FENOMENA DINASTI POLITIK PEMERINTAH DESA

advertisement
FENOMENA DINASTI POLITIK PEMERINTAH DESA
(Studi Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Tahun 2012)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
ROZALI
NIM. 090565201053
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
FENOMENA DINASTI POLITIK PEMERINTAH DESA
(Studi Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Tahun 2012)
ROZALI
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi
penyebab bertahannya sistem dinasti politik di pemerintahan desa hingga saat ini,
terutama di desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
kemudian juga untuk mengetahui manfaat dan kerugian apa yang ditimbulkan
dengan adanya sistem dinasti politik pemerintahan desa khususnya di desa
Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
Metode Penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskritif kualitatif.
Teknik penelitian dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
teknik wawancara dan observatif. Teknik analisis yang penulis gunakan adalah
dengan menggunakan analisa interaktif meliputi penelaahan data melalui Reduksi
data dan Sajian Data.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bertahannya sistem dinasti
politik di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
disebabkan relasi patron dan klien sangat kuat. Bapak Sakri yang memiliki
pengaruh besar di Desa Malang Rapat dikarenakan dukungan kerabat yang secara
estafet memimpin desa, dukungan kemapanan secara ekonomi yang kuat serta
juga berpengaruh terhadap terciptanya posisi patron yang melekat pada bapak
Sakri dan kerabat. Sistem dinasti Politik yang terlaksana di Desa Malang Rapat
hingga saat ini tidak menjamin pemimpin selanjutnya sistem kepemimpinan yang
baik apabila patron tersebut hanya bertopang pada kekuatan perekonomian
pribadi saja. Jika sistem dinasti politik terus berjalan tanpa pengawasan melalui
regulasi peraturan, maka penyalagunaan kewenangan kemungkinan besar dapat
terjadi. Hal inilah yang akan merugikan rakyat jika sistem dinasti politik di Desa
Malang Rapat terus berjalan.
Kata Kunci : Relasi Patron Klien
PHENOMENA DYNASTY POLITICS GOVERNMENT OF THE VILLAGE
(Study village of Malang Rapat Gunung Kijang Bintan Regency in 2012)
ROZALI
Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH
Purpose of this study was to determine what the cause of the persistence of system
political dynasty in the village administration to date, particularly in the village of
Malang Rapat of Gunung Kijang Bintan Regency then also to know the benefits
and disadvantages of what is generated by the system of political dynasties village
administration especially in the village of Malang Rapat of Gunung Kijang Bintan
Regency.
Methods used by the writer is descriptive qualitative research methods. Research
and data collection techniques used in this study, the interview and observational
techniques. Analytical techniques that I use is to use interactive analysis includes
a review of the data through data reduction and data dish.
Based on the results of this study concluded that the survival of the system of
political dynasties in the village of Malang Rapat Gunung Kijang Bintan Regency
caused patron and client relationships are very strong. Mr. Sakri which has great
influence in the village of Malang Rapat due to the support of relatives in the
relay lead the village, support the establishment of strong economic basis and
also influence the creation of the position of patron inherent in Sakri father and
relatives. Political dynasties systems are implemented in the village of Malang
Rapat today does not guarantee the next leader good leadership system where
patrons only rely on the strength of the private economy only. If the system of
political dynasties continue to run unattended through regulatory legislation, then
the likely misuse of authority may occur. This will be detrimental to the people if
the system of political dynasties in the village of Malang Rapat continues to run.
Keywords: Patron Klien Relations
FENOMENA DINASTI POLITIK PEMERINTAH DESA
(Studi Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Tahun 2012)
A. Latar Belakang
Pemerintah daerah merupakan sub sistem Pemerintah Republik Indonesia
yang terendah, walaupun begitu desa mempunyai kedudukan yang cukup
strategis, karena sebagian besar penduduk ada di pedesaan, sehingga
pemerintah
sangat
memperhatikan
terhadap
perkembangan
maupun
pembangunan desa, seperti yang di kemukakan oleh Suhartono (2001:9) bahwa
orang kebanyakan (umum) memahami desa sebagai tempat dimana bermukim
penduduk dengan “peradaban” yang lebih terbelakang ketimbang kota.
Biasanya dicirikan dengan bahasa ibu yang kental, tingkat pendidikan yang
relatif rendah, mata pencaharian yang umumnya di sektor pertanian. Bahkan
terdapat rakyat, bahwa pemahaman umum memandang desa sebagai tempat
bermukim para petani.
Pasca reformasi setelah tahun 1998 untuk pengaturan desa diawali pada
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana
dalam undang-undang tersebut desa didefinisikan adalah “desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten”.
Kemudian lebih lanjut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan daerah, terkait dengan pemerintahan desa dapat di lihat
pada Bab XI (pasal 200 sampai dengan pasal 216), dan sebagai peraturan
pelaksana dari undang-undang tersebut dapat juga dilihat pengaturannya pada
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Untuk lebih lanjut pengaturan tentang desa, pada tanggal 15 Januari 2014
telah disahkan dan diundangkannya undang-undang tentang desa secara khusus,
yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam pasal 121
undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Pada saat undang-undang ini
mulai berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.
Desa pada dasarnya merupakan cerminan dari negara, karena desa adalah
bagian pemerintahan terkecil dan yang paling bawah dari negara. Desa merupakan
satuan pemerintahan terkecil yang melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Di samping itu, desa juga merupakan wadah partisipasi rakyat
dalam aktivitas politik dan pemerintahan. Desa seharusnya merupakan media
interaksi politik yang simpel dan dengan demikian sangat potensial untuk
dijadikan cerminan kehidupan demokrasi dalam suatu masyarakat negara.
Pemilihan kepala desa secara langsung yang telah ditegaskan dan diatur di
dalam pasal 203 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang kemudian selanjutnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa telah mencabut pasal-pasal terkait dengan desa yang termuat di
dalam undang-undang sebelumnya tersebut. Hal ini tentunya merupakan wujud
dari sebuah demokratisasi desa sebagai sub sistem Pemerintah Republik
Indonesia yang terendah.
Namun realitas yang terjadi, bahwa proses demokrasi yang di aplikasikan
pada pemilihan kepala desa di setiap daerah terkadang sering diwarnai dengan
kecurangan-kecurangan, baik itu dalam bentuk money politik, tawar-menawar
penyelenggara pemilihan dengan calon, dan hal yang sangat merusak proses
demokratisasi adalah adanya dominasi politik kekeluargaan atau kekerabatan
yang mengakibatkannya terciptanya dinasti-dinasti politik pada pemerintahan di
desa.
Demokrasi esensial seharusnya berkorelasi positif terhadap terciptanya
pluralisme aktor. Dalam politik kekerabatan, yang terjadi justru sebaliknya. Artinya,
aktor yang muncul dalam proses demokrasi ini berputar di sekitar itu-itu saja. Tidak
muncul variasi aktor. Sudah bisa dipastikan bahwa pola politik kekerabatan
sebenarnya telah membajak demokrasi.
Para elite itu "menunggangi" prinsip demokrasi yang memberikan
peluang seluas-luasnya kepada setiap warga negara yang memiliki hak
konstitusional untuk dipilih atau memilih. Mereka berperilaku seolah-olah
mengikuti proses demokrasi. Padahal, mereka membajak demokrasi itu sendiri.
Mengentalnya politik kekerabatan itu, dikhawatirkan akan membawa banyak
efek negatif. Politik kekerabatan ini pada dasarnya memberi peluang menguatnya
nepotisme, patron-klien, patrimonalisme, dan sistem rekrutmen yang tidak transparan
dengan berbagai turunannya.
Sudah saatnya kita belajar dari dampak negatif dinasti politik di beberapa
daerah. Pada masa Orde Baru, dinasti politik telah menjadi ”momok” dan diyakini
menjadi penyebab utama maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Besarnya pengaruh politik kekerabatan pada pemilihan kepala desa pada
desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang memiliki dampak pada tertutupnya
kemungkinan untuk calon-calon yang sedikit memiliki hubungan keluarga pada
masyarakat desa tersebut namun disisi lain calon ini memiliki program yang jauh
lebih baik untuk desa akan terhambat maju menjadi kepala desa setempat. Melihat
hal ini, karena rendahnya rata-rata taraf pendidikan masyarakat setempat,
membuat pilihan warga terhadap pemimpinnya terkadang tidak objektif.
Masyarakat desa malang rapat terkenal dengan tingginya rasa kekeluargaan.
Memungkinkan menjadikan seorang pemimpin dari suatu keluarga yang memiliki
pengaruh dari keluarga yang kuat. Sejak tahun 1996 hingga saat ini, yang
menjabat kepala desa malang rapat masih memiliki hubungan persaudaraan. Hal
ini tentunya membuktikan kuatnya pengaruh politik kekeluargaan pada pemilihan
kepala desa Malang Rapat.
Desa Malang Rapat berada di Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
yang memiliki jumlah penduduk atau Daftar Pemilih Tetap dalam pemilihan
kepala desa adalah berjumlah ±1280 jiwa.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengetahui dan mempelajari data
dan fakta sebenarnya yang terjadi dilapangan terhadap keberlangsungan dinasti
politik di pemerintahan desa dilihat dari proses demokrasi pada pemilihan kepala
desa, desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan, oleh
karena itu penulis mengambil judul penelitian: “FENOMENA DINASTI
POLITIK PEMERINTAH DESA (Studi Desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan Tahun 2012)”.
B. Landasan Teoritis
1. Dinasti Politik
Dinasti politik merupakan sekumpulan orang atau elit penguasa yang
masih memiliki hubungan keluarga dekat yang saling mendukung dan secara
bergantian menduduki kekuasaan melalui pemilihan pada periodenya masingmasing (Komar, 2013: 33). Dinasti politik dalam dunia politik modern dikenal
sebagai elit politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga
sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarkhi politik. Dalam konteks
Indonesia, kelompok elit adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk yang
mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Sehingga mereka kadang
relatif mudah menjangkau kekuasaan atau bertarung merperebutkan kekuasaan.
Sebelum munculnya gejala dinasti politik, kelompok elit tersebut diasosiasikan
elit partai politik, elit militer dan polisi, elit pengusaha atau pemodal, elit agama,
elit preman atau mafia, elit artis, serta elit Aktifis.
2. Patron Klien
Menurut Patrick Spread (dalam Samsul Komar, 2013: 19-20) bahwa
konsep patron-klien berangkat dari teori pertukaran sosial (social exchange
theory) yang dikemukakan oleh Blau, bahwa ketidakseimbangan dalam
masyarakat terhadap materi dan keadaan sosial adalah menghasilkan perbedaan
dalam kekuasaan. Maksudnya struktur kekuasaan muncul karena terjadinya suatu
hubungan pertukaran yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan pertukaran
melahirkan kesenjangan kekuasaan dan ketidakseimbangan rasa hormat, sehingga
menjadi sangat relevan dengan dasar hubungan patron-klien. Dalam konsep
pertukaran sosial, mensyaratkan salah satu diantara dua pihak yg melakukan
pertukaran harus memiliki sumber daya yang dibutuhkan oleh pihak lainnya,
sedangkan pihak penerima (pihak lain tersebut) tidak memiliki sumber daya yang
sama nilainya untuk dipertukarkan dengan pihak pemberi. Sehingga satu-satunya
cara untuk membalas pertukaran ini adalah dengan memberikan kepatuhan
(menerima posisi sebagai subordinasi) kepada pihak pemberi sumber daya tadi.
Bekerjanya relasi patron-klien di sebuah desa sangat tergantung kepada
struktur ekonomi di desa tersebut. Desa-desa di mana sumber-sumber ekonomi
utama seperti perkebunan, pertambangan dan yang lainnya, yang masih dikuasai
oleh sekelompok kecil elit desa, serta angka kemiskinan yang masih tinggi,
menjadi lahan subur bagi bekerjanya relasi patron-klien. Relasi yang terbangun
bersifat vertikal di mana ada elit desa biasanya berperan sebagai “atasan (patron)”
dan masyarakat yang menjadi “bawahan (klien).” Patron biasanya memberikan
perlindungan, bantuan material dan spiritual kepada anak-buahnya, dan sebagai
imbalannya, para anak buah akan memberikan dukungan dan loyalitas kepada
patron (Muhaimin, 1991 : 11).
Dalam hubungan patron-klien menurut Pelras bahwa ada pihak yang
menjadi superior (patron) dengan kelebihan status sosial dan ekonominya, dan
pihak yang menjadi inferior (klien) karena status sosial dan ekonominya lebih
rendah. Orang-orang berada pada posisi sebagai inferior tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, sehingga membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Pada kondisi seperti inilah sang patron membantu memenuhi
kebutuhan klien-nya dengan status dan sumber dayanya. Pelras menambahkan
bahwa hubungan patron-klien digolongkan sebagai hubungan yang tidak sejajar
(tetapi tidak mengikat) antara atasan (patron atau pemimpin) dengan sejumlah
bawahan (klien, pelayan, atau pengikut), berdasarkan pertukaran pelayanan yang
asimetris, di mana secara de facto, patron tergantung kepada para klien yang
memberi pelayanan cuma-cuma yang bisa mencakup kewajiban secara ekonomis,
tugas-tugas dengan upah atau tidak, menjadi prajurit perang, dukungan politik dan
pelayanan lainnya, diimbangi dengan peran patron untuk menjadi figur pemimpin
bagi semua klien dan pemberian bantuan, termasuk pinjaman uang dan
perlindungan (dalam Samsul Komar, 2013: 20-21).
3. Pemerintahan Desa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 angka 2 memberikan
definisi dari pemerintahan desa adalah “penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Lalu pada angka 3 memberikan definisi
pemerintah desa adalah “Kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan desa”.
Penyelenggaraan
pemerintahan
desa
merupakan
sub
sistem
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Dalam pemerintahan daerah
kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawatan Desa. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat
desa.
Kepala desa menurut undang-undang dipilih seacara langsung oleh dan
dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia. Jika pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa “masa jabatan kepala desa adalah 6
(enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya” namun kemudian di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
pada pasal 39 bahwa “Kepala desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun
terhitung sejak tanggal pelantikan dan kepala desa dapat menjabat paling banyak 3
(tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut”.
Menurut
Undang-Undang
Permusyawaratan Desa
(BPD)
Nomor
berfungsi
6
Tahun
2014,
Badan
membahas dan menyepakati
Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat desa; dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
C. Hasil Penelitian
A. Faktor Sosiologis Masyarakat Desa Malang Rapat
Faktor sosiologis masyarakat Desa Malang Rapat dapat dilihat dari
beberapa aspek. Sebagaimana pada paparan terkait bab tentang gambaran umum
Desa Malang Rapat. Jika dilihat dari aspek mata pencahariannya, mayoritas mata
pencaharian masyarakat Desa Malang Rapat adalah nelayan yaitu sebesar 17%,
selanjutnya adalah karyawan di berbagai usaha baik berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum sebesar 13%, kemudian buruh tani sebesar 10%, lalu
wiraswasta adalah sebesar 11% dan kemudian ada beberapa mata pencaharian
atau pekerjaan masyarakat Desa Malang Rapat yang tidak terlalu dominan
diantaranya PNS, PTT, Honorer, Petani, Tukang semen, pedagang dan lain-lain.
Dengan ini, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas mata pencaharian
masyarakat Desa Malang Rapat adalah nelayan. Namun yang perlu diketahui juga
bahwa tingkat tertinggi persentase masyarakat yang tidak bekerja adalah berstatus
sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sebesar 47%.
Selanjutnya apabila dilihat dari aspek tingkat pendidikan dari masyarakat
Desa Malang Rapat, dapat dilihat bahwa masih sangat sedikit sekali warga dari
masyarakat Desa Malang Rapat yang lulus dari perguruan tinggi dan menjadi
sarjana. Rata-rata lulusan pendidikan dari warga setempat adalah lulusan SD,
SLTP dan SLTA. Bahkan untuk yang tidak lulus dari tingkat SD juga banyak.
Persentase lulusan SD adalah sebesar 19%, lulusan SLTP sebesar 20%, lulusan
SLTA sebesar 12%. Namun untuk warga setempat yang tidak lulus pada tingkat
SD adalah sebesar 30%, kemudian untuk tingkat buta huruf adalah sebesar 2%,
untuk yang belum menginjak ke pada jenjang pendidikan atau tidak sekolah
adalah sebesar 16%. Dan kemudian untuk lulusan S1 hanya sejumlah 1%.
Berdasarkan sumber data dari kantor Desa Malang Rapat, dapat penulis
menyimpulkan sementara bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Malang
Rapat masih cukup rendah.
Apabila kita lihat dari kehidupan beragama masyarakat Desa Malang
Rapat, dapat dikatakan bahwa mayoritas agama yang dipeluk oleh masyarakat
Desa Malang Rapat adalah beragama Islam yaitu sebesar 86%, lalu untuk
pemeluk agama Kristen Khatolik adalah sebesar 9%, untuk Budha adalah
sejumlah 3%, kemudian untuk agama Kristen Protestan adalah sejumlah 2%.
Lalu apabila dilihat pada kesukuan warga setempat adalah mayoritas
bersuku melayu yaitu sejumlah 62%, selanjutnya suku jawa sejumlah 16%, lalu
untuk suku flores sejumlah 13%, suku sunda sejumlah 4%, suku bugis sejumlah
3%, dan untuk suku buton, batak, minang dan suku lainnya berjumlah rata-rata
2%.
B. Pemilihan Kepala Desa Malang Rapat Tahun 2012
Pemilihan kepala Desa Malang Rapat pada tahun 2012 dilaksanakan pada
tanggal 8 April 2012. Peserta Pemilihan kepala desa pada saat itu berjumlah 3
(tiga) calon diantaranya adalah :
1) Nomor urut 1 yaitu Bapak Yusran munir
2) Nomor urut 2 yaitu Bapak Sakri
3) Nomor urut 3 yaitu Bapak Rasidi.
Kemudian setelah pemungutan suara dilakukan, perolehan suara yang
dihasilkan oleh masing-masing calon kepala Desa Malang Rapat Tahun 2012
adalah sebagai berikut :
- Nomor urut 1, Bapak Yusran munir
: 234 suara
- Nomor urut 2, Bapak Sakri
: 923 suara
- Nomor urut 3, Bapak Rasidi
: 84 suara
Karena bapak Sakri mendapatkan perolehan suara tertinggi, maka pada
saat itu ditetapkanlah Bapak Sakri sebagai kepala desa terpilih periode 2012-2018.
Apabila di lihat dari jumlah pemilih tetap pada pemilihan kepala desa tersebut
adalah berjumlah 1.480 yang terdiri dari 773 untuk jumlah pemilih laki-laki dan
707 untuk jumlah pemilih perempuan, kemudian pemilih yang menggunakan hak
suaranya adalah berjumlah 1.250 (84,46%) dan yang tidak menggunakan hak pilih
atau surat suara tidak sah adalah berjumlah 230 (15,54%). Dengan ini maka dapat
dikatakan bahwa partisipasi pemilih dalam pemilihan kepala Desa Malang Rapat
tahun 2012 cukup tinggi, karena persentase pemilih yang menggunakan hak
suaranya melebihi 60 % dari jumlah pemilih tetapnya.
C. Relasi Patron dan Klien Dalam Menjaga Sistem Dinasti Politik Desa
Malang Rapat.
Dari semua pernyataan yang disampaikan oleh para informan, bahwa
kehidupan sosiologis masyarakat di Desa Malang Rapat telah dapat diukur baik
dari aspek mata pencaharian atau pekerjaan, pendidikan, agama, suku dan yang
lainnya. Apabila dilihat dari aspek mata pencaharian dapat diketahui bahwa
mayoritas mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat Desa Malang Rapat di
dominasi oleh pekerjaan sebagai nelayan yaitu sebesar 17% dan yang tidak
bekerja sebanyak 47% yang di dominasi oleh Ibu Rumah Tangga. Dari aspek
pendidikan juga terdapat stratifikasi, yang mana berdasarkan persentase bahwa
masyarakat yang tidak lulus SD adalah sebanyak 30%, lalu untuk masyarakat
yang lulus SD adalah sebanyak 19%, lulus SLTP sebanyak 20%, lulus SLTA
sebanyak 12% dan lulus S1 sebanyak 1%.
Terkait paparan penulis tersebut diatas, dengan ini maka dapat dikatakan
bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Malang Rapat masih sangat rendah
dan kemudian pada aspek pekerjaan, mayoritas pekerjaan masyarakat Desa
Malang Rapat adalah nelayan walau disisi lain hampir sebagian besar adalah
berstatus tidak bekerja yaitu dari kalangan ibu rumah tangga. Menurut penulis
untuk pekerjaan atau mata pencaharian nelayan pada dasarnya tidak dapat
memberikan jaminan kesejahteraan atau kemakmuran dalam menghidupi keluarga
bagi sebagian warga yang bekerja sebagai nelayan. Melihat kondisi seperti ini,
maka dapat diidentifikasi bahwa jenis kelompok masyarakat seperti ini adalah
masuk pada kelompok klien. Jika dilihat dari aspek kehidupan sosial budaya yaitu
dari kesukuan masyarakat Desa Malang Rapat, mayoritas suku di desa tersebut
adalah melayu dan mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Desa Malang
Rapat adalah Islam. Dengan ini kehidupan spritual dan kesukuan tentunya sangat
berpengaruh kuat terhadap pola kehidupan masyarakat tersebut. Pada intinya
kehidupan beragama dan kesukuan di Desa Malang Rapat berjalan harmonis.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh beberapa informan tersebut
baik dari pemilih maupun RT, dapat penulis menarik kesimpulan sementara
bahwa telah terjadi transaksi politik tanpa disadari klien yang dilakukan oleh
patron, terutama pada calon kepala desa yang bernama Sakri. Dalam hal ini,
transaksi politik disini telah muncul apa yang disebut dengan politik uang (money
politics) yang dilakukan oleh patron. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Ismawan, bahwa politik uang diartikan sebagai upaya mempengaruhi perilaku
orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu atau bisa dikatakan sebagai jual
beli suara pada proses politik demokratisasi atau pemilihan umum seperti
pemilihan tingkat nasional maupun pemilihan tingkat desa (Ismawan, 1999 : 5).
Kemudian dapat dipahami bahwa politik uang adalah pemberian berupa
apapun untuk mempengaruhi keputusan pilihan seseorang atas pemimpin di dalam
kontestasi pemilihan umum dalam rangka memperoleh kekuasaan. (Wibowo,
2013 : 186).
Jual beli suara pada pemilihan kepala desa di Desa Malang Rapat tersebut,
menurut penulis sangat merugikan, dengan adanya money politics, pada dasarnya
akan melatih masyarakat untuk bertindak curang. Suara hati nurani seseorang
dalam bentuk aspirasi yang murni dapat dibeli demi kepentingan. Prinsi-prinsip
demokrasi telah tercemari dalam praktik politik uang
Menurut penulis, politik uang sangat berbahaya dalam membangun sebuah
proses demokrasi yang bersih karena perannya yang sangat berdampak merusak,
diantaranya : pertama, politik uang merendahkan martabat rakyat. Para calon
yang menggunakan politik uang untuk menentukan siapa yang harus dipilih dalam
pemilu telah secara nyata merendahkan martabat masyarakat dalam berdemokrasi.
Suara dan martabat masyarakat dinilai dengan bahan makanan atau uang yang
sebenarnya nilainya tidak sebanding dengan apa yang akan didapat selama
periodesasi sang calon ketika menduduki jabatan yang berhasil direbut dengan
cara ini. ; kedua, politik uang mematikan kaderisasi politik. Kaderisasi politik
akan mati total jika terjadi politik uang dalam pemilihan. Sang calon merasa tidak
terbeban kepada pemilih karena akan menganggap keheberhasilannya sebagai
sesuatu yang telah dibeli dari rakyat saat terjadi transaksi jual-beli suara. Sebagai
konsekuensinya sang calon akan sibuk mempertahankan kekuasaannya di posisi
tersebut dan akan tetap maju sebagai kandidat di periode selanjutnya ;
ketiga, politik uang akan berujung pada korupsi. Korupsi yang marak terjadi
adalah sebuah bentuk penyelewengan anggaran. Motivasi dilakukannya korupsi
adalah untuk mengembalikan kerugian yang terjadi saat kampanye dimana sang
calon telah melakukan politik uang dalam rangka membodohi rakyat untuk
kepentingan meraup suara. ; keempat, politik uang membunuh transformasi
masyarakat. Transformasi atau perubahan sebuah masyarakat ke arah yang lebih
baik akan terhambat, bahkan mati jika proses demokrasi didominasi dengan
politik uang. Perubahan yang diimpikan jelas tidak akan tercapai karena sang
calon,
ketika
menang,
akan
menghabiskan
seluruh
energinya
untuk
mengembalikan semua kerugian yang telah dikeluarkan selama kampanye,
utamanya kerugian yang terjadi akibat jual-beli suara dalam kerangka politik
uang. Sang calon secara nyata tidak akan merasa terbebani karena menganggap
bahwa dia telah membeli suara dan kondisi keterpurukan masyarakat tidak
menjadi urusan dia.
. Walau diketahui bahwa walaupun sebagian masyarakat Desa Malang
rapat yang berkerja sebagai nelayan terlihat tercukupi kebutuhannya sehari-hari
namun perubahan kehidupan yang lebih baik tidaklah terlalu berubah signifikan.
Namun pada sebagian keluarga yang bergantung pada perkerjaan nelayan, masih
sebagian besar menggantungkan hidupnya pada salah seorang elite Desa setempat
yang mana elite Desa tersebut yang juga kebetulan menjadi salah satu Calon
Kepala desa Malang Rapat pada tahun 2012, dengan ini pertukaran kebutuhan
pada saat pemilihan Kepala Desa pun terjadi. Elit Desa tersebut yang
memposisikan dirinya sebagai patron meminta dukungan moril terhadap niatnya
untuk menjadi kepala desa sementara masyarakat setempat selaku klien bersedia
karena
pengaruh
tekanan
ekonomi
untuk
mengabdi
atau
memberikan
dukungannya kepada patronnya. Maka dengan ini, pengaruh rendahnya taraf
perekonomian masyarakat di suatu daerah pada saat pemilihan pemimpin di
komunitasnya sangat mudah dipengaruhi dengan adanya bantuan-bantuan yang
diberikan oleh elit di komunitasnya tersebut dimana elit komunitas tersebut
bermaksud untuk menjadi pemimpin di komunitas tersebut.
Faktor spiritualitas dalam hal pemeluk agama di Desa Malang Rapat di
dominasi muslim atau, dapat diketahui juga bahwa Sakri yang beragama Islam
serta kerabatnya memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat Desa Malang
Rapat. Hal ini dapat diketahui bahwa beberapa orang kerabat dari keluarga Sakri
adalah seorang alim ulama dan sering memberikan ceramah atau tausyah di
beberapa Mesjid di daerah setempat.
Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Peter M. Blau (dalam Philipus,
Nurul Aini, 2011: 42) terkait hubungan patron-klien, bahwa antara bapak Sakri
sebagai patron dan warga Desa Malang Rapat sebagai klien baik bersifat afektif
maupun instrumental memang sudah terjadi pertukaran kebutuhan, artinya disini
telah terjadinya proses simbiosis mutualisme. Dan lebih lanjut menurut Peter M.
Blau, pertukaran yang terjadi antara patron-klien jika di gambarkan pada kondisi
sosial Desa Malang Rapat memang sudah sesuai yaitu adanya imbalan satu sama
lain yaitu uang, persetujuan sosial, penghormatan/penghargaan dan kepatuhan.
Jika dilihat dari ciri-ciri hubungan patron-klien di Desa Malang Rapat
dapat dijabarkan :
1.
Adanya ketidakseimbangan status antara patron dan klien, dimana patron
dalam hal ini Sakri dan keluarga memiliki tingkat kemapanan ekonomi yang
cukup mampu, sedangkan pada posisi klien dalam hal ini warga Desa Malang
rapat dapat diketahui bersama tingkat perekonomian rata-rata masih rendah,
yang mana rata-rata warga Desa Malang Rapat kebanyakan bekerja sebagai
nelayan dan masyarakat yang tidak bekerja justru lebih banyak persentasenya
yaitu dari kalangan ibu rumah tangga.
2.
Meskipun patron juga mengharapkan bantuan dari klien, tetapi kedudukan
patron dalam hal ini Bapak Sakri dan kerabat justru tetap lebih tinggi dari
klien.
3.
Ketergantungan klien dalam hal ini warga Desa Malang Rapat pada patron
dalam hal ini Sakri dan kerabatnya adalah karena adanya pemberian barangbarang seperti sembako, pemberian pinjaman dana untuk kepentingan usaha
dan lain-lain yang dibutuhkan klien dari patron yang menyebabkan adanya
rasa utang budi klien pada patron.
4.
Dengan adanya utang budi seperti ini menyebabkan terjadinya hubungan
saling ketergantungan.
Sesuai pemikiran Pelras, bahwa dalam membangun hubungan patronklien, dapat kita lihat bahwa patron dalam hal ini Bapak Sakri telah menunjukkan
kedermawanan kepada warga Desa Malang Rapat dan membangkitkan rasa
hormat dari kalangan pengikut dengan melindungi dan menjaga kesejahteraan
mereka lebih baik dibanding yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan
suara yang didapat oleh Sakri pada pemilihan kepala Desa Malang Rapat Tahun
2012, bahwa jumlah pemilih tetap adalah 1.480, namun perolehan suara yang di
dapat oleh sakri adalah sebesar 923 suara.
Maka dengan ini sudah cukup jelas bahwa relasi patron dan klien di Desa
Malang Rapat dengan parameter pada pemilihan kepala Desa Malang Rapat tahun
2012 memang sudah terjalin kuat, sehingga sistem dinasti politik mampu bertahan
cukup lama. Baik dari sebelum Sakri memimpin menjadi kepala desa, yang mana
Bapak Bakhtiar dan M. Nazar yaitu pendahulunya yang memiliki hubungan
kekerabatan dengan Sakri.
Dengan menguatkan Dinasti Politik di Desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan, penulis berpendapat bahwa terdapat dua
dampak apabila Dinasti Politik tersebut tetap berjalan, yaitu berdampak positif
dan juga berdampak negatif
Menurut penulis, dampak positif dari keberlangsungan Dinasti Politik
terutama di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
adalah sebagai berikut :
1. Figur yang tampil pada saat pemilihan kepala desa sudah lebih dikenal
masyarakat dan sudah menjalani pendidikan politik di dalam keluarganya,
sehingga sudah memiliki modal politik. Figur calon sudah memiliki rekam
jejak politik yang panjang sesuai dengan perjalanan keluarganya.
2. Sistem politiknya lebih berstruktur karena diperoleh dari turun temurun.
3. Sistem pemerintahan yang dijalankan lebih mendapat kepercayaan dari
masyarakat.
4. Stabilitas sistem pemerintahan dapat berjalan dengan baik jika relasi atau
hubungan timbak balik antara kepala desa maupun kerabat kerabat kepala desa
sebagai Patron dengan masyarakat sebagai Klien selalu terjaga.
Sedangkan dampak negatif dari keberlangsungan Dinasti Politik tersebut adalah :
1. Tidak adanya keselarasan antara tuntutan profesi dengan kemampuan.
2. Segala kebijakan politik pemerintahan lebih cenderung mengutamakan
kepentingan pribadi atau sekelompok golongan tertentu daripada kepentingan
khlayak (umum).
3. Tertutupnya kesempatan calon di dalam masyarakat yang merupakan kader
handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit
dinasti semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan
konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.
4. Sulitnya
mewujudkan
cita-cita
demokrasi
karena
tidak
terciptanya
pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi
kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan
terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
sangat besar. Efek negatif dari Politik Dinasti yang paling sering kita dengar
adalah nepotisme dimana hubungan keluarga membuat orang yang tidak
kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana
orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan tidak memiliki
hubungan keluarga.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang Fenomena
Dinasti Politik Pemerintah Desa (Studi Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan Tahun 2012), maka dengan ini dapat penulis tarik
kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Bertahannya sistem dinasti politik di Desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan disebabkan relasi patron dan klien
sangat kuat. Bapak Sakri yang memiliki pengaruh besar di Desa Malang
Rapat di dukung juga dari keluarga kerabat yang secara estafet memimpin
desa tersebut. Kemudian dukungan kemapanan secara ekonomi yang kuat
serta juga berpengaruh terhadap terciptanya posisi patron yang melekat
pada bapak Sakri dan kerabat. Sementara itu, dalam posisi klien yaitu
warga masyarakat Desa Malang Rapat yang sebahagian banyak
bergantung kepada Bapak Sakri dan kerabatnya yang tentunya dengan
berbagai motif seperti misalnya kebutuhan ekonomi, perlindungan
keamanan dan lain-lain. Hubungan ketergantungan antara patron dan
klien, dimana posisi patron yang melekat pada bapak Sakri dan klien pada
warga Desa Malang Rapat terdapat hubungan saling ketergantungan satu
sama lain. Hal inilah yang membuat sistem dinasti politik di Desa Malang
Rapat terus bertahan.
2. Pada dasarnya sistem dinasti politik terkhusus di Desa Malang Rapat
tentunya memiliki nilai manfaat dan juga kerugian. Walau di Desa
Malang Rapat dengan berjalannya sistem dinasti politik dalam masa ke
masa di sebabkan kuatnya hubungan patron dan klien, tidak menimbulkan
permasalahan yang serius, karena jika dilihat dari faktor sosiologis baik
dari segi perekonomian dan rendahnya tingkat pendidikan, justru
masyarakat setempat dengan sukarela menerima keadaan sistem dinasti
politik tersebut. Disisi lain, sistem dinati politik yang terlaksana di Desa
Malang Rapat hingga saat ini tidak menjamin, apabila pemimpin
selanjutnya yang memimpin memiliki sistem kepemimpinan yang baik
apabila patron tersebut hanya bertopang pada kekuatan perekonomian
pribadi saja. Artinya jika sistem dinasti politik dibiarkan terus berjalan
tanpa pengawasan melalui regulasi peraturan, maka penyalagunaan
kewenangan akan kemungkinan besar dapat terjadi. Dan hal inilah yang
akan menjadi hal yang merugikan rakyat jika sistem dinasti politik di
Desa Malang Rapat terus terlaksana.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka penulis dapat memberikan
saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berkaitan dengan budaya sistem dinasti politik di desa, terkhusus di Desa
Malang Rapat, diharapkan agar peraturan daerah maupun peraturan Bupati
terkhusus di Kabupaten Bintan dibuatkan pengaturan pasal terkait
persyaratan untuk menjadi kepala desa agar memperhatikan baik buruknya
terkait calon kepala desa yang mencalonkan memiliki hubungan keluarga
dan kerabat dengan kepala desa yang sebelumnya.
2. Pada kesempatan ini juga penulis menyarankan agar dalam berjalannya
pelaksanaan pemilihan kepala desa terkhusus di Desa Malang Rapat
kedepannya agar perangkat desa, baik kepala desa, BPD, Panitia
Pemilihan Kepala Desa sekiranya sebaik mungkin mengawasi pelaksanaan
pemilihan kepala desa yang jujur, adil dan bertanggung jawab, tentunya
agar terhindarnya permainan politik uang yang merusak citra dan sistem
demokrasi di desa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Hadiz, Vedi R. 2005. Dinamika Kekuasaan ; Ekonomi Politik Indonesia PascaSoeharto, LP3ES : Jakarta.
Hamdi, Muchlis. 2006. Memahami Ilmu Pemerintahan, suatu kajian, teori, konsep,
dan perkembangannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ismawan, Indra. (1999). Money politik (pengaruh uang dalam pemilu).Yogyakarta :
Media Pressindo.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa.
Jakarta: Balai Pustaka.
Kartono, Kartini. 1989. Pendidikan Politik: Sebagai Bagian Dari Pendidikan
Orang Dewasa, Bandung: CV Mandar Maju.
Koentjaraningrat. 1984. “Kepemimpinan dan Kekuasaan : Tradisional, Masa Kini,
Resmi dan Tak Resmi,” Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa,
Jakarta ; Pustaka Sinar Harapan.
Maksudi, Beddy Iriawan. 2012. Sistem Politik Indoensia:Pemahaman secara
Teoritik dan Empirik. Jakarta:Rajawali Pers.
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Muhaimin, Yahya. 1991. Bisnis dan Politik, Jakarta ;LP3ES.
Ndraha T, 1997. Prospek Pemerintahan Desa Pada Mellenium Ketiga. Jakarta: Jurnal
Ilmu Pemerintahan, edisi 6.
Ng. Philipus dan Nurul Aini. 2011. Sosiologi dan Politik. Jakarta : Rajawali Pers.
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis, Jakarta ; Nalar.
Rasyid, Ryas. 1997. Makna Pemerintahan. Jakarta: Yarsif Watampone.
S, Nasution. 2001. Metode Resech. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suhartono, et. al, 2001. Politik Lokal. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Sorensen, Georg. 2003. Demokrasi dan demokratisasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar bekerja sama dengan CCSS
Sutoro, Eko. 2003. Transisi demokrasi Indonesia, Yogyakarta : APMD Pres.
Wibowo, P.A (2013). Mahalnya demokrasi memudarnya ideologi. Jakarta:
Kompas Media Nusantara.
Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, Bulat Dan Utuh.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tesis :
Komar, Samsul. 2013. Dinasti Kepala Desa : Studi tentang Survivabilitas Dinasti
Politik Di Desa Puput Kecamatan Simpangkatis Kabupaten Bangka Tengah.
Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Jurusan Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
Peraturan :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. Pemerintahan
Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 7 Tahun 2007 tentang Badan
Pemusyawaratan Desa (BPD).
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala
Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyususunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Internet :
(http://id.scribd.com/doc/105224306/Definisi-Politik-Dinasti), Ivan Fauzan, diunduh
tanggal 08 Januari 2013.
(http://otda.kemendagri.go.id/index.php/categoryblog/748-ambang-batas-dinastipolitik), diunduh tanggal 08 Januari 2013.
Download