PENGARUH TERAPI CONTRAST BATH (RENDAM AIR HANGAT DAN AIR DINGIN) TERHADAP EDEMA KAKI PADA PASIEN PENYAKIT GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUD UNGARAN, RSUD AMBARAWA, RSUD KOTA SALATIGA DAN RSUD TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH I Ketut Agus Hida Purwadi *) Gipta Galih W, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB**), Dewi Puspita, S.Kp. Ns., M.Sc.**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Edema (bengkak) merupakan salah satu manifestasi klinis dari penyakit gagal jantung kongestif karena penumpukan cairan pada exstremitas maupun pada organ dalam tubuh. Salah satu untuk mengatasi edema kaki yaitu dengan terapi contrats bath, terapi ini akan mengurangi tekanan hidrostatik intra vena yang menimbulkan pembesaran cairan plasma ke dalam ruang intertisium dan cairan yang berada di intertisium akan kembali ke vena. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh terapi contrast bath (rendam air hangat dan air dingin) terhadap edema kaki pada pasien penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga Dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Studi dilakukan adalah quasy experiment dengan pendekatan non equivalen control group design pada 18 pasien gagal jantung kongestif yang mengalami edema kaki di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga Dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah 9 menjadi kelompok intervensi dan 9 menjadi kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata edama kaki pada pasien pretest dan postest pada kelompok perlakuan yaitu 6,11 dan 3,44 sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 5,78 dan 5,00, ada perbedaan edema kaki pretest dan postest kelompok perlakuan (p-value 0,000), ada perbedaan edema kaki pretest dan postest kelompok kontrol (p-value 0,001) serta pvalue (0,034) < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi contrast bath terhadap edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan di RSUD Ungasran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga Dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian baik RSUD beserta perawat disarankan untuk melakukan terapi contrast bath sesuai prosedur yang benar secara rutin. Kata kunci Daftar pustaka : Terapi contrast bath, edema kaki, penyakit gagal jantung kongestif. : 32 literatur (2004 – 2014) I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 The Effects Of Contrast Bath Therapy (Warm And Cold Water Foot Bath) Toward Leg Edema in Patients With Congestive Heart Failure In Ungaran General Hospital, Ambarawa General Hospital, Salatiga General Hospital and Tugurejo General Hospital. ABSTRACT Edema (swelling) is one of the clinical manisfestations the congestive heart failure disease due to a buildup of fluid in extremities and the organs in the body. One way to cope with leg edema is by doing contrast bath therapy, which will reduce the intravenous hydrostatic pressure that causes enlargement of plasma fluid into the intertisium chamber and the fluid in intertisium will go back to the vein. The purpose of this study was to determine the effect of contrast bath therapy (warm and cold water foot bath) toward leg edema on patients with congestive heart failure in Ungaran General Hospital, Ambarawa General Hospital, Salatiga General Hospital and Tugurejo General Hospital. The study was done by using quasy experiment with non-equivalent control group design in 18 patients with congestive heart failure who suffered from leg edema in Ungaran General Hospital, Ambarawa General Hospital, Salatiga General Hospital and Tugurejo General Hospital, in which 9 people in intervention and 9 people in control group. The results showed that the means of leg edema in patients with congestive heart failure of pretest and posttest were 6,11 and 3,44 namely in the treatment group, whereas in the control group were 5,78 and 5,00 namely, there were differences of leg edema of pretest and posttest in the treatment group (p-value 0.000), differences of leg edema of pretest and posttest in the control group (p-value 0.001) and the p-value (0.034) <α (0.05). It could be concluded that there was a significant influence of contrast bath therapy (warm and cold water foot bath) toward leg edema in patients with congestive heart failure in Ungaran General Hospital, Ambarawa General Hospital, Salatiga General Hospital and Tugurejo General Hospital. Based on these results the patiensts are advised to conduct the therapy rountinely Keywords References : contrast bath therapy, leg edema, congestive heart failure. : 32 literatures (2004 – 2014) PENDAHULUAN Masalah kesehatan terutama penyakit kardiovaskuler menjadi masalah kesehatan yang utama dalam masyarakat pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Gagal jantung kongestif merupakan satu – satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Setengah dari pasien yang terdiagnosa gagal jantung masih mempunyai harapan untuk hidup selama 5 tahun (Pangastuti, 2009). Sekitar 250,000 pasien meninggal oleh sebab gagal jantung baik langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya, dan angka tersebut telah meningkat 6 kali dalam 40 tahun terakhir. Resiko kamatian dari penyakit gagal jantung setiap tahunnya sebesar 5 – 10%, pada pasien dengan gejala ringan akan meningkat hingga 30 – 40% hingga berlanjutnya penyakit (Joesof, 2007). I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Mubarak, 2008). Gagal jantung kiri : kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Gagal jantung kanan : bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer (Smeltzer & Bare, 2008). Edema ektremitas bawah adalah salah satu manifestasi dari gagal jantung kanan. Pada kondisi vena yang terbendung (congesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskuler (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskuler oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan maka terjadi edema (Grossman & Brown, 2009. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Smeltzer & Bare, 2008). Terapi lain yang dapat dilakukan yaitu contrast bath. Contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki sebatas betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan dilanjutkan dengan air dingin, dimana suhu dari air hangat antara 36,6 – 43,3°C dan suhu air dingin antara 10 – 20 °C (Sabelman, 2004). Dengan merendam kaki yang edema dengan terapi ini akan mengurangi tekanan hidrostatik intra vena yang menimbulkan pembesaran cairan plasma ke dalam ruang interstisium dan cairan yang bererada di intertisium akan kembali ke vena sehingga edema dapat berkurang (Mcneilus, 2004). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Ungaran dan RSUD Ambarawa dengan metode observasi, wawancara dan melakukan tindakan dengan 3 pasien yang menderita gagal jantung kongestif dan memiliki edema dikakinya, didapatkan hasil kedalaman pitting edema yang berbeda, yaitu 1 pasien dengan kedalaman pitting edema 6 mm, 1 pasien dengan kedalaman pitting edema 5 mm dan 1 pasien dengan kedalaman pitting edema 3 mm. Berdasarkan fenomena dan studi pendahuluan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ pengaruh terapi contrast bath (rendam air hangat dan air dingin) terhadap edema kaki pada pasien gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah”. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Rancangan eksperimen semu (quasi eksperiment) yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan non equivalent control group design dimana desain quasi eksperimen mempunyai kesamaan dengan pretestposttest with control group. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal jantung kongestif yang memiliki edema kaki yyang ada di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah sebanyak 25 pasien. Dengan jumlah sampel 9 pasien untuk kelompok perlakuan dan 9 pasien untuk kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2010). HASIL PENELITIAN A. Analisi Univariat Tabel 1.1 Gambaran edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah terapi contrast bath. Variabel n Mean SD Minmaks Edema kaki Sebelum Sesudah 9 9 6,11 3,44 1,9 1,5 3-9 1-6 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa nilai rata – rata pada edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 6,11 mm dengan nilai terrendah adalah 3 mm dan nilai tertinggi adalah 9 mm. Dan nilai rata – rata pada edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok perlakuan sesudah dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 3,44 mm dengan nilai terrendah adalah 1mm dan nilai tertinggi adalah 6 mm. Tabel 1.2 Gambaran edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah terapi contrast bath. Variabel Edema Kaki Sebelum Sesudah n Mean SD Min-maks 9 9 5,78 5,00 1,5 1,2 3-8 3-7 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa nilai rata – rata pada edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol sebelum dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 5,78 mm dengan nilai terrendah adalah 3 mm dan nilai tertinggi adalah 8 mm. Nilai rata – rata pada edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol sesudah dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 5,00 mm dengan nilai terrendah adalah 3 mm dan nilai tertinggi adalah 7 mm. B. Analisi Bivariat Tabel 1.3 Perbedaan edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah terapi contrast bath. Variabel Mean Δ SD t P value Edema Kaki Sebelum Sesudah 5,78 5,00 0,778 1,5 1,2 5,29 0,001 Tabel 1.3 menunjukkan bahwa nilai rata – rata edema kaki sebelum dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 6,11 mm dan nilai rata – rata edema kaki sesudah dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 3,44 mm dengan selisih penurunan kedalaman edema sebanyak 2,68 mm. Hasil uji statistik dengan uji dependent t test didapatkan nilai p 0,000, berarti ada perbedaan yag signifikan edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah latihan terapi contrast bath. Tabel 1.4 Perbedaan edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah terapi contrast bath. Variabel Edema Kaki Sebelum Sesudah Mean Δ SD t P value 6,11 2,667 1,9 16,0 0 0,000 3,44 1,5 Tabel 1.4 menunjukkan bahwa nilai rata – rata edema kaki sebelum dilakukan latihan terapi pada kelompok kontrol adalah 5,78 mm dan nilai rata – rata edema kaki sesudah dilakukan latihan terapi pada kelompok kontrol adalah 5,00 mm dengan selisih penurunan kedalaman edema 0,78 mm. Hasil uji statistik dengan uji dependent t test didapatkan nilai p 0,001, berarti ada perbedaan yang signifikan edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah latihan terapi contrast bath. Tabel 1.5 Pengaruh terapi contrast bath terhadap edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Kelompo k Perlakua n Kontrol Variabe l Edema Kaki Mea n SD t P value Sesudah 3,44 1,5 3,32 0,034 Sesudah 5,00 1,2 Tabel 1.5 menunjukkan bahwa nilai rata – rata edema kaki setelah dilakukan latihan terapi contrast bath pada kelompok perlakuan adalah 3,44 mm dan nilai rata-rata edema kaki setelah dilakukan latihan terapi pada kelompok kontrol adalah 5,00 mm. Hasil uji statistik dengan uji independent t test didapatkan nilai p 0,034, berarti ada pengaruh yang signifikan terapi contrast bath terhadap edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. PEMBAHASAN Pengaruh Terapi Contrast Bath Terhadap Edema Kaki Pada Pasien Penderita Penyakit Gagal Jantung Kongestif Di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Nilai rata – rata edema kaki setelah dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 3,44 dan nilai rata – rata edema kaki setelah dilakukan latihan terapi pada kelompok kontrol adalah 5,00. Hasil uji statistik dengan uji independent t test didapatkan nilai p 0,034, berarti ada perbedaan pengaruh terapi contrast bath terhadap edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Dapat dilihat adanya perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada post test yaitu adanya penurunan kedalaman edema yang diberikan terapi contrast bath pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol. Edema kaki bisa menjadi awal gejala serius yang mendasari masalah, atau kondisi patologis apapun (Goroll & Mulley, 2009). I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 Edema pada kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomudasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkululasi vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependent) dan secar bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Itu masalah serius melibatkan jantung, pembuluh darah, pernapasan, ginjal, hati, atau sistem hematologi. Sebaliknya, edema kaki bisa menjadi ketidaknyamanan dengan etiologi yang tidak diketahui. Edema kaki adalah presentasi sering keluhan yang menuntut strategi diagnostik dan rujukan yang tepat (Seller & Symons, 2011). Sebuah pemahaman yang jelas tentang patofisiologi sangat penting untuk mengelola masalah secara efektif. Menurut Stems (2013), dua langkah utama terjadi pada pembentukan edema: (a) pergerakan cairan dari kompartemen vaskuler ke kompartemen interstitial sebagai akibat dari perubahan dinamika, dan (b) retensi natrium dan air oleh ginjal. Cairan keluar dari kompartemen vaskuler mengurangi volume sirkulasi efektif dan perfusi akhirnya ginjal. Penurunan perfusi ginjal mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, sehingga air dan retensi natrium oleh ginjal dan kembali volume plasma menuju normal. Mekanisme kompensasi ini membantu untuk membangun kembali volume plasma di kompartemen intravaskular. Hasilnya adalah ekspansi ditandai volume cairan ekstrasel dan volume plasma yang mendekati normal (Simon, 2014). Terapi contrast bath adalah Perawatan dengan berendam kaki sebatas betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan dilanjutkan dengan air dingin, dimana suhu dari air hangat antara 36,6 – 43,3°C dan suhu air dingin antara 10 – 20 °C (Sabelman, 2004). Dangan selisih waktu 3 menit di dalam air hangat dan 1 menit di air dalam dingin. Dilakukan kompres dengan kain handuk untuk bagian-bagian tubuh yang tidak dapat direndam air dengan mudah, yang membuat pembuluh - pembuluh darah mengembang atau menyempit bersamaan dengan panas dan dingin yang meningkatkan sirkulasi darah ke bagian tubuh yang dirawat (Mcneilus, 2004). Keadaan ini sesuai pendapat dari Martin (2005) bahwa merendam kaki yang edema dengan terapi ini akan mengurangi tekanan hidrostatik intra vena (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung) yang menimbulkan pembesaran cairan plasma ke dalam ruang interstisium dan cairan yang bererada di intertisium akan kembali ke vena sehingga edema dapat berkurang. Masing – masing pasien juga mendapatkan terapi diuretik serti (Furosemide, lasik dan farsik) dan dipengaruhi oleh intake cairan pasien. Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat – zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal (Ahmad, 2009). Jenis diuretik yang diberikan pada pasien dengan gagal jantung yaitu Loop diuretik seperti furosemid, obat ini bekerja pada daerah Ansa Henle di mana 20% sampai 25% natrium diserap kembali di Ansa Henle. Diuretik loop menghambat I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 reabsorpsi NaCl dalam Ansa Henle dengan menghambat kotranspor Na/K/2Cl (Neal, 2002). Pemberian bersamaan dengan NSAIDs dapat mengurangi kemanjuran diuretik (Dipiro et al, 2008). Pemberian diuretik loop secara oral diindikasikan untuk mengurangi edema perifer dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat (kronis). Pemberian intravena dapat dilakukan pada pasien dengan edema paru akibat gagal jantung akut (Neal, 2002). Konsisten dengan hipotesis yang peneliti tetapkan, perendaman air panas lama dalam siklus kedua contrast bath bisa menciptakan fluktuasi yang cukup dalam kecepatan darah arteri. Hasil penelitian Yu Shih et al (2012) merekomendasikan bahwa waktu perendaman dari ekstremitas dalam air panas harus ditingkatkan secara bertahap selama fase pengobatan selanjutnya, Yu Shih et al (2012) meneliti efek dari contrast bath dengan rasio yang berbeda dari pemanasan ke waktu pendinginan pada kecepatan darah arteri brakialis pada pria dan wanita muda. Temuan utama adalah bahwa: (1) contrast bath dengan rasio waktu tetap 3 : 1 disebabkan fluktuasi disebabkan kecepatan darah arteri melalui intervensi selama 12 menit, dengan penurunan dicatat dalam tingkat fluktuasi kecepatan darah arteri selama dilakukan perendaman, dan (2) contrast bath dengan perendaman air panas lama dalam siklus kedua menghasilkan fluktuasi yang cukup dalam kecepatan darah arteri, serta menyediakan terus meningkat AMBV% yang mencapai manfaat maksimal dalam fluktuasi setelah menit ketujuh. KESIMPULAN Nilai rata – rata pada edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok perlakuan pretest adalah 6,11 mm dan posttest adalah 3,44 mm, sedangkan nilai rata – rata pada edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol pretest adalah 5,78 mm dan posttest adalah 5,00 mm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh terapi contrast bath terhadap edema kaki pada pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. SARAN 1. Bagi perawat Diharapkan bisa menjadi sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien dengan terapi contrast bath. 2. Bagi Penelitian Hendaknya dapat menggali lebih dalam faktor instrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi edema kaki pada pasien. DAFTAR PUSTAKA Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. Dahlan , M . Sopiyudin. (2011). Statistik untuk kedokteran & kesehatan. Jakarta : Salemba Medika Doughty, R.M., White, H.D. (2007). Epidemiology of Heart Failure, University of Auckland New Zealand. Available from: http://spinger.com/cda/content/docu ment/cda_downloaddocument/97818 48001015-c2.pdf. Accessed 26 Oktober 2012. Grossman, S dan Brown, D. (2009). Congestive Heart Failure and I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015 Pulmonary Edema. Http://emedicine.medscape.com Guyton, Arthur c & Hall. (2004). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi kesebelas). Alih Bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: EGC. Hellermann, J.P. (2007). Incidence of heart failure after myocardial infarction. http://m.aje.oxfordjournals.org/conte nt/157/12/1101.long?view=long&pm id=127 96046. Martin M. (2005). The Draw Of The Bath. Http:// seattlitimes.nwsource.com/pacificnw /2005/0203/fitness.html. accessed july 5, 2005. Mary Ann McNeilus, M.D. (2004). Jalan Kesembuhan Dari Allah. Diterjemahkan oleh : Ni Ketut Mirahayuni. Mubarak. (2008). Gagal Jantung. Http://emedicine.medscape.com Seller, R.H., & Symons, A.B. (2011). Dif ferential diagnosis of common complaints. Philadelphia, PA: Saunders. Shih, C., Lee, W., Lee, C., Huang, C., & Wu, Y. (2012). Effect of time ratio of heat to cold on brachial artery blood velocity during contrast baths. Physical Therapy, 92(3), 44853. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/ 963334046?accountid=38628 Simon, E. B. (2014). Leg edema assessment and management. Medsurg Nursing, 23(1), 44-53. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/ 1506150605?accountid=38628 Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2008). Buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth. Alih bahasa: Agung Waluyo. Edisi 8. Cetakan 1. Volume 2. Jakarta: EGC. Sugiyono. (2006). Statistik untuk penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2008). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Potter, P. A. dan Perry, A, G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Jakarta : EGC. I Ketut Agus Hida Purwadi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2015