4594

advertisement
MANUSKRIP
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA Tn. S
DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD AMBARAWA
Oleh:
I KOMANG ARYA WIBOWO
0121614
AKADEMI KEPERAWAATAAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA Tn. S
DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD AMBARAWA
I Komang Arya Wibowo*, Ummu Muntamah, S.Kep.,Ns.,M.Kes**, Mukhamad Musta’in,
S.kep.,Ns***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
[email protected]
ABSTRAK
Latih gerak /Range Of Motion (ROM) adalah manajemen pencegahan terhadap
kelumpuhan yang sangat diperlukan seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan
geraknya secara total, khususnya didaerah persendian seperti kaki, tangan, tungkai bawah
agar bisa beraktifitas secara normal. Tujuan penulis ini untuk mengetahui pengelolaan
gangguan kerusakan mobilitas fisik pada pasien denga stroke non hemoragikk di RSUD
Ambarawa.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien
dalam memenuhi kebutuhan pencegahan kelumpuhan pada anggota gerak. Pengelolaan
latih gerak ROM aktif dan pasif dilakukan selama 2 hari pada Tn. S. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan
pemeriksaan penunjang.
Hasil pengelolaan didapatkan ektremitas atas dan bawah bagian kanan belum ada
pergerakan pada pasien tersebut.
Saran bagi perawat di rumah sakit agar menerapkan pelayanan tindakan latih gerak
ROM ini untuk menunjang pencegahan kelumpuhan pada anggota gerak pasien.
Kata Kunci
: Pencegahan kelumpuhan anggota gerak
Kepustakaan
: 9 (2000-2013)
PENDAHULUAN
Gaya hidup manusia saat ini
semakin mengarah kepada gaya hidup
modern serba instan dan praktis. Hal itu
membuat
sejumlah
orang
malas
menjalankan pola hidup sehat dan
mengabaikan segala hal yang akan timbul
sebagai akibat dibalik gaya hidup
tersebut. Gaya hidup seperti ini tentu
akan membawa berbagai konsekuensi,
dan salah satu konsekuensinya adalah
masalah kesehatan.
Pola hidup yang instan dapat
menyebabkan segala penyakit akan
datang menyerang seperti merokok,
makan-makanan cepat saji, dan minum
kopi yang berlebihan untuk mengusir rasa
ngantuk akibat lelah berkerja, serta gaya
hidup yang selalu identik dengan alkohol.
Jika tidak diimbangi dengan aktifitas fisik
atau berolahraga, beragam penyakit bisa
timbul. Bermula dari kelebihan kolestrol,
kelelahan karena kurang istirahat, tingkat
stres yang tinggi dan hipertensi maka
timbullah berbagai penyakit seperti
jantung dan stroke.
Saat ini, stroke menjadi masalah
untuk masyarakat modern. Stroke atau
cedera serebrovaskuler (CVA) adalah
gagguan dari fungsi otak yang
menyebabkan terhentinya aliran darah ke
bagian otak. Penyakit stroke disebut
kulminasi dari penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun belakangan ini
(Brunner & Suddarth, 2013).
Stroke menjadi penyakit yang
mulai diperhatikan dengan serius,
pasalnya stroke menjadi penyebab
kematian nomer tiga pada orang dewasa
di Amerika Serikat. Stroke menjadi
masalah neurologik primer di Negara AS
dan juga di dunia. Walaupun upaya untuk
pencegahannya
telah
menimbulkan
dampak penurunan kejadian dalam
beberapa tahun terakhir, stroke tetap
menjadi peringkat ketiga penyebab
kematian, dengan laju mortalitas sebesar
18% sampai 37% untuk stroke yang
pertama dan sebesar 62% untuk stroke
selanjutnya. Sekitar 2 juta orang bisa
bertahan dari stroke tetapi mengalami
kecacatan,
dari
angka
ini
40%
memerlukan bantuan dalam semua
aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari
(Brunner & Suddrth. 2013).
Pada teori lain menyatakan
bahwa, stroke dapat
menyerang
siapapun dengan kejadian sangat
mendadak dan merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan
neurologi utama di Indonesia selain
penyakit
jantung
dan
kanker.
Diperkirakan prevalensi stroke dipopulasi
sekitar 47 per 10.000 yang umumnya
mengalami kecacatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien dengan
stroke mengalami gangguan cognitive
(33%), gangguan ekstremitas (30%), dan
gangguan bicara (27%) (Anthony Rudd
dalam Tarwoto, 2013).
Menurut
Junaidi
(
2012),
serangan awal stroke berupa gangguan
kesadaran, menjadi bingung, sakit kepala,
sulit untuk berkosentrasi atau dalam
bentuk yang lain. Gangguan kesadaran
dapat menimbulkan perasaan ingin tidur,
sulit mengingat, pengelihatan kabur dan
sebagainya. Namun dalam beberapa jam
gangguan kesadaran dapat menimbulkan
turunnya kekuatan otot dan koordinasi,
kesulitan dalam melakukan aktifitas
sehari–hari,
seperti berdiri, berjalan,
mengambil atau memegang gelas, pensil,
sendok dan garpu, termasuk hilangnya
kekerasan otot, seperti jari –jari dan
tungkai yang melemah, kaki menjadi
melemah dan kehilangan koordinasi
gerak.
Terjadinya gangguan mobilitas
fisik merupakan salah satu masalah
utama didalam individu yang mengalami
Stroke Non Hemoragik. Dimulai dari
vasospasme
arteri
serebral
atau
pelebaran saraf serebral akan berdampak
pada terjadinya iskemik / infark pada
sistem sirkulasi yang memberikan
dampak secara general pada seluruh
sistem tubuh. Baik sistem neurologi,
pernafasan, sirkulasi, dan sistem tubuh
vital yang lain. Defisit neurologi
mempunyai dampak pada tingkat
kesadaran individu akibat beberapa faktor
yaitu : pada tingkatan sistem sistemik,
dengan atau tanpa perdarahan araknoid,
ventrikel sampai ke hematoma serebral
hingga herniasis serebral yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada
peningkatan
tekanan
intracranial.
Terjadinya gangguan pada hemiparase
kanan / kiri akan berpengaruh pada pusat
saraf yang mengendalikan bagian tubuh
kanan / kiri. Terjadinya gangguan pada
hemiparase kanan akan berpengaruh
pada aktifitas motorik dan simpatis
bagian tubuh kiri, dengan gangguan
bagian tubuh kiri menyebabkan individu
mengalami hemiparase kiri. Sedangkan
gangguan
pada
hemiparase
kiri,
berakibat hemiparase/plegi anggota
tubuh
kanan.
Dengan
terjadinya
hemiparase
kanan/kiri
akan
mempengaruhi aktifitas mobilitas fisik
pada individu. Kehilangan kendali motorik
pada bagian tubuh, akan memberikan
keterbatasan mobilitas individu dimana
dengan terjadinya gangguan itu segala
pergerakan tubuh akan mengalami
penurunan. Hingga dengan anggota
tubuh yang statis tanpa adanya
pergerakan mobilitas otot dan sistem
penyokong yang lain berakibat pada
kelemahan dan penurunan fungsi setiap
sistem dalam tubuh.
Stroke biasanya ditimbulkan
oleh perubahan aliran darah otak, baik
karena sumbatan pembuluh darah otak
atau karena pendarahan di dalam otak
yang menyebabkan suplai oksigen dan
glukosa yang tidak adekuat. Ini
menyebabkan darah berdilatasi sebagai
kompensasi
dari
tubuh
untuk
meningkatkan aliran darah yang lebih
banyak lagi agar bisa merangsang oksigen
yang berkurang atau meningkatnya
karbondioksida. Sebaliknya keadaan
vasodilatasi
memberi
efek
pada
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Kekurangan oksigen dalam otak atau
hipoksia akan menimbulkan iskemik.
Keadaan ini yang cukup singkat dapat
kembali yang disebut dengan Transient
Aschemic Attacks (TIAs). Selama periode
anoxia (tidak ada oksigen) akan
menyebabkan otak akan cepat terganggu.
Sel otak akan mati dan terjadi perubahan
permanen antara 3 - 10 menit anoksia
(Tarwoto, 2013).
Menurut Black (2009) dalam
Tarwoto (2013 )mengatakan stroke
secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu stroke iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat
suplay darah ke otak berkurang, hal ini
akibat dari obtruksi total atau sebagai
pembuluh darah otak. Terjadinya stroke
iskemik dapat dibagi menjadi 5
mekanisme yaitu thrombosis, emboli,
perfusi iskemik, penyempitan lumen
arteri dan venus congesti. Sedangkan
stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak baik di
subarachnoid, intraserebral maupun
karena aneurisma.
Saat ini diperkirakan 1 dari 3
orang akan terserang stroke, dan 1 dari 7
orang sering meninggal dari serangan
stroke. Yayasan Stroke Indonesia
(Yastroki)
menyebutkan
populasi
terjadinya stroke berdasarkan data rumah
sakit sekitar 63 per 100.000 penduduk
usia 65 tahun akan terserang stroke.
Sedangkan sekitar 125.000 jiwa per tahun
meninggal dunia akibat serangan stroke.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) setiap tahunnya menangani kasus
penyakit stroke. Jadi bisa disimpulkan
bahwa setiap harinya ada 2 orang
Indonesia yang terkena serangan stroke.
Penyakit
stroke
(cerebroscascular
accident) dewasa ini tidak hanya
menyerang kelompok usia diatas 50
tahun tetapi sudah mulai menyerang
kelompok usia yang produkltif yaitu
dibawah 45 tahun yang menjadi tulang
punggung keluarga bahkan ada lagi yang
lebih ekstrim yaitu menyerang kelompok
usia dibawah 30 tahun (Junaidi, 2012).
Menurut study pendahuluan
yang dilakukan penulis di RSUD
Ambarawa pada tanggal 16 April 2015
dari catatan rekam medik didapatkan
jumlah pasien dengan stroke non
hemoragik pada periode januari sampai
desembar 2014 di RSUD didapat angka
kejadian sebanyak 126 kasus.
Kejadian stroke non hemoragik
sebanyak 126 kasus dan angka kejadian
terbanyak terjadi pada bulan November
2014 dengan jumlah laki-laki 13 orang
(17%) dan perempuan sebanyak 12 orang
(15%) dari 25 orang pasien. Dari
keseluruhan data satu tahun terakhir
penderita stroke non hemoragik banyak
diderita
pada
laki-laki
dibanding
perempuan dengan perbandingan 75:78,
sehingga dapat disimpulkan kejadian
stroke non hemoragik lebih banyak
menyerang pada laki-laki dengan angka
kejadian 75 pasien . hal ini didukung oleh
Thom et al (1994) dalam Potter & Perry
(2006) mengatakan bahwa epidemiologi
stroke non hemoragik sering terjadi pada
laki-laki dari pada wanita tanpa
memandang etnik, dan asal negara.
Wanita mendapatkan serangan yang lebih
rendah pada masa dewasa dari pada lakilaki. Pola serangan ini berhubungan
dengan perlindungan oleh hormon
seksual wanita. Perbandingan serangan
stroke antara laki-laki dengan wanita akan
terstimasi dengan baik ketika masa
menupouse wanita.
Melihat dari angka kejadian dari
stroke non hemoragik , maka penulis
mengambil judul Karya Tulis Ilmiah ini
yaitu
“Pengelolaan
Klien
Dengan
Gangguang Mobilitas Fisik Pada Tn.S
dengan Stroke Non Hemoragik Di Ruang
Flamboyan RSUD Ambarawa” dan sebagai
kasus kelolaan dalam penyusun tugas
akhir.
Pengkajian adalah suatu proses
dari pengumpulan dan komunikasi data
tentang pasien yang mencakup dua
langkah yaitu pengumpulan data dari
sumber primer (Klien) dan sumber
sekunder
(keluarga
dan
tenaga
kesehatan) serta analisis data sebagai
dasar untuk menegakkan diagnosa
keperawatan (Bandman, 2006 dalam
Junaidi, 2012). Dalam pengkajian pada
pasien dapat dilakukan yaitu: pengkajian
kesehatan masa lalu, pengkajian pola
fungsional, pemeriksaan fisik, dan data
laboratorium.
Metode Pengelolaan
Pembahasan
Pengkajian
Dari hasil pengkajian penulis
merumuskan intervensi keperawatan
untuk mengatasi gangguang mobilitas
Tindakan Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk
mengatasi gangguang mobilitas yang
dialami Tn. S dengan intervensi yang
pertama yaitu kaji kemampuan motorik
pasien. Intervensi yang kedua yaitu
ajarkan ROM. Intervensi yang ketiga yaitu
anjurkan untuk meluruskan tubuh
ditempat tidur. Dan intervensi yang
keempat yaitu anjurkan keluarga klien
untuk membantu aktifitas dari klien.
Hasil Pengelolaan
Implementasi dilakukan yaitu yang
pertama mengkaji kemampuan motorik
pasien, melakukan pemeriksaan tanda
vital, mengajarkan Range Of Motion
(ROM), menganjurkan untuk meluruskan
badan di tempat tidur, anjurkan keluarga
klien untuk membantu aktivitas dari klien
serta memberikan manitol 125 ml.
yang dialami Tn. S dengan intervensi yang
pertama yaitu kaji kemampuan motorik
pasien
yang
bertujuan
untuk
mengidentifikasi kekuatan / kelemahan
dan memberikan informasi mengenai
pemulihan (Doenges, Moorhouse &
Geissler, 2000). Intervensi yang kedua
yaitu ajarkan ROM yang bertujuan untuk
meningkatkan sirkulasi dan mencegah
kontraktur pada ekstremitas yang
mengalami kelemahan. Menurut Tarwoto
(2013) mengatakan bahwa pemberian
terapi fisik (ROM) dapat mengembalikan
fungsi fisik dan mencegah terjadinga
komplikasi,
seperti
kelumpuhan,
kontraktur, atropi serta kehilangan tonus
otot. Tetapi ROM dilakukan dengan
melihat kondisi dan tingkat stabilitas dari
pasien. Intervensi yang ketiga yaitu
anjurkan untuk meluruskan tubuh
ditempat tidur yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya edema dan
kontraktur fleksi pada pergelangan, serta
mencegah footdrop dan kontraktur fleksi
bahu. Intervensi ini akan mengurangi
aktifitas fisik dan kebutuhan oksigen serta
memungkinkan klien untuk beristirahat
dan mengembalikan kekuatan (Mc Cance
& Huether, 1994 dalam Potter & Perry
2006). Intervensi yang keempat yaitu
anjurkan keluarga klien untuk membantu
aktifitas dari klien yang bertujuan untuk
membantu memenuhi kebutuhan klien
selama klien sakit sehingga keluarga klien
selalu menemani klien selama sakit.
Intervensi
yang
kelima
yaitu
kolaborasikan dengan ahli terapi dalam
pemberian terapi gerak yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan mobilitas,
koordinasi
dan
kekuatan
pada
ekstremitas (Tarwoto, 2013).
Kesimpulan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 2x24 jam didapatkan
evaluasi S: istri pasien mengatakan pasien
masih belum
bisa menggerakkan
ekstremitas kanan. Dan data O : nampak
pasien masih hanya berbaring lemas
35
ditempat tidur, kekuatan otot 3 5, TD :
150/90 mmHg, RR : 23x/menit, N :
80x/menit, S : 36C. Sehingga kesimpulan
dari evaluasi diatas adalah masalah belum
teratasi, oleh karena itu rencana
keperawatan yang akan dilakukan penulis
adalah keperawatan mandiri dan
kolaborasi dalam pemberian obat untuk
mengatasi kelemahan ekstremitas kanan.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F., Geissler
A.C., (2000). Rencana Asuhan
Keperawayan : Pedoman Untuk
Perencanaan
Dan
Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Edisi 3, Terjemahan I
Made Kariyasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta : EGC.
Junaidi, dr. I., (2012). Buku Stroke
Waspadai Ancamannya. Jakarta
: Andi.
Khan J & dkk, (2006).
Manajemen
Hipertensi Untuk Pencegahan
Stroke.
http://www.neuro.fk.unand.ac.i
d. Diakses tanggal 29 maret
2015.
Nurarif. H.A.,(2013). Panduan Diagnosa
Keperawatan Nanda. Edisi Revisi
Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction
Publishing.
Potter & Perry, (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, Dan Praktik.
Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC.
Smelter,C. S., & Bare. B. G., (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC.
Yulinda. W., (2009). Pengaruh Empat
Minggu Terapi Latihan Pada
Kemampuan Motorik Penderita
Stroke Iskemia di RSUP H. Adam
Malik
Medan.
http://www.repository.usu.ac.id
. Diakses pada tanggal 15 juni
2015.
Thom et al, (2006). Angka Kejadian
Serangan Stroke Pada Laki-laki.
http://www.Jurnal.Unimus.ac.id
(diakses tanggal 29 Maret 2015).
Tarwoto,
(2013). Buku Keperawatan
Medikal Bedah : Gangguan
Sistem Persarafan. Edisi 2.
Jakarta : Sagung Seto.
Wijaya & Putri, 2013. Keperawatan
Medikal Bedah : Keperawatan
Dewasa. Bengkulu : Numed.
Download