Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik Bela Riski Dinanti, Novita Carolia Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang di seluruh dunia.Gejala neurologik yang timbul pada stroke non hemoragik akibat gangguan peredaran darah otakbergantung pada berat ringannya gangguan dan lokasi. Studi ini bersifat laporan kasus.Data primer diperoleh melalui autoanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di rumah sakit. Dari anamnesis didapatkan, Tn. M usia 60 tahun datang dengan keluhan tangan dan kaki kanan lemah saat digerakkan dan penurunan penglihatan mata kiri tidak sejelas mata kanan yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit saat pasien beristirahat. Memiliki riwayat darah tinggi, merokok, konsumsi kopi,dan goreng-gorengan. Hasil pemeriksaan fisik yaitu kesadaran komposmentis, Glasgow Coma Scale(GCS) E4V5M6 =15, tekanan darah 190/150 mmHg, kekuatan otot superior dekstra/sinistra 3/5, inferior 3/5, pemeriksaan nervus cranialis II tajam penglihatan okuli dekstra 6/60, sinistra 3/60, hemianopia homonim dekstra. Pemeriksaan Computed Tomography (CT) Scan kepala kesan infark di okspital kiri.Diagnosa klinis hemiparese dekstra dan parese nervus II e.cstroke non hemoragik, diberikan tata laksana tirah baring, ceftazidime 1gr/12jam, amlodipin 1x 10 mg, lisinopril 1x10mg, aspilet 1x80mg, ranitidin 50mg/12jam, dan citicholin 250mg/hari dan fisioterapi. Terdapat beberapa faktor pemicu terjadinya serangan dan gejala neurologik yang timbul pada pasien stroke. Penatalaksanaan yang diberikan berupa penatalaksanaan umum, medikamentosa dan rehabilitasi disesuaikan keadaan pasien. Kata kunci:hemiparese dekstra, parese nervus II, stroke non-hemoragik Hemiparese Dextra, Parese Nervus II e.c Non-Hemorrhagic Stroke Abstract Stroke is the main cause of death and long term disability in the world. Neurological symptoms that occurs in non hemorrhagic stroke caused by brain blood flow disorder depends on the severity and location. This study is a case report. Primary data gained from autoanamnesis, physical examination, and supporting examination in the hospital. From the anamnesis, Mr. M age 60 years old came with weakness in right arm and leg and also decreasing in left eyesight since a day before admitting to hospital felt when the patient resting. Patient had a history of high blood pressure, smoking, coffee and fried food consumption. Physical examination: consciousness compos mentis, Glasgow Coma Scale(GCS) E4V5M6 =15, blood pressure 190/150 mmHg, motoric strength superior dextra/sinistra 3/5, inferior 3/5, cranialis nerve II examination eyesight oculi dekstra 6/60, sinistra 3/60, hemianopia homonim dekstra. From the head Computed Tomography (CT) Scan shown infarct in left occipital lobe. Clinical diagnose right hemiparese and parese nervus II e.c non hemorrhagic stroke, treated with bed rest, ceftazidime 1gr/12hour, amlodipin 1x10 mg, lisinopril 1x10mg, aspilet 1x80 mg, ranitidine 50mg/12hour, and citicholin 250mg/dayand physiotherapy. There is a few triggers causing the attack and neurological symptoms that occurs in stroke patient. The treatments are general treatment, drugs and rehabilitation corresponding with patient circumstances. Keywords: hemiparese dextra, parese nervus II, non-hemorrhagic stroke Korespondensi: Bela Riski Dinanti, S.Ked., alamat Pondok Arbenta Kos Jl. Soemantri Brodjonegoro, Gedung Meneng, Bandar Lampung, HP 081273430166, e-mail [email protected] Pendahuluan Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang di seluruh dunia.World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke sebagaisindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala–gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan vaskular.1 Secara global terdapat lebih dari 50 juta penderita stroke dan Transient Ischaemic Attack(TIA). Lebih dari 1 dari 5 orang penderita akan menderita penyakit stroke selama 5 tahun, yang mengakibatkan banyak masalah ekonomi dan infrastruktur kesehatan. Perkiraan saat ini menunjukan biaya ekonomi perawatan di seluruh dunia sekitar 68,9 milyar dolar, baik biaya langsung maupun tidak langsung.Di Amerika terdapat sekitar 5–6 juta penderita stroke dengan biaya disabilitas yang tinggi.Penderita stroke yang menderita disabilitas permanen sebanyak 15-30% dan 20% dari penderita membutuhkan perawatan selama 3 bulan setelah stroke.2 Berdasarkan patofisiologinya stroke terdiri dari stroke non hemoragik danstroke J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |31 Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-HemoragiK hemoragik. Stroke non hemoragik adalah tipe stroke yang paling seringterjadi, hampir 80% dari semua stroke.3 Stroke non hemoragik merupakan penyakit neurologis di mana kematian sel neuron disebabkan oleh peristiwa patofisiologis serial, yang disebut 'kaskade iskemik' seperti kegagalan energi, excitotoxicity, stres oksidatif, inflamasi, apoptosis, dll. Faktor perusak ini semua yang dipicu oleh penurunan atau hambatan aliran darah.1 Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah otakbergantung pada berat ringannya gangguan dan lokasi. Gejala utama stroke nonhemoragik ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak, didahului gejalaprodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun tidur dan kesadaran biasanya tidakmenurun.4 Kasus Pasien Tn. M, usia 60 tahun, yang berdomisili di Pesawaran datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) Dr. H. Abdul Moeloek pada tanggal 13 Desember 2015 dengan keluhan tangan dan kaki kanan lemah saat digerakkan. Hal ini sebenarnya sudah dirasakan oleh pasien sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit saat pasien sedang beristirahat. Pada awalnya tangan dan kaki kanan terasa lemas, kesemutan, dan masih dapat digerakkan.Namun, lama-kelamaan kelemahan dirasakan bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan sulit digerakkan.Pasien juga mengeluhkan penurunan pengelihatan mata kiri tidak sejelas mata kanan.Pasien sudah lama mengalami penurunan penglihatan sebelumnya, namun ±1 hari sebelum masuk rumah sakit, merasa penurunan penglihatan tiba-tiba yang semakin memberat. Penurunan penglihatan tanpa disertai mata merah dan berair. Keluhan lainnya seperti nyeri kepala, mual, muntah, dan pingsan disangkal oleh pasien.Keluhan gangguan buang air kecil disangkal oleh pasien.Pasien baru pertamakali mengalami hal yang seperti ini.Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa. Riwayat darah tinggi (+), penyakit jantung (-), kencing manis (), trauma (-), kejang (-).Pasien sempat meminum obat untuk darah tinggi ±2 tahun yang lalu namun sudah lama tidak kontrol dan J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |32 meminum obatnya lagi.Pasien gemar meminum kopi dan makan gorenggorengan.Pasien memiliki kebiasaan merokok selama 40 tahun. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, Glasgow Coma Scale(GCS) E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan darah 190/150 mmHg, nadi 90 x/menit ireguler, RR 20 x/menit, suhu 36,8oC.Pada status generalis didapatkan batas jantung normal.Kekuatan otot ekstremitas superior dekstra/sinistra 3/5, inferior 3/5. Pemeriksaan nervus kranialis II tajam penglihatan okuli dekstra 6/60, okuli sinistra 3/60, lapang penglihatan menyempit (hemianopia homonim dekstra), tes warna normal. Refleks patologis babinski (-/-), chadock (-/-), schaefer (-/-) dan Gonda (-/-). Rangsang meningeal kaku kuduk (), burdzinsky sign I (-), burdzinsky sign II (-), kernigs sign(-), laseque sign (-).Fungsi bahasa: baik. Skoring pada pasien ini didapatkan hasil siriraj skor: -1, algoritma gajah mada: kesan stroke non hemoragik. Pemeriksaan laboratorium pada pasien inidilakukan pada tanggal 13 Desember denganhasil Computed Tomography (CT) scan kepala dengan kesan infark di oksipital kiri. Elektokardiogram hasil dalam batas normal. Darah lengkap didapatkan Hemoglobin (Hb): 11,7 mg/dl, leukosit: 11.710/ul, trombosit: 279.000/ul, hematokrit:35%. Kimia darah denganhasil ureum: 3,7 mg/dl, kreatinin: 0,90 mg/dl, natrium: 137 mmol, kalium: 4,8 mmol, kalsium: 8,7 mg/dl, dan klorida: 102 mmol. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang didapatkandiagnosis pada kasus ini hemiparese dekstra dan parese nervus IIet causa stroke nonhemoragik. Tatalaksana umum yang diberikan yaitu tirah baring dan pemantauan tanda vital. Pemberian medikamentosa berupa oksigen 3L/menit, infus ringer laktatXV gtt/menit, seftazidim 1gr/12jam, amlodipin 1x10mg, lisinopril 1x10mg, aspilet 1x80mg, ranitidin 50mg/12jam, vitamin B1, B6, B12 2x1tablet, danciticholin250mg/hari. Pasien juga diberikan rehabilitasi berupa fisioterapi. Pembahasan Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik pasien menderita stroke. Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala–gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan vaskular.5 Anamnesis yang menunjang untuk stroke adalah didapatkannya defisit neurologis berupa hemiparese dekstra dan parese nervus II.Pasien mengeluhkan lengan dan tungkai kanan lemah dan sulit digerakkan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Keluhan muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat menonton televisi pada pagi hari. Selain itu pasien juga memiliki keluhan penurunan penglihatan pada mata. Dari anamnesis pasien, diagnosa lebih mengarah kepada stroke non hemoragik.Stroke non hemoragik atau stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih.6,7 Stroke disebabkan oleh banyak faktor atau yang sering disebut multifaktor.Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors).6Terdapat faktor risiko stroke pada pasien yaitu laki-laki, usia tua, merokok dan hipertensi yang tidak terkontrol. Penelitian menunjukkan prevalensi laki-laki lebih tinggi mengalami stroke akibat arteriosklerosis arteri besar.Pengecualian pada stroke kardioembolik, prevalensi 50% adalah pasien perempuan. Hipertensi arteri merupakan faktor risiko stroke yang paling sering terjadi, menunjukkan prevalensi tinggi di semua tipe stroke.8Dan merokok terutama terkait dengan stroke akibat arteriosklerosis arteri besar.9 Pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis stroke adalah ditemukannya tekanan darah tinggi 180/140mmHg pada pemeriksaan tanda vital yang menunjukkan adanya hipertensi pada pasien. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyebab serangan stroke non hemoragik. Dimana kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan risiko terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar.10 Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot lemah pada ekstremitas superior dan inferior dekstra.Hal ini menunjukkan adanya defisit neurologis yang mengarah ke stroke non hemoragik. Berdasarkan teori, gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi),hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan refleks muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, gangguan pengelihatan dan penurunan kesadaran.11 Pengaturan motorik anggota gerak dipersarafi oleh jaras kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decusasio piramidalis di medulla oblongata, sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya.12Hal ini yang menunjukkan bahwa kelemehan pada sisi kanan pasien disebabkan adanya gangguan padahemisfer cerebri sinistra. Pada pasien pemeriksaan nervus kranial II visus okuli dekstra 6/60, okuli sinistra 3/60, lapang penglihatan menyempit (hemianopia homonim dekstra), tes warna normal. Hal tersebut merupakan manifestasi klinis lesi saraf optik. Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah optik atrofi, trauma padasaraf optik, neuropati optikataupun neuritis optikus.13 Pada neuritis optik dapat ditemukan penurunan visus, pemeriksan lapang pandang biasanya berupa skotoma sentral atau sentrosekal. Lesi yang terletak di kutub oksipital akan menimbulkan skotoma (daerah buta regional) pusat dan lesi unilateral akibat trombosis arteri cerebri posterior menimbulkan hemianopia homonim kontralateral. Pada umumnya, lesi yang ada tidak merusak semua serabut optik sehingga daya penglihatan untuk melihat sesuatu masih utuh.14 Selain itu, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem scoring algoritma Gadjah Mada, pada pasien tidak didapatkan penurunan kesadaran, sakit kepala (-), dan refleks babinski (-) yang mengarah stroke non J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |33 Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-HemoragiK hemoragik. SkorSiriraj pasien adalah -1 kesan stroke non hemoragik. Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah stroke non hemoragiktidak banyak diantaranya adalah penurunan hematokrit.Pada pasien didapatkan pemeriksaan laboratorium darah rutin kadar hematokrit 35%. Penurunan hematokrit menandakan kondisi viskositas darah dimana viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak yang tidak lancar menyebabkan hipoksia otak yang dapat berakhir terjadinya iskemik.12 Pemeriksaan CT-scan telah dilakukan. CT-scan merupakan gold standar dari penegakkan diagnosis stroke. Didapatkan kesan infark di oksipital kiri. Selain itu pada pasien dilakukan pemeriksaan elektrokardigram (EKG) dan telah dikonsultasikan kepada dokter spesialis jantung dan tidak ditemukan adanya kelainan pada jantung. Pemeriksaan jantung dilakukan untuk mengevaluasi fungsi jantung pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli.15 Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien berupa terapi umum yaitu kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.Letakkan kepala pasien pada posisi 300, selanjutnya bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.Penatalaksanaan pada pasien stroke non hemoragikyang pertama adalah oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia otak.16 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <95%.15 Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, trombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru,dan katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5–2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral.Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berisiko terjadi trombosis vena dalam dan J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |34 emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2x5.000 unit subkutan atauLow Molecular Weight Heparin(LMWH) 2x0,3 cc selama 7–10 hari.15,17 Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80– 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali 15,17 adenosine. Pada pasien diberikan obat aspilet. Aspilet merupakan obat anti agregasi trombosit, mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, bekerja mencegah agregasi trombosit. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari sampai 1.300 mg/hari.15 Pemberian amlodipin dan lisinopril pada pasien merupakan terapi untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan karena kemungkinan dapat memperburuk keluhan neurologis. Berbagai Guideline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi.17,18 Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.17,18 Apabila TDS >180 mmHg atauMean Arterial BloodPressure(MAP)>130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.15,17 Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan kecuali bila tekanan sistolik =220 mmHg,diastolik =120 mmHg, MAP = 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit)atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan adalah natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfabeta, penyekat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) atau antagonis kalsium.16,19 Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang mengalami iskemi. Cytidine diphosphocoline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,menghambat terbentuknya radikal bebas dan menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif.Pada pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500–2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.Therapeutic Windows 2–14 hari.15 Citicholin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.Penggunaan citicholin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian International Citicholin Trial in Acute Stroke(ICTUS). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) secara multisenter, pemberian plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita stroke akut berupa perbaikan motorik.15,20 Ceftazidime bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien dirawat. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.15 Pemberian ranitidin sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke, sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak ada perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor H2, sitoprotektor agen ataupun inhibitor pompa proton.21 Cairan yang diberikan adalah cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat celcius pada penderita panas).15 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.22 Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi : 1) karbohidrat 30-40 % dari total kalori; 2)lemak 20-35 % (pada gangguan nafasdapat lebih tinggi 35-55 %); 3) protein 20-30% (pada keadaan stresskebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari). 23 Pasien akan disarankan untuk menjalani rehabilitasi medik untuk memberi kemampuan kepada penderita yang telah mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis agar dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya.15Program rehabilitasi medik yang dapat diikuti pasien berupa fisioterapi dan psikoterapi. Kesimpulan Diagnosis stroke non hemoragik dan intervensi yang dilakukan pada kasus ini telah sesuai dengan beberapa literatur. Terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya serangan stroke yang ditemukan pada pasien dan gejala neurologik yang timbulakibat gangguan peredaran darah otaksesuai beberapa teori yang menjadi sumber acuan. Penatalaksanaan stroke dapat berupapenatalaksanaan umum, farmakologis dan rehabilitasi yang disesuaikan keadaan J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |35 Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-HemoragiK pasien. Penatalaksanaan pelayanan kesehatan pada penderita stroke perlu dilakukan secara menyeluruh, komprehensif, terpadu dan berkesinambungan. Perlunya mengedukasi pasienmengenai penyakit, perjalanan penyakit, pola hidup sehat, dan cara penggunaan obat yang benar. Daftar Pustaka 1. Aggarwal A, Aggarwal P, Khatak M, Khatak S. Cerebral ischemic stroke: sequels of cascade. Inter J Pharma and Bio Scie. 2010; 3(1):1-24. 2. Saenger AK, Christenson RH. Stroke biomarkers: progress and challenges for diagnosis, prognosis, differentiation, and treatment. Clin Chem. 2009; 56:1. 3. Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, Simone G, Ferguson B, Flegal K. Heart disease and stroke statistics-2009 update: areport from the american heart association statistics committee and stroke statistics subcommittee. Circulation. 2009;119:21-181. 4. Lumbantobing SM. Neurologi klinik: pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2006. 5. World Health Organization [internet]. Geneva: World Health Organization; 2006 [diakses tanggal 17 Desember 2015]. Tersedia dari :http://www.who.int/bulletin/volumes/89 /4/10-082370/en/. 6. Goetz GC. Textbook ofclinical neurology. Edisi ke–3. Philadelphia: Saunders; 2007. 7. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. Dalam: Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. New York: Mc Graw-Hill; 2000. hlm 89-109. 8. American Heart Association [internet]. Texas: American Heart Association; 2015 [diakses tanggal 27 Desember 2015]. Tersedia dari :http://www.strokeassociation.org/idc/gr oups/strokepublic/@wcm/,@hcm/documents/ downloadable/ucm_309713.pdf. 9. Farida S, Shameena B, Danielle KL. Agerelated changes in brain support cells: Implications for stroke severity. NIH Public Access. 2013;63(4):291-301. J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |36 10. Grau J, Weimar C, Buggle F, Heinrich A, Goertler M, Neumaier S, et al.Risk factors, outcome, and treatment in subtypes of ischemic stroke [internet]. USA: The German Stroke Data Bank; 2001[diakses tanggal 17 Desember 2015]. Tersedia dari http://stroke.ahajournals.org/. 11. Frances K. Tinjauan klinis atas pemeriksaan laboratorium. Jakarta: EGC; 2005. 12. Maas MB, Sahfied JE. Ischemic stroke: pathophysiology and principles of localization. Neurology Board Review Manual. 2009:13(1):2-16. 13. Khurana AK. Comprehenship ophthalmology. Edisi ke-4. Boston: Butterwoth Heinemann; 2007. 14. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat P; 2010. 15. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Guideline stroke. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI ); 2011. 16. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI ); 2007. 17. AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with ischemic stroke. Stroke. 2007;38(1):1655-711. 18. The European Stroke Organisation (ESO) Executive Committee and the ESO Writing Committee. Guidelines for management of ischaemic stroke and transient ischaemic attack 2008. Cerebrovasc Dis. 2008;25:457-507. 19. Paul JA, Oparil S. Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults. Joint National Committee (JNC8). JAMA. 2014; 311(5):507-20. 20. Ferrer Internacional S.A. ICTUS study: International citicoline trial on acute stroke; 2006 [diakses tanggal 27 Desember 2015]. Tersedia dari https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT00 331890. 21. Scottish Intercollegiate Guidelines Network [internet]. UK: Scottish Intercollegiate Guidelines Network; 2010. [diakses tanggal 27 Desember 2015]. Tersedia dari www.sign.ac.uk. Bela | Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-Hemoragik 22. Lata-Caneda MC, Piñeiro-Temprano M, García-Fraga I. Spanish adaptation of thestroke and aphasia quality of life scale39 (SAQOL-39). Eur J Phys Rehabil Med. 2009;45:379–84. 23. Konndrup J, Rasmussen HH, HambergO. Nutritional risk screening (NRS 2002): a new method based on an analysis of controlled clinical trials. Clin Nutrition. 2003; (1):321–36. J Medula Unila| Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 |37