Bab I PARTAI POLITIK A. PENGANTAR Partai politik merupakan sarana bagi warga Negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan Negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akarab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai politik bukan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya. Kelahirannya mempunyai sejarah yang cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupak organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi Negara. Dan dia baru ada di Negara yang modern. Sebagai subjek penelitian ilmial, partai politik tergolong relatif muda. Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai masalah ini di mulai. Sarjana-sarjana yang berjasa memelopori antara lain adalah M.Ostrogorsky (1902), Robert Michels (1911), Maurice Duverger (1951), dan Sigmund Neumann (1956). Setelah itu, beberapa sarjana behaviralis, seperti Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, secara khusus meneropong masalah dalam hubungannya dengan pembangunan politik. Kedua sarjana ini kemudian menuangkan pemikiran dan hasil studinya dalam bukunya yang berjudul Political Parties and Political Development (1966)1. Di samping itu , G. Sartori dengan bukunya Parties and Party Systems: A Framework for Analysis (1976)2. Merupakna ahli lebih kontemporer yang terkenal. Dari hasil karya sarjana-sarjana ini, nampaknya ada usaha serius kearah penyusunan teori yang komperhensif (menyeluruh) mengenai partai politik. Akan tetapi, sampai pada waktu itu, hasil yang capai masih jauh dari sempurna. Bahkan bias dikatakan tertinggal, bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian bidang lain dalm ilmu politik. 1 Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, political Parties and Political Development (Princeton: Princeton University Press, 1966). 2 G. Sartori dengan bukunya Parties and Party Systems: A Framework for Analysis (Cambridge: Cambridge University Press 1976) 1 B. SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK partai politik pertama-tama lahir di Negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakya merupakan factor yang perlu diperhitungkan serta di ikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang manjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah dipihak lain. Pada awal perkembangannya3, pada akhir dekada 18-an di Negara-negara barat seperti Inggris dan Prancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dan parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para penduduknya menjelang pemilihan umum. Oleh karena dirasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai golongan masyarakat, kelompok-kelompok politik di perlemen lambat laun juga berusaha mengembangkan organisasi massa. Maka pada akhir abad ke-19 lahir lah partai politik, yang pada masa selanjutnya berkembang menjadi penghubung (Link) antara rakyat disatu pihak dengan pemerintah di pihak lain. Partai semacam ini dalam praktiknya hanya mengutamakan kemenangan dalam pemilihan umum, sedangkan pada masa antara dua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Lagipula partai sering tidak memiliki siplin partai yang ketat, dan pemungutan iuran tidak terlalu di pentingkan. Partai ini dinamakan patronage party (partai lindungan yang dapat diliat dalam rangka patron-client relationship), yang juga bertindak sebagai semacam broker. Partai menggunakan berdasarkan keunggulan jumlah anggota; maka dari itu ia sering dinamakan partai massa. Oleh karena itu ia biasanya terdiri atas pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat, yang sepakat untuk bernaung dibawahnya untuk memperjuangkan suatu program tertentu. Program ini biasnya luas dan agak kabur karena harus memperjuangkan terlallu banyak kepentingan yang berbeda-beda. “Perkembangannya” Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi Press 2008) halaman 398. 3 2 Dalam perkembangan selanjutnya di dunia Barat timbul partai yang lahir di luar parlemen.4 Partai-partai ini kebanyakan berstandar pada suatu asas ideology atau Weltanschauung tertentu seperti Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Kristen Demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini disiplin partai sangat ketat. Pimpinan partai yang biasanya sangat sentralisasi menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan mencatat anggotanya yang menyimpang dari garis partai yang telah ditetapkan. Maka dari itu partia semacam itu sering dinamakan partai Kader, partai Ideologi, atau Partai Asas (Sosialisme, Fasisme, Komunisme,Sosial Demokrat). Ia mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijakan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang ketat dan mengikat. Pendidikan kader sangat diutamakan dalam partai jenis ini. Terhadap calon anggota diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan disyaratkan lulus melalui beberapa seleksi.untuk memperkuat ikatan bain dan kemurnian ideologi, maka dipungut iuran secara teratur dan disebarkan keorgan-organ partai yang memuat ajaran-ajaran serta keputusan-keputusan yang telah dicapai pimpinan. Partai kader biasanya lebih kecil dari pada partai massa. Akan tetapi pembagian tersebut diatas sering dianggap kurang memuaskan karena dalam setiap partai ada unsure lindungan (patronage) serta perekatan (brokerage) disamping pandangan Ideologi/Asas/Pandangan hidup C. DEFINISI PARTAI POLITIIK Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bis menyatukan orangporang yang memiliki pemikiran serupasehingga pikiran dan orientasi mereka bias dikonsilidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bias lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah salah satu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memproleh kekuasaan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya, 4 Pemagian dalam partai yang pempunyai parliamentary origin dan yang mempunyai extra-parliammentary origin diambil dari Maurice Duverger, Political Parties (London: Methuen and Co., 1954), halaman. Xxxvii. 3 Banyak sekali defenisi dari partai politik yang buat oleh para sarjana. Beberapa defenisi yang di buat oleh para ahli ilmu klasik dan kontemporer5. Carl J. Friedrich menuliskannya sebagai berikut: Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan pertainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggotanya kemanfaatan yang bersiafat idiil serta materil. Simangun Neumann dalam buku karyanya. Modern Political Parties, meggunakan defenisi berikut,; Pertai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik politik yang berusaha menguasai kekusaan pemerintah serta merebut dukungan rakyak melalui persaingan denga suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Menurut Neumann, partai menghubungkan politik merupakan perantara kekuatan-kekuatan dan ideology social dengan yang besar yang lembaga-lembaga pemerintah yang resmi. D. FUNGSI-FUNGSI PARTAI POLITIK Berdasarkan kajian literatur yang ada setidaknya terdapat 5(lima)fungsi dasar dari keberadaan partai politik6, yaitu: 1. Fungsi Artikulasi Kepentingan Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan,tuntunan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif,agar kepentingan,tuntunan,dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalan pembuatan kebijakan politik. Bentuk artikulasi yang paling umum di semua sistem politik adalah pengauhanjuan permohonan secara individual kepada para anggota dewan (legislatif), atau kepada Kepala Daerah,Kepala Desa,dst.Kelompok kepentingan yang ada untuk lebih mengefektifan tuntutan dan kepentingan kelompoknya,mengelompokkan “Ahli ilmu klasik dan kontemporer”, prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik,ed. Revisi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), halaman 404. 6 “Fungsi partai pilitik”, Fadillah Putra,Partai Politik dan Kebijakan Politik,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar press 2003), hal.9. 5 4 kepentingan,kebutuhan dan tuntutan kemudian menyeleksi sampai di mana hal tersebut bersentuhan dengan kelompok yang di wakilinya. 2. Fungsi Agregasi Kepentingan Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan yang di lancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda,di gabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik. Agregasi kepentingan dalam sistem politik di Indonesia berlangsung dalam diskusi lembaga legislatif.DPR berupaya merumuskan tuntutan dan kepentingan-kepentingan yang di wakilinya.Semua tuntutan dan kepentingan seharusnya tercangkup dalam usulan kebijaksanaan untuk selanjutnya di tetapkan sebagai Undang-Undang.Namun penetapan kebijaksanaan (UU) bukanlah hak semata-mata pihak legislatif.DPR bersama presiden memiliki hak untuk mengesahkan Undang-Undang.Kedudukan DPR dan Presiden dalam fungsi agregasi kepentingan adalah sama,sebab kedua lembaga ini berhak untuk menolak Rancangan Undang-Undang(RUU). 3. Fungsi Sosialisasi Politik Sosialisasi Politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik,sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang di anut oleh suatu negara.Menurut Gabriel Almound,7dalam bukunya Sosialisasi politik, terdapat dua hal yang penting,yaitu: pertama,bahwa sosialisasi politik berjalan terus menerUus selama hidup seseorang.Sikap-sikap dan nilai-nilai yang didapatkan dan terbentuk pada masa kanak-kanak akan selalu di sesuaikan atau akan diprkuat sementara ia mengalami berbagai pengalaman sosial.Kedua, Sosialisasi politik dapat terwujud transmisi dan pengajaran.Artinya, dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan keyakinan politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi muda yang cenderung masih flesibel menerima pengaruh ajaran.Transmisi dan pengajaran tersebut dapat berwujud: a.Interaksi langsung,yaitu berupa pengajaran formal ataupun doktrinasi suatu ideologi.Contoh:pengajaran mata kuliah Pancasila di Perguruan Tingi b.Interaksi tak langsung,yang sangat erat pengaruhnya pada masa kanakkanak,dimana berkembang sifat penurut atau sikap pembangkangan terhadap orang tua,guru atau teman yang mempengaruhi sikapnya di masa dewasa terhadap pemimpin politiknya dan terhadap sesama warga negara.Misal, ketika masa kanak- 7 Gabriel Almound, Sosial Politik, Loc It. 5 kanak,pengalaman yang didapatkannya adalah terjadinya perpecahan keluarga dan otoriter orang tua. Sosialisasi politik di jalankan melalui bermacam-macam lembaga antara lain:Keluarga,Sekolah,Kelompok pergaulan,Pekerjaan dan media masa. 4. Fungsi Rekrumen Politik Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrasi maupun politik.Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda.Anggota kelompok yang di seleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat di butuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. Pola perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang di anutnya.Di Indonesia,perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang di usulkan oleh partainya di seleksi secara ketat oleh suatu badan resmi.Seleksi ini di mulai dari seleksi administratif,penelitian khusus(litsus)yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara. 5. Fungsi Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang di jalan kan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia,mengadakan komunikasi informasi,isu dan gagasan politik.Media-media masa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik.Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai,program kerja partai,gagasan partai,dsb.Sistem komunikasi politik di Indonesia dikembangkan dengan dasar komunikasiyang bebas dan bertanggung jawab.Setiap media masa bebas memberitakan suatu hal selama tidak bertentangan dengan atuaran yang berlaku,tidak membahayakan kepentingan negara dan masyarakat. Dari kelima fungsi pokok partai politik tersebut di atas,hal yang dapat kita petik adalah sebuah kesadaran bahwa realitas kehidupan bermasyarakat tidak dapat lepas dari dinamika riil politik yang berlaku didalamnya.Kesadaran bahwa relitas sosial tidak dapat dilepaskan dari realitas politik,telah banyak di ungkap oleh pakar-pakar studi kebijakan publik baik Grindle dan Thomas(1991)maupun Howlett dan Ramesh(1994).Sehingga implikasi dari pandangan seperti ini adalah bahwa kebijakan publik sesungguhnya lebih kental nuansa politiknya dari pada nuansa manajerial proses pengambilan keputusan semata. 6 Dengan demikian,seluruh masyarakat sesungguhnya adalah aktor-aktor politik.Sebab mereka semua pada dasarnya adalah juga aktor kebijakan secara komprehensif,yaitu baik sebagai pelaku maupun sebagai kelompok sasaran.Oleh karena itu,pelembagaan atas posisi masyarakat sebagai sejatinya aktor politik itulah yang menyebabkan bahwa keberadaan organisasi politik, utamanya partai politik diperlukan dalam menjalankan lima fungsi tersebut diatas. E. PARTAI POLITIK DI INDONESIA Di Indonesia partai politik 8 telah merupakan bagian dari kehidupan politik selama kurang lebih seratus tahun. Di Eropa Barat, terutama di Inggris, partai politik telah muncul jauh sebelumnya sebagai sarana partisipasi beberapa kelompok masyarakat, yang kemudian meluas menjadi partisipasi seluruh masyarakat dewasa. Saat ini partai politik di temukan di hampair semua Negara di Dunia. Umumnya dianggap bahwa pwrtai politik adalah sekelompok manusia terorganisir, yang anggota-anggotanya sedikit banyak mepunyai orientasi nalai-nilai serta cita-cita yang sama, dan memiliki tujuan untuk memproleh kekuasaan politik serta mempertahankan guna melaksanakan program yang telah ditetapkan. Di Indonesia kita mengenal sistem multi-partai, sekalipun gejala partai-tunggal dan dwi-pwrtai tidak asing dalam sejarah kita. Sistem yang kemudian berlaku berdasarkan sistem tiga orsospol dapat di kategorikan sebagai sistem multi-partai dengan dominasi satu partai. Tahun 1998 mulai masa Reformasi, Indonesia kembali ke sistem multi-partai (tanpa dominasi satu partai). 1. Zaman kolonial Partai politik pertama-tama halir pada zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana itu semua organisasi, apakah ia bertujuan social (seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah) atau terang-terangan menganut asas politik/agama (seperti Serikat Islam dan Partai Katolik) atau asas politik skuler (seperti PNI danPKI), memainkan peran penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepertaian masa itu menujukan keaneka ragaman dan pola ini kita hidupkan kembali pada zaman merdeka dalam bentuk multi-partai. 8 Sekalipun Golkar dalam masa orde Baru tidak secara resmi menganggap dirinya partai politik, akan tetapi dalam pembahasan ini Golkar tercakup dalam istilah “partai politik” pada ummunya. 7 Pada tahun 1918 pihak Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagai badan perwakilan. Ada beberapa partai serta organisasi yang mamanfaatkan kesempatan untuk bergerak memalui badan ini (yangdinamakan ko, namun ada juga yang menolak masuk di dalamnya yang di namakan non-ko) .Pada awalnya partisipasi organisasi Indonesia sangat terbatas.Dari 38 anggota,di samping ketua seorang Belanda,hanya ada 15 orang Indonesia,diantaranya 6 anggota Budi Utomo dan sarekat Islam.Komposisi baru berubah pada tahun 1931 waktu di terima perinsip”mayoritas pribumi”,sehingga dari 60 oranganggota ada 30 orang pribumi9.Pada tahun1939 fraksi pribumi terpenting dalam volksraad antara lain fraksi nasional Indonesia(FRANI) yang merupakan gabungan dari beberapa fraksi,diantaranya parindra dan perhimpunan pegawai bestuur bumiputra(PPBB).Ketua volksraad tetap orang belanda. Di samping itu,ada usaha untuk meningkatkan persatuan nasional melalui penggabungan partai partai politik dan memperjuangkan” Indonesia berparlemen”.Dalam rangka itu,pada tahun 1939 Gabungan Politik Indonesia (GAPI,yang merupakan gabungan partai partai beraliran Nasioanal ),dan majelisul Islamil a’laa Indonesia(MIAI,yang merupakan gabungan partai partia beraliran Islam yang terbentuk pada tahun 1937 )bersepakat untuk bersama sama membentuk komite rakyat Indonesia(KRI).Karena KRI kurang aktif ,maka pada tahun 1941 dibentuk Majelis Rakyat Indonesia(MRI)yang mencakup tidak hanya partai politik tetapi juga organisasi serikat sekerja dan organisasi nonpartai lainnya. Dalam kenyataannya organisasi organisasi kemasyarakatan dan partai mengalami kesukaran untuk bersatu dan membentuk satu front untuk menghadapi pemerintah colonial.Keadaan ini berlangsung sampai pemerintah Hindia Belanda ditaklukan oleh tentara kerajaan jepang.Akan teteapi pola kepartaian yang telah terbentuk di jaman colonial kemudian dilanjutkan dan menjadi landasan untuk terbentuknya pola sistim multi-partai di jaman merdeka. 9 Visman Report, Jilid I (Batavia: Landsdrukkerij, 1941), Prof. Miariam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, halaman 423. 8 2. Zaman Demokrasi Indonesia Masa Perjuangan Kemerdekaan(1945-1949) Menyerahnya tentara hindia belanda kepada tentara jepang yang disusul dengan kalahnya tentera jepang,membulatkan tekat kita untuk melepaskan diri baik dari kolonialisme belanda maupun dari fasisme jepang,dan mendirikan suatu Negara modern yang demokratis. Sesudah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 keaadaan ini berubah total.Pada tanggal 18 agustus,Soekarno dan Moh.Hatta dipilih sebagai presiden dan wakil presiden oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia(PPKI)dan pada tanggal 22 agustus 45 panitia tersebut dalam sidang terakhirnya menetapkan aturan peralihan UUD 45 selama UUD45 belum dapat dibentuk secara sempurna.Selain itu,panitia menetapkan berdirinya badan keamanan rakyat (BKR yang kemudian menjadi TNI)dan komite nasional Indonesia (KNI kemudian di kembangkan menjadi komite nasional I ndonesia pusat atau KNIP ).KNIP menjadi pembantu presiden sebelum MPR dan DPR dapat didirikan ,seperti yang disebutkan dalam pasal IV aturan tambahan dan peralihan UUD45 yang berbunyi: Sebelum majelis permusyawaratan rakyat ,dewan perwakilan rakyat,dan dewan pertimbangan agung dibentuk menurut UUD ini,segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.10 “Bersamaan dengan itu,dibentuk pula suatu partai politik sebagai alat perjuangan,yakni partai nasional Indonesia(PNI),dimana oleh presiden Soekarno diharapkan akan menjadi “motor perjuangan rakyat”.11 BKR dan KNIP segera dibentuk dan langsung memainkan peran yang penting.Keanggotaan KNIP di ambil dari pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah agar seluruh Indonesia terwakili,ditambah dengan anggota PPKI yang tidak diangkat menjadi menteri.KNI daerah juga dibentuk di daerah daereah.Karena kesibukan membentuk KNI di daerah,pembentukan PNI untuk sementara ditunda. Seiring dengan usaha untuk membentuk badan-badan aparatur Negara timbul juga hasrat di beberapa kalangan untuk mendobrak suasana politik otoriter dan refresif yang telah berjalan selama tiga setengah tahun pendudukan jepang, kearah kehidupan yang demokratis. Hal ini terjadi Dallam beberapa tahap. 10 Ensiklopedia Nasional Indonesia, halaman 26. Pidato Presiden Soekarno yang dimuat di Merdeka, 25 agustus 1945, dalam jhon D. Legge Soekarno: Sebuah Biografi Politik (Jakarta: penerbit Sinar Harapan, 1985), halaman 244. 11 9 Tahap pertama, atas prakarsa beberapa politisi muda, diusahaka agar kedudukan KNIP yang tadinya sebagai pembatu Presiden, menjadi suatu badan yang mempunyai wewenang legislatif. Sebelum MPR dan DPR dapat didirikan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada pihak siapa pun. Untuk itu, pada tanggal 16 Oktober, dalam sidang paripurna KNIP (resat) yang di ketuai Mr. Kasman Singodimedjo dan dihadiri oleh sebagian besar mentri kabinet serta Wakil Presiden Mooh. Hatta, ditetapkan bahwa selama MPR dan DPR belum dapat dibentuk, KNIP diberi kewenangan legislatif dan wewenang untuk turut menetapkan Garis-garis besar haluan Negara (Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta). Tahap kedua, Badan Pekerja mengusulkan agar para mentri bertanggung jawab kepada KNIP yang telah berubah menjadi palemen sementara (ministerial responsibility). Usalan ini disetujui oleh Presidan pada tanggal 14 November 1945, (Maklumat Pemerintah) dan selanjutnya disetujui oleh NKIP dalam sidang plenonya pada tanggal 25-27 November 1945.12 Denga demikian mulai 14 November 1945 sistem pemerintahan presidensial telah berubah menjadi system parlementer.13 Sitem ini selanjutnya di kukuhkan dalam UUD RIS 1949, UUD Sementara 1950 ( dan selanjutnya telah disepakati dalam Konstituante sebelum dibubarkan), sehingga tetap berlaku selam empat belas tahun, ya itu sampai bulan juli 1959 saat Indonesia kembali ke UUD 1945. 3. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965) Zaman ini di tandai pertama dengan diperkuatnya kedudukan presiden, antara lain dengan diperkuatnya kedudukan presiden, antara lain dengan ditetapkanya sebagai Presiden seumur hidup melalui TAP MPR No III/1963. Kedua pengakuan peranan partai politik , kecuali PKI yang malahan mendapat kesempatan berkembang. Ketiga, peningkatan peranan militer sebagai kekuatan sosial politik. Kadang-kadang masa ini dinamakan periode segitiga 12 Wilopo, Zaman Pemerintahan Partai dan Kelemahan-kelemahanya (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978), hlm. 10-12. Mohammad Hatta,Memoir (Jakarta: PT Tintamas, 1979), hlm. 472-473 dan 480. John D. Legge, Soekarno: Sebuah Biografi Politik, hlm. 245-248. Secretariat DPR-GR, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakayat Republik Indonesia (Jakarta, 1970), hml. 8-11. Prof. Miriam Budiardjo, Dasa-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Press 2008), hml. 426. 13 Oleh J.A Logemann ini disebut “een vrijwillige zelfbeperking van de presidentiele marcht (suatu pembatasan diri secara suka rela terhadap kekuasaan presiden) J.A. Logemann, Het Staatsrecht van Indonesea ( Jakarta, 1954), hlm. 36. Op. Cip. 10 Soekarno, TNI, dan PKI (dengan Presiden Soekarno di sudut paling atas) kerena merupakan perebutan kekuasaan antara tiga kekuatan itu. Dalam rangka melaksanakan konsep Demokrasi Terpimpin berdasarkan UUD 1945 Presiden Soekarano membentuk alat-alat kenegaraan seperti MPR dan DPA. Selain itu juga di bentuk suatu Dewan Nasional yang terdiri dari 40 orang anggota yang separuhnya terdiri dari golongan fungsional, seperti golongan buruh, tani, pengusaha, wanita, pemuda, wakilwakil berbagai agama, wakil daerah, dan wakil ABRI. Komposisi Dewan Nasional mencerminkan pemikiran bahwa di luar partai politik beberapa kelompok masyarakat (termasuk ABRI) perlu di dengar suaranya dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses politik. Dalam rangka memperkuat badan ekskutif dimulailah beberapa ihtiar untuk menyederhanakan sitem partai dengan mengurangi jumlah partai melaluai Penpres No. 7/1959. Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang menganjurkan pembentukan partaipartai dicabut dan ditetapkan syarat yang harus dipenuhi oleh partai untuk diakui oleh pemerintah. partai yang kemudia dinyataka memenuhi syarat adalah PKI, PNI, NU, Partai Katolik, Partindi, Parkindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti, sedangkan beberapa partai lain dinyatakan tidak memenuhi syarat. Dengan dibubarkanya Masyumi dan PSI pada tahun 1960 yang tersisa tinggal sepuluh partai pilitik saja.14 4. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998) Salah satu tindakan MPRS ialah mencabut kembali ketetapan No III/1963 tentang penetapan presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Tindakan lain yang dilakukan oleh Orde baru adalah pembentukan KPI melalui TAP MPRS No. XXV/1966, sedangkan Partindo yang telah menjalin hubungan erat dengan PKI, dibekukan pada tahun yang sama. Sementara itu terjadi perdebatan melaui berbagai seminar dan media massa, antara lain perlunya mendirikan demokrasi dan membentuk suatu system politik yang demokratis dengan merombak struktur politik yang telah ada. Partai politik yang menjadi sasaran utama dari kecaman masyarakat dianggap telah bertindak memecah belah karena terlalu mementingkan ideology serta kepentingan masing-masing. Keterlibatan ini sedemikian dalamnya sehingga mereka tidak sampai menyusun program kerja yang dapay dilaksanakan. 14 R.Wiyono, Organisasi kekuasaan Sosial Politik di Indonesia (bandung: Penerbit Alumni, 1982), hml. 2930. Prof. Miriam Budiardjo, Dasa-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Press 2008), hml. 441 11 Salah satu yang pada masa itu menarik perhatian adalah Seskoad, Bandung, lembaga yang sedikit banyak bertindak pusat pemikir (think tank) untuk Orde Baru. Salah satu pristiwa yang penting adalah diadakannya Seminar Angkatan Darat II di Bandung pada tahun 1966. Beberapa perwira ABRI dan beberapa tokoh sipil diundang untuk membicarakan masalah-masalah yang menyangkut penegakan Orde Baru. Beberapa cendikiawan dari kalangan Universitas diundang untuk memberikan makalah dan berpartisipasi dalam diskusi. Salah satu makalah yang berjudul Pemilihan Umum dan Orde Baru membahas tentang dua sitem pemilihan, yaitu system perwakilan berimbang (atau sistem proporsional) dan system distrik yang umumnya belum dikenal di Indonesia.15 Sebagai hasil perdebatan, baik dalam seminar Angkatan Darat maupun diluar, akhirnya system distrik dituang dalam rancangan undang-undang pemilihan umum yang di ajukan pada perlemen pada awal tahun 1967 bersama dua RUU lainnya. Akan tetapi ternyata rancangan-rancangan undang-undang sangat dikecam oleh partai-partai politik, tidak hanya karena dianggap dapat merugikan mereka, akan tetapi karena mencakup beberapa ide baru, seperti duduknya wakil ABRI sebagai anggota parlemen. Akhirnya pada tanggal 27 Juli 1967 pemerintah dan partai-partai mencapai suatu komromi dimana kedua belah pihak member konsesi. Pemerintah mengalah dengan menyetujui system pemilihan umum proposional, tetapi dengan beberapa modifikasi antara lain tiap kabupaten akan dijamin sekurang-kurangnya satu kursi sehingga perwakilan dari luar daerah jawa akan seimbang dengan perwakilan dari Jawa. Di pihak lain, partai-partai mengalah dengan diterimanya ketenatuaan bahwa 100 anggota parlemen dari jumlah total 460 akan diangkat dari golongan ABRI (75) dan non ABRI (25) dengan ketentuan bahwa golongan militer tidak akan menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih. Berdasarkan Knsensus itu pada tanggal 8 Desember 1967 RUU diterima baik oleh perlemen dan pemilihan umum Orde Baru yang diikuti oleh sepuluh partai politik (termasuk Golkar) diselenggarakan pada tahun 1971. 5. Zaman Reformasi Periode reformasi bermula ketika Presiden Soeharto turun dari kekuasaan 21Mei 1998.Sejak itu hari demi hari ada tekanan atau desakan agar di adakan pembaharuan kehidupan politik kea rah yang lebih demokratis.Di harapkan bahwa dalam usaha ini kita dapat memanfaatkan 15 Miriam Budiardjo,”pemilihan Umum dan Orde Baru”, makalah yang disampaikan pada seminar Angkatan Darat II di Bandung 1966. 12 pengalaman kolektif sewlama tiga periode 1945 sampai 1998.Dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapat kesempatan untuk mendirikan partai.Atas dasr itu pemerintah yang di pimpin oleh BJ Habibiedan parlemen mengeluarkan UU No 2/1999 tentang partai politik.Perubahan yang di dambakan ialah mendirikan suatu system dimana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan,akan tetapi yang juga tidak member peluang kepada eksekutif untuk menjadi terlalu kuat(exsecutive heavy).Sebaliknya,kekuatan eksekutif dan legislative diharapkan menjadi setara atau nevengeschikt sebagaimana di amatkan dalam UUD 1945. Partai politik yang mendaftarkan diri ke departemen kehakiman berjumlah 141.Tetapi setelah di seleksi tidak semuanya dapat menguji pemilihan umum1999.partai politik yang memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilihan umum hanya 48 saja. Hasuil pemilu umum 1999 menunjukkan bahwa tidak ada partai yang secara tunggal mendominasi pemerintahan dan tidak ada partai yang memegang posisi mayoritas mutlak yang dapat mengendalikan pemerintahan.PDIP yang memperoleh suara dan kursi paling banyak(35.689.073 suara dan 153 kursi)ternyata tidak dapat menjadikan Megawaty Soekarno Putri(Ketua umum)Presiden RI yang ke-4.Dengan adanya koalisi partai-partai islam dan beberapa partai baru menjadi kubu teraendiri di DPR,yang di kenal dengan poros tengah,Posisi PDIP menjadi kalah kuat.Sebagai akibatnya yang di pilih oleh MPR menjadi npresiuden adalah pendiriu PKB,partai yang di DPR hanya memperoleh 51 kursi,yaitu KH.Abdurrahman Wahid.16 16 Angka ini merupakan angka resmi Komisi pemilihan Umum,dimana penulis menjadi anggota Tim 11 yang antara lain bertugas menyeleksi partai politik yang bakan mengikuti Pemilu 1999. 13 BAB II IDEOLOGI POLITIK A. ASAL USUL ISTILAH “IDEOLOGI” Filsuf Prancis, Antoine Destutt de Traciy (1754-1836),menciptakan istilah ideologi pada 1796. De tracy adalah seorang bangsawan yang bersimpati pada Revolusi Prancis (1789). De Tracy adalah pengikut Rasional , gerakan abad k2-18 yang di kenalkan sebagai Pencerahan yang kritis terhadap otoritas tradisional dan mistifikasi ajaran agama. De Tracy memandang Ideologi sebagai Ilmu tentang pikiran manusia (sebagai biologi dan zoologi adalah ilmu tentang spesies) yang mampu menunjukan arah yang benar menuju masa depan. Pengaitan ideologi dengan ilmu dan kajian yang objektif ternyata tidak bertahan lama. Istilah ideologi segera menjadi istilah negatif yang mengacu pada objek, bukan pada bentuk kajian dan sering dibedakan dengan pendekatan ilmiah. Tokoh pertama yang menggunakan istilah ini dengan negatif adalah Napoleon Bonaparte (1769-1821) . Sejak itu Napoleon mulai menjadi kritikus yang mempertautkan “ideologi” dengan karakter seperti keinginan a priori untuk mengubah cara lama dan memperbaiki kehidupan masyarakat , dan mendukung kepercayaan yang cocok dengan kepentingan mereka yang memiliki keinginan itu (de Trecy adalah pendukung pemerintahan republik yang liberal, yang membayangkan suatu dunia baru dimana para cendekiawan seperti dirinya akan memiliki peran yang signifikan. B. PENDAPAT MARK DAN PARA PENGIKUTNYA Ideologi sebagai konsep yang negatif sangat penting dalam karya Karl Mark (18181883). Seorang filsuf politik terkemuka, John Plamenatz, menulis bahwa Mark-lah yang lebih dari pada orang lain dalam memperkenalkan kata itu pada ranah teori politik dan sisial, dan ia menggunakannya dalam semua pengertian tersebut Berbeda-beda. Pernyataan Marxis yang paling dikenal mengenai ideologi terdapat dalam The German Ideologi yang ditulis Mark bersama Friederich Engels (1820-1895) pada 1840-an. 14 Ide-ide kelas penguasa berada dalam setiap masa ide-ide yang berkuasa, yakni kelas yang merupakan kekuatan material dalam masyarakat, sekaligus merupakan kekuatan intelektual yang berkusa. Kelas yang memiliki alat produksi material, sekaligus mengontrol waktu atas produksi mental akan tunduk kepadanya. Mark tidak percaya bahwa pandangannya adalah “ideologi” dengan melihat bahwa pandangannya didasarkan pada pemahaman yang ilmiah atas sejarah dan kemenangan niscaya kelas buruh dan sosialisme.17 Karl Marx: Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. V.I. Lenin (1870-1924) Juga menganggap Marxisme sebagai suatu ilmu, namun ia menerima bahwa “ideologi” kata yang tidak bisa di batasi pada masyarakat kapitalis atau prakapitalis (seorang Marxis “revisionis”, Eduard Bernstein 1850-1932 tidak lama sebelumnya juga menghubungkan sosialisme dengan ideologi). Definisi lain Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi18: Gunawan Setiardjo : Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Destutt de Tracy: Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu. 2 april 2004 Descartes: Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. 5 mei 2004 17 18 Op cip “Definisi” http://www.pengertianahli.com/2013/05/pengertian-ideologi-menurut-para-ahli.html 15 Machiavelli: Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. 1 agustus 2006 Thomas H: Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23 oktober 2004 Francis Bacon: Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. 5 januari 2007 Napoleon: Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya. 22 desember 2003 Muhammad Ismail: Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau ke mana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya? 24 april 2007 Dr. Hafidh Shaleh: Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008 Taqiyuddin An-Nabhani: 16 Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005. Ideologi-ideologi Kontemporer Ideologi yang bermunculan cukup banyak, dan ini diakibatkan bervariasinya kenyataan dan individu yang menerjemahkannya ke dalam ideologi yang dicetuskannya. Namun, untuk kebutuhan tulisan ini akan dicukupkan pada beberapa ideologi yang bersifat “mainstream”. Dari ideologi-ideologi tersebut, dapat diturunkan varian-variannya. 1. Kapitalisme Secara bahasa, kapitalisme adalah paham tentang kapital (modal). Jika dikembangkan lebih lanjut, maka Kapitalisme berarti paham ekonomi yang didasarkan pada penginvestasian uang dalam rangka menghasilkan uang. Kapital tidak harus berupa uang, tetapi aset-aset lain (misalnya tanah, bangunan, kendaraan) yang bisa diinvestasikan untuk menghasilkan uang. Uang yang dihasilkan dari investasi tersebut kembali digunakan untuk investasi untuk menghasilkan uang. Kapitalisme terdiri atas 3 varian, yaitu Kapitalisme Pedagang, Kapitalisme Produksi, dan Kapitalisme Finansial. Kapitalisme Pedagang (Merchant Capitalism) termasuk jenis Kapitalisme yang paling tua. Kapitalis (pelaku permodalan) menginvestasikan hartanya untuk mencari barang yang langka dan memiliki keuntungan jika diperdagangkan. Investasi tidak harus berupa uang, melainkan dapat termasuk kendaraan, barang kebutuhan primer, barang berharga, dan sejenisnya. Kapitalisme Pedagang menuntut pembukaan pasar yang nantinya akan dilakukan monopoli atasnya. Kapitalisme Produksi (Production Capitalism) dilakukan oleh Kapitalis yang memiliki alat dan cara produksi. Bentuk yang paling dikenal adalah “pabrik.” Pabrik digunakan untuk memproduksi barang tertentu, untuk kemudian dipasarkan. Untuk memproduksi barang, pemilik pabrik membutuhkan pekerja (labor). Labor ini sekaligus juga konsumen dari barang yang mereka produksi. Barang yang dihasilkan ditukar dengan uang di “pasar” (market). Keuntungan dari penjualan digunakan Kapitalis untuk diinvestasikan ke dalam pabriknya, 17 ataupun pada kegiatan lain. Uang, cara produksi, alat produksi, pasar, profit, dan uang, adalah konsep-konsep kunci untuk menganalisis Kapitalisme Produksi ini. Kapitalisme Keuangan (Financial Capitalism) merupakan bentuk terbaru dari Kapitalisme. Dalam Kapitalisme Keuangan, modal diinvestasikan bukan ke dalam bentuk barang, tenaga kerja, atau pabrik. Uang diinvestasikan ke dalam sellisih uang. Komoditas produksi Kapitalisme Keuangan adalah saham dan nilai tukar uang (valuta). Pasar dalam kegiatan Kapitalisme Keuangan adalah “bursa efek.” Kapitalisme Keuangan inilah yang kerap menciptakan devaluasi (penurunan) nilai mata uang dunia. 2. Sosialisme Sosialisme tumbuh sebagai kritik atas Kapitalisme, khusnya Kapitalisme Produksi. Menurut Michael Newmann, Sosialisme adalah ideologi yang minimal ditandai oleh : (1) komitmennya untuk menciptakan masyarakat yang egalitarian (sama); (2) Seperangkat kepercayaan bahwa orang bisa membangun sistem egalitarian alternatif yang didasarkan pada nilai-nilai solidaritas dan kerjasama; (3) pandangan yang optimistik yang memandang manusia dan kemampuannya dapat bekerja sama antara satu dengan lainnya, dan (4) keyakinan bahwa adalah mungkin untuk membuat perubahan secara nyata di dunia ini melalui agen-agen yang terdiri atas mereka-mereka yang sadar. Sosialisme, sama seperti Kapitalisme, memiliki “pecahan.” Sosialisme sendiri adalah konsep induk dari ideologi-ideologi yang muncul kemudian, di mana satu sama lain kerap bertolak belakang dalam kegiatannya. Ideologi-ideologi tersebut adalah Sosialisme Utopia, Marxisme, Komunisme, Anarkisme, Sosial Demokrasi, dan sejenisnya. 3. Liberalisme Liberalisme berkembang sejalan dengan Kapitalisme. Perbedaannya, Kapitalisme berdasarkan determinisme Ekonomi, sementara Liberalisme tidak semata didasarkan pada ekonomi melainkan juga filsafat, agama, dan kemanusiaan. J. Salwyn Schapiro menyatakan bahwa Liberalisme adalah “… perilaku berpikir terhadap masalah hidup dan kehidupan yang menekankan pada nilai-nilai kemerdekaan individu, minoritas, dan bangsa.” 18 Lebih lanjut, Schapiro menjelaskan serangkaian prinsip dari Liberalisme yaitu : (1) keyakinan mengenai pentingnya kemerdekaan untuk mencapai setiap tujuan yang diharapkan; (2) semua manusia memiliki hak-hak yang sama di depan hukum yang dimaksudkan bagi kemerdekaan sipil; (3) tujuan utama dari setiap pemerintahan adalah mempertahankan kebebasan, persamaan, dan keaman dari semua warga negara; (4) adanya kebebasan berpikir dan berekspresi; (5) liberalisme yakin akan adanya kebenaran yang obyektif, bisa ditemukan melalui kegiatan berpikir menurut metode riset, eksperimen, dan verifikasi; (6) agama merupakan hal yang harus ditoleransi; (7) liberalisme berpandangan dinamis mengenai dunia, dan; (8) kaum liberal adalah mereka yang idealis (hendak mencapai tujuan) melalui praktek-praktek yang dipertimbangkan. Liberalisme terutama berkembang di Inggris, terutama sejak Glorious Revolution, di mana Kekuasaan Monarki Absolut Inggris dibatasi. Tokoh liberalisme adalah John Locke dan John Stuart Mill. Locke melalui karyanya Two Treatises of Government mensyaratkan tujuan pemerintahan untuk melindungi hak milik yang diperintah. Sementara John Stuart Mill melalui karyanya On Liberty, yang mengawali sistem demokrasi dengan mekanisme suara terbanyak. 4. Neoliberalisme Pada perkembangannya, ideologi Liberalisme terpecah. Satu lebih mendekati Sosialisme, dan lainnya mendekati kapitalisme (ekonomi). Neoliberalisme adalah pecahan ideologi Liberalisme yang mendekati kapitalisme, sementara yang mendekati sosialisme disebut sebagai New Liberalism (Liberalisme Baru). Ideologi Neoliberalisme ini yang dituding menunggangi aksi militer Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah dan Asia Selatan. Neoliberalisme adalah cara pandang kebijakan yang menekankan pada kebutuhan untuk adanya kompetisi pasar yang bebas (free market competition). Liberalisme sekaligus merupakan ideologi (seperangkat gagasan yang terorganisir) dan praktek (seperangkat kebijakan). Beberapa prinsip Neoliberalisme adalah: keyakinan bahwa perkembangan ekonomi yang berkelanjutan adalah penting untuk mencapai kemajuan umat manusia, kepercayaan diri bahwa pasar bebas adalah tempat alokasi sumber daya yang paling efektif; 19 penekanannya pada peran minimal intervensi negara dalam hubungan sosial dan ekonomi, dan komitmennya pada kemerdekaan perdagangan dan permodalan. Neo Liberalisme kerap dikaitkan dengan globalisasi, yang mengindikasi penguatan dalam arus modal dan perdagangan dunia. Ini mengakibatkan beralihkan perimbangan kekuasaan dari negara kepada pasar. Pemerintah pada titik ini memiliki sedikit pilihan, dan memutuskan untuk mengadopsi kebijakan Neoliberal dalam rangka mencapai daya saing ekonomi. Neoliberal, sebab itu, memberi kepercayaan yang demikian besar kepada perusahanperusahan untuk berinvestasi dan “memperluas” usaha. Dampak dari kebijakan Neoliberal adalah, negara yang tidak memiliki daya saing ekonomi akan tunduk pada pemodal dari negara lain. Kondisi ini kemudian menciptakan ketergantungan dan kemiskinan di negara tanpa daya saing tersebut. 5. Fundamentalisme Jika sosialisme, liberalisme, kapitalisme, dan neoliberalisme menekankan pada aspek pemikiran sekular, maka fundamentalisme menekankan pada aspek non-sekular. Kerap kali fundamentalisme tidak saja terjadi di dalam kelompok Islam melainkan juga di kelompokkelompok Kristen dan Yahudi. Fundamentalisme dari kelompok agama muncul akibat semakin duniawinya pola hidup masyarakat, kegagalan kapitalisme dan liberalisme dalam menciptakan keadilan sosial, dan ancaman-ancaman modernisasi yang semakin mendesak kehidupan beragama. Fundamentalisme dalam kelompok Islam dapat disebutkan Ikhwan al-Muslimin, berdiri di Mesir tahun 1924. Pendirinya, Hasan al-Banna adalah seorang guru sekolah. Ikhwan al-Muslimin mendominasi pemikiran politik Sunni di sepanjang era 1970-an dan 1980-an di Mesir, Sudan, Syria, dan Yordania. Kelompok yang mewakili Syiah adalah Fadayan-I Islam, yang berdiri tahun 1940-an di Iran. Kelompok ini didirikan oleh Navab Safavi dan mengalami pelarangan oleh pemerintah Shah Irah tahun 1956. Fadayan-I Islam kembali bangkit pasca keberhasilan Revolusi Islam Iran di bawah pimpinan Ayatollah Khalkhali. Pemikiran-pemikian kelompok di atas banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti Sayyid Qutb (1906-1966), Abul A’la al-Mawdudi (1903-1979). Mawdudi ini kemudian berhasil mendirikan Jama’ah Islamiyah tahun 1972. Basis gerakan Jama’ah Islamiyah adalah di Pakistan, di mana kelompok ini berusaha mengubah sistem politik Pakistan menjadi 20 Sistem Politik Islam. Bimbingan pemerintahan Islam yang akan dilangsungkan di Pakistan memiliki kerangka teoretis di dalam karya Mawdudi, Khilafah dan Kerajaan. Ayatullah Ruhollah Khomeini merupakan pemimpin fundamentalis Syiah di Iran. Ia berhasil memimpin Revolusi Islam Iran tahun 1979 dan menggulingkan kekuasaan Shah Iran. Khomeini kemudian mendidirikan pemerintahan Islam yang didasarkan atas Syiah Itsna Asy’ariyah (Syiah Imam Dua Belas). Sementara Imam ke-12 (Al Mahdi Al Muntazzar) masih dalam kondisi ghaib, pemerintahan sementara dipegang oleh Wilayatul Faqih. Wilayatul Faqih adalah pemerintahan yang dianggotai para Ulama Syiah dan memiliki kekuasaan tertinggi di dalam pemerintahan sehari-hari. Fundamentalisme kelompok-kelompok Kristen dapat ditelusuri hingga ke saat Pasca Civil War (akhir 1800-an). Kelompok-kelompok Kristen di Amerika Serikat merasa mendapat ancaman terhadap doktrin beragama setelah mewabahnya imigrasi, industrialisasi, Darwinisme, dan sosialisme. Pada tahun 1960-an, para pengkhotbah dari kelompok fundamentalis mulai tampil di televisi-televisi, dan mereka bicara isu-isu politik. Salah satu kelompok fundamentalis Kristen yang terkemuka adalah Moral Majority, didirikan di Amerika Serikat tahun 1979 oleh Reverend Jerry Falwell. Isu-isu yang dikembangkan kelompok ini adalah anti-aborsi, mendirikan rumah bagi orang-orang miskin, sakit, dan rehabilitasi pecandu alkohol. Mereka juga menekan pemerintah untuk menerbitkan undang-undang pelarangan judi, pornografi, prostitusi, dan melarang kerja pada hari Minggu. Kelompok fundamentalis Kristen secara keras menolak pengajaran Darwinisme di sekolahsekolah, oleh sebab bertentangan dengan ajaran kitab suci yang menekankan pada Kreasionisme. Fundamentalis kelompok Yahudi diwakili Zion (orangnya Zionis). Gerakan mereka adalah mendirikan negara Yahudi di Palestina, yang menurut Talmud adalah Tanah yang Dijanjikan Tuhan kepada bangsa Yahudi. Tokoh Zion adalah Theodore Herzl, seorang Yahudi yang hidup di Basel, Swiss, yang mendirikan Zion tahun 1918. Tahun 1948, Zion berhasil mendirikan negara Yahudi di Palestina lewat bantuan Inggris. Kelompok fundamentalis Yahudi semakin kuat setelah Perang 6 Hari pada tahun 1967. Perang antara Israel melawan aliansi Mesir, Yordania, dan Suriah ini dimenangkan oleh Israel. Israel berhasil menguasai wilayah Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir, Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan Tepi Barat juga Yerusalem Timur dari Yordania. Sementara Zion kemudian terpecah ke dalam 2 partai : Partai Likud dan Partai Buruh. Partai Buruh ini lebih moderat dan mulai membicarakan kemerdekaan Palestina serta mengembalikan wilayah yang direbut dalam Perang 6 Hari. Sementara itu, Partai Likud pun 21 terpecah ke dalam partai-partai fundamentalis yang lebih keras. Contoh dari partai-partai tersebut adalah Partai Morasha dan Partai Kach. Partai Kach ini dimotori oleh Rabbi Meir Kahane, bersifat violence, dengan tujuan mengusir seluruh orang Palestina dari Tanah Israel. Namun, Partai Kach bersifat minoritas di Israel, tetapi sangat agresif. C. IDEOLOGI-IDEOLOGI POLITIK Dalam materi ini, membahas ideologi politik yang berhubungan dengan pemikiran politik.Pendapat ini pun memunculkan jebakan potensi lainnya 19.Bahkan diantara akademisi yang menyebut diri mereka”teoritikus politik”,sering terdapat kencenderungan untuk meremehkan ideologi sebagai bentuk pemikiran yang inferior,dan atau dengan sendirinya melibatkan pendekatan normatif yang tidak di ikuti sampai saat ini dalam kajian “filsafat politik”.Sekumpulan akademikus yang mempelajari bidang rendahan ini meliputi pemikir pemikir besar(Mark,Mill,dll),atau konsep konsep penting (hak,keadilan,dll).Namun dengan mengutip freeden: Ideologi adalah bentuk pemikiran politik yang memberikan akses langsung yang penting untuk memahami bentuk dan sifat teori politik,kekayaan,ragam,dan rinciannya.penelitian akademis terhadaap ideologi harus disertakan dengan kajian filsafat politik. Kajian ideologi politik dalam pengertian ini tertarik dengan persoalan seperti:siapa yang merupakan pemikir pentingnya dan apa pernyataan utama dari suatu ideologi?Sampai dimana pertentangan atau ketegangan dalam suatu ideologi?Mengapa beragam aspek suatu ideologi di tekankan pada pelbagai waktu dan mengapa terbentuk beragam sintesis?Bagi mereka yang menyukai definisi singkat,berikut adalah basis buku ini: Suatu ideologi politik adalah sekumpulan kepercayaan dan pemikiran empiris dan normatif yang relatif koheren dengan terfokus terhadap masalah masalah hakikat manusia,proses sejarah,dan pengaturan sosiopolitik.Ideologi ini biasanya berhubungan dengan suatu progam untuk persoalan tertentu dalam jangka pendek.dengan tergantung pada hubungannya dengan struktur nilai yang dominan,suatu ideologi dapat berlaku sebagai kekuatan yang menciptakan kestabilan atau kekuatan radikal.Pemikir pemikir tertentu bisa menanamkan inti ideologi ,namun menyebut seseorang sebagai “ pencetus ideologi”atau”penganut ideologi” biasanya dianggap negatif.Oleh karena itu,istilah “filsuf politik”atau “teoritikus politik” lebih tepat sebagai seorang pemikir yang mampu 19 Roger Eatwell dan Anthony wrigh,Ideologi politik kontemporer,(Yogyakarta:2004) 22 mengembangkan suatu tingkat perdebatan yang rumit.Ideologi politik sesungguhnya merupakan hasil pemikiran kolektif.Ideologi merupakan “tipe ideal”,yang jangan dicampuradukkan dengan gerakan,partai,atau rezim tertentu yang menggunakan nama itu. Keterangan terakhir ini menekankan persoalan paling akhir.Apabila ideologi politik melibatkan kajian atas pelbagian pemikir,gerakan,partai,dan renzim,tidak adakah persoalan yang berkenaan dengan konstruksi sesungguhnya dari suatu ideologi?Fasisme adalah contoh yang baik sebab merupakan ideologi yang mengangkat isu isu paling mendasar tentang konstruksi tersebut. Salah satu masalah penting dalam membangun ideologi fasisme adalah apakah fokusnya terutama harus diberikan kepada setiap fasis(tulisan dan pidatonya),atau penekanan harus diberikan pada gerakan dan kebijakan renzim-persoalan yang lebih banyak dikaji oleh sejarawan.Sebagai tokoh fasis(biasanya bukan pemimpin) dapat memberikan tingkat pemikiran tinggi yang menjadi minat teoretisi politik akademis,namun belum jelas bagaimana,atau apakah,tokoh tersebut mempengaruhi gerakan dan renzim.Lebih lanjut fasisme Italia dan Nazisme Jerman memiliki tahap gerakan dan rezim ynag berlainan.Fasisme dalam tahap sebelum berkuasa cenderung bersifat radikal,misalnya sangat kritis terhadap agama dam kapitalisme.Setelah berkuasa Fasisme lebih mengakomodasi kepentingan kepentingan agana dan kapitalisme.Oleh sebab itu banyak pihak akan beranggapan bahwa model fasisme yang tidak didasarkan pada praktik rezim yang konkret sebagai sesuatu yang ganjil. Kalangan marxis tidak menganggap ada persoalan disini.Fasisme akan dianggap sebagai contoh kesadaran palsu yang terutama dipahami berdasarkan pengaruh pengaruh yang mendasar.Analisis semacam itu memandang fasisme sebagia hasil dari krisis kapitalisme,sebagai bentuk”kediktatoran modal” yang dibutuhkan manakala krisis ekonomi berarti tidak lagi memungkinkan memelihara”kebebasan borjuis”.Harus ditambahkan bahwa tak perlu menjasi seorang Marxis untuk berpendapat bahwa ideologi fasis terutama harus dilihat berdasarkan peran sosialnya.Kalangan fungsionalis juga melihatnya terutama dalam pengertian usaha mengahiri anomi atau menyiapkan masyarakat di Jerman,Itali,dan Jepang demi kecenderungan yang dipercaya elite berasal dari perang yang dibutuhkan gun menjamin keagungan bangsa(suatu usaha untuk menciptakan apa yang disebut Dhurkheim sebagia”solidaritas mekanis”) 23 Pendapat pendapat ini akan muncul kembali,dan pendapat lain juga mengemuka,apabila kita memikirkan bagaimana menjelaskan”ekologisme”.Haruskah kita mempelajari pemikir pemikir besar,atau partai dengan gerakan hijau yang sesungguhnya? partai dan gerakan itu jelas merupakan campuran ideologi,dan sampai kadar tertentu mungkin saja melakukan kompromi untuk menarik dukungan.Sehingga benar saja jika gerakan lingkungan memperoleh masa setelah itu.Atau haruskah ekologisme dipahami terutama dalam pengertian basis sosialnya.Pelbagai literatur sosiologi memperlihatkan bahwa keanggotaan gerakan lingkungan cenderung generasi muda yang terdidik dan bekerja di sektor ekonomi nonproduksi.Namun pakah ini berarti kita harus menyebut ekologisme sebagai ideologi kelas menengah(sebagaimana kerap di istilahkan untuk fasisme,kendati dalam kasus fasisme penekanan diberikan pada basis”borjuis kecil”bukan basis kelas menengah profesional) persoalan seperti ini sangat sah dalam sosiologi,namun pengggunaanya yang sia sia untuk memehami ideologi per se dapat dipandang dengan mempertimbangakan kasus hipotesis partai hijau yang menjadi partai nasional besar.Tak pelak partai ini harus menarik basis kelas dan usia yang luas:akankah ekologisme dengan demikian menjadi ideologi “semua kelas”?perlu sekali menanbahkan bahwa historiografi terakhir menunjukkan bahwa Nazisme,jauh dari sosok partai kelas menengah,menarik dukungan dari semua kelas yang penting.Jadi justru mereduksi ideologi ideologi dalam basis kelas dalam pengertian dukungan. Pendapat ini memunculkan pernyataan penting yang tidak bisa dijawab dengan sederhana.Pertanyaan itu terancam menimbulkan perdebatan metodologis.Meskipun demikian sangat penting mengutarakan dua hal berkenaan dengan fasisme sebagai kesimpulan disini. Pertama,mempelajari “praktik” tidak dengan sendirinya dianggap memberikan pandangan yang lebih benar dibandingakan mengkaji ide ide politik.Walaupun apa yang benar benar dilakukan fasisme jangan pernah dilupakan(terutama dalam melihat kekejaamannya),rezim rezim fasis utama berumur pendek dan melalui masa yang bergejolak.Bahkan gerakan itu hanya cenderung ada dalam periode yang singkat.Oleh karena itu kajian kajian yang terutama terfokus pada gerakan dan rezim ini jangan dilihat dengan sendirinya memberikan kunci bagi fasisme”yang sesungguhnya”.(Bandingkan dengan menyebutkan bahwa Marxisme harus dimengertti terutama dengan sejarah komunisme soviet selama sepuluh atau duapuluh tahun setelah 1917,atau ekologisme harus dipahami dengan melihat program program partai lingkungan atau pidato para pemimpinnya). 24 Kedua,historiografi terakhir memperlihatkan bahwa hubungan antara fasisme dan dunia bisnis ternyata kompleks,namun dalam keadaan stabil fasisme justru lebih mempengaruhi dunia bisnis ketimbang sebaliknya.Bahkan dikalangan Marxis terdapat perdebatan besar mengenai sampai dimana ideologi dapat di reduksi menjadi kepentingan,dan mengenai “otonomi relatif”negara-isu yang di singgung pada awal. 25 Daftar Pustaka Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi Press 2008 Fadillah Putra,Partai Politik dan Kebijakan Politik,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar press 2003), Ensiklopedia Nasional Indonesia, halaman 26 Roger Eatwell dan Anthony wrigh,Ideologi politik kontemporer,(Yogyakarta:2004) http://www.pengertianahli.com/2013/05/pengertian-ideologi-menurut-para-ahli.html Wilopo, Zaman Pemerintahan Partai dan Kelemahan-kelemahanya (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978), Mohammad Hatta,Memoir (Jakarta: PT Tintamas, 1979), . John D. Legge, Soekarno: Sebuah Biografi Politik Secretariat DPR-GR, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakayat Republik Indonesia (Jakarta, 1970. 26