungkin jika saat ini umat Islam bangkit dan meraih kembali kejayaan Islam tersebut. Pada makalah ini akan dipaparkan apa itu ipteks, konsep dan realitasnya dalam Islam. Dan didalamnya juga akan dipaparkan rencana kerja guna memajukan ipteks dalam dunia Islam. B. Pengertian Ipteks Mengenai kata Ipteks orang berbeda pendapat, ada yang menganggap merupakan singkatan dari dua komponen yaitu “ilmu pengetahuan” dan “teknologi” dan ada pula yang memasukkan unsur seni di dalamnya sehingga singkatannya menjadi ipteks. Mengenai definisi ilmu pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang di susun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.[4] Lebih jauh Zalbawi Soejati mendefinisikan ilmu pengetahuan atau sains sebagai sunnatullah artinya adalah ilmu yang mengarah perhatiaannya kepada perilaku alam (bagaimana alam bertingkah laku).[5] Menurut Ali Syariati dalam buku Cakrawala Islam yang ditulis oleh Amin Rais, Ilmu adalah pengetahuan manusia tentang dunia fisik dan fenomenanya. Ilmu merupakan imagi mental manusia mengenai hal yang kongkret. Ia bertugas menemukan hubungan prinsip, kausalitas, karakteistik di dalam diri manusia, alam, dan entitas-entitas lainnya.[6] Sedangkan kata teknologi berasal dari bahasa Yunani "teknikos" berarti "teknik". Apabila ilmu bertujuan untuk berbuat sesuatu, maka teknologi bertujuan untuk membuat sesuatu. Karena itu maka teknologi itu berarti suatu metode penerapan ilmu untuk keperluan kehidupan manusia.[7] Menurut Zalbawi Soejati, teknologi adalah wujud dari upaya manusia yang sistematis dalam menerapkan atau memanfaatkan ilmu pengetahuan / sains sehingga dapat memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi umat manusia.[8] Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan merupakan kumpulan beberapa pengetahuan manusia tentang alam empiris yang disusun secara logis dan sistematis. Sedangkan Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan tersebut, yang tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan manusia. Untuk definisi seni, dalam Ensiklopedia Indonesia diartikan sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).[9] Berbicara mengenai seni, identik dengan istilah estetika yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan keindahan, entah menurut realisasinya entah menurut pandangan subyektif.[10] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni identik dengan rasa yang timbulnya dari dalam jiwa, namun demikian gejala keindahan yang ditimbulkan oleh seni bisa juga didekati dari sudut sains. Sebuah lukisan misalnya dapat dianalisa menurut pembagian bidang, jadi menurut matematika. Komposisi warna dapat dianalisa secara eksperimental menurut efek psikologis. C. Konsep Ipteks Dalam Islam Sudah menjadi pemikiran yang umum bahwasanya agama yang identik dengan kesakralan dan stagnasi tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan ipteks yang notabene selalu berkembang dengan pesat. Namun pemikiran ini tidak berlaku lagi ketika agama tidak hanya dilihat dari ritualitasritualitas belaka namun juga melihat nilai-nilai spiritualitas yang hakiki. Menurut Harun Nasution, tidak tepat anggapan yang mengatakan bahwa semua ajaran agama bersifat mutlak benar dan kekal. disamping ajaran-ajaran yang bersifat absolut benar dan kekal itu terdapat ajaran-ajaran yang bersifat relatif dan nisbi, yaitu yang dapat berubah dan boleh diubah. Dalam konteks Islam, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, memang terdapat dua kelompok ajaran tersebut, yaitu ajaran dasar dan ajaran dalam bentuk penafsiran dan penjelasan tentang perincian dan pelaksanaan ajaran-ajaran dasar itu.[11] Allah SWT. menciptakan alam semesta dengan karakteristik khusus untu tiap ciptaan itu sendiri. Sebagai contoh, air diciptakan oleh Allah dalam bentuk cair mendidih bila dipanaskan 100 C pada tekanan udara normal dan menjadi es bila didinginkan sampai 0 C. Ciri-ciri seperti itu sudah lekat pada air sejak air itu diciptakan dan manusia secara bertahap memahami ciri-ciri tersebut. Karakteristik yang melekat pada suatu ciptaan itulah yang dinamakan “sunnatullah”. Dari Al Qur’an dapat diketahui banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan alam semesta, mengkaji dan meneliti ciptaan Allah.[12] Disinilah sesungguhnya hakikat Iptek dari sudut pandang Islam yaitu pengkajian terhadap sunnatullah secara obyektif, memberi kemaslahatan kepada umat manusia, dan yang terpenting adalah harus sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Allah SWT. secara bijaksana telah memberikan isyarat tentang ilmu, baik dalam bentuk uraian maupun dalam bentuk kejadian, seperti kasus mu’jizat para Rasul. Manusia yang berusaha meningkatkan daya keilmuannya mampu menangkap dan mengembangkan potensi itu, sehingga teknologi Ilahiyah yang transenden ditransformasikan menjadi teknologi manusia yang imanen.[13] Studi Al Qur’an dan Sunnah menunjukkan bahwa karena dua alasan fundamental, Islam mengakui signifikansi sains: 1. Peranan sains dalam mengenal Tuhan 2. Peranan sains dalam stabilitas dan pengembangan masyarakat Islam[14] Dari sini dapat dilihat bahwa dalam Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan sebagai sarana untuk mengenal Allah dan juga untuk melaksanakan perintah Allah sebagai khalifatullah fil Ard sehingga sains tersebut harus membawa kemaslahatan kepada umat manusia umumnya dan umat Islam khususnya. Melihat banyaknya jenis bentuk seni yang ada, maka ulama berbeda pendapat dalam memberi penilaian. Dalam hal menyanyi adan alat musik[15] saja jumhur mengatakan haram namun Abu Mansyur al Baghdadi menyatakan:"Abdullah bin Ja'far berpendapat bahwa menyanyi dan alat musik itu tidak masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan."[16] Namun menurut Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati menyatakan bahwa seniman dan budayawan bebas melukiskan apa saja selama karyanya tersebut dinilai sebagai bernafaskan Islam.[17] Melihat berkembangnya seni yang ada penulis memandang pendapat Quraish Shihab lebih araif dalam menyikapi perkembangan zaman yang mana kebutuhan masa kini tentu saja lebih komplek sifatnya dibandingkan dengan kebutuhan pada masa awal Islam. D. Fakta Ipteks Dalam Al Qur’an Setelah membahas ipteks dalam Islam secara global, disini akan dipaparkan beberapa fakta ilmiah dalam Al Qur’an. Al Qur’an merupakan satu-satunya mu’jizat yang tak lekang dimakan zaman. Al Qur’an ini bersifat universal untuk seluruh umat manusia. Salah satu sifat asli Al-Qur’an yang membedakannya dari bible adalah bahwa untuk mengilustrasikan penegasan yang berulang-ulang tentang kemahakuasaan Tuhan, kitab tersebut merujuk kepada suatu keragaman gejala alam. [18] Diantara aspek-aspek terpenting dari pemikiran ini, bahwa al-Qur'an berisi informasi tentang fakta-fakta ilmiah yang amat sesuai dengan penemuan manusia, yang diantaranya adalah sebagai berikut : Bahwa seluruh kehidupan berasal dari air )30 :ي (األنبياء ّ وجعلنا من الماء كل شئ ح Bahwa alam semesta terbentuk dari gumpalan gas (di dalam al-Qur'an disebut dengan ad-Dukhan) )11 :(فصلت قالتا ائتيا طائعين،ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها ولألرض ائتيا طوعا أو كرها Matahari dan bulan mempunyai ukuran dan perhitungan yang sesuai. )5 :الشمس والقمر بحسبان (الرحمن Bahwa kandungan oksigen di udara akan semakin berurang di tempat-tempat yang tinggi )124 :(األنعام...ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماء... Selain fakta ilmiah yang disebutkan diatas juga tampak dari penamaan surat-surat dalam Al Qur’an antara lain: An-Nahl, An-Naml, Al-Hadid, Ad-Dukhan, An-Najm, Al-Qomar dan masih banyak lagi yang lainnya. Dari beberapa fakta ilmiah tersebut di dalam al-Qur'an, amatlah jelas bahwa al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai hal. Untuk mengetahui secara detail dan seksama, maka manusialah yang harus berusaha untuk memecahkan berbagai problematika keilmuan yang didapati dalam kehidupan ini dengan berlandaskan pada ajaran al-Qur'an. Dengan berlandaskan kepada al-Qur'an, manusia akan mengetahui hasil penelitiannya mengenai alam melalui "pengkomparasian (pencocokan)" dengan al-Qur'an", apakah sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh al-Qur'an atau sebaliknya[19]. Disamping contoh fakta ilmiah tersebut di atas, terdapat pula ayat yang mengisyaratkan tentang teknologi kepada umat manusia. Al-Qur'an tidak menghidangkan teknologi suatu ilmu yang murni dan lengkap, tetapi hanya menyinggung beberapa aspek penting dari hasil teknologi itu dengan menyebutkan beberapa kasus atau peristiwa teknik. Perlu diingat bahwa al-Qur'an bukan buku teknik sebagaimana juga ia bukan buku sejarah (walaupun banyak juga kisah di dalamnya), buka buku astronomi, fisika dan lain-lain, melainkan kitab suci yang berisi petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Karenanya kalau al-Qur'an menyinggung masalah teknik umpamanya, maka maksudnya tidak lain adalah untuk menunjukkan bahwa al-Qur'an juga memberikan perhatian kepada masalah teknik dan menghimbau agar umat Islam memperhatikan dan mempelajari ilmu ini. Dalam hubungan ini, kita menemukan beberapa ayat yang berkaiatn dengan ilmu teknologi, diantaranya: )37 : واصنع الفلك بأعيننا ووحينا (هود Dan buatlah bahtera (kapal) dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat bahtera agar Nuh bersama dengan orang beriman selamat dari musibah air bah yang segera akan terjadi. Kapal Nabi Nuh boleh jadi kapal yang pertama di dunia, dibuat dengan pengawasan langsung dan petunjuk wahyu Allah. Dengan ayat ini pula al-Qur'an telah mengemukakan dan meminta perhatian umat manusia akan salah satu cabang ilmu teknik yang paling urgen dalam hidup ini, yaitu tekhnik perkapalan. Tidak dapat disangkal, betapa pentingnya masalah perkapalan dalam hidup ini. Ia tidak saja merupakan alat perhubungan atau pelayaran yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya, akan tetapi ia juga sebagai alat pengangkutan yang sangat vital yang dapat mengangkut barang dagangan dalam jumlah yang sangat besar. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa tidak ada perdagangan besarbesaran dan impor-export tanpa jika teknik perkapalan tidak ada[20]. Fakta ilmiah tersebut merupakan bukti bahwa relevansi al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan tekhnologi amatlah besar[21]. Dan masih banyak lagi fakta ilmiah yang terkandung dan tersirat dalam al-Qur'an. Disamping banyak tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, Al-Qur'an juga membahas tentang seni, hal ini dapat dilihat pada firman Allah )149 :وتنحتون من الجبال بيوتا فارهين (الشعراء Ayat di atas menunjukkan seni pahat yang dilakukan oleh kaum nabi Shaleh yaitu memahat gunung untuk dijadikan rumah. Dalam ayat lain Allah berfirman: )19 : إن أنكر األصوات لصوت الحمير (لقمان, واقصد في مشيك واغضض من صوتك Ayat di atas menunjukkan perlunya seni dalam berbicara yaitu dengan nada yang baik dan lemah lembut, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lirih. E. Realitas Ipteks Dalam Islam Berbicara mengenai ipteks dalam Islam sebenarnya telah diajarkan oleh Allah masa-masa awal mula manusia. Hal ini dapat dilihat dari realitas yang ada pada masa Nabi Nuh dengan dibuatnya kapal yang pertama di dunia atas petunjuk Allah langsung, bahkan sejak Nabi Adampun telah ada ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat ketika Adam menyebutkan nama-nama benda yang ada di sekelilingnya. Namun pada makalah ini, realitas ipteks dalam Islam akan dimulai pembahasannya pada masa Rasulullah SAW. Pengembangan Ilmu Pengetahuan pada masa Rasulullah SAW. dimulai dengan membuat tradisi baru yaitu mencatat dan menulis. Dan ini dilanjutkan pada masa Khulafaur Rasyidin dengan adanya inovasi-inovasi dalam berbagai bidang. Misalnya pada masa Umar bin Khattab dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan terjadilah dua gerakan yaitu gerakan perpindahan manusia, orang arab muslim keluar jazirah arab orang ajam dating kejazirah arab.[22] Gerakan pengembangan ilmu ini semakin berkembang pada masa Umayyah Khalid Ibnu Yazid ibnu Muawiyah dilaporkan telah menggunakan jasa dari Istiphan al-Qadim dan lainnya untuk menerjemahkan karya-karya ilmu kedokteran dan boleh jadi ilmu kimia, farmatikal dan Matematika ke dalam Bahasa Arab. Penguasa lain yang menunjukkan perhatiannya dalam penerjemahannya terhadap beberapa ilmu pengetahuan di Alexandria dan Antioch adalah Umar Ibnu Abdul Aziz.[23] Pada masa Abbasiyah pengembangan ilmu semakin pesat perkembangannya. Gelombang penerjemahan pada tahun 750-900 [24]yang dipelopori oleh khalifah al Manshur yang kemudian menjadi "air bah" pada masa khalifah al Ma'mun. Pada masa al Ma'mun berdirilah al Hikmah yang meupakan pusat pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Menurut Abdel Hamid Sabra, pakar sejarah sains dari universitas Harvard,[25] gerakan penerjemahan tersebut diatas mewakili fase pertama dari Islamisasi sains. Ia menyebutnya sebagai fase peralihan atau akuisisi, dimana sains Yunani memasuki wilayah peradaban Islam bukan sebagi penjajah (an invading force), melainkan sebagi tamu yang diundang (an invited guest). Proses ini terus berlanjut ke tahap berikutnya yang disebut dengan fase assimilasi atau naturalisasi. Pada tahap ini tuan rumah bukan sekedar menerima dan menikmati, tetapi juga mulai mampu meramu dan memasak hidangan sendiri, mencipta menu baru, membuat dan memasarkannya ke masyarakat luas. Fase selanjutnya yaitu fase kematangan yang berlangsung kurang lebih 500 tahun lamanya, ditandai dengan produktifitas yang tinggi dan orisinalitas yang luar biasa. Adapun sebab-sebab kemajuan umat Islam pada masa itu Ali Kettani [26] menengarai lantaran didukung oleh semangat sebagai berikut: 1. Universalism. Universalisme artinya pengembangan iptek mengatasi sekat-sekat kesukuan, kebangsaan, bahkan keagamaan. 2. Tolerance. Toleransi artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan iptek dimaksudkan untuk membuka cakrawala di kalangan para ilmuan, sehingga perbedaan pendapat dipandang sebagai pemacu kea rah kemajuan, bukan sebagai pengahalang. 3. International character of the market. Pemasaran terhadap hasil-hasil iptek merupakan suatu wahana untuk menjamin kontinyuitas aktivitas ilmiah itu sendiri, karena itu pasar yang bersift internasional sangatlah dibutuhkan. 4. Respect for science and scientist. Penghargaan yang tinggi dalam arti, setiap temuan dihargai secra layak dan memadai sebagai hasil jerih-payah atau usaha seseorang atau kelompok orang. 5. The Islamic nature of both the ends and means of science. Sarana dan tujuan iptek haruslah terkait dengan nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sedangkan menurut Syamsuddin Arif, jika dikaji dan di telusuri dengan teliti, faktor-faktor yang telah memungkinkan dan mendorong kemajuan sains di dunia Islam pada saat itu (masa keemasan) antara lain sebagai berikut: [27] a. Kemurnian dan keteguhan dalam mengimani, memahami dan mengamalkan ajaran Islam (firm adherence to, understanding and practicing of true Islamic faith and teachings). Keimanan yang teguh, pemahamn yang memadai, dan kesungguhan dalam mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam Al Qur’an dan Sunnah itu telah berhasil melahirkan individu-individu ‘siap tempur’ yang unggul secara mental maupun moralnya, dan pada gilirannya membentuk masyarakat madani yang Islami. b. Adanya motivasi agama. Sebagaimana kita ketahui Kitab Suci Al Qur’an banyak berisi anjuran untuk menuntut ilmu, perintah agar kita membaca (iqra’), melakukan observasi (a-fala yarawna), eksplorasi (afala yanzuruna), dan ekspedisi (siru fi l-ardi), melakukan ‘inference to the best explanation’ dalam istilah falsafah sains kontemporer serta berfikir ilmih rasional (li-qawmin ya’qilun, yatafakkarun). c. Adanya faktor sosial politik. Tumbuh dan berkembangnya budaya ilmu dan tradisi ilmiah pada masa itu dimungkinkan antara lain jika bukan terutama oleh kondisi masyarakat Islam yang meskipun terdiri dari bermacam-macam etnis (arab, parsi koptik, berber, turki dan lain-lain), dengan latar belakang bahasa dan budaya maing-masing, namun berhasil diikat oleh tali akidah Islam. Setelah dunia Islam telah merasakan masa keemasannya, sampailah pada masa kemunduran. Kehancuran Islam dari panggung kemajuan diakhiri dengan tumbangnya Baghdad abad ke-13 M di tangan Mongolia dengan dihancurkannya hamper seluruh khazanah kebudayaan dan keilmuan. Pusat studi Islam dihancurkan, buku-buku dibakar dan sebagian disita. [28] Para pakar banyak mengemukakan sebab-sebab kemunduran sains di dunia Islam. Diantaranya menurut Profesor Sabra, fase ini merupakan kelanjutan dari tiga fase yang telah disebutkan diatas. Proses ini disebutnya sebagai "appropriasi". Pada tahap ini aktifitas saintifik mengalami reduksi karena lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis.[29] Sedangkan menurut David C. Lindberg [30] (1) oposisi kaum konservatif (2) krisis ekonomi dan politik (3) keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama yang bertanggung jawab atas kemunduran sains di dunia Islam. Lain pula dengan apa yang diungkapkan oleh Parvez Hoodbhoy,[31] menurutnya teologi Ash ariyyah sebagai salah satu penyebab kemundura sains. Menurutnya doktrin teologi ini membuat kaum Muslim menjadi fatalistik, tidak berfikir rasional dan cenderung bersikap pasif dalam menyikapi fenomena dan realitas. Lebih jauh lagi Hoodbhoy menuduh imam al-Ghazali sebagai orang yang bertanggung jawab menghancurkan bangunan sains di dunia Islam. Namun pendapat Hoodbhay tersebut tidak bisa dibenarkan karena aliran Ash 'ariyyah tidak bias disamakan dengan fatalistik, karena dalam ajarannya rasio juga mendapatkan porsi walaupun kedudukan wahyu tetap diutamakan. Selain itu tuduhannya terhadap al Ghazali juga tidak bisa kita telan begitu saja, karena sebenarnya yang dikritik oleh al Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah adalah sikap para ilmuan yang saat itu terlalu mendewakan sains bukan sains itu sendiri. Ini dapat dilihat dari nama kitabnya yaitu Tahafut al-Falasifah bukan Tahafut al-Falsafah. Disamping itu menurut Cemil Agdogan[32] Al Ghazali, untuk pertama kalinya menghancurkan otoritas Aristoteles dan pada saat yang sana menabur bibit-bibit filsafat mekanika, fondasi metafisika untuk sains modern. Maka kontribusinya itu tidak hanya destruktif, tetapi juga konstruktif. Pada masa kemunduran ini telah terjadi kejumudan dalam dunia intelektual Islam. Taqlid menjadi suatu tradisi yang sangat berkembang saat itu. Umat Islam tidak mampu mempertahankan kegemilangan yang telah diraihnya pada masa keemasannya, mereka hanya sekedar menirukan pendapat-pendapat pendahulunya tanpa mampu menelaah dengan kritis. Namun perlu diketahui bahwasanya pada masa ini telah lahir beberapa ilmuan muslim antara lain: Ibnu Majah (1138), Ibnu Thufail (abad ke-12 M), Ibnu Rusd (lahir 1128 M).[33] Namun pemikiran mereka tidak mampu mengalahkan tradisi taqlid yang sudah mengakar. Ditengah-tengah kejumudan yang terjadi di dunia Islam, muncullah upaya-upaya untuk memperbaharui cara berfikir umat Islam menuju paradigma purifikasi (pemurnian) praktek-praktek keagamaan yang menyimpang. Usaha ini dipelopori oleh Ibnu Taimiyah di penghujung abad ke-13 dan awal abad ke-14 M.[34] Diparuh abad ke-19 hingga awal abad ke-20 umat Islam mengenal modernisasi yang dari sini melahirkan ilmuan-ilmuan Muslim seperti Jamaluddin al Afghani, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal dan masih banyak yang lainnya. Gerakan ini terus berlanjut ketika umat Islam mulai bersentuhan dengan duni modern. Ada tiga respon umat Islam terhadap modernisasi yang terjadi. Pertama, golongan yang menolak dengan keras modernisasi. Kedua, golongan yang menelan mentah-mentah modernisasi. Ketiga, golongan yang menerima modernisasi dengan memfilter terlebih dahulu hal-hal yang tidak sejalan dengan pinsipprinsip Islam. Sebagaimana ilmu pengetahuan, seni dalam realitas dunia Islam juga sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikan, Al-Qur'an sendiri jika dilihat dari kacamata seni merupakan sebuah karya seni yang maha agung, yang nilai satranya tidak ada yang mampu menandingi. Khilafah Islam terdahulu tidak pernah melarang rakyatnya mempelajari seni suara dan musik. Mereka dibiarkan mendirikan sekolah-sekolah musik dan membangun pabrik alat-alat musik. Perhatian ke arah pendidikan musik telah dicurahkan sejak akhir masa Daulah Umawiyah, yang kemudian dilanjutkan pada masa kekhalifahan Abbasiyah sehingga di berbagai kota banyak berdiri sekolah musik dengan berbagai tingkat pendidikan, mulai dari tingkat menengah sampai tingkat perguruan tinggi.[35] Catatan tentang kesenian umat Islam banyak disebut orang. Para penemu dan pencipta alat musik Islam juga cukup banyak jumlahnya, yang muncul sejak pertengahan abad kedua hijriah, misalnya Yunus al-khatib yang meninggal tahun 135 H, Khalil bin Ahmad (170 H), Ibnu An-Nadiem Al-Naushili (235 H), Hunain Ibnu Ishak (264 H), dan lain-lain.[36] F. Analisa Hingga saat ini para pakar-pakar Islam sedang berusaha keras merebut kembali kejayaan Islam yang pernah dirasakan oleh umat Islam pada masa silam. Sebagai analisa disini penulis melihat perlu adanya rencana kerja yang harus dilakukan oleh umat Islam pada umumnya dan pakar-pakar Islam pada khususnya. Setelah penulis melakukan berbagai pembacaan, maka dapat penulis rumuskan beberapa langkah konkrit yang harus ditempuh oleh imat Islam, antara lain: 1. Sebagai langkah awal umat Islam tidak boleh menutup mata dari produk ipteks barat. Artinya selama ipteks itu mendatangkan maslahat bagi umat manusia maka harus dipelajari. Baik itu datangnya dari barat ataupun ilmu yang dilahirkan dari dunia Islam sendiri. 2. Ilmu dalam Islam tidak bebas nilai. Artinya ipteks haruslah mempunyai nilai-nilai moral dan terutama nilainilai religi. 3. Pengembangan ipteks tersebut haruslah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Konsep yang diajukan diatas diperkuat oleh beberapa pakar Islam. Antara lain: Menurut Mahdi Ghulsyani dalam bukunya Filsafat Sains Menurut Al Qur’an, mengajukan usulan-usulan berikut ini: 1. Seperti para ulama dan ilmuan abad-abad pertama zaman Islam, kita harus mempelajari seluruh ilmu yang berguna dari orang lain. 2. Bentuk gabungan yang ada diantara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu kealaman selama hari-hari puncak Islam harus dibangun kembali, karena sebagaimana telah ditunjukkan bahwa antara titik akhir agama dan ilmu-ilmu kealaman tidak ada konflik. 3. Untuk mencapai kemerdekaan penuh umat Islam, negara-negara muslim perlu mengambil langkah-langkah untuk melatih para spesialis didalam segala bidang keilmuan dan industri yang penting. 4. Penyelidikan ilmiah harus dipikirkan sebagai sebuah pencarian penting dan mendasar, dan bukanlah pencarianyang sekedarnya. 5. Harus ada kerjasama antarnegara Muslim dalam masalah riset teknologi dan keilmuan.[37] Sedangkan Isma’il Raji al Faruqi dengan konsep Islamisasi pengetahuan mengajukan rencana kerja sebagai berikut: 1. Penguasaan disiplin ilmu modern. 2. Penguasaan khasanah Islam. 3. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern. 4. Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu modern. 5. Pengarahan aliran-aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT.[38] Beberapa usulan yang ditawarkan oleh Mahdi Ghulsyani dan Isma’il Raji al Faruqi pada dasarnya merupakan tawaran yang konkrit dan sebenarnya intinya sama namun al Faruqi lebih ditekankan pada ilmu pengetahuannya sedangkan Ghulsyani aspek teknologi juga diperhatikan sehingga adanya kerjasama antar Negara-negara muslim adalah suatu keniscayaan. G. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut: 1. ilmu pengetahuan merupakan kumpulan beberapa pengetahuan manusia tentang alam empiris yang disusun secara logis dan sistematis. Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan tersebut, yang tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan manusia. Seni merupakan penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera. 2. Ipteks dalam Islam tidak boleh lepas dari nilai-nilai religi dan yang pasti tujuannya adalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. 3. Sebenarnya antara agama dalam hal ini Islam tidak ada pertentangan sama sekali, bahkan di Al Qur’an banyak disinggung ayat-ayat yang berbicara tentang ipteks. 4. Dalam realitas sejarah, dunia intelektual Islam pernah menikmati masa keemasannya, demikian juga dengan seni. 5. Untuk meraih kembali masa kegemilangan tersebut maka diperlukan langkah-langkah kongkrit antara lain dengan mempelajari iptek yang tujuannya untuk kemaslahatan manusia, dan yang utama adalah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah sehingga ipteks tidak bebas nilai. DAFTAR PUSTAKA Agdogan, Cemil. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No 4, Januari-Maret 2005. Al Faruqi, Isma’il Raji. Islamisasi Pengetahuan. Pustaka. Bandung. 1984 Al Baghdadi, abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik & Tari. Gema Insani Press. Jakarta. 1991 Amsari, Fuad. Islam Kaaffah: Tantangan Sosial Dan Aplikasinya Di Indonesia. Gema Insani Press. Jakarta. 1995. Arif, Syamsuddin. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No 6, Juli September 2005. Bucaille, Maurice. Asal Usul Manusia: Menurut Bibel AL-Quran Sain. Mizan Bandung. 1998. Butt, Nasim. Sains dan Masyarakat Islam. Pustaka Hidayah. Bandung. 2001. Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur'an di Indonesia. Mizan. Bandung. 1996. Gani, Bustami A & Umam, Chatibul (ed). Beberapa Aspek Ilmiah tentang Al-Qur'an, PTIQ, Jakarta, 1986. Ghuslsyani, Mahdi. Filsafat-Sains Menurut AL-Quran. Mizan. Bandung. 1998. Hartoko, Dick. Manusia Dan Seni. Kanisius. Yogyakarta. 1993 Komaruddin. Kamus Riset. Angkasa. Bandung. 1987. Muntasyir, Rizal & Munir, Misnal. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2001 Mushoffa Imam, & Musbikin, Aziz. Kloning Manusia Abad XXI ; Antara Harapan, Tantangan Dan Pertentangan.Forum Studi Himanda.Yogyakarta. 2001. Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat : Diskripsi Analisis Abad Keemasan Islam. Risalah Gusti. Surabaya. 1996. Nasution, Harun. Islam Rasional. Mizan. Bandung. 1995. Nurhakim, Moh. Metodologi Studi Islam. UMM Press. Malang. 2004. Rais, M.Amin. Cakrawala Islam : Antara Cita Dan Fakta. Mizan. Bandung. 1999. Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: kisah Hikmah Dan Kehidupan. Mizan. Bandung. 1999. Soejoeti, Zalbawi, et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1998. Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Kencana. Jakarta Timur. 2003. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Dep Dik Bud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka .Jalarta 1999. Tim Penyusun ensiklopedia indonesia. Ensiklopedia Indonesia. PT. Ikhtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. jilid V [1] Mahdi Ghulsyani,. Filsafat-Sains Menurut AL-Quran. Mizan. Bandung. 1998. h: 57 [2] Imam Mushoffa, Aziz.Musbikin. Kloning Manusia Abad XXI; Antara Harapan, Tantangan Dan Pertentangan. Forum Studi Himanda.Yogyakarta. 2001. h: XII [3] Zalbawi Soejoeti,. et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1998. h: XIII [4] Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka .Jalarta 1999. h:371 [5] Zalbawi Soejoeti, Op.Cit., h: 148 [6] M.Amin Rais. Cakrawala Islam : Antara Cita Dan Fakta. Mizan. Bandung. 1999. h: 108 [7] Komaruddin. Kamus Riset. Angkasa. Bandung. 1987. h: 275-276. [8]Zalbawi Soejoeti, et.al.. Op.Cit., h: 150 [9] Tim Penyusun ensiklopedia indonesia, Ensiklopedia Indonesia, PT. Ikhtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, jilid V,. h: 3080-3081 [10] Dick Hartoko, Manusia Dan Seni, Kanisius, Yogyakarta, 1993. h: 16 [11] Harun Nasution. Islam Rasional. Mizan. Bandung. 1995. h: 292 [12]Fuad Amsari. Islam Kaaffah: Tantangan Sosial Dan Aplikasinya Di Indonesia. Gema Insani Press. Jakarta. 1995. h:70 [13] Imam Mushoffa, Aziz.Musbikin. Loc.Cit. [14]Mahdi Ghulsyani. Op.Cit., h: 62 [15] Untuk penjelasan lebih lengkap lihat buku Abdurrahman Al-Baghdadi. Seni Dalam Islam: Seni Vokal, Musik & Tari. Gema Insani Press. Jakarta. 1991 [16] Abdurrahman Al-Baghdadi. Seni Dalam Islam: Seni Vokal, Musik & Tari. Gema Insani Press. Jakarta. 1991. h: 21 [17] M. Quraish Shihab. Lentera Hati: kisah Hikmah Dan Kehidupan. Mizan. Bandung. 1999. h: 371 [18] Maurice Bucaille. Asal Usul Manusia: Menurut Bibel AL-Quran Sain. Mizan Bandung. 1998. h: 195 [19] Nasim Butt. Sains dan Masyarakat Islam. Pustaka Hidayah. Bandung. 2001. h: 60. [20] Bustami A Gani & Chatibul Umam (ed). Beberapa Aspek Ilmiah tentang al-Qur'an, PTIQ, Jakarta, 1986. h : 162. [21] Howard M. Federspiel. Kajian Al-Qur'an di Indonesia. Mizan. Bandung. 1996. h: 233. [22] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Kencana. Jakarta Timur. 2003. h: 29. [23]Mehdi Nakosteen. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat : Diskripsi Analisis Abad Keemasan Islam. Risalah Gusti. Surabaya. 1996. h:208 [24] Musyrifah Sunanto. Op.Cit., h: 79 [25] A.E. Sabra dalam Syamsuddin Arif. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No 6, Juli September 2005. h: 88 [26] Ali Kettani. 1984. h: 85 dalam Rizal Muntasyir & Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2001 h:129 [27] Syamsuddin Arif. Op.Cit., h: 89 [28] Moh Nurhakim. Metodologi Studi Islam. UMM Press. Malang. 2004. h: 160. [29]Syamsuddin Arif. Op.Cit., h: 91 [30] David C. Lindberg dalam Ibid. [31] Parvez Hoodbhoy dalam Ibid, h: 93 [32] Cemil Agdogan. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No 4, Januari-Maret 2005. h: 95 [33] Moh Nurhakim. Op.Cit., h: 162. [34] Moh Nurhakim. Ibid, h: 163. [35] Abdurrahman Al-Baghdadi. Op.Cit. h: 97 [36] Ibid. h: 97-98 [37] Mahdi Ghuslsyani. Op.Cit., h:60-61 [38] Isma’il Raji al Faruqi. Islamisasi Pengetahuan. Pustaka. Bandung. 1984. h: 98 Posted by hanunah at 7:25 AM Labels: Tugas Makalah S2