IPTEK dalam al

advertisement
Iptek dalam Al Qur’An
Al Qur’an yg diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kpd Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam secara lisan & berangsur-angsur antara tahun 610 & 632 atau selama kira-kira
22 tahun, dimana pd masa itu umat manusia khususnya penduduk Mekkah & Madinah masih
dalam kegelapan & buta huruf, telah membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya
& kesesuainnya dgn ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) yg ditemukan manusia pd masa yg
jauh setelah kematian Muhammad SAW. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai
kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an & As sunnah sangat ideal &
agung.
Islam mengajarkan hidup yg dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan IPTEK,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material & spiritual, menghargai waktu, bersifat
terbuka, mengutamakan persaudaraan & sikap-sikap positif lainnya.
Anugerah terbesar yg sangat berharga bagi umat Islam adl Al Qur’an. Keluarbiasaan Al Qur’an
itu terletak pd aspek-aspek di dalamnya antara lain bahasa & gaya bahasanya, substansinya,
jangkauannya yg tiada terbatas, & multifunsinya bagi umat manusia. Banyak hikmah yg dpt kita
ambil dari Al Qur’an. Ayat 27 surat Al Fath, misalnya memberi kabar gembira kpd kaum
muslimin bahwa mereka akan menaklukan Mekkah, yg saat itu dikuasai kaum penyembah
berhala.
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kpd Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dgn
sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya
Allah dalam keadaan aman, dgn mencukur rambut kepala & mengguntingnya, sedang kamu tdk
merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yg tiada kamu ketahui & Dia memberikan sebelum itu
kemenangan yg dekat.”
(Al Qur’an Q.S. 48: 27).
Ketika kita lbh dekat lagi, ayat tersebut mengumumkan adanya kemenangan lain yg akan terjadi
sebelum kemenangan di Mekkah. Sebagaimana dikemukakan ayat tersebut, kaum mukmin
terlebih dahulu menaklukkan bentang Khaibar, yg berada di bawah kekuasaan Yahudi, &
kemudian memasuki Mekkah dgn aman. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yg akan terjadi
masa depan hanyalah salah satu diantara sekian byk hikmah yg terkandung dalam al Qur’an. Al
Qur’an mempunyai peran yg sangat penting dalam kehidpan umat Islam di dunia, baik pd
peradaban Islam dahulu maupun peradaban modern seperti sekarang ini.
Al Qur’an mempunyai multifungsi bagi umat manusia, yg terlihat pd ayat-ayatnya & dikuatkan
oleh Hadits, yg menyebutkan bahwa Al Qur’an adl sbg :





Pedoman hidup yg harus dipegang erat oleh kaum muslimin
Petunjuk bagi umat manusia
Pembeda antara yg benar & yg salah
Bacaan utama yg bernilai ibadah.
Inspirator & pemacu terhadap kemajuan IPTEK



Penyembuh bagi orang-orang mumin
Rahmat bagi orang-orang mukmin
Pemberi peringatan bagi orang-orang yg lalai.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) sudah semakin berkembang. Di era
globalisasi seperti sekarang ini, manusia memang perlu mengenbangkan IPTEK dalam
kehidupan yg semakin modern. Perkembangan IPTEK dpt memperbaiki kualitas hidup manusia.
Berbagai saran modern industi, komuikasi & transportasi, misalnya terbukti sangat bermanfaat.
Namun, di sisi lain IPTEK tdk jarang berdampak negatif karena merugikan & membahayakan
kehidupan & martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu orang di Hiroshima
& Nagasaki pd Perang Dunia II tahun 1945. Selain itu tdk sedikit yg memanfatkan teknologi
internet sbg sarana utk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime), pornografi, kekerasan, &
perjudian.
Disinilah peran Al Qur’an menjadi sangat penting dgn menjadikan Al Qur’an sbg pedoman
hidup agar kita tdk terjerumus pd hal-hal yg negatif sbg dampak berkembangnya IPTEK. Al
Qur’an & agama harus senantiasa kita jadikan sbg tuntunan utk menjalani kehidupan. Jika kita
menjadikan Aqidah Islam sbg landasan IPTEK, bukan berarti bahwa konsep IPTEK wajib
bersumber kpd Al Qur’an & Al Hadits, artinya bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi,
agronomi, & lain sebagainya, harus didasarkan pd ayat tertentu dalam Al Qur’an, tetapi yg
dimaksud adl konsep IPTEK wajib berstandar pd Al Qur’an & Al Hadits. Singkat kata IPTEK
tdk boleh bertentangan dgn Al Qur’an.
Sebagai contoh adl Teori Evolusi yg dikemukakan Charles Darwin. Darwin menyatakan bahwa
manusia adl keturunan kera yg berevolusi selama jutaan tahun. Teori ini tdk mempunyai dasar
apapun, mengada-ada, tdk ilmiah, & yg pasti bertentangan dgn Al Qur’an yg mengatakan bahwa
manusia keturunan Adam, manusia pertama di dunia & bukan kera. Seiring perjalanan waktu,
teori evolusi mengalami keruntuhan lewat riset yg dilakukan oleh ilmuwan muslim, Harun
Yahya. Harun Yahya berhasil membuktikan bahwa spesies manusia tdk mungkin berasal dari
spesies kera yg berevolusi. Dan akhirnya terbukti bahwa teori evolusi hanya sebuah bualan
belaka & propaganda yg dilakukan Darwin.
PERAN Islam Terhadap IPTEK
Dengan tekad dan niat untuk meraih kembali kejayaan umat Islam yang semakin menghilang,
banyak umat Islam yang berusaha meraihnya dengan cara memajukan peradaban Islam di dunia.
Mereka berasumsi, bahwa umat Islam akan kembali jaya dengan kemajuannya di bidang-bidang
Ilmu Pengetahuan dan Tekologi (IPTEK). Berawal dari asumsi itulah, banyak masyarakat
muslim khususnya di Indonesia bersinergi dan berperan dalam menciptakan fasilitas-fasilitas
edukasi, lightment, dan pembinaan bagi umat Islam Indonesia. Di antara bentuk konkrit upaya
tersebut adalah banyak didirikannya pusat-pusat kajian Islam atau yang sering disebut Islamic
Centre.
Sudah banyak tokoh-tokoh muslim yang membantah tuduhan miring terhadap Islam, yang
digelontorkan orang-orang yang pemikirannya tertutup dan tidak disinari oleh cahaya dan
hidayah. Islam memang mulia, karena Allah telah menjaminnya. Tapi kemuliaannya bisa saja
tidak nampak kalau pemeluk Islam sendiri tidak menampakkan kemuliaan Islam.
Dalam menyikapi serta menindaklanjuti perkembangan IPTEK, umat Islam tidak sepenuhnya
diwajibkan untuk menerapkan konsep IPTEK yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Akan
tetapi Al-Qur’an dan Hadits harus dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui benar atau
salahnya konsep-konsep IPTEK tersebut dan tidak boleh keluar dari inti kandungan Al-Qur’an
dan Hadits. Intinya, Al-Qur’an dan Hadits menjadi standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal
ini menunjukkan bahwa apapun konsep IPTEK yang dikembangkan harus sesuai dengan AlQur’an dan Hadits serta tidak boleh bertentangan dengan keduanya. Apabila ada suatu konsep
IPTEK terbukti bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, maka konsep tersebut harus ditolak
dan tidak boleh dikembangkan lebih lanjut. Seperti adanya suatu teori yang menyatakan bahwa
manusia pertama kali tercipta dari batu atau juga seekor kera. Hal ini sangat bertentangan dengan
ajaran Islam karena dalam Al-Qur’an sudah diterangkan bahwa manusia yang pertama kali ada
didunia adalah Nabi Adam a.s, sehingga sudah seharusnya umat muslim tidak mempercayai teori
tersebut, bahkan melarang teori tersebut. Umat Islam seharusnya tahu dan bisa membedakan
antara teknologi yang baik (halal) dan teknologi yang buruk (haram) karena tidak semua
teknologi dapat digunakan sesuai ajaran Islam.
Penggunaan serta pemanfaatan konsep-konsep IPTEK akan menjadi lebih barokah dan berguna
apabila konsep tersebut dilandasi dan didasari dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT. Dengan kata lain, keimanan dan ketaqwaan didalam pemanfaatan konsep IPTEK, manusia
akan menjadi lebih yakin bahwa Allah SWT mempunyai ilmu yang Maha luas, dan melebihi
semua ilmu manusia yang ada di dunia
Konsep Pengembangan IPTEK dalam Islam
Posted by cesarzc ⋅ Juni 16, 2011 ⋅ Tinggalkan Sebuah Komentar
Filed Under IPTEK
Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran sebagai bekal untuk hidup di
dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut, manusia dapat memahami dan menyelidiki elemenelemen yang terdapat di alam serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan mereka. Akal dan
pikiran tersebut merupakan kelebihan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada
manusia sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Isra 70:
‫ََََ َ م ه نَيَم َََّ ََََُّ حََ َْ ََ َ َ مََََّك مْ َُْ مَََ َ قي ََ مَََ مآ َي ََ َ ََ مَََّْكْ َ قَ َل‬
‫ن‬
‫َ َََْ ن‬
‫لي َ قَ ن مل َضََ مَََّ بَ م ََّلا‬
َ ْ‫َّ مََََّك م‬
َ َََ‫َِ َلق‬
ْ َ‫يََك َهل‬
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Manusia juga diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan kedudukan yang
lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya di alam ini. Ketika Allah dalam firmanNya di Q.S. Ar Ra’du 2 memilih kata ”sakhkhara” yang berarti ”menundukkan” atau
”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan bahwa alam dengan segala manfaat yang dapat
diperoleh darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah
manusia.
‫ي َ ْ ب َ َيَم اَ َمَ ا نْ م‬
‫قى َنَََ َ َْ ََّ َ ن‬
‫يََك‬
َ ََِّ َ َ
َ ‫َ ََدَ مل َي‬
َ ََ
َ َ‫ا‬
‫َ نِ َي َ ن‬
‫ا‬
َ َ‫ٌّ م َ ََ مَ َ َ َي ه شش اَ مَ َيَ ََ َ ْش ع‬
َ ََ ‫ُ ك ا َ ََقي مََُّ مي َل‬
َ ََِّْ‫َ ََََُّنلْ ََ ََ ََا َ ََقل مْ ب‬
‫َََم َي ا َ َ ق‬
َِ
َ ََ‫ْش َا‬
Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masingmasing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya),
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan
Tuhanmu.
Dengan demikian, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan
alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk manusia, manusia hendaknya memahami konsep dan
tugasnya sebagai khalifah di Bumi. Manusia jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui
nilai-nilai materialistik dan keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut melanggar kodrat
manusia yang diberikan oleh Allah.
Arah Pengembangan Teknologi
Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam hendaknya memiliki dasar
dan motif bahwa yang mereka lakukan tersebut adalah untuk memperoleh kemakmuran dan
kesejahteraan di dunia sebagai jembatan untuk mencari keridhaan Allah sehingga terwujud
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman dalam Q.S. Al Bayyinah 5:
َ ‫َق‬
ِ ‫َال ََّ ََا ََا َل‬
‫َ َص‬
ََ ‫لل‬
َ َْ ََ ِ‫ََ َََ ِ ََيَ ََ نَ ََ َلُّمَ َ نىَ َ م‬
‫ْ َاوَ ََا م بِ ن‬
‫َ ن‬
‫َِهََوَ ََََ ََلَ ََال مَ َ َلق‬
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Kondisi Umat Islam dalam Perkembangan Iptek Saat Ini
Terhambatnya kemajuan umat Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
disebabkan umat Islam tidak memahami konsep dan mengoptimalkan fungsinya sebagai khalifah
di Bumi. Seharusnya, dengan memahami konsep dan fungsinya sebagai khalifah di Bumi, umat
Islam mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menguasai dan
memanfaatkan alam demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi, umat Islam adalah
umat pilihan Allah yang dianugerahi iman dan petunjuk berupa Al Quran dan sunnah rasul
Makalah "IPTEK DALAM ISLAM"
04.21 Diposkan oleh Arvinni..
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sains diindonesiakan menjadi ilmu pengetahuan sedangkan dalam sudut pandang filsafat
ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat sedangkan ilmu adalah
pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan di interpretasi sehingga
menghasilkan kebenaran obyektif, sudah di uji kebenarannya dan dapat di uji ulang secara ilmiah.
Secara etimologis ilmu berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang berbentuk dari akar katanya
mempunyai ciri kejelasan.
Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Sebab itu seseorang yang
mempedalam ilmu tertentu di sebut sebagai spesialis, sedangkan orang yang banyak tau tetapi tidak
mendalam di sebut generalis. Karena keterbatasan kemampuan manusia, maka sangat jarang ditemukn
orang yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam.
Dalam pemikiran islam, ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh
dipertentangkan. Manusia diberikan kebebasan dalam mengembangkan akal budinya berdasarkan
tuntunan Al-Qur’an dan sunah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran islam ada yang bersifat abadi
(perennial knowledge) tingkat kebenarannya bersifat mutlak, karena bersumber dari allah. Ada pula
ilmu yang bersifat perolehan (aquired knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi, karena
bersumber dari akal pemikiran manusia.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana iptek (kelautan dan perikanan) saintik ?
2. Bagaimana konsep keilmuan ?
3. Bagaimana ulul albab ?
4. Bagaimana tugas cendekiawan muslim (berdasarkan buku ali syari’ati ?
I.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui ipteks dalam islam serta
penjabarannya yang akan di paparkan dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. IPTEK (KELAUTAN DAN PERIKANAN) SAINTIK
IPTEKS adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang sesuai tuntutan visi
manusia yang selalu berubah menuju kepada antisipasi dalam mendeskripsikan sendi berupa peran dari
fenomena alam dan sosial (realita) atau mengungkapkan getar hati yang di alamatkan dalam dinamika
sosial (realita seni) yang selalu bertambah rumit akibat dari prilaku manusia itu sendiri dalam
berkomunikasi baik dengan alam lingkungannya maupun sesamanya.
Kawasan Timur Indonesia memiliki kekayaan perairan laut yang cukup besar karena memiliki
wilayah laut yang lebih luas, terdiri dari gugusan pulau-pulau, menyimpan kekayaan biodiversity laut
yang tinggi, serta masyarakatnya dikenal mempunyai kultur kebaharian yang tinggi. Kondisi ini
menyebabkan sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan
penting dalam pembangunan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Timur
Indonesia. Pendayagunaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan
berkelanjutan sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang mampu menguasai,
mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan.
Pengelolaan potensi kelautan dan perikanan memerlukan sumberdaya manusia berkualitas dari
berbagai jenis keterampilan dan disiplin ilmu pengetahuan.
Indonesia tentunya mempunyai peran dan tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan tinggi
untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang diperlukan, serta pengembangan penelitian IPTEK
kelautan dan perikanan untuk kepentingan dunia usaha dan industri. Salah satu contoh Cephalopoda.
Cephalopoda merupakan anggota hewan bertubuh lunak yang tidak memilki tulang belakang, di
antaranya cumi-cumi, sotong, dan gurita. Cumicumi menjadi salah satu komuditas ekspor Indonesia,
salah satu negara tujuan ekspornya adalah ke Jepang. Hewan kelompok ini menjadi sumber protein yang
sangat potensial. Selain itu, daging cumicumi juga mempunyai nilai gizi yang baik karena mangandung
asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia yakni mengandung asam lemak tak jenuh.
II.2. KONSEP KEILMUAN MENURUT ISLAM VS BARAT

Konsep Keillmuan Menurut Islam
Kata ilmu dengan dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Misalnya pada
Surah Al-Mujadalah, 11 :
‫ درجت ني ع لم نوت و نيّذيا و م ن كم آم نون نيّذيا هللا ي رف ع‬yang berarti “Allah mengangkat orang-orang yang
beriman daripada kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat”
Setiap ilmu mem batasi diri pada salah satu bidang kajian. Dalam ajaran islam,wahyu dan
akal,agama dan ilmu harus sejalan tidak boleh dipertentangkan karena hakikat agama sebenarnya
adalah membimbing dan mengarahkan akal.Ilmu dan pengetahuan dalam hal ini dijabarkan menjadi
ilmu dan pengetahuan. ilmu yang dimaksud ialah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi,
disistemasi dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya,
dan dapat diuji ulang secara ilmiah.Sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
manusia melalui tangkapan pancaindera, intuisi, dan firasat.Namun, ilmu seperti apakah yang begitu
tinggi kedudukannya dalam Agama kita tersebut? Apakah ‘ilmu’ yang kita pelajari di kampus tergolong
Di dalamnya? Fisika? Kalkulus? Arskom? Digital? Algoritma? Agama ? Apakah Itu semua ilmu? Para
ulama dan intelektual mencoba membuat definisi ilmu berdasarkan kata ilmu yang ada dalam al-Quran
sampai-sampai Roshental mendefinisikan 120 definisi ilmu yang didasarkan pada al-Quran, sehingga
menyimpulkan : “al-ilmu huwa al-Islam, wa al-islam huwa al-ilm” . Namun demikian sama sekali tidak
ditemukan definsi ilmu di dalam al-Quran (“ maa huwal ilm? ”).
Pendidikan Islam ialah sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education);
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam berusaha
membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu
tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan
Islam secara jelas.

Konsep Ilmu Menurut Barat
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka
yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan
rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. Barat tidak
mengakui otoritas berupa wahyu atau “manusia” yang diberikan otoritas oleh Tuhan sebagai sumber
ilmu, sebab mereka tidak mengenal iman.Barat sangat mengaggungkan sains (saintisme) sehingga segala
sesuatu harus terukur dan terbukti secara empirik. Filsafat sains dan ilmu sains (alam) Barat tidak
bersangkut-paut dengan Pencipta (agama). Tujuan mereka hanya menemukan ”hukum-hukum”
alam,mensintesakan temuan-temuan sains (Fiskka, Kimia, Biologi, dll) menjadi satu kesatuan utuh
dimana filsafat sains-nya bertujuan untuk membangun pertahanan epistemologis sains
Ini merupakan suatu ilmu kosong dari agama (ilmu sekular) dimana fondasi utama dari
peradaban Barat modern saat ini . Epistemologi Barat-sekular termanifestasikan dalam berbagai aliran
seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme,objektifisme yang memiliki karakteristik seperti
menceraikan antara ilmu dan agama , melenyapkan Wahyu sebagai sumber ilmu, memisahkan wujud
dari yang sakral, meredusir Intelek kepada rasio dan menjadikan rasio yang manjadi basis keilmuan,
menyalah-pahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu yang sebenarnya, Ilmu Dalam
Peradaban Barat
II.3 TINJAUAN FILOSOFIS
Tiga dimensi tinjauan filosofis terhadap ilmu pengetahuan yaitu ontologi yang berbicara
mengenai apa hakekat pengetahuan itu. Epistemologi yang menuntut kita bagaimana cara mendapatkan
ilmu pengetahuan dan yang terakhir adalah aksiologi yang membicarakan untuk apa pengetahuan itu
dipergunakan.

Ontologi
Ontologi, sebagai sebuah istilah, berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada),
yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau studi tentang).Ontologi membahas tentang
apa yang ingin diketahui atau merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Pembahasan
mengenai yang ada (being) yang dimaksud disini adalah adanya manusia, alam semesta dan lain-
lain.Ontologis merupakan cabang filsafat yang berupaya mendeskripsikan hakekat wujud. Ontologi
digunakan sebagai sinonim untuk metafisika menyangkut penelitian terhadap masalah-masalah sifat
kehidupan terutama manusia.
Ontologi merupakan kawasan yang tidak termasuk ilmu yang bersifat otonom, ontologi
merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah. Oleh karena
itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, objek
materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ontologi adalah suatu ilmu yang membahas dan mengkaji secara komprehensip mengenai teori
tentang suatu yang ada atau dapat juga dikatakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
obyek telaah ilmu terhadap benda-benda empiris.

Epistemologi
Secara singkat epistemologi diartikan sebagai teori ilmu pengetahuan. Pembicaraan dalam
epistemologi pada pokoknya berhubungan dengan upaya untuk menjawab bagaimana karakteristik
pengetahuan ilmiah, bagaimana metodologi untuk memperolehnya dan apa kriteria keabsahan dan
kebenarannya serta bagaimana mengujinya. Epistemologi merupakan bentukan dari dua kata dalam
bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang juga berarti pengetahuan atau
informasi.
Epistemologi dapat juga didefinisikan sebagai penelitian pada persoalan yang mencakup sumber
pengetahuan atau jenis tertentu dari pengetahuan dalam kamus filsafat dan psikologi. epistemologi
diuraikan sebagai sejarah mengenai pengenalan cabang ilmu pengetahuan yang menitikberatkan
terhadap timbulnya pengertian-pengertian atau konsep yang meliputi waktu, ruang, kualitas, kesadaran
dan keabsahan pengetahuan. Dengan kata lain epistemologi adalah suatu teori pengetahuan.

Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios (layak, pantas) dan logos (ilmu, studi
mengenai). Dalam filsafat pembicaraan aksiologi dilakukan untuk mengetahui batas arti, tipe, kriteria
dan status epistemologis nilai-nilai. Atas dasar itu pembicaraannya juga menyangkut pembahasan segala
sesuatu yang bernilai dan siapa yang menentukan bahwa sesuatu itu bernilai. bisa juga didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai.
Aksiologi meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai
kawasan.Berbicara mengenai nilai itu sendiri dapat kita jumpai dalam kehidupan seperti kata-kata adil
dan tidak adil, jujur dan curang. Bukanlah itu semua mengandung penilaian karena manusia yang
dengan perbuatannya berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai.Teori tentang nilai dapat kita bagi
menjadi dua yaitu nilai etika dan nilai estetika. Nilai etika adalah teori perbuatan manusia yang
ditimbang menurut baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral sedangkan nilai estetika adalah kajian
filsafat yang bertalian dengan keindahan dan kejelekan.
Dari argumentasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
makalah peranan agama islam dalam iptek
Posted on Oktober 23, 2011 by raff193
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Peranan Islam DALAM
IPTEK untuk meningkatkan keimanan manusia .kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan .
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar Drs. M.Syafe’i .
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Banjarmasin ,0ktober 2011
Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif,
yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi,
dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1
menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan
tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di
abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar
penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu
untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan
sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar
pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa
memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita
hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah…
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan
kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di
Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir
dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma
orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada
bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun
asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat
digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya,
misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam
beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses
menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human
cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami
kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan
hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang
memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber
crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali.
Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hubungan Agama dan IPTEK
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3
(tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):
Pertama,paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah
satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan
.Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi
manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini
memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi
agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek.
Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip
dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi
secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam
hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara
ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
iptek.
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan
pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –
yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah
(landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran
dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).paradigma ini memerintahkan manusia
untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu.
Ini bisa kita pahami dari ayat pertama surah Al’Alaq ayat yang artinya “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan
untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala
pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islaminilah paradigma Islam yang menjadikan
Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah
mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek.
2
Peranan Islam Dalam Iptek
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis
segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah
dibawa oleh Rasulullah Saw.Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum
muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini
umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segalagalanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem
pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta
tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap
diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim.
Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah
Islam.kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan
perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan
paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang
seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.Namun di sini perlu
dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek,. Yang dimaksud
menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber
kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada alQur`an dan al-Hadits. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits,
maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa
manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi
melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern
sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi
hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang
menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah
keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin
(Zallum, 2001).
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan
standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan
tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yng
bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat
memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan.
Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.Keberadaan standar manfaat
3
itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak
bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya
menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi
tabung tanpa melihat moralitas ,mengkloning manusia manusia, mengekploitasi alam secara
serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah
saatnya standar manfaat yang salah itu
dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik
segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara
hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar
itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret
adalah syariah Islam.
B. Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang
sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa
kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan
yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek
hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan
gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan
dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani),
tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu,
penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat
sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam
kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia
menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat,
iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan.
Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan
mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu (Q.S. AnNur:39). Maka integrasi imtak dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga
keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia
(hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat
kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201).
Alasan Umat Islam harus menguasai IPTEK
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini
fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara
Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
4
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya,
misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai
sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Dampak Kemajuan Islam di Bidang IPTEK
(1) jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat
sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5
juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini
mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa.
(2)Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa. Penelitian terkait juga
mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat
kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut
survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan
data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi
ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa
universitas.
(3) Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki
Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan
menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.
5
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek
setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan
ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya
diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan
syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar
manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam
mengaplikasikan iptek.
Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai
berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman-
Nya:
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali.
Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat
berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan
menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
Paradigma Hubungan Agama-Iptek.
B.SARAN
kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan manusia didunia. Sebagai generasi muda
penerus bangsa sudah selayaknya kita belajar untuk menggunakan dan memanfaatkan Ilmu
pengetahuan dan teknologi sebaik mungkin namun tetap berdasar aturan-aturan Agama Islam .
Sudah semestinya kita bersatu menguasai IPTEK agar tidak kalah dengan bangsa lain itu.
Namun, tetap saja, jika kita telah mendapatkan IPTEK, segeralah imbangi diri anda dengan Iman
dan Taqwa
IPTEKS DALAM ISLAM: Antara Konsep dan Realitas
A. Pendahuluan
Manusia selain diciptakan sebagai ‘abdullah ia juga diutus sebagai khalifatullah yang notabene
adalah tujuannya untuk menjadi pemimpin di dunia beserta isinya ini sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Allah, baik itu yang tersurat dalam Al Qur’an dan Al Hadits mupun yang tersirat
dalam Sunnatullah (fenomena alam). Dengan kata lain dalam Islam harus ada keserasian antara imtaq
yang berorientasi kepada ‘abdullah yaitu zikir dan iptek yang berorientasi kepada khalifatullah yaitu fikir.
Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Banyak disebutkan
dalam Al Qur’an ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk senantiasa mencari ilmu. Allah senantiasa
meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat al-Mujadalah
ayat 11:
)11 :‫يرفع هللا الذين ءامنوا منكم والذين أوتو العلم درجات (المجادلة‬.........
Yang terpenting adalah ilmu itu tujuannya tidak boleh keluar dari nilai-nilai islami yang sudah
pasti nilai-nilai tersebut membawa kepada kemaslahatan manusia. Seluruh ilmu, baik ilmu-ilmu teologi
maupun ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan selama
memerankan peranan ini, maka ilmu itu suci.[1]
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan konsekuensi dari konsep ilmu
dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa hakikat ilmu itu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi
masyarakat, artinya penemuan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui orang.[2] Dijelaskan dalam
surat al-'alaq
)5 :‫علّم اإلنسان مالم يعلم (العلق‬
Jadi pada hakikatnya umat Islamlah yang paling berkewajiban untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sebagai tanda ketaatannya terhadap Allah SWT.
Namun satu fenomena yang paling memilukan yang dialami umat Islam seluruh dunia saat ini
adalah ketertinggalan dalam persoalan iptek, padahal untuk kebutuhan kontemporer kehadiran iptek
merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar, terlebih-lebih iptek dapat membantu dan
mempermudah manusia dalam memahami (mema’rifati) kekuasaan Allah dan melaksanakan tugas
kekhalifahan. [3]
Realitas tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika umat Islam kembali kepada ajaran Islam
yang hakiki. Untuk itulah sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar ketertinggalannya dalam hal
iptek, karena sebenarnya dalam sejarah dijelaskan bahwa umat Islam pernah memegang kendali dalam
dunia intelektual, jadi sangat mungkin jika saat ini umat Islam bangkit dan meraih kembali kejayaan
Islam tersebut.
Pada makalah ini akan dipaparkan apa itu ipteks, konsep dan realitasnya dalam Islam. Dan
didalamnya juga akan dipaparkan rencana kerja guna memajukan ipteks dalam dunia Islam.
B. Pengertian Ipteks
Mengenai kata Ipteks orang berbeda pendapat, ada yang menganggap merupakan singkatan
dari dua komponen yaitu “ilmu pengetahuan” dan “teknologi” dan ada pula yang memasukkan unsur
seni di dalamnya sehingga singkatannya menjadi ipteks.
Mengenai definisi ilmu pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
gabungan berbagai pengetahuan yang di susun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan
sebab dan akibat.[4]
Lebih jauh Zalbawi Soejati mendefinisikan ilmu pengetahuan atau sains sebagai sunnatullah
artinya adalah ilmu yang mengarah perhatiaannya kepada perilaku alam (bagaimana alam bertingkah
laku).[5]
Menurut Ali Syariati dalam buku Cakrawala Islam yang ditulis oleh Amin Rais, Ilmu adalah
pengetahuan manusia tentang dunia fisik dan fenomenanya. Ilmu merupakan imagi mental manusia
mengenai hal yang kongkret. Ia bertugas menemukan hubungan prinsip, kausalitas, karakteistik di dalam
diri manusia, alam, dan entitas-entitas lainnya.[6]
Sedangkan kata teknologi berasal dari bahasa Yunani "teknikos" berarti "teknik". Apabila ilmu
bertujuan untuk berbuat sesuatu, maka teknologi bertujuan untuk membuat sesuatu. Karena itu maka
teknologi itu berarti suatu metode penerapan ilmu untuk keperluan kehidupan manusia.[7]
Menurut Zalbawi Soejati, teknologi adalah wujud dari upaya manusia yang sistematis dalam
menerapkan atau memanfaatkan ilmu pengetahuan / sains sehingga dapat memberikan kemudahan
dan kesejahteraan bagi umat manusia.[8]
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan
merupakan kumpulan beberapa pengetahuan manusia tentang alam empiris yang disusun secara logis
dan sistematis. Sedangkan Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan tersebut, yang
tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan manusia.
Untuk definisi seni, dalam Ensiklopedia Indonesia diartikan sebagai penjelmaan rasa indah yang
terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang
dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan
perantaraan gerak (seni tari, drama).[9]
Berbicara mengenai seni, identik dengan istilah estetika yaitu cabang filsafat yang berurusan
dengan keindahan, entah menurut realisasinya entah menurut pandangan subyektif.[10]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni identik dengan rasa yang timbulnya dari dalam
jiwa, namun demikian gejala keindahan yang ditimbulkan oleh seni bisa juga didekati dari sudut sains.
Sebuah lukisan misalnya dapat dianalisa menurut pembagian bidang, jadi menurut matematika.
Komposisi warna dapat dianalisa secara eksperimental menurut efek psikologis.
C. Konsep Ipteks Dalam Islam
Sudah menjadi pemikiran yang umum bahwasanya agama yang identik dengan kesakralan dan
stagnasi tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan ipteks yang notabene selalu berkembang
dengan pesat. Namun pemikiran ini tidak berlaku lagi ketika agama tidak hanya dilihat dari ritualitasritualitas belaka namun juga melihat nilai-nilai spiritualitas yang hakiki.
Menurut Harun Nasution, tidak tepat anggapan yang mengatakan bahwa semua ajaran agama
bersifat mutlak benar dan kekal. disamping ajaran-ajaran yang bersifat absolut benar dan kekal itu
terdapat ajaran-ajaran yang bersifat relatif dan nisbi, yaitu yang dapat berubah dan boleh diubah. Dalam
konteks Islam, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, memang terdapat dua kelompok
ajaran tersebut, yaitu ajaran dasar dan ajaran dalam bentuk penafsiran dan penjelasan tentang
perincian dan pelaksanaan ajaran-ajaran dasar itu.[11]
Allah SWT. menciptakan alam semesta dengan karakteristik khusus untu tiap ciptaan itu sendiri.
Sebagai contoh, air diciptakan oleh Allah dalam bentuk cair mendidih bila dipanaskan 100 C pada
tekanan udara normal dan menjadi es bila didinginkan sampai 0 C. Ciri-ciri seperti itu sudah lekat pada
air sejak air itu diciptakan dan manusia secara bertahap memahami ciri-ciri tersebut. Karakteristik yang
melekat pada suatu ciptaan itulah yang dinamakan “sunnatullah”. Dari Al Qur’an dapat diketahui banyak
sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan alam semesta, mengkaji dan meneliti
ciptaan Allah.[12] Disinilah sesungguhnya hakikat Iptek dari sudut pandang Islam yaitu pengkajian
terhadap sunnatullah secara obyektif, memberi kemaslahatan kepada umat manusia, dan yang
terpenting adalah harus sejalan dengan nilai-nilai keislaman.
Allah SWT. secara bijaksana telah memberikan isyarat tentang ilmu, baik dalam bentuk uraian maupun
dalam bentuk kejadian, seperti kasus mu’jizat para Rasul. Manusia yang berusaha meningkatkan daya
keilmuannya mampu menangkap dan mengembangkan potensi itu, sehingga teknologi Ilahiyah yang
transenden ditransformasikan menjadi teknologi manusia yang imanen.[13]
Studi Al Qur’an dan Sunnah menunjukkan bahwa karena dua alasan fundamental, Islam mengakui
signifikansi sains:
1. Peranan sains dalam mengenal Tuhan
2. Peranan sains dalam stabilitas dan pengembangan masyarakat Islam[14]
Dari sini dapat dilihat bahwa dalam Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan sebagai
sarana untuk mengenal Allah dan juga untuk melaksanakan perintah Allah sebagai khalifatullah fil Ard
sehingga sains tersebut harus membawa kemaslahatan kepada umat manusia umumnya dan umat Islam
khususnya.
Melihat banyaknya jenis bentuk seni yang ada, maka ulama berbeda pendapat dalam memberi
penilaian. Dalam hal menyanyi adan alat musik[15] saja jumhur mengatakan haram namun Abu
Mansyur al Baghdadi menyatakan:"Abdullah bin Ja'far berpendapat bahwa menyanyi dan alat musik itu
tidak masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan."[16]
Namun menurut Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati menyatakan bahwa seniman dan
budayawan bebas melukiskan apa saja selama karyanya tersebut dinilai sebagai bernafaskan Islam.[17]
Melihat berkembangnya seni yang ada penulis memandang pendapat Quraish Shihab lebih araif
dalam menyikapi perkembangan zaman yang mana kebutuhan masa kini tentu saja lebih komplek
sifatnya dibandingkan dengan kebutuhan pada masa awal Islam.
D. Fakta Ipteks Dalam Al Qur’an
Setelah membahas ipteks dalam Islam secara global, disini akan dipaparkan beberapa fakta
ilmiah dalam Al Qur’an. Al Qur’an merupakan satu-satunya mu’jizat yang tak lekang dimakan zaman. Al
Qur’an ini bersifat universal untuk seluruh umat manusia.
Salah satu sifat asli Al-Qur’an yang membedakannya dari bible adalah bahwa untuk mengilustrasikan
penegasan yang berulang-ulang tentang kemahakuasaan Tuhan, kitab tersebut merujuk kepada suatu
keragaman gejala alam. [18]
Diantara aspek-aspek terpenting dari pemikiran ini, bahwa al-Qur'an berisi informasi tentang
fakta-fakta ilmiah yang amat sesuai dengan penemuan manusia, yang diantaranya adalah sebagai
berikut :
 Bahwa seluruh kehidupan berasal dari air
)30 :‫ي (األنبياء‬
ّ ‫وجعلنا من الماء كل شئ ح‬
 Bahwa alam semesta terbentuk dari gumpalan gas (di dalam al-Qur'an disebut dengan ad-Dukhan)
)11 :‫(فصلت‬
‫ قالتا ائتيا طائعين‬،‫ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها ولألرض ائتيا طوعا أو كرها‬
 Matahari dan bulan mempunyai ukuran dan perhitungan yang sesuai.
)5 :‫الشمس والقمر بحسبان (الرحمن‬
 Bahwa kandungan oksigen di udara akan semakin berurang di tempat-tempat yang tinggi
)124 :‫(األنعام‬...‫ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماء‬...
Selain fakta ilmiah yang disebutkan diatas juga tampak dari penamaan surat-surat dalam Al Qur’an
antara lain: An-Nahl, An-Naml, Al-Hadid, Ad-Dukhan, An-Najm, Al-Qomar dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Dari beberapa fakta ilmiah tersebut di dalam al-Qur'an, amatlah jelas bahwa al-Qur'an
memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai hal. Untuk mengetahui secara detail dan
seksama, maka manusialah yang harus berusaha untuk memecahkan berbagai problematika keilmuan
yang didapati dalam kehidupan ini dengan berlandaskan pada ajaran al-Qur'an. Dengan berlandaskan
kepada al-Qur'an, manusia akan mengetahui hasil penelitiannya mengenai alam melalui
"pengkomparasian (pencocokan)" dengan al-Qur'an", apakah sesuai dengan apa yang telah dijelaskan
oleh al-Qur'an atau sebaliknya[19].
Disamping contoh fakta ilmiah tersebut di atas, terdapat pula ayat yang mengisyaratkan tentang
teknologi kepada umat manusia. Al-Qur'an tidak menghidangkan teknologi suatu ilmu yang murni dan
lengkap, tetapi hanya menyinggung beberapa aspek penting dari hasil teknologi itu dengan
menyebutkan beberapa kasus atau peristiwa teknik. Perlu diingat bahwa al-Qur'an bukan buku teknik
sebagaimana juga ia bukan buku sejarah (walaupun banyak juga kisah di dalamnya), buka buku
astronomi, fisika dan lain-lain, melainkan kitab suci yang berisi petunjuk dan pedoman hidup bagi
manusia.
Karenanya kalau al-Qur'an menyinggung masalah teknik umpamanya, maka maksudnya tidak
lain adalah untuk menunjukkan bahwa al-Qur'an juga memberikan perhatian kepada masalah teknik dan
menghimbau agar umat Islam memperhatikan dan mempelajari ilmu ini. Dalam hubungan ini, kita
menemukan beberapa ayat yang berkaiatn dengan ilmu teknologi, diantaranya:
)37 : ‫واصنع الفلك بأعيننا ووحينا (هود‬
Dan buatlah bahtera (kapal) dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat
bahtera agar Nuh bersama dengan orang beriman selamat dari musibah air bah yang segera akan
terjadi. Kapal Nabi Nuh boleh jadi kapal yang pertama di dunia, dibuat dengan pengawasan langsung
dan petunjuk wahyu Allah.
Dengan ayat ini pula al-Qur'an telah mengemukakan dan meminta perhatian umat manusia
akan salah satu cabang ilmu teknik yang paling urgen dalam hidup ini, yaitu tekhnik perkapalan. Tidak
dapat disangkal, betapa pentingnya masalah perkapalan dalam hidup ini. Ia tidak saja merupakan alat
perhubungan atau pelayaran yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya, akan tetapi ia
juga sebagai alat pengangkutan yang sangat vital yang dapat mengangkut barang dagangan dalam
jumlah yang sangat besar. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa tidak ada perdagangan besarbesaran dan impor-export tanpa jika teknik perkapalan tidak ada[20]. Fakta ilmiah tersebut merupakan
bukti bahwa relevansi al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan tekhnologi amatlah besar[21]. Dan masih
banyak lagi fakta ilmiah yang terkandung dan tersirat dalam al-Qur'an.
Disamping banyak tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, Al-Qur'an juga membahas tentang
seni, hal ini dapat dilihat pada firman Allah
)149 :‫وتنحتون من الجبال بيوتا فارهين (الشعراء‬
Ayat di atas menunjukkan seni pahat yang dilakukan oleh kaum nabi Shaleh yaitu memahat
gunung untuk dijadikan rumah. Dalam ayat lain Allah berfirman:
)19 :‫ إن أنكر األصوات لصوت الحمير (لقمان‬, ‫واقصد في مشيك واغضض من صوتك‬
Ayat di atas menunjukkan perlunya seni dalam berbicara yaitu dengan nada yang baik dan
lemah lembut, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lirih.
E. Realitas Ipteks Dalam Islam
Berbicara mengenai ipteks dalam Islam sebenarnya telah diajarkan oleh Allah masa-masa awal
mula manusia. Hal ini dapat dilihat dari realitas yang ada pada masa Nabi Nuh dengan dibuatnya kapal
yang pertama di dunia atas petunjuk Allah langsung, bahkan sejak Nabi Adampun telah ada ilmu
pengetahuan. Hal ini dapat dilihat ketika Adam menyebutkan nama-nama benda yang ada di
sekelilingnya.
Namun pada makalah ini, realitas ipteks dalam Islam akan dimulai pembahasannya pada masa
Rasulullah SAW. Pengembangan Ilmu Pengetahuan pada masa Rasulullah SAW. dimulai dengan
membuat tradisi baru yaitu mencatat dan menulis. Dan ini dilanjutkan pada masa Khulafaur Rasyidin
dengan adanya inovasi-inovasi dalam berbagai bidang. Misalnya pada masa Umar bin Khattab dalam hal
pengembangan ilmu pengetahuan terjadilah dua gerakan yaitu gerakan perpindahan manusia, orang
arab muslim keluar jazirah arab orang ajam dating kejazirah arab.[22]
Gerakan pengembangan ilmu ini semakin berkembang pada masa Umayyah Khalid Ibnu Yazid
ibnu Muawiyah dilaporkan telah menggunakan jasa dari Istiphan al-Qadim dan lainnya untuk
menerjemahkan karya-karya ilmu kedokteran dan boleh jadi ilmu kimia, farmatikal dan Matematika ke
dalam Bahasa Arab. Penguasa lain yang menunjukkan perhatiannya dalam penerjemahannya terhadap
beberapa ilmu pengetahuan di Alexandria dan Antioch adalah Umar Ibnu Abdul Aziz.[23]
Pada masa Abbasiyah pengembangan ilmu semakin pesat perkembangannya. Gelombang
penerjemahan pada tahun 750-900 [24]yang dipelopori oleh khalifah al Manshur yang kemudian
menjadi "air bah" pada masa khalifah al Ma'mun. Pada masa al Ma'mun berdirilah al Hikmah yang
meupakan pusat pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Menurut Abdel Hamid Sabra, pakar sejarah sains dari universitas Harvard,[25] gerakan
penerjemahan tersebut diatas mewakili fase pertama dari Islamisasi sains. Ia menyebutnya sebagai fase
peralihan atau akuisisi, dimana sains Yunani memasuki wilayah peradaban Islam bukan sebagi penjajah
(an invading force), melainkan sebagi tamu yang diundang (an invited guest). Proses ini terus berlanjut
ke tahap berikutnya yang disebut dengan fase assimilasi atau naturalisasi. Pada tahap ini tuan rumah
bukan sekedar menerima dan menikmati, tetapi juga mulai mampu meramu dan memasak hidangan
sendiri, mencipta menu baru, membuat dan memasarkannya ke masyarakat luas. Fase selanjutnya yaitu
fase kematangan yang berlangsung kurang lebih 500 tahun lamanya, ditandai dengan produktifitas yang
tinggi dan orisinalitas yang luar biasa.
Adapun sebab-sebab kemajuan umat Islam pada masa itu Ali Kettani [26] menengarai lantaran
didukung oleh semangat sebagai berikut:
1. Universalism. Universalisme artinya pengembangan iptek mengatasi sekat-sekat kesukuan, kebangsaan,
bahkan keagamaan.
2. Tolerance. Toleransi artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan iptek dimaksudkan untuk
membuka cakrawala di kalangan para ilmuan, sehingga perbedaan pendapat dipandang sebagai pemacu
kea rah kemajuan, bukan sebagai pengahalang.
3. International character of the market. Pemasaran terhadap hasil-hasil iptek merupakan suatu wahana
untuk menjamin kontinyuitas aktivitas ilmiah itu sendiri, karena itu pasar yang bersift internasional
sangatlah dibutuhkan.
4. Respect for science and scientist. Penghargaan yang tinggi dalam arti, setiap temuan dihargai secra layak
dan memadai sebagai hasil jerih-payah atau usaha seseorang atau kelompok orang.
5. The Islamic nature of both the ends and means of science. Sarana dan tujuan iptek haruslah terkait dengan
nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak boleh bebas nilai, apalagi nilai agama.
Sedangkan menurut Syamsuddin Arif, jika dikaji dan di telusuri dengan teliti, faktor-faktor yang
telah memungkinkan dan mendorong kemajuan sains di dunia Islam pada saat itu (masa keemasan)
antara lain sebagai berikut: [27]
a. Kemurnian dan keteguhan dalam mengimani, memahami dan mengamalkan ajaran Islam (firm adherence
to, understanding and practicing of true Islamic faith and teachings). Keimanan yang teguh, pemahamn
yang memadai, dan kesungguhan dalam mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam Al
Qur’an dan Sunnah itu telah berhasil melahirkan individu-individu ‘siap tempur’ yang unggul secara
mental maupun moralnya, dan pada gilirannya membentuk masyarakat madani yang Islami.
b. Adanya motivasi agama. Sebagaimana kita ketahui Kitab Suci Al Qur’an banyak berisi anjuran untuk
menuntut ilmu, perintah agar kita membaca (iqra’), melakukan observasi (a-fala yarawna), eksplorasi (afala yanzuruna), dan ekspedisi (siru fi l-ardi), melakukan ‘inference to the best explanation’ dalam istilah
falsafah sains kontemporer serta berfikir ilmih rasional (li-qawmin ya’qilun, yatafakkarun).
c. Adanya faktor sosial politik. Tumbuh dan berkembangnya budaya ilmu dan tradisi ilmiah pada masa itu
dimungkinkan antara lain jika bukan terutama oleh kondisi masyarakat Islam yang meskipun terdiri dari
bermacam-macam etnis (arab, parsi koptik, berber, turki dan lain-lain), dengan latar belakang bahasa
dan budaya maing-masing, namun berhasil diikat oleh tali akidah Islam.
Setelah dunia Islam telah merasakan masa keemasannya, sampailah pada masa kemunduran.
Kehancuran Islam dari panggung kemajuan diakhiri dengan tumbangnya Baghdad abad ke-13 M di
tangan Mongolia dengan dihancurkannya hamper seluruh khazanah kebudayaan dan keilmuan. Pusat
studi Islam dihancurkan, buku-buku dibakar dan sebagian disita. [28]
Para pakar banyak mengemukakan sebab-sebab kemunduran sains di dunia Islam. Diantaranya
menurut Profesor Sabra, fase ini merupakan kelanjutan dari tiga fase yang telah disebutkan diatas.
Proses ini disebutnya sebagai "appropriasi". Pada tahap ini aktifitas saintifik mengalami reduksi karena
lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis.[29]
Sedangkan menurut David C. Lindberg [30] (1) oposisi kaum konservatif (2) krisis ekonomi dan
politik (3) keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama yang bertanggung jawab atas
kemunduran sains di dunia Islam. Lain pula dengan apa yang diungkapkan oleh Parvez Hoodbhoy,[31]
menurutnya teologi Ash ariyyah sebagai salah satu penyebab kemundura sains. Menurutnya doktrin
teologi ini membuat kaum Muslim menjadi fatalistik, tidak berfikir rasional dan cenderung bersikap pasif
dalam menyikapi fenomena dan realitas. Lebih jauh lagi Hoodbhoy menuduh imam al-Ghazali sebagai
orang yang bertanggung jawab menghancurkan bangunan sains di dunia Islam.
Namun pendapat Hoodbhay tersebut tidak bisa dibenarkan karena aliran Ash 'ariyyah tidak bias
disamakan dengan fatalistik, karena dalam ajarannya rasio juga mendapatkan porsi walaupun
kedudukan wahyu tetap diutamakan. Selain itu tuduhannya terhadap al Ghazali juga tidak bisa kita telan
begitu saja, karena sebenarnya yang dikritik oleh al Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah adalah sikap para
ilmuan yang saat itu terlalu mendewakan sains bukan sains itu sendiri. Ini dapat dilihat dari nama
kitabnya yaitu Tahafut al-Falasifah bukan Tahafut al-Falsafah.
Disamping itu menurut Cemil Agdogan[32] Al Ghazali, untuk pertama kalinya menghancurkan
otoritas Aristoteles dan pada saat yang sana menabur bibit-bibit filsafat mekanika, fondasi metafisika
untuk sains modern. Maka kontribusinya itu tidak hanya destruktif, tetapi juga konstruktif.
Pada masa kemunduran ini telah terjadi kejumudan dalam dunia intelektual Islam. Taqlid
menjadi suatu tradisi yang sangat berkembang saat itu. Umat Islam tidak mampu mempertahankan
kegemilangan yang telah diraihnya pada masa keemasannya, mereka hanya sekedar menirukan
pendapat-pendapat pendahulunya tanpa mampu menelaah dengan kritis.
Namun perlu diketahui bahwasanya pada masa ini telah lahir beberapa ilmuan muslim antara
lain: Ibnu Majah (1138), Ibnu Thufail (abad ke-12 M), Ibnu Rusd (lahir 1128 M).[33] Namun pemikiran
mereka tidak mampu mengalahkan tradisi taqlid yang sudah mengakar.
Ditengah-tengah kejumudan yang terjadi di dunia Islam, muncullah upaya-upaya untuk
memperbaharui cara berfikir umat Islam menuju paradigma purifikasi (pemurnian) praktek-praktek
keagamaan yang menyimpang. Usaha ini dipelopori oleh Ibnu Taimiyah di penghujung abad ke-13 dan
awal abad ke-14 M.[34] Diparuh abad ke-19 hingga awal abad ke-20 umat Islam mengenal modernisasi
yang dari sini melahirkan ilmuan-ilmuan Muslim seperti Jamaluddin al Afghani, Rasyid Ridha,
Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal dan masih banyak yang lainnya.
Gerakan ini terus berlanjut ketika umat Islam mulai bersentuhan dengan duni modern. Ada tiga
respon umat Islam terhadap modernisasi yang terjadi. Pertama, golongan yang menolak dengan keras
modernisasi. Kedua, golongan yang menelan mentah-mentah modernisasi. Ketiga, golongan yang
menerima modernisasi dengan memfilter terlebih dahulu hal-hal yang tidak sejalan dengan pinsipprinsip Islam.
Sebagaimana ilmu pengetahuan, seni dalam realitas dunia Islam juga sudah mengalami
perkembangan yang cukup signifikan, Al-Qur'an sendiri jika dilihat dari kacamata seni merupakan
sebuah karya seni yang maha agung, yang nilai satranya tidak ada yang mampu menandingi.
Khilafah Islam terdahulu tidak pernah melarang rakyatnya mempelajari seni suara dan musik.
Mereka dibiarkan mendirikan sekolah-sekolah musik dan membangun pabrik alat-alat musik. Perhatian
ke arah pendidikan musik telah dicurahkan sejak akhir masa Daulah Umawiyah, yang kemudian
dilanjutkan pada masa kekhalifahan Abbasiyah sehingga di berbagai kota banyak berdiri sekolah musik
dengan berbagai tingkat pendidikan, mulai dari tingkat menengah sampai tingkat perguruan tinggi.[35]
Catatan tentang kesenian umat Islam banyak disebut orang. Para penemu dan pencipta alat
musik Islam juga cukup banyak jumlahnya, yang muncul sejak pertengahan abad kedua hijriah, misalnya
Yunus al-khatib yang meninggal tahun 135 H, Khalil bin Ahmad (170 H), Ibnu An-Nadiem Al-Naushili (235
H), Hunain Ibnu Ishak (264 H), dan lain-lain.[36]
F. Analisa
Hingga saat ini para pakar-pakar Islam sedang berusaha keras merebut kembali kejayaan Islam
yang pernah dirasakan oleh umat Islam pada masa silam. Sebagai analisa disini penulis melihat perlu
adanya rencana kerja yang harus dilakukan oleh umat Islam pada umumnya dan pakar-pakar Islam pada
khususnya.
Setelah penulis melakukan berbagai pembacaan, maka dapat penulis rumuskan beberapa
langkah konkrit yang harus ditempuh oleh imat Islam, antara lain:
1. Sebagai langkah awal umat Islam tidak boleh menutup mata dari produk ipteks barat. Artinya selama
ipteks itu mendatangkan maslahat bagi umat manusia maka harus dipelajari. Baik itu datangnya dari
barat ataupun ilmu yang dilahirkan dari dunia Islam sendiri.
2. Ilmu dalam Islam tidak bebas nilai. Artinya ipteks haruslah mempunyai nilai-nilai moral dan terutama nilainilai religi.
3. Pengembangan ipteks tersebut haruslah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Konsep yang diajukan diatas diperkuat oleh beberapa pakar Islam. Antara lain: Menurut Mahdi
Ghulsyani dalam bukunya Filsafat Sains Menurut Al Qur’an, mengajukan usulan-usulan berikut ini:
1. Seperti para ulama dan ilmuan abad-abad pertama zaman Islam, kita harus mempelajari seluruh
ilmu yang berguna dari orang lain.
2. Bentuk gabungan yang ada diantara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu kealaman selama hari-hari
puncak Islam harus dibangun kembali, karena sebagaimana telah ditunjukkan bahwa antara titik
akhir agama dan ilmu-ilmu kealaman tidak ada konflik.
3. Untuk mencapai kemerdekaan penuh umat Islam, negara-negara muslim perlu mengambil
langkah-langkah untuk melatih para spesialis didalam segala bidang keilmuan dan industri yang
penting.
4. Penyelidikan ilmiah harus dipikirkan sebagai sebuah pencarian penting dan mendasar, dan
bukanlah pencarianyang sekedarnya.
5. Harus ada kerjasama antarnegara Muslim dalam masalah riset teknologi dan keilmuan.[37]
Sedangkan Isma’il Raji al Faruqi dengan konsep Islamisasi pengetahuan mengajukan rencana
kerja sebagai berikut:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern.
2. Penguasaan khasanah Islam.
3. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern.
4. Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu modern.
5. Pengarahan aliran-aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana
Allah SWT.[38]
Beberapa usulan yang ditawarkan oleh Mahdi Ghulsyani dan Isma’il Raji al Faruqi pada dasarnya
merupakan tawaran yang konkrit dan sebenarnya intinya sama namun al Faruqi lebih ditekankan pada
ilmu pengetahuannya sedangkan Ghulsyani aspek teknologi juga diperhatikan sehingga adanya
kerjasama antar Negara-negara muslim adalah suatu keniscayaan.
G. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut:
1. ilmu pengetahuan merupakan kumpulan beberapa pengetahuan manusia tentang alam empiris
yang disusun secara logis dan sistematis. Teknologi merupakan penerapan dari ilmu
pengetahuan tersebut, yang tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan manusia. Seni
merupakan penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan
perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera.
2. Ipteks dalam Islam tidak boleh lepas dari nilai-nilai religi dan yang pasti tujuannya adalah
sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
3. Sebenarnya antara agama dalam hal ini Islam tidak ada pertentangan sama sekali, bahkan di Al
Qur’an banyak disinggung ayat-ayat yang berbicara tentang ipteks.
4. Dalam realitas sejarah, dunia intelektual Islam pernah menikmati masa keemasannya, demikian
juga dengan seni.
5. Untuk meraih kembali masa kegemilangan tersebut maka diperlukan langkah-langkah kongkrit
antara lain dengan mempelajari iptek yang tujuannya untuk kemaslahatan manusia, dan yang
utama adalah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah sehingga ipteks tidak bebas nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Agdogan, Cemil. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No 4, Januari-Maret
2005.
Al Faruqi, Isma’il Raji. Islamisasi Pengetahuan. Pustaka. Bandung. 1984
Al Baghdadi, abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik & Tari. Gema Insani Press. Jakarta.
1991
Amsari, Fuad. Islam Kaaffah: Tantangan Sosial Dan Aplikasinya Di Indonesia. Gema Insani Press. Jakarta. 1995.
Arif, Syamsuddin. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No 6, Juli September
2005.
Bucaille, Maurice. Asal Usul Manusia: Menurut Bibel AL-Quran Sain. Mizan Bandung. 1998.
Butt, Nasim. Sains dan Masyarakat Islam. Pustaka Hidayah. Bandung. 2001.
Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur'an di Indonesia. Mizan. Bandung. 1996.
Gani, Bustami A & Umam, Chatibul (ed). Beberapa Aspek Ilmiah tentang Al-Qur'an, PTIQ, Jakarta, 1986.
Ghuslsyani, Mahdi. Filsafat-Sains Menurut AL-Quran. Mizan. Bandung. 1998.
Hartoko, Dick. Manusia Dan Seni. Kanisius. Yogyakarta. 1993
Komaruddin. Kamus Riset. Angkasa. Bandung. 1987.
Muntasyir, Rizal & Munir, Misnal. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2001
Mushoffa Imam, & Musbikin, Aziz. Kloning Manusia Abad XXI ; Antara Harapan, Tantangan Dan
Pertentangan.Forum Studi Himanda.Yogyakarta. 2001.
Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat : Diskripsi Analisis Abad Keemasan Islam.
Risalah Gusti. Surabaya. 1996.
Nasution, Harun. Islam Rasional. Mizan. Bandung. 1995.
Nurhakim, Moh. Metodologi Studi Islam. UMM Press. Malang. 2004.
Rais, M.Amin. Cakrawala Islam : Antara Cita Dan Fakta. Mizan. Bandung. 1999.
Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: kisah Hikmah Dan Kehidupan. Mizan. Bandung. 1999.
Soejoeti, Zalbawi, et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1998.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Kencana. Jakarta Timur.
2003.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Dep Dik Bud. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka .Jalarta 1999.
Tim Penyusun ensiklopedia indonesia. Ensiklopedia Indonesia. PT. Ikhtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. jilid V
[1] Mahdi Ghulsyani,. Filsafat-Sains Menurut AL-Quran. Mizan. Bandung. 1998. h: 57
[2] Imam Mushoffa, Aziz.Musbikin. Kloning Manusia Abad XXI; Antara Harapan, Tantangan Dan
Pertentangan. Forum Studi Himanda.Yogyakarta. 2001. h: XII
[3] Zalbawi Soejoeti,. et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1998. h: XIII
[4] Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka .Jalarta 1999. h:371
[5] Zalbawi Soejoeti, Op.Cit., h: 148
[6] M.Amin Rais. Cakrawala Islam : Antara Cita Dan Fakta. Mizan. Bandung. 1999. h: 108
[7] Komaruddin. Kamus Riset. Angkasa. Bandung. 1987. h: 275-276.
[8]Zalbawi Soejoeti, et.al.. Op.Cit., h: 150
[9] Tim Penyusun ensiklopedia indonesia, Ensiklopedia Indonesia, PT. Ikhtiar Baru-Van Hoeve,
Jakarta, jilid V,. h: 3080-3081
[10] Dick Hartoko, Manusia Dan Seni, Kanisius, Yogyakarta, 1993. h: 16
[11] Harun Nasution. Islam Rasional. Mizan. Bandung. 1995. h: 292
[12]Fuad Amsari. Islam Kaaffah: Tantangan Sosial Dan Aplikasinya Di Indonesia. Gema Insani Press. Jakarta.
1995. h:70
[13] Imam Mushoffa, Aziz.Musbikin. Loc.Cit.
[14]Mahdi Ghulsyani. Op.Cit., h: 62
[15] Untuk penjelasan lebih lengkap lihat buku Abdurrahman Al-Baghdadi. Seni Dalam Islam: Seni
Vokal, Musik & Tari. Gema Insani Press. Jakarta. 1991
[16] Abdurrahman Al-Baghdadi. Seni Dalam Islam: Seni Vokal, Musik & Tari. Gema Insani Press.
Jakarta. 1991. h: 21
[17] M. Quraish Shihab. Lentera Hati: kisah Hikmah Dan Kehidupan. Mizan. Bandung. 1999. h: 371
[18] Maurice Bucaille. Asal Usul Manusia: Menurut Bibel AL-Quran Sain. Mizan Bandung. 1998. h: 195
[19] Nasim Butt. Sains dan Masyarakat Islam. Pustaka Hidayah. Bandung. 2001. h: 60.
[20] Bustami A Gani & Chatibul Umam (ed). Beberapa Aspek Ilmiah tentang al-Qur'an, PTIQ,
Jakarta, 1986. h : 162.
[21] Howard M. Federspiel. Kajian Al-Qur'an di Indonesia. Mizan. Bandung. 1996. h: 233.
[22] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Kencana.
Jakarta Timur. 2003. h: 29.
[23]Mehdi Nakosteen. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat : Diskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam. Risalah Gusti. Surabaya. 1996. h:208
[24] Musyrifah Sunanto. Op.Cit., h: 79
[25] A.E. Sabra dalam Syamsuddin Arif. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS.
Jakarta. Thn I No 6, Juli September 2005. h: 88
[26] Ali Kettani. 1984. h: 85 dalam Rizal Muntasyir & Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. 2001 h:129
[27] Syamsuddin Arif. Op.Cit., h: 89
[28] Moh Nurhakim. Metodologi Studi Islam. UMM Press. Malang. 2004. h: 160.
[29]Syamsuddin Arif. Op.Cit., h: 91
[30] David C. Lindberg dalam Ibid.
[31] Parvez Hoodbhoy dalam Ibid, h: 93
[32] Cemil Agdogan. Islamia: Majalah Pemikiran Dan Peradaban Islam. INSISTS. Jakarta. Thn I No
4, Januari-Maret 2005. h: 95
[33] Moh Nurhakim. Op.Cit., h: 162.
[34] Moh Nurhakim. Ibid, h: 163.
[35] Abdurrahman Al-Baghdadi. Op.Cit. h: 97
[36] Ibid. h: 97-98
[37] Mahdi Ghuslsyani. Op.Cit., h:60-61
[38] Isma’il Raji al Faruqi. Islamisasi Pengetahuan. Pustaka. Bandung. 1984. h: 98
Posted by hanunah at 7:25 AM
Labels: Tugas Makalah S2
Download