PNC Pengertian Masa post partum (nifas) adalah masa sejak melahirkan sampai pulihnya alat-alat reproduksi & anggota tubuh lainnya yg berlangsung sampai sekitar 40 hari (KBBI, 1990). Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira-kira 6-8 minggu. Pembagian masa nifas dalam 3 periode: 1.) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam Agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja dalan 40 hari. 2.) Peurperium intermedial : yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia eksterna dan interna yang lamanya kurang lebih 6-8 minggu. 3.) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Periode pasca partum ialah masa enam minggu setelah bayi lahir sampai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil . Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Immediate post partum –> Berlangsung dlm 24 jam pertama, Early post partum–>Berlangsung sampai minggu pertama, Late post partum –> Berlangsung sampai masa post partum berakhir Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas , walaupun dianggap normal dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi dan tingkat kenyamanan ,kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional ikut mementuk respon ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk memberi perawatan yang menguntungkan ibu , bayi dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada proses pemulihan , karakteristik fisik dan prilaku bayi baru lahir dan respon keluarga terhadap kelahiran seorang anak. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA PERIODE PASCAPARTUM Sistem Reproduksi @ Uterus Proses involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Sedangkan subinvolusi adalah penggagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering adalah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi. Pada akhir tahap ketiga persalinan besar uterus sama dengan sewaktu usia kehamilan 16 minggu yaitu 1000g. dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilicus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm tiap 24 jam. Pada hari ke enam pascapartum fundus normal berada di pertengahan umbilicus dan simfisis. Dan tidak bisa dipalpasi pada abdomen dihari ke sembilan. Setelah 1 minggu melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati dan berinvolusi menjadi kira-kira 500 g dan 350 g dua minggu setelah melahirkan. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone ekstrogen dan progesterone menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intra uteri yang sangat besar. Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini, sehingga biasanya diberikan suntikan oksitosin segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Afterpains Rasa nyeri menjadi lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang. Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri karena keduanya merangsang kontraksi uterus. Tempat plasenta Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ke 3 pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan. Lokia Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering kali disebut lokia, mula-mula berwarna merah kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Lokia rubra pertama mengandung darah dan debrus desidua serta debris trofob;lastik. Aliran menyembur menjadi merah muda atau coklat setelah 3-4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri darah lama, serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir warna cairan menjadi kuning sampai putih (lokia alba).lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri.lokia alba bisa bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir. Batas waktu Pengeluaran tidak Lochia sejak Pengeluaran normal normal melahirkan Darah dengan bekuan, bau amis, meningkat Byk bekuan, bau busuk, Rubra Hari 1-3 dengan bergerak, pembalut penuh darah meneteki dan peregangan Pink atau coklat dengan konsistensi, Bau busuk, pembalut Serosa Hari 4-9 serosanguineus, bau penuh darah amis. Bau busuk, pembalut penuh darah, lochea serosa menetap, kembali Alba Hari 10 Kuning – putih, bau amis ke pengeluaran pink atau merah, pengeluaran lebih dari 2-3 minggu. @ Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. @ Vagina dan perineum Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam pengikisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil sampai 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada minggu ke empat. Pada awalnya introitus mengalami eritematosa dan udematosa terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak atau rabas). Atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu. Hemoroid (varises anus) sering terjadi. Gejala yang sering dialami adalah seperti rasa gatal, tidak Nyman dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir. @ Topangan otot panggul Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Sistem Endokrin @ Hormon plasenta Selama periode pascapartum terjadi perubahan hormone yang besar. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terndahnya dicapai kirakira 1 minggu pascapartum. Penuruna kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstrasellular yang berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meniongkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke17 (bowes, 1991). @ Hormone hipofisis dan fungsi ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating hormone (FSH) terbukti sama pada wanita yang menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Bowes, 1991). Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni da;lam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70-75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 90 hari (Bowes, 1991). Diantara yang menyusui, 15% mengalami menstruasi dalam 6 minggu dan 45% dalam 12 minggu. Diantara wanita yang tidak menyusui, 40% mengalami menstruasi dalam 6 minggu, 65% dalam 12 minggu dan 90% dalam 24 minggu. Pada wanita menyusui, 80% siklus menstruasi pertama tidak mengandung ovum (anovulatory). Pada wanita tidak menyusui, 50% siklus pertama menstruasi tidak mengandung ovum (Scott dkk, 1990). Sistem Urinarius @ Komponen urin Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (Blood Urea Nitrogen) yang meningkat selama pascapartum merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinurea ringan dan ( +1 ) selam satu atau dua hari setelah wanita melahirkan @ Diuresis pascapartum Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringa selama ia hamil, salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari selama 2 – 3 hari pertama setelah melahirkan. Diuresi pasca opartu, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen hilangnya, peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah merupakan mekansime lain tubuh untuk megatasi kelebihan cairan @ Uretra dan kandung kemih Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses malahirkan yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemi dan edema sering disertai dengan daerah – daerah kecil hemoragik.kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun selain itu rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan , laserasi vagina atau episotomi juga menurunkan refleks bekemih pada masa pasca partum tahap lanjut distensi berlebihan dapat mengakibatkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga menganggu proses berkemih normal. Sistem Pencernaan @ Nafsu makan Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan.stelah benar- benar pulih dari efek analgesia, anastesi dan keletihan kebanykan ibu merasakan sangat lapar. @ Motilitas Secara khas, penurunan motlitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir, kelebihan anastesi dan anlgesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal @ Defekasi BAB secara sponta bisa tertunda selama 2 – 3 hari setelah melahirkan. Ibu seringkali sudah mengelukan nyeri saat defekasi karna nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episotomi. Sistem Kardiovaskuler @ Volume darah Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil, hipervolemia yang diakibatkan kehamilan ( peningkatan ± 40 % lebih dari volume tidak hamil dan menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan, banyk ibu yang kehilangan 300 – 400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat pada saat operasi cesarea @ Curah jantung Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat selama masa hamil, stelah melahirkan keadaan ini meningkat lebih tinggi selama 30 – 60 menit karena darah biasanya melintasi uteroplasenta tiba – tiba kembali ke sirkulasi umum. @ Tanda-tanda vital Selama 24 jam pertama suhu dapat meningkat sampai 380 C sebagai akibat efek dehidrasi. Setelah 24 jam wanita harus tidak demam. Denyut nadi tetap tinggi selam jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahuinya pada minggu kedelapan dan kesepuluh denyut nadi kembali ke frekuens sebelum hamil.pernapasan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan , tekanan darah sedikit berubah atau menetap, hipotensi ortostatik dapat timbul dalam 48 jam pertama akibat pembengkakan limpa yang terjadi. @ Komponen darah Selama 72 jam pertama volume plasma yang hilang lebih besar dari sel darah yang hilang dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ke-3 sampai hari ke-7 post partum . selama sepuluh sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir nilai leukosit antara 20000 dan 25000 /ml 3. . keadaan hiperkoagulasi yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah dan immobilisasi dan mengakibatkan peningkatan resiko tromboembolisme terutama setalah wanita melahirkan secar sesar. @ Varises Varises Bahkan varises vulva akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir Sistem Neurologi Perubahan neurologis selama puerperium merupakan adaptasi neurobiologis yang terjdi saat wanita hamil dan disebabkan oleh trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan, rasa tidak Nyman neurologist yang diinduksi kehamilan akan menghilang setalah wanita melahirkan. Sistem Muskuluskeletal Adaptasi system musculoskeletal ibu yang terjadi slema masa hamil berlangsung secara terbalik selama masa pasca partum adaptasi ini mencakup hal –hal yang membantu relaksasii dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim . Sistem Integumen Hiperpigmentasi di aeorola dan line nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir, kulit yang meregang pada payudara , abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya pada beberapa wanita spider nevi mentap, rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada wanita biasanya menghilang tapi rambut kasar menetap. Diaforesis ialah perubahan yang paling jelas pada system, integument. Sistem Kekebalan Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah ditetapkan. Waktu sejak melahirkan Posisi fundus uteri isoimunisasi Rh 1-2 jam 12 jam 3 hari 9 hari 5-6 minggu Pertengahan, antara pusat-simfisis 1 cm bawah pusat 3 cm bawah pusat (terus menurun 1 cm/hari) Tidak teraba Tdk teraba, sdkt lbh besar drpd multipara Abdomen Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan abdomennya menonjol dan membuat wanita tersebut tampak masih seperti hamil diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan semula. Ada keadan tertentu seperti bayi besar atau hamil kembar otot – otot dinding abdomen memisah suatu keadaan yang dinamai diatsasis rektiabdominis. Payudara @ Ibu menyusui Sebelum laktasi dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan yakni kolostrum dikeluarkan. Stelah laktasi payudara teraba hangat den keras ketika disentuh rasa nyeri akan menetap selam asekitar 28 jam. @ Ibu tidak menyusui Payudara ibu tidak menyusui biasa teraba nodular pada hari ke – 3 dan ke- 4 bisa terjadi pembengkakan ( engorgement ). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti vena dan limfatik bukan akibat penimbunan air susu. Pembengkanan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman berkurang dalam 24 – 36 jam. PERUBAHAN PSIKOLOGIS PADA PASCAPARTUM Perkenalan, ikatan dan kasih sayang dalam menjadi orangtua Walaupun sudah banyak riset dilakukan untuk membuka tabir proses orangtua bisa mengasihi dan menerima orangtuanya, para ahli masih tidak mengetahui apa motivasi dan komitmen orangtua dan anak-anaknya selama bertahun-tahun dalam saling mendukung dan merawat satu dan yang lain. Proses ini disebut attachment (kasih sayang) atau bonding (ikatan),istilah yang sering tertukar pemakaiannya walaupun sebenarnya memiliki definisi yang berbeda. Bonding, didefinisikan Brazelton (1978) sebagai suatu ketertarikan mutual pertama antara individu, misalnya antara orang tua dan anak saat pertama kali bertemu. Attachment terjadi pada periode kritis, pada kelahiran atau adopsi. Hal ini menjelaskan suatu perasaan menyayangi atau loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain. Menurut stainton (1983), ikatan ialah pertukaran perasaan karna adanya ketertarikan, respons, dan kepuasan dan intetensitasnya bisa berubah bila keadaan berubah seiring dengan perjalanan waktu. Ikatan berkembnag dan dipertahankan oleh kedekatan dan interaksi.Seperti halnya setiap proses perkembangan ikatan ditandai oleh adanya periode kemajuan dan regresi dan bisa juga terhenti sementara atau permanent. Komunikasi orang tua Ikatan diperkuat dengan penggunaan respon sensual atau kemampuan oleh kedua pasangan dalam melakukan interaksi orang tua-anak.Komunikasi antara orang tua anak terdiri dari: @ Sentuhan Sentuhan atau indra peraba dipakai secara intensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir. Begitu anak dekat dengan ibunya, mereka memulai proses eksplorasi dengan ujung jarinya,salah satu daerah tubuh yang paling sensitive. Ibu menepuk atau mengusap lembut bayi mereka dipunggung setelah menyusuinya. Bayi menepuk nepuk dada ibunya sewaktu meyusui.Ibu dan ayah ingin menyentuh,mengangkat dan memeluk bayi mereka. @ Kontak mata Kesenagan untuk melakukan kontak mata diperlakukan berulang-ulang. Beberapa ibu berkata, begitu bayinya bisa memandang mereka,mereka merasa lebih dekat dengan bayinya (Klaus,kennel,1982). Orang tua mengahbiskan waktu yang lama untuk membuat bayinya membuka mata dan melihat mereka. ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan mengguanakan lebih banyak waktu untuk saling memandang seringa kali dalam posisi bertatapan.En face ialah suatu posisi dimana kedua wajah terpisah kira-kira 20 cm pada bidang pandang yang sama. @ Suara Saling mendengar dan berespon suara antara orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Saat suara yang membuat mereka yakin bayinya dalam keadaan sehat terdengar, mereka mulai melakukan tindakan utnuk menghibur.Sewaktu orang tua berbicara dengan suara bernada tinggi, bayi menjadi tenag dan berpaling kearah mereka. @ Aroma Prilaku lain yang terjadi antara orang tua dan bayi ialah respon terhadap aroma/bau masingmasing. Ibu berkomentar terhadap aroma bayi mereka ketika baru lahir dan mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik (porter,cernoch,perry,1983). Bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibu nya(stainton,1985). @ Entrainment Bayi baru lahit bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa (condon,sander,1974). Mereka menggoyangkan tangan, mengangkat kepala, menendang- nendangkan kaki, seperti sedang berdangsa mengikuti nada suara orang tuannya.Hal in berarti bayi telah mengembangkan irama muncul akibat kebiasaan jauh sebelum ia mampu berkomunikasi dengan kata-kata. Entariment terjadi saat anak mulai berbicara. @ Bioritme Anak yang belum lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya, misalnya pada denyut jantung. Setelah lahir, bayi yang menangis, dapat ditenagkan dengan dipeluk dalam posisi sedemikian sehingga ia dapat mendengar denyut jantung ibunya atau mendengar sura denyut jantung yang direkam. Salah satu tugas bayi ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberikan kasih saying dengan konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan prolaku yang responsive. Penyesuaian maternal, paternal, saudara kandung serta kakek-nenek. Penyesuaian maternal @ Fase dependent Selama 1 sampai 2 hari pertama setelah melahirkan, ketergantunganm ibu menonjol. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhanya dapat dipenuhi orang lain. Ibu memindahkan energi psikologisnya kepada anaknya. Rubbin (1961) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima,( Taking-in phase) suatu waktu dimana ibu baru memerlukan perlindungan dan perawatan. Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orang tua sangat suka mengkomunikasikannya. Pemusatan analisis dan sikap yang menerima pengalaman ini membnatu orang tua untuk berpindah kefase berikutnya. Beberapa oaring tua dapat menganggap petugas atau ibu yang lain sebagai pendengarnya. Kecemasakan dan keasikan terhadap peran barunya sering mempersempint lapang persepsi ibu oleh karena itu informasi yang diberikan pada waktu ini mengkin perlu diulang. @ Fase dependent mandiri Dalam fase ini secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ia berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi atau jika ia adalah seorang ibu yang gesit, ia akan memiliki keinginan untuk merawat bayinya secara langsung. Rubbin (1961) menjelaskan keadaan ini sebagai fase takinghold yang berlangsung kira-kira 10 hari. Keletihan setelah melahirkan diperburuk oleh tuntutan bayi yang bayakn sehimngga dengan mudah timbul perasaan depresi. Dikatakan pada masa puerprium ini kadar glukorkotikoid dalam sirkulasi dapat menjadi rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan fisiologis ini dapt menjelaskan depresi pasca partum ringan( Baby blues ). @ Fase interdependent Pada fase ini perilaku interdependent muncul ibu dan keluarganya maju sebagai suatu system dengan para anggota saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walaupun sudah berubah dengan adanya seorang anak, kembali menunjukkan karakteristik awal. Fase interdependent ( letting go ) merupakan fase yang penuh stress bagi orang tuanya. Kesenangean dan kebutuhan sering terbagi dalam amsa ini. Pria danm wanita harus menyelesaikan efek dari perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah dan membina karier. Suatu upaya khusus harus dilakuakn untuk memperkuat hubungan orang dewasa dengan orang dewasa sebagai dasar kesatuan keluarga. @ Penyesuaian Paternal Para ahli melukiskan bebagai karakteristik engrossment.beberapa respon sensual, seperti sentuhan dan kontak mata. Keinginan ayah untuk menemukan hal-hal yang unik maupun yang sama derngan dirinya merupakan karakteristik lain yang berkaitan dengan kebutuhan ayah untuk merasakan bahwa bayi ini adalah miliknya. Respon yang jelas ialah adanya daya tarik yang kuat dari bayi yang baru lahir.Menurut Henderson dan bruse (1991) tentang pengalaman para ayah baru selama tiga minggu pertama kehidupan bayi menyatakan bahwa para ayah baru menjalani tiga tahapa proses yaitu Tahap pertama meliputi pengalaman prakonsepsi yakni akan seperti apa rasanya ketika membawa pulang bayi kerumah . Tahap kedua meliputi Realitas yang tidak menyenangkan menjadi ayah baru .Beberapa ayah mulai menyadari bahwa harapan mereka sebelumnya tidak didasarkan pada kenyataan. Perasaan sedih dan ragu sering sekali menyertai realitas. Tahap ketiga meliputi keputusan yang dilakukan dengan sadar unutk mengontrol dan menjadi lebih aktif terlibat didalam kehidupan bayi mereka. @ Penyesuaian saudara kandung Memperkenalkan bayi kepada suatu keluarga dengan satu anak atau lebih bisa menjadi persoalan bagi orang tua.Orang tua perlu membagi perhatian mereka dengan adil. Anak yang lebih tua harus menyusun posisi baru didalam hirarki keluarga. Anak yang lebih tua harus tetap berada dalam posisi sebagai pemimpin. Anak berikutnya dalam urutan tanggal lahir harus berada pada posisi yang lebih superior dari adiknya yang baru. Kelakuan mundur keusia yang jauh lebih muda bisa terlihat pada beberapa anak. Mereka bisa kembali ngompol, merengek-rengek dan tidak mau makan sendiri, reaksi kecemburuan dapat muncul ketika suaka cita akan kehadiran bayi dirumah mulai pudar.Penyesuaian awal anak yang lebih tua terhadap bayi baru lahir membutuhkan waktu.Anak harus diperbolehkan berinteraksi atas kemauannya sendiri dan jangan dipaksa. @ Penyesuaian kakek dan nenek Jumlah keterlibatan kakak dan nenek dalam merawat bayi baru lahir tergantung pada banyak factor misalnya keinginan kakek-nenek untuk terlibat, kedekatan hubungan kakek-dan nenek dan peran kakek dan nenek dalam konteks budaya dan etnik yang bersangkutan (grosso,dkk:1981). Nenek dari ibu ialah model yang penting dalam praktik perawatan bayi (rubin,1975). Ia bertindak sebagai sumber pengetahuan dan sebagai individu pendukung. Sering kali nenek dan kakek mengatakan bahwa cucu membantu mereka mengatasi rasa sepi dan kebosanan. Dukungan kakek dan nenek dapat menjadi pengaruh yang menstabilkan keluarga yang sedang mengalami krisis perkembangan seperti seperti kehamilan dan menjadi orang tua baru .Kakek dan nenek ini dapat membantu anak-anak mereka mempelajari keterampilan menjadi orangtua dan mempertahankan tradisi budaya. Faktor yang mempengaruhi respon orang tua Usia Masalah dan kekhawatiran ibu yang terkait dengan kelompok ibu yang berusia 35 tahun semakin banyak muncul pada decade terakhir kali dimana pada usia ini para ibu sudah mengalami keletihan dan lelah merawat bayi . dalam hal ini para ibu sangat membutuhkan kegiatan yang dapat membnatu ibu untuk memperoleh kembali kekuatan tonus dan tonus otot (seperti latihan senam prenatal dan pascapartum) Jaringan social Primipara dan multipara memiliki kebutuhan yang berbeda.Multipara lebih realistis terhadap terhapat keterbatasan fisik dan mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya. Sedangkan primipara membutuhkan dukungan dan tindak lanjut yang mencakup rujukan kebadan bantuan dalam masyarakat. Jaringan social meningkatkan potensi pertumbuhan anak dan mencegah kekeliruan dalam memperlakukan anak. Budaya Kepercayaan dan praktek budaya menjadi determinan penting dalam prilaku orang tua. Kedua hal tersebut mempengaruhi interaksi orang tua dengan bayi , demikian juga dengan orang tua atau keluarga yang mengasuh bayi karna setiap orang memiliki kepercayaan terhadap budaya berbeda beda. Kondisi social ekonomi Kondisi social ekonomi seringkali menjadi jalan untuk mendapatkan bantuan. Keluarga yang mampu membayar pengeluaran tambahan dengan hadirnya bayi baru ini pengeluaran tambahan dengan hadirnya bayi baru ini mungkin hamper tidak merasakan beban keuangan tetapi dilain pihak keluarga yang menemukan kalahiran seorang bayi suatu beban financial dapat mengalami peningkatan stress dan stess ini bisa mengganggu interaksi orang tua terhapat bayinya Aspirasi personal Bagi beberapa wanita, menjadi orang tua mengganggu kebebasan pribadi dan kemajuan berkariernya kekecewaan yang timbul akibat tidak mencapai kenaikan jabatan,kalo masalah ini tidak diselesaikan hal tersebut akan berdampak pada cara mereka merawat dan mengasuh bayi dan bahkan mereka bisa menelantarkan bayinya 1. A. PERAWATAN IBU DAN BAYI 2. PERAWATAN PERINEUM 1. Pengertian Membersihkan dan merawat area genitalia bagian luar setelah melahirkan 1. Tujuan: ? Memberikan rasa nyaman ? Mengurangi resiko infeksi ? Menjaga kebersihan vulva dan perineum ? Memperlancar keluarnya lokhea (darah nifas) 1. c. Alat-alat yg digunakan Softex atau pembalut wanita yg bersiAir hangat atau cairan antiseptik (betadine yang diencerkan, sublimat, detol yang diencerkan, sabun, dll). - Tissue atau handuk kecil - Celana dalam bersih 1. Cara Perawatan Perineum II. Mencuci tangan Memindahkan / mengangkat softex yang telah digunakan dari depan ke belakang Perhatikan warna, bau dan banyaknya cairan di softek, sesuai dengan keadaan normal Bersihkan perineum dengan menyiramnya dengan air hangat / antiseptik di bagian atas vulva Keringkan area perineum dengan tissue atau handuk kecil kering dari depan ke belakang (pengusapan berulang – ulang dihindari untuk mencegah menyebarnya kuman dan menjaga kenyamanan) Tempatkan softex mulai dari depan ke belakang (jangan sentuh permukaan softex yang akan menyentuh ke perineum / genitalia) kemudian pasang celana. Cuci tangan kembali dengan menggunakan sabun SENAM NIFAS 1. Pengertian Senam / gerakan yang dilakukan setelah melahirkan. Dilakukan segera setelah melahirkan sampai 7 minggu dan dilakukan 2 kali dalam sehari 1. Tujuan Memperbaiki sirkulasi darah Memperbaiki postur tubuh Memperbaiki tonus otot panggul Memperbaiki regangan otot tungkai bawah Memperbaiki regangan otot perut Meningkatkan kesadaran untuk mlakukan relaksasi otot panggul. 1. Cara Senam Nifas Latihan Penguatan Otot Perut Tahap 1: Pernafasan perut 1. Tidur terlentang dgn lutut ditekuk 2. 2. Tarik nafas dalam dari hidung, usahakan rongga dada tetap dan rongga perut mengembang 3. 3. Keluarkan udara perlahan – lahan dengan menggunakan otot – otot perut. Tahap 2: Kombinasi pernafasan perut dengan pengerutan panggul 1. Tidur terlentang dengan lutut ditekuk 2. Sambil menarik napas dalam kerutkan sekitar anus dengan pinggang mendatar pada tempat tidur 3. Keluarkan udara perlahan – lahan dorong dengan kekuatan perut dan bokong 4. Tahan 3-5 detik, lalu istirahat 5. Lakukan latihan ini sebanyak 10 kali Tahap 3: Menggapai lutut 1. Tidur terlentang dengan lutut ditekuk 2. Sambil menarik napas dalam tarik dagu ke arah dada 3. Ambil mengeluarkan udara, angkat kepala dan bahu perlahan – lahan. Regangkan tangan sampai menyentuh lutut. Tubuh boleh diangkat setinggi 15-20 cm. 4. Perlahan – lahan kepala dan bahu diturunkan seperti posisi semula 5. Lakukan latihan ini sebanyak 10 kali. Latihan Penguatan Pinggang Tahap 1: Memutar kedua lutut 1. Tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk 2. Pertahankan bahu tetap lurus, telapak kaki tetap dan secara perlahan – lahan putar kedua lutut sehingga menyentuh sisi kanan tempat tidur 3. Pertahankan gerakan yang halus, putar kedua lutut kembali sampai menyentuh sisi kanan tempat tidur 4. Kembali ke posisi semula dan istirahat 5. Lakukan latihan sebanyak 10 kali. Tahap 2: Memutar satu kaki 1. Tidur terlentang dengan kedua lutut kiri ditekuk 2. Pertahankan bahu tetap datar, secara perlahan – lahan putar lutut kiri sampai menyentuh sisi kanan tempat tidur dan kembali ke posisi semula 3. Ganti posisi kaki, sentih sisi kiri tempat tidur dengan menggunakan lutut sebelah kanan lalu kembali ke posisi semula dan istirahat 4. Lakukan latihan sebanyak 10 kali Tahap 3: Memutar tungkai 1. Tidur terlentang dengan posisi lurus 2. Pertahankan bahu tetap datar, secara perlahan – lahan tungkai kiri diangkat dalam keadaan lurus dan putar sampai menyentuh sisi kanan tempat tidur, lalu kembali ke posisi semula. 3. Ulangi gerakan kedua dengan menggunakan kaki kanan sehingga menyentuh sisi kiri. 4. Lakukan latihan sebanyak 10 kali. Istirahat dgn Posisi Telungkup Tidur dengan posisi telungkup dengan kaki lurus, posisi ini dapat membantu mengembalikan rahim dalam posisi normal dan dapat mencegah kekakuan pada punggung dan bokong. 1. B. TEHNIK MENYUSUI 1. 1. Manfaat menyusui dengan benar: Nutrisi bayi terpenuhi Bayi mendapatkan imunitas yang cukup Mencegah bengkak pada payudara Mencegah nipple pecah – pecah Memperkuat tulang rahang bayi Mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan pada bayi Memberikan kenyamanan pada ibu dan bayi 1. Cara Menyusui dengan Benar - Bibir bayi berbentuk huruf C. Otot pipi berkontraksi - Lidah bayi ke depan memegang nipple dan areola - Nipple dimasukkan saat lidah mendorong ke belakang dan membawa areola ke mulut. - Bag bibir menjepit areola dan menghisap susu ke bagian akhir tenggorokan - Posisi Menghisap dengan Botol Karet nipple botol masuk ke rahang atas sesuai pergerakan lidah. Lidah bergerak ke depan melawan bibir untuk mengontrol aliran susu berlebih yang masuk ke esofagus. 1. C. TEKHNIK PERAWATAN TALI PUSAT Setelah persalinan Alat dan bahan - Plastic disposable clamps atau benang kasa steril - Aseptic antiseptic ( alkohol dan betadin ) - Kasa steril - Handscoon Cara pelaksanaan: 1. Ikat tali pusat dengan plastic disposable clamps atau benang kasa steril 2. Pengikatan dilakukan dengan kuat yang mana sebelumnya harus memakai handscoon, ikatan pertama 5 cm dari dinding perut ikatan kedua 2 cm dari pusat 3. Monitor ikatan tali pusat tiap 4 jam selama 48 jam 4. Rawat tali pusat dengan larutan aseptic antiseptic ( alkohol dan betadin ) 5. Tutup tai pusat dengan kasa steril dan difiksasi dengan baik 6. Monitor balutan tali pusat, kulit sekitar umbilical diobservasi dari tanda infeksi Perawatan sehari-hari Alat dan bahan - Kain kasa - Betadin atau alkohol 70 % - Kapas lidi - Hanscoon Cara pelaksanaan o Langkah pertama yang dilakukan adalah memakai handscoon o Basahi kapas lidi dengan betadin atau alkohol 70 % dan usapkan pada tali pusat bayi o Balut dengan kain kasa tanpa menggunakan plester. o Popok tidak boleh menutupi tali pusat. Popok yang basah dan kotor akan memperlambat pengeringan tali pusat dan mempermudah timbulnya infeksi. 1. D. MEMANDIKAN BAYI Sebelum memandikan bayi, kita harus memperhatikan : 1. 1. Suhu bayi. Bayi dimandikan setelah dilahirkan pada saat suhu tubuhnya sama dengan suhu ruangan: 36º C atau 36,5º C 2. 2. Memakai Handscoon, untuk bayi yang pertama kali dimandikan Alat dan bahan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Celemek Washlap 2 buah Sabun Shampo Baby Oil Bedak Cottonbad Baju Baskom 2 buah : 1 untuk air hangat dan 1 untuk pakaian kotor Cara memandikan Bayi : - Memakai celemek - Memakai washlap yang sudah dicelupkan ke dalam air hangat - Mengusap kepala bayi, membersihkan kotoran-kotoran di kepala bayi - Memakai washlap yang lain yang diberi sampo - Usap kepala bayi dengan sampo, bersihkan kemudian keringkan dengan handuk Bersihkan mata bayi dengan kapas basah, dari kantus ke luar, wajah, telinga, dan bagian leher. - kemudian bersihkan Bersihkan dengan handuk kering Lepaskan pakaian bayi, letakkan pada baskom yang telah balutan tali pusat. disediakan. Lepaskan juga Bersihkan seluruh badan bayi, pergelangan tangan, sela-sela jari, sela-sela kaki, punggung (balikkan bayi) - Bersihkan dengan sabun (memakai washlap yang untuk shampo tadi) Bersihkan kembali dengan washlap, untuk bayi yang suster terlepas tali pusatnya, dibilas di air hangat di dalam baskom. - Diseka dengan handuk halus. - Letakkan bayi di handuk /selimut yang sudah ada baju dan popok bayi - Memakaikan bedak/minyak talon - Memakaikan popok dan baju - Selimuti bayi 1. E. PERAWATAN PAYUDARA Tujuan : 1. memperlancar sirkulasi/aliran darah 2. mencegah terjadinya bendungan ASI 3. memperlancar pengeluaran ASI Perawatan payudara ibu post partum t.d.a : Membersihkan puting susu Persiapan alat : - kapas lembab - air dalam kom - handuk bersih Cara kerja : 1. 2. 3. 4. 5. 6. - Kapas direndam dalam air masak putting susu dibersihkan dengan kapas keringkan dgn handuk lakukan sebelum dan sesudah menyusui Untuk puting susu yg cekung dan datar dilakukan Perawatan dgn tiga tahap : meregangkan putting susu - memutar putting susu - menarik putting susu Pengurutan/masase payudara : Persiapan alat : minyak kelapa 10 cc dl tempatnya ( hindari penggunaan baby oil, minyak kayu putih atau minyak tawon ) handuk besar 2 buah washlap 2 buah breast pump dan gelas atau botol susu air dingin dan air hangat dlm Waskom tuple hudge Cara kerja : - Jelaskan tujuan tindakan - cuci tangan satu tangan diletakkan di punggung dan satu handuk diletakkan di bawah payudara ibu atau daerah paha - kedua telapak tangan diberi minyak payudara kiri diurut dengan tangan kiri dan payudara kanan ( jika ibu melakukan sendiri ).bila dilakukan oleh perawat àpayudara kiri diurut dengan tangan kanan dan payudara kanan diurut dengan tangan kiri, dgn cara pengurutan dari tengah berputar ke samping terus ke bawah, secara perlahan dan halus sambil mengobservasi ibu dan pengeluaran ASI ( ada/tidak ) dilakukan 10 – 15 kali. Tangan kiri menopang/menyangga payudara kiri . lakukan pengurutan dgn bagian pinggir telapak tangan kanan mulai dari pangkal sampai aerola mammae. Selanjutnya tangan kanan menopang/menyangga payudara kanan dan lakukan pengurutan dgn bag.pinggiran telapak tangan kiri muali pangkal sampai aerola mammae, dilakukan 10-15 kali.posisi sama, pengurutan menggunakan ruas jari dilakukan 10-15 kali. - Posisi sama, pengurutan menggunakan ruas jari dilakukan 10 – 15 kali Lakukan mandi dgn air hangat dgn menggunakan washlap ( satu washlap dimasukkan dalam air hangat, peras ). Usap kedua payudara selanjutnya ganti dgn air dingin ( satu washlap masukkan dlm air dingin, peras ).usap kedua payudara, lakukan 6-10 kali secara bergantian dan diakhiri dgn air dingin Payudara dikeringkan /lap dgn menggunakan handuk yang berada pada bagian bawah payudara - Handuk di daerah punggung dan bawah payudara dilipat dan alat lain dibereskan - Ibu pakai baju sendiri sendiri atau dibantu perawat KONSEP KEPERAWATAN 1. A. PENGKAJIAN ? Merujuk pada catatan riwayat keperawatan pada masa prenatal dan intrapartal. Melakukan pemeriksaan fisik dan pengkajian psikososial terhadap ibu, ayah dan anggota keluarga Perawat mendeteksi adanya penyimpangan dari kondisi yang normal Dari masa prenatal, kaji masalah kesehatan selama kehamilan yang pernah timbul, seperti: anemia, hipertensi dalam kehamilan dan diabetes. Kaji proses persalinan, lama dan jenis persalinan, kondisi selaput dan cairan ketuban, respon bayi terhadap persalinan, obat-obatan yang digunakan, respon keluarga khususnya ayah pada persalinan dan kelahiran. Dilakukan segera pada masa immediate postpartum, seperti: observasi tanda vital, keseimbangan cairan, pencegahan kehilangan darah yang abnormal dan eliminai urin. Biodata Klien Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian. ? Keluhan Utama Hal-hal yang dikeluhkan saat ini dan alasan meminta pertolongan. ? Riwayat haid Umur Menarche pertama kali, Lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal partus. ? Riwayat Perkawinan Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa ? Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui orang tua ? ? - Riwayat Obstetri Riwayat Kehamilan Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah, Urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh - Riwayat Persalinan 1. 1. Riwayat Persalinan Lalu Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini. 1. 2. Riwayat Nifas pada Persalinan Lalu Pernah mengalami demam, keadaan lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktifitas setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI, respon dan support keluarga. 1. 3. Riwayat Persalinan Saat Ini Kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama persalinan, dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta, kelengkapan placenta, jumlah perdarahan. 1. 4. Riwayat New Born Apakah bayi lahir spontan atau dengan induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak), apakah membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis kelamin Bayi, BB, panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding attatchment secara dini dengan ibunya, apakah langsung diberikan ASI atau susu formula. ? Riwayat KB dan Perencanaan Keluarga Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana penambahan anggota keluarga dimasa mendatang. ? Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani, dimana mendapat pertolongan. Apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulangulang ? ? Riwayat Psikososial-Kultural Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan, apakah ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami, hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social dan pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada klien. Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru lahir, krisis keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan, berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna, kecemasan yang berlebihan pada dirinya atau bayinya, sering cemas saat hamil, bayi rewel, perkawinan yang tidak bahagia, suasana hati yang tidak bahagia, kehilangan kontrol, perasaan bersalah, merenungkan tentang kematian, kesedihan yang berlebihan, kehilangan nafsu makan, insomnia, sulit berkonsentrasi. Kultur yang dianut termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya pada perawatan post partum, makanan atau minuman, menyendiri bila menyusui, pola seksual, kepercayaan dan keyakinan, harapan dan cita-cita. ? Riwayat kesehatan Keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic, menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh keluarga. ? Profil Keluarga Kebutuhan informasi pada keluarga, dukungan orang terdekat, sibling, type rumah, community seeting, penghasilan keluarga, hubungan social dan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat. ? Kebiasaan Sehari-Hari 1. a. Pola nutrisi : pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah, frekuensi, 2. b. Pola istirahat dan tidur : Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum). 3. c. Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa talut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet 4. d. Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah 5. e. Aktifitas : Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui. 6. f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat fresh dan relaks. ? Seksual Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3). Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai yang dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman, ketawa, gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi penis. Perasaan ibu saat menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-faktor pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu, gangguan tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido. ? Konsep Diri Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek. ? Peran Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-tugas perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi uterus, perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum bayi, tanda vital bayi, perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional dan kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan kulit. Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene, payu dara) dan kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat, menyusui, memandikan dan mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali kasih, cara memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan secret dan perawatan saat tersedak atau mengalami gangguan ringan. Pencegahan infeksi dan jadwal imunisasi. ? Pemeriksaan Fisik 1. 1. Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran. 2. 2. BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24) 3. 3. Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan; pendengaran, dan leher. 4. 4. Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar getah bening diketiak. 5. 5. Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blas. 6. 6. Anogenital Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina (licin, kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka episiotomy, echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia (warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi , 1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa, > 10 hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis pada anus. 7. 7. Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi, kekuatan otot. ? Pemeriksaan laboratorium Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit - Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine. 1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pola eliminasi buang air kecil, retensi urine berhubungan dengan berakhirnya proses persalinan dan proses kehamilan. 2. Gangguan pola eliminasi buang air besar, berhubungan dengan rasa nyeri pada perineum dan menurunnya peristaltik usus. 3. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus dan ruptur perineum. 4. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan post partum. 5. Resiko tinggi infeksi perineum dan jalan lahir berhubungan dengan luka perineum yang masih basah dan post partum. 6. Resiko gangguan pola istirahat/ tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan dan jadwal makan bayi. 7. Kurangnya pengetahuan ibu tentang tindak lanjut keperawatan post partum (nifas) berhubungan dengan baru pertama kali melahirkan. 1. C. PERENCANAAN 1. Perubahan pola eliminasi buang air kecil, retensi urine berhubungan dengan berakhirnya proses kehamilan dan persalinan. 1) Tujuan: tidak terjadi gangguan pola eliminasi buang air kecil. 2) Kriteria : - Ibu tidak merasa nyeri pada saat buang air kecil. - Pengeluaran urine 1000-1500 cc/ hari. - Frekuensi miksi 4-5 kali/ hari. - Expresi wajah tenang. 3) Rencana Tindakan: a) Catat intake dan out put cairan. b) Berikan rangsangan pada daerah atas symphisis dengan air dingin. c) Katerisasi bila tidak miksi dalam 8 jam habis melahirkan. 4) Rasional: a) Untuk mengetahui fungsi ginjal. b) Rangsangan pada simphisis dengan air dingin dapat meningkatkan tonus otot spincter dan buli-buli. c) Bila 8 jam tidak miksi dapat menggangu involutio uteri. 1. Gangguan pola eliminasi buang air besar berhubungan dengan rasa nyeri pada luka perineum dan dan menurunnya peristaltik usus. 1) Tujuan: tidak terjadi gangguan pola eliminasi buang air besar. 2) Kriteria : - Perut tidak tegang. - Frekuensi 1-2 kali/ hari. 3) Rencana Tindakan: a) kaji pola buang air besar. b) Berikan makanan yang banyak mengandung serat. c) Anjurkan pada ibu untuk banyak minum. d) Berikan penyuluhan pada ibu untuk tidak takut buang air besar. e) Kolaborasi pemberian obat laxantia 4) Rasional: a) Untuk mengetahui pola bab klien. b) Makanan yang berserat dapat merangsang peristaltik usus. c) Dengan minum yang banyak akan membantu melunakkan faeces. d) Rasa takut dapat mempengaruhi syaraf sympatis sehingga otot spincter menjadi lemah. e) Obat laxantia dapat merangsang peristaltik usus. - Buang air besar lancar. 1. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus dan ruptur perineum. 1) Tujuan: nyeri hilang. 2) Kriteria : - Proses involutio normal. - Expresi wajah tenang. - Ibu mengatakan nyeri kurang. 3). Rencana Tindakan: a) kaji intensitas dan karakteristik dari nyeri. b) berikan posisi yang menyenangkan. c) ajarkan tehnik relaksasi. d) kolaborasi pemberian analgesik. e) berikan penjelasan mengenai timbulnya nyeri. f) ajarkan tehnik destraksi. 4). Rasional: a) Untuk mengetahui tingkat dan karakteristik nyeri, agar mempermudah memberikan intervensi yang tepat. b) Dengan posisi yang menyenangkan membuat klien merasa nyaman dan dapat beradaptasi dengan nyeri. c) Relaksasi dapat mengendorkan otot-otot sehinnga nyeri dapat berkurang. d) Menjelaskan kepada ibu tentang nyeri agar ibu dapat beradaptasi dengan nyeri. e) Untuk mengalihkan perhatian ibu agar tidak terfokus pada bayi. f) Analgesik dapat menekan rangsangan nyeri sehingga nyeri tidak dipresepsikan. 1. Resiko kekurangan volume cairan berhungan dengan perdarahan post partum. 1) Tujuan: tidak terjadi perdarahan yang berlebihan. 2) Kriteria : - Proses involutio lancar. - perdarahan tidak lebih dari 400 cc. - pengeluaran lokhia lancar. 3) Rencana Tindakan: a) Observasi perdarahan dan monitor pengeluaran lokhia. b) Observasi kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri setiap hari. c) Observasi tanda-tanda vital. d) Observasi keadaan umum. e) Beri pengetahuan pada ibu tentang ambulasi dini pada ibu nifas. f) Ajarkan pada ibu untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan yang berlebihan. g) Monitor kadar haemoglobin. 4) Rasional: a) Untuk mengetahui jumlah perdarahan. b) Kontraksi uterus yang lemah dapat menyebabkan perdarahan. c) Perubahan tanda vital indikasi adanya perdarahan. d) Keadaan umum dapat menggambarkan adanya perdarahan. e) Ambulasi secara dini dapat memperlancar proses involutio. f) Kadar haemoglobin yang rendah indikasi terjadi perdarahan. 1. Resiko tinggi infeksi perineum dan jalan lahir berhubungan dengan luka perineum yang masih basah dan post partum. 1) Tujuan: Tidak terjadi infeksi pada luka perineum dan jalan lahir. 2) Kriteria : 3) Rencana Tindakan: a) Observasi tanda-tanda infeksi dan tanda vital. b) Rawat luka perineum setiap hari dengan teknik septik dan aseptik - Tanda-tanda infeksi tidak ada. c) Anjurkan pada ibu untuk mengganti duk yang basah. d) Observasi pengeluaran lokhia. e) Kolaborasi pemberian antibiotik. 4) Rasional: a) Untuk mendeteksi secara dini adanya infeksi. b) Luka yang bersih dapat mencegah timbulnya infeksi. c) Duk yang basah tempat berkembang biak mikroorganisme. d) Keadaan lokhia yang tidak normal menandakan adanya infeksi jalan lahir. e) Antibiotik dapat menghambat dan membunuh mikroorganisme. 1. Resiko gangguan pola istirahat/ tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan dan jadwal makan bayi. 1) Tujuan: ibu dapat tidur/ kebutuhan istirahat tidur terpenuhi. 2) Kriteria : - penampilan menunjukkan istirahat yang - cukup - ibu tidak merasa lelah. 3) Rencana tindakan: a) bayinya. Kaji pola tidur klien. b) Ciptakan lingkungan yang tenang. c) Beri penyuluhan kepada ibu agar memenuhi kebutuhan bayinya tepat pada waktunya. d) Anjurkan kepada ibu agar menidurkan bayinya dalam dalam keadaan kenyang. - Tidur cukup (7-9 jam/hari). e) Bila asi kurang, berikan susu tambahan pengganti asi sebanyak 30 cc/ 3 jam dengan sendok atau dok. f) Ajarkan ibu untuk mengenali kebiasaan 4) Rasional: a) Untuk mengenali jumlah tidur klien. b) Lingkungan yang tenang dapat mendukung untuk beristirahat. c) Dengan memenuhi kebutuhan bayinya tepat pada waktunya bayi akan tenang. d) Bila bayi dalam keadaan kenyang, bayi akan tidur nyenyak. e) Pemberian air susu sebanyak 30 cc dan diperkirakan dalam 3 jam lambung sudah kosong. f) Dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan bayi, ibu dapat mengatur waktu istirahatnya. 1. Kurangnya pengetahuan ibu tentang tindak lanjut keperawatan post partum aterm (nifas) berhubungan dengan baru pertama kali lahir. 1) Tujuan: pengetahuan ibu tentang perawatan lanjut bertambah. 2) Kriteria : - Pasien dapat menyebutkan saat yang tepat untuk melakukan hubungan suami istri post partum. - pasien dapat menyebutkan pentingnya - pemeriksaan secara dini dan berkala di rumah sakit. 3) Rencana tindakan: a) Kaji tingkat pengetahuan ibu. b) Beri HE kepada ibu bahaya melakukan hubungan suami istri selama dalam masa nifas. c) Beri penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya pemeriksaan diri dan bayi secara berkala di rumah sakit/ puskesmas. 4) Rasional: a) Dapat mengambil tindakan selanjutnya. b) Dengan melakukan hubungan suami istri selama masa nifas akan menyebabkan perdarahan yang banyak/ berat. c) Pemeriksaan diri dan bayi secara berkala dapat mengetahui tingkat kesehatan ibu dan bayi. 1. D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada pasien. Kkegiatan ini meliputi pelaksanaan rencana pelayanan keperawatan dan rencana pernyataan medis. Pada tahap perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilan berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu keperawatan lainnya yang terkait secara terintegrasi. Pada waktu perawat memberi pelayanan keperawatan, proses pengumpulan dan analisa data berjalan terus menerus, guna perubahan atau penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor dapat dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana pelayanan. Keperawatan antara lain sumber-sumber yang ada, pekerjaan perawat serta lingkungan fisik untuk pelayanan keperawatan dilakukan. Dalam pelaksanaan perawat melakukan fungsinya secara indefenden, defenden, dan interdefenden. Fungsi indefenden yaitu perawat melakukan tindakan sendiri atas dasar inisiatif sendiri. Fungsi defenden yaitu fungsi tambahan dilakukan untuk menjalankan program dari tim kesehatan lain. Fungsi interdefenden yaitu perawat melakukan fungsi kolaborasi dengan pelaksanaan fungsi bersama-sama dengan tim kesehatan lainnya. 1. E. EVALUASI 1. Periode post partum dini. Tanda vital, keadaan luka episiotomi jika ada dan mencocokkan dengan parameter yang diharapkan. Toleransi klien terhadap intake makanan, intake cairan dan keinginan klien mengenali makanan dan cairan. - Kemampuan klien untuk pengosongan kandung kemih secara teratur. - Beri kesempatan kepada klien beristirahat yang cukup. - Kemampuan klien untuk menggendong dan merawat bayinya. 1. Periode post partum lanjut. Tanda vital, berat badan, payudara, proses involutio, penyembuhan luka episiotomi jika ada dengan parameter yang diharapkan. - Kemampuan klien untuk merawat payudara, perawatan perineum. Kemampuan klien untuk menunjukkan kesanggupan dalam perawatan diri sendiri dan perawatan bayinya. 1. Periode persiapan pulang ke rumah. - Klien mendemostrasikan kemampuan merawat bayinya. Klien memperlihatkan keingintahuan tentang pentingnya perawatan lanjutan bagi ibu serta bayinya. Kemampuan klien untuk menentukan waktu untuk konsultasi dengan dokter, bidan/ perawat. Respon klien dengan suami terhadap adanya perubahan pola aktifitas seksual serta perlunya menggunakan alat kontrasepsi untuk memberi rasa aman dan bagi ibu. 1. Periode 6 minggu (saat chek-up). Tanda vital, penurunan payudara, proses involutio dan penyembuhan luka episiotomi dibandingkan parameter yang diharapkan. - Kembalinya organ reproduksi seperti keadaan sebelum hamil. - Kemampuan menunjukkan fungsi keluarga dengan baik dan adaptasi positif. - Keluarga menyepakati penggunaan salah satu jenis kontrasepsi yang cocok bagi ibu. LAPORAN KASUS 1. a. Pengkajian Pengumpulan Data ü Identitas Klien Nama : Ny.T Umur : 39 tahun ü Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan Sekarang Post partum hari ke dua. TFU ½ simfisis pusat, berat uterus 500 gram, terjadi after pain pada saat ibu menyusui bayinya, kondisi payudara bengkak dan terjadinya bendungan ASI. Riwayat Kesehatan lalu : Riwayat rupture tingkat 2, nyeri , gatal, dan merah pada daerah vagina. Klien riwayat G11P8A3. Klien pernah mengalami peradangan panggul dan dispareunia ü Pemeriksaan Fisik TTV : TD = 150/100 mmHg, S= 38,5oC, N= 72 x/menit. Validasi Data ü Data Subyektif : Klien mengatakan terjadi after pain pada saat ibu menyusui bayinya. Klien pernah mengalami peradangan panggul dan dispareunia ü Data Obyektif : Post partum hari ke dua. TFU ½ simfisis pusat, berat uterus 500 gram, kondisi payudara bengkak dan terjadinya bendungan ASI. TD = 150/100 mmHg, S= 38,5oC, N= 72 x/menit. Analisa data NO DATA 1 DS : ETIOLOGI Proses persalinan MASALAH Nyeri Klien mengeluh nyeri ¯ pada daerah abdomen Terjadi proses involutio Klien mengeluh nyeri bila berjalan/bergerak ¯ DO : - Kontraksi Uterus Ekspresi wajah meringis ¯ Klien nampak istirahat Nyeri ditempat tidur - Kontraksi uterus baik DS : 2 Klien mengeluh nyeri pada perineum Robekan jalan lahir Klien mengeluh nyeri ¯ bila bergerak / berjalan Terputusnya kontinuitas jaringan DO : Nyeri NO DATA ETIOLOGI Ekspresi wajah meringis ¯ Nampak luka hecting Jaringan melepaskan pada perineum bradikinin dan histamin MASALAH zat-at Klien nampak istirahat ¯ di tempat tidur. Merangsang syaraf perifer ¯ Dihantarkan melalui spinal cord menuju thalamus ¯ Korteks cerebri ¯ DS : - Nyeri di persepsikan Klien malas bergerak Klien selama 2 hari belum BAB Nyeri ¯ DO : 3 Takut bergerak / aktifitas kurang Peristalik usus kurang (3 – 4 x/menit) ¯ Klien istirahat. lebih banyak Mobilisasi usus dan diafragma menurun ¯ Faeces bertahan lama diusus besar dan tidak bisa dikeluarkan ¯ Konstipasi Konstipasi NO DATA DS : - ETIOLOGI DO : MASALAH Nyeri ¯ ada ASI/colostrum belum Ibu malas menyusui bayinya ¯ Payudara teraba keras / padat. Bayi jarang menetek 4. Kondisi bengkak Penimbunan ASI payudara ¯ Kurangnya rangsangan pituitary anterior prolaktin pada ¯ Penimbunan ASI DS : - Nyeri pada perineum DO : - 5. Proses persalinan Lochia rubra. ¯ Nampak luka heacting Perlukaan jalan lahir pada perineum ¯ Tanda-tanda vital : Merupakan media berkembang- Resiko in-feksi TD = 150/100 mmHg, S= biaknya kuman phatogen 38,5oC, N= 72 x/menit. ¯ Resiko terjadi infeksi DS : NO DATA ETIOLOGI Ibu mengatakan kalau bias ini kehamilan yang terakhir Klien tidak menjadi akseptor KB MASALAH pernah Kurangnya informasi tentang KB DO : ¯ - Umur 39 th G11P8A3 Ketidaktahuan tentang KB ¯ Kurang pengetahuan tentang KB Kurang pengetahuan tentang KB 6 1. b. Diagnosa Keperawatan - Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus - Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan aki-bat ruptur perineum - Gangguan eliminasi BAB konstipasi b/d pe-nurunan peristaltic usus - Penimbunan ASI b/d kurangnya rangsangan pada priutary anterior prolaksin - Resiko terjadi infeksi puorperalis b/d luka pada perineum - Kurang pengetahuan ten-tang KB b/d kurang informasi tentang KB 1. c. Perencanaan NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL 1. Nyeri b/d kontraksi Nyeri 1.Kaji tingkat 1.Agar dapat menguterus ditandai dengan : berkurang/hilang loka-si dan sifat inden-tifikasi kebutuhan dengan criteria nyeri. pera-watan dan pemberian askep yang DS : tepat. Klien tidak Klien mengeluh nyeri pada abdomen daerah menge-luh nyeri 2.Perubahan tanda vital Ekspresi wajah 2.Observasi menunjukkan terjadinya Klien mengeluh cerah tanda-tanda vital rangsangan nyeri nyeri bila berjalan/bergerak - Tanda vital dalam 3.Nafas dalam dapat batas normal. melan-carkan suplay 02 DO : sehingga 3.Anjurkan klien kejari-ngan relaksasi di T : 110-120 / mmHg tehnik relaksasi terjadi jaringan obat yang dapat Ekpresi wajah napas dalam. menyebabkan nyeri meringis S : 56 – 37 oC berkurang. Kontraksi uterus N : 80 x /menit 4.Posisi nyaman sesuai baik ke-inginan klien dapat mem-peringan nyeri. Klien banyak istirahat ditempat tidur. 4.Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan 5.Dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat klien. beradaptasi 5.Jelaskan penyebab terjadinya 6.Untuk mengurangi rasa nyeri dengan memblok nyeri infuls nyeri. 6.Penatalaksanaan obat analgetilc 1. Agar dapat mengidenti-fikasikan kebutuhan pera-watan dan pemberian as-kep 1.Kaji tingkat, lo- yang tepat. kasi dan sifat 2. Perubahan tanda vital nyeri menunjukkan terjadinya rangsangan nyeri. 2. Nyeri b/d terputusnya 3. Dapat menunjukkan 2.Observasi kontinuitas jaringan trauma tanda-tanda vital. ada-nya aki-bat ruptur perineum Nyeri berlebihan/ komplikasi ditandai dengan : berkurang/hilang yang me-merlukan dengan kriteria : intervensi lebih lajut. DS : 1. Klien tidak 3.Observasi keadaan luka 4. Dapat mengurangi Klien mengeluh menge-luh nyeri pada perineum - Klien menyatakan nyeri bila berjalan/ beraktifitas. nyeri perineum 2. Ekspresi wajah ce-rah 3. Tanda vital dalam batas normal. teka-nan langsung pada peri-neum. 5. Meningkatkan sirkulasi pada perineum, T: 110-120/80mmHg mening-katkan Ekspresi wajah 4.Anjurkan untuk oksigenasi dan nutrisi N: 80 x /menit jaringan meri-ngis duduk dengan pada otot gluteal menurunkan edema dan meningkatkan Nampak luka S : 36 – 37 oC terkon-traksi penyembuhan. heching pada perineum 1. Luka kering 5.Beri kompres Klien istirahat panas lembab ditem-pat tidur. (rendam duduk antara 38oC s/d 1. Dapat mengetahui 42oC selama 20 adanya kelainan pada menit – setelah 24 proses eliminasi klien jam pertama. 2. Dapat mempermudah dalam pemberian intervensi 1. Kaji pola eliminasi BAB klien 3. Dapat memperlancar metabolisme dalam usus sehingga eliminasi lancar DO : 2. Kaji penyebab konstipasi klien 4. Dapat merangsang peris-taltic usus sehingga BAB lancar. Gangguan eliminasi BAB konstipasi b/d penurunan peristaltic usus ditandai dengan : 3. Anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat 4. Anjurkan klien 5. Akan merangsang dan proses untuk melaku-kan mempercepat kreaktifitas ringan defekasi. Klien malas bergerak Eliminasi BAB terpe- dan ber-tahap nuhi dengan criteria 5. Pentalaksanaan - Klien belum BAB 1. Membantu selama 2 hari - Klien telah BAB 1 pemberian mengembang-kan DS : 3. DO : x 2 /hari dulcolaks sup rencana selanjutnya perawatan Peristaltic usus Peristaltik usus kurang 3-4x/menit nor-mal 5-35x/i - Klien lebih banyak istirahat. Penimbunan ASI b/d kurangnya rangsangan pada priutary anterior prolaksin ditandai dengan : 1. Kaji tingkat pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui 2. Agar lactasi lanar dan sebelumnya. terhindar dari kesulitan saat menyusui 2. Lakukan perawa-tan buah 3. Untuk merangsang dada hor-mon prolaktif untuk memproduksi ASI. 3. Anjurkan klien untuk tetap menyusui bayinya walaupun ASI 4. Posisi yang tepat dapat tidak ada. mencegah luka pada putting susu dan anak 4. Ajarkan cara dapat menolak dengan menyusui yang baik benar. DS : - 1. Untuk mengetahui tanda/ gejala awal terjadinya infeksi 1. Kaji tanda2. Perubahan tanda vital ASI dapat diproduksi tanda infeksi dijadikan indicator adaASI / colostrum dengan criteria nya proses peradangan belum ada ASI/ Colostrum 2. Ukur dan 3. Vulva yang kotor dan - Payudara teraba ke- ada obser-vasi tanda- lembab dapat dijadikan ras/padat. tempat berkembang biakPayudara tanda vital nya kuman. Kondisi payudara kenyal. 3. lakukan vulva bengkak hygiene 4. Bethadine membunuh kuman dan mempercepat proses penyembuhan DO : 4. 5. Untuk mencegah terkon-taminasinya 4. Bekerja dengan kuman pada klien tehnik septik dan anti septik 6. Untuk mempercepat pro-ses penyembuhan 5. Kompres luka luka atau mencegah hecting dengan infeksi bethadine 6. HE kepada lien untuk menjaga 7. Dapat menghambat personal hygi-ene pem-bentukan dinding sel bakteri dan 7. membunuh kuman Penatalaksanaan patogen. pemberian antibiotik. Resiko terjadi infeksi puorperalis b/d luka pada perineum ditandai de-ngan : DS : - Nyeri pada daerah pe-rineum 1.Dapat mengetahui dan memudahkan dalam pem-berian intervensi selan-jutnya. DO : Nampak luka heacting pada perineum 1. Kaji tingkat pengetahuan klien 2.Agar klien dapat tentang KB mengerti dan bersedia menjadi akseptor KB 3.agar klien dapat Infeksi tidak terjadi metode 2. HE tentang memilih dengan kriteria kontrasepsi yang sesuai, man-faat KB dan cocok untuk klien. Luka nampak kering 5. - Tanda vital dalam 3. HE tentang metode kontrasepsi, batas normal keuntungan dan - Tidak ada tanda- kerugiannya. tanda infeksi - Rubor - Color - Dolor - Fungsilesia - Vital Sign T : 110/70 mmHg S : 36.4 oC N : 80 x /menit D : 20 x /menit Kurang pengetahuan ten-tang KB b/d kurang informasi tentang KB ditandai dengan DS : - Klien tidak pernah menjadi akseptor KB. DO : Umur G11P8A3 39 th, Klien dapat mengerti tentang KB dengan kriteria Ibu bersedia men-jadi askeptor KB setelah lepas masa nifas. 6. KONTRASEPSI “TUBEKTOMI” Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan ini di selenggarakan secaara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak Negara di dunia. Di Indonesia sejak tahun 1947 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkembangan metode dengan operasi (M.O) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia. Keuntungan tubektomi ialah: 1. Motivasi hanya dilakukan satu kali saja,sehingga tidak di perlukan motivasi berulangulang 2. Efektifitas hamper 100% 3. Tidak mempengaruhi libido seksualis 4. Kegagalan dari pihak pasien (patient’s failure) tidak ada. Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o postpartum dan m.o dalam interval. Tubektomi postpartum dilakukan satu hari setelah partus. Tindakan yang di lakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Fallopii terdiri atas pembedahan transbdominal seperti laparatomi, mini laparatomi, laparaskopi; serta pembedahan transsevikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik. Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan bebagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falopering, Yoon ring, dan lain-lain. Indikasi metode dengan operasi (M.O) Metode dengan operasi dewasa ini di jalankan atas dasar sukarela dalam rangka keluarga berencana. Kerugiannya ialah bahwa tindakan ini dapat dianggap tidak reversibel, walaupun sekarang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali pada mereka yang akhirnya masih menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi. Oleh karena itu, penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Seminar Kuldoskopi Indonesia pertama di Jakarta (18-19 Desember 1972) mengambil kesimpulan, sebaikanya tubektomi sukarela dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup 2. Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup 3. Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup Pada umur konperensi khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di medan (3-5 Juni 1976) dianjurkan pada umur antara 25-40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: 1. Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih 2. Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih 3. Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anak telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu. Di bagian Obstetri/Ginekologi Fakultas Kedokteran USU/RSUPP Medan, berhubungan dengan tingginya angka kematian perinatal dan bayi, serta pentingnya anak lelaki bagi beberapa suku di Sumatra Utara, di gunsksn rumus 120 yang disesuaikan dengan persyaratan sterilisasi sukarela. Dengan ini, syarat untuk sterilisasi ialah umur wanita x jumlah anak hidup dengan paling sedikit 1 anak laki-laki, harus tidak kurang dari 120, dengan umur wanita terendah 25 tahun. Rumus 120 tersebut, dewasa ini tidak begitu di pegang teguh lagi sehubungan dengan beratnya tekanan pertumbuhan penduduk. v Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba Laparatomi Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna tubektomi. Di sini penutupan tuba dijalankan sebagai tindakan tambahan apabila wanita yang perlu dilakukan seksio sesarea, kadang-kadang tuba kanan dan kiri ditutup apabila tidak diinginkan bahwa ia hamil lagi. Laparatomi postpartum Laparatomi ini dilakukan satu hari postpartum. Keuntungannya ialah bahwa waktu perawatan nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan pascaoperasi, dan oleh karena uterus masih besar, cukup dilakukan sayatan kecil dekat fundus uteri untuk mencapai tuba kanan dan kiri. Sayatan dilakukan dengan sayatan semi lunar (bulan sabit) di garis tengah distal dari pusat dengan panjang kurang-lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya diselenggarakan dengan cara Pomeroy. Minilaporotomiomi Laporotomi mini dilakukan dalam masa interval. Sayatan yang dibuat di garis tengah di atas simfisis sepanjang 3 cm sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukkan alat khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alat ini uterus bilamana dalam retrofleksi dijadikan letak antarfleksi dahulu dan kemudian didorong ke arah lubang sayatan. Kemudian, dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara. Laparaskopi Mula-mula dipasangcunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya kelak dapat menggerakan uterus jika hal itu diperlukan pada waktu laparaskopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di bawah pusat sepanjang 1cm. Kemudian, di tempat luka tersebut dilakukan pungssi sampai rongga peritoneum dengan jarum khusus (jarum Veres), dan melalui jarum itu pneumoperitoneum dengan memasukan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan kecepatan rata-rata 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum dirasa cukup, jarum Veres dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukkan troika (dengan tabungnya). Sesudah itu, troikar diangkat dan dimasukkan laparoskop melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita diletakkan dalam posisi Trendelenburg dan uterus digerakkan melalui cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian, dengan cuman yang masuk dalam rongga peritoneum besama-sama dengan laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi, atau dengan memasang pada tuba cincin Yoon atau cincin Falope atau clip Hulka. Berhubungan pada kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang lebih banyak digunakan cara-cara lain. Kuldoskopi Wanita ditempatkan pada posisi menungging (posisi genupektoral) dan setelah speculum dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik ke luar dan agak ke atas, tampak kavum Douglasi mekar di antara ligamentum sakro-uterinum kanan dan kiri sebagai tanda bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan jarum Touhy di belakang uterus, dan melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop dilakukan pengamatan adneksa dan dengan cunam khusus tuba dijepit dan ditarik ke luar untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi, atau pemasangan cincin Falope. v Cara penutupan tuba Cara Madlener Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam Pean, sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotingan tuba. Sekarang cara Madlener tidak dilakukan lagi oleh karena angka kegagalannya relatif tinggi, yaitu 1% sampai 3%. Cara Pomeroy Cara pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba sehingga membentuk lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap , maka ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan berkisar antara 0-0,4%. Cara Irving Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap, ujung proksimal dari tuba ditanamkan ke dalam ligamentum latum. Cara Aldrige Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum. Cara Uchida Pada cara ini tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil (minilaparotomi) di atas simfisis pubis. Kemudian di daerah ampulla tuba dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut mengembung. Lalu, di buat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang kira-kira 4-5 cm; tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di bawah serosa, sedangkan ujung yang distal dibiarkan berada di luar serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0. Cara Kroener Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. Jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong. Setelah pasti tidak ada pendarahan, maka tuba dikembalikan kedalam rongga perut. Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%. { Keuntungan Tubektomi - Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan) - Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding) - Tidak bergantung pada faktor senggama - Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risik kesehatan yang serius - Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local - Tidak ada efek samping dalam jangka panjang Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium) { Keterbatasan Tubektomi Harus dipertimbangkan sifat mantap metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan rekanalisasi - Klien dapat menyesal di kemudian hari - Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum) - Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan Dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi untuk proses laparoskopi) - Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS { Isu-Isu Klien - Klien mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur ini Informed consent harus diperoleh dan standard consent form harus ditanda-tangani oleh klien sebelum prosedur dilakukan { Yang Perlu Dilakukan Tubektomi - Usia > 26 tahun - Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn - Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya - Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius - Pascapersalinan dan atau pasca keguguran - Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini { Yang Tidak Boleh Dilakukan Tubektomi - Hamil - Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan - Infeksi sistemik atau pelvik yang akut - Tidak boleh menjalani proses pembedahan - Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan - Belum memberikan persetujuan tertulis { Waktu dilakukan - Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tidak hamil - Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi) Pascapersalinan; minilap di dalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu atau 12 minggu, laparoskopi tidak tepat untuk klien pascapersalinan saja) Pascakeguguran; Triwulan pertama (minilap atau laparoskopi), Triwulan kedua (minilap DAFTAR PUSTAKA Bobak,dkk. 2004. Keperawatan maternitas. Jakarta : EGC. Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi 2. Jakarta : EGC. Hamilton, C.Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC. Kumala, Poppy. Et. Al. 2004. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sylvia, dkk. 2006. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.