Obat Generik Berlogo: Solusi Sehat yang Cerdas Oleh : Mutia Zata Yumni Minggu, 13 Mei 2012 01:44 KOPI - Obat generik masih dianggap sebagai obat kelas dua, obat curah, obat puskesmas, obat untuk masyarakat miskin, obat tidak bergengsi, serta obat dengan mutu yang tidak terjamin dan tidak ampuh oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Fenomena ini sungguh sangat memprihatinkan. Berbeda dengan masyarakat di beberapa negara maju seperti di Amerika atau di Eropa dimana pengetahuan akan obat-obatan sudah teredukasikan dengan baik. Mereka tahu persis bahwa zat berkhasiat yang terkandung dalam obat generik dan obat bermerek sama persis. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat negara maju demikian tinggi sehingga mereka paham akan manfaat obat-obatan yang diberikan oleh dokter atau institusi kesehatan. Secara umum, obat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu obat paten (branded) dan obat generik. Obat paten/innovator, yaitu obat dengan zat aktif pertama yang ditemukan oleh suatu industri farmasi. Obat ini dilindungi oleh hak paten sampai habis masa patennya (off patent) yaitu untuk jangka waktu 20 tahun. Selama itu, hanya pembuat asal yang diberikan hak untuk menjual obat itu. Setelah lewat masa itu, pembuat obat yang lain bisa memohon untuk menjual obat yang sama dengan versi yang berbeda. Menurut ketentuan perundang-undangan, obat paten yang sudah habis masa berlakunya tersebut dinyatakan sebagai obat generik. Obat yang dipasarkan berdasarkan nama zat aktifnya ini kemudian dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo. Tidak seperti obat generik berlogo yang langsung menggunakan nama zat aktifnya seperti Amoxicillin, Asetaminofen dan Parasetamol, pada obat generik bermerek dagang, kandungan zat aktif itu diberi nama merek/ nama dagang. Industri farmasi mendaftarkan obat generik tersebut dengan nama dagang sesuai UU No. 14 tahun 2001 tentang merek, dan inilah yang dikenal sebagai branded generic (obat generik dengan nama dagang). Jadi sebenarnya obat ini tetap merupakan obat generik, namun diberi merek sehingga mestinya disebut sebagai Obat Generik Bermerek (OGM). Kenyataannya di tengah masyarakat justru berkembang persepsi bahwa obat generik bermerek ini merupakan “obat paten”. Suatu persepsi yang sangat keliru tapi sudah dianggap sebagai suatu pembenaran. Merek obat yang dilindungi sebagai hak merek dan terdaftar di Direktorat Paten ini menjadi salah satu penyebab mengapa obat ini sering disamakan dengan “obat paten”. Akan tetapi, istilah paten ini dikonotasikan dengan sesuatu yang paling baik, manjur dan berkualitas. Gencarnya iklan obat generik bermerek di media cetak dan elektronik pun membuat obat ini semakin dikenal masyarakat sebagai ”obat paten”, sehingga makna obat generik bermerek yang sejatinya juga adalah obat generik bukan obat paten semakin memudar. 1/4 Obat Generik Berlogo: Solusi Sehat yang Cerdas Oleh : Mutia Zata Yumni Minggu, 13 Mei 2012 01:44 Anggapan yang sangat keliru ini membuat posisi obat generik berlogo semakin terpojok. Tanpa disadari, hampir semua lapisan masyarakat di berbagai daerah sudah terjebak dengan pengaburan makna obat generik ini. Padahal banyak riset membuktikan, mutu obat generik berlogo tidak kalah dibandingkan dengan obat generik bermerek, bahkan beberapa diantaranya ternyata lebih unggul. Dari sisi komponen utama obatnya saja, obat generik berlogo maupun persis sama dengan obat bermerek. Mereka pun sama-sama merupakan tiruan obat paten. Sayangnya, meskipun diproduksi dan dipasarkan sudah lebih dari 15 tahun, obat generik berlogo ini masih dipandang sebelah mata. Memang sejauh ini masih ada anggapan, obat yang bermutu adalah yang harganya mahal. Demikian sebaliknya, yang berharga murah seperti obat generik berlogo, dianggap tidak bermutu. Alasan utama obat generik berlogo murah adalah karena besar harganya yang diatur dan diberi subsidi oleh pemerintah, dengan harapan agat mudah terjangkau oleh masyarakat luas. Maka di sini produsen obat generik tidak dapat menentukan harga obatnya sendiri. Selain itu, obat generik umumnya diproduksi dalam jumlah yang besar dan tidak lagi memerlukan biaya yang tinggi untuk riset pembuatan obat yang mendalam karena pembuat obat paten sebelumnya telah melakukannya. Kemasan yang dibuat sederhana serta biaya iklan/promosi yang tidak sebesar obat generik bermerek, membuat anggaran pembuatan obat ini semakin dapat ditekan. Selain itu, persaingan antar produsen obat generik menyebabkan harga obat generik berlogo bisa tetap lebih murah. Namun yang paling penting, obat ini memiliki rangkaian produk yang sangat lengkap untuk berbagai penyakit, mulai dari obat anti nyeri dan inflamasi, antihipertensi, antibiotika, anti jamur, anti histamin, kortikosteroid, anti kolesterol dan lain-lain. Cara pembuatan obat generik berlogo dan bermerek juga sama. Misalnya dalam membuat obat untuk suatu penyakit yang meniru obat produksi luar negeri, perusahaan farmasi yang bersangkutan harus menyesuaikan formula obat generik yang sedang dibuat dengan produk inovator alias penemu obat tersebut. Untuk keperluan itu, dilakukan uji kesetaraan mutu atau uji Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) sehingga mampu menghasilkan efek yang sama dengan obat eks paten yang ditirunya. Selain itu, dalam proses produksinya, perusahaan farmasi tersebut harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Jadi, persepsi harga yang murah karena isi racikan obat yang tidak bagus itu salah besar. Sebab dari awal sampai akhir obat generik itu diproduksi dengan proses yang sama dengan bahan baku yang sama dengan obat bermerek. Sayangnya, produksi obat generik berlogo ini tidak diimbangi oleh penggunaannya. Data dari Pusat Komunikasi Publik, Kemenkes, menunjukkan bahwa market share produk obat generik berlogo sangat rendah dimana pada tahun 2005 hanya sebesar 10,7% dan kemudian 2/4 Obat Generik Berlogo: Solusi Sehat yang Cerdas Oleh : Mutia Zata Yumni Minggu, 13 Mei 2012 01:44 cenderung turun menjadi 7,2% tahun 2009 meskipun pasar obat nasional naik. Rendahnya penggunaan obat generik berlogo ini menunjukkan ada yang salah selama ini dalam hal penyosialisasiannya. Sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah ternyata kurang membuahkan hasil. Oleh sebab itu, upaya yang paling tepat sekarang dilakukan adalah bagimana menanamkan kembali pengetahuan yang benar tentang obat generik kepada masyarakat. Jika hal ini terwujud, maka pasien alias objek penderita yang selama ini di depan dokter tidak tahu apa-apa mengenai obat lambat laun akan berubah menjadi kritis. Pada akhirnya, akan timbul kesadaran sendiri dari masyarakat untuk menggunakan obat generik berlogo sebagai salah satu tindakan cerdas terutama di masa perekonomian yang sulit seperti saat ini. Di negara maju, obat generik sudah sangat diapresiasi. Pangsa pasar obat generik di negara maju seperti Amerika telah mencapai 40-45%. Di negara maju telah menganut sistem klaim asuransi kesehatan, sedangkan Indonesia masih menganut auto pocket dimana kalau sakit baru bayar biaya pengobatan. Selain karena tingkat kesadaran masyarakatnya yang tinggi, kepopuleran obat ini ditopang oleh sistem pelayanan kesehatannya yang baik serta sudah dilindungi asuransi. Pihak asuransi akan “menekan” institusi kesehatan agar mereka memberikan obat generik berlogo kepada pasien yang datang berobat. Sedangkan di Indonesia, sistem asuransi kesehatan belum begitu berkembang sehingga untuk biaya kesehatan, pasien harus mengeluarkan uang dari kocek sendiri. Di sisi lain, peran dokter sebagai ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan, terutama kedisiplinan dalam menerapkan aturan yang mewajibkan dokter pemerintah untuk memberikan obat generik dalam penulisan resepnya sesuai dengan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010. Dengan hanya menulis obat generik berlogo, berarti dokter tidak lagi menjadi media promosi gratis bagi produsen obat. Selain itu, penulisan obat generik ini secara tidak langsung memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan obat yang dipakai sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Sudah semestinya semua pasien mulai menjadikan obat generik berlogo sebagai pilihan utama sebagai upaya mendukung salah satu program kesehatan pemerintah yaitu Obat Generik Berlogo (OGB). Di Indonesia, sejumlah masyarakat, yang secara finansial berkecukupan dan well informed telah mampu berpikir rasional, bahwa memakai obat generik berlogo juga berarti melakukan penghematan. Apabila penyakit bisa sembuh dengan obat generik berlogo, buat apa minum obat bermerek yang berharga jauh lebih mahal? Toh sama saja khasiatnya. Mengapa ragu-ragu atau gengsi, jika orang-orang di negara maju juga memilih obat generik berlogo tanpa rasa khawatir. Maka dari itu, kita tidak perlu ragu lagi jika akan mengonsumsi OGB. 3/4 Obat Generik Berlogo: Solusi Sehat yang Cerdas Oleh : Mutia Zata Yumni Minggu, 13 Mei 2012 01:44 OGB mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “Generik” di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Akses untuk mendapatkannya pun sangat mudah, kita dapat meminta kepada dokter anda untuk memberikan resep OGB sehingga biaya pengobatan dapat dihemat. Kita pun dapat meminta kepada pihak apotek untuk memberikan OGB guna menghemat biaya obat. Adalah hak pasien untuk meminta OGB kepada dokter atau apotik. Mari kita semua berbuat cerdas dengan membeli obat generik! (12/05/2012) 4/4