DMT2

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dasar terjadinya diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin, keduanya saling berkaitan. Pada fase awal dari DMT2,
sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk
mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal. Gangguan sekresi insulin
pada fase awal ringan dan selektif melibatkan sekresi insulin yang distimulasi
glukosa. Penyebab penurunan kapasitas sekresi insulin pada DMT2 belum jelas
diketahui, dan aspek genetik diduga berperan dalam proses tersebut (Powers,
2005).
Glucagon-like peptide 1 (GLP1) dan glucose-dependent insulinotropic
polypeptide (GIP) adalah hormon inkretin yang disekresikan sebagai respon
terhadap makanan dan meningkatkan sekresi insulin (Nauck dkk., 1993; Kjems
dkk., 2003; Vilsbøll dkk., 2003). Penurunan respon inkretin berkontribusi
terhadap gangguan respon insulin pada pasien DMT2. Aksi GLP1 terjadi pada sel
beta dan sel alfa pankreas. Di sel beta pankreas, GLP1 terlibat pada sintesis
insulin, diferensiasi dan proliferasi sel (Drucker, 2006).
Riwayat diabetes pada keluarga terdekat menguatkan dugaan bahwa faktor
genetik berperan pada diabetes, khususnya DMT2. Namun besarnya risiko
menjadi diabetes tidak sejalan dengan banyaknya anggota keluarga yang
menderita diabetes dan pola penurunan penyakit ini tidak mengikuti hukum
1
2
Mendel. Pada dekade terakhir ini, telah diidentifikasi sekitar 20 gen yang erat
kaitannya dengan DMT2. Beberapa hal yang terungkap dari studi genetik yang
telah dilakukan pada DMT2 antara lain: 1) Sebagian besar gen yang diidentifikasi
nampaknya berkaitan dengan disfungsi sel beta, 2) Alel risiko sering didapatkan
di populasi namun efeknya pada risiko DMT2 relatif kecil (Gloyn dkk., 2009).
Transcription factor 7-like 2 (TCF7L2), gen kerentanan (susceptibility
gene) dengan efek terbesar pada kerentanan terhadap DMT2 telah diidentifikasi
sebelum penelitian genome-wide association study (GWAS) oleh Grant dkk.
(2006) dan direplikasi pada penelitian di berbagai populasi, antara lain Amerika
(Zhang dkk., 2006), Eropa (Goodarzi dan Rotter., 2007; Helgason dkk., 2007;
Sladek dkk., 2007), populasi spesifik di Eropa antara lain: Belanda (van VlietOstatchouk dkk., 2007), Framingham Offspring Study (Meigs dkk., 2007),
Skandinavia (Lyssenko dkk., 2008), juga Arab (Amoli dkk., 2010), dan Afrika
(Danquah dkk., 2013). Asosiasi TCF7L2 dengan DMT2 juga diidentifikasi pada
populasi Asia, antara lain Cina (Chang dkk., 2007), Hongkong (Ng dkk., 2007),
India (Chandak dkk., 2007), dan Jepang (Hayashi dkk., 2007; Horikoshi dkk.,
2007). Pada penelitian di Bali, varian single nucleotide polymorphism (SNP)
TCF7L2 yaitu rs7903146 berasosiasi dengan obesitas dan profil lipid. Tidak
seperti penelitian sebelumnya, tiga varian SNP TCF7L2 yang diteliti yaitu
rs7903146, rs12255372, dan rs10885406, tidak menunjukkan asosiasi dengan
diabetes, namun pada genotipe CT dari rs7903146 kadar glukosa darah secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan genotipe CC dan TT (Saraswati dkk., 2011).
3
Single nucleotide polymorphism yang berasosiasi dengan DMT2 berada di
noncoding region tanpa adanya mekanisme mutasi yang nyata. Secara teoritis,
intronic SNP dapat mengatur splicing mRNA, seperti yang terjadi pada penyakit
monogenik (Faustino dan Cooper, 2003). Beberapa studi menunjukkan bahwa
varian SNP TCF7L2 dapat mengarahkan terjadinya gangguan fungsi Tcf7l2 dan
meningkatkan risiko DMT2 dengan mengubah distribusi varian mRNA
(Prokunina-Olsson dkk., 2009a).
Selain pada sel beta pankreas, faktor transkripsi ini diekspresikan secara
luas di berbagai organ dan jaringan yang terlibat dalam metabolisme glukosa.
Penelitian Shao dkk., 2013 menjelaskan bahwa ekspresi gen TCF7L2 di otak
berperan pada pengaturan metabolisme glukosa melalui regulasi ekspresi
glucagon gene (gcg) atau gen proglukagon. Peran fisiologis TCF7L2 juga terjadi
di berbagai jaringan lain, namun belum dapat dijelaskan dengan secara lengkap
(Nobrega 2013). Hal ini membuka kemungkinan untuk meneliti ekspresi faktor
transkripsi ini di darah tepi dengan melihat varian isoform mRNA gen TCF7L2 di
darah tepi.
Berdasarkan hasil-hasil studi sebelumnya, apakah terdapat perbedaan
respon peningkatan GLP1 dan sekresi insulin antara orang dengan dan tanpa alel
risiko diabetes varian SNP gen TCF7L2 menarik untuk dipelajari. Kadar GLP1
dan insulin bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh asupan glukosa, sehingga kadar
GLP1 dan kadar insulin diukur pada saat puasa dan 1 jam paska pembebanan
glukosa oral, serta dihitung nilai homeostasis model assessment (HOMA),
meliputi HOMA-%B yang menilai fungsi sel beta, HOMA-IR yang menilai
4
resistensi insulin dan HOMA-%S yang menilai sensitivitas insulin. Mengingat
intronic SNP dapat mengatur splicing mRNA, apakah varian SNP gen TCF7L2
ini mengekspresikan varian isoform mRNA yang berbeda di darah tepi perlu
diteliti. Selanjutnya perbedaan respon peningkatan GLP1 dan sekresi insulin di
antara varian mRNA gen TCF7L2 di darah tepi perlu diungkapkan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.
Apakah varian SNP gen TCF7L2 ini mengekspresikan varian isoform
mRNA yang berbeda di darah tepi?
2.
Apakah terdapat perbedaan respon peningkatan GLP1 setelah pemberian
glukosa oral dan perbedaan sekresi insulin antara subyek dengan dan tanpa
alel risiko varian SNP gen TCF7L2?
3.
Apakah terdapat perbedaan respon peningkatan GLP1 setelah pemberian
glukosa oral dan perbedaan sekresi insulin di antara varian mRNA gen
TCF7L2 di darah tepi?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Untuk mengelaborasi mekanisme peranan polimorfisme gen TCF7L2 sebagai
faktor risiko DMT2, dengan melihat varian isoform mRNA yang diekspresikan di
darah tepi serta perbedaan respon peningkatan GLP1 dan perbedaan sekresi
5
insulin pada subyek dengan dan tanpa alel risiko diabetes varian SNP gen
TCF7L2.
1.3.2
1.
Tujuan khusus
Untuk mengetahui varian isoform mRNA yang diekspresikan di darah tepi
oleh varian SNP gen TCF7L2.
2.
Untuk mengetahui perbedaan respon peningkatan GLP1 setelah pemberian
glukosa oral dan perbedaan sekresi insulin antara subyek dengan dan tanpa
alel risiko varian SNP gen TCF7L2 (wild type).
3.
Untuk mengetahui perbedaan perbedaan respon peningkatan GLP1 setelah
pemberian glukosa oral dan perbedaan sekresi insulin di antara varian
mRNA gen TCF7L2 di darah tepi.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat akademik
Penelitian ini memberi informasi tentang respon peningkatan GLP1 setelah
pemberian glukosa oral dan sekresi insulin pada populasi orang Bali. Penelitian
ini akan menambahkan informasi tentang mekanisme asosiasi polimorfisme gen
TCF7L2 dengan DMT2 dan membuktikan bahwa asosiasi polimorfisme gen
TCF7L2 dengan DMT2 adalah melalui perubahan respon kadar GLP1 setelah
pemberian glukosa oral dan sekresi insulin. Apabila ternyata didapatkan asosiasi
varian SNP ataupun varian isoform mRNA di darah tepi gen TCF7L2 dengan
respon peningkatan GLP1 dan sekresi insulin, maka studi ini menguatkan hasil
6
studi pada ras lain yang menunjukkan bahwa TCF7L2 merupakan salah satu gen
yang berasosiasi dengan DMT2 serta menjelaskan bahwa efek alel risiko TCF7L2
adalah gangguan sekresi insulin melalui GLP1.
1.4.2
Manfaat praktis
Apabila dari penelitian ini didapatkan kadar GLP1 rendah pada populasi orang
Bali, maka hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan
pemilihan obat untuk penderita DMT2 di Bali, yaitu obat-obat yang didasarkan
atas upaya untuk meningkatkan kadar inkretin baik berupa analog GLP1 maupun
obat yang menghambat hormon yang memecah GLP1 yaitu penghambat enzim
DPP4 (dipeptidylpeptidase 4 inhibitor).
Download