Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non

advertisement
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik
Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik
Bela Riski Dinanti, Novita Carolia
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang di seluruh dunia.Gejala neurologik yang timbul
pada stroke non hemoragik akibat gangguan peredaran darah otakbergantung pada berat ringannya gangguan dan lokasi.
Studi ini bersifat laporan kasus.Data primer diperoleh melalui autoanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang di rumah sakit. Dari anamnesis didapatkan, Tn. M usia 60 tahun datang dengan keluhan tangan dan kaki kanan
lemah saat digerakkan dan penurunan penglihatan mata kiri tidak sejelas mata kanan yang dirasakan sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit saat pasien beristirahat. Memiliki riwayat darah tinggi, merokok, konsumsi kopi,dan goreng-gorengan.
Hasil pemeriksaan fisik yaitu kesadaran komposmentis, Glasgow Coma Scale(GCS) E4V5M6 =15, tekanan darah 190/150
mmHg, kekuatan otot superior dekstra/sinistra 3/5, inferior 3/5, pemeriksaan nervus cranialis II tajam penglihatan okuli
dekstra 6/60, sinistra 3/60, hemianopia homonim dekstra. Pemeriksaan Computed Tomography (CT) Scan kepala kesan
infark di okspital kiri.Diagnosa klinis hemiparese dekstra dan parese nervus II e.cstroke non hemoragik, diberikan tata
laksana tirah baring, ceftazidime 1gr/12jam, amlodipin 1x 10 mg, lisinopril 1x10mg, aspilet 1x80mg, ranitidin 50mg/12jam,
dan citicholin 250mg/hari dan fisioterapi. Terdapat beberapa faktor pemicu terjadinya serangan dan gejala neurologik yang
timbul pada pasien stroke. Penatalaksanaan yang diberikan berupa penatalaksanaan umum, medikamentosa dan
rehabilitasi disesuaikan keadaan pasien.
Kata kunci:hemiparese dekstra, parese nervus II, stroke non-hemoragik
Hemiparese Dextra, Parese Nervus II e.c Non-Hemorrhagic Stroke
Abstract
Stroke is the main cause of death and long term disability in the world. Neurological symptoms that occurs in non
hemorrhagic stroke caused by brain blood flow disorder depends on the severity and location. This study is a case report.
Primary data gained from autoanamnesis, physical examination, and supporting examination in the hospital. From the
anamnesis, Mr. M age 60 years old came with weakness in right arm and leg and also decreasing in left eyesight since a day
before admitting to hospital felt when the patient resting. Patient had a history of high blood pressure, smoking, coffee and
fried food consumption. Physical examination: consciousness compos mentis, Glasgow Coma Scale(GCS) E4V5M6 =15,
blood pressure 190/150 mmHg, motoric strength superior dextra/sinistra 3/5, inferior 3/5, cranialis nerve II examination
eyesight oculi dekstra 6/60, sinistra 3/60, hemianopia homonim dekstra. From the head Computed Tomography (CT) Scan
shown infarct in left occipital lobe. Clinical diagnose right hemiparese and parese nervus II e.c non hemorrhagic stroke,
treated with bed rest, ceftazidime 1gr/12hour, amlodipin 1x10 mg, lisinopril 1x10mg, aspilet 1x80 mg, ranitidine
50mg/12hour, and citicholin 250mg/dayand physiotherapy. There is a few triggers causing the attack and neurological
symptoms that occurs in stroke patient. The treatments are general treatment, drugs and rehabilitation corresponding with
patient circumstances.
Keywords: hemiparese dextra, parese nervus II, non-hemorrhagic stroke
Korespondensi: Bela Riski Dinanti, S.Ked., alamat Pondok Arbenta Kos Jl. Soemantri Brodjonegoro, Gedung Meneng, Bandar
Lampung, HP 081273430166, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Stroke merupakan penyebab utama
kematian dan kecacatan jangka panjang di
seluruh dunia.World Health Organization
(WHO)
mendefinisikan
stroke
sebagaisindroma klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal maupun global
dengan gejala–gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas
selain kelainan vaskular.1
Secara global terdapat lebih dari 50 juta
penderita stroke dan Transient Ischaemic
Attack(TIA). Lebih dari 1 dari 5 orang penderita
akan menderita penyakit stroke selama 5
tahun, yang mengakibatkan banyak masalah
ekonomi
dan
infrastruktur
kesehatan.
Perkiraan saat ini menunjukan biaya ekonomi
perawatan di seluruh dunia sekitar 68,9 milyar
dolar, baik biaya langsung maupun tidak
langsung.Di Amerika terdapat sekitar 5–6 juta
penderita stroke dengan biaya disabilitas yang
tinggi.Penderita stroke yang menderita
disabilitas permanen sebanyak 15-30% dan
20% dari penderita membutuhkan perawatan
selama 3 bulan setelah stroke.2
Berdasarkan patofisiologinya stroke
terdiri dari stroke non hemoragik danstroke
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |31
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-HemoragiK
hemoragik. Stroke non hemoragik adalah tipe
stroke yang paling seringterjadi, hampir 80%
dari semua stroke.3 Stroke non hemoragik
merupakan penyakit neurologis di mana
kematian sel neuron disebabkan oleh peristiwa
patofisiologis serial, yang disebut 'kaskade
iskemik'
seperti
kegagalan
energi,
excitotoxicity, stres oksidatif, inflamasi,
apoptosis, dll. Faktor perusak ini semua yang
dipicu oleh penurunan atau hambatan aliran
darah.1
Gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah otakbergantung
pada berat ringannya gangguan dan lokasi.
Gejala utama stroke nonhemoragik ialah
timbulnya defisit neurologik secara mendadak,
didahului gejalaprodromal, terjadi waktu
istirahat atau bangun tidur dan kesadaran
biasanya tidakmenurun.4
Kasus
Pasien Tn. M, usia 60 tahun, yang
berdomisili di Pesawaran datang ke Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah(RSUD) Dr. H. Abdul Moeloek pada
tanggal 13 Desember 2015 dengan keluhan
tangan dan kaki kanan lemah saat digerakkan.
Hal ini sebenarnya sudah dirasakan oleh pasien
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit saat
pasien sedang beristirahat.
Pada awalnya tangan dan kaki kanan
terasa lemas, kesemutan, dan masih dapat
digerakkan.Namun, lama-kelamaan kelemahan
dirasakan bertambah, tangan dan kaki
dirasakan
memberat
dan
sulit
digerakkan.Pasien
juga
mengeluhkan
penurunan pengelihatan mata kiri tidak sejelas
mata kanan.Pasien sudah lama mengalami
penurunan penglihatan sebelumnya, namun ±1
hari sebelum masuk rumah sakit, merasa
penurunan penglihatan tiba-tiba yang semakin
memberat. Penurunan penglihatan tanpa
disertai mata merah dan berair.
Keluhan lainnya seperti nyeri kepala,
mual, muntah, dan pingsan disangkal oleh
pasien.Keluhan gangguan buang air kecil
disangkal oleh pasien.Pasien baru pertamakali
mengalami hal yang seperti ini.Pasien
mengatakan tidak ada keluarga yang
mengalami hal yang serupa. Riwayat darah
tinggi (+), penyakit jantung (-), kencing manis (), trauma (-), kejang (-).Pasien sempat
meminum obat untuk darah tinggi ±2 tahun
yang lalu namun sudah lama tidak kontrol dan
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |32
meminum
obatnya
lagi.Pasien
gemar
meminum kopi dan makan gorenggorengan.Pasien memiliki kebiasaan merokok
selama 40 tahun.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis, Glasgow Coma Scale(GCS)
E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
darah 190/150 mmHg, nadi 90 x/menit
ireguler, RR 20 x/menit, suhu 36,8oC.Pada
status generalis didapatkan batas jantung
normal.Kekuatan otot ekstremitas superior
dekstra/sinistra 3/5, inferior 3/5. Pemeriksaan
nervus kranialis II tajam penglihatan okuli
dekstra 6/60, okuli sinistra 3/60, lapang
penglihatan menyempit (hemianopia homonim
dekstra), tes warna normal. Refleks patologis
babinski (-/-), chadock (-/-), schaefer (-/-) dan
Gonda (-/-). Rangsang meningeal kaku kuduk (), burdzinsky sign I (-), burdzinsky sign II (-),
kernigs sign(-), laseque sign (-).Fungsi bahasa:
baik. Skoring pada pasien ini didapatkan hasil
siriraj skor: -1, algoritma gajah mada: kesan
stroke non hemoragik.
Pemeriksaan laboratorium pada pasien
inidilakukan pada tanggal 13 Desember
denganhasil Computed Tomography (CT) scan
kepala dengan kesan infark di oksipital kiri.
Elektokardiogram hasil dalam batas normal.
Darah lengkap didapatkan Hemoglobin (Hb):
11,7 mg/dl, leukosit: 11.710/ul, trombosit:
279.000/ul, hematokrit:35%. Kimia darah
denganhasil ureum: 3,7 mg/dl, kreatinin: 0,90
mg/dl, natrium: 137 mmol, kalium: 4,8 mmol,
kalsium: 8,7 mg/dl, dan klorida: 102 mmol.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik,dan
pemeriksaan
penunjang
didapatkandiagnosis pada kasus ini hemiparese
dekstra dan parese nervus IIet causa stroke
nonhemoragik.
Tatalaksana umum yang diberikan yaitu
tirah baring dan pemantauan tanda vital.
Pemberian medikamentosa berupa oksigen
3L/menit, infus ringer laktatXV gtt/menit,
seftazidim 1gr/12jam, amlodipin
1x10mg,
lisinopril 1x10mg, aspilet 1x80mg, ranitidin
50mg/12jam, vitamin B1, B6, B12 2x1tablet,
danciticholin250mg/hari. Pasien juga diberikan
rehabilitasi berupa fisioterapi.
Pembahasan
Berdasarkan data-data yang didapatkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik
pasien menderita stroke. Stroke adalah
sindroma klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal maupun global dengan
gejala–gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa ada penyebab lain yang jelas selain
kelainan vaskular.5
Anamnesis yang menunjang untuk
stroke adalah didapatkannya defisit neurologis
berupa hemiparese dekstra dan parese nervus
II.Pasien mengeluhkan lengan dan tungkai
kanan lemah dan sulit digerakkan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Keluhan
muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang
beristirahat menonton televisi pada pagi hari.
Selain itu pasien juga memiliki keluhan
penurunan penglihatan pada mata.
Dari anamnesis pasien, diagnosa lebih
mengarah
kepada
stroke
non
hemoragik.Stroke non hemoragik atau stroke
iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh
sumbatan pada pembuluh darah servikokranial
atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai
faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan
hemodinamik
yang
menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi
mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu
24 jam atau lebih.6,7
Stroke disebabkan oleh banyak faktor
atau yang sering disebut multifaktor.Faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian
stroke dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable
risk factors) dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factors).6Terdapat
faktor risiko stroke pada pasien yaitu laki-laki,
usia tua, merokok dan hipertensi yang tidak
terkontrol. Penelitian menunjukkan prevalensi
laki-laki lebih tinggi mengalami stroke akibat
arteriosklerosis arteri besar.Pengecualian pada
stroke kardioembolik, prevalensi 50% adalah
pasien
perempuan.
Hipertensi
arteri
merupakan faktor risiko stroke yang paling
sering terjadi, menunjukkan prevalensi tinggi di
semua tipe stroke.8Dan merokok terutama
terkait dengan stroke akibat arteriosklerosis
arteri besar.9
Pemeriksaan fisik yang mendukung
diagnosis stroke adalah ditemukannya tekanan
darah tinggi 180/140mmHg pada pemeriksaan
tanda vital yang menunjukkan adanya
hipertensi pada pasien. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko penyebab serangan
stroke non hemoragik. Dimana kenaikan
tekanan darah 10 mmHg saja dapat
meningkatkan risiko terkena stroke sebanyak
30%. Hipertensi mempercepat arterioskleosis
sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli
pada/dari pembuluh darah besar.10
Dari pemeriksaan motorik didapatkan
kekuatan otot lemah pada ekstremitas superior
dan inferior dekstra.Hal ini menunjukkan
adanya defisit neurologis yang mengarah ke
stroke non hemoragik. Berdasarkan teori,
gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa
kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua
sisi),hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan
otot-otot
wajah,
dysarthria,
dysfagia,
peningkatan
refleks
muntah,
diplopia,
nystagmus, kelemahan otot mata, gangguan
pengelihatan dan penurunan kesadaran.11
Pengaturan motorik anggota gerak
dipersarafi
oleh
jaras
kortikospinalis
(piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke
kontralateral pada decusasio piramidalis di
medulla oblongata, sehingga lesi di salah satu
hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi
kontralateralnya.12Hal ini yang menunjukkan
bahwa kelemehan pada sisi kanan pasien
disebabkan adanya gangguan padahemisfer
cerebri sinistra.
Pada pasien pemeriksaan nervus kranial
II visus okuli dekstra 6/60, okuli sinistra 3/60,
lapang penglihatan menyempit (hemianopia
homonim dekstra), tes warna normal. Hal
tersebut merupakan manifestasi klinis lesi saraf
optik. Penyebab umum dari lesi saraf optik
adalah optik atrofi, trauma padasaraf optik,
neuropati optikataupun neuritis optikus.13
Pada neuritis optik dapat ditemukan
penurunan visus, pemeriksan lapang pandang
biasanya berupa skotoma sentral atau
sentrosekal. Lesi yang terletak di kutub
oksipital akan menimbulkan skotoma (daerah
buta regional) pusat dan lesi unilateral akibat
trombosis
arteri
cerebri
posterior
menimbulkan
hemianopia
homonim
kontralateral. Pada umumnya, lesi yang ada
tidak merusak semua serabut optik sehingga
daya penglihatan untuk melihat sesuatu masih
utuh.14
Selain itu, dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat dilakukan penegakkan
diagnosis berdasarkan sistem scoring algoritma
Gadjah Mada, pada pasien tidak didapatkan
penurunan kesadaran, sakit kepala (-), dan
refleks babinski (-) yang mengarah stroke non
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |33
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-HemoragiK
hemoragik. SkorSiriraj pasien adalah -1 kesan
stroke non hemoragik.
Dari pemeriksaan penunjang yang
mendukung diagnosis ke arah stroke non
hemoragiktidak banyak diantaranya adalah
penurunan hematokrit.Pada pasien didapatkan
pemeriksaan laboratorium darah rutin kadar
hematokrit 35%. Penurunan hematokrit
menandakan kondisi viskositas darah dimana
viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke
otak. Aliran darah ke otak yang tidak lancar
menyebabkan hipoksia otak yang dapat
berakhir terjadinya iskemik.12
Pemeriksaan CT-scan telah dilakukan.
CT-scan merupakan gold standar dari
penegakkan diagnosis stroke. Didapatkan
kesan infark di oksipital kiri. Selain itu pada
pasien
dilakukan
pemeriksaan
elektrokardigram
(EKG)
dan
telah
dikonsultasikan kepada dokter spesialis jantung
dan tidak ditemukan adanya kelainan pada
jantung. Pemeriksaan jantung dilakukan untuk
mengevaluasi fungsi jantung pada pasien
stroke untuk mencari sumber emboli.15
Penatalaksanaan yang dapat diberikan
pada pasien berupa terapi umum yaitu kepala
dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur
setiap 2 jam, mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.Letakkan kepala
pasien pada posisi 300, selanjutnya bebaskan
jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan
hasil
analisis
gas
darah.Penatalaksanaan pada pasien stroke non
hemoragikyang pertama adalah oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak.16
Pemantauan secara terus menerus
terhadap status neurologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
dianjurkan dalam 72 jam pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata.Pemberian
oksigen dianjurkan pada keadaan dengan
saturasi oksigen <95%.15
Anti koagulan diberikan pada pasien
stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi
emboli otak seperti pasien dengan kelainan
jantung fibrilasi atrium non valvular, trombus
mural dalam ventrikel kiri, infark miokard
baru,dan katup jantung buatan.
Obat yang
dapat diberikan adalah heparin dengan dosis
awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian
sampai dicapai 1,5–2,5 kali kontrol hari ke 3
diganti anti koagulan oral.Pasien dengan
paresis berat yang berbaring lama yang
berisiko terjadi trombosis vena dalam dan
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |34
emboli paru untuk prevensi diberikan heparin
2x5.000 unit subkutan atauLow Molecular
Weight Heparin(LMWH) 2x0,3 cc selama 7–10
hari.15,17
Obat anti agregasi trombosit mempunyai
banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80–
1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan
menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol
dikombinasi dengan aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan
menghambat
jalur
siklooksigenase,
fosfodiesterase
dan
ambilan
kembali
15,17
adenosine.
Pada pasien diberikan obat aspilet.
Aspilet merupakan obat anti agregasi
trombosit,
mekanisme
kerja
dengan
menghambat jalur siklooksigenase, bekerja
mencegah agregasi trombosit. Dosis yang
dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari sampai 1.300 mg/hari.15
Pemberian amlodipin dan lisinopril pada
pasien merupakan terapi untuk mengatasi
hipertensi pada pasien. Penurunan tekanan
darah yang tinggi pada stroke akut sebagai
tindakan rutin tidak dianjurkan karena
kemungkinan dapat memperburuk keluhan
neurologis. Berbagai Guideline (AHA/ASA 2007
dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut
agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi.17,18
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan
darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun
diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan
apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220
mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) >120
mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang
akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah
harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan
TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah
pemberian rtPA.17,18
Apabila TDS >180 mmHg atauMean
Arterial BloodPressure(MAP)>130 mmHg tanpa
disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan secara
hati-hati
dengan
menggunakan
obat
antihipertensi
intravena
kontinu
atau
intermitten dengan pemantauan tekanan
darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg
atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi
INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
mmHg masih diperbolehkan.15,17
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik
Tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan kecuali bila tekanan sistolik =220
mmHg,diastolik =120 mmHg, MAP = 130 mmHg
(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit)atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah
20%, dan obat yang direkomendasikan adalah
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfabeta, penyekat Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) atau antagonis kalsium.16,19
Citicholin memiliki sifat neuroprotektif
dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemi. Cytidine diphosphocoline
bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan
cara
menambah
sintesa
phospatidylcholine,menghambat terbentuknya
radikal bebas dan menaikkan sintesis
asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi
kognitif.Pada pasien stroke iskemik dan
perdarahan, dosis 500–2.000 mg sehari selama
14 hari menunjukkan penurunan angka
kematian
dan
kecacatan
yang
bermakna.Therapeutic Windows 2–14 hari.15
Citicholin sampai saat ini masih
memberikan
manfaat
pada
stroke
akut.Penggunaan citicholin pada stroke iskemik
akut dengan dosis 2x1000 mg intravena selama
3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg
selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian
International Citicholin Trial in Acute
Stroke(ICTUS). Selain itu, pada penelitian yang
dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI) secara multisenter,
pemberian plasmin oral 3x500 mg pada 66
pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia
menunjukkan efek positif pada penderita
stroke akut berupa perbaikan motorik.15,20
Ceftazidime bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial selama pasien
dirawat. Berikan antibiotika atas indikasi dan
usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris
sesuai dengan pola kuman.15
Pemberian ranitidin sebagai antagonis
H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress
ulcer. Untuk mencegah timbulnya perdarahan
lambung pada stroke, sitoprotektor atau
penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak
ada perbedaan hasil antara pemberian
penghambat reseptor H2, sitoprotektor agen
ataupun inhibitor pompa proton.21
Cairan yang diberikan adalah cairan
isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
menjaga euvolemi.Tekanan vena sentral
dipertahankan antara 5-12 mmHg.Pada
umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parenteral maupun enteral). Balans cairan
diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran
cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan
cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi
300 ml per derajat celcius pada penderita
panas).15
Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan
magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti
bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai
normal.Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi
sesuai dengan hasil analisa gas darah. Cairan
yang hipotonik atau mengandung glukosa
hendaklah dihindari kecuali pada keadaan
hipoglikemia.22
Nutrisi enteral paling lambat sudah
harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi
menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan
atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik. Pada
keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30
kkal/kg/hari dengan komposisi : 1) karbohidrat
30-40 % dari total kalori; 2)lemak 20-35 %
(pada gangguan nafasdapat lebih tinggi 35-55
%); 3) protein 20-30% (pada keadaan
stresskebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari
(pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
23
Pasien akan disarankan untuk menjalani
rehabilitasi medik untuk memberi kemampuan
kepada penderita yang telah mengalami
disabilitas fisik dan atau penyakit kronis agar
dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai
dengan kapasitasnya.15Program rehabilitasi
medik yang dapat diikuti pasien berupa
fisioterapi dan psikoterapi.
Kesimpulan
Diagnosis stroke non hemoragik dan
intervensi yang dilakukan pada kasus ini telah
sesuai dengan beberapa literatur. Terdapat
beberapa faktor yang memicu terjadinya
serangan stroke yang ditemukan pada pasien
dan gejala neurologik yang timbulakibat
gangguan peredaran darah otaksesuai
beberapa teori yang menjadi sumber acuan.
Penatalaksanaan
stroke
dapat
berupapenatalaksanaan umum, farmakologis
dan rehabilitasi yang disesuaikan keadaan
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |35
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-HemoragiK
pasien. Penatalaksanaan pelayanan kesehatan
pada penderita stroke perlu dilakukan secara
menyeluruh, komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan. Perlunya mengedukasi
pasienmengenai penyakit, perjalanan penyakit,
pola hidup sehat, dan cara penggunaan obat
yang benar.
Daftar Pustaka
1. Aggarwal A, Aggarwal P, Khatak M, Khatak
S. Cerebral ischemic stroke: sequels of
cascade. Inter J Pharma and Bio Scie.
2010; 3(1):1-24.
2. Saenger AK, Christenson RH. Stroke
biomarkers: progress and challenges for
diagnosis, prognosis, differentiation, and
treatment. Clin Chem. 2009; 56:1.
3. Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M,
Simone G, Ferguson B, Flegal K. Heart
disease and stroke statistics-2009 update:
areport from the american heart
association statistics committee and
stroke
statistics
subcommittee.
Circulation. 2009;119:21-181.
4. Lumbantobing SM. Neurologi klinik:
pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
FakultasKedokteran Universitas Indonesia;
2006.
5. World Health Organization [internet].
Geneva: World Health Organization; 2006
[diakses tanggal 17 Desember 2015].
Tersedia
dari
:http://www.who.int/bulletin/volumes/89
/4/10-082370/en/.
6. Goetz GC. Textbook ofclinical neurology.
Edisi ke–3. Philadelphia: Saunders; 2007.
7. Cohen SN. The subacute stroke patient:
Preventing recurrent stroke. Dalam:
Cohen SN. Management of Ischemic
Stroke. New York: Mc Graw-Hill; 2000. hlm
89-109.
8. American Heart Association [internet].
Texas: American Heart Association; 2015
[diakses tanggal 27 Desember 2015].
Tersedia
dari
:http://www.strokeassociation.org/idc/gr
oups/strokepublic/@wcm/,@hcm/documents/
downloadable/ucm_309713.pdf.
9. Farida S, Shameena B, Danielle KL. Agerelated changes in brain support cells:
Implications for stroke severity. NIH Public
Access. 2013;63(4):291-301.
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |36
10. Grau J, Weimar C, Buggle F, Heinrich A,
Goertler M, Neumaier S, et al.Risk factors,
outcome, and treatment in subtypes of
ischemic stroke [internet]. USA: The
German Stroke Data Bank; 2001[diakses
tanggal 17 Desember 2015]. Tersedia dari
http://stroke.ahajournals.org/.
11. Frances
K.
Tinjauan
klinis
atas
pemeriksaan laboratorium. Jakarta: EGC;
2005.
12. Maas MB, Sahfied JE. Ischemic stroke:
pathophysiology and principles of
localization. Neurology Board Review
Manual. 2009:13(1):2-16.
13. Khurana
AK.
Comprehenship
ophthalmology. Edisi ke-4. Boston:
Butterwoth Heinemann; 2007.
14. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis
dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat P; 2010.
15. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI.
Guideline stroke. Jakarta: Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Saraf
Indonesia
(PERDOSSI ); 2011.
16. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI.
Pedoman
penatalaksanaan
stroke.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI ); 2007.
17. AHA/ASA Guideline. Guideline for the
early management of adults with ischemic
stroke. Stroke. 2007;38(1):1655-711.
18. The European Stroke Organisation (ESO)
Executive Committee and the ESO Writing
Committee. Guidelines for management
of ischaemic stroke and transient
ischaemic attack 2008. Cerebrovasc Dis.
2008;25:457-507.
19. Paul JA, Oparil S. Evidence-based guideline
for the management of high blood
pressure in adults. Joint National
Committee
(JNC8).
JAMA.
2014;
311(5):507-20.
20. Ferrer Internacional S.A. ICTUS study:
International citicoline trial on acute
stroke; 2006 [diakses tanggal 27
Desember
2015].
Tersedia
dari
https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT00
331890.
21. Scottish
Intercollegiate
Guidelines
Network
[internet].
UK:
Scottish
Intercollegiate Guidelines Network; 2010.
[diakses tanggal 27 Desember 2015].
Tersedia dari www.sign.ac.uk.
Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik
22. Lata-Caneda MC, Piñeiro-Temprano M,
García-Fraga I. Spanish adaptation of
thestroke and aphasia quality of life scale39 (SAQOL-39). Eur J Phys Rehabil Med.
2009;45:379–84.
23. Konndrup J, Rasmussen HH, HambergO.
Nutritional risk screening (NRS 2002): a
new method based on an analysis of
controlled clinical trials. Clin Nutrition.
2003; (1):321–36.
J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |37
Download