Ahmad Baharuddin Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam MENELUSURI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DALAM ISLAM Ahmad Baharuddin STAI Azhari Makassar, SULSEL Manggala Antang, Makassar Email; [email protected] Abstract; Discourse on the intelligence trilogy, namely intellectual intelligence (IQ), Emotional Intelligence (EQ) and spiritual intelligence (SQ) today, becoming one of the ways used by a group of people to find success in life. Trilogy intelligence has developed, both in terms of theory and findings that are ready to be held in a practical level. The development is meant here is closely associated with the orientation of thinking that became the basis for these findings. IQ, EQ and SQ when touched by the revelation it will generate tremendous integration. Emotions are always in control, be pious scientists, to directing human has a value of monotheism. IQ, EQ and SQ are part of the repertoire of knowledge that needs to be studied and explored, so it will be born with the knowledgebased and objective understanding especially when coupled with the revelation. Keywords; Intellectual intelligence – Emotional Intelligence – Spiritual Intelligence Abstrak: Wacana tentang Trilogi Kecerdasan, yaitu Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ) saat ini, menjadi salah satu cara yang digunakan oleh sekelompok orang untuk menemukan kesuksesan dalam kehidupannya. Trilogi kecerdasan mengalami perkembangan, baik dari segi teori maupun temuan-temuan yang siap untuk digelar dalam tataran praktis. Perkembangan yang dimaksudkan di sini sangat erat kaitannya dengan orientasi berfikir yang menjadi landasan bagi temuantemuan tersebut. IQ, EQ dan SQ apabila tersentuh dengan wahyu maka akan menghasilkan integrasi yang luar biasa. Emosi selalu terkendali, menjadi ilmuan yang alim, hingga mengarahkan manusia memiliki nilai tauhid. IQ, EQ dan SQ merupakan bagian dari khazanah keilmuan yang perlu dikaji dan didalami, sehingga dengan ilmu tersebut akan terlahir pemahaman yang berdasar dan obyektif terlebih saat digandengkan dengan wahyu. Kata Kunci; Kecerdasan Intelektual – Kecerdasan Emosional – Kecerdasan spiritual 106 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam Ahmad Baharuddin I. PENDAHULUAN ukses merupakan cita-cita luhur dari setiap manusia di dalam kehidupannya. Bahkan Islam mengharapkan umatnya, sukses di dunia juga berimplikasi untuk kehidupannya di akhirat demi meraih surga yang dijanjikan Allah swt. dengan melaksanakan segala instruksi wahyu. Wacana tentang Trilogi Kecerdasan, yaitu Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ) saat ini, menjadi salah satu cara yang digunakan oleh sekelompok orang untuk menemukan kesuksesan dalam kehidupannya. Melalui acuan "kesuksesan" inilah, kemudian banyak yang ambil bagian untuk mengetahui secara mendalam bahkan ada juga yang terlibat untuk berpartisipasi dalam pelatihan-pelatihan yang digagas oleh badan-badan atau lembaga-lembaga yang mengatas-namakan penerapan ketiga model kecerdasan ini. Pemilik IQ tinggi bukan jaminan untuk meraih kesuksesan. Seringkali ditemukan pemilik IQ tinggi tetapi gagal meraih sukses; sementara pemilik IQ pas-pasan meraih sukses luar biasa karena didukung oleh EQ. Mekanisme EQ tidak berdiri sendiri di dalam memberikan kontribusinya ke dalam diri mssanusia tetapi intensitas dan efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh unsur kecerdasan ketiga (SQ).1 Triologi kecerdasan ini selanjutnya begitu urgen untuk dikaji. Berdasarkan banyaknya peminat terhadap wacana tersebut, dapat dipastikan bahwa trilogi kecerdasan mengalami perkembangan, baik dari segi teori maupun temuan-temuan yang siap untuk digelar dalam tataran praktis. Perkembangan yang dimaksudkan di sini sangat erat kaitannya dengan orientasi berfikir yang menjadi landasan bagi temuan-temuan tersebut. Orientasi berfikir ini, ada yang dilandaskan pengalaman, ada juga yang berdasarkan pengalaman serta landasan-landasan filosofis atau dogmatis keagamaan. Untuk landasan yang disebutkan terakhir ini sangat menarik untuk dikaji, karena aspek kewahyuan yang merupakan salah satu sumber dogmatis keagamaan dianggap telah berperan dalam memberikan temuantemuan yang dimaksud. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi persoalan penting dalam artikel ini adalah bagaimana memaknai Triologi Kecerdasan dan bagaimana potensi dan kekuatankecerdasan pada manusia (IQ, EQ, dan SQ) dan kaitannya dengan Wahyu? S II. PEMBAHASAN A. Definisi IQ, EQ, SQ dan Wahyu IQ (Intelegencia Quotient) atau Kecerdasan Intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta.2 Gambaran alur: menerima, menyimpan dan mengolah informasi menunjukkan akan adanya AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 107 Ahmad Baharuddin Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam "aktifitas berfikir" bagi yang memiliki kecerdasan intelektual model ini. Kecerdasan model ini adalah hasil temuan Alfred Binet (1857-1911) dengan berdasarkan skor dari jawaban atas soal-soal seputar nalar dan logika.3 Akan tetapi, para ahli merasa terlalu sederhana mengukur kecerdasan hanya didasarkan pada nalar, mate-matika, dan logika yang diterjemahkan dalam IQ. Hal inilah yang mendorong para ilmuwan Eropa merumuskan standar baru untuk menilai kecerdasan seseorang. Maka lahirlah istilah EQ dan SQ yang bersahabat dengan IQ. EQ (Emotional Quotient) atau Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi.4 Maksudnya adalah kecerdasan manusia bukan hanya terletak pada pendayagunaan akal semata, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memahami kondisi lingkungannya, sehingga dia dapat berhasil dalam hidupnya.5 Kondisi memahami ini direspon manusia dengan "aktifitas" emosinya seperti amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel atau malu. Kecerdasan model ini juga dianggap sebagai kunci utama keberhasilan pribadi seseorang.6 SQ (Spiritual Quotient) atau Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berfungsi untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Jenis kecerdasan ini digulirkan pertama kali oleh Danah Zohar (dari Harvard University) dan Ian Marshall (dari Oxford University). Menurut keduanya, kecerdasan spiritual inilah yang merupakan puncak kecerdasan (The ultimate Intelligence).7 Kecerdasan intelektual (IQ) banyak memfungsikan otak neo-cortex, yaitu lapisan luar otak manusia. Otak neo-cortex inilah yang banyak digunakan untuk melakukan perhitungan angka-angka, pengoperasian alat elektronik, belajar bahasa asing, bahkan untuk menciptakan kapal terbang hingga bom nuklir. Adapun kecerdasan emosial (EQ) dilakukan dalam lapisan otak lebih dalam neo-cortex, yaitu limbic system (lapisan tengah). Sedangkan Kecerdasan spiritual (SQ) di awali dengan ditemukannya God Spot dalam otak manusia, tepatnya yang berada pada bagian otak.8 Penelusuran makna wahyu atau al-wahyu (dalam bahasa Arab) dapat dilakukan melalui dua kategori pemaknaan. Pertama, yaitu al-iha' yang menunjukkan cara pewahyuan. Kedua, yaitu al-muha bih yang menunjukkan materi/bahan pewahyuan. Untuk kategori pertama, Wahy pada dasarnya diartikan dengan: Pemberitahuan secara laten/tersembunyi (i'lam fi khafa'), oleh karena itu bahasa isyarat (al-isyarah), ilham (al-ilham), bisikan (al-kalam al-khafiy), bahkan pemberitahuan secara tulisan (al-kitabah), dan pengiriman (al-risalah) juga disebut wahy.9 Termasuk dalam kategori ini juga perbedaan term al-wahiyy yang berarti cepat (al-sari') dan al-wahayy, yaitu suara (al-saut).10 Dengan kata 108 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam Ahmad Baharuddin lain wahyu menurut bahasa adalah sesuatu yang disampaikan secara pelan, tanpa diketahui orang lain baik dengan atau tanpa suara. Wahy menurut istilah syar'iy yaitu: Pemberitahuan yang diinginkan oleh Allah kepada para Nabi berupa ajaran-ajaran agama dan informasi lain dengan cara tersembunyi, sehingga Nabi tersebut yakin bahwa yang mereka terima berasal dari Allah. Kategori kedua adalah al-muha bih, terbagi kepada wahyu tertulis (al-wahy almatlu) dicontohkan dengan al-Qur’an dan wahyu yang tidak tertulis (al-wahy gair al-matlu), yaitu hadis/sunah (statment, aksi dan "konsensus profetis"), sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. al-Najm/53: 3-4.11 وما ينطق عن الهوى إن هو اال وحي يوحي Terjemahan: dan Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Dengan demikian wahyu yang dimaksudkan dalam tulisan ini menunjukkan kepada al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw, atau secara umum adalah dogma agama, karena dogma agama ditopang oleh kedua hal ini. B. IQ, EQ, SQ dan Kaitannya dengan Wahyu 1. Kaitan Trilogi Kecerdasan dengan Wahyu Sebelum melihat kaitan antara trilogi kecerdasan dengan wahyu, tentu dalam aspek keterkaitan dengan agama yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis. Ada baiknya di sini dijelaskan juga bagaimana kaitan antara ketiga model kecerdasan ini, sehingga pada akhirnya dihubungkan dengan wahyu. Orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi atau di atas rata-rata terkadang banyak yang tidak berhasil dalam kehidupan pribadi maupun dalam aktivitas rutinnya (baca: pekerjaan). Karena orang yang ber-IQ tinggi biasanya cenderung kurang pandai bergaul, tidak berperasaan dan egois. Sehingga di sinilah dibutuhkan kecerdasan emosional. Orang yang telah memiki kecerdasan emosional, mampu memahami dan beradabtasi dengan lingkungannya, dan memanfaatkan itu untuk kesejahterannya. Namun dalam kecerdasan emosional hanya terpaku pada tujuan sesaat, tanpa ada tujuan yang lebih mulia. Bahkan kadang terjadi pelimpahan emosional yang tidak terkendali. Untuk mencapai tujuan yang mulia, serta untuk mengendalikan kondisi emosional inilah, kecerdasan spiritual berperan.12 Nasaruddin Umar mengemukakan beberapa term al-Qur'an yang dianggap memberi isyarat tentang kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan intelektual dalam alQur’an dapat dihubungkan penggunaan term 'aql ('aqala) dalam berbagai bentuknya, serta yang diartikan – salah satunya – sebagai predikat orang yang mempunyai kecerdasan intelektual (baca: ulu al-bab). Seorang yang telah mencapai predikat ulu al-bab belum tentu memiliki kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, karena ulu al-bab masih mendapat ajakan untuk bertakwa AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 109 Ahmad Baharuddin Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam kepada Allah Q.S. al-Maidah/5: 100 dan Q. S. al-Thalaq/65: 10. Meskipun terkadang orang yang telah termasuk ulu al-bab juga telah menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi di balik kemampuan akal pikiran (Q. S. al-Baqarah/2: 269 dan Q. S. al-Zumar/39: 9). Kecerdasan intelektual bukanlah jaminan untuk memperoleh kualitas spiritual yang lebih baik, karena terbukti banyak orang cerdas intelektual tetapi tetap ingkar kepada Tuhan, seperti dalam Q.S. al-Baqarah/2: 75. Di dalam al-Qur’an aktifitas kecerdasan emosional seringkali dihubungkan dengan kalbu, atau term lain yang mirip dengan aktifitas kalbu. Dengan demikian kata "qalb" dapat diartikan dengan emosi. Jika ada emosi yang cerdas dan tidak cerdas, maka emosi cerdas ditunjukkan dalam al-Qur’an dengan pengungkapan qalb yang positif, seperti: Kalbu yang damai (qalb salim) (Q.S. al-Syu'arā/26: 89), kalbu yang penuh rasa takut (qalb munib) (Q.S.Qāf/50: 33), kalbu yang tenang (qalb mumainnah) (Q.S. al-Nahl/16: 106), kalbu yang berfikir (ya'qilu bihi) (Q.S.al-H{aj/22: 46) dan kalbu yang mukmin (qalb mu'min) (Q.S.al-Fath/48: 4). Adapun emosi yang tidak cerdas digambarkan dengan kondisi qalb yang negatif, seperti: Kalbu yang sewenang-wenang (qalb mutakabbir jabbar) (Q.S. Gafir/40: 35), kalbu yang sakit (qalb mard) (Q.S. al-Ahzab/33: 32), kalbu yang melampaui batas (qalb mu'tad) (Q.S.Yunus/10:74), kalbu yang berdosa (qalb mujrim) (Q.S.al-Hijr/15: 12), kalbu yang terkunci (qalb makhtum) (Q.S.al-Baqarah/2: 7) dan kalbu yang terpecah-pecah (qulub syatta) (Q.S.al-Hasyr/59:14).13 Dalam hadis juga ada isyarat yang menyatakan pentingnya menjaga hati, yang dibahasakan dengan mudgah, yaitu qalb.14 Dengan demikian SQ adalah kecerdasan yang menyangkut fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik kenyataan apa adanya. Orang yang memiliki SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, bahkan masalah yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya, melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. SQ (berdasarkan sistem syaraf otak, yakni osilasi-saraf sinkron yang menyatukan data di seluruh bagian otak) untuk pertama kalinya menawarkan kepada kita proses ketiga yang aktif.15 Proses ini menyatukan, mengintegrasikan, dan berpotensi mengubah materi yang timbul dari dua proses lainnya. SQ memfasilitasi suatu dialog antara akal dan emosi, antara pikiran dan tubuh. SQ menyediakan pusat pemberian makna yang aktif dan menyatu bagi diri. Menurut Pasiak setidaknya ada empat bukti penelitian yang memperkuat dugaan adanya potensi spiritual dalam otak manusia: (1) Osilasi 40 Hz yang ditemukan Denis Pare dan Rudolpho Linas, yang kemudian dikembangkan menjadi spiritual intelligence oleh Danah Zohar dan Ian Marshal. (2) Alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph de Loux dan kemudian dikembangkan menjadi emotional intelligence oleh Daniel Goleman serta Robert Cooper dengan konsep suara hati. (3) God Spot pada daerah 110 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam Ahmad Baharuddin temporal yang ditemukan oleh Michael Persinger dan Vilyanur Ramachandran, serta gangguan perilaku moral pada pasien dengan kerusakan lobus prefrontal. (4) Somatic Marker oleh Antonio Damasio. Keempat bukti ini memberikan informasi tentang adanya hati nurani atau intuisi dalam otak manusia.16 Penelitian Pasiak ini membuktikan bahwa potensi spiritual memang ada dalam diri manusia. Kecerdasan Spiritual, masih menurut Nasaruddin Umar, bukanlah hal yang baru dalam Islam. Wacana ini berkaitan dengan keberadaan al-ruh yang termuat dalam al-Qur’an. Ruh ini dianggap sebagai bentuk intervensi langsung Allah swt. dalam diri manusia, tanpa "melibatkan" pihak-pihak lain sebagaimana maklum dalam proses penciptaan manusia. Bisa dilihat dalam peniupan ruh yang rekam ulang dalam beberapa ayat al-Qur’an seperti: Q.S. alHijr/15: 29, Q.S. Sad/38: 72.17 Kaitan yang sangat jelas juga tampak ketika Ary Ginanjar menggulirkan temuannya yang disebut ESQ Model, yaitu suatu sistem terpadu dan sistematis yang mensinergikan tiga landasan kecerdasan (IQ, EQ, dan SQ) dalam satu sistem yang padu. ESQ Model ini, diformulasikan dari dimensi spiritual (SQ) dengan Ihsan, dan dimensi mental (EQ) yang dibangun oleh 6 prinsip rukun Iman, serta aktifitas fisik yang dikendalikan oleh 5 rukun Islam.18 2. Meta Kecerdasan (Hubungan kerja IQ, EQ dan SQ) Kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan spritual (SQ), sangat berkaitan erat satu dengan yang lain. Hal ini dapat diperhatikan dari bagan di bawah ini: AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 111 Ahmad Baharuddin Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam C. Bagan Meta Kecerdasan Dari bagan tersebut dapat kita lihat, apabila kita berorientasi pada Tauhid, maka hasilnya adalah EQ, IQ dan SQ yang berintegrasi. Pada saat masalah datang (1) maka radar hati akan bereaksi menangkap signal (2). Karena berorientasi pada materailisme (3B), maka emosi yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sbb: marah, sedih, kesal dan takut (4B). akibat emosi yang tak terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul (5B). Bisikan ilahiah yang bersifat mulia tidak bisa lagi didengar dan menjadi tidak berfungsi, ini mengakibatkan ia tak mampu berkolaborasi dengan piranti kecerdasan yang lain (6B). Karena suara hati tertutup, maka yang paling memegang peranan adalah emosi. Emosilah yang memberikan perintah sektor 112 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam Ahmad Baharuddin kecerdasan intelektual IQ. IQ akan menghitung, tetapi berdasarkan dorongan kemarahan, kekecewaan, kesedihan, iri hati, dan kedengkian (7B). bayangkan apa yang terjadi kemudian!.19 Kasus lain, ketika masalah atau tantangan muncul (1) radar hati langsung menangkap getaran signal (2). Ketika signal menyentuh dinding Tauhid (3A), Kesadaran Tauhid mengendalikan emosi, hasilnya adalah emosi yang terkendali, seperti rasa tenang dan damai (4A). dengan ketenangan emosi yang terkendali itu, maka God Spot atau pintu hati itu terbuka dan bekerja (5A). terdengarlah bisikan sayang, kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, kreativitas, komitmen, kebersamaan, perdamaian dan bisikan hati mulia lainnya (6A). berdasarkan dorongan bisikan mulia itulah potensi kecerdasan intelektual bekerja dengan optimal (7A), yaitu sebuah perhitungan intelektualitas yang berlandanskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran dan tanggung jawab. Lahirlah sebuah Meta Kecerdasan, yaitu integrasi EQ, IQ dan SQ.20 Sederhananya, bahwa Tauhid akan mampu menstabilkan tekanan pada amyglada (sistem saraf emosi), sehingga emosi selalu terkendali. Pada saat inilah seseorang dikatakan memiliki EQ tinggi. Emosi yang tenang terkendali akan menghasilkan optimilisasi pada fungsi kerja God Spot pada lobus temporal serta mengeluarkan suara hati ilahiah dari dalam bilik peristirahatannya. Suara-suara ilahiah itulah bisikan informasi maha penting yang mampu menghasilkan keputusan yang sesuai dengan hukum alam, sesuai dengan situasi yang ada dan sesuai garis orbit spritualitas. Pada momentum inilah seseorang dikatakan memiliki kecerdasan spritual (SQ) yang tinggi. Barulah dilanjutkan dengan mengambil langkah konkret lainnya berupa perhitungan yang logis (IQ), sehingga intelektualitas bergerak pada manzilah, atau garis edar yang mengorbit kepada Allah Yang Maha Esa (SQ). Inilah yang dinamakan dengan Meta Kecerdasan itu.21 III. PENUTUP Trilogi kecerdasan ini dimaksudkan dengan SQ, EQ dan IQ. IQ atau intelegensi question adalah kecerdasan intelektual seesorang dengan memfungsikan otak lapisan luar otak manusia. Sementara EQ adalah kecerdasan emosi dengan berfungsinya lapisan otak lebih dalam. Sedangkan SQ adalah kecerdasan yang paling inti yaitu kemampuan spritual seseorang dalam menguasai dirinya berdasarkan sentuhan wahyu, hal ini berfungsi pada tataran God Spot yang berada dalam otak manusia. IQ, EQ dan SQ apabila tersentuh dengan wahyu maka akan menghasilkan integrasi yang luar biasa. Emosi selalu terkendali, menjadi ilmuan yang alim, hingga mengarahkan manusia memiliki nilai tauhid. IQ, EQ dan SQ merupakan bagian dari khazanah keilmuan yang perlu dikaji dan didalami, sehingga dengan ilmu tersebut akan terlahir pemahaman yang berdasar dan obyektif terlebih saat digandengkan dengan wahyu. AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 113 Ahmad Baharuddin Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam Endnotes 1 Lihat http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/tasauf/09/02/05/29676- isyarat isyarat- iq -eq-dan-sq- dalam-al-qur-an (diakses 24 Oktober 2014) 2 A. Winarno dan Tri Saksono, Kecerdasan Emosional (Jakarta: LAN, 2001), h. 4. 3 http://www.dudung.net/print-artikel/cerdas-tak-hanya-di-atas-kertas.html (diakses 24 Oktober 2014) 4 A. Winarno dan Tri Saksono, Kecerdasan Emosional, h. 8. 5 Daniel Goleman, Working with Emotional Intelligence (New York: Bantam Books, 1999), h. 19. 6 Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional Mengapa Lebih Penting daripada IQ) (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 2000), h. 411-412. 7 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient: The ESQ Way 165 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), h. 11. 8 Ibid. 9 Muhammad bin Mukram bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan al-'Arab, Juz XV (Cet. I: Beirut: Dar Sadir, t.th.), h. 379. 10 Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu'jam Maqayis al-Lugah, pentahqiq 'Abd alSalam Muhammad Harun, juz VI, (t.t: Dar Fikr, 1979), h. 93. 11 Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadis wa al-Muhaddisūn (Cet. I; Mesir: Syirkah Mahimah Misriyah, 1958), h. 11, 12, 14, 15. 12 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power: Sebuah Inner Journey melalui Al-Ihsan (Jakarta: Arga, 2003), h. 60-61. http://www.republika.co.id/berita/29676/Isyarat_isyarat_IQ_EQ_dan_SQ_dalam_Alqur’an 13 14 Abu 'Abd al-Lah Muhammad bin Isma'il al-Bukhari al-Ja'fi, Sahih al-Bukhari, pentahqiq Mustafa Daib al-Bagha, juz I, (Cet. III; Beirut: Dar Ibn Kasir, 1987), h. 28. 15 Nirmala, Cara Efektif Membangkitkan Kecerdasan Spiritual, lihat http://erbesentanu.com/technospirituality/70-cara-efektif-membangkitkan-kecerdasan-spiritual, diakses pada tanggal 06 Agustus 2012. 16 Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ antara Naurosains dan Al-Qur’an, (Bandung, Mizan, 202), 17 http://www.republika.co.id/berita/29676/Isyarat_isyarat_IQ_EQ_dan_SQ_dalam_ Alquran h. 27. 18 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Cet. V: Jakarta; Penerbit Arga, 2004), h. xix. 19 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Cet. V: Jakarta; Penerbit Arga, 2004), h. 217. 20 Ibid. 114 AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 Menelusuri Emotional Quotient dalam Islam Ahmad Baharuddin 21 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Cet. V: Jakarta; Penerbit Arga, 2004), h. 218. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur'an al-Karim Abu Zahwu, Muhammad Muhammad. Al-Hadis wa al-Muhaddisun. Cet. I; Mesir: Syirkah Mahimah Misriyah, 1958. Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power: Sebuah Inner Journey melalui Al-Ihsan. Jakarta: Arga, 2003. _______________ . Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient: The ESQ Way 165 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001. Goleman, Daniel. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional Mengapa Lebih Penting daripada IQ). Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 2000. _____________. Working with Emotional Intelligence. New York: Bantam Books, 1999. Ibn Zakariya, Abu al-Husain Ahmad bin Faris. Mu'jam Maqayis al-Lugah, pentahqiq 'Abd al-Salam Muhammad Harun. Juz VI. t.t: Dar Fikr, 1979. al-Ja'fi, Abu 'Abd al-Lah Muhammad bin Isma'il al-Bukhari. Sahih al-Bukhari, pentahqiq Mustafa Daib al-Bagha. Juz I. Cet. III; Beirut: Dar Ibn Kasir, 1987. al-Misri, Muhammad bin Mukram bin Manzur al-Afriqi. Lisan al-'Arab. Juz XV. Cet. I; Beirūt: Dar Sadir, t.th. Winarno. A. dan Tri Saksono, Kecerdasan Emosional. Jakarta: LAN, 2001. https://www.academia.edu/2583855/IQ_EQ_SQ_dan_Kaitannya_dengan_Wa hyu diakses 23 oktober 2014. AL-FIKR Volume 19 Nomor 1 Tahun 2015 115