Fasisme dalam Sejarah

advertisement
FASISME DALAM SEJARAH
PENDAHULUAN
Fasisme merupakan salah satu ideologi besar yang berkembang cukup fenomenal.
Fasis berasal dari Italia yang berarti mementingkan kepentingan negara di atas segalagalanya, mengunggulkan dominasi kelompok, ras, atau bangsa dan menganggap remeh
bangsa lain. Dalam prakteknya, negara Fasis memerintah secara otoriter. Hal ini
dikarenakan di negara-negara Fasis, pemerintah menggunakan dalih bahwa keputusan
yang dibuat pemerintah merupakan tindakan demi negara, jadi barang siapa yang
menentang pemerintah maka dianggap tidak tunduk pada negara. Pemerintahan Fasis
menjadikan militer sebagai basis kekuatan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Negara-negara Fasis yaitu Italia, Jerman, Jepang dan Spanyol jelas mengandalkan
dominasi militer untuk mencapai tujuannya. Sehingga tidak heran negara-negara fasis
sangat maju dibidang teknologi perang daripada negara-negara komunis (yang identik
dengan negara-negara terbelakang) ataupun negara-negara kapitalis (yang didominasi
negara-negara maju). Perang Dunia II tidak lebih dari perang antara negara-negara Fasis
(blok sentral) melawan negara-negara sekutu. Sekarang ini negara-negara fasis sudah
runtuh, karena sudah kalah diberbagai bidang dengan negara-negara kapitalis. Seluruh
dunia menyadari bahwa hegemoni negara tidak hanya berdasar dari dominasi milliter tapi
dari kekuatan ekonomi.
1
A. Latar Belakang Fasisme
Fasisme (/ fæʃɪzəm /) adalah, gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik.
Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem,
termasuk sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai
tunggal negara totaliter yang berusaha mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya
"manusia baru" yang ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui
indoktrinasi, pendidikan fisik, dan eugenika kebijakan keluarga termasuk. Fasis percaya
bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan
akan dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa
yang kuat. pemerintah Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad
ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I,
dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di
negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita
oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan
kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan
pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal,
agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang
teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang
melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan
dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama
hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik
hingga kehidupan pribadi rakyatnya.
Kondisi penting lainnya dalam pertumbuhan negara fasis adalah perkembangan
industrialisasi. Munculnya negara industri, memunculkan ketegangan sosial dan
ekonomi. Jika liberalisme adalah penyelesaian ketegangan dengan jalan damai yang
mengakomodasi kepentingan yang ada, maka fasisme mengingkari perbedaan
kepentingan secara paksaan.
Fasisme mendapat
dukungan pembiayaan dari
industriawan dan tuan tanah, karena kedua kelompok ini mengharapkan lenyapnya
gerakan serikat buruh bebas, yang dianggapnya menghambat kemajuan proses produksi
dalam industri. Sumber dukungan lain bagi rezim fasis adalah kelas menengah,
terutama pegawai negeri. Mereka melihat fasisme adalah sebuah sarana untuk
2
mempertahankan prestise yang ada sekaligus perlindungan politik. Fasisme juga
memerlukan dukungan dari kaum militer, sebagaimana fasisme Jerman, Italia dan
Jepang, sebagai jalan menuju militerisasi rakyat.
Meskipun fasisme bukan merupakan akibat langsung dari depresi ekonomi,
sebagaimana teori marxis, tetapi jelas kaum fasis memanfaatkan hal itu. Banyaknya
angka pengangguran akibat depresi, melahirkan kelompok yang secara psikologis
menganggap dirinya tidak berguna dan diabaikan. Saat hal ini terjadi, maka fasisme
bekerja dengan memulihkan harga diri mereka, dengan menunjukkan bahwa mereka
adalah ras unggul sehingga mereka merasa dimiliki. Dengan modal inilah, maka
fasisme juga memperoleh dukungan dari rakyat lapisan bawah.
Dengan demikian, fasisme bekerja pada setiap lapisan masyarakat. Fasisme
memanfaatkan secara psikologis kesamaan-kesamaan pokok yang ada seperti: frustasi,
kemarahan dan perasaan tak aman. Tak aneh, jika dalam sejarahnya rezim fasis
senantiasa mendapatkan dukungan masyarakat. Terutama hal ini jelas terjadi di Jerman.
B. Ciri-ciri Fasisme
1. Nasionalisme militan, menyatakan keunggulan ras dan budaya kelompok etnis
dominan dan menegaskan hak yang melekat bahwa kelompok mendapat posisi
dominan khusus atas orang lain baik di dalam negeri dan tatanan internasional
2. Pemujaan pemimpin nasional tunggal karismatik dan menjadi representasi paling
sejati dari cita-cita budaya nasional.
3. Penekanan pada kebutuhan mutlak persatuan nasional yang lengkap, yang
membutuhkan sebuah organisasi negara yang sangat kuat dan disiplin (terutama
sebuah polisi rahasia yang luas dan aparatus sensor), tak terbatas dengan pembatasan
konstitusional atau persyaratan hukum dan di bawah dominasi absolut dari
pemimpin dan gerakan politik atau partai.
4. Militan anti-Komunisme ditambah dengan keyakinan dalam ancaman ekstrim dan
nyata terhadap keamanan nasional dari pasukan Komunis kuat dan ditentukan baik di
dalam maupun luar negeri.
5. Penghinaan untuk sosialisme demokratis, kapitalisme demokratis, liberalisme, dan
segala bentuk individualisme, dengan menyatakan bahwa negara di atas segalagalanya.
6. Pemuliaan kekuatan fisik, loyalitas pribadi fanatik terhadap pemimpin.
3
7. Sebuah alat yang canggih untuk propaganda sistematis penduduk untuk menerima
nilai-nilai dan ide-ide melalui manipulasi terampil dari media massa, yang benarbenar dimonopoli oleh rezim sekali gerakan datang ke kekuasaan
8. Sebuah kecenderungan menuju mengejar kebijakan luar negeri militeristik dan
agresif.
9. Ketat regulasi dan pengendalian ekonomi oleh rezim melalui beberapa bentuk
perencanaan ekonomi korporatis dimana bentuk hukum kepemilikan pribadi industri
nominal diawetkan tetapi di mana kedua pekerja dan kapitalis wajib menyerahkan
rencana mereka dan tujuan untuk negara yang paling rinci peraturan dan upah yang
luas dan kontrol harga, yang dirancang untuk memastikan prioritas tujuan
kepemimpinan politik atas kepentingan ekonomi pribadi rakyat.
C. Teori dan Praktek Fasisme
Tidak seperti komunisme, fasisme tidak memiliki landasan prinsipil yang baku
atau mengikat perihal ajarannya. Apalagi dewasa ini dapat dipastikan, bahwa fasisme
tidak memiliki organisasi yang menyatukan berbagai prinsip fasis yang bersifat
universal. Namun demikian, bukan berarti fasisme tidak memiliki ajaran. Setidaknya
para pelopor fasisme meninggalkan jejak ajaran mereka perihal fasisme. Hitler menulis
Mein Kampft, sedangkan Mussolini menulis Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model
Italialah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasis di dunia, karena wawasannya
yang bersifat moderat. Menurut Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh
unsur:
1. Ketidakpercayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat
fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi
didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap
masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
2. pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru
pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme,
pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan
anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus
melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep persamaan tradisi yahudikristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan
dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.
4
3. Kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan
fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang
bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus
dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi
pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun
untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah.
4. Pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus
dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota
masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan
si-elit.
5. Totaliterisme.
Untuk
mencapai
tujuannya,
fasisme
bersifat
total
dalam
meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami
kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder
(anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum
fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum
penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti
pembunuhan dan penganiayaan.
6. Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit
lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan
kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa
bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme
juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari
pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal
ini memunculkan semangat imperialisme.
7. Fasisme memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus
internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan
cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut.
Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi
peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan
ketertiban internasional.
5
D. Ekonomi Fasis
Ekonomi fasis menurut Ebenstein memiliki ciri negara korporasi. Dalam
pemahaman ini, negara berkuasa untuk menata dan mengawasi system perekonomian.
Negara fasis mengatur asosiasi modal dan tenaga kerja, dimana tenaga kerja diawasi
dan asosiasi mendapatkan monopolinya. Dengan demikian negar berfunsi sebagai
kelompok penengah.
Ada dua asumsi yang mendasari filsafat negara korporasi. Pertama,masyarakat
biasa tidak boleh memikirkan hal-hal yang bersifat politik. Mereka hanya berhak
menjalankan tugasnya sendiri-sendiri. Kedua, para elitlah yang dianggap memiliki
kemampuan untuk memahami masalah seluruh anggota masyarakat. Karena itu hanya
mereka yang berhak memerintah.
Demokrasi dengan tegas menolak hal ini. Demokrasi melihat bahwa aspek
ekonomi dan politik adalah sesuatu yang tak terpisahkan. Selain itu sangat tidak
mungkin para penguasa menggantikan “perasaan’ masyarakat yang dikuasai, terlebih
lagi adanya prinsip kelas unggul di dalam masyarakat. Bagi kaum fasis sendiri, Italia
misalnya, negara korporasi bukanlah suatu respons atas kapitalisme maupun sosialisme
liberal. Melainkan adalah suatu solusi kreatif dalam memikirkan kemakmuran ekonomi.
Namun demikian, bagaimanapun fasisme yang totaliter tidak pernah mengizinkan
persaingan bebas. Negara harus menunjukkan kuasanya diatas kepentingan atau unsur
apapun.
Pada akhirnya, negara korporasi fasis terbukti kebangkrutannya. Saat Italia
mulai dikalahkan oleh tentara sekutu pada Perang Dunia II, maka kepercayaan terhadap
Il Duce juga memudar. Akhirnya, Mussolini harus merasakan hukuman mati dari
rakyatnya sendiri.
E. Perbandingan Negara-negara Fasis
1. Italia
Italia adalah negara awal berkembangnya fasisme. Gerakan fasis di Italia
adalah sebuah gerakan spontanitas massa yang masif, dengan para pemimpin baru
yang berasal dari rakyat biasa. Gerakan fasis Italia berasal dari gerakan plebian
(catatan: plebian berarti berasal dari rakyat biasa), disetir dan dibiayai oleh
kekuatan borjuis besar. Fasisme berkembang dari kaum borjuis kecil, kaum
lumpenproletar, bahkan pada tingkatan tertentu dari massa proletar. Perkembangan
Fasis di Italia dipimpin oleh Musolini dengan mendirikan partai
6
Berikut ini usaha-usaha Benito Mussolini untuk mengembangkan fasisme di Italia.
a. Mengobarkan semangat Italia Irredenta untuk mempersatukan seluruh bangsa
Italia.
b. Memperkuat angkatan perang.
c. Menguasai seluruh Laut Tengah sebagai Mare Nostrum atau Laut Kita.
d. Menduduki Ethiopia dan Albania.
Setelah Perang Dunia Ke I, pemerintahan di Italia dipegang oleh Kaisar
Victor Emmanuel III yang lemah, tidak tegas dan tidak disukai rakyatnya. Dalam
keadaan sperti itu muncul golongan Ultra Nasionalis yang mendapat dukungan
besar dari rakyat. Pada tahun 1919 golongan Ultra Nasionalis berhasil mendirikan
Partai Fasis dibawah pimpinan Benito Mussolini. Tahun 1922 Mussolini berhasil
merebut pemerintahan stelah berkuasa, Benito Mussolini menjalankan tugas
panggilan suci yaitu mengembalikan masa kejayaan Romawi Kuno yang diberi
nama Italia La Prima. Kebaktian yang mutlak kepada bangsa dan Negara menjadi
prinsip dasar bagi pendidikan fasisme di Italia. Pada tahun 1922 itu Partai Fasis
yang dipimpin oleh Benito Mussolini dan beranggotakan 50 ribu orang
mengadakan long march ke Roma dengan tujuan menuntut Perdana Menteri Italia
untuk mengundurkan diri. Raja Italia menunjuk Mussolini sebagai perdana menteri,
mulailah pemerintahan dictator Mussolini ( 1922 - 1944 ). Dengan paham fasisnya,
Mussolini melaksanakan tindakan - tindakannya sebagai berikut.
a. Diadakannya perjanjian Lateran ( 1929 ) dengan Sri Paus di Roma, yang
menghasilkan terbentuknya Negara Vatikan seluas 44 ha. Selesailah soal Roma,
yaitu pertentangan antara Paus dan pemerintahan Italia.
b. Untuk melaksanakan Italia Irredenta-nya , pada tahun 1934, Italia bersahabat
dengan Perancis karena khawatir terhadap kekuasaan Jerman.
c. Pada tahun 1936, Italia dapat menduduki Ethiopia sehingga Kaisar Ethiopia
mengajukan protes ke LBB, akhirnya Italia keluar dari LBB.
d. Membantu Jendral Franco dalam perang saudara di Spanol ( 1936 - 1939 ).
e. Italia menjalin kerjasama dengan Jerman untuk tidak saling mengganggu dalam
mencapai cita–citanya. Dalam waktu singtkat Italia dibawah Mussolini
berkembang menjadi Negara kuat berpahamkan Fasisme.
7
Mussolini yang berkuasa kemudian bertindak secara diktator seperti :
a. Mengangkat dirinya menjadi perdana menteri merangkap menjdi panglima
angkatan perang;
b. Menempatkan anggota partai fasis dalam jabatan penting di pemerintahan.
c. Menyingkirkan kaum oposisi dengan kekerasan senjata
d. Menghapuskan dewan perwakilan rakyat gaya lama
e. Membuat undang - undang berdasarkan dekrit dari pusat
f. Menghapuskan hak - hak asasi manusia
g. Melarang emigrasi, perceraian, dan pembatasan kelahiran agar jumlah
penduduk bertambah cepat.
h. Membatasi wewenang badan legislatif
i. Sri Paus diakui kekuasaannya sebagai kepala gereja yang berkedudukan di
Vatikan.
Setelah merasa kuat Mussolini segera melancarkan politik ekspansionisme
dengan menyerang dan menduduki Abessinia dan Ethiopia pada tahun 1935. Untuk
memperkuat kedudukannya Italia menjalin kerjasama yang erat dengan Jerman
dibawah Hitler. Fasisme di Italia mempunyai kesamaan dengan Naziisme di
Jerman,
yaitu
bersifat
Ultra
Nasionalisme,
militerisme,
antiliberalisme,
diktatorisme, antiindividualisme, dan antikomunisme, bagi Fasisme berlaku
semboyan semua untuk Negara. Dalam perkembangannya Fasisme kemudian
menjadi penyebab meletusnya Perang Dunia ke II.
2. Jerman
Jerman menjadi negara fasis setelah keruntuhan kekaisaran Jerman akibat
kekalahan di Perang Dunia I. Setelah itu muncul NSDAP (Nazi) yang dipimpin
Adolf Hitler yang mampu menggulingkan kaisar dan membentuk pemerintahan
republik. Faham yang diutarakan Hitler disebut sebagai naziisme (faham Nazi).
Naziisme adalah
a. Paham yang mengutamakan kepentingan Negara diatas segala – galanya,
karena itu terbentuk negara totaliter.
b. Paham kemasyarakatan yang nasional sosialistis ( satu buat semua, semua buat
satu, tetapi hanya untuk Jerman ).
c. Untuk membentuk Negara totaliter pemerintahan harus dipimpin oleh satu
pemimpin yang bertanggung jawab atas segala – galanya artinya pemerintahan
8
harus disusun secara Diktaktor. Adolf Hitler selalu menekankan kepada
pemuda Jerman bahwa bangsa Jerman adalah bangsa yang besar yang
ditakdirkan untuk memerintah dunia (Deucland Uber Aless) karena bangsa
Jerman adalah bangsa berdarah Arya, yang merupakan pangkal kekuatan
jerman. Namun kekuatan itu sedang terbelenggu oleh kekuatan asing, yaitu
bangsa Yahudi dan Komunis. Orang Yahudi sebagai penyebab semua itu harus
dimusnahkan.
Selanjutnya, kata Adolf Hitler untuk melepaskian diri dari penderitaan
dan meluaskan ruang hidup, Jerman harus membentuk angkatan perang yang
sangat kuat yang dipimpin oleh seorang Fuhrer (pemimpin besar). Setelah
Perang Dunia I Negara Jerman yang semula berbentuk Kerajaan berubah
menjadi Republik. Akan tetapi, masa pemerintahan republic ini tidak berhasil
mengatasi kekacauan ekonomi sebagai akibat Perang Dunia I. Lebih lebih lagi
Jerman berada di pihak yang kalah. Dengan adanya hal tersebut. Timbullah
ketidakpuasan rakyat yang menimbulkan kekacauan-kekacauan, bahkan
pemberontakan- pemberontakan. Sementara itu Partai Nasionalis Jerman atau
National Sozialistische Deutsche Arbeiter. (NSDAP) yang disingkat dengan
Nazi berkembang menjadi partai yang kuat dipimpin oleh Adolf Hitler. Nazi
berusaha merebut kekuasaan tetapi gagal. Hitler dipenjarakan. Dipenjara itulah
Hitler menulis buku Mein Kamf (Perjuanganku) isinya mengenai paham –
paham Nazi. Dalam waktu singkat Partai Nazi yang dipimpin Hitler maju
dengan pesat. Pada tahun 1933 Adolf Hitler diangkat menjadi Perdana Menteri
(Kanselor) oleh Presiden Hindenburg.
Kebijaksanaan Hitler sebagai perdana menteri yaitu.
a. Jerman keluar dari LBB karena usahanya mengenai penambahan jumlah
militer Jerman ditolak.
b. Membatalkan semua perjanjian internasionalnya, termasuk Perjanjian
Versailles yang dianggapnya sangat merugikan pihak Jerman.
c. Memperkuat armada militernya untuk merebut kembali sungai Rijn.
d. Membangun industrinya termasuk industri perang.
9
3. Jepang
Munculnya fasisme Jepang tidak dapat dipisahkan dari Restorasi Meiji.
Berkat Restorasi Meiji, Jepang berkembang menjadi negara industri yang kuat.
Majunya industri tersebut membawa Jepang menjadi negara imperialis. Jepang
menjadi negara fasis dan menganut Hakko I Chiu. Fasisme di Jepang dipelopori
oleh Perdana Menteri Tanaka, masa pemerintahan Kaisar Hirohito dan
dikembangkan
oleh
Perdana
Menteri
Hideki
Tojo.
Untuk
memperkuat
kedudukannya sebagai negara fasis, Kaisar Hirohito melakukan beberapa hal
berikut.
a. Mengagungkan semangat bushido.
b. Menyingkirkan tokoh-tokoh politik yang anti militer.
c. Melakukan perluasan wilayah ke negara-negara terdekat seperti Korea,
Manchuria, dan Cina.
d. Memodernisasi angkatan perang.
e. Mengenalkan ajaran shinto Hakko I Chiu yaitu dunia sebagai satu keluarga
yang dipimpin oleh Jepang.
4. Kasus “Fasisme” di Spanyol
Fasisme di Spanyol dipimpin oleh Jendral Franco. Ebenstein mencatat
bahwa ideology fasisme di Spanyol bertindak lebih moderat, karena pada awalnya
ia hanya merupakan bentuk perkembangan kepentingan nasionalisme. Jendral
Franco sendiri juga pada awalnya bukanlah seorang fasis, melainkan hanya militer
biasa. Ia justru memanfaatkan kelompok Phalangis dalam menjalankan
kekuasaannya. Berbeda dengan Fasisme Jerman dan Itali, dimana partailah yang
memanfaatkan militer.
Bertahannya gerakan “fasis” franco lebih disebabkan karakter Spanyol yang
agak berbeda dengan fasisme di Jerman maupun Italia. Di Spanyol, franco menjadi
penguasa karena kemenangannya dalam perang saudara melawan kelompok
republik. Ia juga mendapatkan dukungan kaum gerejawan, yang dipinggirkan
dalam pemerintahan republik. Lebih penting, franco berkuasa atas negara yang
baru mengembangkan industri dan baru bangkit sehabis perang, sehingga ketika
Perang Dunia II terjadi, ia memilih untuk tidak melibatkan diri dalam persekutuan
fasisme Italia-Jerman dan Jepang. Ketidak ikutsertaannyalah yang membuat rezim
10
Franco mampu bertahan. Bahkan hingga kematiannya, ia masih di elukan oleh
rakyatnya.
Namun demikian, pada akhirnya fasisme di Spanyol justru tumbang secara
konstitusional dengan tahap kompromi yang lebih lunak. Dalam hal ini kelompok
monarki Raja Juan Carlos memainkan hal yang penting, dan ternyata rakyat
Spanyol juga tidak terlampau bereaksi karena perubahan yang ada. Lambat laun,
Spanyol memasuki system liberalisme dan menjadi bagian masyarakat eropa.
11
Daftar Pustaka
Referensi
Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Isme-Isme Dewasa Ini, penerjemah: Alex
Jemadu, Jakarta: Erlangga, 1990.
Hobsbawm, Eric. Age of Extremes, London: Abacus, 1994.
Id.svhoong.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 20.24 WIB)
Id.wikipedia.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 20.03 WIB)
Jacek-87.blogspot.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 19.50 WIB)
Waroofweekly.blogspot.com (diunduh tanggal 13 Oktober 2011, pukul 20.15 WIB)
Wilkinson, Paul. New Fascist, Yogyakarta: Resist Book, 1995.
12
13
Download