JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN

advertisement
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
PROFESIONALISME HAMBA TUHAN
Tri Astuti
(Dosen Prodi Teologi Kependetaan, [email protected])
Abstraksi
Seiring dengan pertumbuhan gereja di abad modern ini, perkembangan dan tuntutan jemaat terhadap
profesionalisme hamba Tuhan juga semakin meningkat.Jemaat menghendaki pemimpinnya juga dapat mengikuti
perkembangan jaman namun tetap ada dalam kebenaran Firman Tuhan.Pelayanan seorang hamba Tuhan juga
harus dilakukan secara professional karena sebagai hamba Tuhan kita melayani Allah yang menciptakan langit
dan bumi, sehingga pelayanan yang kita kerjakan juga harus dikerjakan dengan sangat profesional.Tidak hanya
pekerjaan sekuler yang dikerjakan secara profesional namun pelayanan di gereja pun harus dikerjakan secara
profesional juga.Menjawab tantangan ini maka sangat perlu bagi hamba–hamba Tuhan untuk mengerti,
memahami dan mengerjakan pelayanan secara professional.
A. PENDAHULUAN
Gereja di abad 21 sekarang ini gereja membutuhkan pelayan –pelayan Tuhan yang dapat
bekerja secara professional dan dapat mengikuti perkembangan dunia namun tetap pada kebenaran
Firman Tuhan. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan masa kini juga sangat berpengaruh dan
dapat menolong peningkatan profesionalisme hamba–hamba Tuhan. Hamba Tuhan atau bahkan gereja
saat ini juga bisa ditinggalkan oleh jemaat karena pelayanan hamba Tuhannya yang tidak professional.
Jay Struck berkata, “generasi ini adalah sebuah suku tersendiri.”1
Kata profesionalisme untuk pelayanan para hamba–hamba Tuhan memang terdengar seperti
sedang menyejajarkan pelayanan para hamba–hamba Tuhan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh
para pekerja yang bekerja pada sebuah perusahaan atau kantor umum. Sehingga beberapa pemimpin
gereja yang juga hamba Tuhan merasa tidak nyaman ketika diperkatakan bahwa hamba Tuhan harus
memiliki profesionalitas yang tinggi dalam pelayanan. Seperti tulisan dari Charles Swindoll dalam
bukunya, “Beberapa pemimpin gereja berpikir bahwa profesionalitas merupakan mentalitas sebuah
perusahaan dan pengetahuan sekuler, yang tidak boleh masuk ke dalam institusi gereja, dengan alasan
gereja mula–mula tidak mengenal adanya profesionalisme.”2Lebih jauh lagi Chales R. Swindoll juga
mengatakan bahwa Gereja tidak menyadari, bahwa perlahan-lahan gereja sedang mengalami erosi
kerohanian. Pengajaran kehilangan tempat dari ruang ibadah, oleh karena tidak ada yang
profesionaldalam mengajar.3 Para pemimpin gereja dan hamba-hamba Tuhan sangat perlu
memperhatikan perkembangan yang terjadi pada gereja saat ini. Dalam Kamus Kata-kata Serapan
Asing dalam Bahasa Indonesia, mendefinisikan profesionalisme sebagai mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional.4 Sementara kata
profesional sendiri berarti: bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan
latihan, beroleh bayaran karena keahliannya itu. Profesional yang dalam arti kata sesungguhnya adalah
“mengakui” (professing) seringkali di konotasikan, memang terkadang bisa dipahami sebagai upaya
1
Junifrius Gultom dan Frans Pantan, Reaffirming Our Identity (Jakarta: Bethel Press, 2014),
267.
2
Charles R. Swindoll, Un Urgent Call for Renewall (Yogyakarta: ANDI, 2013), 18.
Ibid., 241.
4
J.S Badudu, Kamus Kata–kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia (Surabaya: Penerbit
Kartika, 2003).
3
88
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
untuk meraih kekuasaan. Istilah profesional merupakan istilah yang dipakai demi kemudahan
linguistik dan sosiologis.5
Menurut pemahaman secara umum dapat dipahamikan bahwa pertama, profesionalisme
memiliki dua kriteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran). Kedua, hal itu merupakan satu
kesatuan yang saling berhubungan. Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki profesionalisme saat
mereka memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian (kompetensi) yang layak sesuai bidang
tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai kebutuhan hidupnya.6 Namun profesionalisme dalam
tulisan ini tidak berkaitan dengan profesi atau keuntungan yang didapatkan dari pelayanan, karena
filosofi pelayanan adalah korban. Gaylord Noyce mengatakan bahwa selaku seorang professional
maka pendeta bukanlah sekedar seorang karyawan jemaat, yang selalu siap siaga terhadap jemaat.7
Profesionalisme kerja berbicara tentang kualitas kerja seseorang yang profesional yang
diekspresikan dalam tindakan-tindakan sebagai ciri pribadi yang bermoral guna mencapai hasil kerja
yang maksimal, Pelayanan kepada Allah tidak dapat di tulis ke dalam rumusan profesi.8 Tuhan Yesus
sendiri dalam pelayanannya selama di bumi juga menunjukkan bahwa Dia melakukan pelayananNya
secara profesional, hal ini mengajarkan kepada semua hamba–hamba Tuhan untuk dapat melakukan
pelayanannya juga secara professional. Hal ini tidak berarti menjadikan hamba Tuhan ini
berkompromi atau mereduksi isi berita Injil. Professionalisme seorang hamba Tuhan sangat
dibutuhkan dalam pertumbuhan sebuah gereja.
B. METODOLOGI
Penulisan tentang Profesionalisme Hamba Tuhan ini berdasarkan pada penelitian yang akan
dianalisa, maka ancangan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah ancangan post positiviis.
Dalam buku metodologi penelitian Kualitatif karya M. Djunadi menjelaskan bahwa penelitian post
positivis adalah penelitian yang berorientasi pada paradigma interpretatif dan konstruktif.9 Dalam
penelitian kualitatif ini menjelaskan bahwa penelitian yang berangkat dari data empiris (lapangan),
memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan penemuan suatu
teori.10Melalui penelitian ini diangkat masalah empiris, yaitu Pelayanan hamba Tuhan yang tidak
professional. Melalui penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui presionalisme hamba hamba
Tuhan dalam pelayanan, maka digunakan penelitian studi deskriptif untuk menjawab masalah
penelitian. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian in adalah buku–buku yang
berkaitan dengan profesionalisme hamba Tuhan. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sejauh mana para hamba–hamba Tuhan mengerjakan pelayanannya.
C. PEMBAHASAN
1. Definisi Profesionalisme Hamba Tuhan
Salah satu persyaratan profesional paling lazim dan yang sering dikatakan adalah
mempertahankan kompetensi.11 Profesionalisme selaluberkonotasi pekerjaan, perusahaan di bidang
sekular, seringkali sebagai hamba Tuhan atau pelayan Tuhan, profesionalisme kerja berhubungan
5
Gaylord Noyce, Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat, Etika Pastoral (Jakarta: BPK
Gunung Mulia), 2011.
6
Ibid., 187.
7
Ibid., 163.
8
W.D. Chambell dan J.Y. Halloway, Work and Calling (New York: Paulist Press, 1974), 33.
9
M. Djunadi dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), 28.
10
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
34.
11
Gaylord Noyce, 179.
89
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
dengan sesuatu yang bersifat sukarela, gereja dan rohani. Gaylord Noyce menuliskan bahwa
profesionalisme seorang pendeta nyata dari komitment yang tertuju kepada Allah, kepada gereja dan
kepada dunia.12Seperti yang kita pahami dari arti kata profesional berarti profesi yang memerlukan
kepandaian atau kompetensi khusus untuk menjalankan tugas. Dalam kamus The advance leaner’s
dictionary of Current English, profesi adalah jabatan yang memerlukan suatu pendidikan tinggi dan
latihan secara khusus, namun predikat profesional bukan dikarenakan jabatannya melainkan
keahliannya dalam melaksanakan pekerjaan.13
Kata “hamba” atau “pelayan” seringkali muncul dalam Alkitab untuk memberikan
pengertian tentang konsep seorang pemimpin. Konsep pemimpin dalam Alkitab muncul dengan
terminologi yang berbeda–beda namun yang paling sering dipakai adalah kata hamba.Allah tidak
menyebut Musa sebagai pemimpin tetapi “ Musa, hambaku.” Mat. 20:27 menuliskan “dan barangsiapa
ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu”. Oswald Sanders dalam
bukunya juga mengatakan: “kepemimpinan memberikan pelayanan yang sebesar-besarnya;
kepemimpinan yang sama sekali tidak mementingkan diri sendiri; yang tidak mengenal lelah dan terus
menerus memusatkan perhatian pada pekerjaan yang terbesar di dunia, yaitu pekerjaan membangun
kerajaan Tuhan Yesus Kristus.”14
Tuhan Yesus memberikan syarat bahwa ketika seseorang ingin menjadi seorang pemimpin
maka ia harus mau menjadi seorang hamba. Dalam buku Servant Leadership juga dikatakan bahwa
kepemimpinan hamba disebut juga kepemimpinan pelayan.15 Kepemimpinan pelayan pada dasarnya
berorientasi pada peningkatan keinginan dari seorang hamba untuk melayani orang lain dan bertujuan
untuk menciptakan kepuasan bagi orang lain. Dengan memiliki kepemimpinan pelayanan maka
seorang hamba Tuhan rela melayani secara professional dan sangat mengerti bahwa setiap individu
sangat berharga sebagai ciptaan Tuhan yang mulia. Seorang hamba Tuhan tidak hanya mementingkan
tehnik melayani tetapi juga memiliki jiwa yang melayani, seperti yang dikatakan oleh Myles Munroe
bahwa: Leadership is not a technique, a style, or the acquisition of skill, but manifestitation spirit”.16
Profesionalisme seorang hamba Tuhan dalam pelayanan akan dapat dirasakan oleh setiap orang yang
dilayani. Hamba Tuhan yang sungguh–sungguh mengerti bahwa semua yang dia lakukan di dalam
pelayanannya adalah untuk kemuliaan Tuhan.
2. Profesionalisme Pelayanan Hamba Tuhan
Sebagai hamba Tuhan yang mengerjakan pelayanannya secara profesional maka ia memiliki
hati seorang pelayan. Ketika hamba Tuhan memiliki hati pelayan, ia akan mengagungkan Tuhannya.17
Hamba Tuhan atau aktifis gereja merasa pelayanan adalah sebuah pekerjaan sukarela (voluntary)
sehingga pelayanan dapat dikerjakan dengan sesuka hatinya.18 Akan berbanding terbalik apabila kita
melihat seorang yang bekerja di kantor, ia akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional
karena ia mendapat upah atau keuntungan dari pekerjaannya itu. Dalam pelayanan tidak ada ganjaran
(punishmet and reward) yang jelas.19 Ada kerendahan hati yang dimiliki oleh hamba Tuhan karena ia
12
Gaylord Noyce, 193.
Horn, The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English (Great Britain: Oxford
University, 1973), 738.
14
J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1974), 27.
15
Donal Lantu, Erich Pesiwarissa, dan Augusman Rumahorbo, Servant Leadership (Jakarta:
Gradien Books, 2007), 28.
16
Myles Munroe, The Spirit of Leadership (New Kensington: Whiteker House, 2004), 20.
17
Charles R. Swindoll, Meningkatkan Pelayanan Anda: Improving Your Serve (Bandung:
Pionir Jaya, 2011), 23.
18
Ibid., 24.
19
Ibid., 26.
13
90
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
sangat mengerti bahwa pelayanan yang ia lakukan adalah untuk kemuliaan Tuhan. Jerry White dalam
bukunya Honesty Morality & Conscience mengatakan tentang konsep melayani sesama. Orang Kristen
seharusnya menjadi pelayan bagi Tuhan dan sesamanya.20
Pada kenyataannya masih sering dijumpai seorang hamba Tuhan yang melalaikan tugas
pelayanannya atau mengerjakan pelayanannya dengan tidak serius tidak mendapat punishment apaapa. Bahkan nyaris tidak ada yang berani menegur hamba Tuhan kalau datang terlambat dalam sebuah
ibadah. Begitu juga halnya dengan reward atau penghargaan. Seorang hamba Tuhan yang melakukan
pelayanan dengan sungguh-sungguh tidak melihat reward yang jelas meski ia tahu bahwa Tuhan
menyediakan baginya mahkota kehidupan di surga. Memberikan yang terbaik adalah salah satu
gambaran hamba Tuhan yang mengerjakan pelayanan secara professional. Hal–hal kecil yang
dilakukan oleh seorang hamba Tuhan merefleksikan kualitas suatu pelayanan. “Excellence” adalah
sebuah sikap yang dilatih oleh kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan Yesus.21
Rasul Paulus dalam suratnya kepada Titus, di Titus 2:7 “dan jadikanlah dirimu sendiri suatu
teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh–sungguh dalam pengajaranmu.”
Di sini Rasul Paulus berbicara tentang "Integritas dan profesionalitas Pribadi Pelayan Tuhan," dengan
ciri-ciri: bertingkah laku baik, hidup jujur, bersungguh-sungguh, dan konsisten di dalam pengajaran
yang benar.22Sedangkan dalam Titus 2:8, Paulus juga berbicara tentang "Kualitas Pelayanan Pelayan
Tuhan," dengan ciri-ciri: Pelayanan yang sehat, pelayanan yang tidak bercela, dan pelayanan yang
tidak berindikasi buruk.23 Leslie Flynn dalam bukunya yang berjudul Great Church Flights
menjelaskan bahwa seorang hamba Tuhan sebagai pelayan, ia adalah seorang yang membawa damai,
bukan orang yang picik dan kasar.24
Hamba Tuhan atau pelayan Tuhan atau Pendeta adalah suatu jabatan atau profesi dari
seseorang yang terpanggil untuk melayani Tuhan dalam bidang pelayanan gerejawi maupun organisasi
atau lembaga Kristen.25Sejalan dengan keinginan untuk memberikan pelayanan yang terbaik, maka
setiap hamba Tuhan dapat melakukan beberapa upaya untuk dapat mencapai hasil pelayanan yang
maksimal, profesionalisme kerja dalam pelayanan juga sangat dibutuhkan. Menurut Sentot Sadono,
Profesionalisme dalam pelayanan kristen berarti mengembangkan pengetahuan khusus mengenai
Alkitab, teologi, khotbah, etika, konseling dll.26Seorang hamba Tuhan harus terus meningkatkan
kualitasnya di dalam melayani dan beberapa hal yang perlu ditingkatkan untuk dapat melayani Tuhan
secara profesionalisme adalah dengan cara meningkatkan:27
i) Pengetahuan (secara akademis), yaitu seseorang yang menjadi ahli karena memiliki latar
belakang pendidikan tertentu. Contohnya: Paulus (Kis. 22:3; 19:9-10). Paulus juga belajar pada
Gamaliel. Pemahaman tentang Allah dapat kita pelajari melalui FirmanNya karena Ia
menyatakan diriNya dalam Firman.28
20
Jerry White, Honesty, Morality, & Conscience (Colorado Springs, CO: NavPress, 1979),
81.
21
Larry Keefauver, 77 Irrefutable Truths of Ministry (Semarang: Media Injil Kerajaan,
2012), 44.
22
J. Oswald Sanders, 29.
Ibid., 30.
24
Leslie Flynn, Great Church Flights (Wheaton, IL: Victor Books, devisi dari SP
Publications, Inc., 1976), 44.
25
Myles Munroe, 30.
26
Sentot S. Sadono, Pengembangan Kompetensi Profesional (Semarang: Program Pasca
sarjana STBI, 2011), 15.
27
Ibid., 20.
28
Louis Berkhof, Teologi Sistematika (Surabaya: Momentum, 2008), 8.
23
91
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
ii) Pengalaman (secara motoris/ mengalami Tuhan dalam hidup). Hamba Tuhan haruslah memiliki
kehidupan pribadi dengan Tuhan secara intim sehingga ia dapat menceritakan Tuhan yang hidup
dan berkuasa dengan sangat luar biasa karena ia mengenal pribadi Tuhan Yesus Kristus bukan
dari kata buku atau kata orang tetapi sungguh ia mengalami Kristus dalam hidup pribadinya.
Seperti kata kisah Ayub (Ayb. 42:5). Tanpa pengalaman hidup bersama Tuhan secara pribadi
tentu saja apa yang dikotbahkan atau diajarkan hanyalah sebatas konsep saja karena ia tidak bisa
memberi contoh-contoh yang nyata dalam kehidupannya.
iii) Perubahan hidup (Moral), 2 Korintus 5:17. Allah menuntut adanya perubahan kehidupan kita,
ada perbedaan yang nampak dalam kehidupan kita ketika kita hidup bersama Tuhan.Roy B.
Zuck juga mengatakan dalam bukunya bahwa hamba Tuhan bertugas untuk membawa
kesaksian tentang Allah dalam masyarakat dunia, melalui gaya hidup yang saleh. Paulus
menegur perempuan–perempuan muda dalam jemaat untuk memperbaiki sikapnya dalam rumah
tangga agar Firman Tuhan jangan dihujat orang (Tit. 2:5)29
Seseorang yang profesional dalam pelayanan adalah orang yang menjalankan profesinya dengan
dilengkapi oleh keahlian akademis dan motoris guna terwujudnya satu keefektifan (perubahan nilai)
baik menyangkut pribadi, kualitas kerja, kualitas pelayanan, serta hasil yang dicapai serta memiliki
moral yang baik.
Sebagai Hamba Tuhan dalam mengerjakan pelayanannya secara profesional harus mampu
menerapkan prinsip-prinsip umum saat berada pada situasi tertentu, mempertimbangkan situasi yang
baru dan membuat keputusan mengenai situasi berdasarkan pengetahuan serta kebenaran Firman
Tuhan. Terlepas dari dianggap profesional atau tidak, seorang hamba Tuhan harus memenuhi syaratsyarat kompetensi tertentu yaitu dengan mengembangkan dan membaharui setiap segi kompetensinya
sebagai seorang hamba Tuhan.30 Seorang yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk melayani
Tuhan pasti harus memiliki jiwa profesionalisme dan berkualitas dalam pengajaran.31Pelayanan yang
dikerjakan dalam kehidupan seorang hamba Tuhan tentu saja harus tetap memulyakan Bapa di surga
sebagai Tuan kita. Ada 3 hal yang mendasar bagi Hamba Tuhan untuk bisa disebut profesional saat
ada dalam pelayanannya apabila:32
i) Menjadi Berbeda.
Menjadi berbeda dalam hal pengenalan akan Allah. Memiliki kecerdasan yang unggul. Seorang
Hamba Tuhan harus meningkatkan pengetahuannya pada bidang pelayanan dengan baik.Bukan
hanya dengan bergelar sarjana Teologia, Sarjana Pendidikan Agama Kristen atau gelar
kesarjanaan lainnya, seorang hamba Tuhan merasa cepat puas atas pengetahuan teologi yang
dimilikinya. Seorang hamba Tuhan perlu terus menerus meningkatkan pengetahuannya dan
membuka wawasan yang luas sehingga saat menyampaikan Firman Tuhan ataupun mengajar
benar–benar memberikan bahan yang tepat dan benar sebaik-baiknya. Alexander Starauch
dalam bukunya mengatakan bahwa seseorang hanya dapat melakukan sesuatu yang ia tahu, oleh
sebab itu sejauh mana seseorang berpikir dan memahami sesuatu, sejauh atau sebaik itulah
seseorang itu dapat mengerjakannya.33 Demikian juga apa yang diketahui seseorang dengan
baik akan menuntunnya untuk melakukannya dengan baik pula.34Menyadari hal ini maka perlu
bagi hamba Tuhan untuk terus menerus menambah pengetahuan dan wawasannya dalam
meningkatkan profesionalisme pelayanannya.Contohnya hamba Tuhan yang memiliki
29
Roy B. Zuck, New Testament Theology (Malang: Gandum Mas, 2011), 406.
Sentot Sadono, 25.
31
Gaylord Noyce, 37-39.
32
Charles Swindoll, 109–159.
33
Alexander Starauch, Kepenatuaan atau Kependetaan (Yogyakarta: ANDI, 1992), 66.
34
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Kristen (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2002), 380.
30
92
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
pengetahuan dalam iman seperti yang tertulis dalam kitab Ibrani 11:1, "Iman adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Ini adalah definisi iman yang membuat kita memiliki pengertian tentang iman (sifatnya
akademis, pengetahuan, teori).
ii) Hamba Tuhan harus memiliki karakter yang baik.
Karakter hamba Tuhan muncul saat ia mengaplikasikan dalam kehidupannya. Seorang hamba
Tuhan tidaklah hanya memiliki kemampuan akademis yang kuat dalam teologi namun juga
harus memiliki karakter yang kuat yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.Candra
Suwondo mengatakan bahwa Karakter adalah kepribadian dalam diri kita, dan karakter adalah
hasrat / keinginan/ kehendak dalam diri kita.35 Orang yang mencapai ketinggian namun tidak
memiliki karakter yang kuat untuk menopangnya pasti akan jatuh , demikianlah John C.
Maxwell menulis dalam bukunya.36Harianto menambahkan bahwa jika seseorang hidup dengan
nilai–nilai Firman Tuhan, tentu ia akan menghasilkan karakter yang baik.37Dalam pelayanan
setiap hamba Tuhan akan berhadapan langsung dengan berbagai macam karakter manusia yang
tentu saja memiliki banyak perbedaan. Dalam buku Improving Your Serve, Charles R. Swindoll
mengatakan bahwa karakter kerendahan hati, mengasihi, lemah lembut, dan kuat di dalam
Tuhan harus dimiliki oleh hamba Tuhan.38Jiwa yang rendah membawa kita tidak sombong dan
memiliki hati yang rela untuk dibentuk.39 Kebanggaan berlawanan dengan kerendahan hati dan
kepercayaan diri yang berpusat pada Tuhan.Kebanggaan adalah pandangan yang
membusungkan dada dari siapa sesungguhnya kita.40
iii) Memberi pengaruh yang baik.
Kehidupan seorang hamba Tuhan menjadi terang dan memberi pengaruh. John Stott berkata
bahwa memberi pengaruh berarti kita menjadi terang dan garam, garam itu harus asin. Garam
yang tawar tidak ada gunanya. Ketika seorang hamba mempunyai pengaruh maka ada sejumlah
kegelapan yang terusir. Terang yang muncul melalui kehidupan hamba Tuhan akan menyinari
dan mengusir kegelapan.41 Pelayanan yang dilakukan secara professional sungguh akan
bercahaya dan memiliki pengaruh yang besar. Kerelaan untuk menjadi terang inilah yang harus
dimiliki hamba Tuhan. Gene C. Wilkes dalam bukunya mengatakan bahwa Pemimpin – pelayan
mengorbankan hak–hak pribadinya untuk menemukan keagungan dalam melayani orang
lain.42Tuhan Yesus sendiri juga mengajarkan prinsip pemimpin–pelayan, dimana kita mengerti
bahwa menjadi hamba Tuhan berarti memberi siri untuk melayani. Melayani secara professional
berarti menjadi teladan. Pemimpin ada di barisan depan menjelaskan realitas, mengggambarkan
masa depan dan menunjukkan cara menjalaninya.43 Dengan demikian hamba Tuhan pastilah
bukan seorang yang pemalas, karena ia harus menjadi teladan. Seperti yang tertulis dalam kitab
Amsal 20: 4 “Pada musim dingin si pemalas tidak membajak, jikalau ia mencari pada musim
menuai, maka tidak ada apa–apa.” Begitu pula harusnya kehidupan seorang Hamba Tuhan
35
Candra Suwondo, Karakter Keindahan Sejati Dari Manusia (Jakarta: METANOIA, 2007),
1.
36
John C. Maxwell, The 21 Indispensable Qualities Of A Leader (Batam: Interaksara, 2001),
14.
37
Harianto GP, Karakter yang Diperbaharui di dalam Tuhan (Bandung: Terang Hidup,
2012), 7.
38
Chales R. Swindoll, 113–123.
Arthur Bennertt, Man A Nothing (London: The Banner of Truth, 1975), 91.
40
Anthony Campolo, Seven Deadly Sins (Colorado Springs: Victor, 1987), 74.
41
Charles R. Swindoll, 150–151.
42
Gene C. Wilkes, On Jesus Leadership (Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2005), 109.
43
Gene C. Wilkes, 129.
39
93
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
dalam pelayanannya. Ia bukan orang yang pemalas namun sebaliknya ia seseorang yang
memiliki etos kerja yang tinggi dalam pelayanannya. Tuhan Yesus sendiri juga telah
memberikan teladan pelayanan kepada kita semua. Dari pelayanan yang dikerjakan oleh Tuhan
Yesus, kita bisa melihat bahwa Tuhan Yesus pun memiliki etos kerja yang tinggi. Panggilan
Pelayanan untuk menjadi Hamba Tuhan adalah satu kesempatan yang istimewa. Darah Yesus
yang telah tercurah di kayu salib untuk menebus dosa dan pelanggaran kita menjadi satu sebab
kita para hamba Tuhan melayani Tuhan dengan totalitas yang tinggi, karena Tuhan Yesus sudah
memberikan teladan itu bagi kita.
3. Ciri-Ciri Profesionalisme
Seseorang yang memiliki etos kerja yang baik maka ketika melakukan pekerjaannya dia
akan melakukan dengan baik dan professional. Ciri-ciri seseorang yang bekerja secara profesional
adalah: Seseorang yang mempunyai ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran
dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan
dengan bidang tadi. Seseorang yang memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam
menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam
mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan. Pribadi yang memiliki sikap berorientasi ke depan
sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di
hadapannya. Dan pribadi yang memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan
pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih
yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya. 44 Ciri seorang pekerja yang profesional itu
beretikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh
karenanya ia tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil. Arifin dalam
buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profesi mengandung arti yang samadengan
kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yangdiperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus.45
Kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi
yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat.46 Ciri
yang muncul dari hasil pekerjaan seorang profesional selalu diukur dengan kualitas teknis dan kualitas
moral, ia harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang
dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi dalam lingkup kerjanya.
Dalam bukunya Usman menjelaskan bahwa ciri dari pekerjaan yang bersifat profesional adalah
pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.47
Profesionalisme hamba Tuhan merupakan ekspresi etika dalam lingkup tugas pelayanan
yang diembannya.48Ada perbedaan antara profesionalisme dalam mengerjakan pekerjaan di kantor
dengan pelayanan yang dikerjakan oleh hamba Tuhan. Selain melakukan pelayanan dengan cara yang
benar dan persiapan yang matang, harus juga memperhatikan pada etika pelayanan. Sebagai
konsekuensinya bahwa setiap hamba Tuhan haruslah memegang etika pelayanan yang Alkitabiah dan
mengekspresikannya dalam segala bidang kehidupan, yang secara khusus berkenan dengan tugas
44
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2007), 3.
45
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 105.
46
Arifin, 106.
47
Usman M. Uzer, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006),
14-15.
48
Gaylord Noyce, 15.
94
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
pelayanan yang menjadi tugasnya.49 Dalam menerapkan etika dan moral Kristen dalam pelayanan,
sangat diperlukan adanya suatu cara kerja yang profesional atau memiliki moralitas etis dan semangat
yang tinggi.50Seorang hamba Tuhan di dalam pelayanannya tidak hanya mengajar tetapi juga harus
menjadi teladan.51 Jemaat dapat melihat dan mengetahui bahwa apa yang dia ajarkan tidak hanya
menjadi sesuatu yang kosong, namun sungguh itu dia hidupi di dalam kehidupannya secara pribadi.
Seorang hamba Tuhan di dalam mengerjakan tugas pelayanannya perlu mengingat bahwa, sebagai
seorang Hamba Tuhan, ia harus dapat melihat dan melakukan tugas pelayanan yang menjadi tanggung
jawabnya sebagai anugerah Allah yang harus disikapi dengan penuh syukur serta dilakukan dengan
rendah hati, penuh semangat, serta bertanggung jawab (1 Kor. 9:14, 16; 2 Kor. 4:1-2).52
Seorang Hamba Tuhan ketika melaksakanan tugas pelayanannya haruslah melakukannya
dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab penuh bahwa tugas yang harus ia kerjakan adalah
bentuk pengabdian kita sebagai hamba Tuhan kepada Allah, sehingga setiap orang yang dilayani
merasa tersentuh. Jermaat yang dilayani dapat merasakan sungguh kehadiran Allah melalui pelayanan
kita sebagai hamba Tuhan (Kol. 3:17, 23). Seseorang yang terpanggil sebagai Hamba Tuhan mampu
mengambil keputusan dan menetapkan setiap kebijakan dengan penuh kesadaran bahwa ia
bertanggung jawab kepada Tuhan, gereja dan masyarakat, sehingga setiap hal yang dikerjakan
berdasarkan hikmat Tuhan. Senantiasa melibatkan Tuhan dalam setiap langkah yang diambil. Yesaya
32:8 menulis “ Tetapi orang yang berbudi luhur merancang hal–hal yang luhur, dan ia selalu bertindak
demikian.” Charles Swindoll dalam buku Meningkatkan Pelayanan Anda, juga menuliskan bahwa
pelayanan yang dilakukan secara professional akan menuntun seorang Hamba Tuhan untuk dapat
melakukan pelayanannya dengan menerapkan prioritas berdasarkan pertimbangan yang matang atas
kepentingan, kegunaan dan mafaat dari setiap pelayanan yang dilakukan (I Kor. 8:8; 10:23)53.
Larry Keefauver mengatakan bahwa dalam setiap pelayanannya seorang Hamba Tuhan harus
mewujudkan sikap, kata dan tindakan dalam kebenaran dan kebaikkan.54Pelayanan yang dilakukan
dngan motivasi yang benar, dengan penuh tanggung jawab dalam hubungan dengan Tuhan, dengan
jemaat dan juga dengan orang–orang disekitarnya yang ada pada lingkup pelayanannya menghasilkan
hasil yang benar.55 Sikap ini haruslah diwujudkan oleh seorang hamba Tuhan secara konsisten dalam
kata dan perbuatan kapan saja serta di mana saja, sehingga nama Tuhan Yesus dipermuliakan (Yes.
32:1-2; 33:15-16). Antara sikap dan tindakan hamba Tuhan ini selaras dengan kebenaran Firman
Tuhan, sehingga jemaat sungguh dapat melihat dan merasakan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh
hamba Tuhan benar–benar dapat menjadi teladan. Karena keteladanan hidup dari Tuhan Yesus juga
tercermin dari pelayanan dan hidup sehari–hari hamba Tuhan.
a. Pelayanan yang dikerjakan oleh seorang hamba Tuhan meliputi pelayanan :
1) Mengajar.
Seorang Hamba Tuhan yang punya basis pelayanan di sebuah gereja tugas pokoknya adalah
menggembalakan jemaatnya. Kegiatan mengajar merupakan bagian dalam tugas penggembalaan,
tetapi itu bukan satu-satunya tugas yang harus dikerjakan. Melalui pengajaran seorang hamba
Tuhan dapat menjelaskan dan menjawab pertanyaan–pertanyaan yang bersifat pengetahuan seperti
pertanyaan yang mendasar mengenai pengetahuan adalah: apakah kita tahu arah hidup yang akan
49
Charles R. Swindoll, 203.
Ibid., 204.
51
Gene C. Wilkes, 132.
52
Ibid., 134.
53
Charles R. Swindoll, 204
54
Larry Keefauver, 33.
55
Ibid.,65.
50
95
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
kita tuju? Pengajaran merupakan salah satu tugas utama seorang pelayan Tuhan, karena
pemahaman diri manusia dan dunianya yang semakin mendalam merupakan jalan menuju
kebebasan yang baru dan cara hidup yang baru pula. Keterkaitan manusia dengan dunianya
membuat pelayanan dalam pengajaran tidak dibatasi hanya pada pengajaran agama saja, melainkan
juga pengetahuan akan hal-hal dunia.
Ada banyak pengajaran dan juga pemahaman yang bisa juga menyimpang dari kebenaran
yang dapat diperoleh jemaat melalui media. Di sinilah diperlukan pengajaran yang jelas yang bisa
disampaikan oleh hamba Tuhan untuk memperlengkapi jemaat menghadapi perkembangan dunia.
Pengajaran yang benar ini memungkinkan jemaat akan siap untuk menghadapi dunia dengan iman
sebagai bekal pengetahuan yang utama. Kecenderungan yang terjadi pada pelayanan hamba Tuhan
dalam hal pengajaran adalah pementingan terhadap isi pengajaran tanpa menyadari bahwa
hubungan dalam pengajaran merupakan unsur yang paling terpenting dalam pelayanan di bidang
pengajaran.
Inti dari sebuah pelayanan di bidang pengajaran adalah bagaimana seorang pelayan membuat
suatu hubungan dalam suatu proses pengajaran yang tidak diwarnai dengan persaingan, proses satu
arah, dan sikap hidup yang mengasingkan, melainkan proses pengajaran yang membebaskan.56
Proses pengajaran yang membebaskan dalam hal ini berarti bahwa ada keterbukaan dan sikap
saling menerima antara kedua belah pihak. Proses ini pun mengandaikan adanya kesejajaran status,
sehingga arah pembelajaran yang terjadi adalah dua arah.57Harus dipahami bahwa seorang hamba
Tuhan harus memiliki sikap profesional dalam hal pengajaran. Sehingga ada pengakuan terhadap
kemampuan dan eksistensi dari pihak yang lain dan kesadaran akan diri sendiri yang membuat
pengajaran yang disampaikan saat ini juga adalah bagian dari pengajaran secarakeseluruhan.
Pengajaran yang di berikan oleh seorang hamba Tuhan harus dipersiapkan dengan matang
dan tidak sembarangan. Perlu disadari bahwa pengajaran yang disampaikan oleh hamba Tuhan
berdampak sangat besar bagi kehidupan jemaat.Oleh karena itu, seorang hamba Tuhan harus
memiliki pengetahuan yang baik dan luas.Untuk itulah hamba Tuhan harus terus mengembangkan
pengetahuannya lewat studi lanjut di bidang teologi ataupun melalui pengalaman kehidupan
bersama Tuhan. Pada akhirnya, seorang hamba Tuhan dan jemaat akan dapat saling belajar dari
satu dengan yang lain, saling membangkitkan kemampuan, dan saling mengaktualisasikan firman
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terciptalah sebuah proses pengajaran yang sesuai
dengan Firman Tuhan yang sangat berguna bagi setiap kita dalam menjalani kehidupan ini.
Pelayanan mengajar dapat dilakukan secara professional melalui:
a) Berkhotbah
Khotbah termasuk dalam salah satu inti pelayanan kristiani. Maksud khotbah yang
sebenarnya tidak lain adalah membantu orang untuk sampai pada pemahaman akan keadaan
mereka sendiri dan keadaan akan dunia mereka yang sedemikian rupa, sehingga mereka dapat
bebas untuk mengikuti Kristus: yaitu menghayati hidupnya secara otentik seperti halnya Dia
menghayati hidup-Nya. Pemahaman seperti inilah yang mampu menghantarkan manusia kepada
Sabda Allah, sehingga hidupnya pun dapat diterangi oleh Sabda yang didengarnya. Berkhotbah
adalah lebih daripada sekedar menceritakan kembali kisah-kisah Alkitab. Lebih daripada membawa
iman pada masa lalu ke masa sekarang. Bagaimana pun juga, pesan inti Injil tetap mengandung
kebenaran yang belum seutuhnya dinyatakan pada setiap orang. Sabda Allah selalu datang ke
dunia, meskipun seringkali ditanggapi dengan ketidakacuhan dan kejengkelan. Orang yang
56
Kenneth O.Gangel dan Warren,S.Benson, Christian Education (Chicago: Moody Press,
1983), 47.
57
Ibid., 50.
96
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
berkhotbah diharapkan untuk dapat menyingkirkan halangan-halangan ini dan membawa jemaat
kepada pemahaman yang benar yang dapat membebaskan mereka. Dalam hal ini, seorang
pengkhotbah dituntut adanya keterbukaan dirinya untuk setiap dialog yang terjadi, meskipun tak
jarang pula keterbukaan tersebut menyakitkan bagi diri pengkhotbah. Namun, keterbukaan inilah
yang menjadi inti spiritualitas pengkhotbah. Pengkhotbah adalah orang yang bersedia memberikan
hidupnya bagi umatnya. Melalui diri si pengkhotbah, jemaat diharapkan dapat mengenali dan
memahami karya Allah dalam hidupnya sendiri.
b) Pelayanan Pastoral Pribadi
Pelayanan pastoral pribadi tidak hanya sekedar menjaga keseimbangan antara memberi dan
menerima, namun juga menuntut kesediaan dari si pelayan untuk mengambil resiko atas hidupnya
sendiri dan tetap setia kepada kawannya yang menderita.58Pelayanan pastoral pribadi juga terkait
erat dengan spiritualitas pelayan kristiani. Menolong seseorang untuk memasuki pengalaman yang
lebih tentang penyembahan dan suatu kehidupan pelayanan yang lebih efektif.59Pemahaman
tentang pastoral, hubungan pastoral, dan pendekatan pastoral dari hamba Tuhan perlu untuk
dimengerti lebih lagi supaya pelayanan pastoral yang dilakukan dapat dikerjakan secara
profesional. Larry dalam bukunya juga menjelaskan bahwa sebagai hamba Tuhan saat menolong
jemaat yang sedang dalam permasalahan, harus konsisten dengan pengajaran Alkitab dan
mengembangkan karakter ke dalam sehingga membentuk karakter yang kuat di dalam
Kristus.60Kecenderungan yang terjadi pada diri pelayan kristiani adalah seringkali merasa rendah
diri, karena merasa tidak mempunyai sesuatu yang bisa diberikan untuk sesamanya yang sedang
menderita.61 Namun, jika pelayan tersebut mampu menyingkirkan perasaan rendah dirinya dan
menemukan bahwa dengan meneguhkan kehidupan sesamanya, dengan memberikan hidupnya
sendiri, sesungguhnya ia meneguhkan identitas pelayanannya sendiri. Dengan memberikan
diri/hidupnya pada sesamanya, maka hamba Tuhan sebenarnya sudah memusatkan hidupnya bagi
orang lain dan Tuhanlah yang menjadi pusat konseling kita, Dia sendiri yang menjadi contoh
konselor yang hebat.62 Kita tidak dapat sungguh-sungguh menolong orang lain, apabila kita tetap
memusatkan perhatian pada diri sendiri. Hubungan pastoral tidak dapat sepenuhnya dimengerti
dalam rangka kontrak profesional. Hubungan pastoral lebih didasarkan pada kepedulian, di mana
hamba Tuhan yang melayani ikut terlibat, tanpa syarat ke dalam kehidupan/pergumulan
sesamanya. Berdasarkan hal ini, maka seorang hamba Tuhan seharusnya tidak memakai
keberhasilan manusiawi sebagai ukuran cinta mereka kepada sesama. Banyak pelayanan pastoral
pribadi yang tidak berjalan dengan lancar, karena hamba Tuhan ini salah dalam menggunakan
pendekatan pastoral. Gary R. Collins dalam bukunya menuliskan bahwa Rasul Paulus ( Flp. 4:2–3)
menyebutkan tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh konselor yaitu:63
i) Perasaan (susah, tertekan, kesepian, marah kecewa dll). Setiap orang memiliki emosi ini
memerlukan penanganan yang berbeda – beda. Rasul Paulus pun juga sering kali mengalami
frustasi terutama ketika ia di penjara. Namun ia mengajarkan supaya orang Kristen bersuka cita
dan tidak merasa kuatir (Flp. 4:12). Rasul Paulus juga mengajarkan beberapa cara yang unik,
58
Eduard Thurneysen, A Theology of Pastoral Care (Richmond: John Knox Press, 1962), 24.
Larry Crabb, Konseling yang Efektif dan Alkitabiah (Yogyakarta: ANDI,2011), 27.
60
Ibid., 28.
61
Ibid., 29.
62
John F. MacArthur,JR. dan Wayne A. Mack, Konseling Alkitabiah (Malang: Gandum Mas,
1994), 82.
63
Gary R. Collins, Konseling Kristen yang Efektif (Malang: LITERATUR SAAT, 2010), 58–
62.
59
97
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
yaitu: berbuatlah baik (walaupun saat emosi sering melakukan yang tidak baik), Ingatlah bahwa
Tuhan ada dekat kita, Ucaplah syukur dan Pujilah Tuhan serta nyatakanlah segala keinginanmu
dalam doa( Flp. 4:4-6).
ii) Cara berpikir. Cara bepikir yang salah sangat mempengaruhi cara seseorang menyelesaikan
persoalannya. Filipi 4:8 mengajar kita untuk memikirkan semua yang baik, semua yang benar,
semua yang manis, semua yang sedap di dengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,
pikirkanlah semuanya itu.
iii) Tingkah lakunya. Tingkah laku seseorang yang sedang dalam masalah perlu diperhatikan
supaya tidak tambah jatuh dalam dosa lagi.
Beberapa bentuk konseling yang harus diketahui oleh seorang hamba Tuhan adalah:
Supportive – konseling, confrontational konseling, Educative konseling danSpiritual konseling.64
Teori sebenarnya penting, namun yang terpenting adalah pengalaman hidup dari hamba Tuhan itu
sendiri. Dengan belajar dari pengalaman-pengalaman pastoral pribadinya, maka hamba Tuhan
dapat menjernihkan pengalaman-pengalamannya sendiri. Dari proses pembelajaran tersebut, ia
akan dapat mempunyai suatu cara konkret untuk mengenali secara persis apa yang terjadi dalam
karya pastoralnya dan suatu kesempatan istimewa untuk berpikir realistis mengenai cara-cara
tindakan pastoral lain. Pelayanan adalah kontemplasi, karena pelayanan merupakan penyingkapan
realitas yang terus-menerus terjadi, pewahyuan cahaya Allah dan sekaligus kegelapan manusia.65
Pelayanan pastoral pribadi tidak pernah dapat dibatasi pada penerapan ketrampilan atau teknik apa
pun, karena pada akhirnya pelayanan adalah pencarian Allah yang terus-menerus yang berlangsung
dalam kehidupan orang yang kita layani.66 Seorang “klien” pastoral pribadi adalah yang
membutuhkan rasa aman, ia adalah sebuah dokumen hidup, sehingga pelayanan pastoral berarti
suatu kontemplasi yang teliti dan kritis mengenai keadaan manusia.67
2) Berorganisasi
Terkait dengan permasalahan berorganisasi, seorang hamba Tuhan diharapkan dapat menjadi
pembawa perubahan sosial.68 Seringkali seorang hamba Tuhan dan para full timer mengalami
frustasi atau tekanan bahkan merasa tertindas dalam kehidupan organisasi di gereja. Hal ini
dikarenakan mereka tidak dapat menyentuh struktur-struktur kehidupan yang paling mendasar,
seperti kemanusiaan, kasih, pelayanan, dan lain lain.69Sebagai hamba Tuhan seringkali cenderung
fokus pada struktur berorganisasi yang ada dalam gereja, bukan struktur kehidupan jemaat itu
sendiri.
Orang yang berkecimpung dalam sebuah organisasi seringkali berorientasi atau terjebak
pada kekuasaan dan aturan organisasi sehingga bagi seorang hamba Tuhan di mana dia juga
mempunyai tanggung jawab sebagai pemimpin jemaat, hal ini tidak mudah. Di sini sering muncul
godaan yang lebih besar, yaitu kesombongan. Pelayanan bukanlah sebuah bisnis; pelayanan adalah
sebuah komunitas, sebuah keluarga, ditopang oleh perjanjian kasih.70Seseorang yang dikatakan
“lebih” daripada masyarakat di sekitarnya atau jemaat seringkali menganggap bahwa orang-orang
di luar dirinyalah yang perlu berubah dan bukan dirinya sendiri. Misalnya, seorang hamba Tuhan
64
Gary R. Collins, 76–80.
John F. MacArthur,JR. dan Wayne A. Mack, 227.
66
Larry, 141.
67
Ibid., 143.
68
Alexander Starauch, 68.
69
Charles R. Swindoll, 207
70
Larry Keefauver, 60.
65
98
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
berulangkali berusaha agar orang lain bertobat dan berpikir bahwa dia sendiri tidak perlu bertobat.
Setiap orang yang telah sadar akan penyakit-penyakit masyarakat di mana dia hidup dan merasakan
kebutuhan yang makin mendesak untuk mengadakan perubahan sosial dihadapkan pada godaan
konkretisme, kekuasaan, dan kesombongan. Pada dasarnya, untuk mengubah dunia yang hancur ini
ialah dimulai dengan mengubah hati sendiri, yaitu dengan memusatkan perhatian pada pertobatan
batin dan pencabutan kejahatan dari akar hati manusia, dengan menekankan cinta pribadi dan
kehidupan doa. Sebuah harapan melebihi apa yang dinamakan hasil konkret, kesediaan menerima
merupakan sikap tidak menguasai, dan berbagi tanggung jawab merupakan jalan untuk
mengalahkan kesombongan. Organisasi menjadi pelayanan kalau orang yang mengorganisasi
melangkah lebih jauh daripada sekedar menginginkan hasil-hasil yang nyata dan memandang
dunianya dengan harapan yang tak pernah padam untuk diperbaharui seutuhnya. Manajemen dalam
organisasi adalah untuk menjamin efisiensi demi kemuliaan Tuhan.71
c) Perayaan Hari Besar
Sikap profesionalime sebagai hamba Tuhan juga akan nampak dalam pengelolaan ibadah.
Dalam perayaan hari besar Kristen, hamba Tuhan memiliki peran yang sangat penting karena
ibadah merupakan pengangungan kita kepada Allah.72Merayakan hidup adalah berarti
meninggalkan sikap fatalistis dan putus asa dan membuat penemuan kita bahwa kita hanya
mempunyai satu hidup yang harus dihidupi, menjadi pengakuan yang terus-menerus akan karya
Allah dengan manusia.73Perayaan hari besar dalam kehidupan ini adalah penerimaan kehidupan
dengan kesadaran yang terus berkembang bahwa hidup itu bernilai. Hidup adalah bernilai bukan
hanya karena hidup itu dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan, akan tetapi juga karena hidup itu
pada suatu hari akan hilang.74 Di dalam spiritualitas perayaan ibadah terkandung ketaatan manusia
pada Allah. Intinya, ketaatan manusia kepada Allah merupakan syarat dasar untuk masuk dalam
ibadah. Profesionalisme sebagai Hamba Tuhan nampak ketika hamba Tuhan memimpin dan
mempersiapkan ibadah ini dengan baik. Kita dapat merayakan hidup jika kita sudah dimerdekakan
oleh kerendahan hati. Dengan kerendahan hati, kita tahu bahwa seluruh hidup kita adalah anugerah
Tuhan, atas anugerahnya dalam hidup kita maka kita bersyukur kepada Tuhan melalui ibadah.
b. Karakter Hamba Tuhan yang Profesional.
Karakter yang nampak pada hamba Tuhan yang melakukan pelayanan secara professional
adalah: Seorang hamba yang ulet, sabar, mau bekerja keras, tahan banting dan berani menderita untuk
Tuhan Yesus Kristus. Teladan kehidupan Paulus dalam pelayanannya mengabarkan Injil, di dera, di
hina, dan dipenjara. Tidak ada seorang hamba yang lepas dari penderitaan, bersandarlah pada Tuhan
ketika kita melayani orang lain karena kita dapat terluka.75 Hamba yang bisa dipercaya. Seperti kisah
yang ada dalam kitab Kejadian 24:1-2 dan dalam Injil Matius 25:14–30. Gambaran hamba yang taat
dan yang tidak taat nyata dalam kitab Injil Matius 25:14-30.
Karakter mengasihi dan kerendahan hati nampak dalam kehidupan hamba Tuhan. Ia ingin
agar hamba Tuhan bekerja bukan untuk mencari upah, berkat, mujizat tetapi atas dasar membalas cinta
kasih Tuhan. Kerendahan hati yang ada di dalam pribadi seseorang dapat terlihat dari sikapnya, mau
menerima dirinya sendiri apa adanya, mau menerima orang lain apa adanya, rela diketahui dirinya
sebagaimana adanya, rela melepaskan haknya, serta tidak minta dihargai dan tidak iri hati. Les Carter
71
Agus Lay, Manajemen Pelayanan (Yogyakarta: ANDI, 2006), 10.
James F. White, Ibadah Kristen (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), 15
73
Ibid., 54.
74
James F. White, 60.
75
Charles R. Swindoll, 183.
72
99
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
mengungkapkan bahwa keegoisan tidak hanya muncul dalm bentuk kesombongan. Namun keegoisan
juga muncul dalam perilaku sehari-hari. Ketika seseorang memiliki karakter rendah hati sudah dapat
dipastikan orang tersebut tidak memiliki sifat egois.76
Seorang hamba yang bekerja dengan ketaatan, seperti tertulis dalam Kel. 24:13. Wujud
nyatanya yakni penundukan diri, patuh, menurut, tidak membantah, menghormati dan tidak
memberontak (kepada pimpinan). Charles Swindoll menulis dalam bukunya Meningkatkan Pelayanan
Anda bahwa karena jalan yang dilalui seorang pelayan begitu berbahaya, maka kita perlu menggali
kepekaan ketika kita berjalan bersama Tuhan, hal ini ditandai dengan kepekaan kita.77 Ada tiga hal
yang penting dalam hal ketaatan:78 Ketaatan berarti keterlibatan pribadi, diperlukan kerelaan. Ketaatan
memerlukan sikap tidak egois seperti yang dimiliki Kristus. Menyerahkan apa yang menjadi kesukaan
kita dan digantikan dengan apa yang Dia suka. Ketaatan menghasilkan kebahagiaan sejati. “Jikalau
kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yoh. 13:17).
Kebahagiaan sebagai hamba adalah ketika dapat melakukan semua kehendak Tuannya. Seorang
hamba yang dengan rela hati mengikuti tuannya (doulos). Seorang hamba Tuhan bersedia melayani
Tuhan Yesus dengan rendah hati, rela,dan tidak terpaksa.
Seorang hamba Tuhan ketika ia dalam pelayanannya pastilah mengalami banyak hambatan
dan tantangan. Namun ketika setiap hamba Tuhan menyadari bahwa pelayanan yang kita kerjakan
adalah untuk kemuliaan Tuhan maka hambatan apapun tidak akan membuat kita goyah. Seperti
pemazmur menuliskan dalam Maz. 123:1–4 olokan dan hinaan dapat merupakan ujian berat bagi
orang beriman yang menyebabkan kesetiaan kepada Allah luntur atau goyah. Namun olokan dan
hinaan yang dilontarkan orang yang tidak percaya Allah kepada pemazmur tidak melunturkan bahkan
menggoyahkan imannya. justru melalui olokan dan hinaan pemazmur mengerti ada satu pribadi yang
dapat memahami dan menerima dia apa adanya. Melalui pemahaman pemazmur yang benar kepada
Allah, ia tidak goyah, bahkan pemazmur tetap berharap kepada Allah, seperti mata para hamba lakilaki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan
nyonyanya, demikianlah mata pemazmur memandang kepada Allah, sampai Ia mengasihani kita.
menarik untuk melihat frase "sampai Ia mengasihani kita." Pemazmur sadar bahwa olokan dan hinaan
merupakan ujuan bagi imannya. Itulah sebabnya, pemazmur tidak pernah putus pengharapan, bahkan
sebagai hamba ia tahu akan tugas dan tanggung jawabnya kepada tuannya. Sebagai seorang hamba,
pemazmur mengajar kita untuk:
1) Tetap melayani Allah
Inilah sikap profesionalisme seorang hamba kepada tuannya, orang percaya kepada
Allahnya, ia tidak mau dikendalikan oleh masalah yang sedang ia alami, justru ia semakin giat
melayani Allahnya. Karena ia tahu, ia mengabdikan hidupnya kepada Allah. Di dalam Alkitab,
kita bisa menemukan sikap-sikap profesionalisme seorang anak Allah, satu diantaranya adalah
Nehemia-seorang juru minum raja-mendengar kota leluhurnya yang porak-poranda, ia sedih tetapi
tetap melayani tuannya. Nehemia 2:8 menuliskan bahwa "tangan Allahku yang murah melindungi
aku."
2) Mentaati dan melaksanakan kehendak Allah
Kehendak Allah bagi semua orang adalah supaya semua orang hidup di dalam
kebenaranNya, dan hidup di dalam ketaatan yang utuh kepada Dia. Seorang hamba memberikan
seluruh kewajiban dan haknya ada kepada tuannya, artinya; seluruh kehendak kita adalah kehendak
76
Les Carter, pembentukan Karakter (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2001), 45.
Charles R. Swindoll, 185.
78
Ibid., 201-202.
77
100
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
yang dikehendaki oleh Allah, bukan sekehendak hati kita. Tuhan mau supaya kita tetap hidup di
dalam perkenannya dengan cara mengikuti dan menjalankan kehendakNya dalam segala keadaan.
Tuhan tidak pernah merencanakan hal yang tidak baik untuk hidup kita, Ia merencanakan yang
baik buat hidup kita. itulah sebabnya, Ia mau supaya kita tetap hidup mentaati kehendakNya dan
menjalankan apa yang Ia kehendak bagi kita.
3) Memiliki kepekaan untuk mengerti isyarat dari Tuhan
Sebagai hamba, kita menunggu isyarat, apa yang diinginkan tuan untuk kita lakukan dan apa
yang tidak diinginkan tuan untuk tidak kita lakukan. kita perlu mengerti isyarat-isyarat dari Tuhan.
Untuk mempertajam kepekaan kita setiap hari dalam diri kita memiliki hubungan yang intim, akrab
dengan Tuhan melalui Pembacaan firman Tuhan yang teratur, Doa yang teratur dan hidup dalam
persekutuan dengan orang percaya lain yang mempunya keinginan sama-sama menyenangkan hati
Tuhan.
D. KESIMPULAN
Profesionalisme hamba Tuhan adalah tindakan seseorang yang terpanggil di dalam melayani
Tuhan sesuai dengan status pekerjaannya secara profesional dengan dilatarbelakangi oleh pendidikan
Alkitab yang cukup, pengalaman lapangan serta kualitas moral yang baik, yang dapat menimbulkan
kualitas diri, kualitas pelayanan, serta hasil yang lebih baik pula. Setiap pelayanan yang dikerjakan
benar–benar di persiapkan secara baik, dengan perencanaan dan langkah pelaksanaan yang telah
disusun dengan baik. Sebuah pelayanan harus dikerjakan secara professional karena hamba hamba
Tuhan terpanggil untuk melayani Tuhan yang telah menyelamatkan kita dan mengasihi kita hingga
memberikan nyawanya sebagai penebusan dosa–dosa kita. Seperti persembahan yang Habil lakukan
demikianlah pelayanan kita di hadapan Tuhan, memberi yang terbaik dari hidup kita.
Hamba Tuhan yang mengerjakan pelayananya secara profesional akan terus membekali
dirinya dan meningkatkan pengetahuan dan juga wawasannya supaya dapat memberikan pelayanan
yang terbaik. Kehidupan pribadi hamba Tuhan juga menjadi teladan bagi jemaat yang dibimbingnya.
Seorang hamba Tuhan perlu memiliki kepekaan dan kedekatan dengan Tuhan. Senantiasa hidup
seturut dengan teladan Kristus sehingga hidupnya menjadi garam dan terang dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Badudu, J.S. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit Kartika,
2003.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika. Surabaya: Momentum, 2008.
Bennertt, Arthur. Man A Nothing. London: The Banner of Truth, 1975.
Campolo, Anthony. Seven Deadly Sins. Colorado Springs: Victor, 1987.
Carter, Charles. Pembentukan Karakter. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2001.
Collins, R. Gary. Konseling Kristen yang Efektif. Malang: LITERATUR SAAT, 2010.
Chambell, W.D. dan J.Y. Halloway, Work and Calling. New York: Paulist Press, 1974.
101
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
Crabb, Larry. Konseling yang Efektif dan Alkitabiah. Yogyakarta: ANDI, 2011.
Djunadi, M. dan Fauzan Almanshur. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Flynn, Leslie. Great Church Flights.Wheaton, IL: Victor Books, 1976.
Gultom, Junifrius dan Frans Pantan. Reaffirming Our Identity. Jakarta: Bethel Press, 2014.
Harianto GP. Karakter yang Diperbaharui di dalam Tuhan. Bandung: Terang Hidup, 2012.
Horn. The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Great Britain: Oxford University, 1973.
Keefauver, Larry. 77 Irrefutable Truths of Ministry. Semarang: Media Injil Kerajaan, 2012.
Lantu, Donal. Erich Pesiwarissa, dan Augusman Rumahorbo, Servant Leadership. Jakarta: Gradien
Books, 2007.
Lay, Agus. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: ANDI, 2006.
Maxwell, C. John. The 21 Indispensable Qualities of A Leader. Batam: Interaksara, 2001.
MacArthur, F. John.JR. dan Wayne A. Mack. Konseling Alkitabiah. Malang: Gandum Mas, 1994.
Munroe, Myles. The Spirit of Leadership. New Kensington: Whiteker House, 2004.
Noyce, Gaylord. Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat: Etika Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011.
Sanders, J. Oswald. Kepemimpinan Rohani. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1974.
Suwondo, Candra. Karakter Keindahan Sejati dari Manusia. Jakarta: METANOIA, 2007.
Starauch, Alexander. Kepenatuaan atau Kependetaan. Yogyakarta: ANDI, 1992.
Swindoll, Charles. Meningkatkan Pelayanan Anda: Improving Your Serve. Bandung: Pionir Jaya,
2011.
________. Un Urgent Call For Renewall. Yogyakarta: ANDI, 2013.
102
JURNAL TEOLOGI DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN
SHIFTKEY 2015
BIODATA PENULIS
Martha Yuni Malau. Memperoleh gelar S.Sn di Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun 2012.
Memperoleh gelar M.Sn. di Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2015. Saat ini menjadi dosen tetap
Prodi Musik Gereja di STT Kristus Alfa Omega Semarang dan mengajar bidang teori musik 1-3,
solfegio, apresiasi Musik dan Biola.
Daniel Sema. Memperoleh gelar S.Sn di Institut Seni Indonesia tahun 1993. Saat ini menjadi dosen
tetap prodi Musik Gereja di STT Kristus Alfa Omega Semarang dan mengajar bidang Kontrapung 1
dan 2, Gitar 1 dan 2.
Gregorius Suwito. Memperoleh gelar M.Th di Sekolah Tinggi Teologi Baptis Semarang tahun 2011.
Saat ini Dosen tetap di STT Kristus Alfa Omega Semarang dan mengajar bidang teologi Perjanjian
baru dan Sistematika.
Rudyanto Chandra Saputra. Memperoleh gelar M.Th di Sekolah Tinggi Teologi Baptis Semarang
tahun 2008; Sebelumnya studi di Sekolah Tinggi Teologi Harvest Jakarta, dan memperoleh gelar
M.A in Leadership tahun 2006. Saat ini Dosen tetap di STT Kristus Alfa Omega Semarang dan
mengajar bidang teologi Perjanjian Lama, Tafsir Nabi-nabi Besar.
Indra Puspa. Memperoleh gelar S.Th di Sekolah Tinggi Teologi Soteria Purwokerto tahun 1995.
Sedang menempuh studi Magister Teologi di STT KAO. Saat ini Dosen tetap di STT Kristus Alfa
Omega Semarang dan mengajar bidang Homiletika dan Hermeneutika dan Filsafat.
Joko Santoso. Memperoleh gelar S.Th di Sekolah Tinggi Teologi Eklesia Semarang tahun 2006.
Memperoleh gelar M.Pd.K di Sekolah Tinggi Theologia Bethany Balikpapan tahun 2012. Memperoleh
gelar M.Th di Sekolah Tinggi Teologi Anuegrah Indonesia tahun 2013. Memperoleh gelar doktor teologi di
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Yogyakarta tahun 2014. Saat ini Dosen tetap Prodi Teologi di STT
Kristus Alfa Omega Semarang dan mengajar bidang Konseling Keluarga, Manajemen Gereja dan
Pastoral.
103
Download