ii. konsep tanggung jawab sosial perusahaan dilihat dari makna

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
BUSINESS ETHIC
AND GOOD
GOVERNANCE
Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Fakultas
Program Studi
Ekonomi dan Bisnis
Pascasarjana S2
Tatap Muka
05
Kode MK
Disusun Oleh
Kode MK
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Abstract
Kompetensi
 Mempelajari dan diskusi
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan tanggung jawab
social perusahaan (corporate
social responsibility) serta bisa
membedakan elemen-lemen
kunci dari tanggung jawab social
perusahaan.
mengenai tiga model tanggung
jawab social perusahaan
(corporate social responsibility)
 Mendeskripsikan tantangan
dalam mengidentifikasi obyek
tanggung jawab perusahaan.
Bab ini menjawab berbagai pertanyaan penting mengenai: (1) apakah tanggung
jawab social perusahaan (corporate social responsibility)- CSR benar-benar ada, dan jika
memang ada (2) bagaimana wujud perusahaan dapat memenuhi dan membuktikan
yang telah mereka lakukan atas CSR tersebut. Hal mendasar dalam pertanyaan tersebut
adalah dasar penentuan dari tanggung jawab apa yang dimiliki perusahaan terhadap
setiap orang.
Diskusi yang pertama tentang apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab
sosial terjadi pada tahun 1930-an di Amerika Serikat. Saat itulah istilah tanggung jawab
perusahaan atau Corporate Social Responsibility lahir. Merrick Dodd menyatakan,
bahwa perusahaan-perusahaan besar mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat
karena perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai kekuatan atau kekuasaan yang
besar.
Tanggung jawab sosial perusahaan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan
istilah Corporate Social Responsibility atau CSR, merupakan sebuah konsep dimana
perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis
mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan secara
sukarela (European Commision, 2011). Di Indonesia sendiri, kewajiban melakukan
tanggung jawab sosial perusahaan telah diwajibkan oleh pemerintah dan tertera
didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Melalui Undang-Undang No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas
(UU PT) dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 pasal 15(b) dan pasal 16 (d)
tentang Penanaman Modal (UU PM), setiap perseroan atau penanam modal
diwajibkan untuk melakukan sebuah upaya pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan yang telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.
Kebijakan ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan
kewajiban tersebut.
Meskipun pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan telah ditulis di UndangUndang, namun pelaksanaan nya sejauh ini masih kurang dan setengah-setengah
dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam laporan Indonesia
Business Links (2011), dengan judul “Corporate Social Responsibility (CSR) in
Indonesia” hasil Focuss Group Discussion (FGD) dengan 20 CEO (Chief Executive
Officer) di perusahaan Indonesia, mengenai usulan kewajiban melakukan tanggung
jawab sosial perusahaan yang disertakan kedalam hukum perusahaan (corporate law)
menyatakan bahwa: mayoritas dari mereka tidak benar-benar percaya bahwa kegiatan
tanggung jawab sosial perusahaan yang dicantumkan kedalam hukum perusahaan
akan membantu dan menjamin bahwa kegiatan tersebut saling menguntungkan bagi
perusahaan dan masyarakat lokal.
2014
2
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
I.
DEFINISI TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
Secara umum, CSR mencakup berbagai tanggung jawab yang dimiliki oleh
perusahaan kepada masyarakat di mana perusahaan itu beroperasi. Tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap lingkungan merupakan hal yang penting bagi setiap
perusahaan untuk dapat mengatur, mengolah dan mempergunakan lingkungan sebaikbaiknya untuk tidak hanya menguntungkan dan meningkatan efisiensi bisnis setiap
perusahaan, namun juga bagi lingkungan dan dampak sosial di masa yang akan datang.
European Commission mendefinsikan CSR sebagai “suatu konsep di mana
perusahaan memutuskan dengan sukarela untuk berkontribusi demi masyarakat yang
lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih”. Secara khusus, CSR menyarankan bahwa
perusahaan mengidentifikasi kelompok pemegang kepentingan perusahaan dan
memasukkan kebutuhan dan nilai-nilai mereka ke dalam proses pengambilan
keputusan strategis dan operasional perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah bentuk kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan
dalam rangka menjaga lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta
berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. CSR berhubungan dengan
"pembangunan berkelanjutan", di mana terdapat argumentasi bahwa suatu perusahaan
dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya, tidak semata
berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus
berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka
panjang.
CSR merupakan gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang
direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Kesadaran atas pentingnya CSR
dilandasi pemikiran bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomi
dan legal kepada pemegang saham (shareholder), tetapi juga kewajiban terhadap
pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder). CSR menunjukkan tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu tanggung jawab perusahaan
pada aspek sosial, lingkungan, dan keuangan.
Bateman dan Snell (2008) mendefinisiakn tanggung jawab sosial perusahaan
sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh perusahaan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat dengan cara menigkatkan dampak positif dan mengurangi dampak
negatif yang terjadi pada masyarakat di masa depan karena hasil kontribusi asset yang
ditanggung oleh perusahaan kepada masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, khususnya masyarakat yang berkekurangan. Boone dan Kurtz (2007)
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai dukungan yang diberikan
2014
3
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
oleh manajemen perusahaan agar perusahaan mampu mempertimbangkan laba,
kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengevaluasi kinerja
perusahaan yaitu dengan mempertimbangkan income statement agar perusahaan dapat
mengambil keputusan dengan benar untuk melakukan pemenuhan kebutuhan utama
masyarakat yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Hartman dan DesJardins
(2008) mengemukakan pendapat bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mencakup
berbagai tanggung jawab dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan di mana
perusahaan harus mengambil keputusan untuk memberikan kontribusi kepada
masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik, serta
menciptakan lingkungan yang lebih bersih.
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai adanya tanggung jawab sosial
perusahaan yang terdiri dari:
1) Teori Legitimasi
Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan
antara institusi sosial dan masyarakat. Teori tersebut dibutuhkan oleh institusiinstitusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Dasar
pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut
keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk
sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori
legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan
kinerjanya sesuai dengan batasan dan norma-norma di mana perusahaan itu
berada sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan
laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan,
sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari
masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan sehingga
dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dapat mendorong atau
membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi.
2) Teori Agency
Teori Agency menjelaskan ada konflik kepentingan antara manajer (agen) dan
principal (pemilik). Pemilik ingin mengetahui semua informasi di perusahaan
termasuk aktifitas manajemen dan sesuatu yang terkait investasi/dananya dalam
perusahaan. Hal ini dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban atas kinerja
manajer. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan akuntan publik yang
mengevaluasi kinerja manajer.
3) Teori Stakeholders
Stakeholder didefinisikan seperti sebuah kelompok atau individual yang dapat
memberi dampak atau terkena dampak oleh hasil tujuan perusahaan termasuk
dalam stakeholder yaitu stockholders, creditors, employees, customers, suppliers,
public interest groups, dan govermental bodies. Perkembangan konsep stakeholder
2014
4
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis dan
corporate social responsibility. Model perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis
fokus pada perkembangan dan penentuan nilai startegi perusahaan yang dibuat
oleh kelompok yang mendukung serta menghendaki perusahaan terus berlangsung.
Model CSR dari analisis stakeholder melanjutkan model perencanaan perusahaan
yang meliputi pengaruh eksternal dalam perusahaan yang diasumsikan sebagai
posisi lawan. Kelompok lawan dicirikan seperti peraturan atau kelompok khusus
yang fokus pada isu-isu sosial. CSR model mengikuti perubahan permintaan sosial
dari kelompok non tradisional. Teori stakeholder menyediakan aturan yang tidak
sah dalam pembuatan keputusan stategi perusahaan yang dipelajari dari aktivitas
CSR. Teori stakeholder terdiri atas stakeholder power, stategic posture, dan kinerja
ekonomi berhubungan dengan corporate social disclosure. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat
mempengaruhi corporate social disclosure. Sebaliknya, dimana investor dalam
melakukan investasi dapat menggunakan corporate social disclosure sebagai
pertimbangan selain menggunakan laba.
II.
KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DILIHAT DARI MAKNA RESPONSIBILITY DAN LIABILITY
3.1 Konsep Tanggung Jawab dalam Makna Responsibility
Burhanuddin Salam, dalam bukunya “Etika Sosial”, memberikan pengertian
bahwa “responsibility is having the character of a free moral agent, capable of
determining one’s acts, capable deterred by consideration of sanction or consequences”
(Tanggung jawab itu memiliki karakter agen yang bebas moral; mampu menentukan
tindakan seseorang; mampu ditentukan oleh sanki/hukuman atau konsekuensi).
Setidaknya dari pengertian tersebut, dapat kita ambil 2 kesimpulan:
1) harus ada kesanggupan untuk menetapkan suatu perbuatan, dan
2) harus ada kesanggupan untuk memikul resiko atas suatu perbuatan.
Kemudian, kata tanggung jawab sendiri memiliki 3 unsur:
a. Kesadaran (awareness) berarti tahu, mengetahui, mengenal. Dengan
kata lain, seseorang baru dapat dimintai pertanggungjawaban, bila
yang bersangkutan sadar tentang apa yang dilakukannya;
b. Kecintaan atau kesukaan (affiction). Berarti suka, menimbulkan
rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Rasa cinta timbul
atas dasar kesadaran, apabila tidak ada kesadaran berarti rasa
kecintaan tersebut tidak akan muncul. Jadi cinta timbul atas dasar
kesadaran, atas kesadaran inilah lahirnya rasa tanggung jawab;
c. Keberanian (bravery). Berarti suatu rasa yang didorong oleh rasa
keikhlasan, tidak ragu-ragu dan tidak takut dengan segala rintangan.
2014
5
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jadi pada prinsipnya tanggung jawab dalam arti responsibility lebih
menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan
secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan atau
konsekuensi apapun dari perbuatan yang didasarkan atas moral
tersebut. Dengan kata lain responsibility merupakan tanggung jawab
dalam arti sempit yaitu tanggung yang hanya disertai sanksi moral.
Sehingga tidak salah apabila pemahaman sebagian pelaku dan atau
perusahaan terhadap CSR hanya sebatas tanggung jawab moral yang
mereka wujudkan dalam bentuk philanthropy maupun charity.
3.2 Konsep Tanggung Jawab dalam Makna Liability
Berbicara tanggung jawab dalam makna liability, berarti berbicara tanggung
jawab dalam ranah hukum, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab
keperdataan. Dalam hukum keperdataan, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat
dibedakan sebagai berikut:
1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsure kesalahan (liability
based on fault);
2) Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
3) Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability or strict liability).
Selain ketiga hal tersebut, masih ada lagi khusus dalam gugatan keperdataan yang
berkaitan dengan hukum lingkungan ada beberapa teori tanggung jawab lainnya yang
dapat dijadikan acuan, yakni: Market share liability, Risk contribution, Concert of action,
Alternative liability, Enterprise liability. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan perbedaan antara tanggung jawab dalam makna responsibility dengan
tanggung jawab dalam makna liability pada hakekatnya hanya terletak pada sumber
pengaturannya. Jika tanggung jawab itu belum ada pengaturannya secara eksplisit
dalam suatu norma hukum, maka termasuk dalam makna responsibility, dan
sebaliknya, jika tanggung jawab itu telah diatur di dalam norma hukum, maka
termasuk dalam makna liability.
Munculnya Konsep tanggung jawab social perusahaan didorong oleh terjadinya
Kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat dengan fenomena DEAF
(yang dalam bahasa inggris berarti Tuli), sebuah akronim dari Dehumanisasi,
Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi (Suharto, 2005):

Dehumanisas industry. Efisien dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia
industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan
buruh
di
perusahaan
tersebut,
maupun
bagi
masyarakat
di
sekitar
perusahaan.“Merger mania” dan perampingan perusahaan telah menimbulkan
gelombang Pemutusan Hubungan Kerja dan
2014
6
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pengangguran,
ekspansi
dan
eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan
yang hebat.

Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk
meminta pertanggungjawaban perusahaaan atas berbagai masalah sosial yang
sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin
menuntut akuntabilitas (accountability) perusahaan bukan saja dalam proses
produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan
terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.

Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja ini semakin transparan dan terbuka
laksana sebuah akuarium . Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan
cenderung mengabaikan hokum, prinsip, etis,dan, filantropis tidak akan
mendapat dukungan publik. Bahkan
dalam
banyak
kasus,
masyarakat
menuntut agar perusahaan seperti ini di tutup.

Feminisasi dunia kerja.
Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin
menuntut dunia perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi,
seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, kesehatan dan keselamatan kerja,
melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran
anak, kenakalan remaja akibat berkurangnya kehadiran ibu-ibu dirumah dan
tentunya dilingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak
(child care), pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak, atau
pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja bisa merupakan sebuah
“kompensasi” sosial terhadap isu ini.
III.
KONSEP TRIPLE BOTTOM LINE
Konsep Triple Bottom Line ini telah diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun
1988 yang sebelumnya perusahan hanya menekankan pada konsep single bottom line,
yaitu nilai perusahaan (corporate value) hanya ditekankan pada kondisi keuangannya
(financial) saja. Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan,
kini harus ditekankan pada konsep triple bottom line yang terdiri atas aspek finansial,
aspek sosial, dan aspek lingkungan (profit, people, and planet). Konsep ini menjelaskan
bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak
yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada
kepentingan shareholder (pemegang saham).
Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting dalam perusahaan
adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya karena perusahaan telah
2014
7
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengimplementasikan dan melaksanakan program tanggung jawab sosial
perusahaannya, sehingga masyarakat semakin respect terhadap perusahaan karena
kepedulian perusahaan terhadap masyarakat.
Aspek people dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan menyadari bahwa
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder
penting bagi perusahaan, perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan
adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan
citra positif di mata masyarakat dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi
berupa penjualan produk-produk buatan perusahaan kepada masyarakat.
Aspek planet pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan
dalam menjaga kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat
dilakukan
dengan
cara
melakukan
penghijauan.
Dengan
perusahaan
mengimplementasikan program CSRnya dengan melakukan penghijauan yang
menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, maka lingkungan akan memberikan
manfaat yang baik, seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya pemanasan global
(global warming).
Secara Tradisional, para teoritisi maupun pelaku bisnis memiliki interprestasi
yang keliru mengenai keuntungan ekonomi perusahaan. Pada umumnya mereka
berpendapat mencari laba adalah hal yang harus diutamakan dalam perusahaan.
Diluar mencari laba hanya akan menggangu efisiensi dan efektifitas perusahaan.
Karena seperti yang dinyatakan Milton Friedman, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
tiada lain dan harus merupakan usaha mencari laba itu sendiri (Saidi dan Abidan
(2004).
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability development) dapat juga berarti
menjaga pertumbuhan jumlah penduduk yang tetap sepadan dengan kapasitas
produksi sesuai dengan daya dukung lingkungan. Dengan demikian pembangunan
berkelanjutan merupakan integrasi dari cita ideal untuk memenuhi kebutuhan
generasi kini secara merata (intra-generational equity), hal ini menentukan tujuan
pembangunan, dan memenuhi kebutuhan generasi kini dan generasi mendatang secara
adil (inter-generational equity) menentukan tujuan kesinambungan.
Pembangunan berkelanjutan sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan antara
jumlah penduduk dan kemampuan produksi sesuai daya dukung lingkungan
mengindikasikan adanya keterbatasan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan dan persyaratan keseimbangan dalam pelaksanaan pembangunan untuk
mencapai kondisi kesinambungan yang akan berubah sesuai situasi dan kondisi serta
waktu. Pada intinya pembangunan berkelanjutan memiliki dua unsur pokok yaitu
kebutuhan yang wajib dipenuhi terutama bagi kaum miskin, dan kedua adanya
keterbatasan sumber daya dan teknologi serta kemampuan organisasi sosial dalam
memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa
mendatang. Untuk itu Komisi Brandtland memberikan usulan penting dalam
2014
8
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pembangunan berkelanjutan yaitu adanya keterpaduan konsep politik untuk
melakukan perubahan yang mencakup berbagai masalah baik sosial, ekonomi maupun
lingkungan. Pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan karena dorongan berbagai
hal, salah satunya adalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pelaksanaan
pembangunan. Pengalaman negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa
pembangunan selain mendorong kemajuan juga menyebabkan kemunduran karena
dapat mengakibatkan kondisi lingkungan rusak sehingga tidak lagi dapat mendukung
pembangunan. Pelaksanaan pembangunan akan berhasil baik apabila didukung oleh
lingkungan (sumber daya alam) secara memadai.
IV.
MODEL-MODEL TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
Hartman dan DesJardins (2008) mengungkapkan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan mempunyai 3 (tiga) macam model yang menjelaskannya. Ketiga model
tanggung jawab sosial perusahaan tersebut adalah:
1) Model kewarganegaraan perusahaan dari CSR yang menjelaskan mengenai
seorang pemimpin perusahaan memiliki rasa tanggung jawab dan relasi di
dalam komunitasnya sebagai anggota dari perusahaan tersebut untuk
mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut.
2) Model kontrak sosial dari CSR yang menjelaskan bahwa perusahaan
perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak moral
stakeholders.
3) Model kepentingan pribadi yang tercerahkan dari CSR yang menjelaskan
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam budaya perusahaan akan
menghasilkan keunggulan pasar kompetitif bagi perusahaan yang bersangkutan.
V.
MANFAAT DAN TUJUAN TANGGUNG JAWAB
SOSIAL PERUSAHAAN
Manfaat adanya CSR melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan baik pihak
internal maupun eksternal yang terdiri atas perusahaan, masyarakat, dan pemerintah.
Bagi perusahaan, manfaat adanya CSR adalah membangun citra positif perusahaan di
mata masyarakat dan pemerintah sehingga perusahaan dapat menunjukkan bentukbentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang diimplementasikan oleh perusahaan
tersebut. Bagi masyarakat, manfaat CSR adalah kepentingan masyarakat dapat
terakomodasi oleh perusahaan. Selain itu, manfaat lainnya bagi masyarakat adalah
memperat hubungan masyarakat dengan perusahaan dalam situasi win-win solution.
Manfaat CSR bagi pemerintah adalah memiliki partner dalam menjalankan misi sosial
dan misi pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial yang di masa depannya
2014
9
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pemerintah juga mempunyai peran ikut serta dalam mengakomodasi masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan mutlak dan kebutuhan primer.
Tujuan adanya CSR adalah agar perusahaan dapat membagi kegiatan yang
dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika. Dengan perusahaan membagi
kegiatan yang dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika, perusahaan
dapat menciptakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya.
Selain agar perusahaan mampu membagi kegiatan sesuai dengan norma moral dan
etika, CSR juga mempunyai tujuan agar perusahaan dapat menyediakan informasi dan
melakukan promosi yang jujur dan benar mengenai produk yang dihasilkan.
Pada perusahaan manufaktur, CSR merupakan elemen yang sangat penting karena
dengan adanya CSR, perusahaan memberikan informasi mengenai komposisi, manfaat,
tanggal kadaluwarsa produk, kemungkinan efek samping, cara penggunaan yang tepat,
kuantitas, mutu, dan harga dalam kemasan produknya untuk memungkinkan
konsumen dapat mengambil keputusan yang rasional apakah akan menggunakan atau
tidak akan menggunakan produk tertentu. Semakin CSR dalam perusahaan
diimplementasikan, semakin terwujud citra positif perusahaan di mata masyarakat
karena perusahaan berhasil melakukan kontribusi terhadap masyarakat demi
memenuhi kebutuhan utama masyarakat, khususnya masyarakat yang berkekurangan
dan yang membutuhkan hasil produk buatan perusahaan tersebut.
Tujuan lain CSR selain agar dapat dipercaya oleh pelanggan adalah agar
perusahaan lebih dapat memperhatikan hasil produk buatan perusahaan tersebut,
serta perusahaan harus memperhatikan keselamatan dan keamanan konsumen ketika
mereka menggunakan produk tersebut karena perusahaan mempunyai rasa tanggung
jawab sosial yang besar atas keselamatan dan keamanan pelanggan atau masyarakat.
VI. STRATEGI PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB
SOSIAL PERUSAHAAN
Ada beberapa macam strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dalam
pengelolaan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu terdiri atas:
1) Strategi Reaktif, yaitu strategi di mana kegiatan bisnis yang melakukan strategi
reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak dan menghindarkan diri
dari tanggung jawab sosialnya.
2) Strategi Defensif, yaitu strategi yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan
dengaan penggunaan jalur hukum untuk mengindarkan diri atau menolak
tanggung jawab sosial.
3) Strategi Akomodatif, yaitu tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh
perusahaan karena adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
4) Strategi Proaktif, yaitu strategi di mana perusahaan memandang bahwa
tanggung jawab sosial merupakan bagian dari tanggung jawab untuk
2014
10
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
memuaskan stakeholders, serta membangun citra positif perusahaan bila
stakholders terpuaskan.
VII. PANDANGAN KELOMPOK YANG PRO DAN KELOMPOK
YANG KONTRA MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN TERHADAP ORGANISASI BISNIS
Dalam masyarakat Indonesia, ada kelompok yang pro dan ada juga kelompok
yang kontra mengenai adanya tanggung jawab sosial perusahaan yang sebenarnya akan
berdampak untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga perusahaan dapat
membangun citra positif di mata masyarakat dengan adanya tanggung jawab sosial
perusahaan dalam organisasi bisnis. Pandangan kelompok yang pro terhadap CSR pada
organisasi bisnis adalah:
1) Kegiatan bisnis seringkali menimbulkan masalah di mana perusahaan harus
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
2) Perusahaan merupakan bagian dari lingkungan sosial masyarakat yang
menyebabkan perusahaan harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di
masyarakat.
3) Perusahaan bisasnya memiliki sumber daya untuk menyelesaikan masalah di
lingkungan sosial masyarakat.
4) Perusahaan merupakan partner dari lingkungan sosial kemasyarakatan di mana
pada umumnya mengarah pada pemerintah dan masyarakat lain yang
membutuhkannya.
Ada kelompok masyarakat di Indonesia yang kontra terhadap adanya CSR di
lingkungan organisasi bisnis karena kelompok yang kontra terhadap CSR berpandangan
bahwa perusahaan tidak mempunyai tanggung jawab atas apa yang terjadi di
masyarakat. Pandangan kelompok yang kontra terhadap CSR pada organisasi bisnis
adalah:
1) Perusahaan tidak memiliki ahli bidang sosial dan kemasyarakatan yang
menyebabkan kesulitan perusahaan untuk ikut bertanggung jawab terhadap
lingkungan sosial masyarakat.
2) Perusahaan yang ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam lingkungan
sosial dan masyarakat akan memiliki kekuatan untuk melakukan pengawasan
terhadap masyarakat dipangdang indikasi yang kurang baik secara sosial.
3) Dengan perusahaan berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam lingkungan sosial
dan masyarakat, akan menimbulkan pertentangan kepentingan di masyarakat.
4) Tujuan perusahaan bukan tujuan sosial, melainkan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh pemilik perusahaan, terutama memperoleh laba di dalam
perusahaan tersebut.
2014
11
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Bertens, K., 2013. Etika. Penerbit Kanisius, Yogjakarta.
Hartman, L.P. dan Desjardin, J., 2011. Etika Bisnis: Pengambilan Keputusan untuk
Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Frans Magnis Suseno, 1994, Etika Bisnis, Dasar dan Aplikasinya, PT Gramedia, Jakarta.
Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie, 1997, Ethical Theory and Business, Fifth
Edition, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458.
2014
12
Business Ethic and Good Governance
Dr. Suharno Pawirosumarto, S.Kom, MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download