FASISME DALAM SEJARAH PENDAHULUAN Fasisme merupakan salah satu ideologi besar yang berkembang cukup fenomenal. Fasis berasal dari Italia yang berarti mementingkan kepentingan negara di atas segalagalanya, mengunggulkan dominasi kelompok, ras, atau bangsa dan menganggap remeh bangsa lain. Dalam prakteknya, negara Fasis memerintah secara otoriter. Hal ini dikarenakan di negara-negara Fasis, pemerintah menggunakan dalih bahwa keputusan yang dibuat pemerintah merupakan tindakan demi negara, jadi barang siapa yang menentang pemerintah maka dianggap tidak tunduk pada negara. Pemerintahan Fasis menjadikan militer sebagai basis kekuatan untuk mempertahankan kekuasaannya. Negara-negara Fasis yaitu Italia, Jerman, Jepang dan Spanyol jelas mengandalkan dominasi militer untuk mencapai tujuannya. Sehingga tidak heran negara-negara fasis sangat maju dibidang teknologi perang daripada negara-negara komunis (yang identik dengan negara-negara terbelakang) ataupun negara-negara kapitalis (yang didominasi negara-negara maju). Perang Dunia II tidak lebih dari perang antara negara-negara Fasis (blok sentral) melawan negara-negara sekutu. Sekarang ini negara-negara fasis sudah runtuh, karena sudah kalah diberbagai bidang dengan negara-negara kapitalis. Seluruh dunia menyadari bahwa hegemoni negara tidak hanya berdasar dari dominasi milliter tapi dari kekuatan ekonomi. 1 A. Latar Belakang Fasisme Fasisme (/ fæʃɪzəm /) adalah, gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal negara totaliter yang berusaha mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya "manusia baru" yang ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik, dan eugenika kebijakan keluarga termasuk. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan akan dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. pemerintah Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara. Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Kondisi penting lainnya dalam pertumbuhan negara fasis adalah perkembangan industrialisasi. Munculnya negara industri, memunculkan ketegangan sosial dan ekonomi. Jika liberalisme adalah penyelesaian ketegangan dengan jalan damai yang mengakomodasi kepentingan yang ada, maka fasisme mengingkari perbedaan kepentingan secara paksaan. Fasisme mendapat dukungan pembiayaan dari industriawan dan tuan tanah, karena kedua kelompok ini mengharapkan lenyapnya gerakan serikat buruh bebas, yang dianggapnya menghambat kemajuan proses produksi dalam industri. Sumber dukungan lain bagi rezim fasis adalah kelas menengah, terutama pegawai negeri. Mereka melihat fasisme adalah sebuah sarana untuk 2 mempertahankan prestise yang ada sekaligus perlindungan politik. Fasisme juga memerlukan dukungan dari kaum militer, sebagaimana fasisme Jerman, Italia dan Jepang, sebagai jalan menuju militerisasi rakyat. Meskipun fasisme bukan merupakan akibat langsung dari depresi ekonomi, sebagaimana teori marxis, tetapi jelas kaum fasis memanfaatkan hal itu. Banyaknya angka pengangguran akibat depresi, melahirkan kelompok yang secara psikologis menganggap dirinya tidak berguna dan diabaikan. Saat hal ini terjadi, maka fasisme bekerja dengan memulihkan harga diri mereka, dengan menunjukkan bahwa mereka adalah ras unggul sehingga mereka merasa dimiliki. Dengan modal inilah, maka fasisme juga memperoleh dukungan dari rakyat lapisan bawah. Dengan demikian, fasisme bekerja pada setiap lapisan masyarakat. Fasisme memanfaatkan secara psikologis kesamaan-kesamaan pokok yang ada seperti: frustasi, kemarahan dan perasaan tak aman. Tak aneh, jika dalam sejarahnya rezim fasis senantiasa mendapatkan dukungan masyarakat. Terutama hal ini jelas terjadi di Jerman. B. Ciri-ciri Fasisme 1. Nasionalisme militan, menyatakan keunggulan ras dan budaya kelompok etnis dominan dan menegaskan hak yang melekat bahwa kelompok mendapat posisi dominan khusus atas orang lain baik di dalam negeri dan tatanan internasional 2. Pemujaan pemimpin nasional tunggal karismatik dan menjadi representasi paling sejati dari cita-cita budaya nasional. 3. Penekanan pada kebutuhan mutlak persatuan nasional yang lengkap, yang membutuhkan sebuah organisasi negara yang sangat kuat dan disiplin (terutama sebuah polisi rahasia yang luas dan aparatus sensor), tak terbatas dengan pembatasan konstitusional atau persyaratan hukum dan di bawah dominasi absolut dari pemimpin dan gerakan politik atau partai. 4. Militan anti-Komunisme ditambah dengan keyakinan dalam ancaman ekstrim dan nyata terhadap keamanan nasional dari pasukan Komunis kuat dan ditentukan baik di dalam maupun luar negeri. 5. Penghinaan untuk sosialisme demokratis, kapitalisme demokratis, liberalisme, dan segala bentuk individualisme, dengan menyatakan bahwa negara di atas segalagalanya. 6. Pemuliaan kekuatan fisik, loyalitas pribadi fanatik terhadap pemimpin. 3 7. Sebuah alat yang canggih untuk propaganda sistematis penduduk untuk menerima nilai-nilai dan ide-ide melalui manipulasi terampil dari media massa, yang benarbenar dimonopoli oleh rezim sekali gerakan datang ke kekuasaan 8. Sebuah kecenderungan menuju mengejar kebijakan luar negeri militeristik dan agresif. 9. Ketat regulasi dan pengendalian ekonomi oleh rezim melalui beberapa bentuk perencanaan ekonomi korporatis dimana bentuk hukum kepemilikan pribadi industri nominal diawetkan tetapi di mana kedua pekerja dan kapitalis wajib menyerahkan rencana mereka dan tujuan untuk negara yang paling rinci peraturan dan upah yang luas dan kontrol harga, yang dirancang untuk memastikan prioritas tujuan kepemimpinan politik atas kepentingan ekonomi pribadi rakyat. C. Teori dan Praktek Fasisme Tidak seperti komunisme, fasisme tidak memiliki landasan prinsipil yang baku atau mengikat perihal ajarannya. Apalagi dewasa ini dapat dipastikan, bahwa fasisme tidak memiliki organisasi yang menyatukan berbagai prinsip fasis yang bersifat universal. Namun demikian, bukan berarti fasisme tidak memiliki ajaran. Setidaknya para pelopor fasisme meninggalkan jejak ajaran mereka perihal fasisme. Hitler menulis Mein Kampft, sedangkan Mussolini menulis Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model Italialah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasis di dunia, karena wawasannya yang bersifat moderat. Menurut Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur: 1. Ketidakpercayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin. 2. pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep persamaan tradisi yahudikristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan. 4 3. Kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah. 4. Pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit. 5. Totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan. 6. Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme. 7. Fasisme memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional. 5 D. Ekonomi Fasis Ekonomi fasis menurut Ebenstein memiliki ciri negara korporasi. Dalam pemahaman ini, negara berkuasa untuk menata dan mengawasi system perekonomian. Negara fasis mengatur asosiasi modal dan tenaga kerja, dimana tenaga kerja diawasi dan asosiasi mendapatkan monopolinya. Dengan demikian negar berfunsi sebagai kelompok penengah. Ada dua asumsi yang mendasari filsafat negara korporasi. Pertama,masyarakat biasa tidak boleh memikirkan hal-hal yang bersifat politik. Mereka hanya berhak menjalankan tugasnya sendiri-sendiri. Kedua, para elitlah yang dianggap memiliki kemampuan untuk memahami masalah seluruh anggota masyarakat. Karena itu hanya mereka yang berhak memerintah. Demokrasi dengan tegas menolak hal ini. Demokrasi melihat bahwa aspek ekonomi dan politik adalah sesuatu yang tak terpisahkan. Selain itu sangat tidak mungkin para penguasa menggantikan “perasaan’ masyarakat yang dikuasai, terlebih lagi adanya prinsip kelas unggul di dalam masyarakat. Bagi kaum fasis sendiri, Italia misalnya, negara korporasi bukanlah suatu respons atas kapitalisme maupun sosialisme liberal. Melainkan adalah suatu solusi kreatif dalam memikirkan kemakmuran ekonomi. Namun demikian, bagaimanapun fasisme yang totaliter tidak pernah mengizinkan persaingan bebas. Negara harus menunjukkan kuasanya diatas kepentingan atau unsur apapun. Pada akhirnya, negara korporasi fasis terbukti kebangkrutannya. Saat Italia mulai dikalahkan oleh tentara sekutu pada Perang Dunia II, maka kepercayaan terhadap Il Duce juga memudar. Akhirnya, Mussolini harus merasakan hukuman mati dari rakyatnya sendiri. E. Perbandingan Negara-negara Fasis 1. Italia Italia adalah negara awal berkembangnya fasisme. Gerakan fasis di Italia adalah sebuah gerakan spontanitas massa yang masif, dengan para pemimpin baru yang berasal dari rakyat biasa. Gerakan fasis Italia berasal dari gerakan plebian (catatan: plebian berarti berasal dari rakyat biasa), disetir dan dibiayai oleh kekuatan borjuis besar. Fasisme berkembang dari kaum borjuis kecil, kaum lumpenproletar, bahkan pada tingkatan tertentu dari massa proletar. Perkembangan Fasis di Italia dipimpin oleh Musolini dengan mendirikan partai 6 Berikut ini usaha-usaha Benito Mussolini untuk mengembangkan fasisme di Italia. a. Mengobarkan semangat Italia Irredenta untuk mempersatukan seluruh bangsa Italia. b. Memperkuat angkatan perang. c. Menguasai seluruh Laut Tengah sebagai Mare Nostrum atau Laut Kita. d. Menduduki Ethiopia dan Albania. Setelah Perang Dunia Ke I, pemerintahan di Italia dipegang oleh Kaisar Victor Emmanuel III yang lemah, tidak tegas dan tidak disukai rakyatnya. Dalam keadaan sperti itu muncul golongan Ultra Nasionalis yang mendapat dukungan besar dari rakyat. Pada tahun 1919 golongan Ultra Nasionalis berhasil mendirikan Partai Fasis dibawah pimpinan Benito Mussolini. Tahun 1922 Mussolini berhasil merebut pemerintahan stelah berkuasa, Benito Mussolini menjalankan tugas panggilan suci yaitu mengembalikan masa kejayaan Romawi Kuno yang diberi nama Italia La Prima. Kebaktian yang mutlak kepada bangsa dan Negara menjadi prinsip dasar bagi pendidikan fasisme di Italia. Pada tahun 1922 itu Partai Fasis yang dipimpin oleh Benito Mussolini dan beranggotakan 50 ribu orang mengadakan long march ke Roma dengan tujuan menuntut Perdana Menteri Italia untuk mengundurkan diri. Raja Italia menunjuk Mussolini sebagai perdana menteri, mulailah pemerintahan dictator Mussolini ( 1922 - 1944 ). Dengan paham fasisnya, Mussolini melaksanakan tindakan - tindakannya sebagai berikut. a. Diadakannya perjanjian Lateran ( 1929 ) dengan Sri Paus di Roma, yang menghasilkan terbentuknya Negara Vatikan seluas 44 ha. Selesailah soal Roma, yaitu pertentangan antara Paus dan pemerintahan Italia. b. Untuk melaksanakan Italia Irredenta-nya , pada tahun 1934, Italia bersahabat dengan Perancis karena khawatir terhadap kekuasaan Jerman. c. Pada tahun 1936, Italia dapat menduduki Ethiopia sehingga Kaisar Ethiopia mengajukan protes ke LBB, akhirnya Italia keluar dari LBB. d. Membantu Jendral Franco dalam perang saudara di Spanol ( 1936 - 1939 ). e. Italia menjalin kerjasama dengan Jerman untuk tidak saling mengganggu dalam mencapai cita–citanya. Dalam waktu singtkat Italia dibawah Mussolini berkembang menjadi Negara kuat berpahamkan Fasisme. 7 Mussolini yang berkuasa kemudian bertindak secara diktator seperti : a. Mengangkat dirinya menjadi perdana menteri merangkap menjdi panglima angkatan perang; b. Menempatkan anggota partai fasis dalam jabatan penting di pemerintahan. c. Menyingkirkan kaum oposisi dengan kekerasan senjata d. Menghapuskan dewan perwakilan rakyat gaya lama e. Membuat undang - undang berdasarkan dekrit dari pusat f. Menghapuskan hak - hak asasi manusia g. Melarang emigrasi, perceraian, dan pembatasan kelahiran agar jumlah penduduk bertambah cepat. h. Membatasi wewenang badan legislatif i. Sri Paus diakui kekuasaannya sebagai kepala gereja yang berkedudukan di Vatikan. Setelah merasa kuat Mussolini segera melancarkan politik ekspansionisme dengan menyerang dan menduduki Abessinia dan Ethiopia pada tahun 1935. Untuk memperkuat kedudukannya Italia menjalin kerjasama yang erat dengan Jerman dibawah Hitler. Fasisme di Italia mempunyai kesamaan dengan Naziisme di Jerman, yaitu bersifat Ultra Nasionalisme, militerisme, antiliberalisme, diktatorisme, antiindividualisme, dan antikomunisme, bagi Fasisme berlaku semboyan semua untuk Negara. Dalam perkembangannya Fasisme kemudian menjadi penyebab meletusnya Perang Dunia ke II. 2. Jerman Jerman menjadi negara fasis setelah keruntuhan kekaisaran Jerman akibat kekalahan di Perang Dunia I. Setelah itu muncul NSDAP (Nazi) yang dipimpin Adolf Hitler yang mampu menggulingkan kaisar dan membentuk pemerintahan republik. Faham yang diutarakan Hitler disebut sebagai naziisme (faham Nazi). Naziisme adalah a. Paham yang mengutamakan kepentingan Negara diatas segala – galanya, karena itu terbentuk negara totaliter. b. Paham kemasyarakatan yang nasional sosialistis ( satu buat semua, semua buat satu, tetapi hanya untuk Jerman ). c. Untuk membentuk Negara totaliter pemerintahan harus dipimpin oleh satu pemimpin yang bertanggung jawab atas segala – galanya artinya pemerintahan 8 harus disusun secara Diktaktor. Adolf Hitler selalu menekankan kepada pemuda Jerman bahwa bangsa Jerman adalah bangsa yang besar yang ditakdirkan untuk memerintah dunia (Deucland Uber Aless) karena bangsa Jerman adalah bangsa berdarah Arya, yang merupakan pangkal kekuatan jerman. Namun kekuatan itu sedang terbelenggu oleh kekuatan asing, yaitu bangsa Yahudi dan Komunis. Orang Yahudi sebagai penyebab semua itu harus dimusnahkan. Selanjutnya, kata Adolf Hitler untuk melepaskian diri dari penderitaan dan meluaskan ruang hidup, Jerman harus membentuk angkatan perang yang sangat kuat yang dipimpin oleh seorang Fuhrer (pemimpin besar). Setelah Perang Dunia I Negara Jerman yang semula berbentuk Kerajaan berubah menjadi Republik. Akan tetapi, masa pemerintahan republic ini tidak berhasil mengatasi kekacauan ekonomi sebagai akibat Perang Dunia I. Lebih lebih lagi Jerman berada di pihak yang kalah. Dengan adanya hal tersebut. Timbullah ketidakpuasan rakyat yang menimbulkan kekacauan-kekacauan, bahkan pemberontakan- pemberontakan. Sementara itu Partai Nasionalis Jerman atau National Sozialistische Deutsche Arbeiter. (NSDAP) yang disingkat dengan Nazi berkembang menjadi partai yang kuat dipimpin oleh Adolf Hitler. Nazi berusaha merebut kekuasaan tetapi gagal. Hitler dipenjarakan. Dipenjara itulah Hitler menulis buku Mein Kamf (Perjuanganku) isinya mengenai paham – paham Nazi. Dalam waktu singkat Partai Nazi yang dipimpin Hitler maju dengan pesat. Pada tahun 1933 Adolf Hitler diangkat menjadi Perdana Menteri (Kanselor) oleh Presiden Hindenburg. Kebijaksanaan Hitler sebagai perdana menteri yaitu. a. Jerman keluar dari LBB karena usahanya mengenai penambahan jumlah militer Jerman ditolak. b. Membatalkan semua perjanjian internasionalnya, termasuk Perjanjian Versailles yang dianggapnya sangat merugikan pihak Jerman. c. Memperkuat armada militernya untuk merebut kembali sungai Rijn. d. Membangun industrinya termasuk industri perang. 9 3. Jepang Munculnya fasisme Jepang tidak dapat dipisahkan dari Restorasi Meiji. Berkat Restorasi Meiji, Jepang berkembang menjadi negara industri yang kuat. Majunya industri tersebut membawa Jepang menjadi negara imperialis. Jepang menjadi negara fasis dan menganut Hakko I Chiu. Fasisme di Jepang dipelopori oleh Perdana Menteri Tanaka, masa pemerintahan Kaisar Hirohito dan dikembangkan oleh Perdana Menteri Hideki Tojo. Untuk memperkuat kedudukannya sebagai negara fasis, Kaisar Hirohito melakukan beberapa hal berikut. a. Mengagungkan semangat bushido. b. Menyingkirkan tokoh-tokoh politik yang anti militer. c. Melakukan perluasan wilayah ke negara-negara terdekat seperti Korea, Manchuria, dan Cina. d. Memodernisasi angkatan perang. e. Mengenalkan ajaran shinto Hakko I Chiu yaitu dunia sebagai satu keluarga yang dipimpin oleh Jepang. 4. Kasus “Fasisme” di Spanyol Fasisme di Spanyol dipimpin oleh Jendral Franco. Ebenstein mencatat bahwa ideology fasisme di Spanyol bertindak lebih moderat, karena pada awalnya ia hanya merupakan bentuk perkembangan kepentingan nasionalisme. Jendral Franco sendiri juga pada awalnya bukanlah seorang fasis, melainkan hanya militer biasa. Ia justru memanfaatkan kelompok Phalangis dalam menjalankan kekuasaannya. Berbeda dengan Fasisme Jerman dan Itali, dimana partailah yang memanfaatkan militer. Bertahannya gerakan “fasis” franco lebih disebabkan karakter Spanyol yang agak berbeda dengan fasisme di Jerman maupun Italia. Di Spanyol, franco menjadi penguasa karena kemenangannya dalam perang saudara melawan kelompok republik. Ia juga mendapatkan dukungan kaum gerejawan, yang dipinggirkan dalam pemerintahan republik. Lebih penting, franco berkuasa atas negara yang baru mengembangkan industri dan baru bangkit sehabis perang, sehingga ketika Perang Dunia II terjadi, ia memilih untuk tidak melibatkan diri dalam persekutuan fasisme Italia-Jerman dan Jepang. Ketidak ikutsertaannyalah yang membuat rezim 10 Franco mampu bertahan. Bahkan hingga kematiannya, ia masih di elukan oleh rakyatnya. Namun demikian, pada akhirnya fasisme di Spanyol justru tumbang secara konstitusional dengan tahap kompromi yang lebih lunak. Dalam hal ini kelompok monarki Raja Juan Carlos memainkan hal yang penting, dan ternyata rakyat Spanyol juga tidak terlampau bereaksi karena perubahan yang ada. Lambat laun, Spanyol memasuki system liberalisme dan menjadi bagian masyarakat eropa. 11 Daftar Pustaka Referensi Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Isme-Isme Dewasa Ini, penerjemah: Alex Jemadu, Jakarta: Erlangga, 1990. Hobsbawm, Eric. Age of Extremes, London: Abacus, 1994. Id.svhoong.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 20.24 WIB) Id.wikipedia.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 20.03 WIB) Jacek-87.blogspot.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 19.50 WIB) Waroofweekly.blogspot.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 20.15 WIB) Wilkinson, Paul. New Fascist, Yogyakarta: Resist Book, 1995. 12 13