PESTISIDA NABATI , MUDAH , MURAH, DAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGENDALIKAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN HORTIKULTURA Oleh Ir. Pasetriyani, MP. I . PENDAHULUAN Penggunaan pestisida kimia dilingkungan pertanian khususnya tanaman Hortikultura menjadi masalah yang dilematis. Rata-rata petani sayuran masih melakukan penyemprotan secara rutin 3- 7 hari sekali untuk mencegah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan kegagalan panen. Hampir semua petani melakukan pencampuran 2 – 6 macam pestisida dan melakukan penyemprotan 21 kali per musim tanam (Adiyoga, 2001). Kebiasaan tersebut memacu timbulnya beberapa dampak negatif antara lain : polusi lingkungan, perkembangan serangga hama menjadi resisten, resurgen ataupun toleran terhadap pestisida ( Moekasan dkk., 2000). Oleh sebab itu , perlu dicari pestisida alternatif untuk mensubtitusi pestisida kimia tersebut. Salah satunya adalah penggunaan senyawa kimia alami yang berasal dari tanaman yang dikenal dengan nama Pestisida Nabati (Sudarmo, 2005) Tanaman atau tumbuhan yang berasal dari alam dan potensial sebagai pestisida nabati umumnya mempunyai karakteristik rasa pahit (mengandung alkaloid dan terpen), berbau busuk dan berasa agak pedas. Tanaman atau tumbuhan ini jarang diserang oleh hama sehingga banyak digunakan sebagai ekstrak pestisida nabati dalam pertanian organik (Hasyim, A. dkk , 2010). Di Indonesia, sejak tahun 2001 Pemerintah telah mencanangkan gerakan “Go Organik 2010” dengan harapan Indonesia sebagai salah satu produsen utama pangan organik di dunia. Oleh karena itu dalam SNI 01-6729-2002 yang mengatur sistem pangan organik telah melarang penggunaan pestisida kimia dan dianjurkan menggunakan pestisida alami ( termasuk pestisida nabati) dan pengendalian secara mekanis ( Rizal, 2009). II. PENGERTIAN PESTISIDA NABATI Pestisida Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktekkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancis telah menggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada tanaman buah persik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo,2005). Menurut Kardinan (2002), karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi. Sudarmo (2005) menyatakan bahwa pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. merusak perkembangan telur, larva, dan pupa menghambat pergantian kulit menganggu komunikasi serangga menyebabkan serangga menolak makan menghambat reproduksi serangga betina mengurangi nafsu makan memblokir kemampuan makan serangga mengusir serangga (Repellent) menghambat perkembangan patogen penyakit Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak bahan kimia yang merupakan poduksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan OPT. Lebih dari 2 400 jenis tumbuhan yang termasuk kedalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida. Oleh karena itu, jika dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka akan membantu masyarakat petani untuk menggunakan pengendalian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya setempat yang ada disekitarnya ( Kardinan, 2002) III . PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Pembuatan pestisida nabati dapat menggunakan teknologi tinggi (di laboratorium) dan dikerjakan dalam skala industri, namun dapat pula dilakukan secara sederhana oleh kelompok tani atau perorangan. Secara umum pembuatan pestisida di laboratorium memerlukan biaya yang lebih mahal karena membutuhkan alat, bahan kimia khusus serta tenaga ahli. Akibatnya harga pestisida nabati menjadi lebih mahal daripada pestisida kimia. Cara pembuatan pestisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan yang berhasil baik atau efektif di suatu tempat belum tentu berhasil baik pula ditempat lain karena ramuan pestisida nabati bersifat “khusus lokasi”. Hal ini disebabkan suatu tumbuhan yang sama tetapi jika tumbuh di lingkungan yang berbeda maka kandungan bahan aktifnya pun dapat berbeda pula. Oleh sebab itu dosis dan konsentrasi bahan aktif yang digunakan pun akan berbeda pula. Jadi ramuan pestisida nabati akan tergantung pada hasil pengujian di lokasi setempat dan tidak berlaku ditempat lain. Untuk menghasilkan pestisida nabati yang dibuat secara sederhana yaitu : 1 . Penggerusan, penumbukan, pembakaran, atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta. 2 . rendaman untuk mendapatkan ekstrak 3 . rebusan bagian tanaman atau tumbuhan misalnya akar, batang, umbi, batang, daun, biji, dan buah ( Kardinan, 2002). Menurut Sudarmo (2005), keunggulan pestisida nabati adalah : murah dan mudah dibuat petani , relatif aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan resistensi hama,tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak meninggalkan residu pada tanaman, dan kompatibel digabung dengan cara pengendalian lainnya. Sementara kelemahannya adalah : daya kerja relatif lambat ,tidak membunuh jasad sasaran secara langsung ,tidak tahan terhadap sinar matahari ,tidak dapat disimpan lama jadi harus sering disemprotkan berulang-ulang. Menurut Kardinan (2002), penggunaan dan pengembangan pestisida nabati di Indonesia mengalami beberapa kendala berikut : pestisida sintetis (kimia) tetap lebih disukai dengan alasan mudah didapat, praktis mengaplikasinya, hasilnya relatif cepat terlihat, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak, dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida . Kurangnya rekomendasi dari para penyuluh karena mungkin keterbatasan pengetahuan para penyuluh tentang pestisida nabati, tidak tersedianya bahan tanaman secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat diperlukan dan sulitnya regristasi pestisida nabati di komisi pestisida karena bahan aktif tidak dapat dideteksi. Walaupun demikian di Indonesia, akhir-akhir ini telah mulai banyak kegiatan-kegiatan petani dengan sistem pertanian organik yang menggunakan pestisida nabati . Aplikasi pestisida nabati dapat menggunakan alat semprot gendong. Apabila tidak mempunyai alat semprot , dapat dilakukan dengan menggunakan kuas untuk mengecat dinding atau merang yang diikat. Caranya alat tersebut dicelupkan ke dalam ember yang berisi larutan pestisida nabati, kemudian dikibas-kibaskan pada tanaman. Semprotkan atau kibaskan cairan pestisida nabati ke bagian bawah tanaman (daun, bunga dll ) IV . RAMUAN PESTISIDA NABATI DAN APLIKASINYA Pembuatan ramuan pestisida memerlukan alat bantu yang sederhana misalnya penumbuk, panci, blender, ember plastik, pengaduk kayu, timbangan, pisau dan lain-lain. Pembuatan pestisida nabati biasanya terdiri dari campuran beberapa tumbuhan. Ramuan pestisida nabati tidak dapat berlaku umum, jadi berlaku khusus lokasi mengingat bahwa suatu jenis tanaman yang ditanam ditempat dan lingkungan berbeda kemungkinan besar akan mengandung bahan aktif yang berbeda pula. Akibatnya dosis dan konsentrasi dan efektifitas ramuanpun akan berbeda bergantung lokasi setempat. Dalam pembuatan ramuan tidak perlu menggunakan minyak tanah atau solar walaupun kedua bahan tersebut dapat meningkatkan daya bunuh ramuan. Hal ini disebabkan apabila dosisnya tidak tepat maka kedua bahan tersebut akan menimbulkan fitotoksisitas sehingga akhirnya tanaman layu seperti terbakar (Kardinan, 2002). Beberapa contoh ramuan pestisida nabati dan sararan OPT pada tanaman hortikultura menurut Kardiman (2002) dan Sudarmo (2005), dan Lestari ( 2008), A . Ramuan untuk mengendalikan Serangga hama : 1 . Ramuan untuk mengendalikan serangga hama secara umum : Bahan : - daun nimba 8 kg - lengkuas 6 kg - serai 6 kg - detergent/sabun colek 20 gr - air 20 lt Cara membuat : Daun nimba, lengkuas, dan serai ditumbuk atau dihaluskan. Seluruh bahan diaduk dalam 20 lt airlalu direndam 24 jam. Setelah itu larutan disaring, larutan hasil penyaringan diencerkan kembali 1 lt dilarutkan dengan 30 lt air, larutan ini dapat digunakan untuk 1 ha. 2 . Ramuan untuk hama Thrips sp pada tanaman cabai, kentang, bawang Bahan : - daun sirsak 50 - 100 lembar - deterjent/sabun colek 15 gr - air 5 lt Cara membuat : daun sirsak ditumbuk halus direndam dengan 5lt air + 15 gr detergent dandiamkan semalam. Kemudian larutan disaring, setiap 1 lt hasil saringan diencerkan dengan 10 – 15 lt air 3 . Ramuan untuk hama penghisap (kutu putih), belalang dan ulat Bahan : - daun pepaya segar 1 kg - detergent 50 gr - air 10 lt Cara membuat : daun pepaya diiris direndam dalam 10 lt air + detergent 50 gr biarkan semalam. Kemudian larutan disaring dan siap digunakan. 4 . Ramuan untuk hama pengisap (kutu), semut dan serangga lainnya Bahan : - biji Srikaya 15 – 25 gr - detergent 1 gr - air 1 lt Cara membuat : tumbuk halus biji srikaya dicampurkan dengan air dan detergent biarkan semalam, kemudian di saring dan siap digunakan 5 . Ramuan untuk beberapa jenis serangga Bahan : - bawang putih 100 gr - air 0.5 lt - detergent 10 gr - minyak goreng 2 sendok makan Cara membuat : gerus atau parut bawang putih campur dengan air dan minyak diamkan selama 24 jam, larutan di saring dan hasil penyaringan diencerkan hingga 20 kali volumenya dan siap digunakan 6 . Ramuan untuk hama belalang Bahan : - daun sirsak 50 lembar - daun tembakau satu genggam - detergent 20 gr - air 20 lt Cara membuat : daun sirsak dan daun tembakau ditumbuk halus dimasukan kedalam air dan ditambah detergent diamkan semalam, tiap 1liter larutan hasil penyaringan diencerkan dengan 50 – 60 lt air dan siap digunakan 7 . Ramuan untuk hama-hama pada tanaman bawang merah Bahan : - daun nimba 1 kg - umbi gadung racun 2 buah - detergent sedikit - air 20 lt Cara membuat : daun nimba dan umbi gadung ditumbuk halus lalu dicampur dengan air diamkan semalam , hasil penyaringan larutan siap digunakan. 8 . Ramuan untuk hama ulat pada tanaman kubis Bahan ; - serbuk bunga piretrum (krisan) 25 gr - detergent 10 gr - air 10 l Cara membuat : bunga piretrum dihaluskan menjadi serbuk lalu dicampur detergent dan air, diamkan semalam saring larutan dan siap digunakan B . Ramuan untuk hama gudang Bahan : - bunga piretrum - daun nimba Cara membuat : tumbuk halus bunga piretrum dan daun nimba dalam keadaan terpisah, rendam 2 – 5 gr serbuk bunga piretrum + 5 – 10 gr serbuk daun nimba dalam 1 lt air + 1 lt detergent. Diamkan semalam saring larutan dan siap digunakan pada kemasan atau karung penyimpan benih. Aplikasi lainnya adalah tepung bunga piretrum, daun nimba, abu serai wangi atau abu sekam sebanyak 1 gr dicampurkan merata dengan 1 kg benih tujuan nya melindungi benih dari serangan hama gudang selama sekitar 6 bulan. C. Ramuan untuk mengendalikan hama lalat buah Salah satu cara untuk mengendalikan hama lalat buah adalah menggunakan alat perangkap lalat buah yang terbuat dari bekas botol minuman air mineral, bagian moncongnya dipotong, dan kemudian dipasang terbalik sehingga berperan sebagai corong. Alat perangkap tersebut diisi zat pemikat hama dicampur air atau zat diteteskan pada kapas lalu digantungkan di dalam botol. Kemudian botol digantungkan di tanaman buah. Dua zat pemikat yang berasal dari tanaman yaitu selasih dan melaleuca. Bahan : - daun selasih atau melaleuca 10 gr - air 100 cc - deterjent 0.1 gr Cara Membuat : daun melaleuca atau selasih ditumbuk halus lalu dicampurair dandeterjen, diaduk sampai merata dan diendapkan semalam, keesokan harinya disaring. Aplikasinya larutan hasil saringan sebanyak 60 cc dimasukkan kedalam perangkap yang terbuat dari botol tadi dan digantungkan pada pohon buah-buahan. D . Ramuan untuk mengendalikan hama rodentia (tikus) Bahan : - Umbi gadung racun atau gadung KB 1 kg - Dedak (padi atau jagung) 10 kg - Tepung ikan 1 ons - Kemiri 1 ons - air Cara membuat : Umbi gadung dikupas lalu dihaluskan. Semua bahan dicampur, diaduk rata, dan dibuat dalambentuk pelet kering. Umbi gadung racun adalah gadung yang batangnya bulat berkayu, sedangkangadung KB berbatang lunak berbentuk segitiga dan digunakan untuk memandulkan tikus. Aplikasinya , pelet-pelet ditebarkan di tempat jalannya tikus atau di lorong-lorong sarang tikus. D . Ramuan untuk hama Molusca ( keong) Bahan : - akar tuba 5 - 10 gr - atau daun sembung 10 - 20 gr - air 1 lt - detergent 1 gr Cara membuat : akar tuba atau daun sembung dihaluskan dan diaduk merata dalam 1 ltair dicampur detergen diendapkan semalam lalu disaring, semprotkan pada lahan yang ada keongnya. E . Ramuan unuk mengendalikan penyakit 1. Penyakit oleh Fusarium sp (busuk batang oleh cendawan) Bahan : 2 – 6 gr biji nimba atau daun cengkih 50 - 100 gr Cara membuat : biji nimba dihaluskan dan direndam selama 3 hari dalam seliter air, kemudian disaring lalu disem protkan ke tanaman. Daun cengkih kering dihaluskan dan dibenamkan ke dalam tanah sekitar perakaran tanaman. 2 . Nematoda puru akar dan bakteri Bahan : - daun nimba kering 15 - 30 gr atau biji nimba 5 – 10 gr - air 1 lt - detergent 1 gr Cara membuat : Haluskan biji atau daun nimba dicampurkan dengan semua bahan, diamkan semalam, lalu di saring dan disemprotkan ke tanaman yang terserang penyakit. Apabila sasarannya nematoda., campuran bahan tidak perlu disaring tetapi langsung dibenamkan kedaerah perakaran. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W. 1987. Overview of Production, consumption, and distribution aspect of hot pepper inIndonesia. Annual Report Indonesian Vegetable Research Institute. Unpublished Report. Hasyim, A. dkk. 2010. Efikasi dan Persistensi Minyak Serehwangi sebagai Biopestisida terhadap Helicoverpa aemigera . Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Kardinan, Agus. 2002. Pestisida Nabati. Penebar Swadaya Jakarta. Lestari, Garsinia. 2008. Tanaman Toga. PT. Gramedia Jakarta. Moekasan, Tonny dkk. 2000. Penerapan PHT pada Sistem Tumpang Gilir Bawang Merah dan Cabai Rizal, Molide. 2009. Pemenfaatan Tanaman Arsiri sebagai Pestisida Nabati, Balitro. Bogor Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati. Penerbit Kanisius Jakarta