BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil belajar Geografi

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hasil belajar Geografi
Hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan
yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru
sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sudjana (2005: 3) hakikat hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
individu yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan
pribadi individu pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan pribadi
ndividu pada aspek kognitif merupakan wujud hasil belajar bersifat fungsionalstruktural. Artinya belajar merupakan kegiatan melatih daya ingat (mengasah
otak) agar tajam dan berguna dalam memecahkan berbagai persoalan hidup.
Melalui belajar maka struktur kognitif individu dapat mengalami perubahan
ketika berhadapan dengan hal-hal baru yang tidak mampu diorganisasikan ke
dalam struktur yang telah ada (prinsip asosiasi). Oleh karena itu belajar memiliki
makna perubahan structural karena adanya penambahan materi pengetahuan baru
yang berupa fakta, informasi, nilai-nilai teori dan lain sebagainya.
Hasil belajar tampak sebagai sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurangs sopan menjadi
sopan, dan sebagainya, Hamalik (2001:155).
Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak (proses berpikir) termasuk
dalam ranah kognitif. Proses berpikir ini ada enam jenjang mulai dari jenjang
yang terendah sampai dengan jenjang tertinggi Arikunto (2003: 114). Keenam
jenjang tersebut adalah :
9
10
a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang untuk menginagt
kembali tentang nama, istilah ide, gejala, rumus-rumus dan lain sebagainya
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
b. Pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan eseorang memahami
sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat melalui penjelasan dari
kata-katanya sendiri.
c. Penerapan (application), yaitu kesanggupan seseorang menggunakan ideide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, teori-teori dan lain sebagainya
dalam situasi yang baru dan konkret.
d. Analisis (analysis), yakni kemampuan seseorang menguraikan suatu bahan
atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut.
e. Sintesis (synthesis), adalah kemampuan berpikir yang memadukan bagianbagian atau unsure-unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang
baru dan terstruktur.
f. Penilaian (evaluation), adalah kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide atas beberapa pilihan
kemudian menentukan pilihan nilai atau ide yang tepat sesuai dengan
criteria yang ada.
2. Strategi Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses penambahan informasi dan kemampuan
(Sanjaya, 2011: 129). Menurut Cahyo (2013: 18) pembelajaran adalah usaha sadar
guru untuk siswanya agar siawa dapat belajar sesuai minat dan kebutuhannya.
Menurut Hernawan, dkk (2011: 94) pembelajaran merupakan proses timbale balik
yang dilakukan antara guru dengan siswa maupun siswa dengan guru dengan
proses komunikasi yang dapat diterima, disepakati, dipahami oleh pihak yang ada
di dalamnya.
Menurut Rusman (2012: 93) pembelajaran merupakan suatu system, yang
terdiri dari tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang harus diperhatikan dalam
menentukan atau memilih strategi yang akan digunakan. Kesimpulan dari
11
pembelajaran adalah proses penambahan informasi dan kemampuan yang
dilakukan oleh guru dengan siswa, maupun siswa dengan guru dengan
berkomunikai yang dapat diterima, disepakati dan dipahami oleh kedua pihak.
Strategi pembelajaran merupakan pembentukan dari dua kata yaitu strategi
dan pembelajaran. Strategi yang berarti cara menggunakan sumber daya untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, sedangkan pembelajaran yang berarti upaya
membelajarkan siswa, Wena (2009: 2). Dengan demikian strategi pembelajaran
adalah cara menggunakan sumber daya untuk membelajarkan siswa. Sedangkan
menurut Gafur (2012: 73) strategi pembelajaran sering digunakan untuk menyebut
metode pembelajaran.
Menurut Solihatin (2012: 4) strategi pembelajaran adalaha pendekatan
menyeluruh dalam suatu system pembelajaran yang berupa pedoman umum dan
kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Anitah (2008: 13)
strategi pembelajaran adalah pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi
sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan.
Persoalan yang perlu dicermati agar siswa melakukan kegiatan belajar
secara optimal sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. Persoalan ini terkait erat
dengan strategi pembelajaran karena terjadinya kegiatan belajar yang optimal
membutuhkan upaya-upaya strategis dan sistematis (Supriadie, 2012:127).
Strategi pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai hasil yang
diinginkan dengan memperhatikan kebutuhan siswa serta minat siswa agar proses
yang terjadi efektif dan efisien.
Menurut peneliti, strategi pembelajaran merupakan cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan dengan mempersiapkan cara dan upayaupaya secara matang untuk meraihnya. Contoh dari penerapan suatu strategi
adalah pada pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik yang dilakukan di
dalam kelas maupun di luar kelas. Seorang pendidik haru mempersiapkan strategi
12
yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mengikuti kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru dengan baik dan menyenangkan serta mencapai tujuan
yang diharpkan yaitu siswa paham akan materi yang diberikan. Biasanaya strategi
pembelajaran yang dipilih sesuai dengan materi yang akan diberikan. Misalnya
Mind mapping
digunakan untuk materi yang bersifat hapalan seperti mata
pelajaran IPS.
a. Strategi Pembelajaran Mind Mapping
Menurut Gafur (2012: 73) strategi mengandung makna berbagai
alternatif kegiatan dan pendekatan yang dapat dipilih untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2010: 5) strategi bisa diartikan
sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang digariskan.
Menurut Hamid (2012: 224-225) beberapa permainan juga dapat
dijadikan strategi pembelajaran untuk membuat suasana dalam proses
berjalan secara menyenangkan dan tidak membosankan bagi para siswa.
Salah satu permainan yang bias dijadikan pembelajaran adalah permainan
mind mapping. Pembelajaran mind mapping merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik dalm berpikir dan
mengeksplorasi konsep materi pembelajaran dengan menggunakan hubungan
visual spasial sehingga memunculkan tema pokok sebagai kunci dari cabangcabang materi yang lainnya(Zipp&Maher, 2013).
Mata pelajaran geografi yang membutuhkan hapalan yang cukup
banyak, strategi mind mapping sangat cocok untuk digunakan dalam proses
belajar mengajar. Mind mapping adalah sebuah peta pikiran yang efektif
untuk proses belajar. Menurut Winduro (2010:16) mind mapping adalah
teknis grafis yang memungkinkan kita untuk mengeksploitasi seluruh
kemampuan otak kita untuk keperluan berpikir dan belajar. Peta pikiran (mind
mapping ) juga dapat diartikan sebagai suatu teknik mencatat yang
mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan
mengembangkan potensi kerja orak yang terdapat di dalam diri seseorang.
13
Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan
seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik
secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, symbol,
bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang
diterima. Hasil dari mind mapping yang dibuat oleh peserta didik yang baik
akan memungkinkan peserta didik untuk memahami hubungan konsep utama
pada materi pembelajaran tertentu dengan mudah, mengeluarkan dan
mendapatkan pemahaman konsep lebih cepat dan lebih baik dari pada
mencoba memahami dari lisan penjelasan saja. (Tungprara, 2015)
Menurut Siberman (2001: 181) pemetaan pikiran adalah cara kreatif
bagi siswa secara individu untuk menghasilkan ide-ide, mencatat pelajaran,
atau untuk merencanakan penelitian baru. Menurut Buzan (2007: 4) mind
map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan
“memetakan” pikiran-pikiran kita. Menurut Huda (2014: 307) mind mapping
merupakan strategi ideal untuk melejitkan pemikiran siswa.
Mind mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi
ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Mind mapping
adalah cra mencatat kreatif, efektif dan secara harfiah akan memetakan
pikiran-pikiran kitan (Tony Buzan, 2005: 4). Mind mpping merupakan
pembelajaran
yang
membutuhkan
kreatifitas
dalam
pelaksanaannya.
Pembelajaran dengan mind mapping merupakan pembelajaran yang nantinya
akan menghasilkan peta jalan pikiran yang menyenangkan untuk dilihat,
dibaca, dicerna dan diingat. Mind mapping juga menjadi peta yang hebat
bagi ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan pemikiran sedemikian
rupa sehingga proses belajar menjadi mudah karena informasi lebih mudah
diingat.
Dalam proses pembelajaran Tony Buzan mengemukakan bahwa mind
mapping dapat membantu dalam beberapa hal diantaranya yaitu merencana,
berkomunikasi, menjadi lebih kreatif, menghemat waktu, menyelesaikan
masalah, memusatkan perhatian, menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran,
14
mengingat dengan lebih baik, belajar lebih cepat dan efisien, melihat “gambar
keseluruhan” (2005: 6). Proses pembuatan mind mapping
itu sendiri
membantu siswa dalam merencanakna hal-hal yang ingin dikemukakan,
berkomunikasi menggunakan bahasa khas mereka sendiri serta melatih
mengembangkan kreativitas siswa.
Mind mapping juga dapat diartikan dalam bahasa pola. Dalam proses
pembelajaran geografi hamper setiap materi yang dipelajari memiliki pola
tersendiri (kecuali bahasa lisan yang diucapkan), pola yang sederhana.
Masing-masing bahasa ini didasarkan pada ilustrasi sederhana yang unik serta
saling terkait dan berkombinasi dalam cara sederhana untuk menciptakan
pengungkapan ide, emosi, argument analitis, temuan, karya seni yang rumit.
(David N. Hyerle dkk, 2012: 2).
Seperti halnya yang diungkapkan David bahwa pemetaan pikiran
merupakan pengungkapan ide-ide rumit menjadi lebih sederhana dan lebih
mudah dimengerti oleh siswa dan memudaahkan dalam segi pemahaman
siswa terhadap suatu materi pembelajaran. Peta pemikiran sebagai pola
kognitif merupakan cara bagi pembelajar atau siswa menyampaikan
pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Guru hanya
memfasilitasi, menyampaikan, dan memediasi pemikiran teresbut.
Penerapan pembelajaran mind mapping
menurut Mel Silberman
(1996:188) yaitu menentukan pokok bahasan untuk pemetaan pikiran,
melakukan konstruksi tentang pemetaan pemikiran
yang sederhana
menggunakan warna, khayalan, atau symbol dengan menggunakan bahasa
siswa itu sendiri, memberikan peralatan dan sumber-sumber lain yang dapat
membantu siswa dalam pembuatan peta pemikiran yang berwarna dan indah,
siswa melakukan pengerjaan peta pemikiran dan mengembangkan peta
pemikiran sesuai dengan pokok bahasan yang telah ditetapkan, melakukan
diskusi dengan menggunakan peta pemikiran yang telah dibuat dan
diharapkan siswa dapat memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan
secara menyeluruh.
15
Menurut peneliti mind mapping adalah suatu cara yang unik atau
kreatif yang dilakukan seseorang dalam mengingat suatu materi yang
memerlukan hapalan. Cara mengingatnya menggunakan suatu gambar yang
akan bercabang-canag dan juga menggunakan warna-warna.
Menurut Buzan (2007: 20) langkah-langkah membuat mind mapping
adalah : (1) Ambillan selembar kertas putih polos. (jangan menggunakan
kertas bergaris-garis karena akan menghentikan aliran idemu). Pastikan kertas
diletakkan menyamping. (2) Ambillah beberapa spidol berwarna cerah. Pilih
warna-warna kesukaanmu. (3) Gambar sebuah gambar di tengah halaman
yang berhubungan dengan apa yang telah kamu lakukan atau kemana kamu
pergi berlibur. Dengan menempatkan ide utama de tengah bagian muka
pikiran akan tetap terpusat dan kamu akan bebas menyebarkan idemu ke
segala arah. (4) Pilih sebuah warna dan gambarlah sebuah cabang utama yang
memancar dari gambar sentral. Teblkan gambar cabang yang menempel ke
gambar sentral lalu semakin menipis kea rah ujungnya. Tulis ide pertamamu
di gambar sentral dengan satu kata saja dan ditulis dengan huruf capital. (5)
Biarkan otakmu berpikir tentang gagasan-gagasan untuk mengembangkan
cabang-cabang utama.
Dalam membuat mind mapping perlu di perhatikan hal-hal berikut ini
yaitu antara lain letakkan gagasan/tema/poin utama di tengah-tengah halaman
kertas dan posisi kertas dalam keadaan landscape (posisi terbentang),
gunakan garis atau tanda panah dan warna-warna yang berbeda untuk
menunjukkan hubungan antara tema utama dan gagasan pendukung lainnya,
hindari untuk bersikap latah (lebih menampilkan karya bagus daripada konten
di dalamnya) dan mind mapping harus dibuat dengan tidak menyita waktu
yang banyak, pilihlah warna yang berbeda untuk mensimbolisasi sesuatu
yang berbeda, biarkan beberapa ruang kosong dalam kertas dimaksudkan
untuk memudahkan penggambaran lebih jauh ketika muncul gagasan baru.
Keunggulan penggunaan strategi pembelajaran mind mapping pada
proses pembelajaran yaitu
dapat mengemukakan pendapat secara bebas,
dapat bekerjasama dengan teman lainnya, catatan lebih padat dan jelas, lebih
16
mudah mencari catatan jika diperlukan, catatan lebih terfokus pada inti
materi, mudah melihat gambar keseluruhan, membantu otak untuk :mengatur,
mengingat,
membandingkan
dan
membuat
hubungan,
memudahkan
penambahan informasi baru, pengkajian ulang bisa lebih cepat, bersifat unik.
Kekurangan penggunaan strategi pembelajaran mind mapping pada
proses pembelajaran yaitu hanya siswa aktif yang terlibat, tidak sepenuhnya
terjadi proses pada siswa yang kurang antusias, mapping siswa bervariasi
sehingga guru akan kewalahan memeriksa mapping siswa
b. Strategi Pembelajaran Ekspository
Strategi Pembelajaran ekspository adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal.
Roy Killen (dalam Wina Sanjaya) menamakan metode ekspositori
dengan istilah strategi pembelajaran langsung (Direct Instruction) karena
dalam hal ini siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi
pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena metode ekspositori lebih
menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah
metode chalk and talk.
Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach) (Wina Sanjaya,
2008:179). Dikatakan demikian, sebab guru memegang peran yang sangat
dominan. Melalui metode ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara
terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat
dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama metode ini adalah kemampuan
akademik siswa (academic achievement student).
Menurut Wina Sanjaya (2008:181), prinsip-prinsip pembelajaran
dengan metode ekspositori yang harus diperhatikan oleh setiap guru yaitu
berorientasi pada tujuan, memiliki prinsip komunikasi, memiliki prinsip
kesiapan, memiliki prinsip berkelanjutan. Berorientasi pada tujuan digunakan
guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Walaupun
17
penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam metode ini,
namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran,
justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam
penggunaan metode ini.
Dalam prinsip komunikasi, proses pembelajaran dapat dikatakan
sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan
dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang
(penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi
pelajaran yang telah diorganisir dan disusun dengan tujuan tertentu yang
ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan
dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan.
Prinsip Kesiapan, dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan”
merupakan salah satu hubelajar.Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih
dahulu memosisikan siswa dalam keadaan siap baik secara fisik maupun
psikis untuk menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran, manakala siswa
belum siap untuk menerimanya.
Prinsip Berkelanjutan, proses pembelajaran ekspository harus dapat
mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut.
Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk
waktu selanjutnya.
Pada Pelaksanaannya metode ekspositori memiliki prosedur-prosedur
pelaksanaan, secara garis besar digambarkan oleh Wina Sanjaya (2008) yaitu
meliputi
persiapan
(preparation),
penyajian
(presentation),
korelasi
(correlation), menyimpulkan (generalitation), mengaplikasikan (aplication).
Tahap persiapan (preparation) berkaitan dengan mempersiapkan
siswa untuk menerima pelajaran. Dalam metode ekspositori, keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan
yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan yaitu mengajak siswa keluar
dari kondisi mental yang pasif, membangkitkan motivasi dan minat siswa
untuk belajar, merangsang dan mengubah rasa ingin tahu siswa, menciptakan
suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
18
Tahap penyajian (presentation) adalah langkah penyampaian materi
pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus
diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan
mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya :
Penggunaan bahasa, intonasi suara, Menjaga kontak mata dengan siswa, serta
menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana kelas tetap
hidup dan menyenangkan.
Tahap korelasi (correlation) adalah langkah yang dilakukan untuk
memberikan
makna
terhadap
materi
pelajaran,
baik
makna
untuk
memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki siswa maupun makna
untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik
siswa.
Menyimpulkan (Generalization) adalah tahapan untuk memahami inti
(core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah
menyimpulkan, siswa dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang
kebenaran suatu paparan. Sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan
penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang
kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan
beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan, dan
membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi.
Tahap aplikasi (Aplication) adalah langkah unjuk kemampuan siswa
setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah
yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui
langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan
dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang
biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas yang
relevan, serta dengan memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk
dikerjakan oleh siswa.
19
Keunggulan penggunaan strategi pembelajaran espository pada proses
pembelajaran menurut
Wina Sanjaya (2008:185) adalah dengan metode
ekspositori guru dapat mengontrol urutan dan keluasan pembelajaran, dengan
demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran
yang disampaikan, metode pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif
apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu
waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas, melalui Strategi pembelajaran
ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu
materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi
(melalui pelaksanaan Demonstrasi), metode pembelajaran ini bisa digunakan
untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Kelemahan penggunaan strategi pembelajaran espository pada proses
pembelajaran
menurut
Wina
Sanjaya
(2008:186)
adalah
metode
pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, metode ini
tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan
kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar
siswa, metode ini sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal
kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir
kritis, keberhasilan metode pembelajaran ekspositori sangat tergantung
kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya
diri, senmangat, antusiasme, motivasi, dan kemampuan mengelola kelas.
Tanpa itu sudah dipastikan pembelajaran tidak mungkin berhasil,
pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan
guru.mengingat gaya komunikasi metode pembelajaran ini lebih banyak
terjadi satu arah (one-way communication). Sehingga kesempatan untuk
mengontrol pemahaman siswa akan terbatas pula.
3. Kreativitas
Dalam kegiatan pembelajaran, banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar. Kreativitas siswa dapat mempengaruhi keberhasilan belajar
20
siswa. Pendapat beberapa tokoh tentang kreativitas siswa antaranya adalah
menurut Barron dalam Asrori (2007:61) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini
bukan berarti harus baru sama sekali, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari
unsur-unsur yang telah ada sebelumnya.
Enny
Semiawan(1984:9)
menyatakan
bahwa
kreativitas
adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, atau melihat hubunganhubungan baru antar unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Dari
pengertian di atas, kreativitas seakan hanya tertuju pada suatu produk dari hasil
pemikiran atau perilaku manusia. Namun sebenarnya kreativitas dapat pula dilihat
sebagai proses dan mungkin inilah esensial dan perlu dibina pada peserta sejak
dini untuk melakukan hal secara kreatif.
Satiadarma (2003, 117) kreativitas didefinisikan menjadi empat dimensi
yaitu person, process, press, dan product. Kreativitas sebagai suatu proses
(process) dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk pemikiran dimana individu
berusaha menemukan suatu hubungan-hubungan yang baru, mendapatkan
jawaban, model, atau cara-cara dalam menghadapi suatu masalah. Kreativitas
sebagai pendorong (press) yang datang dari diri sendiri berupa hasrat dan motivasi
yang kuat untuk berkreasi. Kreativitas sebagai hasil (product) yaitu segala sesuatu
yang diciptakan oleh seseorang sebagai hasil dari keunikan pribadinya dalam
interaksi dengan lingkungannya. Kreativitas sebagai proses mental yang unik
dapat menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinal.
Menurut Robert J. Stenberrg and Wendy M. William dalam Slamet Riyadi
(2010: 38) mengungkapkan bahwa:
Creativity requires a balance among synthetic, analytic, and practical
abilities. The person who is only synthetic may come up with innovative
ideas, but cannot recognize or sell them. The person who is only analytic
may be an excellent critic of other people’s ideas, but is not likely to
generate creative ideas. The person who is only practical may be an
excellent saleperson, but is as likely to sell ideas or products of little or no
value to sell genuinely creative ideas.
21
Unsur-unsur dalam kreativitas antara lain sintesis, analitis, dan
kemampuan praktis yang kesemuanya harus berjalan dengan seimbang. Sintetis
cenderung mempunayi ide-ide inovatif, tetapi tidak dapat menerapkannya.
Analitik mempunyai sifat kritis terhadap ide-ide orang lain, tetapi tidak
menghasilkan ide kreatif. Sedangkan praktis cenderung memanfaatkan ide-ide
yang
sintetis.
Siswa
yang
mempunyai
kreativitas
tinggi
mempunyai
keseimbanagan ketiga komponen tersebut sehingga siswa dapat menerima
pembelajaran secara komprehensif dengan menemukan pengetahuan baru,
menganalisis dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas biasanya
hanya dilihat sebagai proses mental individu akan tetapi kreativitas juga
merupakan aktivitas budaya dan sosial. Csikszentmihalyi (2001) menegaskan
bahwa definisi kreativitas harus meliputi kenyataan bahwa individu sebagai
pengamat dan lingkungan sosial sama pentingnya sebagai faktor pendorong
kreativitas.
Kreativitas (creativity) dapat juga dikatakan sebagai upaya mengeluarkan
ide-ide baru dengan penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman
yang berlainan. Ide-ide baru dan yang lebih baik dapat dimunculkan asalkan ada
factor-faktor pendukungnya. Factor- factor yang mempengaruhi pemunculan ide
baru dapat dikondisikan, sehingga peningkatan kreativitas dapat diukur dan
diketahui.
Lebih lanjut oleh Adair (2007) dalam Yeoh Pooh Choo (2010: 7)
dikatakan bahwa:
Characteristic of creative thinker is, consider rejecting standardized
formats for problem solving, have an interest in a wide range of related
and divergent fields, take multiple perspectives on a problem, use trial and
error methodsin their experimentation, have a future orientation, have self
confidance and trust in their own judgement.
Berpikir kreatif secara umum cenderung menolak untuk memecahkan
masalah. Siswa mempunyai minat yang luas dan pandangan yang luas dalam
menghadapi masalah. Pemecahan masalah yang digunakan dalam berpikir kreatif
dengan menggunakan metode uji coba dalam bereksperimen sehingga nantinya
22
akan menemukan jawaban yang benar. Berpikir kreatif ini berorientasi untuk masa
depan untuk membangun pendirian dan keyakinan diri.
Skor yang dihasilkan dari tes kreativitas peserta didik diasumsikan akan
menghasilkan solusi penelitian yang aktual (John Baer, 2011). Tingkat kreativitas
seseorang dapat diukur dengan indikator tertentu. Indikator-indikator itu di
antaranya adalah daya imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat luas,
mandiri dalam berpikir, berani mengambil resiko, dan penuh energi. Keenam
indicator tersebut akan sangat tampak pada siswa yang mempunyai kreativitas
yang tinggi dan tidak tampak pada siswa yang kreativitasnya rendah.
Ciri-ciri berpikir kreatif menurut Munandar (1992:51) meliputi lima
keterampilan berpikir yaitu berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility),
berpikir rasional, keterampilan mengelaborasi, dan keterampilan menilai
(evaluasi). Berpikir lancar (fluency) menyebabkan seseorang mampu mencetuskan
banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. Dalam
menghadapi masalah, orang kreatif mampu memberikan banyak cara atau saran
untuk memecahkan masalah tersebut. Berpikir luwes (flexibility) adalah dimana
orang kreatif menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi
karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Berpikir rasional adalah suatu hal yang mendorong seseorang kreatif melahirkan
ungkapan-ungkapan yang baru dan unik, karena mereka sanggup memikirkan hal
yang tidak lazim untuk mengungkapkan dirinya, atau mampu menemukan
kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari unsur-unsur yang biasa. Keterampilan
mengelaborasi meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan atau produk. Keterampilan menilai (mengevaluasi) yaitu kemampuan
menentukan patokan-patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu
pertanyaan benar sesuai tindakan bijaksana sehingga dia mampu mengambil suatu
keputusan sesuai dengan situasi yang dihadapinya.
Ciri-ciri afektif orang yang kreatif menurut Satiadarma dalam Munandar
(2003: 110) adalah sebagai berikut: (1) rasa ingin tahu yang mendorong individu
23
lebih banyak mengajukan pertanyaan, selalu memperhatikan orang, obyek dan
situasi serta membuatnya lebih peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui
atau meneliti; (2) memiliki imajinasi yang hidup,
yakni kemampuan
memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi; (3)
merasa tertantang oleh kemauan yang mendorongnya untuk mengatasi masalahmasalah yang sulit; (4) sifat berani mengambil resiko, yang membuat orang
kreatif tidak takut gagal atau mendapatkan kritik; (5) sifat menghargai bakatbakatnya sendiri yang sedang berkembang. Dalam penelitian ini, kreativitas siswa
dilihat dari aspek afektif siswa sesuai yang telah dikemukakan oleh Satiadarma.
Kreativitas tidak hanya tentang menghasilkan ide-ide baru saja tetapi
meliputi proses elaborasi pada ide-ide awal, pengujian ide-ide, atau menolak ideide (Robinson, 2011). Kreativitas perlu ditanamkan kepada siswa sejak dini
karena dengan berkreasi siswa dapat menemukan bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian suatu masalah.
Selain itu juga kreativitas akan memungkinkan
manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kejayaan
suatu masyarakat atau bangsa bergantung pada sumbangan kreativitas, berupa ideide baru, penemuan baru dan teknologi baru dari anggota masyarakatnya. Untuk
mencapai hal itu perlulah sikap kreatif dipupuk sedini mungkin agar anak didik
tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi mampu menghasilkan
pengetahuan baru, tidak hanya pencari kerja tetapi mampu menciptakan lapangan
kerja baru.
Kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan atau karya
nyata, menemukan berbagai kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan dan
membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau pengetahuan yang
sudah dimiliki sebelumnya.
24
B. Penelitian yang Relevan
1. Wahyuni Purnami (UNS, 2013) tentang “ Pembelajaran Fisika Melalui Inkuiri
Terbimbing dengan Menggunakan Media Kit Listrik Paket dan Swakarya Ditinjau
dari Kreativitas dan Kecerdasan Kinestik Siawa”. (penelitian dilakukan
menggunakan metode eksperimen). Hasil analisis dari penelitian ini adalah (1) ada
perbedaan hasil belajar antara siswa yang dikenai pembelajaran kit listrik paket
dan swakarya; (2) ada perbedan hasil belajar pada siswa yang tingkat kreativitas
tinggi dan rendah; (3) ada perbedaan hasil belajar pada siswayang tingkat
kecerdasan kinestik tinggi dan rendah; (4) tidak ada interaksi antara media kit
listrik paket dan swakarya dengan kreativitas terhadap hasil belajar; (5) tidak ada
interaksi antara media kit listrik paket dan swakarya dengan kecerdasan kinestetik
terhadap hasil belajar; (6) ada interaksi antara kelompok yang memiliki tingkat
kreativitas tinggi dan rendah dengan tingkat kecerdasan kinestetik tinggi dan
rendah terhadap hasil belajar kognitif dan afektif; (7) ada interaksi antara media
kit listrik paket dan swakarya dengan kreativitas dan kecerdasan kinestetik
terhadap hasil belajar afektif dan psikomotorik.
2. Soekarno (UNS, 2010) tentang “Efektivitas pembelajaran kooperatif tipe stad dan
quantum learning mind mapping terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari
kesiapan belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri di kabupaten Magetan tahun
ajaran 2009/2010” (penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen). Hasil
analisis dari penelitian ini adalah (1) metode STAD lebih baik jika dibandingkan
dengan metode Mind Mapping (2) kesiapan belajar tinggi lebih baik jika
dibandingkan dengan kesiapan belajar sedang, kesiapan belajar sedang lebih baik
jika dibandingkan dengan kesiapan belajar rendah dan kesiapan belajar tinggi
lebih baik jika dibandingkan dengan kesiapan belajar rendah (3) perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi metode pembelajaran STAD
dan pembelajaran Mind Mapping selalu sama (konsisten) untuk tiap-tiap kesiapan
belajar, demikian juga antara siswa dengan kesiapan belajar tinggi, sedang dan
rendah terhadap metode mengajar.
3. Wahyu Utomo (UNS,2013) tentang “Eksperimentasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Head Together (Nht) Berbasis Mind Mapping Ditinjau
25
Dari Gaya Belajar Siswa Kelas Vii Smp Negeri Sekabupaten Pacitan Tahun
Pelajaran 2013/2014” (penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen).
Hasil analisis dari penelitian ini adalah (1) NHT berdasarkan mind mapping
memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada prestasi NHT
dan model pembelajaran langsung, NHT memberikan prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung. (2) siswa dengan gaya
belajar visual memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa
dengan gaya belajar auditori dan kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditori
memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar kinestetik. (3) Untuk semua model, siswa dengan gaya belajar visual
memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar auditori dan kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditori memiliki
prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar
kinestetik. (4) Untuk semua gaya belajar yang dimiliki siswa, NHT berdasarkan
mind mapping memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada
NHT dan model pembelajaran langsung, model NHT memberikan prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada prestasi model pembelajaran langsung.
4. Andres M Ginting (UNS, 2013) tentang “Pengaruh Metode Inkuiri dan Minat
Belajar IPS terhadap Kreativitas siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di
Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat Tahun Pelajaran 2012/2013” (penelitian
dilakukan menggunakan metode eksperimen). Hasil analisis dari penelitian ini
adalah (1) tidak ada perbedaan pengaruh antara metode inkuiri dan metode
ceramah bervariasi terhadap kreativitas siswa dalam pelajaran IPS materi sejarah
(2) ada perbedaan pengaruh antara minat belajar IPS tinggi dan rendah terhadap
kreativitas siswa dalam pelajaran IPS (3) tidak terdapat pengaruh interaksi antara
metode inkuiri dan minat belajar IPS terhadap kreativitas siswa.
26
C. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan hasil belajar geografi antara strategi pembelajaran mind mapping
dan strategi pembelajaran ekspositori pada siswa kelas X Semester 1 SMA
Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata
surya.
Sesuai dengan fakta bahwa mayoritas proses belajar mengajar di sekolah
masih menggunakan metode ekspository yaitu masih terbatas pada teacher
oriented sehingga apa yang didapat siswa hanya terpaku dari guru dan buku saja.
Mereka kurang berkreasi dalam belajar secara kreatif sehingga mereka belum
menemukan hal yang menarik dan menyenangkan dari mata pelajaran geografi.
oleh karena itu harus dilakukan perbaikan dalam pembelajaran yang dapat
meningkatkan aktivitas kreativitas dan hasil belajar siswa sekaligus membuat
pembelajaran geografi menjadi lebih menyenangkan sehingga sikap siswa
terhadap belajar geografi menjadi lebih positif dan meningkatkan kreativitas
siswa. Strategi pembelajaran mind mapping merupakan pembelajaran dengan
cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil
informasi ke luar dari otak. Strategi pembelajaran ini merupakan pengungkapan
ide-ide rumit menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dimengerti oleh siswa dan
memudaahkan dalam segi pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran.
Peta pemikiran sebagai pola kognitif merupakan cara bagi pembelajar atau siswa
menyampaikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.
Guru hanya memfasilitasi, menyampaikan, dan memediasi pemikiran teresbut.
Strategi pembelajaran ekspositori yang biasa digunakan dalam proses
pembelajaran merupakan cara mengajar dengan penuturan secara lisan tentang
sesuatu bahan yang telah ditetapkan dan dapat menggunakan alat-alat pembantu,
terutama tidak untuk menjawab pertanyaan siswa (Roestiyah, 1982: 5). Dengan
adanya perbedaan yang jelas dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran mind mapping dan strategi pembelajaran ekspositori maka
dimungkinkan dapat memberikan hasil belajar geografi yang berbeda pula.
27
2. Perbedaan hasil belajar geografi antara kreativitas belajar siswa yang tinggi
dengan strategi pembelajaran mind mapping dan kreativitas belajar siswa
yang tinggi dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa kelas X
Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 materi dasar jagad
raya dan tata surya.
Siswa yang memiliki kreativitas yang kuat akan menampakan minat yang
besar untuk belajar. Siswa akan tertarik dengan pelajaran-pelajaran yang
diterimanya di sekolah dan selalu berusaha mempelajarinya kembali. Siwa yang
mempunyai kreativitas belajar yang tinggi akan menunjukkan minat yang besar
terhadap berbagai macam ilmu pengetahuan serta senang mencari dan memecahkn
masalah soal-soal pelajaran yang dihadapinya.
Siswa yang memiliki kreativitas tinggi dengan menggunakan strategi
pembelajaran mind mapping, belajarnya lebih baik dibandingkan dengn para
siswa
yang memiliki
kreativitas
tinggi
dengan
menggunakan
strategi
pembelajaran ekspository. Hal ini dapat dipahami karena siswa yang diberi
perlakuan dengan strategi pembelajaran mind mapping akan merasa senang dan
nyaman berkreativitas dalam belajar sehingga memicu siswaa untuk tekun belajar
secara kontinyu tanpa mengenal putus asa serta dapat mengesampingkan hal-hal
yang dapat mengganggu kegiatan belajar yang dilakukannya.
Pada dasarnya setiap anak adalah cerdas. Kecerdasan setiap anak itu
berbeda. Maka setiap anak punya cara belajar yang berbeda pula. Begitu pula
kreativitas siswa dalam belajar juga berbeda. Aspek kreativitas dalam
keseluruhan proses belajar mengajar sangat penting, karena kreativitas dapat
mendorong siswa untuk melakukan aktivitas tertentu yang berhubungan dengan
kegiatan belajar. Kreativitas dapat memberikan semangat kepada siswa dalam
kegiatan-kegiatan belajarnya dan member petunjuk atau perbuatan yang
dilakukannya.
28
3. Perbedaan hasil belajar geografi antara kreativitas belajar siswa yang
rendah dengan strategi pembelajaran mind mapping dan kreativitas belajar
siswa yang rendah dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa
kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 materi dasar
jagad raya dan tata surya
Siswa yang memiliki kreativitas yang rendah akan cenderung tidak dapat
menampakan minat yang besar untuk belajar. Siswa akan tertarik dengan
pelajaran-pelajaran yang diterimanya di sekolah sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Selain itu penggunaan strategi pembelajaran ekspository lebih
sesuai diterapkan untuk siswa dengan tingkat kreativitas rendah. Siswa yang
mempunyai kreativitas belajar yang rendah akan menunjukkan minat yang besar
terhadap hasil belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspository.
Dengan demikian siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan
menggunakan strategi pembelajaran mind mapping akan mendapatkan hasil
belajar lebih baik dibandingkan dengn para siswa yang memiliki kreativitas
rendah dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspository. Hal ini dapat
dipahami karena siswa yang diberi perlakuan dengan strategi pembelajaran mind
mapping akan merasa senang dan nyaman dalam belajar tanpa harus memaksakan
kemampuan belajarnya untuk menghasilkan kreativitas yang tinggi.
4. Interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas belajar geografi siswa
kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016 materi dasar
jagad raya dan tata surya.
Kegiatan
pembelajaran
dengan
strategi
pembelajaran
tertentu
memungkinkan dapat meningkatkan kreativitas belajar dan hasil belajar siswa.
Dalam proses belajar, strategi pembelajaran yang tepat diduga dapat
membangkitkan kreativitas siswa dalam kaitannya melakukan aktivitas belajar
dengan maksimal. Dengan membandingkan antara strategi pembelajaran mind
mapping
dan metode ekspository dalam pembelajaran, diharapkan dapat
diketahui mana yang lebih besar pengaruhnya dalam kaitannya dengan
meningkatkan kreativitas siswa untuk merespon materi pelajaran, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih baik. Penggunaan strategi
pembelajaran mind mapping dan metode ekspository dalam pembelajaran diduga
29
dapat memberi pengaruh yang berbeda, artinya bahwa salah satu dari kedua
perlakuan tersebut mana yang lebih mampu membangkitkan kreativitas siswa
yang maksimal dalam mencapai hasil belajar.
Materi Geografi
Jagad raya dan
Tata Surya
Kreativitas Belajar Tinggi
(B1)
Strategi Pembelajaran
Mind Mapping (A1)
Kreativitas Belajar
Rendah (B2)
Strategi Pembelajaran
Ekspository (A2)
Hasil
Belajar
Gambar 2.1 Model Kerangka Berpikir Penelitian
30
D. Hipotesis
1. Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran mind mapping
terhadap hasil belajar geografi dibanding dengan strategi pembelajaran
ekspositori pada siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun
ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran mind mapping
pada siswa dengan kreativitas belajar yang tinggi terhadap hasil belajar
geografi dibanding dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa
dengn kreativitas belajar yang tinggi kelas X Semester 1 SMA Negeri 1
Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran mind mapping
pada siswa dengan kreativitas belajar yang rendah terhadap hasil belajar
geografi dibanding dengan strategi pembelajaran ekspository pada siswa
dengn kreativitas belajar yang rendah kelas X Semester 1 SMA Negeri 1
Bulu tahun ajaran 2015/2016 pada materi jagad raya dan tata surya.
4. Ada interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas belajar geografi
siswa kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Bulu tahun ajaran 2015/2016
pada materi jagad raya dan tata surya.
Download