BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil belajar Geografi Hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sudjana (2005: 3) hakikat hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan pribadi individu pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan pribadi ndividu pada aspek kognitif merupakan wujud hasil belajar bersifat fungsionalstruktural. Artinya belajar merupakan kegiatan melatih daya ingat (mengasah otak) agar tajam dan berguna dalam memecahkan berbagai persoalan hidup. Melalui belajar maka struktur kognitif individu dapat mengalami perubahan ketika berhadapan dengan hal-hal baru yang tidak mampu diorganisasikan ke dalam struktur yang telah ada (prinsip asosiasi). Oleh karena itu belajar memiliki makna perubahan structural karena adanya penambahan materi pengetahuan baru yang berupa fakta, informasi, nilai-nilai teori dan lain sebagainya. Hasil belajar tampak sebagai sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurangs sopan menjadi sopan, dan sebagainya, Hamalik (2001:155). Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak (proses berpikir) termasuk dalam ranah kognitif. Proses berpikir ini ada enam jenjang mulai dari jenjang yang terendah sampai dengan jenjang tertinggi Arikunto (2003: 114). Keenam jenjang tersebut adalah : 9 10 a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang untuk menginagt kembali tentang nama, istilah ide, gejala, rumus-rumus dan lain sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. b. Pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan eseorang memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat melalui penjelasan dari kata-katanya sendiri. c. Penerapan (application), yaitu kesanggupan seseorang menggunakan ideide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, teori-teori dan lain sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret. d. Analisis (analysis), yakni kemampuan seseorang menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. e. Sintesis (synthesis), adalah kemampuan berpikir yang memadukan bagianbagian atau unsure-unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang baru dan terstruktur. f. Penilaian (evaluation), adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide atas beberapa pilihan kemudian menentukan pilihan nilai atau ide yang tepat sesuai dengan criteria yang ada. 2. Strategi Pembelajaran Pembelajaran adalah proses penambahan informasi dan kemampuan (Sanjaya, 2011: 129). Menurut Cahyo (2013: 18) pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk siswanya agar siawa dapat belajar sesuai minat dan kebutuhannya. Menurut Hernawan, dkk (2011: 94) pembelajaran merupakan proses timbale balik yang dilakukan antara guru dengan siswa maupun siswa dengan guru dengan proses komunikasi yang dapat diterima, disepakati, dipahami oleh pihak yang ada di dalamnya. Menurut Rusman (2012: 93) pembelajaran merupakan suatu system, yang terdiri dari tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang harus diperhatikan dalam menentukan atau memilih strategi yang akan digunakan. Kesimpulan dari 11 pembelajaran adalah proses penambahan informasi dan kemampuan yang dilakukan oleh guru dengan siswa, maupun siswa dengan guru dengan berkomunikai yang dapat diterima, disepakati dan dipahami oleh kedua pihak. Strategi pembelajaran merupakan pembentukan dari dua kata yaitu strategi dan pembelajaran. Strategi yang berarti cara menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan yang diharapkan, sedangkan pembelajaran yang berarti upaya membelajarkan siswa, Wena (2009: 2). Dengan demikian strategi pembelajaran adalah cara menggunakan sumber daya untuk membelajarkan siswa. Sedangkan menurut Gafur (2012: 73) strategi pembelajaran sering digunakan untuk menyebut metode pembelajaran. Menurut Solihatin (2012: 4) strategi pembelajaran adalaha pendekatan menyeluruh dalam suatu system pembelajaran yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Anitah (2008: 13) strategi pembelajaran adalah pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Persoalan yang perlu dicermati agar siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. Persoalan ini terkait erat dengan strategi pembelajaran karena terjadinya kegiatan belajar yang optimal membutuhkan upaya-upaya strategis dan sistematis (Supriadie, 2012:127). Strategi pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan memperhatikan kebutuhan siswa serta minat siswa agar proses yang terjadi efektif dan efisien. Menurut peneliti, strategi pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dengan mempersiapkan cara dan upayaupaya secara matang untuk meraihnya. Contoh dari penerapan suatu strategi adalah pada pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik yang dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Seorang pendidik haru mempersiapkan strategi 12 yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dengan baik dan menyenangkan serta mencapai tujuan yang diharpkan yaitu siswa paham akan materi yang diberikan. Biasanaya strategi pembelajaran yang dipilih sesuai dengan materi yang akan diberikan. Misalnya Mind mapping digunakan untuk materi yang bersifat hapalan seperti mata pelajaran IPS. a. Strategi Pembelajaran Mind Mapping Menurut Gafur (2012: 73) strategi mengandung makna berbagai alternatif kegiatan dan pendekatan yang dapat dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2010: 5) strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang digariskan. Menurut Hamid (2012: 224-225) beberapa permainan juga dapat dijadikan strategi pembelajaran untuk membuat suasana dalam proses berjalan secara menyenangkan dan tidak membosankan bagi para siswa. Salah satu permainan yang bias dijadikan pembelajaran adalah permainan mind mapping. Pembelajaran mind mapping merupakan pendekatan pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik dalm berpikir dan mengeksplorasi konsep materi pembelajaran dengan menggunakan hubungan visual spasial sehingga memunculkan tema pokok sebagai kunci dari cabangcabang materi yang lainnya(Zipp&Maher, 2013). Mata pelajaran geografi yang membutuhkan hapalan yang cukup banyak, strategi mind mapping sangat cocok untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Mind mapping adalah sebuah peta pikiran yang efektif untuk proses belajar. Menurut Winduro (2010:16) mind mapping adalah teknis grafis yang memungkinkan kita untuk mengeksploitasi seluruh kemampuan otak kita untuk keperluan berpikir dan belajar. Peta pikiran (mind mapping ) juga dapat diartikan sebagai suatu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja orak yang terdapat di dalam diri seseorang. 13 Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, symbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Hasil dari mind mapping yang dibuat oleh peserta didik yang baik akan memungkinkan peserta didik untuk memahami hubungan konsep utama pada materi pembelajaran tertentu dengan mudah, mengeluarkan dan mendapatkan pemahaman konsep lebih cepat dan lebih baik dari pada mencoba memahami dari lisan penjelasan saja. (Tungprara, 2015) Menurut Siberman (2001: 181) pemetaan pikiran adalah cara kreatif bagi siswa secara individu untuk menghasilkan ide-ide, mencatat pelajaran, atau untuk merencanakan penelitian baru. Menurut Buzan (2007: 4) mind map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita. Menurut Huda (2014: 307) mind mapping merupakan strategi ideal untuk melejitkan pemikiran siswa. Mind mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Mind mapping adalah cra mencatat kreatif, efektif dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kitan (Tony Buzan, 2005: 4). Mind mpping merupakan pembelajaran yang membutuhkan kreatifitas dalam pelaksanaannya. Pembelajaran dengan mind mapping merupakan pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan peta jalan pikiran yang menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dicerna dan diingat. Mind mapping juga menjadi peta yang hebat bagi ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan pemikiran sedemikian rupa sehingga proses belajar menjadi mudah karena informasi lebih mudah diingat. Dalam proses pembelajaran Tony Buzan mengemukakan bahwa mind mapping dapat membantu dalam beberapa hal diantaranya yaitu merencana, berkomunikasi, menjadi lebih kreatif, menghemat waktu, menyelesaikan masalah, memusatkan perhatian, menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran, 14 mengingat dengan lebih baik, belajar lebih cepat dan efisien, melihat “gambar keseluruhan” (2005: 6). Proses pembuatan mind mapping itu sendiri membantu siswa dalam merencanakna hal-hal yang ingin dikemukakan, berkomunikasi menggunakan bahasa khas mereka sendiri serta melatih mengembangkan kreativitas siswa. Mind mapping juga dapat diartikan dalam bahasa pola. Dalam proses pembelajaran geografi hamper setiap materi yang dipelajari memiliki pola tersendiri (kecuali bahasa lisan yang diucapkan), pola yang sederhana. Masing-masing bahasa ini didasarkan pada ilustrasi sederhana yang unik serta saling terkait dan berkombinasi dalam cara sederhana untuk menciptakan pengungkapan ide, emosi, argument analitis, temuan, karya seni yang rumit. (David N. Hyerle dkk, 2012: 2). Seperti halnya yang diungkapkan David bahwa pemetaan pikiran merupakan pengungkapan ide-ide rumit menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dimengerti oleh siswa dan memudaahkan dalam segi pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran. Peta pemikiran sebagai pola kognitif merupakan cara bagi pembelajar atau siswa menyampaikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Guru hanya memfasilitasi, menyampaikan, dan memediasi pemikiran teresbut. Penerapan pembelajaran mind mapping menurut Mel Silberman (1996:188) yaitu menentukan pokok bahasan untuk pemetaan pikiran, melakukan konstruksi tentang pemetaan pemikiran yang sederhana menggunakan warna, khayalan, atau symbol dengan menggunakan bahasa siswa itu sendiri, memberikan peralatan dan sumber-sumber lain yang dapat membantu siswa dalam pembuatan peta pemikiran yang berwarna dan indah, siswa melakukan pengerjaan peta pemikiran dan mengembangkan peta pemikiran sesuai dengan pokok bahasan yang telah ditetapkan, melakukan diskusi dengan menggunakan peta pemikiran yang telah dibuat dan diharapkan siswa dapat memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan secara menyeluruh. 15 Menurut peneliti mind mapping adalah suatu cara yang unik atau kreatif yang dilakukan seseorang dalam mengingat suatu materi yang memerlukan hapalan. Cara mengingatnya menggunakan suatu gambar yang akan bercabang-canag dan juga menggunakan warna-warna. Menurut Buzan (2007: 20) langkah-langkah membuat mind mapping adalah : (1) Ambillan selembar kertas putih polos. (jangan menggunakan kertas bergaris-garis karena akan menghentikan aliran idemu). Pastikan kertas diletakkan menyamping. (2) Ambillah beberapa spidol berwarna cerah. Pilih warna-warna kesukaanmu. (3) Gambar sebuah gambar di tengah halaman yang berhubungan dengan apa yang telah kamu lakukan atau kemana kamu pergi berlibur. Dengan menempatkan ide utama de tengah bagian muka pikiran akan tetap terpusat dan kamu akan bebas menyebarkan idemu ke segala arah. (4) Pilih sebuah warna dan gambarlah sebuah cabang utama yang memancar dari gambar sentral. Teblkan gambar cabang yang menempel ke gambar sentral lalu semakin menipis kea rah ujungnya. Tulis ide pertamamu di gambar sentral dengan satu kata saja dan ditulis dengan huruf capital. (5) Biarkan otakmu berpikir tentang gagasan-gagasan untuk mengembangkan cabang-cabang utama. Dalam membuat mind mapping perlu di perhatikan hal-hal berikut ini yaitu antara lain letakkan gagasan/tema/poin utama di tengah-tengah halaman kertas dan posisi kertas dalam keadaan landscape (posisi terbentang), gunakan garis atau tanda panah dan warna-warna yang berbeda untuk menunjukkan hubungan antara tema utama dan gagasan pendukung lainnya, hindari untuk bersikap latah (lebih menampilkan karya bagus daripada konten di dalamnya) dan mind mapping harus dibuat dengan tidak menyita waktu yang banyak, pilihlah warna yang berbeda untuk mensimbolisasi sesuatu yang berbeda, biarkan beberapa ruang kosong dalam kertas dimaksudkan untuk memudahkan penggambaran lebih jauh ketika muncul gagasan baru. Keunggulan penggunaan strategi pembelajaran mind mapping pada proses pembelajaran yaitu dapat mengemukakan pendapat secara bebas, dapat bekerjasama dengan teman lainnya, catatan lebih padat dan jelas, lebih 16 mudah mencari catatan jika diperlukan, catatan lebih terfokus pada inti materi, mudah melihat gambar keseluruhan, membantu otak untuk :mengatur, mengingat, membandingkan dan membuat hubungan, memudahkan penambahan informasi baru, pengkajian ulang bisa lebih cepat, bersifat unik. Kekurangan penggunaan strategi pembelajaran mind mapping pada proses pembelajaran yaitu hanya siswa aktif yang terlibat, tidak sepenuhnya terjadi proses pada siswa yang kurang antusias, mapping siswa bervariasi sehingga guru akan kewalahan memeriksa mapping siswa b. Strategi Pembelajaran Ekspository Strategi Pembelajaran ekspository adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (dalam Wina Sanjaya) menamakan metode ekspositori dengan istilah strategi pembelajaran langsung (Direct Instruction) karena dalam hal ini siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena metode ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah metode chalk and talk. Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach) (Wina Sanjaya, 2008:179). Dikatakan demikian, sebab guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui metode ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama metode ini adalah kemampuan akademik siswa (academic achievement student). Menurut Wina Sanjaya (2008:181), prinsip-prinsip pembelajaran dengan metode ekspositori yang harus diperhatikan oleh setiap guru yaitu berorientasi pada tujuan, memiliki prinsip komunikasi, memiliki prinsip kesiapan, memiliki prinsip berkelanjutan. Berorientasi pada tujuan digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Walaupun 17 penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam metode ini, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan metode ini. Dalam prinsip komunikasi, proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang telah diorganisir dan disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan. Prinsip Kesiapan, dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu hubelajar.Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih dahulu memosisikan siswa dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya. Prinsip Berkelanjutan, proses pembelajaran ekspository harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Pada Pelaksanaannya metode ekspositori memiliki prosedur-prosedur pelaksanaan, secara garis besar digambarkan oleh Wina Sanjaya (2008) yaitu meliputi persiapan (preparation), penyajian (presentation), korelasi (correlation), menyimpulkan (generalitation), mengaplikasikan (aplication). Tahap persiapan (preparation) berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam metode ekspositori, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan yaitu mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif, membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, merangsang dan mengubah rasa ingin tahu siswa, menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka. 18 Tahap penyajian (presentation) adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya : Penggunaan bahasa, intonasi suara, Menjaga kontak mata dengan siswa, serta menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana kelas tetap hidup dan menyenangkan. Tahap korelasi (correlation) adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki siswa maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa. Menyimpulkan (Generalization) adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan, siswa dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan, dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi. Tahap aplikasi (Aplication) adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas yang relevan, serta dengan memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk dikerjakan oleh siswa. 19 Keunggulan penggunaan strategi pembelajaran espository pada proses pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2008:185) adalah dengan metode ekspositori guru dapat mengontrol urutan dan keluasan pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan, metode pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas, melalui Strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan Demonstrasi), metode pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. Kelemahan penggunaan strategi pembelajaran espository pada proses pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2008:186) adalah metode pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, metode ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar siswa, metode ini sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis, keberhasilan metode pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, senmangat, antusiasme, motivasi, dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dipastikan pembelajaran tidak mungkin berhasil, pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.mengingat gaya komunikasi metode pembelajaran ini lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication). Sehingga kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan terbatas pula. 3. Kreativitas Dalam kegiatan pembelajaran, banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Kreativitas siswa dapat mempengaruhi keberhasilan belajar 20 siswa. Pendapat beberapa tokoh tentang kreativitas siswa antaranya adalah menurut Barron dalam Asrori (2007:61) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus baru sama sekali, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Enny Semiawan(1984:9) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, atau melihat hubunganhubungan baru antar unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Dari pengertian di atas, kreativitas seakan hanya tertuju pada suatu produk dari hasil pemikiran atau perilaku manusia. Namun sebenarnya kreativitas dapat pula dilihat sebagai proses dan mungkin inilah esensial dan perlu dibina pada peserta sejak dini untuk melakukan hal secara kreatif. Satiadarma (2003, 117) kreativitas didefinisikan menjadi empat dimensi yaitu person, process, press, dan product. Kreativitas sebagai suatu proses (process) dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk pemikiran dimana individu berusaha menemukan suatu hubungan-hubungan yang baru, mendapatkan jawaban, model, atau cara-cara dalam menghadapi suatu masalah. Kreativitas sebagai pendorong (press) yang datang dari diri sendiri berupa hasrat dan motivasi yang kuat untuk berkreasi. Kreativitas sebagai hasil (product) yaitu segala sesuatu yang diciptakan oleh seseorang sebagai hasil dari keunikan pribadinya dalam interaksi dengan lingkungannya. Kreativitas sebagai proses mental yang unik dapat menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinal. Menurut Robert J. Stenberrg and Wendy M. William dalam Slamet Riyadi (2010: 38) mengungkapkan bahwa: Creativity requires a balance among synthetic, analytic, and practical abilities. The person who is only synthetic may come up with innovative ideas, but cannot recognize or sell them. The person who is only analytic may be an excellent critic of other people’s ideas, but is not likely to generate creative ideas. The person who is only practical may be an excellent saleperson, but is as likely to sell ideas or products of little or no value to sell genuinely creative ideas. 21 Unsur-unsur dalam kreativitas antara lain sintesis, analitis, dan kemampuan praktis yang kesemuanya harus berjalan dengan seimbang. Sintetis cenderung mempunayi ide-ide inovatif, tetapi tidak dapat menerapkannya. Analitik mempunyai sifat kritis terhadap ide-ide orang lain, tetapi tidak menghasilkan ide kreatif. Sedangkan praktis cenderung memanfaatkan ide-ide yang sintetis. Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi mempunyai keseimbanagan ketiga komponen tersebut sehingga siswa dapat menerima pembelajaran secara komprehensif dengan menemukan pengetahuan baru, menganalisis dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas biasanya hanya dilihat sebagai proses mental individu akan tetapi kreativitas juga merupakan aktivitas budaya dan sosial. Csikszentmihalyi (2001) menegaskan bahwa definisi kreativitas harus meliputi kenyataan bahwa individu sebagai pengamat dan lingkungan sosial sama pentingnya sebagai faktor pendorong kreativitas. Kreativitas (creativity) dapat juga dikatakan sebagai upaya mengeluarkan ide-ide baru dengan penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan. Ide-ide baru dan yang lebih baik dapat dimunculkan asalkan ada factor-faktor pendukungnya. Factor- factor yang mempengaruhi pemunculan ide baru dapat dikondisikan, sehingga peningkatan kreativitas dapat diukur dan diketahui. Lebih lanjut oleh Adair (2007) dalam Yeoh Pooh Choo (2010: 7) dikatakan bahwa: Characteristic of creative thinker is, consider rejecting standardized formats for problem solving, have an interest in a wide range of related and divergent fields, take multiple perspectives on a problem, use trial and error methodsin their experimentation, have a future orientation, have self confidance and trust in their own judgement. Berpikir kreatif secara umum cenderung menolak untuk memecahkan masalah. Siswa mempunyai minat yang luas dan pandangan yang luas dalam menghadapi masalah. Pemecahan masalah yang digunakan dalam berpikir kreatif dengan menggunakan metode uji coba dalam bereksperimen sehingga nantinya 22 akan menemukan jawaban yang benar. Berpikir kreatif ini berorientasi untuk masa depan untuk membangun pendirian dan keyakinan diri. Skor yang dihasilkan dari tes kreativitas peserta didik diasumsikan akan menghasilkan solusi penelitian yang aktual (John Baer, 2011). Tingkat kreativitas seseorang dapat diukur dengan indikator tertentu. Indikator-indikator itu di antaranya adalah daya imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat luas, mandiri dalam berpikir, berani mengambil resiko, dan penuh energi. Keenam indicator tersebut akan sangat tampak pada siswa yang mempunyai kreativitas yang tinggi dan tidak tampak pada siswa yang kreativitasnya rendah. Ciri-ciri berpikir kreatif menurut Munandar (1992:51) meliputi lima keterampilan berpikir yaitu berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir rasional, keterampilan mengelaborasi, dan keterampilan menilai (evaluasi). Berpikir lancar (fluency) menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. Dalam menghadapi masalah, orang kreatif mampu memberikan banyak cara atau saran untuk memecahkan masalah tersebut. Berpikir luwes (flexibility) adalah dimana orang kreatif menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. Berpikir rasional adalah suatu hal yang mendorong seseorang kreatif melahirkan ungkapan-ungkapan yang baru dan unik, karena mereka sanggup memikirkan hal yang tidak lazim untuk mengungkapkan dirinya, atau mampu menemukan kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari unsur-unsur yang biasa. Keterampilan mengelaborasi meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. Keterampilan menilai (mengevaluasi) yaitu kemampuan menentukan patokan-patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar sesuai tindakan bijaksana sehingga dia mampu mengambil suatu keputusan sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Ciri-ciri afektif orang yang kreatif menurut Satiadarma dalam Munandar (2003: 110) adalah sebagai berikut: (1) rasa ingin tahu yang mendorong individu 23 lebih banyak mengajukan pertanyaan, selalu memperhatikan orang, obyek dan situasi serta membuatnya lebih peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui atau meneliti; (2) memiliki imajinasi yang hidup, yakni kemampuan memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi; (3) merasa tertantang oleh kemauan yang mendorongnya untuk mengatasi masalahmasalah yang sulit; (4) sifat berani mengambil resiko, yang membuat orang kreatif tidak takut gagal atau mendapatkan kritik; (5) sifat menghargai bakatbakatnya sendiri yang sedang berkembang. Dalam penelitian ini, kreativitas siswa dilihat dari aspek afektif siswa sesuai yang telah dikemukakan oleh Satiadarma. Kreativitas tidak hanya tentang menghasilkan ide-ide baru saja tetapi meliputi proses elaborasi pada ide-ide awal, pengujian ide-ide, atau menolak ideide (Robinson, 2011). Kreativitas perlu ditanamkan kepada siswa sejak dini karena dengan berkreasi siswa dapat menemukan bermacam-macam kemungkinan penyelesaian suatu masalah. Selain itu juga kreativitas akan memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kejayaan suatu masyarakat atau bangsa bergantung pada sumbangan kreativitas, berupa ideide baru, penemuan baru dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk mencapai hal itu perlulah sikap kreatif dipupuk sedini mungkin agar anak didik tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi mampu menghasilkan pengetahuan baru, tidak hanya pencari kerja tetapi mampu menciptakan lapangan kerja baru. Kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan atau karya nyata, menemukan berbagai kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan dan membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. 24 B. Penelitian yang Relevan 1. Wahyuni Purnami (UNS, 2013) tentang “ Pembelajaran Fisika Melalui Inkuiri Terbimbing dengan Menggunakan Media Kit Listrik Paket dan Swakarya Ditinjau dari Kreativitas dan Kecerdasan Kinestik Siawa”. (penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen). Hasil analisis dari penelitian ini adalah (1) ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang dikenai pembelajaran kit listrik paket dan swakarya; (2) ada perbedan hasil belajar pada siswa yang tingkat kreativitas tinggi dan rendah; (3) ada perbedaan hasil belajar pada siswayang tingkat kecerdasan kinestik tinggi dan rendah; (4) tidak ada interaksi antara media kit listrik paket dan swakarya dengan kreativitas terhadap hasil belajar; (5) tidak ada interaksi antara media kit listrik paket dan swakarya dengan kecerdasan kinestetik terhadap hasil belajar; (6) ada interaksi antara kelompok yang memiliki tingkat kreativitas tinggi dan rendah dengan tingkat kecerdasan kinestetik tinggi dan rendah terhadap hasil belajar kognitif dan afektif; (7) ada interaksi antara media kit listrik paket dan swakarya dengan kreativitas dan kecerdasan kinestetik terhadap hasil belajar afektif dan psikomotorik. 2. Soekarno (UNS, 2010) tentang “Efektivitas pembelajaran kooperatif tipe stad dan quantum learning mind mapping terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari kesiapan belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri di kabupaten Magetan tahun ajaran 2009/2010” (penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen). Hasil analisis dari penelitian ini adalah (1) metode STAD lebih baik jika dibandingkan dengan metode Mind Mapping (2) kesiapan belajar tinggi lebih baik jika dibandingkan dengan kesiapan belajar sedang, kesiapan belajar sedang lebih baik jika dibandingkan dengan kesiapan belajar rendah dan kesiapan belajar tinggi lebih baik jika dibandingkan dengan kesiapan belajar rendah (3) perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi metode pembelajaran STAD dan pembelajaran Mind Mapping selalu sama (konsisten) untuk tiap-tiap kesiapan belajar, demikian juga antara siswa dengan kesiapan belajar tinggi, sedang dan rendah terhadap metode mengajar. 3. Wahyu Utomo (UNS,2013) tentang “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (Nht) Berbasis Mind Mapping Ditinjau 25 Dari Gaya Belajar Siswa Kelas Vii Smp Negeri Sekabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014” (penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen). Hasil analisis dari penelitian ini adalah (1) NHT berdasarkan mind mapping memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada prestasi NHT dan model pembelajaran langsung, NHT memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung. (2) siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditori memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. (3) Untuk semua model, siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditori memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. (4) Untuk semua gaya belajar yang dimiliki siswa, NHT berdasarkan mind mapping memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada NHT dan model pembelajaran langsung, model NHT memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada prestasi model pembelajaran langsung. 4. Andres M Ginting (UNS, 2013) tentang “Pengaruh Metode Inkuiri dan Minat Belajar IPS terhadap Kreativitas siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat Tahun Pelajaran 2012/2013” (penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen). Hasil analisis dari penelitian ini adalah (1) tidak ada perbedaan pengaruh antara metode inkuiri dan metode ceramah bervariasi terhadap kreativitas siswa dalam pelajaran IPS materi sejarah (2) ada perbedaan pengaruh antara minat belajar IPS tinggi dan rendah terhadap kreativitas siswa dalam pelajaran IPS (3) tidak terdapat pengaruh interaksi antara metode inkuiri dan minat belajar IPS terhadap kreativitas siswa. 26 C. Kerangka Berpikir 1. Perbedaan hasil belajar geografi antara strategi pembelajaran mind mapping dan strategi pembelajaran ekspositori pada siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya. Sesuai dengan fakta bahwa mayoritas proses belajar mengajar di sekolah masih menggunakan metode ekspository yaitu masih terbatas pada teacher oriented sehingga apa yang didapat siswa hanya terpaku dari guru dan buku saja. Mereka kurang berkreasi dalam belajar secara kreatif sehingga mereka belum menemukan hal yang menarik dan menyenangkan dari mata pelajaran geografi. oleh karena itu harus dilakukan perbaikan dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas kreativitas dan hasil belajar siswa sekaligus membuat pembelajaran geografi menjadi lebih menyenangkan sehingga sikap siswa terhadap belajar geografi menjadi lebih positif dan meningkatkan kreativitas siswa. Strategi pembelajaran mind mapping merupakan pembelajaran dengan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Strategi pembelajaran ini merupakan pengungkapan ide-ide rumit menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dimengerti oleh siswa dan memudaahkan dalam segi pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran. Peta pemikiran sebagai pola kognitif merupakan cara bagi pembelajar atau siswa menyampaikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Guru hanya memfasilitasi, menyampaikan, dan memediasi pemikiran teresbut. Strategi pembelajaran ekspositori yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran merupakan cara mengajar dengan penuturan secara lisan tentang sesuatu bahan yang telah ditetapkan dan dapat menggunakan alat-alat pembantu, terutama tidak untuk menjawab pertanyaan siswa (Roestiyah, 1982: 5). Dengan adanya perbedaan yang jelas dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran mind mapping dan strategi pembelajaran ekspositori maka dimungkinkan dapat memberikan hasil belajar geografi yang berbeda pula. 27 2. Perbedaan hasil belajar geografi antara kreativitas belajar siswa yang tinggi dengan strategi pembelajaran mind mapping dan kreativitas belajar siswa yang tinggi dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 materi dasar jagad raya dan tata surya. Siswa yang memiliki kreativitas yang kuat akan menampakan minat yang besar untuk belajar. Siswa akan tertarik dengan pelajaran-pelajaran yang diterimanya di sekolah dan selalu berusaha mempelajarinya kembali. Siwa yang mempunyai kreativitas belajar yang tinggi akan menunjukkan minat yang besar terhadap berbagai macam ilmu pengetahuan serta senang mencari dan memecahkn masalah soal-soal pelajaran yang dihadapinya. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi dengan menggunakan strategi pembelajaran mind mapping, belajarnya lebih baik dibandingkan dengn para siswa yang memiliki kreativitas tinggi dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspository. Hal ini dapat dipahami karena siswa yang diberi perlakuan dengan strategi pembelajaran mind mapping akan merasa senang dan nyaman berkreativitas dalam belajar sehingga memicu siswaa untuk tekun belajar secara kontinyu tanpa mengenal putus asa serta dapat mengesampingkan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan belajar yang dilakukannya. Pada dasarnya setiap anak adalah cerdas. Kecerdasan setiap anak itu berbeda. Maka setiap anak punya cara belajar yang berbeda pula. Begitu pula kreativitas siswa dalam belajar juga berbeda. Aspek kreativitas dalam keseluruhan proses belajar mengajar sangat penting, karena kreativitas dapat mendorong siswa untuk melakukan aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Kreativitas dapat memberikan semangat kepada siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan member petunjuk atau perbuatan yang dilakukannya. 28 3. Perbedaan hasil belajar geografi antara kreativitas belajar siswa yang rendah dengan strategi pembelajaran mind mapping dan kreativitas belajar siswa yang rendah dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 materi dasar jagad raya dan tata surya Siswa yang memiliki kreativitas yang rendah akan cenderung tidak dapat menampakan minat yang besar untuk belajar. Siswa akan tertarik dengan pelajaran-pelajaran yang diterimanya di sekolah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu penggunaan strategi pembelajaran ekspository lebih sesuai diterapkan untuk siswa dengan tingkat kreativitas rendah. Siswa yang mempunyai kreativitas belajar yang rendah akan menunjukkan minat yang besar terhadap hasil belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspository. Dengan demikian siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan menggunakan strategi pembelajaran mind mapping akan mendapatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengn para siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspository. Hal ini dapat dipahami karena siswa yang diberi perlakuan dengan strategi pembelajaran mind mapping akan merasa senang dan nyaman dalam belajar tanpa harus memaksakan kemampuan belajarnya untuk menghasilkan kreativitas yang tinggi. 4. Interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas belajar geografi siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 materi dasar jagad raya dan tata surya. Kegiatan pembelajaran dengan strategi pembelajaran tertentu memungkinkan dapat meningkatkan kreativitas belajar dan hasil belajar siswa. Dalam proses belajar, strategi pembelajaran yang tepat diduga dapat membangkitkan kreativitas siswa dalam kaitannya melakukan aktivitas belajar dengan maksimal. Dengan membandingkan antara strategi pembelajaran mind mapping dan metode ekspository dalam pembelajaran, diharapkan dapat diketahui mana yang lebih besar pengaruhnya dalam kaitannya dengan meningkatkan kreativitas siswa untuk merespon materi pelajaran, sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih baik. Penggunaan strategi pembelajaran mind mapping dan metode ekspository dalam pembelajaran diduga 29 dapat memberi pengaruh yang berbeda, artinya bahwa salah satu dari kedua perlakuan tersebut mana yang lebih mampu membangkitkan kreativitas siswa yang maksimal dalam mencapai hasil belajar. Materi Geografi Jagad raya dan Tata Surya Kreativitas Belajar Tinggi (B1) Strategi Pembelajaran Mind Mapping (A1) Kreativitas Belajar Rendah (B2) Strategi Pembelajaran Ekspository (A2) Hasil Belajar Gambar 2.1 Model Kerangka Berpikir Penelitian 30 D. Hipotesis 1. Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran mind mapping terhadap hasil belajar geografi dibanding dengan strategi pembelajaran ekspositori pada siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya. 2. Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran mind mapping pada siswa dengan kreativitas belajar yang tinggi terhadap hasil belajar geografi dibanding dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa dengn kreativitas belajar yang tinggi kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya. 3. Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran mind mapping pada siswa dengan kreativitas belajar yang rendah terhadap hasil belajar geografi dibanding dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa dengn kreativitas belajar yang rendah kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya. 4. Ada interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas belajar geografi siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya.