bab v hasil dan pembahasan

advertisement
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Potensi Simpanan Biomassa, Karbon, dan Karbondioksida
Biomassa dalam penelitian ini adalah biomassa di atas permukaan tanah
yaitu biomassa yang diduga dari diameter pohon berdasarkan hasil Inventarisasi
Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang dilaksanakan pada tahun 2010.
Parameter umur dan jenis tanah digunakan karena mempunyai pengaruh terhadap
laju peningkatan biomassa atau karbon atau karbondioksida pada hutan tanaman
industri. Pada hutan tanaman industri di PT. Wirakarya Sakti, terdapat tiga jenis
pohon yang umumnya dipanen yaitu Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan
Eucalyptus pellita. Pohon ditanam pada dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah
mineral dan gambut.
Perhitungan besarnya biomassa tiap jenis pohon dipengaruhi oleh besarnya
diameter setinggi dada pohon, tinggi total pohon, dan berat jenis pohon. Untuk
memperoleh nilai biomassa dilakukan dengan cara mengalikan nilai volume
pohon dengan berat jenis.
Hasil pendugaan biomassa, karbon dan karbondioksida pada berbagai umur
tanaman dapat dilihat pada Lampiran 1. Biomassa, karbon, dan karbondioksida
pada tegakan Acacia crassicarpa, Acacia mangium, dan Eucalyptus pellita sangat
bervariasi dari umur satu tahun sampai lima tahun. Perbedaan biomassa, karbon,
dan karbondioksida tersebut disebabkan oleh perbedaan diameter rata-rata
tegakan. Semakin besar diameter rata-rata tegakan maka semakin besar pula
potensi karbon yang dapat diserap.
Pada Gambar 1 umur satu tahun, tegakan Acacia crassicarpa di tanah
mineral memiliki kandungan karbon 25,90 tCO 2 /ha dan pada umur tiga tahun
tanaman ini dapat menyerap karbon sebesar 118,96 tCO 2 /ha. Pada tahun keempat,
kandungan karbon yang diperoleh lebih kecil dibandingkan kandungan karbon
pada umur tanaman tiga tahun yaitu 105,83 tCO 2 /ha. Pada akhir daur, karbon
yang dapat diserap dapat mencapai 188,05 tCO 2 /ha. Tegakan jenis Acacia
crassicarpa yang ditanam di tanah gambut pada umur tanaman satu tahun
kandungan karbon sebesar 0,64 tCO 2 /ha dan pada akhir daur produksi karbon
19
yang dapat diserap sebesar 173,81 tCO 2 /ha. Karbon yang dapat diserap meningkat
setiap tahunnya, hal ini selaras dengan penelitian Yuniawati (2011) dengan
kandungan karbon jenis Acacia crassicarpa yang dapat diserap pada akhir daur
Kandungan karbon (tCO2/ha)
sebesar 133,10 ton/ha.
(A)
200.00
188.05
150.00
118.96
100.00
50.00
105.83
42.81
25.90
0.00
1
2
3
4
5
Umur tanaman (tahun)
Kandungan karbon (tCO2/ha)
(B)
200.00
173.81
150.00
119.82
101.78
100.00
50.00
31.19
0.00
0.64
1
2
3
4
5
Umur tanaman (tahun)
Gambar 1 Perkembangan potensi CO 2 tanaman Acacia crassicarpa pada tanah
mineral (A) dan gambut (B).
Potensi stok karbon pada Acacia crassicarpa di tanah gambut mempunyai
nilai yang lebih kecil dibandingkan di tanah mineral, hal ini dikarenakan pada
tanah gambut karbon lebih banyak tersimpan di bawah permukaan tanah. Karbon
yang tersimpan terdiri dari bahan organik sisa-sisa tanaman yang belum melapuk
sempurna.
Potensi stok karbon pada tanah mineral di bawah permukaan tanah lebih
kecil, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Agus dan Subiksa (2008) bahwa
kandungan karbon pada hutan gambut di atas permukaan tanah (150-200t/ha)
lebih kecil dibandingkan di bawah permukaan tanah (300-6000t/ha), sedangkan
pada hutan primer tanah mineral kandungan karbon di atas permukaan tanah (200-
20
350t/ha) lebih besar dibandingkan kandungan karbon di bawah permukaan tanah
(30-300 t/ha).
Kandungan karbon (tCO2/ha)
(A)
250.00
228.88
200.00
179.12
150.00
100.00
69.05
50.00
31.65
7.69
0.00
1
2
3
4
5
Umur tanaman (tahun)
Kandungan karbon (tCO2/ha)
(B)
100.00
89.98
80.00
77.30
76.74
60.00
40.00
28.14
20.00
4.71
0.00
1
2
3
4
5
Umur tanaman (tahun)
Gambar 2 Perkembangan potensi CO 2 tanaman Acacia mangium pada tanah
mineral (A) dan gambut (B).
Pada Gambar 2, tegakan Acacia mangium di tanah mineral memiliki potensi
stok karbon 7,69 tCO 2 /ha pada umur satu tahun dan pada akhir daur mampu
menyerap karbon sebesar 228,88 tCO 2 /ha. Potensi karbon pada Acacia mangium
di tanah gambut juga lebih kecil dibandingkan di tanah mineral. Pada umur
tanaman satu tahun, kandungan karbon Acacia mangium di tanah gambut sebesar
4,71 tCO 2 /ha dan pada umur tiga tahun kandungan karbon sebesar 89,98 tCO 2 /ha.
Potensi stok karbon pada tahun keempat lebih kecil dibandingkan potensi stok
karbon pada tahun ketiga yaitu 77,30 tCO 2 /ha, begitu juga pada tahun kelima
karbon yang dapat diserap adalah 76,74 tCO 2 /ha.
Pada tanah gambut, rata-rata potensi karbon pada jenis Acacia mangium
lebih kecil dibandingkan jenis Acacia crassicarpa hal ini terjadi karena jenis
Acacia crassicarpa merupakan jenis tanaman yang cukup mudah beradaptasi
21
dengan lingkungan karena dapat tumbuh pada jenis tanah yang bervariasi,
Kandungan karbon (tCO2/ha)
mengandung kadar garam, tidak subur, atau mempunyai drainase tidak sempurna.
Eucalyptus pellita
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
138.27
88.71
56.31
14.44
1
17.14
2
3
Umur tanaman (tahun)
4
5
Gambar 3 Perkembangan potensi CO 2 tanaman Eucalyptus pellita pada tanah
mineral.
Pada Gambar 3, umur satu tahun tegakan Eucalyptus pellita di tanah
mineral memiliki kandungan karbon 14,44 tCO 2 /ha dan pada akhir daur karbon
yang dapat diserap mencapai 138,27 tCO 2 /ha. Potensi karbon yang diperoleh
tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Siahaan (2009) dengan potensi karbon
yang dapat diserap pada akhir daur sebesar 37,40 ton/ha dan sebesar 37,67 ton/ha
pada penelitian ini. Data pada tegakan Eucalyptus pellita dalam IHMB hanya
terdapat di tanah mineral.
Penambahan kandungan biomassa akan diikuti oleh penambahan karbon,
hal ini menjelaskan bahwa karbon dan biomassa memiliki korelasi positif
sehingga apapun yang menyebabkan peningkatan ataupun penurunan biomassa
akan menyebabkan peningkatan atau penurunan kandungan karbon. Terjadinya
penurunan kandungan karbon pada tegakan dikarenakan diameter rata-rata
tegakan mengalami penurunan dari umur sebelumya sehingga potensi stok karbon
menurun. Faktor lain yang menyebabkan potensi karbon mempunyai nilai lebih
kecil dibandingkan dari umur sebelumnya adalah karena data yang digunakan dari
IHMB dipengaruhi oleh keberhasilan tanaman yang lebih rendah dari tanaman
yang lain, sehingga kerapatan tegakan lebih kecil dari tegakan lain dan
mengurangi jumlah kandungan karbon.
Pada tanah mineral, potensi karbon tertinggi terdapat pada jenis Acacia
mangium yaitu 228,88 tCO 2 /ha sedangkan pada tanah gambut potensi karbon
tertinggi terdapat pada jenis Acacia crassicarpa yaitu 173,81 t CO 2 /ha. Terjadi
22
peningkatan produksi biomassa pada umur tanaman satu sampai umur daur,
sehingga dengan bertambahnya umur tanaman maka produksi karbon yang dapat
diserap pun akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah biomassa maupun
karbon yang dapat diserap tersebut menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam
mengelola hutan tanaman industri.
5.2
Perkembangan Biaya Pengelolaan Tegakan dan Serapan Karbon
selama Daur
Perkembangan biaya pada penelitian ini dikaji berdasarkan data kegiatan
pengelolaan blok RKT (Rencana Kerja Tahunan) tahun 2005. Data yang
digunakan untuk menghitung biaya pada hutan tanaman industri di PT. Wirakarya
Sakti adalah data keuangan pada tahun 2005. Biaya yang diperhitungkan dalam
penelitian ini meliputi seluruh komponen biaya yang dikeluarkan sepanjang waktu
pengelolaan hutan tanaman industri.
Komponen biaya terdiri dari biaya perencanaan, biaya persemaian, biaya
penanaman dan biaya pemeliharaan tanaman yang hanya dikeluarkan pada tahun
pertama. Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara dikeluarkan ketika hutan
tanaman industri sudah berjalan satu tahun kemudian terus dibayarkan sampai
daur. Biaya pengendalian kebakaran & pengamanan hutan, biaya pemenuhan
kewajiban kepada lingkungan biaya pemenuhan kewajiban kepada sosial, biaya
infrastruktur, biaya administrasi & umum dan biaya penelitian & pengembangan
dikeluarkan pada tiap tahun. Biaya produksi hanya dikeluarkan pada akhir daur.
Tingkat inflasi yang digunakan untuk penentuan harga merupakan rata-rata
inflasi dari tahun 2005 – 2009 (Bank Indonesia 2010) sebesar 9,11%. Pendekatan
yang digunakan untuk perhitungan besarnya biaya transaksi adalah berdasarkan
besarnya transaksi CO 2 yang dilakukan rata-ratanya sebesar $0.63 /tCO 2 (Antinori
dan Sathaye 2007). Harga kayu yang digunakan untuk jenis Acacia mangium
sebesar Rp 431.825/m3 yang merupakan rata-rata harga kayu penjualan dari
Perhutani Rp 413.650/m3 (Suprayogi 2009) dan IUPHHK-HT Musi Hutan
Persada Rp 450.000/m3 (Murtijo 2009). Harga kayu Acacia crassicarpa dan
Eucalyptus pellita diasumsikan sama dengan harga kayu Acacia mangium.
Perkembangan biaya pengelolaan tegakan blok RKT 2005 selama daur terdapat
pada Lampiran 2.
23
Komponen biaya pengelolaan di hutan tanaman industri PT. Wirakarya
Sakti berdasarkan laporan keuangan tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komponen biaya pengelolaan hutan tanaman industri
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Komponen biaya
Biaya perencanaan
Biaya persemaian
Biaya penanaman
Biaya pemeliharaan tanaman
Biaya pengendalian kebakaran &
pengamanan hutan
Biaya pemenuhan kewajiban kepada
negara
Biaya pemenuhan kewajiban kepada
lingkungan
Biaya pemenuhan kewajiban kepada
sosial
Biaya infrastruktur
Biaya administrasi & umum
Biaya penelitian & pengembangan
Biaya produksi
Jumlah
(Rp/ha)
70.470
107.042
534.888
376.494
411.161
Tahun
dikeluarkan
1
1
1
1
Tiap tahun
416.242
2,3,4,5
9.880
Tiap tahun
66.067
Tiap tahun
279.783
3.748.586
52.428
1.696.234
Tiap tahun
Tiap tahun
Tiap tahun
5
Sumber: Laporan Keuangan PT. Wirakarya Sakti 2005
Perkembangan biaya pengelolaan dan biaya serapan karbon hutan tanaman
industri yang dikeluarkan sepanjang waktu pengelolaan hutan tanaman industri
Biaya serapan karbon
(Rpx1 juta/tCO2)
Biaya pengelolaan
(Rpx1 juta/ha)
menurut umur pada ketiga jenis tegakan dapat dilihat pada Gambar 4.
(A)
50
2005
24
16
8
0
46
2006
34
Tahun
2007
2008
(B)
80
2009
Acm: A.crassicarpa
mineral
60
Amm: A.mangium
mineral
40
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
20
Acg: A.crassicarpa
gambut
0
2005
2006
2007
Tahun
2008
2009
Amg: A.mangium
gambut
Gambar 4 Perkembangan biaya pengelolaan (A) dan biaya serapan karbon (B)
blok RKT 2005 selama daur.
24
Biaya pengelolaan tegakan blok RKT 2005 selama daur adalah Rp 8,01
juta/ha, Rp 15,81 juta/ha, Rp 24,31 juta/ha, Rp 33,59 juta/ha hingga pada akhir
daur total biaya mencapai Rp 46,12 juta/ha. Biaya serapan karbon pada tiap jenis
tegakan berbeda karena dipengaruhi oleh potensi serapan karbon yang dihasilkan
dari ketiga jenis tegakan. Rata-rata biaya serapan karbon tegakan blok RKT
selama daur adalah Rp 57.249/tCO 2 pada tahun awal penanaman, Rp
150.488/tCO 2 di tahun kedua , sebesar Rp 299.495/tCO2 pada tahun ketiga, Rp
1,21 juta/tCO 2 di tahun keempat, dan pada tahun 2009 mencapai Rp 18,67
juta/tCO 2 . Biaya serapan karbon yang dikeluarkan setiap tahunnya berbanding
lurus dengan besarnya biaya pengelolaan yaitu semakin meningkat setiap
tahunnya.
Bertambahnya umur dan kandungan karbon yang dapat diserap
meningkatkan biaya pengelolaan yang dikeluarkan, hal ini disebabkan karena
beban bunga dari biaya yang telah dikeluarkan tahun sebelumnya ditambah
dengan biaya pengelolaan untuk tahun berjalan sehingga biaya total meningkat
setiap tahunnya.
5.3
Nilai Kini Total Biaya Serapan Karbon saat Akhir Daur
Nilai kini total biaya serapan karbon saat akhir daur berdasarkan jenis
tegakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Biaya serapan karbon
(Rpx1.000/tonCO2)
700
601
600
500
400
300
334
245
200
202
265
100
Acm
Amm
Epm
Acg
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Amg
Jenis tegakan
Gambar 5 Nilai kini total biaya serapan karbon saat akhir daur.
Terlihat bahwa biaya terendah terdapat pada jenis Acacia mangium yang
ditanam di tanah mineral yaitu Rp 201.521/tCO 2 dan biaya untuk serapan karbon
tertinggi terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut
25
sebesar Rp 601.015/tCO 2 . Pada jenis Acacia crassicarpa di tanah mineral, biaya
serapan karbon sebesar Rp 245.277/tCO 2 dan Rp 265.370/tCO 2 di tanah mineral.
Pada jenis Eucalyptus pellita, biaya serapan karbon yang diperoleh adalah Rp
333.583/tCO 2.
Biaya serapan karbon dipengaruhi oleh potensi karbon dari masing-masing
jenis. Biaya serapan karbon yang tinggi pada jenis Acacia mangium terjadi karena
potensi tegakan yang diperoleh cukup rendah yaitu 76,74 tCO 2 . Perkembangan
biaya serapan karbon blok RKT 2005 selama daur dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.4 Nilai Kayu saat Akhir Daur
Pengelolaan hutan tanaman industri bertujuan hanya untuk memproduksi
kayu, maka akan dilakukan analisis nilai kini bersih produk kayu tersebut.
Pendapatan dari kayu pada akhir daur diperoleh dari hasil perkalian harga dugaan
per batang dari umur tertentu dengan rata-rata jumlah pohon per hektar pada umur
tertentu. Analisis dilakukan untuk satu kali daur untuk satu hektar tegakan. Nilai
kini bersih kayu dapat dilihat pada Gambar 6.
50.00
42.17
Nilai kini bersih kayu
(Rpx1juta/ha)
40.00
30.00
22.48
17.29
20.00
10.96
10.00
(10.00)
Acm
Amm
Epm
(20.00)
Jenis tegakan
AC
AM
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
(16.52)
Gambar 6 Nilai kini bersih kayu berdasarkan jenis tegakan.
Gambar 6 menunjukkan nilai kini bersih yang diperoleh dari penjualan kayu
berdasarkan biaya total saat akhir daur. Nilai kini bersih kayu saat akhir daur yang
diperoleh menunjukkan nilai positif dan negatif dengan nilai kini bersih terbesar
terdapat pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah mineral yaitu Rp
42,17 juta/ha. Pada jenis Acacia crassicarpa di tanah mineral, nilai kini bersih
kayu yang diperoleh Rp 22,48 juta/ha dan Rp 17,29 juta/ha di tanah mineral.
Tegakan jenis Eucalyptus pellita memperoleh nilai kini bersih kayu sebesar Rp
26
10,96 juta/ha . Pada jenis Acacia mangium yang ditanam di tanah gambut,
diperoleh nilai nilai kini bersih kayu yang negatif sebesar Rp-16,51 juta/ha.
Analisis pendapatan dan biaya pengelolaan hutan tanaman industri untuk produksi
kayu disajikan pada Lampiran 4.
5.5 Nilai Karbon saat Akhir Daur
Nilai karbon saat akhir daur menunjukkan jika pengelolaan hutan tanaman
industri hanya untuk perdagangan karbon sebagai tujuan utama tanpa
memperhitungkan pendapatan dari kayu. Prospek pengelolaan hutan tanaman
industri untuk perdagangan karbon diduga dengan mencari nilai kini bersih
karbon tersebut.
Pendapatan diketahui dengan cara mengalikan harga kompensasi yang
berlaku dengan karbon yang diserap oleh tegakan. Pada Tabel 3, menyajikan
harga karbon internasional dari berbagai sumber.
Tabel 3 Harga karbon internasional pada beberapa sumber
No
Sumber
Harga (US$/tCO 2 )
1
Point carbon MOE (2003)
4-7
2
Pirard (2005)
6 , 9, dan 12
3
Hodes, GS & Kamel, SM (2007)
5-11.5
Harga karbon internasional yang berlaku berkisar US$ 4-12/tCO 2 dengan
kurs 1 US$ = Rp 10.000 maka harga karbon berkisar antara Rp 40.000120.000/tCO 2 .
Analisis pendapatan dan biaya pengelolaan hutan tanaman industri untuk
produksi karbon dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada berbagai tingkat harga
karbon dengan jenis Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan Eucalyptus pellita
yang ditanam pada tanah mineral maupun tanah gambut dengan pembayaran
karbon di akhir daur mempunyai nilai kini bersih negatif. Nilai kini bersih karbon
saat akhir daur dapat dilihat pada Gambar 7.
Nilai kini bersih karbon
(Rpx1juta/ha)
Nilai kini bersih karbon
(Rpx1juta/ha)
Nilai kini bersih karbon
(Rpx1juta/ha)
27
(A) US$ 4
(34.00)
(36.00)
Acm
Amm
Epm
Acg
Amg
(38.00)
(40.00)
(42.00)
(38.41)
(39.79)
(41.46)
(44.00)
(43.54)
Jenis tegakan
(B) US$ 9
(10.00)
(40.27)
Acm
Amm
Epm
Acg
Amg
(20.00)
(30.00)
(40.00)
(30.38)
(26.97)
(34.55)
(50.00)
(C) US$ 12
Acm
(20.00)
(30.00)
(39.70)
Jenis tegakan
(10.00)
(31.58)
(24.74)
Amm
Epm
Acg
Amg
(20.10)
(30.40)
(26.36)
(40.00)
Jenis tegakan
(37.40)
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Gambar 7 Nilai kini bersih karbon pada berbagai tingkat harga.
Harga minimum karbon untuk menghasilkan nilai kini bersih yang positif
pada pengelolaan hutan tanaman industri berbeda pada tiap jenis tegakan. Pada
tanah mineral, jenis Acacia crassicarpa dan Acacia mangium harga minimum
karbonnya adalah US$ 26/tCO 2. Harga minimum karbon agar memperoleh
keuntungan dari perdagangan karbon pada jenis Eucalyptus pellita sebesar US$
34/tCO 2. Pada tanah gambut, jenis Acacia crassicarpa layak untuk diusahakan
pada perdagangan karbon bila harga karbon sebesar US$ 28/tCO 2 dan pada jenis
Acacia mangium, harga karbon harus sebesar US$ 65/tCO 2 agar karbon menjadi
layak diusahakan di hutan tanaman industri.
28
5.6 Nilai Kayu dan Karbon saat Akhir Daur
Pengelolaan hutan tanaman industri dengan pendapatan karbon sebagai
tujuan utama di PT. Wirakarya Sakti tidak layak diusahakan, hal tersebut
disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola hutan tanaman industri lebih
besar dari pendapatan serapan karbon sehingga kayu masih menjadi komoditi
utama yang diusahakan dan serapan karbon yang dihasilkan dapat dijadikan
sebagai tambahan pendapatan dengan insentif ekonomi yang cukup besar. Nilai
kayu dan karbon saat akhir daur pada setiap jenis dengan berbagai tingkatan harga
Nilai kini bersih
kayu&karbon (Rpx1juta/ha)
Nilai kini bersih
kayu&karbon (Rpx1juta/ha)
Nilai kini bersih
kayu&karbon (Rpx1juta/ha)
karbon disajikan dalam Gambar 8.
60.00
40.00
(A) US$ 4
49.89
28.82
15.62
20.00
23.15
(20.00)
Acm
Amm
Epm
Acg
(13.93)
Jenis tegakan
(B) US$ 9
80.00
60.00
40.00
Amg
61.33
38.22
22.53
31.84
20.00
(20.00)
Acm
Amm
Epm
Acg
Jenis tegakan
(C) US$ 12
80.00
60.00
Amg
(10.09)
68.20
43.87
40.00
26.68
37.05
20.00
(20.00)
Acm
Amm
Epm
Jenis tegakan
Acg
Amg
(7.79)
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Keterangan:
Acm: A.crassicarpa
mineral
Amm: A.mangium
mineral
Epm: Eucalyptus
pellita mineral
Acg: A.crassicarpa
gambut
Amg: A.mangium
gambut
Gambar 8 Nilai kini bersih kayu dan karbon pada berbagai tingkat harga.
Gambar 8 menunjukkan nilai kini bersih yang diperoleh apabila perusahaan
mengusahakan hasil hutan berupa karbon dan kayu pada berbagai jenis tegakan
dengan tingkat harga US$ 4, US$ 9 dan US$ 12/tCO 2 . Nilai kini bersih kayu dan
29
karbon tertinggi dicapai pada tingkat harga US$ 12/tCO 2 pada jenis Acacia
mangium yang ditanam di tanah mineral yaitu sebesar Rp 68,20 juta/ha dan hasil
nilai kini bersih kayu dan karbon terendah terdapat pada jenis Acacia mangium
yang ditanam di tanah gambut sebesar Rp-13,93 juta/ha pada tingkat harga
US$4/tCO 2 .
Potensi ekonomi hutan tanaman industri pada PT. Wirakarya Sakti untuk
perdagangan karbon dan kayu pada akhir daur dengan harga US$ 4, US$ 9 dan
US$ 12/tCO 2 hanya layak pada jenis Acacia crassicarpa di tanah mineral dan
gambut, Acacia mangium di tanah mineral dan Eucalyptus pellita di tanah
mineral. Potensi ekonomi perdagangan karbon dan kayu jenis Acacia mangium
yang ditanam di tanah gambut tidak layak untuk diusahakan karena mempunyai
nilai kini bersih negatif.
5.7 Potensi Insentif Ekonomi Serapan Karbon
Berdasarkan analisis nilai karbon saat akhir daur, pengelolaan hutan
tanaman industri hanya untuk perdagangan karbon tidak layak untuk diusahakan
karena menghasilkan nilai kini bersih negatif. Nilai kini bersih berubah menjadi
positif ketika dilakukan analisis nilai kini bersih terhadap kayu dan karbon, hal ini
menunjukkan bahwa adanya insentif dari karbon sehingga meningkatkan nilai
ekonomi kayu dan karbon secara keseluruhan. Insentif karbon tersebut dapat
diperoleh jika pengelolaan hutan tanaman industri merupakan produk ganda kayu
dan karbon. Di dalam pengelolaan hutan tanaman industri untuk tujuan kayu dan
karbon, biaya pengelolaan telah dibebankan pada produksi kayu sehingga insentif
karbon merupakan selisih antara pendapatan per hektar dan biaya transaksi per
hektar. Perhitungan insentif ekonomi serapan karbon pada berbagai harga
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Insentif ekonomi serapan karbon
Jenis tegakan
Harga karbon (US$/tCO 2 )
US$ 4
US$ 9
Acm (Rp/ha)
6.337.164
15.739.483
Amm (Rp/ha)
7.713.131
19.156.946
Epm (Rp/ha)
4.659.589
11.572.927
Acg (Rp/ha)
5.857.329
14.547.729
Amg (Rp/ha)
2.586.227
6.423.359
US$ 12
21.380.875
26.023.234
15.720.929
19.761.968
8.725.638
30
Tabel 4 menunjukkan bahwa setiap jenis tegakan di tanah mineral maupun
gambut memiliki peluang menerima insentif ekonomi dari perdagangan karbon
skema REDD+ pada semua harga kompensasi yang disimulasikan. Insentif
ekonomi serapan karbon tertinggi terdapat pada jenis Acacia mangium yang
ditanam di tanah mineral sebesar Rp 26,02 juta/ha pada harga kompensasi US$
12/tCO 2 dan pada tanah gambut sebesar Rp 19,76 juta/ha untuk jenis Acacia
crassicarpa.
Insentif ekonomi serapan karbon paling rendah terdapat pada jenis Acacia
mangium yang ditanam pada lahan gambut sebesar Rp 2,58 juta/ha pada harga
kompensasi minimum US$ 4/tCO 2, Rp 6,42juta/ha pada harga karbon US$
9/tCO 2 , dan sebesar Rp 8,72 juta/ha pada harga karbon US$ 122/tCO 2 .
Pembangunan hutan tanaman industri dengan jenis Acacia mangium yang ditanam
pada lahan gambut tidak layak untuk diusahakan walaupun terdapat insentif
ekonomi serapan karbon, hal ini disebabkan karena adanya insentif karbon tidak
dapat menutupi kerugian dari hasil produksi kayu.
5.8 Analisis Kelayakan Bisnis Kayu dan Karbon di Hutan Tanaman Industri
Potensi insentif ekonomi serapan karbon menunjukkan adanya peluang bagi
hutan tanaman industri untuk memperoleh tambahan dari perdagangan karbon
dalam skema REDD+. Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon dilakukan pada
skala pengelolaan yang dilakukan oleh PT. Wirakarya Sakti dengan skema
pengelolaan hutan untuk dua kali daur (10 tahun). Luasan yang dipakai
berdasarkan luas efektif untuk tanaman produksi seluas 181.569 ha. Luas areal
yang digunakan dalam satu daur (5 tahun) adalah 36.313 ha/th.
Harga dasar yang digunakan untuk menanalisis kelayakan bisnis ini adalah
harga pada tahun 2009. Pada tanah mineral, tegakan yang digunakan untuk
menganalisis kelayakan bisnis kayu dan karbon digunakan tegakan jenis Acacia
mangium dan pada tanah gambut digunakan tegakan jenis Acacia crassicarpa.
Pengusahaan bisnis kayu dan karbon di hutan tanaman industri sebagai sumber
penghasilan dikatakan layak apabila NPV (Net Present Value) ≥ 0, BCR (Benefit
Cost Ratio) ≥ 1, dan IRR (Internal Rate of Return) > i (tingkat inflasi).
31
Pembayaran karbon dilakukan per daur (5 tahun) berdasarkan kumulatif
serapan karbon sampai daur. Jumlah serapan karbon yang dibayarkan pada satu
kali daur jenis Acacia mangium dan Acacia crassicarpa dapat dilihat pada Tabel5.
Tabel 5 Serapan karbon Acacia mangium dan Acacia crassicarpa selama daur
RKT
Serapan karbon (/tCO 2 )
Acacia mangium
Acacia crassicarpa
1
279.251
23.066
2
1.149.277
1.132.612
3
2.507.566
3.696.182
4
6.504.571
4.351.198
5
8.311.368
6.311.629
Total
18.752.033
15.514.686
Total serapan karbon selama satu daur pada jenis Acacia mangium di tanah
mineral sebesar 18,75 juta/tCO 2 dan total serapan karbon selama satu daur pada
jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut sebesar 15,51 juta/tCO 2.
Pada Tabel 6 menyajikan hubungan NPV, BCR dan IRR dari kayu dan
karbon selama dua kali daur pada jenis Acacia mangium dengan tingkatan harga
US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 .
Tabel 6 NPV, BCR dan IRR kayu & karbon Acacia mangium selama dua kali
daur
US$ 4
US$ 9
US$ 12
NPV (Rp)
9.655.031.427.399 10.744.374.195.325 11.397.979.856.080
BCR
2
3
3
IRR (%)
87
94
97
Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon, pada jenis
Acacia mangium dengan tingkat harga US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 layak
untuk dijalankan karena nilai NPV ≥ 0, BCR ≥ 1, dan IRR > i (9,11%). Pada
harga minimum US$ 4/tCO 2 , nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 9, 65 triliun
dengan BCR 2 dan IRR 87%. Pada harga US$ 9/tCO 2 , NPV yang dihasilkan
sebesar Rp 10, 65 triliun dengan BCR 3 dan IRR 94%. Pada harga maksimum,
bila karbon dijual US$ 12/tCO 2 NPV yang diperoleh adalah Rp 11,39 triliun,
BCR 3 dan IRR 97%. Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada jenis
Acacia mangium di tanah mineral selama dua kali daur dapat dilihat pada
lampiran 5.
32
Pada Tabel 7 menyajikan hubungan NPV, BCR, dan IRR dari kayu dan
karbon selama dua kali daur pada jenis Acacia crassicarpa dengan simulasi harga
yaitu US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 .
Tabel 7 NPV, BCR dan IRR kayu & karbon Acacia crassicarpa selama dua kali
daur
US$ 4
US$ 9
US$ 12
NPV (Rp)
6.416.818.954.154 7.318.097.844.130 7.858.865.178.116
BCR
2
2
2
IRR (%)
72
79
82
Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon, pada jenis
Acacia crassicarpa dengan tingkat harga US$ 4, US$ 9, dan US$ 12/tCO 2 layak
untuk dijalankan karena nilai NPV ≥ 0, BCR ≥ 1, dan IRR > i (9,11%). Pada
harga minimum US$ 4/tCO 2 , nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 6,41 triliun
dengan BCR 2 dan IRR 72%. Pada harga kompensasi karbon US$ 9/tCO 2 , NPV
yang dihasilkan sebesar Rp 7,31 triliun dengan BCR 2 dan IRR 79%. Pada harga
maksimum bila karbon dijual US$ 12/tCO 2 , NPV yang diperoleh adalah Rp 7,85
triliun, BCR 2 dan IRR 82%. Analisis kelayakan bisnis kayu dan karbon pada
jenis Acacia crassicarpa di tanah gambut selama dua kali daur dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Download