PENGEMBANGAN KARAKTER DAN PROFESI PESERTA DIDIK Oleh Oleh Tim PLPG Rayon 121 UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2016 0 PENGGALAN I PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK I. Pokok Bahasan : Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan 2. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan 3. Pengertian Tugas Perkembangan dan Fase-fase Tugas Perkembangan 4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan I berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian pertumbuhan peserta didik 2. Memahami pengertian perkembangan peserta didik 3. Memahami berbagai aspek perkembangan peserta didik 4. Memahami tugas perkembangan sesuai dengan fase-fase perkembangan 5. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik 6. Memahami metode pengembangan potensi peserta didik IV. Uraian Materi A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah pertumbuhan dan perkembangan secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara independensi, yang artinya saling tergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang pilah berdiri sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya. Dari segi ilmu tumbuh kembang, adalah ilmu yang mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjadikan dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental dan sosial. Serta menegakkan diagnosis diri pada setiap kelainan tumbuh kembang pada anak dan kemungkinan penanganan yang efektif serta mencari penyebab dan mencegahnya. Selanjutnya ilmu ini memberi batasan tentang arti dari pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut: 1 Pertumbuhan adalah suatu perubahan jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat. Ukuran umur panjang tulang dan keseimbangan kalsium dan nitrogen pada tubuh. Pertumbuhan menunjukkan perubahan kuantitatif, yang tampak dalam ukuran perubahan dan struktur tubuh. Pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada tiap-tiap fase perubahan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi tidak ada, dari kecil menjadi besar dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan lain-lain. Pertumbuhan dinyatakan dalam perubahan-perubahan yag terjadi pada bagian, tetapi pertumbuhan itu sendiri adalah suatu sifat umum dari suatu organisme (Whitherington, 1991 : 156). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan individu beruapa fisik yang bersifat kuantitatif tentunya yang dapat diukur. Dapat dicontohkan misalnya pertumbuhan berat badan, bertambahnya tinggi, dan bertambahnya panjang pada rambut. Perkembangan diartikan dengan bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan dan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, dan sistem organ yang berkembang sehingga dapat memenuhi fungsinya yang di dalamnya juga terjadi perkembangan emosi, intelektual dan perilaku. Bila dilihat dari segi objek psikologi perkembangan (menurut Van den Berg 1956; Muchow, 1962) merupakan suatu perkembangan manusia sebagai person yang artinya suatu proses yang menuju kedepan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Jadi perubahanperubahan yang dialami sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi (Santrok Yussen. 1992). Dengan demikian perkembangan berlangsung dari proses terbentuknya individu dari proses bertemunya sperma dengan sel telur dan berlangsung sampai ahir hayat yang bersifaf timbulnya adanya perubahan dalam diri individu. Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (E.B. Harlock). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar 2 yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif (dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut. Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya (Kasiram, 1983 : 23), menandung arti bahwa perkembangan merupakan peubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya. Spikier (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungakan dengan perkembangan yaitu: 1. Ontogenetik, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai dewasa. 2. Filogenetik, perkembang dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan yaitu merupakan perubahan individu ke arah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Sebagai contoh anak yang baru berusia 5 bulan hanya dapat tengkurab kemudian setelah kira-kira 7 bulan sudah bisa berdiri tapi dengan bantuan orang lain, kemudian pada umur 9 bulan baru dapat berdiri sendiri dan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10 bulan baru dapat berjalan dengan lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari. Maka proses perubahan tarsebut dinamakan dengan perkembangan. Dari proses perkembangan dapat dikelompokan menjadi 3 aspek yaitu : 1. Aspek bilogis. Aspek biologis tersebut merupakan perkembangan pada fisik individu, contohnya : bertambahnya berat badan dan tinggi badan yang tentunya dapat kita ukur. 2. Aspek kognitif meliputi perubahan kemampuan dan cara berpikir. Aspek ini merupakan perubahan dalam proses pemikiran yang merupakan hasil dari lingkungan sekitar. salah satunya yaitu anak mampu menyelesaikan soal matematika. 3. Aspek psikososial dapat diartikan bahwa aspek ini merupakan perubahan aspek perasaan, emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian aspek psikososial merupakan aspaek perkembangan individu dengan lingkungan sekitar atau masyarakat. Dari semua aspek tersebut yaitu aspek biologis (fisik), aspek kognitif (pemikiran), dan aspek psikososial (hubungan dengan masyarakat) semuanya saling mempengaruhi sehingga apabila pada suatu aspek mengalami hambatan maka akan mempengaruhi perkembangan aspek yang lainnya Berdasarkan beberapa kajian di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik yaitu lebih menunjukkan ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik 3 yang murni sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu yaitu lebih banyak menunjukkan sifat yang mengenai gejala-gejala psikologis yang menunjukkan seseorang bertambah dalam berbagai kemampuan yang bermacam-macam berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan belajar. Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal didasarkan pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya biologis seseorang merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan. B. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Setiap individu pada hakikatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan nonfisik yang meliputi aspek-aspek intelektual, emosi, sosial, bahasa, bakat khusus, nilai dan moral, serta sikap. Berikut ini diuraikan pokok-pokok pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek tersebut. 1. Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa. a) Pertumbuhan Sebelum Lahir Manusia itu ada dimulai dari suatu proses pembuahan (pertemuan set telur dan sperma) yang membentuk suatu set kehidupan, yang disebut embrio. Embrio manusia yang telah berumur satu bulan, berukuran sekitar setengah sentimeter. Pada umur dua bulan ukuran embrio itu membesar menjadi dua setengah sentimeter dan disebut janin atau "fetus". Baru setelah satu bulan kemudian (jadi kandungan telah berumur tiga bulan), janin atau fetus tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil. Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ tubuh dan tersusunnya jaringan saraf yang membentuk sistem yang lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan janin diakhiri saat kelahiran. Kelahiran pada dasarnya merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan saraf masing-masing komponen biologis telah mampu berfungsi secara mandiri. b) Petumbuhan Setelah Lahir Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan kelanjutan pertumbuhannya sebelum lahir. Proses pertumbuhan fisik manusia berlangsung sampai masa dewasa. Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan berat badannya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir sampai dengan umur, 25 tahun, 4 perbandingan ukuran badan individu, dari pertumbuhan yang kurang proporsional pada awal terbentuknya manusia (kehidupan sebelum lahir atau pranatal) sampai dengan proporsi yang ideal di masa dewasa, dapat dilihat pada gambar berikut. 2. Intelektual Intelektual atau daya pikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak. Karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan intelektual yang lazim disebut dengan istilah lain kemampuan berpikir dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. 3. Emosi Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti marah yang ditunjukkan dengan teriakan, atau sedih yang ditunjukkan dengan menangis. 4. Sosial Dalam proses pertumbuhan setiap orang tidak dapat berdiri sendiri. Setiap orang memerlukan lingkungan dan senantiasa akan memerlukan manusia lain. 5. Bahasa Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan demikian dalam berbahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu penyampaian isi pikiran dan penerima pikiran. Dalam berdialog keduanya sering berganti fungsi. 6. Bakat Khusus Pada mulanya bakat merupakan hal yang penting dalam penyelesaian tugas ataupun pekerjaan. Bakat merupakan kemampuan tertentu yang dimiliki oleh seorang individu yang hanya dengan rangsangan atau sedikit latihan kemampuan itu dapat berkembang dengan baik. 7. Sikap, Nilai dan Moral Bloom (woolfoolk dan Nicolich, 1984) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari proses belajar dikelompokkan menjadi tiga sasaran yaitu penguasaan pengetahuan (Kognitif), penguasaan nilai dan sikap (Afektif) dan penguasaan Psikomotor. Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock,1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalan dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan 5 masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. 8. Agama Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu: 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran). Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosional maupun inteligensi peserta didik. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. C. Pengertian Tugas Perkembangan dan Fase-fase Tugas Perkembangan Tugas-tugas perkembangan diartikan dengan petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang (baik sebagai orang tua, guru, maupun individu yang bersangkutan) dapat mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan terhadap individu pada usia-usia tertentu. Pengertian di atas mengandung dua aplikasi yaitu: (1) Dari segi orang dewasa dapat mengetahui hal-hal apa yang harus diajarkan kepada anak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungannya (khususnya bagi masa kanak-kanak) dan mengetahui hal-hal bagaimana yang harus ditanamkan dan dikuatkan dalam masa pubertas dan masa remaja. (2) Dari segi pendidik, dapat mengetahui hal-hal bagaimana yang diharapkan untuk dikuasai oleh anak didiknya sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya (mulai dari masa bayi, masa kanakkanak, masa pubertas, masa remaja, masa dewasa dan masa tua) sehingga dapat hidup di masyarakat menjadi individu yang “well adjusted”. Selanjutnya Havinghurst mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi, tugas-tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas dalam masa hidup seseorang. Adapun pengertian tugas perkembangan anak 6 yaitu serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan oleh individu dalam suatu periode tertentu atau usia tertentu yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Adalah hal yang pasti bahwa setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Sehubungan dengan itu ada beberapa hal yang dapat mendukung terlaksananya tugas-tugas perkembangan individu, seperti: (1) Adanya kematangan pisik tertentu pada fase perkembangan, (2) Adanya dorongan cita-cita psikologis manusia yang sedang berkembang, (3) Adanya tuntutan kultural masyarakat sekitar, (4) Dukungan dari orang-orang dewasa yang bertanggungjawab di lingkungan individu yang bersangkutan. Menyimak demikian pentingnya arti dari tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia, maka tidak berlebihan bila tugas-tugas perkembangan khususnya bagi anak usia TK harus selalu diperhitungkan secara cemat oleh para orang tua dan guru sebagai suatu yang terjadi secara alamiah dan tepat pada waktunya. Selanjutnya setiap fase atau tahapan perkembangan akan diiringi oleh tugas-tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh individu untuk dapat melaksanakan fase perkembangan berikutnya dan keberhasilan kehidupannya. Fase-fase perkembangan dan tugas yang mengiringi fase tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Tugas perkembangan fase bayi (baby hood). Berlangsung sejak individu dilahirkan dari rahim ibunya sampai berusia setahun. Tugas pada fase ini adalah: (1) Belajar memakan makanan keras, bubur, nasi, dan seterusnya. (2) Belajar berdiri dan berjalan misal berpegangan pada sandaran kursi atau tembok. (3) Belajar berbicara misal menyebut kata ibu dan ayah. Tugas perkembangan fase Kanak-kanak (early childhood). Yaitu usia hingga lima tahun atau enam tahun. Pada fase ini penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun kedalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah. Tugas perkembangan ini meliputi: (1) Belajar mengendalikan benda-benda pengeluaran dari tubuh seperti meludah. (2) Belajar mengadakan hubungan sosial dengan ibunya. (3) Belajar membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. (4) Belajar memainkan peran seorang laki-laki (jika laki) dan memainkan peran seorang perempuan (jika perempuan). (5) Belajar keterampilan fisik seperti melompat. (6) Belajar bergaul dengan teman sebaya. (7) Belajar membaca dalam arti mulai siap mengenal huruf dan kata, untuk mengembangan dasar-dasar keterampilan membaca dan menulis. (8) Pengambilan peran persepsual, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam meramalkan apa yang dilihat orang lain mengenai objek-objek yang sama dilihat dari pandangan perspektif yang berbeda. Juga dimaksudkan 7 untuk mengembangkan suatu kemampuan untuk melepaskan dasar pandangan sendiri dalam mengamati sesuatu dan mengambil dasar pandangan orang lain. Anak-anak sampai usia sekitar 5 tahun hampir tidak dapat menempatkan diri dalam posisi orang lain (karena secara alamiah sifat egosentris pada masa kanak-kanak memang tinggi). (9) Pengambilan peran konsepsual, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kecakapan menempatkan diri dalam pembentukan pengertian atau dalam formasi konsep orang lain. (10) Pengambilan peran emosional-motivasional, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kecakapan simpati dan empati anak, yaitu ikut merasakan secara konkrit alam perasaan dan motif-motif orang lain. Tugas perkembangan fase anak-anak ( late childhood). Berlangsung antara usia enam sampai dua belas tahun dengan ciri-ciri utama sebagai berikut: (1) Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok (peer group). (2) Keadaan fisik yang memungkinkan anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani. (3) Memiliki dorongan mental memasuki konsep logika, symbol dan komonikasi yang luas. Tugas perkembangan fase remaja (adolescence). Masa remaja menurut sebagian ahli psikologi terdiri atas sub-sub masa perkembangan yaitu : (1) Sub perkembangan masa prapuber yaitu berlansung selama kurang lebih dua tahun sebelum masa puber. (2) Sub perkembangan masa puber berlangsung kurang lebih selama dua setengah sampai tiga tahun setelah masa pra-puber. (3) Sub perkembangan post puber yaitu suatu perkembangan biologis yang relatif sudah mulai mengalami kelambanan tapi masih terus berlangsung pada bagian organ tertentu. Dengan demikian ada pandangan yang mengatakan bahwa masa remaja adalah sebagai masa yang paling pendek karena berlangsung hanya beberapa tahun dan juga dikatakan masa remaja sebagai masa yang sangat kritis, karena pada masa ini individu sangat rentan sekali dengan kompleksnya pengaruh-pengaruh lingkungan didukung dengan perkembangan psiko-emosional remaja memang berada pada masa yang masih labil. Rentangan masa remaja umumnya berlangsung dari usia 11/12- 21 tahun bagi anak perempuan dan 13-22 tahun bagi anak laki-laki. Adapun tugas-tugas perkembangan bagi anak usia remaja adalah meliputi pencapain dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan masa dewasa, yaitu : (1) Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya. (2) Mencapai peranan sosial yang bertanggungjawab di masyarakat. (3) Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. (4) Mempersiapkan diri untuk mencapai karir. (5) Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia pernikahan. 8 Tugas perkembangan dewasa awal (early adulthood), yaitu sebagai fase mulai memasuki usia dewasa yaitu usia 21- 40 tahun. Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah : (1). Mulai bekerja mencari nafkah. (2) Memilih teman atau pasangan hidup berumah tangga. (3) Mulai memasuki kehidupan rumah tangga belajar hidup bersama pasangan dan mengelola tempat tinggal serta membesarkan anak-anak. (4) Menerima tanggung jawab kewarganegaraan. (5) Menemukan kelompok sosial atau perkumpulan kemasyarakatan. Tugas perkembangan setengah baya (midle age), berlangsung antara usia 40- 60 tahun. Adapun tugas perkembangan fase ini adalah : (1) Mencapai tanggungjawab sosial. (2) Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya. (3) Mencapai dengan melaksanakan penampilan yang memuaskan dalam karier. Tugas perkembangan usia tua (old age), berlangsung antara usia 60 tahun sampai akhir hayat. Tugas-tugas perkembangan pada masa tua sesuai dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan jasmani yaitu: (1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan jasmani. (2) Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun dan berkurangnya penghasilan. (3) Menyesuaikan diri dengan teman pasangannya istri atau suami. D. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik Perbedaan beberapa pandangan para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik, disebabkan oleh adanya sudut pandang pendekatan mereka terhadap eksistensi manusia tidak sama. Dari pandangan tersebut aliran-aliran yang mengupas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu adalah: 1) Aliran Nativisme Tokoh aliran ini adalah Athur Schopenhouer (1788-1860), yaitu seorang filosof Jerman yang alirannya konon dijuluki sebagai aliran pesimistis karena dianggap memandang sesuatu dengan kaca mata hitam. Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor dari dalam diri individu (internal) atau juga disebut dengan faktor herediter (pembawaannya). 2) Aliran Empirisme Tokoh utama aliran Empirisme adalah John Lock (1632-1704). Doktrin aliran Empirisme ini dipandang sangat termasyur dengan teori tabularasa. Tabularasa adalah sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong yang menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam perkembangan individu. Artinya perkembangan individu semata-mata tergantung pada lingkungan dan pengalaman 9 pendidiknya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para penganut Empirisme menganggap setiap anak lahir adalah tabularasa, dalam keadaan kosong tidak punya kemampuan apa-apa. Akan menjadi apa individu tersebut, itu sangat tergantung pada pengalaman/ lingkungan yang mendidiknya. 3) Aliran Konvergensi Tokoh utama aliran ini adalah Lois William Stern (1871-1938), yaitu seorang filosof dan psikolog dari Jerman. Aliran ini merupakan gabungan Empirisme dan Nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktorfaktor yang mempengaruhi dalam perkembangan individu. 4) Aliran Interaksionisme Tokoh aliran ini adalah Piaget, yang berusaha memberi makna mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Secara prinsip Piaget tampaknya setuju dengan dua faktor yang telah disebutkan terdahulu berpengaruh pada perkembangan individu, namun makna yang lebih lanjut diberikan terhadap kedua faktor pengaruh tersebut adalah pada pengertian interaksi. Interaksi yang dimaksud adalah pengaruh timbal balik, artinya tidak hanya pengaruh mempengaruhi antara pembawaan dan lingkungan melainkan juga interaksi antara pribadi dengan dunia luar. Interaksi tadi mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan reaksi dan aksi ikut memberikan bentuk pada dunianya yaitu keluarga, teman-teman, tetangga, kelas sosial, kelompok kerja, bangsa. Demikian juga sebaliknya individu bersangkutan juga mendapatkan pengaruh dari dunianya dan kadang-kadang pengaruh itu begitu kuat hingga pribadinya dapat berubah atau bahkan bisa dalam bahaya, tergantung dari faktor mana yang lebih dominan mempengaruhi pribadi individu. Berdasarkan beberapa pandangan di atas, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: a) Faktor hereditas Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak orang tuanya. Hal ini terjadi di dalam kromosom-kromosom baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu berinteraksi membentuk pasangan-pasangan. Dua anggota dari masing-masing pasangan memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Pasangan kromosom di mana dalam masing-masing kromosom terdapat sejumlah “genes” dan masing-masing “genes” memiliki sifat tertentu, membentuk persenyawaan “genes” yang demikian menjalin senyawa sifat-sifat “genes”. 10 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembawaan ialah potensi-potensi yang dibawa setiap individu ketika ia lahir merupakan warisan dari orang tuanya. Hereditas merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakter individu yang diwariskan orangtua kepada anaknya, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki oleh setiap individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum sperma) sebagai pewarisan dari pihak orangtua melalui gen-gen (Yusuf: 2004). Adapun yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya adalah sifat strukturalnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar atau pengalaman. Penurunan sifat-sifat ini mengikuti prinsip-prinsip berikut: 1) Reproduksi, berarti penurunan sifat-sifatnya hanya berlangsung melalui sel benih. 2) Konformitas (keseragaman), proses penurunan sifat akan mengikuti pola jenis (species) generasi sebelumnya. 3) Variasi, karena jumlah gen dalam setiap kromosom sangat banyak, maka kombinasi gen pada setiap pembuahan akan mempunyai kemungkinan yang banyak pula. Dengan demikian untuk setiap proses penurunan sifat akan terjadi penurunan yang beraneka (bervariasi). Antara kakak dan adik mungkin berlainan sifatnya. 4) Regresi filial, yaitu penurunan sifat cenderung ke arah rata-rata. Perkembangan manusia ditentukan oleh interaksi yang berkesinambungan antara hereditas dan lingkungan. Interaksi ini sedah terjadi mulai dari masa-masa pembuahan sel telur. Sejumlah ciri pribadi yang luar biasa banyaknya sudah ditentukan oleh struktur genetik ovum yang dibuahi. Gen memprogramkan tumbuhnya sel tubuh sehingga kita terbentuk menjadi manusia serta menentukan warna kulit, rambut, ukuran tubuh secara umum, jenis kelamin, kemampuan intelektual dan temperamen emosional. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat beriteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal. b) Faktor lingkungan Faktor lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan faktor lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan bio-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang kurang normal pada organisme, misalnya: (1) Faktor yang terjadi sebelum lahir seperti kekurangan nutrisi pada ibu dan janin. (2) Faktor ketika lahir atau saat kelahiran yaitu terjadi pendarahan pada kepala bayi yang disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia 11 dilahirkan dan oleh efek pada susunan saraf pusat karena proses kelahiran bayi dilakukan dengan bantuan tang. (3) Faktor yang dialami bayi sesudah lahir yaitu karena pengalaman traumatik seperti pada kepala bagian dalam terluka karena kepala bayi terpukul atau mengalami serangan sinar matahari yang nantinya akan mengganggu pertumbuhan pada bayi dan anak. (4) Faktor psikologis terjadi karena bayi ditinggalkan oleh ibu, bapak atau kedua orang tuanya. Ada juga beberapa sebab lain seperti anak-anak yang dititipkan pada suatu lembaga seperti rumah sakit, rumah yatim piatu sehingga mereka kurang sekali mendapatkan perawatan jasmaniah dan kasih sayang orang tua yang nantinya anak tersebut akan mengalami kehampaan psikis, kering dari perasaan sehingga dapat mengakibatkan kelambatan pada semua fungsi biologis maupun psikologisnya. Secara umum faktor lingkungan yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah lingkungan prenatal, lingkungan eksternal, dan lingkungan internal anak. 1) Lingkungan Prenatal Lingkungan di dalam uterus sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan fetus, terutama karena ada selaput yang menyelimuti dan melindungi fetus dari lingkungan luar. Beberapa kondisi lingkungan dalam uterus yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin adalah gangguan nutrisi karena ibu kurang mendapat gizi baik secara kualitas maupun kuantitas. Intinya, apa yang dialami ibu akan berdampak pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan fetus. 2) Pengaruh Budaya Lingkungan Budaya keluarga atau masyarakat akan memengaruhi bagaimana mereka memersepsikan dan memahami kesehatan serta berperilaku hidup sehat. Pola perilaku ibu yang sedang hamil dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya, misalnya ada beberapa larangan untusk makanan tertentu padahal zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin. Begitu juga keyakinan untuk melahirkan dengan meminta pertolongan petugas kesehatan di sarana kesehatan atau tetap memilih dukun beranak, dilandasi oleh nilai budaya yang dimiliki. Setelah anak lahir, dia dibesarkan dengan pola asuh keluarga yang juga dilandasi oleh nilai budaya yang ada di masyarakat. Anak yang dibesarkan dilingkungan petani akan mempunyai pola kebiasaan atau norma yang berbeda dengan mereka yang dibesarkan di kota besar seperti metropolitan Jakarta. 3) Status Sosial dan Ekonomi Keluarga Anak yang berada dan dibesarkan dalam ekonomi keluarga yang sosial ekonominya rendah, bahkan punya banyak keterbatasan untuk memberi makanan bergizi, membayar 12 biaya pendidikan, dan memenuhi kebutuhan primer lainnya, tentunya keluarga akan mendapat kesulitan untuk membantu anak mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan usianya. Keluarga dengan latar belakang pendidikan rendah juga sering kali tidak dapat, tidak mau, atau tidak meyakini pentingnya penggunaan fasilitas kesehatan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anaknya, misalnya pentingnya imunisasi. Fungsi lingkungan atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu potensi secara baik atau tidak baik. Sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menghambat atau merusak perkembangan individu. Dari bahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seperti tersebut di atas, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (1) semua dari manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembanganya dan (2) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasikombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut. Dalam perkembangannya hereditas dan lingkungan mempunyai sumbangan dalam kehidupan yaitu dalam bidang pertumbuhan dan perkembangbiakan, pertumbuhan dan perkembangan mental, kesehatan mental dan emosi serta kepribadian, dan sikap-sikap, keyakinan, serta nilai-nilai. Secara umum mengenai pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan, sifat individu, pola pikir bahkan termasuk intelegensi, sebagai berikut : 1. Hereditas menetapkan batas perkembangan yang dapat dilakukan oleh lingkungan. Bagaimanapun juga besarnya dampak stimulus lingkungan yang diterima oleh organisme namun perkembangan organisme yang bersangkutan tidak dapat melampaui batas yang telah ditetapkan oleh faktor keturunan. Sebagai contoh, bagaimanapun usaha mendidik seekor monyet, ia tidak akan pernah dapat menyamai manusia. 2. Lingkungan dapat memodifikasi efek hereditas. Suatu lingkungan yang buruk dapat saja mengubah warisan sifat seseorang yang baik semata-mata karena ia berada dalam asuhan lingkungan tersebut. 13 3. Tidak ada satupun karakteristik atau perilaku yang tidak ditentukan bersama oleh faktor lingkungan dan faktor keturunan. Lingkungan dan keturunan berinteraksi dalam mempengaruhi perilaku. Dengan kata lain, hereditas menentukan apa yang dapat dilakukan oleh individu sedangkan lingkungan menentukan apa yang akan dilakukan oleh individu. 4. Faktor lingkungan tampak kurang berperan dalam membentuk karakteristik fisik. Tapi cenderung lebih berperan dalam membentuk karakteristik dan kepribadian. 14 PENGGALAN II TUGAS PERKEMBANGAN MASA KANAK-KANAK AWAL I. Pokok Bahasan : Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian masa kanak-kanak awal 2. Ciri-ciri masa kanak-kanak awal 3. Tahap-tahap perkembangan individu masa kanak-kanak awal 4. Tugas-tugas perkembangan individu masa kanak-kanak awal III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan II berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian masa kanak-kanak awal 2. Mampu mendiskripsikan tahap-tahap perkembangan individu masa kanak-kanak awal 3. Memahami karakteristik faktor-faktor penentu pembentukan kepribadian individu masa kanak-kanak awal 4. Mampu mengaplikasikan tugas-tugas perkembangan individu masa kanak-kanak awal dalam kehidupan sehari-hari IV. Uraian Materi Pada umumnya orang berpendapat bahwa,masa kanak-kanak merupakan masa yang panjang dalam rentang kehidupan. Dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria. Dalam rentang waktu yang panjang ini, para ahli psikologi sering melakukan pengkatagorian sesuai dengan rentang usia antara fase atau masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak akhir. Garis pemisah antara masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak akhir dilakukan dengan alasan; pertama pemisahan ini khususnya digunakan untuk anakanak yang sebelum mencapai usia wajib belajar hendaknya diperlakukan sangat berbeda dari anak-anak yang sudah masuk sekolah. Kedua, pemisahan yang begitu dianggap penting karena antara awal dan akhir masa kanak-kanak terjadi dalam rentang usia yang cukup panjang sehingga banyak tahap-tahap dan proses perkembangan anak tidak lagi hanya 15 sekedar sebagai aspek-aspek yang berkelanjutan dan tumpang tindih melainkan telah banyak terjadi perbedaan perkembangan yang dialami individu antara awal dan akhir masa kanakkanak. A. Pengertian Masa Kanak-kanak Awal Masa kanak-kanak awal adalah masa yang berlangsung setelah masa bayi, jika ditinjau dari rentangan usia maka masa kanak-kanak awal berlangsung sekitar usia 2 – 6 tahun. Beberapa ketrampilan anak pada masa bayi berkelanjutan pada usia ini yaitu dengan medan yang lebih luas, dan yang paling menonjol dalam perkembangan anak adalah anak mulai belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang diluar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang sebaya. Bagi anak-anak yang mengikuti pendidikan pra-sekolah, misalnya teman kelompok bermain (play group), pendidikan Taman Kanakkanak, dan lainnya biasanya mempunyai sejumlah besar hubungan sosial yang telah ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Alasannya adalah mereka dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok dibandingkan dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat. B. Ciri-ciri Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Awal Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak awal merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Bagi kebanyakan anak (young children) dalam uraian selanjutnya digunakan kata ‘’anak-anak’’ yang menunjuk pada pengertian anak yang masih kanak-kanak. Masa kanak-kanak sering kali dianggap tidak ada akhirnya sewaktu mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan yakni pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan anak-anak lagi melainkan “orang-orang dewasa”. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria. Setelah anak matang secara seksual maka itu disebaut remaja. Selama periode yang panjang ini secara kasar 11 tahun wanita dan 12 tahun untuk pria terjadilah sejumlah perubahan yang mencolok, baik secara fisik maupun psikologis. Karena tekanan budaya dan harapan untuk menguasai hal-hal tertentu pada usia tertentu itu berbeda dari pada usia yang lain, maka anak pada awal masa kanak-kanak agak berbeda dengan anak pada akhir pariode ini. 16 Pada saat ini, secara luas diketahui bahwa masa kanak-kanak harus dibagi lagi menjadi dua periode yang berbeda awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua sampai enam tahun dan periode akhir dari enam sampai tiba saatnya anak matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak awaldimulai sebagai penutup masa bayi usia dimana ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir disekitar usia masuk sekolah dasar. Garis pemisah antara awal dan akhir masa kanak-kanak penting karena dua alasan berikut. Pertama, pemisahan ini khususnya digunakan untuk anak-anak yang belum usia wajib belajar diperlakukan sangat berbeda dari anak yang sudah masuk sekolah. Perlakuan yang diterima anak-anak dan harapan kelompok sosial yang mempengaruhi perlakuan apa yang akan diberikan menentukan dimana garis pemisah itu harus ditegaskan. Kedua mengapa begitu penting garis pemisah antara awal dan akhir masa kanak-kanak pada usia 6 tahun itu adalah efek dari faktor-faktor sosial, bukan oleh faktor-faktor fisik. Relatif hanya terdapat sedikit perbedaan dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak-anak antara sebelum dan sesudah 6 tahun. Misalnya, anak-anak usia lima tahun tidak berbeda secara nyata dengan mereka yang berusia tujuhh tahun. Sebaliknya dalam kebudayaan yang secara hukum menuntut bahwa anak-anak harus mulai mengikuti pendidikan formal pada usia 6 tahun, tekanan dan harapan sosial memegang peranan penting dalam menentukan perbedaan antara anak-anak yang belum dan yang sudah tiba masanya memasuki pendidikan sekolah. Kalau usia formal sekolah setahun sebelumnya berarti garis pemisah antara awal dan akhir masa kanak-kanak adalah lima tahun, kalau setahun sesudahnya, berarti garis pemisahnya 7 tahun. Tekanan dan harapan baru yang mengikuti usia formal sekolah menyebabkan perubahan pola perilaku, minat, dan nilai. Akibatnya anak-anak menjadi manusia yang berbeda dari sebelumnya. Perbedaan ini menyangkut aspek psikologis, bukan fisik, sehingga pemisah dalam rentang usia yang panjang ini menjadi dua bagian yakni masa awal dan akhir kanak-kanak dapat dibenarkan. Bagi para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan psikologis anak selama tahun-tahun pertama masa kanak-kanak awal. Sebutan yang banyak digunakan adalah usia kelompok dimana anak-anak mempelajari dasar-dasar prilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial. Perkembangan utama yang terjadi selama masa awal kanak-kanak berkisar diseputar penguasaan dan pengendalian lingkungan, banyak ahli psikologi melabelkan masa kanakkanak awal sebagai usia menjelajah atau bereksplorasi. Salah satu cara yang umum dalam 17 mejelajahi lingkungan adalah dengan bertanya. Jadi periode ini sering disebut dengan usia bertanya. Yang paling menonjol dalam periode ini adalah meniru pembicaraan dan tindakan orang lain oleh karena itu, periode ini dikenal sebagai usia meniru. Berdasarkan label yang diberikan oleh para orang tua, pendidik, dan para ahli psikologi maka ciri-ciri masa kanak-kanak awal dapat didiskripsikan dalam beberapa bentuk perilaku yang menonjol diantaranya adalah: (1) sebagai usia pembentukan perilaku melalui pembiasaan, (2) sebagai masa persiapan pembentukan keterampilan fisik atau motorik baik motorik halus maupun motorik kasar untuk memasuki masa sekolah formal, (3) sebagai masa pembentukan kesiapan dan kematangan anak melalui dukungan lingkungan, untuk mempersiapkan anak secara mental memasuki konsep logika, symbol komunikasi yang luas agar anak siap memasuki masa sekolah formal, (4) sebagai masa persiapan pebentukan dasardasar perilaku social, (5) sebagai masa eksplorasi atau masa menjelajah melalui keingintahuannya terhadap lingkungan sekitar baik melalui pengamatan langsung maupun melalui bertanya, (6) sebagai masa munculnya dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok. Semua anak khususnya anak TK menampakkan kesenangan belajar dan bahkan mereka ingin mempelajari banyak hal. Dorongan ingin tahu mereka yang sangat tinggi dapat dilihat dari keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan. Mereka senang membuat bermacammacam alat permainan dan belajar apa saja yang mereka lihat dan ketahui. Mereka cenderung meniru dan mencoba apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui itu. Mereka memiliki minat yang luas dan cita-cita yang banyak, Walaupun mereka belum menyadari bahwa untuk mengembangkan minat dan mencapai cita-cita itu perlu belajar dengan tekun, bekerja keras dan keberanian untuk menghadapi tantangan. Mereka juga belum memahami perlunya memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kepribadian yang sesuai dengan tuntutan cita-cita mereka. Bahwa anak-anak menyenangi belajar, kita ketahui pula dari pendapat Hechinger (Soepartinah, P. S, 1981) sebagai berikut:”All children can learn; and afte want to learn –much more, much sooner”. Dari pernyataan tersebut dapat menambahkan keyakinan diri bahwa sebenarnya anak-anak dapat dan ingin belajar, dan lebih dari itu, mereka ingin belajar sebanyak-banyaknya dan sesegera mungkin. 1. Bahwa anak seusia TK ingin dan mau belajar, dapat kita ketahui pula dari tingkah laku murid-murid baru pada umumnya. Pada hari pertama masuk sekolah mereka telah membawa perlengkapan belajar. Bagi anak kegunaan bersekolah adalah untuk: 18 2. Mengembangkan semua kodrat yang dimilikinya sebagai individu, sehingga memperoleh keterampilan intelektual, emosional, dan sosial, sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3. Membentuk keyakinan bahwa kesuksesan yang dimiliki seseorang ditentukan oleh kerja keras, sehingga mampu berprestasi di atas potensi dasar yang dimilikinya. 4. Membentuk kebiasaan untuk mandiri tanpa tergantung pada orang tua. 5. Membentuk kesan yang menyenangkan dalam kelas. C. Aspek-aspek Perkembangan Individu pada Masa Kanak-kanak Awal Beberapa aspek yang mencolok berkembang pada masa kanak-kanak awal adalah: perkembangan fisik, perkembangan kognisi, perkembangan bahasa, perkembangan bermain, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Masa kanak-kanak merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang meskipun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung memperoleh gizi dan perawatan yang lebih baik sebelum dan sesudah kelahiran dibandingkan dengan anak-anak dari kelompok ekonomi rendah. Oleh karena itu, perkembangan tinggi, berat dan otot-otot badan cenderung lebih baik bagi anak-anak dari kelompok ekonomi tinggi. Beberapa pertumbuhan fisik dapat diuraikan sebagai berikut: (1) tinggi, Pertumbuhan tinggi badan setiap tahunnya rata-rata tiga inci. Pada usia 6 tahun tinggi anak rata-rata 46,6 inci, (2) berat, Pertambahan berat badan setiap tahunnya rata-rata 3-5 pon, (3) Perbandingan tubuh, Perbandingan tubuh sangat berubah dan “penampilan bayi” tidak tampak lagi, (4) Postur tubuh, Perbedaan postur tubuh untuk pertama kali tampak jelas dalam awal kanak-kanak ada yang posturnya gemuk lembek atau endomorfik, ada yang kuat berotot dan metomorfik dan ada lagi yang relatif kurus atau ektomorfrik, (5) Tulang dan otot, (6) Otot menjadi lebih besar, lebih kuat dan lebih berat sehingga anak tampak lebih kurus meskipun beratnya bertambah, (7) Lemak, anak-anak yang cenderung bertubuh endomorfik lebih banyak jaringan lemaknya daripada jaringan otot : yang cenderung metomorfik mempunyai jaringan otot lebih banyak daripada jaringan lemak; dan yang bertubuh ektomorfik mempunyai otot-otot yang kecil dan sedikit jaringan lemak, (8) Gigi, selama 4-6 bulan pertama dari awal masa kanak-kanak (sekitar usia 2,5 tahun), empat gigi bayi yang terakhir geraham belakang muncul. Selama setengah tahun 19 terakhir (sekitar usia 5,5 tahun) gigi bayi mulai tanggal digantikan oleh gigi tetap. Yang mula-mula lepas adalah gigi bayi yang pertama kali tumbuh yaitu gigi seri tengah. Beberapa perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal sebagai berikut: a. Kebiasaan Fisiologis Kebiasaan fisiologis yang dasarnya sudah diletakkan pada masa bayi menjadi semakin baik. Tidak perlu lagi disediakan makanan khusus dan anak belajar makan pada waktu-waktu tertentu. Namun nafsu makan anak-anak tidak sebesar seperti pada masa bayi. Karena tingkat pertumbuhan telah menurun dan sebagian karena ia mulai mengembangkan jenis makanan yang disukai dan yang tidak disukai. Jumlah tidur yang dibutuhkan sehari-hari berbeda, tergantung pada berbagai faktor tertentu seperi, banyaknya latihan di siang hari dan macam kegiatan yang dilakukan. Pengendalian pembuangan kotoran telah dikuasai pada masa akhir bayi. Pada usia tiga tahun atau empat tahun anak sudah harus dapat mengendalikan kantung kemih pada malam hari. Sehingga sekalipun merasa lelah dan mengalami ketegangan emosi anak-anak akan tetap tidak mengompol. b. Keterampilan Pada Masa Kanak-kanak Awal Masa kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari keterampilan tertentu. Hal ini dikatakan demikian, dengan alasan bahwa; pertama, anak sedang mengulang-ulang dan karenanya senang hati mau mengulang suatu aktivitas sampai mereka terampil melakukannya. Kedua, anak-anak bersifat pemberani sehingga tidak terhambat oleh rasa takut kalau dirinya mengalami sakit atau diejek teman-temannya sebagaimana ditakuti anak yang lebih besar. Ketiga, anak usia ini mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka masih sangat lentur dan keterampilan yang dimiliki baru sedikit. Masa anak-anak awal dapat dianggap sebagai “saat belajar” untuk belajar keterampilan, sehingga anak harus diberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan tertentu. c. Keterampilan Khusus Masa Kanak-kanak Awal Keterampilan yang dipelajari masa ini tergantung dari kesiapan, kematangan, dan terutama kesempatan yang diberikan untuk mempelajari dan bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan. Terdapat perbedaan seks dalam jenis keterampilan yang dipelajari anak-anak. Misalnya anak laki-laki sering didorong untuk belajar bermain bola, sebagaimana anak perempuan didorong untuk mempelajari keterampilan yang berhubungan dengan perawatan rumah tangga. Dengan kesempatan yang diberikan oleh lingkungan sering anak laki-laki perkembangan motorik kasar mereka lebih dominan 20 sedangkan anak perempuan motorik halusnya lebih dominan berkembang. Berdasarkan steriotipy yang terjadi di masyarakat agaknya kurang mendukung jika hal tersebut masih dipertahankan pada masa kini. Hal ini dikatakan demikian karena pada masa kanak-kanak awal pembentukan dasar pengembangan motorik kasar maupun motorik halus baik bagi anak laki-laki maupun bagi anak perempuan sebenarnya sama pentingnya. Untuk hal itu bagi orang tua dan para pendidik akan lebih baik jika memahami tugas-tugas perkembangan anak masa ini. Keterampilan umum yang penting dipelajari oleh anak masa kanak-kanak awal dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu keterampilan tangan dan keterampilan kaki. 1) Keterampilan tangan, keterampilan makan dan berpakaian sediri yang dimulai pada masa bayi disempurnakan dalam awal masa kanak-kanak kemajuan terbesar dalam keterampilan berpakaian umumnya antara usia 1,5 dan 3,5 tahun. Menyisir rambut dan mandi merupakan keterampilan yang mudah dilakukan dalam periode ini. Masa kanak-kanak awal dapat dianggap sebagai periode kritis dalam menentukan pilihan penggunaan tangan. Karena selama periode ini, anak-anak sampai tingkat tertentu meninggalkan kecenderungan untuk mengartikan penggunaan tangan yang satu dengan menggunakan tangan yang lain dan mulai memusatkan keterampilan satu tangan dan tangan yang lain sebagai tangan pembantu. Misalnya, kalau anak kelas satu bertanya mengalami kesulitan dalam menggunakan tangan kirinya ketika ia berusaha meniru guru yang menulis dengan tangan kanan dipapan tulis, maka ia dapat berganti dengan menggunakan tangan kanan sebagai tangan yang dominan kalau motivasinya cukup kuat. Para guru dan pengasuhnya dianjurkan untuk mendorong anak menggunakan tangan kanan dan diharapkan untuk mengajarkan. Keterampilan tangan baru sedemikian rupa sehingga anak yang cakap menggunakan kedua tangannya, banyak keterampilan tangan yang dipelajari anak-anak tidak dapat dilakukan dengan satu tangan, maka kedua tangan harus dilatih untuk melaksanakan keterampilan. 2) Keterampilan kaki, sekali anak-anak dapat berjalan ia mengalihkan perhatian untuk mempelajari gerakan-gerakan yang menggunakan kaki. Pada usia 5 tahun, atau 6 tahun ia belajar melompat dan berlari cepat. Keterampilan kaki lain yang dikuasai anak-anak adalah lompat tali keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas dinding/papan titian atau pagar, sepatu roda, bermain sepatu es dan menari. 21 2. Perkembangan Kognisi Untuk dapat berkomuikasi dengan orang-orang lain, anak harus mengerti apa yang dikatakan orang lain, kalau tidak dapat dimengerti orang lain pembicaraan tidak berhubungan dengan apa yang dikatakan orang lain dan ini akan merusak kontak sosialnya. Kemampuan mengerti sangat dipengaruhi cara anak mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya, mendengarkan radio dan televisi ternyata sangat membantu karena mendorong anak unuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Menurut Piaget pada masa kanak-kanak awal anak telah berada pada tahap berpikir pra-oprasional, suatu tahap yang berlangsung sekitar usia 2 tahun sampai 7 tahun. Perilaku anak pada masa ini adalah senang menjelajah lingkungan karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik dan dengan meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, maka pengertian anak tentang orang, benda dan situasi meningkat dengan pesat. Hal ini tampak pada beberapa perkembangan pemahaman konsep yang dialami anak sebagai berikut: a. Kategori Konsep yang Umum Anak-anak mengembangkan banyak konsep yang sama karena adanya pengalaman belajar yang sama. Misalnya seorang anak yang pernah pergi ke negara-negara lain akan mengembangkan konsep tentang manusia dan pola kehidupan yang berbeda dengan anak yang pengalamannya lebih terbatas. Untuk mengembangkan konsep yang sama dengan konsep teman sebayanya tentang keturunan dan kelahiran, kalau mereka mengikuti pendidikan tentang kesehatan dan seks disekolah. b. Kategori Konsep Umum yang Berkembang Selama Masa Kanak- kanak Awal 1) Kehidupan Anak-anak cenderung memberikan sifat yang hidup kepada benda mati seperti boneka hewan. Orang dewasa hendaknya mendorong hal ini dengan menunjukkan persamaan antara benda hidup dengan benda mati. 2) Kematian Anak-anak cenderung menghubungkan kematian dengan sesuatu yang pergi tetapi biasanya tidak dapat mengerti apa makna kematian. 3) Fungsi Tubuh Anak-anak mempunyai konsep mengenai fungsi tubuh dan kelahiran yang kurang tepat. Hal ini berlaku sampai anak sekolah. 4) Ruang 22 Anak usia 4 tahun dapat menaksir jarak yang dekat secara tepat tetapi kemampuan untuk menaksir jarak yang jauh belum berkembang sampai masa kanakkanak akhir. 5) Berat Anak-anak belajar bahwa benda-benda yang berbeda mempunyai berat yang berbeda. Anak memperkirakan berat benda sesuai dengan besarnya benda. 6) Bilangan Anak-anak yang mengikuti taman kanak-kanak biasanya mengerti bilangan sampai lima. Konsep menegnai bilangan dari atas 5 masih sangat samar-samar. 7) Waktu Anak-anak belum mengerti tentang lamanya waktu. Kebanyakan anak usia 4 atau 5 tahun mengerti hari dalam satu minggu dan pada usai 6 tahun mengerti tentang bulan, tahun, dan musim. 8) Diri sendiri Konsep diri mulai mencakup fakta mengenai kemampuan untuk mengetahui kelengkapan dirinya. Pada usia 3 tahun kebanyakan anak mengerti jenis kelamin, nama lengkap dan nama anggota tubuhnya. 9) Kesadaran sosial Sebelum awal masa kanak-kanak berakhir kebanyakan anak-anak dapat membentuk pendapat tentang orang lain, apakah seorang itu baik atau jahat, pandai atau bodoh. 10) Keindahan Kebanyakan anak masa ini lebih menyukai nada yang pasti dan ia senang bentuk-bentuk yang sederhana, warna yang cerah dan mencolok. 11) Kelucuan Yang sering dianggap lucu adalah wajah-wajah lucu yang dibuatnya sendiri atau orang lain. 3. Perkembangan Bahasa Pada saat anak-anak berusia dua tahun, kebanyakan bentuk-bentuk komunikasi prabicara yang tadinya sangat bermanfaat dalam masa bayi telah ditinggalkan. Anak-anak tidak lagi mengoceh dan tangis mereka sudah sangat berkurang. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok daripada 23 anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas. Kedua belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya, atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlukan sebagai bayi dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan. Anak-anak harus menguasai dua tugas pokok yang merupakan unsur penting dalam belajar berbicara yaitu : Pertama, mereka harus meningkatkan kemampuan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kedua, mereka harus meningkatkan kemampuan bicaranya sehingga dapat dimengerti orang lain. Perkembangan kemampuan berbicara pada masa kanak-kanak umumnya merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa-kata, menguasai pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. a. Menambah kosa-kata Kosa kata anak-anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk kata-kata lama. Dalam menambah kosa kata anak-anak mudah belajar katakata yang umum seperti “Baik dan Buruk, memberi dan menerima dan juga banyak katakata dengan penggunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama orang. 1) Kosa kata etiket Pada masa pra sekolah anak sudah dapat dilatih baik di rumah maupun di sekolah untuk menggunakan kata-kata seperti “minta tolong “dan “terimakasih”. Kosa kata ini mengandung arti kosa kata etiket yang umum digunakan oleh orang dewasa dalam lingkungan Keluarganya, Taman Penitipan, Sekolah, dan Masyarakat. Selanjutnya silahkan pembaca/pendidik implementasikan contoh-contoh kosa kata etiket yang lain dalam mengembangkan kosa kata etiket pada anak-anak. 2) Kosa kata warna Anak belajar nama semua warna yang umum dan warna yang tidak terlampau umum dipelajari sesuai dengan tingkat usia perkembanganya. Bagi anak-anak pra sekolah biasanya sudah mampu mengenal warna-warna dasar antara lain: merah, kuning, putih, biru. Kemudian penguasaan kosa kata warna akan semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya usia perkembangan anak. Kecakapan ini antara lain dapat diperoleh melalui pendidikan formal, misalnya dalam bidang kesenian (Contoh: dengan menghayati lagu Pelangi-pelangi, Lihat Kebunku, dan yang lain). Perhatikan lirik lagu Pelangi-pelangi berikut! Pelangi pelangi alangkah indahmu 24 Merah, kuning, hijau di langit yang biru Pelukismu agung, siapa gerangan Pelangi pelangi ciptaan Tuhan Implementasi lagu pelangi-pelangi terhadap penguasaan kosa kata warna adalah anak mampu menguasai kata-kata warna ”merah, kuning, hijau dan biru”. Selanjutnya, silahkan para pembaca/pendidik menambahkan dengan contoh-contoh lagu-lagu atau puisi serta cerita yang dapat menambah kosa kata warna yang lain pada anak! 3) Kosa kata bilangan Dari pelajaran berhitung di sekolah anak belajar nama dan arti bilangan. Bagi anak usia pra sekolah penguasaan kosa kata bilangan biasanya dikenalkan oleh para guru melalui kegiatan bermain maupun bernyanyi. Misalnya dengan menyimak lagu Satusatu Aku Sayang Ibu, diharapkan para guru dapat mengisi pemahaman anak secara pelan-pelan sehingga anak mampu memperoleh kecakapan mengenai kosa kata bilangan tersebut. Perhatikan lirik lagu berikut. Satu-satu aku sayang ibu Dua-dua juga sayang ayah Tiga-tiga sayang adik kakak Satu dua tiga sayang semuanya Lagu tersebut di atas dapat menambah kosa kata anak mengenai bilangan, yaitu, bilangan satu, dua dan tiga. Selanjutnya silahkan tambahkan dengan contoh-contoh lagu, syair, ataupun cerita yang dapat menambah kosa kata bilangan yang lain pada anak TK! 4) Kosa kata uang Baik di rumah atau di sekolah, anak yang lebih besar belajar mengenal berbagai macam uang logam dan ia mengerti nilai dari berbagai satuan uang kertas. Bagi anak pra sekolah kecakapan ini dapat diberikan melalui permainan Pasar-pasaran dengan menggunakan alat peraga uang tiruan (photo copy uang). Pada permainan itu, disiapkan berbagai barang yang dapat diperjual belikan di pasar dengan masing-masing barang diberikan harga, misalnya, harga pensil Rp 2.000-,, harga cokelat Rp 200-, dan sebagainya. Dalam kegiatan itu anak akan mendapatkan penambahan kosa kata tentang satuan uang serta mengerti tentang nilai setiap mata uang. Selanjutnya silahkan tambahkan dengan contoh-contoh kegiatan kosa kata uang yang lain! 25 5) Kosa kata waktu Kosa kata waktu dari anak yang lebih besar sama dengan kosa kata waktu dari orang-orang dewasa dengan siapa ia berhubungan, walaupun pengertiannya tentang kata-kata waktu kadang-kadang tidak tepat. Akan tetapi bagi anak usia pra sekolah menanamkan kosa kata waktu memang tidaklah gampang. Dengan karakteristik sifat anak yang egosentris penanaman akan penguasaan kosa kata waktu bisa dimulai dari kegiatan diri sendiri (misalnya bangun tidur dipagi hari, pulang sekolah disiang hari, bermain/ nonton TV disore hari, dan mau tidur/istirahat bersama anggota keluarga lainnya dimalan hari). Penambahan kosa kata waktu pada anak, dapat diimplementasikan dalam lagu-lagu yang mengandung kosa kata waktu, seperti lagu: Pok Amik-amik, dsb. Perhatikan lirik lagu berikut! Pok amik amik Belalang kupu-kupu Siang makan nasi kalau malam mimik susu Pada lagu tersebut di atas mengandung kata-kata siang, dan malam, selanjutnya silahkan tambahkan dengan contoh-contoh lagu, cerita, syair yang dapat menambah kosa kata waktu yang lain pada anak! b. Pengucapan kata-kata Anak-anak sulit mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti huruf mati z, w, d, s dan g dan kombinasi huruf mati, St, STR, Dr, Fl, mendengarkan radio dan televisi dapat membantu belajar mengucapkan kata-kata secara benar. Anak belajar katakata populer dan kata-kata makian dari anak-anak yang lebih besar di lingkungan tetangga. Dengan menggunakan kata kata tersebut anak merasa “dewasa’ dan mereka segera mengetahui bahwa penggunaan kata kata tersebut mempunyai nilai perhatian yang lebih besar. Seperti kata populer ”ya iya lah, masak ya, ya dong” dan kata-kata populer lainnya. Selanjutnya kata makian yang sering muncul pada anak-anak ”bego loh”. Khusus mengenai kata-kata makian, guru di TK mengupayakan agar anak-anak mengetahui bahwa arti dari kata makian tersebut dapat membuat orang lain tersinggung, sedih dsb, hal tersebut dapat dituangkan dalam suatu ide cerita, lagu, syair dsb. Seperti contoh: cerita anak yang suka mengumpat, dsb. Silahkan cari contoh kata-kata populer dan kata-kata makian yang sering diucapkan anak usia 3-4 tahun dan tuangkan dalam bentuk lagu, atau cerita, dsb. 26 c. Membentuk kalimat Kalimat biasanya terdiri dari 3 atau 4 kata sudah mulai disuun oleh anak usia 2 tahun dan biasanya oleh anak usia 3 tahun. Kalimat ini banyak yang tidak lengkap terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata depan dan kata penghubung. Sesudah usia 3 tahun, anak membentuk kalimat yang terdiri dari 6-4 kata. Anak usia 4-6 tahun harus sudah menguasai hampir semua jenis struktur kalimat. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya anak berbicara diantaranya adalah: inteligensi, jenis disiplin, posisi urutan kelahiran, besarnya keluarga, status sosial ekonomi, status ras, berbahasa dua, dan penggolongan peran seks. 4. Perkembangan Sosial Masa kanak-kanak awal sering disebut masa pra kelompok. Karena dasar untuk sosialisasi diletakkan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun ke tahun. Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan sosial sebelumnya. Bentuk atau pola sosialisasi awal ini dikenal sebagai bermain sejajar yaitu bermain sendiri, tidak bermain dengan anak-anak lain. Meskipun terjadi kontak, maka akan terjadi sebuah perkelahian bukan sebuah kerja sama. Perkembangan berikutnya adalah bermain asosiatif. Dengan meningkatnya kontak sosial, maka anak akan terlibat dalam bermain kooperatif, dimana anak akan menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi. Bentuk perilaku sosial yang paling penting adalah penyesuaian sosial yang berhasil. Pada masa kanak-kanak perilaku sosial anak mulai berkembang dalam medan yang lebih luas. Oleh karena itu pada masa inilah dasar sikap sosial dan pola prilaku sosial dibentuk. Ada beberapa kondisi yang dapat mendukung maupun menghambat pembentukan pola perilaku sosial anak. Kondisi tersebut adalah: a. Hubungan Anak dengan Keluarga Pada Masa Kanak-kanak Awal Hubungan keluarga yang erat dapat berpengaruh lebih besar pada anak daripada pengaruh-pengaruh sosial lainnya, sikap anak terhadap orang, benda-benda dan kehidupan secara keseluruhan berpola pada kehidpan rumah, penyesuaian diri yang lebih baik dengan orang-orang diluar rumah dari pada anak-anak dari suasana rumah yang lebih atau otoriter. Anak sulung mempunyai penyesuaian sosial yang lebih baik daripada adikadiknya meskipun pribadinya belum tentu lebih baik pengaruh itu berasal dari kedekatan hubungan anak dengan anggota keluarga tertentu. Misalnya, kalau anak merasa dekat 27 dengan salah satu orang tua maka ia akan meniru sikap, emosi dan pola perilaku tokoh itu. b. Hubungan Anak dengan Orangtua Pada Masa Kanak-kanak Awal Hubungan orang tua anak yang mulai tahun kedua masa bayi berlangsung terus selama masa kanak-kanak awal dan biasanya dalam tingkat yang lebih cepat, anak lebih tergantung pada orang tua dalam hal perasaan aman dan kebahagiaan, maka hubungan yang buruk dengan orang tua akan berakibat sangat buruk. Jika terjadi hubungan dengan ibu yang lebih buruk karena kepada ibulah sebagian besar anak tergantung maka hal ini merupakan masalah serius karena mengurangi perasaan aman, tetapi yang lebih parah adalah bila hubungan itu terputus akibat kematian atau perceraian. c. Hubungan Anak dengan Saudara Pada Masa Kanak-kanak Awal Hubungan yang menyenangkan antara bayi dengan saudara-saudaranya dalam tahun kehidupan kedua dan pada saat bayi, sering kali mengalami pergeseran. Walaupun tidak semua hubungan dengan saudara bersifat bertentangan dan kalaupun terjadi pergesekan hanyalah sesekali saja. Misalnya dari saudara-saudaranya anak belajar menilai perilakunya sendiri sebagaimana orang-orang lain pertengkaran antara saudara memberikan pengalaman belajar yang berharga bagi anak. Dari pertengkaran ini anak menemukan bahwa anak-anak lain ada yang mau dan ada yang tidak mau memberikan toleransi dan anak belajar bagaimana menjadi seorang ksatria yang telah dan juga menjadi seorang pemenang yang baik. 5. Perkembangan Bermain Pada Masa Kanak-kanak Awal Masa kanak-kanak awal sering disebut sebagai tahap bermain, karena dalam periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Banyak orang menganggap permainan anak sebagai pembuangan waktu dan merasa bahwa waktu lebih baik digunakan untuk mempelajari sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dewasa. Sebaliknya, Bruner mengatakan bahwa bermain dalam masa kanak-kanak adalah “kegiatan yang serius”, yang merupakan bagian penting dalam perkembangan tahun pertama masa kanak-kanak. Bermain dengan mainan merupakan bentuk yang dominan. Minat bermain dengan mainan mulai agak berkurang pada akhir awal masa kanak-kanak pada saat anak tidak lagi dapat membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat-sifat hidup seperti yang dikhayalkan sebelumnya. Bermain dengan mainan yang umumnya bersifat bermain sendiri, tidak lagi menyenangkan. 28 Kecenderungan minat bermain anak-anak mengikuti suatu pola yang sangat dipengaruhi oleh kematangan dalam bentuk permainan tertentu oleh lingkungan dimana dia dibesarkan. Misalnya anak yang sangat cerdas lebih menyukai permainan sandiwara, kegiatan-kegiatan kreatif, dan buku-buku yang memberikan informasi daripada yang bersifat hiburan. Selain itu banyaknya alat bermain yang dimiliki dan banyaknya ruangan untuk bermain juga dapat mempengaruhi pola bermain anak. Ada beberapa bentuk permainan yang diminati oleh anak pada masa kanak-kanak, seperti: a. Bermain Drama atau Dramatisasi Sekitar usia tiga tahun dramatisasi terdiri dari permainan dengan meniru pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak-anak bermain pura-pura dengan temantemannya seperti misalnya: bermain pasar-pasaran, bermain sekolah-sekolahan antara menjadi guru dengan murid. b. Bermain Konstruksi Konstruksi yang dapat dibuat merupakan tiruan dari apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari televisi. Anak-anak membuatnya dengan balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting, crayon dan yang lain-lainnya. c. Permainan Tahun keempat anak mulai lebih menyukai permainan yang dimainkan bersama teman-teman sebaya daripada dengan orang-orang dewasa. d. Bermain Visual dan Audio Anak-anak saat ini sangat menikmati waktu bermainnya dengan menonton film kartun, film tentang binatang, hanya sedikit berkembang minat bermain dengan mendengarkan radio. Beberapa teori tentang permainan anak yang diungkapkan oleh para ahli sebagai berikut: 1. Teori latihan Menurut Groos permainan harus dipandang sebagai latihan fungsi-fungsi yang sangat penting dalam kehidupan dewasa nanti. Oleh karenanya “bermain peranan” seorang gadis kecil dengan bonekanya merupakan latihan bagi peranannya dikemudian sebagai seorang ibu. 2. Teori rekapitulasi Hal yang banyak mendasarkan teorinya pada Rousseau dan Darwin, memandang permainan berdasarkan teori rekapitulasi, yaitu permainan dianggap sebagai ulangan 29 bentuk-bentuk aktivitas yang dalam perkembangan jenis manusia pernah memegang peranan yang dominan. Menurut Hall permainan dikatakan merupakan sisa-sisa periode perkembangan manusia waktu dulu tetapi yang sekarang perlu sebagai stadium transisi dalam perkembangan individu. a. Schaller berpendapat bahwa permainan memberikan kelonggaran sesudah orang melakukan tugasnya dan sekaligus mempunyai sifat membersihkan. b. Spancer menandaskan bahwa permainan merupakan kemungkinan penyaluran bagi manusia untuk melepaskan sisa-sisa energinya. Perilaku bermain anak menurut para ahli dapat dikalsifikasikan menjadi beberapa bentuk-bentuk permainan yang sering dikenal dikalangan anak-anak TK. Sesuai dengan pandangan beberapa ahli bentuk-bentuk permainan pada anak TK adalah seperti berikut: Menurut Buhler, bentuk-bentuk permainan pada anak TK meliputi; (1) permainan gerak dan permainan fungsi (dari lahir sampai kurang lebih umurtigatahun), (2) permainan peranan, permainan fantasi dan permainan fiksi (terutama antara usia 2 dan 5 tahun) : semua aktivitas mempunyai sifat “ seakan-akan”, (3) permainan reseftif (ada sesudah tahun ke 2; tidak ada puncak yang terkait pada usia tertentu) terbuka untuk dan dapat meresapkan kesan-kesan baru, dan (4) permainan konstruksi (sudah ada mulai usia 2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun) : misalnya membuat sesuatu. Menurut Piaget, bentuk-bentuk permainan pada anak TK meliputi: (1) permainan latihan (terutama selama dua tahunpertama): latihan memperlakukan benda-benda untuk mengerti sifat-sifatnya, memperluas pengetahuannya, (2) permainan simbolis (terutama sesudah tahun kedua): banyak persamaan dengan permainan fiksi Buhler; anak belajar untuk menyesuaikan kebtuhan-kebutuhannya dan keinginan-keinginannya pada kenyataan, dan (3) permainan aturan (terutama antara 7 dan 11 tahun): mengerti aturanaturan, yaitu aturan-aturan objektif lepas dari waktu dan orang-orang tertentu. Dipelajari melalui aktifitas-aktifitas permainan. Selanjutnya Menurut Caillois, bentuk-bentuk permainan pada anak TK meliputi: (1) Agon (Yunani =Permainan kompetisi); setiap orang mempunyai kebutuhan untuk menonjol dalam satu bidang tertentu, pertandingan memberikan kesempatan untuk hal ini, (2) Alea (Latin=dadu) ; tidak tergantung kekuatan sendiri tetapi karena sifat kebetulan; main judi: mengadu nasib dan ingin mengetahui, (3) Mimicry ( Yunani=menirukan) : lepas dari diri sendiri dengan menjadi orang lain, berbuat seakan-akan melebihiketerbatasn sendiri, dan (4) Liin (Yunani=pusaran) ; permainan yang mengandung bahaya dan resiko atau tantangan, misalnya autocross, naik gunung 30 (menakklukan puncak gunung). Selanjutnya Lewis (1979) mengemukakan bahwa untuk mengembangkan perilaku bermain pada anak perlu untuk diperhatikan syarat-syarat tertentu. Bagi perkembangan tahun-tahun perkembangan pertama, baik bagi manusia maupun hewan, maka perlindungan dan stimulasi merupakan syarat yang mutlak. Hal ini juga berlaku bagi perilaku. Biasanya ibulah yang memberikan perlindungan dan stimulasi itu sehingga perilaku anak dapat berkembang. Ibu merupakan suatu hal yang konstan maupun suatu hal yang bersifat variabel (Lewis,1979). Pada hari pertama seorang ibu menciptakan suatu bentuk komunikasi dengan anaknya yang dapat menimbulkan sifat-sifat ekspresif sebagai berikut: (1) suatu roman permainan: Alis diangkat, mulut terbuka, mata membelalak lebar, Suatu ekspresi keheranan, (2) suatu pandangan bermain: pandangan penuh kasih sayang sambil bicara pada anaknya, (3) bunyi-bunyi: bunyi tinggi, bunyi hurup mati yang diperpanjang, bicara lambat, (4) berbagi roman: Muka didekatkan atau dijauhkan, (5) waktu bermain: biasanya sesudah makan atau sebelum makan anak ditidurkan, (6) ruang/kesempatan bermain: dalam tempat tidur, di pangkuan ibu, dalam selendang, di dekat ibu. Betuk komunikasi ini telah dibicarakan secara mendalam oleh Stern (19770). Ibu dan anak sejak mula telah terlibat dalam saat-saat interaksi yang ditandai oleh saling mengadakan aksi yang kontras. Aksi-aksi yang kontras tadi ditimbulkan oleh peran ibu dan anak yang saling bertentangan. Pada mulanya bentuk-bentuk interaksi terbatas, makin lama makin bertambah. Dalam interaksi tersebut ketegangan silih berganti dengan kelonggaran. Suton Smith (1949) berpendapat bahwa interaksi ibu-anak ini merupakan sumber fundamental permainan dengan aspek-aspek motivasional, kognitif dan afektifnya. Permainan masa-masa yang akan datang, mempunyai hubungan yang langsung dengan aspek-aspek tersebut karena permainan baru timbul bila tercipta suasana komunikasi yang aman dan bila dapat terjadi ketegangan dan kelonggaran karena tindakan-tindakan yang bertentangan. Penelitian membuktikan bahwa banyaknya sikap bermain orang pada umur-umur yang kemudian sangat dipengaruhi oleh sifat hubungan ibu-anak ini, begitu pula oleh banyaknya variasi pada waktu menciptakan saat-saat bermain itu. Ciri-ciri struktural permainan yang bermacam-macam telah ada dalam interaksi ibuanak ini dan merupakan dasar permainan dikemudian hari, baik permainan seorang diri maupun dengan anak-anak sebaya. Disamping perlindungan dan stimulasi maka kesempatan untuk eksplorasi merupakan persyaratan yang paling penting bagi permainan. Biasanya perilaku bermain 31 dimulai oleh penyelidikan terhadap sebuah benda atau suatu respon. Dalam ekplorasi itu anak menginginkan jawaban terhadap pertanyaan:” apakah benda ini atau apakah orang itu?” Bila perilaku menyelidiki ini telah menghasilkan pengertian-pengertian tertetu, berubahlah perilaku anak dan pertanyaan yang timbul sekarang adalah :” apakah yang dapat saya perbuat dengan benda atau orang itu?” Lamanya mengadakan eksplorasi benda-benda dan sedikit banyak bersifat stereotif,melalui alat-alat indera (auditif, visual dan taktil) akan diperoleh informasi secara bersamaan. Penelitian membuktikan bahwa anak dan orang dewasa membutuhkan jangka waktu tertentu untuk mengenal keadaan, objek-objek atau orang baru. Bila fase eksplorasi untuk mendapatkan informasi ini tidak cukup waktunya, maka permainan juga tidak akan dapat berkembang. Dalam keadaan sehari-hari dapat dilihat bahwa orang dewasa maupun anak segera ingin mulai dengan bermain. 6. Perkembangan Emosi Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak menunjukkan kecenderungan yang sangat kuat. Hal ini merupakan saat ketidak seimbangan karena anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit untuk dibimbing dan diarahkan. Kondisi ini tampak mencolok pada anak-anak usia 2,5 sampai 3,5 dan 5,5 – 6,5 tahun. Emosi yang tinggi banyak disebabkan oleh masalah psikologis daripada masalah fisiologis. Orang tua hanya memperbolehkan untuk berbuat melakukan sesuatu dengan beberapa hal, padahal dalam diri anak merasa mampu untuk melakukan lebih banyak dan ia cenderung menolak larangan orang tua. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kuat dan seringnya emosi dalam masa kanak-kanak awal, terutama landasan amarah misalnya, mencapai puncak sekitar usia empat tahun setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau lama dan berubah menjadi merajuk, merenung. Faktor yang dimaksud adalah: model yang ditiru dilingkungannya, keinginan anak yang sering tidak terpenuhi, dan kekecewaan-kekecewaan lain yang dapat merangsang emosi anak menjadi tinggi, besarnya keluarga juga mempengaruhi sering dan kuatnya rasa cemburu dan iri hati anak. Cemburu lebih umum pada keluarga kecil dengan dua anak atau tiga anak dari pada keluarga besar. Lingkungan sosial rumah memainkan peran yang penting dalam menimbulkan seringnya dan kuatnya rasa marah anak misalnya ledakan amarah lebih banyak timbul dirumah bila ada banyak tamu atau ada lebih dari dua orang dewasa. Emosi yang umum pada masa kanak-kanak adalah sebagai berikut: amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. 32 Pola emosi yang umum pada masa awal kanak-kanak sama dengan pola pada akhir masa kanak-kanak, adalah: a. Amarah Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan dan serangan yang hebat dari anak yang lain. Anak mengungkap rasa marah dengan ledaakan amarah yang ditandai dengan berteriak, menangis, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul. b. Takut Pembiasan, peniruan, dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar-gambar, acara radio dan televisi, dan film-film dengan unsur yang menakutkan. Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik; kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan. c. Cemburu Anak menjadi cenburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih kepada orang lain didalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka atau menunjukkannya dengan kembali berperilaku seperti anak kecil, seperti mengompol, pura-pura sakit atau menjadi nakal. d. Ingin tahu Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, juga mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan senso-motorik; kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, ia bereaksi dengan gencarnya. e. Iri hati Anak-anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Iri hati ini diungkapkan dengan bermacam-macam cara, yang paling umum adalah mengeluh tentang barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang seperti yang dimiliki orang lain, atau dengan mengambil benda-benda yang menimbulkan iri hati. f. Gembira Anak-anak merasa gembira karena merasa sehat dan berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Anak mengungkapkan kegembiraan dengan tersenyum dan tertawa, 33 bertepuk tangan, melompat-lompat, atau memeluk benda atau orang lain yang membuatnya bahagia. g. Sedih Anak-anak merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang dicintainya atau yang dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis dengan kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya termasuk makan. h. Kasih sayang Anak-anak belajar mencintai seseorang, binatang atau benda yang menyenangkannya. Ia mengucapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar tapi ketika masih kecil anak menyatakannya secara fisik dengan memeluk, menepuk dan mencium objek yang disayanginya. Bagaimanapun pola emosional umumnya dari akhir masa kanakkanak berbeda dari pola emosional awal masa kanak-kanak. Perbedaan tersebut tampak dalam dua hal, sebagai berikut; pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi dan kedua bentuk ungkapannya. Perubahan tersebut lebih merupakan akibat dari meluasnya pengalaman dan belajarnya dari proses pematangan diri. Selajalan bertambahnya usia anak emosi mereka akan berkembang dan terbentuk dari pengalaman yang dapat dia amati dan ketahui tentang bagaimana anggapan orang lain mengenai berbagai bentuk ungkapan emosional, termasuk dalam keinginan mengenai berbagai bentuk ungkapan emosional yang ternyata secara sosial tidak diterima. Dengan bertambahnya usia perkembangan anak, maka anak-anak mulai mengungkapkan amarah dalam bentuk murung. Ledakan amarah menjadi jarang karena anak mengetahui bahwa tindakan semacam ini dianggap merupakan perilaku bayi. Sebagaimana adanya perbedaan dalam cara anak mengungkapkan emosi, ada juga perbedaan dalam jenis situasi yang membangkitkan emosi. Anak yang lebih besar lebih cepat marah kalau dihina dari pada anak yang lebih muda yang tidak sepenuhnya mengerti apa arti setiap komentar yang bersifat merendahkan. Demikian pula halnya rasa ingin tahu anak yang lebih kecil ditumbuhkan oleh sesuatu yang baru dan berbeda. Bagi anak yang lebih besar, hal baru dan berbeda harus sangat menonjol agar dapat membangkitkan keingintahuannya. Sebagaimana juga terdapat pada anak-anak yang lebih muda, ada sejumlah perbedaan emosi-emosi pada anak-anak yang lebih besar dan dalam cara mereka menggunakan emosi. Anak yang populer cenderung tidak terlampau khawatir dan cemburu dibandingkan dengan anak yang kurang populer. Anak laki-laki dalam setiap 34 umur mengungkapkan emosinya dipandang lebih sesuai dengan jenis kelaminnya dari pada anak perempuan; samentara anak perempuan lebih banyak mengalami rasa takut, khawatir, dan perasaan rasa kasih sayang, yaitu emosi-emosi yang dipandang sesuai dengan peran seksnya. 7. Perkembangan Moral pada Masa Kanak-kanak Awal Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik puncak. Anak-anak juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturanperaturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok sosial. Ia hanya belajar bagaimana bertindak tanpa mengetahui mengapa. Dan karena ingatan anak-anak, sekalipun anak-anak yang sangat cerdas, cenderung kurang baik, maka belajar bagaimana berperilaku sosial yang baik merupakan proses yang panjang dan sulit. Dalam tahap perkembangan moral ini anak-anak secara otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa berpikir atau menilai dan menganggap orang dewasa yang berkuasa. Sehubungan dengan itu pigur-pigur sekitar lingkungan anak sangat dominan bisa menjadi model yang mengisi perkembangan moral anak. Hal tersebut dapat dilihat dari teori Freud (Monks, dkk;1987) tentang perkembangan moral anak. Pembentukan moral anak menurut Freud, berlangsung mulai sekitar usia 3 atau 4 tahun yang lebih lanjut dikatakannya sebagai usia kritis pembentukan moral anak. Moral anak dapat berkembang dari dua aspek yaitu aspek konsensia dan aspek ideal aku. Konsensia berasal dari menginternalisasi norma-norma, peraturan-peraturan yang berlaku dimasyarakat atau dengan kata lain konsensia adalah perilaku moral yang dapat dicontoh anak melalui figur-figur yang ada di masyarakat (guru, orang-orang dewasa lainnya) dan ideal aku adalah perilaku moral yang dicontoh anak dari orang tuanya/pengasuh terdekatnya. Pembentukan moral anak dapat juga dilakukan melalui pembiasaan dalam pembentukan disiplin. Disiplin dalam Masa Kanak-kanak Awal Tujuannya adalah memberitahukan kepada anak-anak prilaku mana yang baik dan mana yang buruk dan pendorongan untuk berperilaku sesuai dengan standar (tuntutan lingkungan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku). Ada tiga unsur penting dalam disiplin. Peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian yang baik, hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku sosial yang baik. Bentuk hukuman yang umum digunakan sekarang mencakup nasehat, larangan, dan yang terakhir jika situasi mengharuskan 35 hukum tubuh dalam bentuk tepukan. Hadiah dalam bentuk mainan, diajak pergi diberi sesuatu yang menyenangkan. Pelanggaran yaitu bentuk-bentuk yang keliru, sangat sering terjadi selama tahun prasekolah. Pelanggaran selama masa awal kanak-kanak disebabkan oleh tiga hal yaitu: Pertama, ketidaktahuan anak bahwa perilakunya menyalahi peraturan yang keliru. Atau tidak dibenarkan oleh kelompok sosial, misalnya anak mengerti bahwa mengambil milik orang lain adalah salah, seperti mengambil mainan, namun anak tidak mengasosiasikan, mencontek, mengambil alih pekerjaan orang lain sebagai suatu bentuk pencurian. Kedua, banyak anak belajar bahwa sengaja tidak patuh dalam hal yang kecilkecil umumnya akan mendapatkan perhatian lebih besar dari pada perilaku yang baik. Ketiga, pelanggaran dapat disebabkan oleh kebosanan. Seperti yang dilakukan anak remaja yang bosan atau ia hendak menguji kekuatan orang dewasa dengan melihat seberapa jauh ia dapat melakukan suatu tanpa dihukum. Jenis Disiplin Yang digunakan Pada Masa Kanak-kanak Awal Disiplin Otoriter Ini merupakan bentuk disiplin tradisional dan yang berdasarkan pada ungkapan kuno yang mengatakan bahwa menghemat cambukan berarti memanjakan anak. Dalam disiplin yang bersifat otoriter, orang tua dan pengasuh yang lain menetapkan peraturanperaturan dan memberitahukan bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut. Disiplin Yang Lemah Disiplin yan lemah lebih berkembang sebagai proses terhadap disiplin otoriter yang dialami oleh banyak orang dewasa dalam masa kanak-kanak. Filsafat yang mendasari teknik disiplin ini adalah bahwa melalui akibat dari perbuatannya sendiri anak akan belajar bagaimana berperilaku secara sosial. Disiplin Demokratis Kecenderungan untuk menyenangi disiplin yang berdasarkan prinsip demokratis. Prinsip ini melakukan hak anak untuk mengetahui mengapa peraturan dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan pendapat bila ia beranggapan peraturan itu tidak adil. Dimana diusahakan agar anak mengerti apa arti peraturan dan mencapai kelompok sosial mengharapkkan anak mematuhi peraturan itu. 8. Perkembangan Kepribadian pada Masa Kanak-kanak Awal Interaksi antara faktor pembawaan dengan faktor lingkungan menjadi media dalam proses perkembangan kepribadian individu. Orang tua saudara-saudara kandung dan sanak saudara yang lain merupakan dunia sosial anak-anak, maka bagaimana perasaan mereka kepada anak-anak dan bagaimana perlakuan mereka merupakan faktor penting 36 dalam pembentukan konsep diri anak, yang menjadi inti pola kepribadian. Sikap awal teman-teman, sepeti halnya sikap anggota-anggota keluarga yang berarti, berperan penting karena sekali dasar untuk konsep diri telah diletakkan maka agak sulit untuk diubah. Beberapa Kondisi-kondisi yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian pada masa kanak-kanak awal. a. Kondisi dan Interaksi pada Lingkungan Keluarga Kondisi dalam keluarga yang turut membentuk konsep diri dalam tahun-tahun awal dari masa kanak-kanak adalah penilaian orang tua mengenai penampilan, kemampuan dan prestasinya sangat mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri, cara penilaian anak yang digunakan adalah penting dalam membentuk konsep diri yang sedang berkembang. Disiplin otoriter disertai dengan banyaknya hukuman badan cenderung memupuk kebencian, posisi urutan anak-anak dalam keluarga juga berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian individu. Pengaruh ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa setiap anak didalam keluarga belajar memerankan peran khusus. Anak-anak jarang menyadari identitas kelompok minoritas, anak yang menyadarinya akan mempunyai efek yang kurang baik bila teman-temannya mengabaikan atau menolaknya. Ketidak nyamanan lingkungan, apakah karena kematian, perceraian, perpisahan atau mobilitas sosial, berpengaruh buruk terhadap konsep diri anak karena ia merasa tidak aman dan merasa lain dari teman-teman sebaya. b. Meningkatnya Individualitas Individualitas, yang sudah tampak saat dilahirkan dan lebih meningkat lagi pada masa kanak-kanak awal dapat menyebabkan keunikan pada masing-masing individu, karena mereka memang berasal dari gen yang berbeda, dibesarkan pada tempat dan dengan pola yang berbeda. Ada anak yang menjadi pemimpin dan ada yang sebagai pengikut, ada yang kejam dan ada yang lembut, ada yang senang menonjolkan diri untuk menjadi pusat perhatian. Jika individu sering mendapatkan pengalaman yang kurang menyenangkan, anak cenderung menjadi tidak sosial dalam hubungannya dengan orang lain dan cenderung mengimbangi dengan cara-cara yang tidak sosial seperti menghabiskan waktu bermain dengan melihat televisi dan mengidentifikasi dirinya dengan figur-figur yang diidolakannya. c. Kondisi yang Berbahaya dalam Proses Perkembangan Kepribadian Pada Masa Kanak-kanak. 37 Kondisi-kondisi yang dianggap berbahaya secara psikologis pada masa kanak-kanak awal lebih besar akibatnya daripada bahaya fisik dan lebih merusak pola-pola kepribadian anak terutama dalam penyesuaian pribadi serta penyesuain sosial anak. Kondisi-kondisi berbahaya yang dimaksud adalah: 1) Bahaya Fisik Bahaya fisik masa kanak-kanak awal menimbulkan reaksi psikologis maupun fisik terutama penyakit, kecelakaan, kematian. Anak-anak sangat mudah terkena semua jenis penyakit, tetapi paling mudah adalah penyakit pernafasan sebagian besar disebabkan karena faktor-faktor fisiologis tetapi ada juga yang penyebabnya psikomatis dan akibat dari ketegangan keluarga. Kecelakaan: kebanyakan anak-anak mengalami luka iris, memar, radang, terbakar, patah tulang, otot kaku atau ganguangangguan ringan lain bagai akibat kecelakaan. Kegemukan; secara medis anak-anak yang berat tubuh dan bentuk tubuhnya 20 persen atau lebih di atas berat anak-anak normal yang seusia, dianggap sebagai “gemuk” anak dengan bentuk tubuh endomorfik cenderung mengalami kegemukan dibandingkan dengan anak yang bentuk tubuhnya metamorfik atau ektomorfik. Tangan kidal; seperti penggunaan tangan kri misalnya, sering dikonotasikan sebagai tangan yang mempunyai arti buruk. Pada dasarnya tidak ada alasan fisik bahwa tangan kidal lebih buruk daripada tangan kanan, hanya saja orang yang kidal akan kelihatan berbeda dari yang umumnya, perbedaan itu ditafsirkan sebagai rasa rendah diri. Hal ini juga akan lebih berbahaya jika pemaksaan ini semakin menekankan perbedaan antara mereka yang sering ditafsirkan sebagai rendah diri terutama kalau orang tua menggunakan hukuman untuk memaksa anaknya menggunakan tangan kanan. 2) Bahaya Psikologis Semua bidang perekonomian prilaku anak dikaitkan dengan potensi bahaya yang dapat membawa akibat buruk pada penyesuaian pribadi dan sosial. 3) Bahaya dalam Berbicara Bicara merupakan sarana komunikasi dan karena komunikasi penting bagi kehidupan sosial maka anak-anak yang tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain akan mengalami hambatan sosial dan akhirnya dalam dirinya timbul perasaan tidak mampu dan rendah diri. Adanya empat bahaya umum sehubungan dengan masalah kemampuan anak-anak berkomunikasi. Diantaranya: a) Orang lain tidak dapat mengharapkan anak-anak untuk mengerti apa yang dikatakan apabila orang lain memakai kata-kata yang tidak dimengerti oleh anak-anak kalau 38 orang lain menggunakan ucapan yang tidak dikenal oleh anak-anak atau kalau orang lain berbicara terlalu cepat. b) Kalau mutu pembicaraan anak-anak begitu buruk sehingga sulit dimengerti, kemampuan komunikasi dengan orang lain lebih terancam bahaya dari pada kalau ia tidak mendengar apa yang dikatakan kepadanya. c) Berbahasa dua merupakan hambatan yang serius dalam perkembangan sosial anakanak terlampau bahaya dalam tahun pertama atau kedua dari awal masa kanak-kanak pada saat bentuk permainan masih bersifat sejajar atau asosiatif. d) Yang terparah menyangkut isi pembicaraan anak. Anak memperoleh kepuasan ego sementara dengan menyakiti orang lain maka ia cenderung terbiasa berbicara dalam acara yang tidak sosial. 4) Bahaya Emosional Bahaya emosional masa kanak-kanak yang mencolok kelihatan adalah pada emosi amarah. Hal ini besar pengaruhnya terhadap penyesuaian pribadi dan sosial berupa ketidakmampuan untuk melakukan hubungan yang empati. Suatu ikatan emosional antara individu dan orang-orang yang berarti. Dengan demikian ia tidak bisa untuk mengadakan hubungan yang hangat dan ramah dengan orang lain, cenderung terikat pada diri sendiri, dan ini menghambat dia untuk mengadakan hubungan emosional dengan orang lain. Anak yang tidak berhasil terikat secara emosional dengan mainan atau benda-benda mati lainnya; seperti selimut, seringkali merasa tidak aman dalam menghadapi situasi baru. 5) Bahaya Sosial Ada sejumlah bahaya terhadap berkembang penyesuaian sosial baik pada awal masa kanak-kanak, diantaranya ada lima yang sangat sering terjadi dan sangat serius. Diantaranya: a) Kalau pembicaraan atau perilaku menyebabkan ia tidak populer di udara temanteman sebaya, ia tidak hanya akan merasa kesepian tetapi yang lebih penting lagi ia kurang mempunyai kesempatan untuk belajar, berperilaku sesuai dengan harapan teman-teman sebaya. b) Anak yang secara keras dipaksa untuk bermain sesuai dengan seksinya akan bertindak secara berlebihan dan ini akan menjengkelkan teman-teman sebaya. c) Akibat berperilaku sebagai akibat prilaku teman-teman sebayanya anak mengukur dan seringkali mengembangkan sikap soial yang tidak sehat. Dengan melakukan hal ini akan tidak saja kekurangan pengalaman-pengalaman sosial yang baik tetapi juga kekurangan kesempatan untuk belajar berprilaku secara sosial. 39 d) Penggunaan tempat khayalan dan binatang peliharaan untuk mengimbangi kurangnya teman, ketika anak menyadari bahwa teknik yang berhasil baik diterapkan terhadap teman khayalan namun tidaklah demikian halnya terhadap teman-teman yang sesungguhnya maupun hewan peliharaan yang dianggap seuai untuk anak biasanya sangat jinak. e) Dorongan orang tua untuk lebih banyak menggunakan waktu dengan anak-anak lain dan tidak terlalu banyak menghadapi dan menghabiskan waktu sendiri. 6) Bahaya Bermain Kalau anak mempunyai teman bermain, baik disebabkan karena lingkungannya terpencil atau karena tidak diterima oleh teman-teman bermain, ia terpaksa bermain sendiri, yang juga serius adalah kenyataan bahwa karena sebagian besar anak lebih gemar menonton televisi dari pada bermain sendiri, maka anak yang kurang mempunyai teman bermain terlalu banyak menghabiskan waktu dilayar televisi. Suatu acara mungkin tidak dimengerti tetapi anak sering mendapatkan konsep yang keliru atau konsep yang salah mengenai apa yang ditonton, sehingga acara yang tidak berbahaya dapat menjadi berbahaya bagi anak. Mainan dapat menimbulkan bahaya dalam awal masa anak-anak, mainan yang tidak memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas seperti seperangkat rumah boneka atau sekumpulan serdadu, akan melemahkan dorongan kreatif anak. 7) Bahaya dalam perkembangan konsep Bahaya dalam perkembangan konsep ada tiga bahaya umum dalam perkembangan konsep selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak : a) Ketidak tepatan terbatasnya pengalaman anak-anak dengan orang dan benda dan terbatasnya kosakata sehingga menyulitkan anak untuk mengerti. b) Perkembangan konsep-konsep dibawah tingkat perkembangan ini terjadi dapat sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak. c) Akibatnya anak sering mengatakan kata-kata yang rasanya kasar dan kurang bijaksana. Bobot emosi konsep dapat menyajikan bahaya yang ketiga yang lebih parah. 8) Bahaya Moral Bahaya moral ada 4 bahaya umum dalam perkembangan moral selama awal masa kanak-kanak. a) Disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses untuk belajar menyesuaikan diri untuk belajar. 40 b) Kalau anak tidak ditegur atas perbuatan-perbuatan yang melanggar dan kalau anak dibiarkan memperoleh kepuasan sementara dari kekaguman dan iri hati teman-teman terhadap perilakunya yang jalan usia dua atau tiga tahun sudah dapat dilihat potensi menjadi anak nakal tidak hanya melalui prilaku tetapi yang lebih penting c) Terlampau banyak penekanan pada hukuman terhadap prilaku salah dan telampau sedikit penekanan pada sikap yang kurang baik kepada orang-orang yang berkuasa. d) Yang paling serius dari sudut pandang jangka panjang anak yang terkena disiplin otoriter yang pokok penekanannya pada pengendalian eksternal. Tidak didorong untuk mengembangkan pengendalian internal terhadap perilaku yang membentuk dasar bagi perkembangan lebih lanjut hati nurani. Bahaya dalam Penggolongan Peran-seks Ada tiga bahaya yang umum dan serius dalam penggolongan peran seks selama masa kanak-kanak awal. 1) Kalau anak tidak belajar stereotipy peran-seks yang umumnya diterima oleh temantemannya baik yang tradisional maupun yang sederajat anak akan memandang prilaku secara berbeda dengan pandangan teman-teman. 2) Kalau anak perempuan dilatihuntuk menyesuaikan dengan stereotip tradisional bagi kelompok perempuan, maka secara tidak langsung ia belajar bahwa kelompok wanita secara fisik dan psikologis dipandang lebih rendah dari pada kelompok pria. 3) Kegagalan dalam penggolongan peran-seks dapat merupakan hambatan sosial baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Bahaya dalam hubungan keluarga kemerosotan dalam tiap hubungan manusiawi berbahaya bagi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik, terutama hubungan anak dengan orang tuanya, yaitu orang-orang yang sangat berarti dan penting dalam semua kehidupan anak. Bahaya keluarga yang sering terlupakan adalah pertengkaran antar saudara, yang dapat disebabkan karena iri hati atau perbedaan minat. Kemerosotan hubungan dengan sanak keluarga dapat tejadi bila mereka diharapkan berperan sebagai pengganti orang tua. Bahaya kepribadian yang paling serius adalah perkembangan konsep diri yang kurang baik dapat disebabkan perlakuan anggota keluarga dan temant-teman harapanharapan yang tidak realistis sehingga anak merasa gagal karena tidak dapat mencapai tujuan yang diletakkan oleh orang tua. Bahaya konsep diri yang kurang baik adalah juga karena konsep tersebut cenderung menetap. Untuk menyingkirkan kebiasaan dan sikap yang menyebabkan anak bertindak dalam cara yang tidak sosial selama awal masa kanak41 kanak. Perubahan biasanya bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif, misalnya sifat yang kurang disenangi cenderung semakin buruk dan bukannya menghilang dan diganti oleh sifat yang baru. D. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Awal Masa kanak-kanak adalah awal pengembangan berbagai kemampuan dasar pada individu, dari berbagai aktifitas yang merupakan bagian tugas perkembangan pada anak-anak berikut, dapat diklasifikasikan menjadi aktivitas sebagai berikut: 1. Belajar mengedalikan benda – benda pengeluaran dari tubuh seperti ludah. 2. Belajar membedakan jenis kelamin laki/ perempuan. 3. Belajar Mengembangkan dasar- dasar ketrampilan membaca, menulis, dan lain sebagainya. 4. Belajar mengadakan hubungan sosial dengan keluarga, teman sebaya, dan orang-orang lain disekitar anak. 5. Mencapai tingkat stabilitas fisiologis yang cukup baik dengan Belajar keterampilan fisik seperti melompat. 6. Belajar kedisiplinan seperti (toilet training). 7. Belajar mencapai kematangan untuk membaca dalam arti mulai siap mengenal huruf, suku kata dan kata tertulis. 8. Belajar membedakan antara hal – hal yang baik dan yang buruk, juga antara hal – hal yang benar dan salah, serta mengembangkan/membentuk kata hati (Hati nurani). 9. Belajar memainkan peran seorang putra (jika putra) dan belajar memainkan peran wanita (jika wanita). 10. Mengembangkan konsep – konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. 42 PENGGALAN III TUGAS PERKEMBANGAN MASA KANAK-KANAK AKHIR I. Pokok Bahasan : Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian dan Ciri-Ciri Masa Kanak-kanak Akhir 2. Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Akhir 3. Tugas-tugas perkembangan individu masa kanak-kanak Akhir III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan III berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian dan ciri-ciri masa kanak-kanak akhir 2. Memahami karakteristik perkembangan masa kanak-kanak akhir 3. Memahami tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir 4. Mampu mengaplikasikan keterampilan pada masa kanak-kanak akhir dalam kehidupan nyata sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangan IV. Uraian Materi A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masa Kanak-kanak Akhir 1. Pengertian masa kanak-kanak akhir Masa kanak-kanak akhir (late childhood) adalah suatu tingkatan kehidupan manusia yang berlangsung dari usia 6 (enam) tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual, yaitu kurang lebih pada usia 13 (tiga belas) tahun yang ditandai dengn kondisi yang mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak. 2. Ciri- ciri masa kanak-kanak akhir Ciri-ciri masa kanak-kanak akhir ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu : a) Ciri-ciri umum Secara umum ciri masa kanak-kanak akhir dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya: 1) Berlangsung dari usia 6 (enam) sampai dengan kurang lebih 13 tahun 2) Pada tahun terakhir masa ini ditandai dengan kematangan seksual atau alat reproduksi. Artinya alat reproduksi dari individu tersebut sudah dapat berfungsi dengan baik. Namun secara umum dapat dilihat bahwa kematangan seksual ini tidak terjadi pada usia yang sama pada setiap individu. Hal ini karena adanya perbedaan 43 kematangan seksual anak laki-laki dengan anak perempuan. Sehingga ada individu yang mengalami masa kanak-kanak yang lebih lama dan ada pula yang lebih singkat. 3) Terlihat dari perubahan fisik yang menonjol,baik itu tinggi maupun postur tubuh dari individu tersebut. Perubahan fisik ini mengakibatkan si anak memiliki suatu tantangan untuk membiasakan pola kehidupan baru dalam mencapai penyesuaian diri terhadap perubahan ini. b) Ciri-Ciri Khusus Secara khusus ciri masa kanak-kanak akhir ini dapat dilihat dari beberapa label/ suatu acuan yang digunakan oleh para orang tua, pendidik,dan ahli psikologi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Sebagai usia yang dianggap menyulitkan; yaitu suatu masa dimana anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah orang tuanya, sebab anak lebih cenderung dipengaruhi oleh teman –teman sebayanya dalam suatu interaksi 2) Sebagai usia yang diidentikan dengan usia tidak rapih, karena pada masa ini anak cenderung tidak mempedulikan dan ceroboh dalam penampilan serta kurangnya tanggung jawab terhadap sesuatu yang dimilikinya. Misalnya: kondisi kamar yang selalu berantakan, menempatkan sesuatu disembarang tempat. 3) Sebagai usia senang bertengkar, yaitu suatu masa dimana dalam keluarganya anakanak sering bertengkar karena mempermasalahkan suatu hal yang sepele. Misalnya, saling ejek antar saudara, bercanda yang kelewatan dan lain-lain. 4) Merupakan usia Sekolah Dasar, yaitu suatu masa dimana anak-anak mulai menginjak jenjang pendidikan di SD, untuk mendapatkan dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk persiapan penyesuaian diri pada masa berikutnya. 5) Sebagai periode kritis, disebut periode kritis karena pada masa ini merupakan masa paling penting dalam membentuk karakter, baik sikap, moral maupun perilakunya. Bila pada masa ini anak dididik dengan baik maka nantinya si anak akan menjadi anak yang baik dan berhasil dalam prestasinya. Namun, bila anak dididik kurang baik maka si anak nantinya akan cenderung memiliki sikap yang kurang baik. 6) Sebagai usia berkelompok, yaitu suatu masa dimana saat usia kanak-kanak awal telah muncul dasar-dasar perkembangan sosial dan akan dilanjutkan pada masa kanakkanak akhir dalam interaksi sosialnya dengan anak-anak lain dalam kehidupan berkelompok atau suatu kumpulan. Misalnya membentuk kelompok bermain. 7) Sebagai usia penyesuaian diri, yaitu suatu masa sebagai efek dari keinginan untuk berkelompok dimana anak-anak mulai belajar menyesuaikan diri dalam interaksi 44 sosial tersebut, khususnya pada kelompoknya. Contohnya dalam gaya berbicara dan berpenampilan. 8) Sebagai usia kreatif, yaitu suatu masa dimana anak-anak mulai mengembangkan kreatifitasnya untuk menciptakan karya yang baru dan orisinil yang bersifat sederhana, dari hasil pengetahuan yang didapat melalui pendidikan di sekolah. Contohnya, membuat mainan dari pelapah pisang, janur, dan jenis lainnya. 9) Sebagai usia bermain, yaitu suatu masa yang menentukan bahwa anak tersebut memiliki minat dan kegiatan bermain yang luas. Dalam hal ini anak hanya memiliki bayangan yang luas mengenai permainan, bukan banyaknya waktu untuk bermain. B. Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Akhir Beberapa aspek yang mencolok berkembang pada masa kanak-kanak akhir adalah: petumbuhan/perkembangan fisik, perkembangan kognisi, perkembangan bahasa, perkembangan bermain, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral. 1. Pertumbuhan fisik pada masa kanak-kanak akhir Pertumbuhan secara fisik pada usia ini dapat diamati dari beberapa hal, yaitu : a. Tinggi badan Kenaikan tinggi badan per tahun adalah 2 – 3 inci. Rata-rata anak perempuan usia 11 tahun mengalami kenaikan badan 58 inci dan anak laki-laki mengalami kenaikan 57,5 inci. b. Bentuk tubuh Pada prinsipnya, bagi anak memiliki bentuk tubuh yang kurang ideal, seperti gemuk, pendek, kurus biasanya akan selalu merasa rendah diri di hadapan teman-temannya. c. Berat badan Kenaikan berat badan lebih bervariasi daripada kenaikan tinggi badan, berkisar antara 3 – 6 pons per tahun. Rata-rata anak perempuan 11 tahun mempunyai berat badan 88,5 pons dan anak laki-laki 85,5 pons. d. Perbandingan tubuh Hal ini dapat diamati dari perubahan organ tubuh yang ada, seperti perbandingan wajah dengan bertambahnya besarnya mulut dan rahang, dahi melebar, perut tidak buncit, leher jadi lebih panjang, lengan dan tungkai memanjang, serta hal lain yang terkait dengan itu. e. Kesederhanaan Perbandingan tubuh yang kurang baik yang begitu menyolok pada masa ini menyebabkan adanya sifat kesederhanaan dalam hal penampilan, cara berpakaian dan lain-lain. 45 f. Perbandingan otot lemak Selama akhir masa kanak-kanak, jaringan lemak berkembang lebih cepat daripada jaringan otot yang perkembangannya baru mulai muncul pada awal pubertas. g. Gigi Pada awal pubertas dalam akhir masa kanak-kanak ini, umumnya seorang anak sudah mempunyai 22 gigi tetap. Dan keempat gigi yang terakhir yang disebut gigi kebijaksanaan akan muncul nanti pada masa remaja. Perkembangan fisik anak usia ini sangat ditentukan oleh kesiapan dan latihan yang dialami anak, seperti berikut: a. Terampil menolong diri sendiri Pada masa kanak-kanak akhir, anak akan cenderung meningkatkan suatu kreativitas sendiri dengan meniru perilaku orang yang lebih besar darinya. Misalnya berpakaian sendiri, mandi sendiri, dan berdandan sendiri. b. Terampil menolong orang lain Pada prinsipnya keterampilan yang dimaksud di sini adalah menolong orang lain dalam interaksi sosial dengan teman-temannya, orang tua maupun di sekolah yang terkait dengan aktivitas pekerjaan si anak. Misalnya : 1) Di rumah, contohnya : membersihkan tempat tidur, menyapu dan lain-lain. 2) Di sekolah, contohnya : membersihkan tulisan di papan tulis, mengatur meja dan lain-lain. 3) Di kelompok bermain, contohnya : bekerja sama dalam membuat aneka mainan dan permainan. 4) Keterampilan di sekolah, misalnya meningkatkan keterampilan dalam menulis, membaca, menggambar, menari, mewarnai dan membuat pekerjaan tangan sederhana. 5) Keterampilan bermain pada prinsipnya anak yang lebih besar belajar keterampilan seperti melempar dan menangkap bola, naik sepeda, berenang dan lain-lain. 2. Perkembangan kognisi pada masa kanak-kanak akhir Menurut pandangan Piaget, perkembangan kognisi pada masa kanak-kanak akhir berkembang berdasarkan pengalaman-pengalamannya yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama dalam hidupnya, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh memperhatikan keseragaman dan perkembangan kognisi mereka. 46 Piaget berpendapat bahwa anak-anak tidak sesederhana orang dewasa yang kurang tahu, sebaliknya orang dewasa tidak sesederhana anak-anak yang berpengetahuan banyak. Piaget percaya bahwa anak yang lebih dewasa mempunyai perkembangan kognisi yang lebih luas. Dengan memasuki jenjang pendidikan dasar (SD) anak– anak akan memiliki suatu pengertian mengenai wawasan dan bayangan mengenai minat mereka. Dengan meluasnya pengertian mengenai minat maka akan bertambah pula pengertian tentang manusia dan terhadap benda-benda yang sebelumnya kurang berarti. Dapat dikatakan bahwa pada masa ini merupakan suatu upaya untuk menanamkan pengertian mengenai sesuatu atau hal lain yang belum dipahami pada masa kanak-kanak awal, sehingga hal itu kini akan menjadi konkret. 3. Perkembangan bahasa masa kanak-kanak akhir Dengan bertambah meluasnya interaksi sosial anak, anak tersebut akan menemukan bahwa berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam suatu kelompok, sehingga anak akan terdorong untuk berbicara lebih baik. Yang paling penting, nantinya anak-anak akan mengetahui bahwa inti komunikasi adalah ia akan dapat mengerti apa yang disampaikan orang lain dan orang lain mengerti dengan apa yang ia sampaikan. Perkembangan cara bicara anak pada masa ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Orang tua Bagi orang tua dengan ekomoni tinggi akan cenderung memicu anaknya untuk berbicara dengan baik, dengan upaya memperbaiki setiap pengucapan yang salah, sehingga dapat berinteraksi sosial dengan baik. b. Radio dan televisi Media elektronik seperti mendengarkan radio, menonton televisi pada dasarnya dapat memberikan gambaran dan contoh kepada anak mengenai cara berbicara yang baik dan benar. Yang penting orang tua/pengasuh dapat memberikan kesempatan untuk suatu kegiatan yang betul-betul dipilih secara selektif. c. Pendidikan di sekolah Setelah anak belajar membaca maka akan mendapat mengenai kosakata dan akan terbiasa dengan bentuk kalimat yang benar. Dan setiap pengucapan yang salah akan senantiasa diperbaiki oleh para gurunya. Pada masa kanak-kanak akhir ini ada beberapa bidang yang mengalami kemajuan dalam pembicaraan, yaitu : 47 a) Penambahan kosakata Penambahan kosakata dalam kemajuan berbicara pada akhir masa kanak-kanak ada dua, yaitu : a) Kosakata umum Sepanjang akhir masa kanak-kanak penambahan kosakata umum terjadi secara tidak teratur. Anak-anak akan memperoleh penambahan kosakata melalui pelajaran di sekolah, bacaan, pembicaraan dan melalui media elektronik. Kosakata ini bersifat umum, artinya kata-kata yang digunakan bersifat umum. b) Kosakata khusus Kosakata khusus pada masa kanak-kanak akhir dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu : - Kosakata etiket Pada akhir kelas satu, anak-anak di rumah dilatih menggunakan kata-kata seperti minta tolong dan terima kasih. Pada usia ini anak-anak berusaha memahami cara beretika yang baik. - Kosakata warna Kosakata warna ini diperoleh melalui pelajaran tertentu di sekolah, seperti menggambar. Anak berusaha mengingat semua warna yang ada. - Kosakata bilangan Dari pelajaran berhitung di sekolah anak belajar mengenai nama dan arti bilangan. - Kosakata uang Pada usia ini anak akan belajar mengingat niali dari uang logam dan kertas. - Kosakata waktu Kosakata waktu dalam suatu interaksi anak dengan lingkungan sosial tidak selalu tetap, walaupun kosakata waktu anak-anak yang lebih besar sama dengan orang dewasa. - Kosakata populer atau kata-kata makian Anak-anak belajar kata-kata populer dan makian dari anak-anak yang lebih besar di lingkungan tetangganya. - Kosakata rahasia Kata-kata rahasia digunakan anak ketika bicara dengan sahabatnya. Misalnya dalam bentuk tulisan yang diganti dalam kode huruf tertentu dan isyarat-isyarat tangan. 48 2) Pengucapan Pada masa ini dalam hal pengucapan kata-kata oleh anak lebih sedikit mengalami kesalahan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Walaupun ada beberapa yang baginya cukup sulit untuk diucapkan namun setelah mendengar pengucapan yang tepat dan benar maka dia akan bisa mengucapkannya lagi. 3) Kemajuan dalam pengertian Kemajuan dalam pengertian pada akhir masa kanak-kanak ini khususnya dalam berbicara didapat melalui pelatihan konsentrasi di sekolah melalui proses pembelajaran. 4) Isi pembicaraan Isi pembicaraan ini tergantung dari kepribadian anak. Biasanya isi pembicaraan tersebut terlihat dalam kelompoknya. Semakin besar kelompok maka semakin besar pula sifat pembicaraannya. Pada masa kanak-kanak akhir ini anak-anak mengembangkan pembicaraannya melalui obrolan bersama temannya. Kadang-kadang dalam pembicaraan anak lebih sering membual pada sesuatu yang dibanggakannya, seperti prestasi yang tinggi. 4. Perkembangan bermain pada masa kanak-kanak akhir Kehidupan pada masa kanak-kanak akhir merupakan suatu pengertian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain, bahwa pada masa kanak-akank akhir ini mereka masih berelasi dengan permainan. Ada beberapa sifat permainan yang secara umum menarik dilakukan oleh anak pada masa kanak-kanak akhir, diantaranya : a) Bermain konstruktif Suatu aktivitas bermain dengan tujuan hanya untuk bersenang-senang saja tanpa memikirkan manfaatnya. Contohnya, membuat mainan dari kayu (anak laki-laki), menggambar, melukis, membentuk tanah liat (anak perempuan) dan bernyanyi bersama. b) Menjelajah Merupakan suatu aktivitas bermain dengan bepergian bersama ke suatu tempat di luar lingkungan rumahnya. Biasanya hal ini dilakukan secara berkelompok khususnya bagi anak laki-laki. c) Mengumpulkan Merupakan suatu aktivitas bermain dengan mengumpulkan benda-benda yang disenangi dan menarik perhatiannya. Misalnya mengumpulkan kerang, kelereng dan lain-lain. Dalam aktivitas ini biasanya anak-anak yang memiliki kelompok akan cenderung merasa 49 iri hati dengan kelompok lain bila barang-barang yang dimilikinya dirasa kurang dibanding milik kelompok lain. d) Permainan dan olah raga Pada akhir masa kanak-kanak, penekanan dalam permainan dan olah raga ditujukan pada kesesuaian dengan kelompok sejenisnya dalam aktivitas tersebut. Seorang ahli bernama Lever (Hurlock,1996), mengadakan analisis mengenai perbedaan-perbedaan seks dalam permainan anak-anak dengan menyampaikan enam kesimpulan sebagai berikut : 1) Anak laki-laki lebih suka bermain di luar daripada anak perempuan. Sebab, minat anak laki-laki dalam olahraga pada umumnya sangat besar. 2) Anak laki-laki bermain dalam kelompok yang lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. 3) Permainan anak laki-laki terjadi dalam usia yang bervariasi, sedang pada anak perempuan pada usia yang sama. 4) Pada dasarnya anak perempuan lebih suka memainkan permainan anak laki-laki daripada anak laki-laki memainkan permainan anak perempuan. 5) Anak laki-laki lebih suka memainkan permainan yang bersifat pertandingan. 6) Permainan anak laki-laki biasanya berlangsung lebih lama daripada anak perempuan. Permainan yang biasanya sering dimainkan dalam bidang olah raga adalah sepak bola, petak umpet, lari-larian dan lain-lain. 5. Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak akhir Masa kanak-kanak akhir merupakan usia berkelompok karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan memiliki keinginan yang kuat untuk diterima sebagai suatu anggota kelompok dan merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Dalam hal ini, anak akan cenderung ingin bersama dengan kelompoknya untuk melakukan berbagai aktivitas yang dikehendakinya, seperti bermain bersama. Kelompok dari anak-anak ini diistilahkan dengan “Geng”. Geng pada anak-anak memiliki ciri sebagai berikut : a. Merupakan kelompok bermain b. Anak-anak akan senantiasa bersama-sama dalam geng tersebut c. Anggota geng terdiri dari jenis kelamin yang sama d. Terdiri dari 3 – 4 orang atau lebih e. Biasanya geng anak laki-laki kelihatan lebih buruk dari geng anak perempuan 50 f. Memiliki tempat pertemuan tersendiri g. Adanya pemimpin geng yang dominan dari para anggotanya Bermain tidak selalu mendatangkan perasaan gembira pada anak, tetapi sangat sering diantara mereka keluar dari kelompok bermain tersebut. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kekesalan anak-anak dalam melakukan kegiatan permainan kelompok, seperti: a. Nama dan julukan Nama dan julukan bagi anak secara pribadi atau kelompok yang tidak sesuai atau kurang disenangi akan cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan kemungkinan rasa dendam terhadap teman yang mengejeknya. b. Status sosial ekonomi Bagi orangtua dengan golongan ekonomi rendah akan selalu mendapat tuntutan dari anaknya supaya menghadirkan suasana baru dan mewah seperti halnya keluarga kaya, sehingga hal ini akan memicu pertengkaran dalam keluarga. c. Lingkungan sekolah Anak-anak akan bisa menyesuaikan diri di sekolah apabila didukung oleh guru yang kompeten atau para guru mengerti mengenai situasi sekolah dan komponennya. Guru yang agak galak akan secara langsung membuat anak didiknya merasa terkekang, sehingga merasa tidak bebas mengekspresikan diri bermain di sekolah karena sementara banyak guru yang menganggap anak bermain berlari-larian, petak umpet di sekolah akan mendatangkan bahaya atau membuat suasana sekolah menjadi gaduh. Pada hal bermain dengan menggunakan gerakan motorik kasar maupun halus banyak manfaatnya untuk mendukung perkembangan aspek-aspek lainnya dalam diri anak. Untuk itu para guru hendaknya mendukung kegiatan bermain anak-anak pada saat-saat mereka istirahat sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah. d. Dukungan sosial Kurangnya dukungan dari keluarga atau temannya akan sangat mempengaruhi kepribadian dalam konsep diri yang dibentuk. Misalnya, anak akan menilai dirinya bodoh karena tidak bisa mengikuti aturan-aturan permainan yang berlaku, atau tidak terampil melakukan permainan yang sedang berlangsung. Jika ini terjadi akan dapat berpengaruh pada perkembangan konsep diri anak. e. Keberhasilan dan kegagalan Bila anak-anak tersebut berhasil dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik, maka dia akan merasa percaya diri dan senang. Sedang suatu kegagalan akan 51 menimbulkan rasa kurang mampu atau kurang percaya diri sehingga akan cendrung merasa kesal. f. Inteligensi /tingkat kecerdasan Bagi anak-anak yang inteligensinya rendah akan cendrung merasa diacuhkan oleh temannya sehingga dia akan merasa malu dan menutup diri. Dan yang inteligensinya tinggi akan merasa bangga dan terkadang menyombongkan diri karena kemampuannya itu. g. Seks Anak perempuan akan cendrung merasa lebih rendah perananya dari anak laki-laki sehingga dalam hal ini akan timbul kesenjangan perasaan diantara mereka. 6. Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak akhir Pola emosi pada masa kanak-kanak akhir ini dapat digambarkan dari beberap hal, yaitu : a. Amarah Penyebab amarah yang paling umum adalah karena pertengkaran permainan, tidak tercapainya keinginan dan pengaruh dari anak lainnya. Biasanya diungkapkan dengan ekspresi berteriak, menangis, menggertak, menendang, melompat-lompat dan memukul. b. Takut Rasa takut ditimbulkan oleh pembiasaan, peniruan, dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan bagi anak, misalnya dari menyimak cerita, gambar, acara televisi yang menakutkan dan menyeramkan. c. Cemburu Kecemburuan pada diri anak sering terjadi jika perhatian orang tua pada anak tidak seimbang. Demikian juga terjadi di sekolah, anak sangat sensitif pada perasaan cemburu ini jika guru maupun temannya kurang memperhatikannya. d. Rasa ingin tahu Anak akan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal yang baru dilihatnya. e. Iri hati Anak sering merasa iri hati atas kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain dan ia tidak memilikinya. Biasanya anak akan mengeluh tentang hal ini. 52 f. Gembira Rasa gembira ini muncul bila anak dalam kondisi yang sehat dan berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Biasanya diungkapkan dengan ekspresi senyum, tertawa dan tepuk tangan. g. Sedih Rasa sedih ini muncul bila anak kehilangan sesuatu yang disayanginya atau dianggap penting baginya, biasanya diungkapkan lewat tangisan. h. Kasih sayang Anak akan senantiasa belajar menyayangi sesuatu yang menyenagkan baginya, seperti binatang peliharaan. 7. Perkembangan moral pada masa kanak-kanak akhir Pada masa kanak-kanak akhir konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus pada awal masa kanak-kanak. Anak yang lebih besar akan senanatiasa memperluas konsep moral yang mencangkup situasi apa saja. Di samping itu anak akan menemukan suatu kesungguhan dalam suatu perbuatan. Dapat dikatakan bahwa tingkat moral pada masa ini adalah lebih baik dari masa sebelumnya. Menurut Piaget antara usia 5 dan 12 tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras dari orang tua tentang benar dan salah mulai berubah, sebab anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus disekitar pelanggaran moral. Contohnya, bagi anak usia 6 tahun berbohong selalu terlihat buruk, sedang anak yang lebih besar menganggap berbohong adalah benar pada situasi tertentu. Teori Piaget ini diperluas lagi oleh Kohberg dengan menamakan tingkat perkembangan moral dengan istilah “Tingkat Moralitas Konvensional” atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Perilaku mencolok dari anak dapat dilihat dari suatu aktivitas anak dalam mengambil hati orang lain dan mempertahankan hubungan yang baik dengan temannya dengan landasan peraturan yang disepakatinya, khususnya dalam kelompok atau geng anak-anak. Sehingga si anak akan menyesuaikan diri dalam mengikuti peraturan untuk menghindari penolakan dan celaan dari kelompoknya. Berkaitan dengan perkembangan moral ada beberapa hal yang dapat menggambarkan sikap dan perilaku moral anak masa kanak-kanak akhir, yaitu : a. Perkembangan Kode Moral Pada masa kanak-kanak akhir kode moral akan sangat dipengaruhi oleh standar moral dari teman bergaulnya atau kelompoknya. Disanalah anak mengidentifikasi 53 diri, namun bukan sepenuhnya. Hal ini tergantung dari situasi yang ada. Maksudnya saat di rumah dia mengikuti kode moral keluarga dan kalau di luar dia akan mengikuti kode moral dari teman atau kelompoknya termasuk juga sekolah, sehingga hal ini akan bersifat relatif. b. Peranan disiplin dalam Perkembangan Moral Sikap disiplin akan sangat berperan penting dalam perkembangan moral pada umumnya. Namun kedisiplinan yang terlalu ketat akan sering menimbulkan suatu permasalahan pada si anak dan kesenjangan antara anak yang lebih besar dengan yang lebih kecil. Sehingga disiplin ini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Terkait dengan kedisiplinan ada beberapa dasar-dasar kedisiplinan yang harus ditanamkan pada anak-anak, seperti: dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu: 1. Bantuan dalam meletakan dasar-dasar kode moral Bagi anak yang lebih besar, pengajaran mengenai benar dan salah terhadap suatu hal harus menekankan alasan mengapa hal itu disalahkan dan mengapa hal itu dibenarkan. Hal ini adalah upaya untuk meluruskan moral anak. 2. Reward Reward yang dimaksud adalah berupa pujian atau perlakuan secara khusus pada anak karena dia mampu menggapai sesuatu dengan baik, misalnya prestasinya disekolah bagus. Hal ini akan memicu semangat si anak untuk berbuat lebih baik lagi. c. Hukuman Hukuman terhadap kesalahan si anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Dan hukuman ini harus bersifat adil, supaya tidak terjadi kesenjangan antar sianak. d. Konsistensi Disiplin yang baik adalah konsisten. Artinya apa yang benar hari ini adalah benar untuk hari selanjutnya dan setiap kesalahan harus mendapat hukuman untuk mencapai kebenaran. Beberapa Contoh perilaku pelanggaran moral yang perlu diketahui, adalah seperti berikut: Di lingkungan keluarga, misalnya: berkelahi dengan saudara, merusak sesuatu milik saudaranya, bersikap kasar pada saudaranya, melalaikan tanggung jawab, berbohong, mencuri milik saudaranya, dan lainnya. 54 Di lingkungan sekolah, misalnya: mencuri, menipu teman atau guru, berbohong pada teman dan guru, berkata kurang sopan, membolos dan malas, mengganggu teman lainnya, dan lainnya. 8. Perkembangan Kepribadian Individu Masa Kanak-kanak Akhir Dengan meluasnya cakrawala sosial anak yang diperoleh melalui interaksinya diluar rumah, baik di sekolah maupun dengan teman-temannya, maka akan muncul faktor-faktor baru yang mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sehingga dengan itu si anak akan senantiasa memperbaiki mengenai konsep dirinya. Karena sampai sekarang anak memandang dirinya sendiri hampir sepenuhnya melalui pandangan orang tua. Namun, ketika anak melihat dirinya seperti pandangan guru-guru, teman-teman sekelasnya atau tetangganya, maka dia akan lebih memahami mengenai konsep dirinya. Pada hakekatnya masa kanak-kanak akhir merupakan suatu periode yang paling bahagia dalam rentang kehidupan. Namun kebahagiaan itu tidak sepenuhnya, sebab pada masa ini anak juga memikul tanggung jawab sebagai pelajar. Kebahagiaan pada masa ini dapat timbul dari beberapa faktor, baik faktor keluarga, sekolah maupun interaksi kehidupan sosial dengan teman-temannya. Dengan semakin meluasnya kontak sosial dan tingkat perkembangan anak semakin tinggi, tentu banyak timbul perubahan-perubahan kontak dengan lingkungan yang dialami anak dibandingkan dengan usia-usia sebelumnya dan itu dapat berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah: a. Perubahan dalam Hubungan Keluarga Hubungan orang tua dengan anak akan buruk apabila orang tua tidak mengerti mengenai perannya dalam keluarga. b. Harapan orang tua Harapan orang tua yang tinggi pada si anak dalam usia sekolah ini akan sangat mempengaruhi perasaan anaknya. Padahal orang tua tidak memahami seberapa besar tingkat inteligensi anaknya itu. c. Metode pelatihan anak Pelatihan anak yang ketat akan sangat mempengaruhi interaksinya dalam keluarga, karena anak merasa terkekang, sehingga anak akan cendrung membenci orang tuanya. d. Status sosial ekonomi Bagi orang tua golongan ekonomi rendah, akan selalu mendapat tuntutan dari anaknya supaya menghadirkan suasana baru dan mewah seperti halnya keluarga kaya. Sehingga hal ini akan memicu pertengkaran dalam keluarga. 55 e. Pekerjaan orang tua Tingkat pekerjaan orang tua akan berpengaruh besar pada perasaan anaknya, sehingga kadang-kadang si anak akan merasa rendah diri. f. Perubahan sikap kepada orang tua Perubahan sikap si anak pad orang tuanya terjadi karena kurang idealnya hubungan mereka. Dengan demikian si anak akan membandingkan orang tuanya dengan orang tua teman-temannya. g. Pertentangan antar saudara Pertentangan ini sering terjadi karena si anak yang lebih dewasa akan senantiasa merasa paling berkuasa dari adiknya. Misalnya menggoda dan memerintah adiknya. Dalam kondisi ini orang tua akan sulit turut campur, sebab akan timbul anggapan bahwa orang tua pilih kasih pada anaknya. C. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir Secara umum, tugas perkembangan anak pada akhir masa kanak-kanak ada beberapa hal, yaitu : 1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan- permainan umum 2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri 3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya 4. Mulai mengembangkan peran sosial pria dan wanita yang tepat 5. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung dalam proses belajarnya 6. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tata tingkatan nilai 7. Mencapai kebebasan pribadi 56 PENGGALAN IV TUGAS PERKEMBANGAN MASA REMAJA I. Pokok Bahasan : Tugas Perkembangan Masa Remaja II. Sub Pokok Bahasan : 1. Rentang Usia dan Ciri-ciri Penting Masa Remaja 2. Tanda-tanda Perkembangan pada Masa Remaja 3. Aspek-aspek Perkembangan Remaja 4. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan IV berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami rentangan usia masa remaja dan ciri-ciri penting usia remaja 2. Mampu mendiskripsikan tanda-tanda perkembangan pada masa remaja 3. Memahami aspek-aspek perkembangan pada masa remaja 4. Mampu mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan remaja IV. Uraian Materi A. Rentang Usia dan Ciri-ciri Penting Masa Remaja 1. Rentang usia remaja Rentangan usia remaja telah lama menjadi perdebatan dikalangan para psikologi maupun pendidik. Namun dari banyak pandangan para ahli psikologi yang juga tidak persis sama tetapi ada rentangan yang diberikan untuk mengetahui batasan usia remaja. Diantara yang berpendapat adalah Simanjuntak (1982) memberikan pandangan bahwa usia remaja berada pada rentang usia antara 13 sampai 21 tahun. Prayitno (1999) juga memberikan batasan yang sama antara usia 13 sampai 21 tahun. Namun ada yang agak berbeda Singgih (1998) memberi batasan usia remaja berlangsung dari usia 12 –22 tahun. Banyak difinisi tentang remaja menggunakan acuan pada kemandirian seperti beberapa referensi menyebutkan bagi remaja di Amerika anak telah dianggap mengakhiri masa remajanya pada usia 17 tahun. Namun untuk di Indonesia pada umumnya yang digunakan untuk menentukan rentangan usia remaja berlangsung dari usia 12/13 –21/22 tahun. Untuk selanjutnya dalam kajian ini rentangan usia remaja akan digunakan antara usia 12 tahun bagi wanita, 13 tahun bagi laki-laki sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 22 tahun bagi wanita. 57 Dari rentangan usia tersebut, dalam beberapa kajian ada yang membagi masa remaja menjadi dua bagian yaitu remaja awal dari uasia 13/14-17 tahun dan remaja akhir antar 17/18-21/22 tahun. Namun dalam kajian ini akan dijelaskan masa remaja dalam rentangan usia antara 13-21 dengan alasan masa remaja dikatakan sebagai masa yang sangat pendek, walaupun antara remaja awal dan remaja akhir memiliki ciri-ciri yang agak berbeda. 2. Ciri-ciri penting masa remaja Dalam berbagai masalah kehidupan, masalah remaja merupakan masalah yang paling sering mengundang perhatian dan penanganan dari berbagai unsur, baik dari pihak keluarga, masyarakat, sekolah bahkan negara. Karena secara konseptual diartikan, jika pada suatu negara kaum remaja hancur itu berarti negara tersebut kedepan juga akan hancur. Demikian kaum remaja yang seolah-olah muncul dipermukaan sebagai aset yang besar dan potensial bagi kemajuan negaranya. Sehingga untuk memahami remaja kita harus mempelajari remaja secara individual maupun sosial. Banyak kajian yang memberikan ‘label’ mengenai masa remaja yang mungkin ada baiknya jika berbagai label yang diberikan pada masa remaja dapat dijadikan pemahaman tentang karakteristik atau ciri-ciri remaja. Beberapa ciri-ciri yang umumnya tampak pada masa remaja, adalah: a) Sebagai masa penemuan jati diri dan lebih bersifat mandiri dan bebas b) Sebagai masa yang dianggap selalu menentang dan memberontak c) Sebagai masa yang dianggap mampu menonjolkan dirinya sendiri tanpa harus menuruti aturan dari orang yang lebih tua lagi d) Berada dalam masa tanggung jawab e) Merupakan masa mulai mengenal apa itu cinta dan yang lebih popular lagi mereka berada dalam masa puber, yaitu timbulnya perasaan terhadap lawan jenis f) Merupakan masa peralihan dari sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian terhadap nilai-nilai mulai dari estetika dan isu-isu moral g) Merupakan masa “Storm and Drang”, yaitu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan penderitaan, asmara dan pemberontakan terhadap otoritas orang dewasa h) Merupakan periode pertumbuhan fisik yang cepat dan peningkatan dalam koordinasi, serta sebagai periode transisi dan tumpang tindih. Dikatakan tumpang tindih sebab 58 beberapa ciri biologis dan psikologis masa kanak-kanak masih dimilikinya, sementara beberapa ciri remaja sudah dimilikinya pula i) Merupakan periode yang sangat singkat j) Diistilahkan sebagai “fase negatif” k) Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi l) Merupakan masa yang kritis m) Mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistis B. Tanda-tanda Perkembangan pada Masa Remaja Perubahan-perubahan biologis yang paling gambang dapat diamati terjadi pada fase memasuki masa remaja adalah: (1) Perkembangan seks sekunder dan (2) Perkembangan seks primer. 1) Perkembangan seks sekunder Perkembangan seks sekunder seperti dijelaskan oleh (Monks, 1987), adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja yang munculnya lebih dahulu dari pada perkembangan seks primer. Adapun tanda-tanda yang dapat diamati pada perkembangan seks sekunder adalah sebagai berikut: a) Pada laki-laki terjadinya perubahan suara, bentuk badan seperti bahu tambah lebar, tumbuh otot lengan, tumbuh jakun pada leher, tumbuh rambut pada daerah tertentu seperti; pada ketiak, alat kemaluan, kumis, janggut, rambut pada kaki, kadang-kadang juga tumbuh rambut pada lengan dan dada. b) Pada perempuan terjadi perubahan-perubahan bentuk fisik seperti: payudara membesar, panggul bertambah lebar, tumbuh rambut pada bagian-bagian tertentu seperti; pada alat kemaluan, ketiak. 2. Perkembangan seks primer Perkembangan seks primer dimaksudkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi sebagai pertanda telah terjadinya kematangan organ-organ yang berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi. Adapun tanda-tanda yang dapat diketahui pada perkembangan seks primer adalah sebagai berikut: a) Pada laki-laki, perkembangan seks primer berhubungan penis, testes, skrotum, dan mendapatkan mimpi basah yang pertama. b) Pada perempuan perkembangan seks primer berhubungan dengan vagina, klitoris, rahim, sluran telur dan mendapat haid yang pertama. 59 C. Aspek-aspek Perkembangan Remaja Beberapa aspek perkembangan yang penting mendapat perhatian pada masa remaja adalah: pertumbuhan fisik, perkembangan kognisi, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi. 1. Pertumbuhan fisik pada masa remaja Perubahan fisik yang terjadi selama awal masa remaja menunjukkan pertumbuhan yang demikian cepat (tinggi dan besar badan). Pada masa remaja fisik anak tumbuh menjadi dewasa, dan secara skematik pertumbuhan sebagaimana dilukiskan oleh (Monks, dkk; 1987) sebagai berikut : hipofisa yang masak mengeluarkan hormone diantaranya adalah hormon tumbuh yang dikeluarkan oleh Lobus Frontalis, hormone gonadotrof dan hormon kortikotrof. Sebenarnya hormon tumbuh sudah mempengaruhi seseorang sejak dilahirkan. Pada masa ini timbul percepatan pertumbuhan karena adanya koordinasi yang baik antara kerja kelenjar-kelenjar. Hormon gonadotrof mempercepat pemasakan sel-sel telur dan sel-sel sperma, juga mempengaruhi produksi hormon kelenjar kelamin dan melalui hormon kortikotrof juga mempengaruhi kelenjar suprarenalis. Hormon-hormon kelamin yaitu testoteron pada anak laki-laki dan estrogen pada anak perempuan bersama-sama dengan hormon tumbuh dan hormon suprarenalis mempengaruhi anak sedemikian rupa sehingga terjadi percepatan pertumbuhan. Di samping pertumbuhan tinggi badan juga terjadi pertumbuhan berat badan yang berjalan paralel dengan berubahnya panjang badan. Ada perbedaan antara kedua jenis seks, pada anak laki-laki pertambahan berat badan terutama disebabkan oleh makin bertambah kuatnya susunan urat daging. Sedangkan pada perempuan disebabkan oleh bertambahnya jaringan pengikat di bawah kulit (lemak) terutama paha, pantat, lengan atas dan dada. 2. Perkembangan kognisi pada masa remaja Sama halnya dengan pertumbuhan fisik, intelektual di usia masa remaja juga berkembang sangat cepat. Selain itu dalam kemampuan kognitif otak dan fungsi otak juga berubah. Pada masa remaja tingkat perkembangan kognitif individu berada pada tahap operasional formal (Piaget, dalam Hurlock, 1996). Kemajuan berpikir anak pada tahap ini meningkat dari berpikir konkrit perlahan meningkat ke berpikir abstrak. Walaupun sifatnya masih pada hal-hal yang sederhana, namun semakin bertambah usia anak tahap berpikirnya berkembang ke tahap berpikir sebab akibat, ia akan dapat mulai melakukan dugaan-dugaan dari suatu gejala yang muncul, kemudian melakukan gabungan-gabungan dan menganalisis gejala-gejala yang ditemukan untuk mencoba menjawab dugaan-dugaan 60 yang ia ajukan. Implikasi pandangan Piaget ini juga tampak pada proses pembelajaran di sekolah dengan lebih banyak memberikan peserta didik untuk melakukan penemuanpenemuan sendiri atas permasalahan yang di berikan oleh guru. 3. Perkembangan bahasa pada masa remaja Bahasa adalah alat komunikasi, untuk itu perkembangan bahasa tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial dan perkembangan kognitif. Hal ini dikatakan demikian karena perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh dukungan lingkungan baik dari lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat secara umum. Agar bahasa itu bisa berfungsi sebagai alat komunikasi maka penggunaan bahasa dapat mengakibatkan munculnya interaksi dalam komunikasi tersebut. Dalam arti lawan bicara dapat memahami materi komunikasi itu. Dalam pemahaman inilah sangat diperlukan dukungan dari aspek-aspek kognitif individu, artinya semakin tinggi tuntutan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi maka semakin tinggi pula pemahaman yang menyertainya. Pada dasarnya akan terjadi korelasi antara perkembangan kognitif individu dengan kemajuan-kemajuan berbahasanya. Oleh karenanya perkembangan kognitif anak remaja sudah mencapai tahap yang paling tinggi yaitu tahap berpikir operasional formal, seharusnya perkembangan bahasa anak remaja juga sudah mencapai tahap bahasa yang komunikatif baik secara tertulis maupun lisan dengan mengacu pada aturan-aturan ketatabahasaan yang berlaku. 4. Perkembangan sosial pada masa remaja Hubungan sosial pada masa remaja dapat kita amati dari kehidupan berkelompok mereka mencapai puncak kohesifitas yang sangat kuat. Karena pada masa ini, remaja sedang mencari kebebasanya dan ingin melepaskan diri dari ketergantungan dan pengaruh orang dewasa), sehingga dapatlah dimengerti bahwa pengaruh kelompok sebaya sangat kuat sekali pada masa remaja. Selain itu hubungan sosial yang tampak mencolok juga di masa remaja ini adalah munculnya hubungan heteroseksualitas yaitu munculnya minat untuk magadakan kontak sosial dengan lawan jenis. Implikasi lebih lanjut bagi sekolah, keluarga dan pemuka masyarakat dapat membimbing anak menjadi anak yang berperilaku sosial positif. Jika anak salah mendapatkan teman di usia remaja ini akan dapat berpengaruh negatif pada perkembangan-perkembangannya selanjutnya. Pengelompokan sosial yang sering terjadi selama masa remaja, sebagai dapat bermacam-macam bentuknya; diantaranya adalah: 61 a. Teman Dekat Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib. Mereka adalah sesama seks yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain meskipun kadang-kadang juga bertengkar. b. Kelompok Kecil Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat pada mulanya terdiri dari seks yang sama tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks. c. Kelompok Besar Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatkan minat akan pesta dan berkenaan. d. Kelompok yang Terorganisasi Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai klik atau kelompok besar. e. Kelompok Geng Remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang teroganisasi mungkin mengikuti kelompok geng. Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman melalui prilaku anti sosial. 5. Perkembangan emosi pada masa remaja Pola perkembangan emosi pada dasarnya merupakan perkembangan berkelanjutan dari masa-masa sebelumnya. Walaupun demikian tentunya penampilan pola emosi pada masa remaja akan mengalami peningkatan kualitas dibandingkan dengan masa sebelumnya. Sebuah contoh, dalam mengungkapkan emosi marah remaja lebih memilih dengan menggerutu dibandingkan dengan menunjukkan perilaku histeris atau menangis menjerit-jerit. 6. Perkembangan Moral pada Masa Remaja Perkembangan moral individu merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam rentang kehidupan manusia. Perkembangan moral remaja pada hakekatnya merupakan suatu proses internalisasi semenjak usia kanak-kanak. Untuk itu ada beberapa teori yang meninjau mengenai perkembangan moral individu akan disajikan berikut ini. 62 Perkembangan norma atau moralitas merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian dan sosial seseorang. Tinjauan mengenai perkembangan moralitas secara sistematik dapat dikatakan masih baru dalam psikologi. Lama orang mengira bahwa moralitas masuk bidang etika, tetapi dalam permulaan abad ini sekitar tahun 1930, di Amerika dan Eropa diadakan penelitian mengenai fenomena-fenomena moralitas. Perhatian bertambah lagi sekitar tahun 1950 yang distimuli oleh kajian-kajian teoritis tentang moral dari Piaget. Sebagai salah satu kajian perkembangan moral remaja yang dikomparasi dengan tahap perkembangan kognisi Piaget. Perkembangan moral pada masa remaja jika dikaitkan dengan teori perkembangan kognisi dari Piaget, bertepatan dengan perkembangan kognisi tahap operasional formal. Perkembangan moral tahap ini seharusnya menunjukkan bahwa individu masa remaja lebih maju dari individu fase sebelumnya. Individu remaja seharusnya sudah mampu memandang moral itu sebagai sebuah perpaduan antara otonomi moral (sebagai hak pribadi) dengan realisme moral (sebagai kesepakatan sosial) dan resiprositas moral (sebagai aturan timbal balik). Oleh karenanya perkembangan moral masa remaja telah bergeser dari penilaian yang sifatnya rigid atau kaku menuju kepenilaian yang lebih fleksibel yang penting makna/prinsipnya bisa diterima dan sesuai dengan tuntutan lingkungan. Selanjutnya kajian tentang moral muncul dari beberapa teori seperti; teori psikoanalisa, teori kognitif, teori belajar. 1) Perkembangan Moral Menurut Teori Psikoanalisa Teori psikoanalisa dengan tokohnya yang terkenal adalah Sigmund Freud (Hall, 1960) memandang ada tiga sistem yang penting dalam diri seseorang. Ketiga sistem tersebut adalah: Id (das Es), Ego (das Ich), dan Superego (das Ueber Ich). Istilah-istilah ini dijelaskan oleh Freud seperti berikut: a) Id adalah berfungsi sebagai alat refleksi untuk menyalurkan kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan, atau nafsu-nafsu dengan segera melalui saluran-saluran motoris. Id ini dikatakan bertugas untuk menunaikan prinsip kehidupan yang asli, yang selanjutnya id dikatakan mengandung prinsip kesenangan. Befungsi sebagai prinsip kesenangan karena id mempertahankan sifat kanak-kanak, tidak dapat menahan ketegangan, ingin kepuasan yang segera, suka mendesak, impulsif, irrasional, asosial, mementingkan diri sendiri, dan suka dengan kesenangan. Id merupakan anak manja dari kepribadian. Freud mengatakan bahwa id merupakan bagian kepribadian yang tersembunyi dan hanya sebagian kecil saja yang dapat diketahui. Tetapi id akan dapat dilihat jika ia sudah bertindak; misalnya: sesorang 63 melakukan kejahatan, seseorang terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk berhayal, dikatakan dikuasai oleh id, karena id tidak berpikir, dan tidak berhubungan atau tidak berpikir tentang dunia luar. Namun tidak semua keinginan id harus dipenuhi dan disalurkan oleh alat refleksi. Akan tetapi id akan dikontrol dan diawasi oleh ego. b) Ego sebagai pelaksana dari kepribadian, yang berfungsi untuk mengontrol dan memerintah id dan super ego dan menjaga hubungan dengan dunia luar atau realitas. Untuk itulah ego mengandung prisip kenyataan. Jika ego dapat memenuhi tugasnya dengan bijak (sesuai dengan tuntutan kenyataan) akan tercitalah keharmonisan dalam kepribadian, namun jika ego mengalah dan menyerahkan pemenuhan tuntutan kepada id maka akan terjadi kejanggalan atau ketidakteraturan. Karena tidak semua tuntutan id harus dipenuhi seperti keinginan-keinganan yang bentuknya merusak karena tindakan seperti itu tidak dibenarkan dalam kenyataan. c) Superego adalah bagian yang mengandung nilai-nilai, moral atau keadilan dalam kepribadian. Superego lebih mewakili alam ideal daripada alam nyata, dan superego itu menuju kearah kesempurnaan daripada kearah kenyataan atau kesenangan. Bila digambarkan struktur kepribadian dan perkembangan moral anak menurut Freud, akan nampak seperti berikut: Superego Das ueber ich Ego Das ich Id Das ich Perkembangan moral anak menurut Freud muncul pada usia 3 atau 4 tahun dan terjadi dari situasi oedipus, yaitu saat anak laki-laki mempunyai keinginan-keinginan seksual (cinta) terhadap ibunya (dorongan id), tetapi anak tidak dapat merealisasi hal tersebut sebab ayahnya tidak akan memperbolehkannya (prinsip kenyataan). Dalam hal itu anak lalu terpaksa untuk mengambil alih norma-norma ayahnya untuk tidak mengalami konflik dengan ayahnya tadi. Dengan demikian anak lalu mengadakan identifikasi dengan ayahnya dan bersedia untuk mengikuti norma-norma ayahnya. Tetapi kesediaan anak ini datangnya dari perasaan-perasaan berdosa, yaitu anak merasa berdosa akan perasaannya dalam hubungan dengan ibunya, ia merasa berdosa terhadap ayahnya 64 dan karena perasaan berdosa ini dia bersedia untuk mengadakan identisifikasi dengan ayahnya. Apa yang dilakukan ayahnya dia berusaha meniru, mengikuti hanya untuk semata-semata menyenangkan hati ayahnya. Dalam identifikasi ini anak mendapat pedoman tingkah laku dari ayahnya yang akan menjadi pedoman-pedoman yang masuk ke superego. Demikian pula terjadi pada anak wanita yang mencintai ayahnya, dan karena perasaan berdosa pada ibunya maka si anak bersedia untuk mengadakan identisifikasi dengan ibunya. Apa yang dilakukan ibunya dia berusaha meniru, mengikuti hanya untuk semata-semata menyenangkan hati ibunya. Super ego berisi 2 hal yaitu: ideal aku dan konsensia. Ideal aku berasal dari tingkah laku ayah/ibu, sedangkan konsensia berasal dari internalisasi norma-norma peraturanperaturan yang ada dalam masyarakat. Kedua komponen ini akan mengisi moral anak atau pada bagian superego/ das ueber ich dalam kepribadian individu. Ueber Ich harus dipandang sebagai suatu instansi dengan norma-norma yang telah di internalisasi. Norma-norma yang ada pada ueber ich bukan hanya norma-norma yang berasal dari ayah/ibu saja, melainkan juga norma-norma yang datang dari orang-orang lain. Freud menggangap kesedian anak untuk merasa berdosa sebagai faktor pokok bagi tumbuhnya kata hati, karena kesediaan tersebut menimbulkan keinginan untuk menyesuaikan diri dan memenuhi tuntutan-tuntutan yang diletakan padanya. 2) Perkembangan Moral Menurut Teori Kognitif Pendekatan terhadap perkembangan moral anak dalam aliran psikologi kognitif lebih banyak dilakukan Kohlberg daripada oleh Piaget sendiri selaku tokoh utama psikologi ini. Namun, Kohlberg mendasarkan teori perkembangan sosial dan moralnya pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget, terutama yang berkaitan dengan prinsip perkembangan moral. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan juga sebagai perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial, seorang hanya akan mampu berperilaku sosial dalam situasi sosial tertentu secara memadai apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk situasi sosial tersebut. Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral seorang anak, terutama ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya. Sedangkan disisi lain, lingkungan sosial merupakan pemasok materi mentah yang akan diolah oleh ranah kognitif anak tersebut secara aktif. Dalam interaksi sosial dengan teman-teman sepermainan sebagai 65 contoh, terdapat dorongan sosial yang menantang anak tersebut untuk mengubah orientasi moralnya. Pada tahap perkembangan kognitif yang memungkinkan sikap dan perilaku egosentrisme seorang anak berkurang, lazimnya pertimbangan moral (moral resoning) anak tersebut menjadi lebih matang. Sebaliknya, anak-anak yang masih diliputi sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri itu hanya akan mampu memahami kaidah sosial yang hanya menguntungkan siri sendiri. Oleh karenanya, agar anak-anak yang egois menyadari kesalahan sosialnya dan sekaligus berperilaku moral secara memadai, pengenalan mereka terhadap wewenang orang dewasa dan penerimaan mereka terhadap aturan perlu ditanamkan. Ada dua macam studi yang dilakukan Piaget mengenai perkembangan moral anak dan remaja, yaitu: a) Melakukan obsevasi terhadap sejumlah anak yang bemain kelereng dan menayai mereka tentang aturan yang mereka ikuti. b) Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan perbuatan salah dan benar yang dilakuakn anak-anak, lalu meminta respon mereka (yang terdiri atas anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan moral mereka sendiri. Berdasarkan data hasil studinya di atas, Piaget menemukan dua tahap perkembangan moral anak dan remaja yang antara tahap pertama dan kedua diselingi dengan masa transisi, yakni pada usia 7-10 tahun. Untuk memperjelas teori dua tahap perkembangan moral menurut Piaget ini disajikan pada tabel 1. Seperti tampak pada tabel 1, tahap-tahap perkembangan moral menurut Piaget selalu dikaitkan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif. Tahap perkembangan moral yang pertama. Misalnya, bersamaan dengan rentang waktunya dengan tahap perkembangan kognitif pra-operasional. Tahap perkembangan yang berlangsung antara 4-7 tahun itu merupakan tahap realisme moral, artinya anak-anak menggagap moral sebagai suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial. Sedangkan tahap kedua, perkembangan moral yang bertepatan dengan tahap perkembangan kognitif formal operasional itu menunjukkan bahwa manusia masa remaja awal dan masa setelah remaja sudah memiliki persepsi yang jauh lebih maju daripada sebelumnya. Pra remaja dan setelah remaja memandang moral sebagai sebuah perpaduan yang terdiri atas otnomi moral (sebagai hak pribadi), realisme moral (sebagai kesepakatan 66 sosial), dan resiprositas moral (sebagai aturan timbal balik). adapun tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut dapat ditemukan dalam uraian pada tabel 1. Tabel 1. Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Menurut Piaget Usia 4-7 tahun Tahap Relaisme moral (praoperasional) Ciri Khas 1. Memusatkan pada akibat-akibat pebuatan 2. Aturan-aturan tidak berubah 3. Hukuman atas pelanggaran bersifat otomatis Contoh Jika lampu zebra cross menyala yang merah kendaraan harus berhenti; walaupun tidak ada polisi dan kondisi lenggang/aman tidak boleh melanggar 7-10 tahun Masa transisi Berubah secara Lebih fleksibel, asal (konkretbertahap menuju moral prinsipnya dapat dipegang. operasional) tahap kedua Pelaksanaannya bisa berbeda-beda. Misal; cuci kaki sebelum tidur, ini adalah prinsip kebersihan. Diperbolehkan tidak mencuci kaki sebelum tidur asalkan sebelumnya sudah memakai alas kaki. 11 Tahun Otomi moral, 1. Sudah dapat Anak sudah semakin ke atas realisme, dan mempertimbangkan fleksibel menilai moral. resiprositas tujuan-tujuan Misal pakaian tipis (formalperilaku moral melanggar kesopanan, tetapi operasional) 2. Menyadari bahwa kalau anak sudah bisa aturan moral adalah mengambil prinsipnya kesepaka-tan tradisi mungkin pakaian tebalpun yang dapat berubah bisa melanggar kesopanan. Selanjutnya pengikut Piaget, Lawrence Kohlberg menemukan tiga tingkat perkembangan moral yang dilalui manusia masa anak, remaja dan setelah remaja. Setiap tingkat perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan, sehingga secara keseluruhan perkembangan moral manusia terdiri atas enam tahap. Menurut Kohlberg perkembangan sosial dan moral manusia itu terjadi dalam tiga tingkatan besar, sebagai berikut: a) Tingkatan moralitas prakonvensional, yaitu ketika manusia berada dalam fase perkembangan sebelum remaja (4-10 tahun) yang menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial. 67 b) Tingkat moralitas konvensional, yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan remaja (usia 10-13 tahun) yang sudh menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial. c) Tingkat moralitas pascakonvensional, yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan remaja dan dewasa (usia 13 tahun keatas) yang memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial. Penjelasan selengkapnya mengenai perkembangan pertimbangan moral menurut Kohlberg tersebut disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral Menurut Kohlberg Tingkat Tingkat I Tahap Moralitas Prakonvensional (usia 4-10 tahun) Konsep Moral Tahap 1: :memperhatikan 1. Anak menentukan keburukan prilaku ketaatan hukum berdasrkan tingkat hukum akibat keburukan tersebut. 2. Perilaku baik dihubungkan dengan penghindaran diri dari hukuman Tahap 2: memperhatikan 1. Perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan kebutuhan pemuasan keinginan dan kebutuhan tanpa mempertimbang-kan kebutuhan orang lain Tingkat II Tingkat III Moralitas konvensional (usia 10-13 tahun) Tahap 3: memperhatikan 1. Anak dan remaja berprilaku sesuai citra *anak baik* dengan aturan dan patokan moral agar mendapat pengakuan orang dewasa. 2. Perbuatan baik dan buruk dinilai dari dasar tujuannya, jadi ada perkembangan kesadaran terhadap perlunya peraturan Tahap 4: Memperhatikan 1. Anak dan remaja memiliki sikap pasti hukum dan peraturan terhadap wewenang dan aturan 2. Hukum harus ditaati oleh semua orang Moralitas pasca konvensional (usia 13 tahun keatas). Tahap 5: memperhatikan 1. Remaja dan dewasa mengartikan hak perseorangan prilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan dan patokan sosial. 2. Perubahan hukum dan aturan dapt dapat diterima jika diperlukan untuk hal-hal yang baik 68 Tahap 6: Memperhatikan 1. Keputusan mengensi prilaku-prilaku prinsip-prinsip etika sosial didasarkan atas prinsip-prinsip moral pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan kepentingan orang lain 2. Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat, meskipun sewaktu-waktu bertentangan dengan hukum yang dibuat untuk mengekalkan aturan sosial. Contoh: seorang suami yang tidak memiliki uang akan mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya dengan keyakinan melestarikan kehidupan manusia merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi dari pada mencuri itu sendiri. 3) Perkembangan moral menurut Teori Sosial Teori social learning yang diungkapkan oleh A. Bandura, merupakan salah satu teori yang digunakan untuk kajian-kajian tentang perkembangan moral individu. Perkembangan moral menurut A. Bandura, berawal dari proses imitation, suatu proses belajar melalui peniruan. Karena prosedur-prosedur belajar menurut teori social learning, merupakan proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru seyogianya memainkan peran penting sebagai orang : “model” atau “figur” untuk menjadi contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Sebagai contoh, mula-mula seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpamanya menerima tamu. Lalu, perbuatan menjawb salam,berjabat tangan, beramah tangan, dan seterusnyayang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat atau lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan oleh modelnya itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik “siapa” yang menjadi model. Maksudnya, semakin dikagumi dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral tersebut. Selanjutnya, untuk mempersingkat uraian mengenai proses perkembangan 69 sosial/moral peserta didik dan sekaligus membandingkan teori belajar sosial dengan teori psikologi kognitif, disajikan dalam tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Teori Sosial belajar dengan Teori Kognitif Mengenai Perkembangan Moral Individu Aspek 1. Tekanan dasar A. Badura (Teori Belajar Sosial) Perilaku bergantung pada penga-ruh orang lain dan kondisi stimulus Hasil dari conditionning dan modeling 2.Mekanisme perolehan moralitas 3.Usia perolehan Belajar berlangsung moralitas sepanjang hayat, dan ada perebedaan usia perolehan 4.Kenisbian kebudayaan. Moralitas bersifat nisbi secara kultural 5.Pelaku sosialisasi Model-model yang sangat berpengaruh,orang-orang dewasa dan teman-teman yang dapat memberikan ganjaran dan hukuman 6.Implikasi untuk Guru harus menjadi teladan pendidikan yang baik dan mengganjar setiap perilaku peserta didik yang memedai. L.Kohlberg Teori Psikologi.Kognitif Pemikiran sebagai perilaku kualitatif Berlangsung dalam tahap-tahap yang teratur dan berka-itan dengan perkembangan kognitif Proses belajar berkesinambungan sampai masa dewasa dan dapat ditetapkan dalam usia-usia tertentu Nilai-nilai moral dalam tahapan perkembangan Bersifat universal Orang- orang yang berada pada tahap perkembangan yang lebih tinggi dan memiliki pengaruh yang sangat besar Guru harus berusaha merangsang peserta didik agar mencapai tahap perkembangan selanjutnya, dan menjelaskan ciri-ciri perilaku moral pada tahap tersebut. 7. Perkembangan Kepribadian pada Masa remaja Saat masa remaja terjadi keseimbangan tubuh dan anggota badan. Demikian pula adanya kestabilan dalam hal minat-minatnya dengan sesama atau lawan jenis dan sikap atau pandangan mereka. Stabilitas ini mengandung pengertian bahwa mereka relatif tetap mantap dan tidak mudah berubah pendirian yang disebabkan oleh rayuan atau propaganda. Akibat positif dari keadaan ini adalah remaja lebih dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek kehidupannya dibandingkan dengan masamasa sebelumnya. Citra diri dari kebanyakan yang terjadi dalam awal masa remaja adalah pandangan yang negatif, yaitu rendah, kurang, jelek, dari keadaan yang sesungguhnya. Hal itu merupakan refleksi dari rasa tidak puas terhadap apa yang mereka miliki. Tetapi semakin 70 bertambah usia mereka sampai memasuki masa-masa remaja akhir keadaan yang semacam itu telah berkurang dan remaja telah mulai menilai dirinya sendiri sebagaimana adanya, menghargai miliknya, keluarganya dan orang-orang lain seperti keadaan sesungguhnya. Akibat yang sangat positif dari keadaan masa remaja ini adalah timbulnya perasaan puas dan menjauhkan mereka dari rasa kecewa. Perasaan puas itu merupakan bagian penting bagi remaja untuk mencapai rasa bahagia dalam pengembangan kepribadian selanjutnya. Melalui suatu proses internalisasi, biasanya mulai memasuki tahap akhir masa remaja individu remaja mulai tampak lebih matang . Masalah-masalah wajar yang dihadapi remaja tahap akhir ini relatif sama dengan masalah yang dihadapi pada masamasa awal remaja. Perbedaannya terletak pada cara mereka menghadapi masalah. Saat mereka masih sebagai remaja awal menghadapi masalah dengan sikap bingung dan perilaku yang tidak efektif maka dalam masa remaja akhir ini mereka menghadapinya dengan lebih matang. Usaha pemecahan masalah secara lebih matang dan realistis itu merupakan kemampuan berpikir remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pandangan yang lebih realistis. Akibatnya akan diperoleh perasaan yang lebih tenang. Perasaan menjadi lebih tenang, tampak pertengahan memasuki akhir masa remaja umumnya remaja lebih tenang dalam menghadapi masalah-masalahnya. Keadaan yang realistis dalam menentukan sikap, minat dan cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu kecewa dengan kegagalan-kegagalan kecil yang dijumpai. Akibat positif dari keadaan ini adalah menambah rasa bahagia bagi remaja akhir. Kebahagiaan ini akan semakin kuat apabila mereka mendapat respek dari orang dewasa, orang tua, guru dan konselor mereka di sekolah terhadap diri dan usaha-usaha mereka. D. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan pada masa remaja pada dasarnya meliputi pencapaian dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan masa dewasa yaitu: 1. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya. 2. Mencapai peranan sosial yang bertanggung jawab di masyarakat. 3. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. 4. Mempersiapkan diri untuk mencapai karir. 5. Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia pernikahan. 6. Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa. 71 7. Memperoleh kebebasan, diharapkan remaja belajar dan berlatih bebas memuat rencana bebas membuat alternatif pilihan, bebas membuat keputusannya itu sendiri serta tanggung jawab sendiri atas keputusan pelaksanaannya. 8. Mulai bergaul dengan teman lawan jenis. 9. Mulai mengembangkan ketrampilan- ketrampilan baru. 10. Mulai memiliki citra diri yang realitas, diharapkan dapat menafsirkan apa lebih dan kurang pada diri mereka, memelihara dan memanfaatkannya dengan baik. 11. Mengalami perubahan fisik. 12. Menerima organ – organ tubuh sebagai pria dan wanita. 13. Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di tengah – tengah masyarakat. 14. Memperoleh seperangkat nilai – nilai dan etika sebagai pedoman tingkah laku. 72 PENGGALAN V TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA I. Pokok Bahasan : Tugas Perkembangan Masa Dewasa II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian dan ciri-ciri masa dewasa 2. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik, sosial-psikologis 3. Peran seks dan tanggungjawab pada masa dewasa. 4. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan V berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian dan ciri-ciri masa dewasa. 2. Memahami karakteristik perubahan berbagai aspek perkembangan pada masa remaja. 3. Mampu mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan remaja yang sesuai dengan tuntutan lingkungan. IV. Uraian Materi Istilah “adult” atau dewasa berasal dari kata Latin, seperti juga istilah adolesence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Rentangan usia masa dewasa setiap kebudayaan membuat pembedaan usia kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Dengan semakin panjangnya usia harapan hidup rata-rata orang, maka masa dewasa kini mencakup waktu yang paling lama dalam rentang kehidupan seseorang. Ada beberapa kajian yang membagi menjadi dua periode yaitu periode dewasa dini dan periode dewasa lanjut. Namun dalam pembahasan ini akan dikaji dalam satu periode masa dewasa saja. A. Pengertian dan Ciri-ciri Masa Dewasa 1. Pengertian Masa Dewasa Dari segi hukum, dikatakan bahwa masa dewasa dimulai sejak seseorang menginjak usia 21/22 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun) dan telah dapat dituntut tanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya. Jadi masa remaja bila ditinjau dari usia, adalah merupakan kelanjutan dari masa remaja yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 22 tahun bagi laki-laki. 73 Jika dilihat dari lingkup pendidikan, masa dewasa merupakan masa dicapainya kemasakan secara kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari proses belajar dan latihan. Sedangkan menurut seorang ahli psikologi, Hurlock dalam bukunya Developmental Psychology, menyatakan bahwa awal masa dewasa dimulai dari usia 21 tahun atau dihitung sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau sejak mulainya masa pubertas hingga seseorang meninggal. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa dewasa dapat ditinjau dari dua segi yaitu: pertama, masa dewasa adalah suatu masa dimana seorang individu telah memiliki kekuatan tubuh maksimal dan siap bereproduksi dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan perannya bersama-sama dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Kedua, ditinjau dari segi usia dan kenyataan yang dapat diamati pada masyarakat Indonesia, masa dewasa berlangsung kurang lebih dari usia 21/22 tahun sampai dengan usia 60 tahun. Rentangan usia ini menggambarkan bahwa masa dewasa awal berlangsung sekitar usia 21/22 tahun sampai dengan sekitar usia 40 tahun, saat aspek-aspek fisik dan psikologis mengalami perubahan yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif seseorang. Dan masa dewasa akhir berlangsung sekitar usia 40 tahun sampai dengan usia sekitar 60 tahun, saat terjadinya penurunan kekuatan fisik, melemahnya kekebalan tubuh atau terganggunya kesehatan seseorang, dan juga terjadinya penurunan daya ingat. 2. Ciri-ciri Masa Dewasa Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa setiap perkembangan individu selalu memiliki kekhasannya atau ciri-cirinya masing-masing. Begitu pula dengan perkembangan individu pada masa dewasa ini. Adapun ciri-ciri dari masa dewasa, diantaranya adalah: a. Masa dewasa adalah suatu “masa yang sangat ditakuti atau masa berbahaya”, karena pada masa ini, individu umumnya merasa takut dikatakan tidak menarik lagi dan berakhirnya masa kesuburan atau masa romantis (bagi perempuan) yang sering juga disebut dengan periode klimatorium atu menopause. Periode ini dialami oleh perempuan kurang lebih pada usia 40 tahun ke atas dengan ditandai berhentinya atau tidak teraturnya menstruasi, sehingga membawa dampak pada sistem hormonal yang mempengaruhi segenap konstitusi psikosomatis perempuan baik jasmani maupun rohani. Sedangkan bagi laki- 74 laki, pada periode ini akan mengalami ketakutan akan mengalami kemunduran fisik dan penurunan vitalitas seksualnya. b. Masa dewasa dikatakan sebagai “Masa Transisi”, karena ciri-ciri fisik dan perilakunya memperlihatkan ciri-ciri baru sebagai orang tua, sementara sebagaian ciri-ciri lainnya memperlihatkan ciri-ciri orang dewasa. Masa transisi ini berkaitan erat dengan kesulitan dan keruwetan emosional. Pada masa dewasa ini, cepat atau lambat orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola prilaku pada usia mudanya harus diperbaiki secara radikal. c. Masa dewasa dikatakan sebagai “Masa Stres”, penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik selalu cenderung merusak psikologis seseorang dan membawa ke masa stres. Menurut marmor, stres selama masa dewasa ini mengarah pada ketidak seimbangan. Adapun kategori stres menurut Marmor, antara lain : stres somatik, stres budaya, stres ekonomi dan stres psikologis. Stres somatik disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua. Stres budaya disebabkan oleh penempatan nilai yang tinggi pada kemudaan, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya. Stres ekonomi, disebabkan oleh beban keuangan. Dan stres psikologis, diakbitkan oleh kematian suami atau istri, kepergian dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian. Keseimbangan dicapai jika ada penyesuaian yang baik terhadap perubahan yang dialami, baik perubahan yang terjadi didalam diri maupun didalam lingkungannya. d. Masa Dewasa adalah “Usia Kaku atau Canggung, individu-individu pada usia ini banyak menampilkan prilaku yang tidak sesuai dengan usianya, misalnya dengan berdandan berlebihan, bertingkah laku yang tidak sesuai dengan usianya. Mereka juga merasa bahwa keberadaan mereka dimasyarakat tidak dianggap oleh sebab itu orang-orang yang berusia madya sedapat mungkin berusaha untuk tidak dikenal oleh orang lain. e. Masa Dewasa “Masa Berprestasi”, menurut Erikson, selama masa dewasa akhir ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi pada masa dewasa ini, mereka memiliki kemauan yang kuat untuk berhasil, maka mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini dan mengambil hasil dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya. Keberhasilan banyak dicapai dalam bidang-bidang jabatan, pekerjaan, keuangan, kekuasaan dan prestise sosial. 75 f. Masa Dewasa merupakan “Masa Evaluasi”, ada masa ini merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman. Archer mengatakan bahwa usia-usia madya nampaknya menuntut perkembangan perasaan yang lebih nyata dan berbeda dari orang lain. Dalam perkembangan setiap orang memiliki fantasi atau ilusi mengenai apa dan bagaimana dirinya. Tanggung jawab lain pada usia menyangkut hal fantasi dan ilusi tersebut. g. Masa Dewasa Dievaluasi dengan Standar Ganda. Standar ganda dimaksudkan satu standar pria dan satu standar bagi wanita. Perkembangannya mengarah ke persamaan peran antara pria dan wanita di segala bidang. Standar ganda dapat terlihat nyata pada cara mereka (pria dan wanita) mengatakan sikap terhadap usia tua. Ada dua pandangan filosofi yang berbeda tentang cara penyesuaian diri pada masa dewasa ini. Pertama, mereka harus tetap merasa muda dan aktif; kedua mereka harus menua dengan anggun semakin lambat dan hati-hati, dan menjalani hidupnya dengan nyaman. h. Masa Dewasa merupakan “Masa Sepi”, masa dewasa merupakan masa sepi dalam perkawinan. Dimana pada masa ini anak-anak sudah tidak tinggal lagi dengan orang tuanya. Aplagi dengan model keluarga kecil masa kini, periode masa sepi akan semakin cepat datangnya. Periode masa sepi pada usia ini lebih, bersifat traumatik bagi wanita daripada bagi pria. Karena para wanita inilah yang lebih banyak mengurusi tentang kehidupan berumah tangga. Seorang wanita lebih sering dirumah mengurusi anak-anak maupun suaminya. Kondisi yang serupa juga dialami pria, ketika mereka mengundurkan diri/pensiun dari pekerjaanya. i. Masa Dewasa merupakan Masa Jenuh”, hampir seluruh pria dan wanita mengalmi kejenuhan pada usia tiga puluhan dan empat puluhan. Mereka jenuh dengan kegiatan rutinnya sehari-hari. Usia ini seringkali dikatakan sebagai periode yang tidak menyenangkan. B. Menyesuaian Diri Terhadap Perubahan-perubahan Fisik, Sosial dan Psikologis Dalam tahun-tahun awal masa dewasa, banyak masalah baru yang harus dihadapi. Masalah-masalah baru ini pada dasarnya berbeda dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya. Karena masalah-masalah yang harus dihadapi orang dewasa itu rumit dan memerlukan waktu dan energi untuk mengatasinya, maka berbagai penyesuaian diri harus dilakukan oleh orang dewasa ini. 76 Dalam masa dewasa ini ciri-ciri negatif lebih besar dari ciri positifnya. Disinilah pentingnya bimbingan, agar mereka mampu mengadakan penyesuaian yang baik terhadap perubahan-perubahan yang dialaminya. Selama masa dewasa yang panjang ini, banyak perubahan-perubahan yang dialami individu seperti perubahan fisik, sosial dan psikologis. Dalam perubahan tersebut akan timbul berbagai masalah penyesuaian diri dan tekanan-tekanan budaya serta berbagai harapan untuk masa depan. 1. Perubahan fisik/biologis pada masa dewasa Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sejak masa konsepsi akan berlanjut dan biasanya akan mencapai kesempurnaan dalam masa remaja. Sedangkan pada masa dewasa individu akan mengalami periode plaetau (masa relatif diam), yaitu periode dimana individu tersebut tidak mengalami pertumbuhan lagi. Dan akhirnya menjelang tua ia akan mengalami periode pemunduran. Pada masa dewasa ini, individu harus mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik. Karena mereka harus dapat menerima kenyataan bahwa kemampuan untuk memproduksi sudah berkurang. Beberapa perubahan-perubahan yang dialami pada masa dewasa, antara lain: a) Perubahan dalam penampilan. Baik pria maupun wanita, selalu mengalami ketakutan apabila penampilan usia dewasa mereka akan menghambat kemampuan untuk mempertahankan pasangan mereka. Sesuai dengan penampilannya, masalah ketuaan pada usia madya ini dapat dilihat dari : bertambahnya berat badan, rambut berkurang perubahan pada gigi, dan perubahan pada mata. Perubahan tubuh bagian luar terjadi berbarengan dengan perubahan-perubahan pada organ dalam perubahan-perubahan ini dipengaruhi oleh perubahan jaringan dalam tubuh yang semakin rapuh sehingga akan menimbulkan kesulitan sirkulasi. b) Perubahan dalam kemampuan indera. Perubahan kemampuan alat indra agar dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya yang paling mencolok, yaitu pada mata dan telinga. Ketajaman mata dalam melihat semakin berkurang dan timbul penyakit-penyakit lain pada mata, seperti katarak dan tumor, begitu pula dengan telinga tidak mampu berfungsi secara optimal. c) Perubahan pada kesehatan. Masalah kesehatan secara umum terutama memasuki usia dewasa akhir mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga terbendung, sakit pada otot dan 77 lain-lain. Kesehatan individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : faktor keturunan, riwayat kesehatan, tekanan emosi, dan pola hidup yang sehat. d) Perubahan seksual Pada masa dewasa, terutama pada masa-masa dewasa akhir wanita mengalami masa menopause, atau perubahan hidup. Dimana pada masa ini menstruasi berhenti dan kehilangan kemampuan memiliki anak. Sedangkan pria mengalami masa klimaterik pria ciri-ciri klimaterik pria, antara lain : rusaknya fungsi organ seksual, nafsu seksual menurun, penampilan kelelakian menurun, gelisah akan kepribadiannya, ketidaknyamanan fisik, menurunnya kekuatan dan daya tahan tubuh, dan perubahan kepribadian. 2. Perubahan minat yang terjadi pada masa dewasa Dengan beberapa perubahan fisiologis dan tanggungjawab sebagai orang dewasa, juga berdampak pada perubahan-perubahan minat mereka, antara lain adalah: a. Minat untuk meningkatkan penampilan b. Minat terhadap pakaian dan perhiasan c. Minat akan simbol-simbol yang mengungkapkan kedewasaan d. Minat terhadap berbagai simbol status e. Ketertarikan terhadap uang f. Minat perhatian terhadap agama 3. Perubahan sosial yang terjadi pada masa dewasa Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya masa remaja menjadi renggang dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan di luar rumah akan terus berkurang. Memasuki kehidupan dewasa, orang-orang muda akan mengalami perubahan tanggung jawab sehingga mereka harus menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab dan juga membuat komitmen-komitmen baru dalam menjalani kehidupan karir, perkawinan, dan rumah tangga mereka. Implikasi dari pemenuhan tanggungjawab ini, maka pada masa dewasa seseorang harus mampu berperan sesuai dengan tuntutan dan orang-orang dewasa lain dilingkungannya. Sehingga dalam masa ini banyak perubahan-perubahan sosial yang dialami seseorang, diantaranya adalah: a. Penyesuaian terhadap pekerjaan 78 Penyesuaian pertama yang dianggap pokok adalah memilih pekerjaan yang cocok dengan bakat, minat dan faktor psikologis lainnya yang secara hakiki sulit untuk dipungkiri agar kesehatan mental dan fisiknya sebagai orang dewasa dapat terjaga. Namun demikian, ada beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya seseorang memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, adalah: (1) jumlah dan jenis pekerjaan yang demikian banyak yang sesuai dengan kondisi individu dan kesempatan yang tersedia, (2) tuntutan perubahan kebutuhan yang begitu cepat dalam bidang pekerjaan, sehingga bila seseorang telah menekuni satu bidang pekerjaan dia harus berjuang terus untuk meningkatkan diri untuk dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya, (3) tingkat fleksibilitas waktu kerja yang, membutuhkan persiapan yang lama dan memakan biaya yang banyak, (4) adanya jenis pekerjaan yang dianggap tidak menyenangkan yang akan dapat menyebabkan seseorang bermasalah dengan pekerjaannya, (5) ada pekerjaan yang banyak disukai, sehingga membutuhkan daya kompetisi yang tinggi untuk mendapatkannya, (6) tugas atau pekerjaan yang kurang jaminan keamanannya, (7) minimnya pengalaman dan pelatihan yang dimiliki, (8) pendidikan dan pelatihan yang tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk memegang pekerjaan yang masih lowong, (9) sasaran penjurusan yang tidak realistis, (10) nilai dan harapan yang tidak realistis, (11) stabilitas dalam pilihan pekerjaan, misalnya adanya pergantian pekerjaan dalam satu jabatan, (12) penyesuaian dengan peraturan serta batasan yang berlaku selama waktu kerja, (13) penyesuaian terhadap teman sejawat dan para pemimpin, dengan lingkungan tempat ia bekerja. Penyesuaian dalam pekerjaan ini baik yang membutuhkan penyesuain pribadi maupun sosial, dapat menimbulkan 2 hal yaitu: (1) jika seseorang mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya akan mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan kerja, (2) jika seseorang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi pekerjaannya akan mendatangkan kekecewaan. Untuk menghindari kekecewaan tersebut maka seorang dewasa harus sudah mampu melakukan penyesuaian diri dengan pekerjaan yang akan ditekuni dengan berbagai analisis yang harus dilakukannya. b. Penyesuaian terhadap perkawinan Perkawinan adalah menyatunya pria dan wanita dalam suatu ikatan normanorma yang berlaku. Berkumpulnya dua orang yang berbeda dalam segala hal merupakan suatu tantangan bagi masing-masing untuk menyamakan perbedaanperbedaan yang dimiliki. Oleh karenanya penyesuaian harus dilakukan oleh pasangan 79 tersebut. Diantara penyesuaian dalam perkawinan yang penting dilakukan adalah: (1) Penyesuaian dengan pasangan, seperti; konsep pasangan ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, keserupaan nilai, minat dan kepentingan bersama, konsep peran, perubahan dalam pola hidup. (2) Penyesuaian seksual, seperti; perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan seksual, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi. (3) Penyesuaian keuangan, seperti; keterbukaan dalam penghasilan, penggunaan keuangan sesuai dengan kesepakatan. (4) Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan, seperti; stereotipe tradisional, keinginan untuk mandiri, keluargaisme, mobilitas sosial, anggota keluarga berusia lanjut, bantuan keuangan untuk keluarga pasangan. c. Penyesuaian diri sebagai orang tua Menjadi orang tua sebagai ayah maupun ibu, juga merupakan suatu proses yang dialami oleh orang dewasa. Karena predikat sebagai orang tua ini tidak merupakan heriditas melainkan dialami atau dipelajari oleh seseorang melalui penyesuaian diri. Beberapa bentuk penyesuaian diri sebagai orang tua telah disampaikan sekilas pada uraian masa prenatal, terutama sikap orang tua dalam menerima kehadiran anak. Dalam kajian ini ada beberapa penyesuaian yang perlu dilakukan oleh orang dewasa selaku orang tua, adalah sebagai berikut: (1) sikap terhadap kehamilan, (2) jenis kelamin anak, (3) harapan orang tua, (4) perasaan keseimbangan tugas orang tua, (5) sikap terhadap perubahan peran, (6) watak anak, (7) hubungan yang baik antara anak dan orang tua, (8) penyesuaian yang baik dari anak-anak, (9) Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, (10) Kebersamaan. 4. Perubahan psikologis pada masa dewasa Masa-masa klimaturium yang dialami perempuan dan penurunan vitalitas bagi lakilaki menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kelenjar-kelenjar. Sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik tersebut mebawa dampak terjadinya erosi dalam kehidupan psikis pribadi yang bersangkutan. Pergeseran dari perubahan-perubahan ini mengakibatkan timbulnya satu krisis dan memanifestasikan diri dalam gejala-gejala psikologis sebagai berikut: 1) Depresi-depresi atau kemurungan 2) Mudah tersinggung dan lekas marah 3) Mudah curiga 4) Diliputi banyak kecemasan 5) Insomania atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah. 80 C. Peran Seks dan Tanggungjawab Pada Masa Dewasa Penyesuaian peran seks pada masa dewasa benar-benar sulit. Jauh sebelum masa remaja berakhir, anak laki-laki dan perempuan telah menyadari pembagian peran seks yang direstui masyarakat tetapi belum tentu mereka menerima sepenuhnya. Banyak gadis remaja ingin berperan sebagai seorang ibu dan istri yang baik kalau mereka dewasa nanti, sesuai dengan konsep tradisional. Konsep tradisional mengenai peran yang sudah menjadi stereotipi masyarakat, menganggap bahwa perempuan memang berbeda secara biologis dibandingkan dengan lakilaki. Unger & Crowford (1972) mengatakan untuk menghapus stereotipi masyarakat tentang perempuan agaknya memang sulit. Di samping perempuan memang berbeda secara fisik dengan laki-laki, tetapi dari tekanan sosialisasi yang diperolehnya ia juga berbeda dengan laki-laki secara psikologis. Bila dilihat dari apa yang telah dikembangkan di masyarakat, maka dapat diketahui adanya suatu paradoks antara kedudukan perempuan secara de jure dengan yang diperoleh secara de facto. Prilaku yang berbeda ini sebenarnya berakar dari lingkungan sosial budaya yang selalu menganggap bahwa perempuan memang sepantasnya mendapatkan kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki, karena sesuai dengan kodrat yang dimulikinya. Dengan adanya tuntutan-tuntutan sosial dan budaya terhadap kaum perempuan untuk selalu bersikap dan berprilaku sesuai dengan kodratnya ini sering menimbulkan dilema dan konflik pada diri perempuan. Selanjutnya Unger & Crawford mengatakan bahwa tidak dapat disangkal masih ada sikap mendua pada laki-laki maupun perempuan tentang peranan yang paling tepat berlaku bagi para perempuan yaitu disisi pertama masih tetap berlaku ideal budayanya (cultural ideal) mengenal perempuan sebagai istri, ibu, pengelola rumah tangga, dan partisipan aktif dalam kegiatan-kegiatan adat kemasyarakatan. Sisi kedua perempuan dianggap sebagai sumber tenaga manusia, yang berarti bahwa perempuan sama dengan laki-laki, yang seyogyanya mendapat kesempatan optimal untuk mengembangkan bakatnya dan menerapkan pengetahuan dan kemampuannya di luar batas-batas keluarga dan rumah tangga. Dengan banyaknya faktor-faktor pembentuk hakekat peran seks ini maka dikatakan memang menjadi hal yang cukup rumit dialami oleh orang dewasa setelah mereka berumah tangga. Terlebih lagi bagi kaum ibu yang dewasa ini telah terbukti banyak menekuni dunia karir, tentu peran seks akan menjadi suatu dilema dalam pengembangan dirinya dalam karir dan sebagai ibu rumah tangga. Kenyataannya konsep tradisional saat ini mulai bergeser seperti di Indonesia secara resmi telah diundangkan (dalam PEMILU, 2004) bahwa kesetaraan perempuan dan laki-laki diakui terutama dalam kelembagaan legislatif. Kita berharap untuk selanjutnya terjadi 81 modifikasi peran seks tanpa mengurangi hak-hak perempuan secara kodrati. Hal ini ditekankan karena sebagai orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggungjawab yang sama untuk memikul beban sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. Dan kenyataan bahwa perempuan saat ini telah banyak memasuki dunia karir termasuk juga pada lini managerial. D. Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa Ada beberapa tugas perkembangan yang hendak diselesaikan pada masa dewasa. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mulai bekerja mencari nafkah. 2. Memilih teman / pasangan hidup rumah tangga. 3. Mulai memasuki kehidupan rumah tangga, belajar hidup bersama pasangan dan mengelola tempat tinggal dan membesarkan anak – anak. 4. Menerima tanggung jawab kewarganegaraan. 5. Menemukan kelompok sosial atau perkumpulan masyarakat. 6. Mengelola tempat tinggal untuk keperluan rumah tangga dan keluarga. 7. Melakukan penerimaan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi paada usia dewasa. 8. Mengembangkan minat untuk mengisi waktu luang yang berorientasi pada kedewasaan, pada tempat – tempat yang berorientasi kebersamaan dengan keluarga. 9. Mamantapkan dan memelihara standar hidup yang relatif mapan. 10. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut usia. 11. Membantu anak / remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia. 12. Mencapai tanggung jawab sosial. 13. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan psikologis yang biasa terjadi pada masa dewasa. 82 PENGGALAN VI PERKEMBANGAN POTENSI PESERTA DIDIK I. Pokok Bahasan : Perkembangan Potensi Peserta Didik II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian potensi diri 2. Jenis-jenis potensi diri 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek-aspek perkembangan potensi diri III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan VI berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian potensi diri 2. Memahami Jenis-jenis potensi diri 3. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aspek-aspek perkembangan potensi diri IV. Uraian Materi A. Pengertian Potensi Diri Potensi diri adalah kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik maupun mental dan mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik (Habsari 2004), sedangkan diri adalah seperangkat proses atau ciriciri proses fisik, prilaku dan psikologis yang dimiliki individu. Kekhasan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang berpengaruh besar pada pembentukan pemahaman diri dan konsep diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang hendak diraih didalam hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam konstek potensi diri adalah jika terolah dengan baik akan memperkembangkan baik secara fisik maaupun mental. Aspek diri yang dimiliki seseorang yang patut untuk dikembangkan antara lain; (1) Diri fisik meliputi tubuh dan anggotanya beserta prosesnya; (2) Proses diri merupakan alur atau arus pikiran, emosi dan tingkah laku yang konstan; (3) Diri sosial adalah bentuk fikiran dan perilaku yang diadopsi saat merespon orang lain dan masyarakat sebagai satu kesatuan yang utuh; (4) Konsep diri adalah gambaran mental atau keseluruhan pandangan seseorang tentang dirinya. 83 Kekhasan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang berbengaruh besar pada pembentukan pemahaman diri dan konsep diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang hendak di raih di dalam hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam konteks potensi diri adalah jika terolah dengan baik akan berkembangkan secara fisik maupun mental secara baik, namun jika terolah secara tidak relevan maka akan berkembang menjadi kurang baik. Setiap individu memiliki potensi diri, dan tentu berbeda setiap orang dengan oarang lainnya. Potensi diri dibedakan menjadi dua bentuk yaitu potensi fisik dan potensi mental atau psikis. Potensi fisik menyangkut dengan kesadaran dan kesehatan tubuh, wajah, dan ketahanan tubuh, sedangkan potensi psikis berhubungan dengan IQ (Intelegency Quotient), EQ (Emotional Quotient), AQ (Adversity quotient) dan SQ (Spiritual Quotient ). Lebih detail akan dibahas dalam bagian jenis-jenis potensi diri. B. Jenis-jenis Potensi Diri Potensi diri dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu potensi fisik dan potensi mental atau psikis. 1. Potensi Diri Fisik Potensi diri fisik adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan apabila dilatih dengan baik. Kemampuan yang terlatih ini akan menjadi suatu kecakapan, keahlian, dan keterampilan dalam bidang tertentu . Potensi diri fisik akan semakin berkembang bila secara intens di latih dan dipelihara. 2. Potensi Diri Psikis Potensi diri psikis adalah bentuk kekuatan diri secara kejiwaan yang dimiliki seseorang dan memungkinkan untuk ditingkatkan dan dikembangkan apabila dipelajari dan dilatih dengan baik. Bentuk potensi diri psikis yang dimiliki setiap orang dikelompokan menjadi dua bagian yaitu potensi kognitif (intelektual) dan potensi non kognitif (non intelektual), yang disimulasikan pada gambar 1. 84 POTENSI KOGNITIF ABILITAS POTENSIAL A.P UMUM (INTELEGENS I) ABIILITAS AKTUAL A.P KHUSUS (BAKAT) NON KOGNITIF 1. PERHATIAN 2. PENGAMATAN 3. FANTASI 4. PERASAAN 5. MOTIF 8. BEBERAPA SIFAT KEPRIBADIAN Gambar 1. Peta Konsep Potensi Manusia (Sumber: Suarni, 2013) Pengelompokan potensi manusia hanya bertujuan untuk memudahkan dalam mempelajari, karena secara teoritik manusia sebagai mahluk totalitas memiliki berbagai potensi yang begitu kompleks dan mungkin tidak mampu teramati secara kasat mata. Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Potensi Intelektual Atau Potensi Kognitif Pontensi intelektual dikelompokan menjadi 2 bagian, yakni kemampuan umum atau potensi abilitas umum yang disebut dengan Inteligensi (lihat teori Uni-faktor dan teori Dwifaktor) dan potensi abilitas khusus yang disebut dengan Bakat (lihat teori Multi-faktor dan teori Primary mental Ability). Ingatan dan berpikir termasuk juga dalam bagian inteligensi. Ingatan adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan kontak dalam prengambilan informasi. Berpikir adalah ciri utama dari manusia, secara garis besar berpikir disebut juga sebagai proses pekerjaan akal. Potensi Intelektual Umum (Abilitas Potensi Umum), adalah Kecerdasan intelektual yang lebih dikenal dengan sebutan taraf kecerdasan atau inteligensi (IQ). Inteligensi manusia berbeda-beda, karenanya interpretasi tentang inteligensi juga diartikan berbeda pula oleh para pakar psikologi sehingga banyak bermunculan definisi tentang inteligensi dan tes-tes yang mengukur inteligensi seseorang walaupun pada intinya sama yaitu mengukur kecerdasan seseorang. 85 David Wechsler mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif (Anastasi, 2007). Kemampuan yang dimaksud itu adalah kemampuan untuk mengolah lebih jauh lagi halhal yang kita amati. Kemampuan ini terdiri dari dua jenis yaitu kemampuan umum dan kemampuan khusus. Kemampuan khusus adalah kemampuan dalam bidang-bidang tertentu misalnya dalam bidang perdagangan, bidang ilmu pasti, bahasa dan sebagainya, dan juga kemampuan-kemampuan tertentu seperti kemampuan analisa, kemampuan mensintesakan atau mengorganisasikan fakta, daya ingatan, inisiatif, kreativitas dan lainnya. Di samping kemampuan khusus terdapat kemampuan umum yang mendasari kemampuan-kemampuan khusus tetapi bukan merupakan kumpulan, gabungan atau penjumlahan kemampuankemampuan khusus melainkan merupakan kualitas tersendiri, sehingga dua orang yang sama cerdasnya dapat menjadi ahli dalam dua bidang yang berbeda. Stenberg mengatakan bahwa Inteligensi adalah kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman, kemampuan untuk berpikir atau menalar secara abstrak, kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dari perubahan dan ketidakpastian lingkungan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang perlu diselesaikan (Atkinson&Atkinson and Ernest, 1999). Lebih luas Binet mengartikan Inteligensi tersebut sebagai kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri (Berk, L.E 1989). Robbins mengatakan Inteligensi adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental (Robbins, S.P, 1996). Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Inti kecerdasan intelektual ialah aktivitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun 86 demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %. Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, di samping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak. Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah : Usia Mental Anak x 100 = IQ Usia Sesungguhnya Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133. Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut : Tabel 4. Penggolongan Tingkat Kecerdasan Sesuai Dengan Skor IQ TINGKAT KECERDASAN IQ Genius Di atas 140 Sangat Super 120 – 140 Super 110 – 120 Normal 90 -110 87 Bodoh 80 – 90 Perbatasan 70 – 80 Moron / Dungu 50 – 70 Imbecile 25-50 Idiot 0 – 25 Potensi Intelektual khusus (Abilitas Potensi khusus), di samping kemampuan umum Robbins juga mengatakan ada tujuh dimensi yang menyusun Inteligensi manusia yaitu Kecerdasan Numeris, Pemahaman Verbal, Kecepatan Perseptual, Penalaran Induktif, Penalaran Deduktif, Visualisasi Ruang dan Ingatan. Lebih lanjut kemampuan-kemampuan khusus ini oleh Spearman disebut dengan istilah faktor-faktor spesifik (special faktor/faktor ”s” lihat teori Dwi Faktor). Kecerdasan numeris adalah kemampuan seseorang untuk berhitung dengan cepat dan tepat; kecerdasan pemahaman verbal adalah kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu sama lain; kecepatan perseptual adalah kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat, penalaran induktif adalah kemammpuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu; penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen; visulisasi ruang adalah kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang diubah; ingatan yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali masa lalu. Selanjutnya kemampuan-kemampuan dasar ini oleh Thurstone yang disebutnya dengan Bakat, dikelompokan menjadi 6 aspek yaitu: kemampuan Verbal (V), kemampuan Number (N), kemampuan Spatial (S), kemampuan Word Fluency (W), kemampuan Memory (M) dan kemampuan Reasoning (R). Kemampuan Verbal (V), yaitu kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan kemampuan berpikir dan memecahkan masalahmasalah yang dinyatakan dalam kata-kata. Kemampuan Number (N), yaitu kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam angka-angka dan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalahmasalah yang dinyatakan dalam angka-angka. Kemampuan Spatial (S), yaitu kemampuan untuk membayangkan atau memvisualisasi gambar-gambaran mental dari obyek-obyek yang diamati. Kemampuan Word Fluency (W), yaitu kemampuan untuk bermain kata-kata. 88 Kemampuan Memory (M), yaitu kemampuan untuk mengingat tanggapan yang telah disimpat dari pengamati, mengenal sebuah/beberapa obyek. Kemampuan Reasoning (R), yaitu kemampuan untuk mengolah pikiran Berdasarkan kajian di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa inteligensi adalah kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen yang ada dalam diri seseorang/individu, sedangkan bakat adalah kemampuan-kemampuan khusus yang dimiliki seseorang sebagai kekuatan dalam masing-masing kecakapan tertentu. Anak-anak yang berbakat dibidang yang sama, dalam hal ini bakat seni dapat berbedabeda dalam pengembangan bakat tersebut. Semuanya mempunyai bakat seni tetapi tidak semuanya dapat mewujudkan bakatnya menjadi prestasi yang unggul. Bakat (aptitude) pada umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat di lakukan dimasa yang akan datang. Ada faktorfaktor lain yang ikut menentukan sejauh mana bakat seseorang dapat terwujud. Faktor tersebut ditentukan oleh keadaan lingkungan seseorang seperti kesempatan, sarana dan prasarana yang tersedia, sejauh mana dukungan dan dorongan orangtua, taraf ekonomi orangtua, tempat tinggal, di daerah perkotaan atau pedesaan. Sebagian faktor ditentukan oleh keadaan dalam diri orang itu sendiri, seperti minatnya terhadap suatu bidang dan keuletannya untuk mengatasi kesulitan atau rintangan yang mungkin timbul. Sejauh mana seorang dapat mencapai prestasi tergantung dari motivasi seseorang untuk berprestasi. Oleh karena itu minat juga perlu dikembangkan sejak dini. Anak-anak mempunyai bakat yang berbeda-beda baik dalam jenis maupun dalam derajat atau tingkat pemikiranya suatu bakat. Baik guru maupun orangtua dapat mengamati anak didik mereka berbeda tidak hanya dalam penampilan tetapi juga dalam bakat, kemampuan dan minat. Hal ini mempunyai dampak terhadap prestasi yang ingin dicapai. Para ahli psikologi telah mengembangkan berbagai pengukuran bakat seseorang. Bermacam-macam tes potensi dapat digunakan untuk mengetahui bakat seseorang, di antaranya adalah DAT (differencial apttitude test) dengan aspek-aspek pengukurran sebagai berikut: Kemampuan Berpikir Verbal, adalah kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsepkonsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam kata-kata. 89 Kemampuan Numerikal, adalah kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsepkonsep yang dinyatakan dalam angka-angka dan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam angka-angka. Kemampuan Skolastik, adalah kombinasi antara kemampuan berpikir verbal dan numerik. Merupakan kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata-pelajaran atau mata kuliah, persiapan akademik dan sebagainya. Kemampuan Berpikir Abstrak, adalah kemampuan menguasai diagram, pola atau rancangan-rancangan. Kemampuan mekanik, adalah kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alamiah seperti kemampuan mengerti tata kerja atu hokum-hukum yang berlaku dalam perkakas-perkakas sederhana, mesin, dan sejenisnya. Kemampuan Relasi Ruang, adalah kemampuan memvisualisasikan, mengamati dan membentuk gambar-gambaran mental dari obyek-obyek dengan jalan melihat pola-pola tiga dimensi. Kemampuan klerikal, adalah kemampuan ketelitian dan kecepatan orang dalam membandingkan, menandai, mengecek, dan mencocokkan daftar. Sealain istilah IQ, memasuki abad 19 berkembanglah banyak istilah kecerdasan seperti: Mutiple Intelegence (MI), Emosi Quottient ( EQ ), Adversity quotient ( AQ), Spiritual Quotient (SQ), Mutiple Intelegence ( MI ) Kecerdasan intelektual adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah dan berusaha untuk menguasai lingkungannya secara maksimal secara terarah. Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari 2004) membagi kecerdasan dalam tujuh macam, yaitu; (1) Kecerdasan visua/spesial (kecerdasan gambar) : profesi yang cocok untuk tipe kecerdasan ini antra lain arsitak, seniman, designer mobil, insinyur, designer graffis, komputer, perancang interior dan ahli fotografi; (2) Kecerdasan verbal/linguistik ( kecerdasan Berbicara): Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah pengarang atau penulis, guru. penyiar radio, pemandu acara/presenter, pengacara, penterjemah, pelawak; (3) Kecerdasan musik: Profesi yang cocok bagi yang memiliki ini adalah peenggubah lagu, pemusik, penyanyi, disc joker, guru seni suara, kritikus musik, ahli terapi musik, audio mixier (pemandu suara dan bunyi); (4) Kecerdasan logis / matematis (Kecerdasan angka); Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah ahli metematika, ahli astronomi, ahli pikir, ahli forensik, ahli tata kota, penaksir kerugian asuransi, pialang saham, analis sistem komputer, ahli gempa; (5) 90 Kecerdasan interpersonal (kecerdasan diri ). Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah ulama, pendeta, guru, pedagang, resepsionis, pekerja sosial, pekerja panti asuhan, perantara dagang, pengacara, manajer konvensi, ahli melobi, manajer sumber daya manusia; (6) Kecerdasan intrapersonal (kecerdasan bergaul): profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah peneliti, ahli kearsipan, ahli agama, ahli budaya, ahli purbakala, ahli etika kedokteran . Emosi Quotient ( EQ ) atau kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan oleh orang lain. Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh kerangka keja kecakapan ini,yaitu: (1) Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri; (2) Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi; (3) Pengaturan diri yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat percaya , kewaspadaan , adaptabilitas, dan inovasi; (4) Motivasi : Secara etimologis, Winardi (2002:1) menjelaskan istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang berarti menggerakkan (to move). Diserap dalam bahasa Inggris menjadi motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi seperti yang diungkapkan oleh Steiner sebagaimana dikutip Hasibuan 2003 menyebutkan bahwa motivasi adalah suatu pendorong dari dalam untuk beraktivitas atau bergerak dan secara langsung atau mengarah kepada sasaran akhir. Selain itu motivasi oleh Ali sebagaimana dikutip Arep dan Tanjung 2004 mendefinisikan motivasi sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa Motivasi adalah daya pendorong dari dalam diri individu sebagai penyebab terjadinya aktivitas, yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. (1). Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus menangani suatu hubungan; (2) Empati yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain, berorientasi pelayanan dengan mengembangkan orang lain. Mengatasi keragaman orang lain dan kesadaran politis; (3) Ketrampilan social Yaitu betuk kecakapan dalam menggugah tenggapan yang dikehendaki pada orang lain . kecakapan ni meliputi pengaruh , komunikasi, kepemimpinan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaboradi dan kooperasi serta kemampuan tim. Adversity Quotient (AQ) Atau kecerdasan dalam menghadapi kesulitan. 91 Bentuk kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan – kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G Stoltz dalam Adversity Quotient membedakan tiga tingkatan AQ dalam masyarakat: (1) Tingkat quitrers. Quiters adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi berbagai kesulitan hidup ,ia berhenti dan langsung menyerah; (2) Tingkat Campers. Campers adalah orang yang memiliki AQ sedang.Ia puas dan cukup atas apa yang telah dicapai dan enggan untuk maju lagi; (3) Tingkat Climber. Climbers adalah orang yang memilikiAQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Spiritual Quotient ( SQ ) atau kecerdasan spiritual. Sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu Agus Nggermanto (Quantum Quotient, 2001). Menurut Damitri Mhayana (dalam Habsari,2004) mengemukakan ciri-ciri seseorang yang memiliki SQ tinggi yaitu: (1) Memiliki prinsip dan visi yang kuat; (2) Mampu melihat kesatuan dalam keaneka ragaman; (3) Mampu memaknai setiap sisi kehidupan; (4) Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan. Setelah kita mempelajari potencial ability (kemampuan potensi), kita juga mengenal aspek actual ability (kemampuan actual). Kemampuan potensial adalah kemampuan yang tidak nampak artinya masih bersifat laten, sedangkan kemampuan actual adalah kemampuan yang nampak, artnya kemampuan yang sudah dapat dilihat dalam bentuk perilaku (misalnya: pencapaian prestasi belajar). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan potensial berkorelasi secara signifikan dengan kemampuan aktual. b. Potensi non intelektual atau non kognitif Potensi non kognitif, terdiri dari: Perhatian, Pengamatan, Fantasi, Perasaan, Motif, dan beberapa sifat kepribadian. 1) Perhatian (attention) adalah aktivitas menjaga sesuatu tetap dalam pikiran yang membutuhkan kerja mental dan konsentrasi. Groover menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi dan ingatan adalah perhatian. Ada 5 jenis perhatian yaitu: (a) Perhatian Selektif (Selective attention). Adalah jenis perhatian yang mana seseorang memantau beberapa sumber informasi sekaligus. Penerima informasi harus memilih salah satu sumber informasi yang paling penting dan mengabaikan yang lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian selektif adalah harapan, stimulus dan nilai-nilai. (b) Perhatian Terfokus (Facaused Attention), adalah jenis perhatian yang mengacu pada 92 situasi dimana seseorang diberikan beberapa input namun harus fokus pada satu input saja selama selang waktu tertentu. Faktor yang berpengaruh terhadap perhatian terfokus adalah jarak dan arah, serta gangguan dari lingkungan sekitar. (c) Perhatian Terbagi (Divided Attention), terjadi jika penerima informasi dari berbagai sumber dan melakukan beberapa jenis pekerjaan sekaligus. (d) Perhatian yang Terus Menerus (Sustained Attention), adalah jenis perhatian yang secara terus menerus dilakukan penerima informasi yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu yagn cukup lama, dalam situasi ini sangat penting bagi penerima informasi untuk mencegah kehilangan sinyal. (e) Kurang Perhatian (Lack Of Attention), merupakan situasi dimana penerima informasi tidak berkonsentrasi terhadap pekerjaannya. Situsai ini disebabkan oleh kebosanan. Ciri-ciri pekerjaan yang dapat menimbulkan situasi kurang perhatian adalah pekerjaan dalam siklus pendek, motivasi rendah. 2) Pengamatan: aktivitas yang dilakukan mahkluk cerdas, terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudiian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan-gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian. 3) Fantasi dapat didefinisikan sebagai aktifitas untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama yang telah ada dan tanggapan yang baru itu harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada, sehingga aktivitas imajinasi itu kadang dapat melampaui dunia nyata. Fantasi dibedakan menjadi 2 bagian, yakni: (a) Fantasi sengaja atau yang disadari, adalah usaha imajinasi yang dilakukan subjek secara sengaja dan disadari. Fantasi sengaja juga merupakan fantasi yang dikendalikan oleh kemauan dan pikiran. (b) Fantasi tidak sengaja adalah fantasi yang tidak dikendalikan oleh pikiran atau kemauan. Dalam berfantasi jenis ini dapat terjadi proses mengabstraksikan, mendeterminasikan, atau pun mengombinasikan. Salah satu kegunaan fantasi adalah dapat membantu seseorang dalam mencari keseimbangan batin. 4) Perasaan, dapat berwujud perasaan jasmani dan perasaan rohani. Perasaan merupakan gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang dan tidak senang dalam berbagai taraf (Sumadi Suryabrata, 1992). Hukstra (2003) mengatakan perasaan adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang. Pendapat lain diungkapkan oleh Abu ahmadi dan M. Umar (2003) mendifinisikan perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan 93 bersifat subjektif. Mengacu pada beberapa pengertian yang diungkapkan, maka perasaan dapat diartikan sebagai suatu fungsi jiwa yang pada umumnya berhubungan dengan senang dan tidak senang dalam mengukur suatu kejadian. Adapun macam-macam perasaan antara lain: (a) Perasaan-perasaan jasmaniah, yang meliputi (1) Perasaan-perasaan indriah yaitu, perasaan-perasaan yang berhubungan dengan perangsangan terhadap panca indra seperti sedap, manis, asin, pahit, panas dan sebagainya, dan; (2) Perasaan vital, yang bersangkutan dengan keadaan jasmaniah pada umumya seperti perasaan segar letih, sehat lemah tak berdaya. (b). Perasaan-perasaan rohaniah, yang meliputi; (1) Perasaan intelektual yaitu individu dengan kesanggupan intelek (pikiran) dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi; (2) Perasaan kesusilaan, yaitu perasaan tentang baik dan buruk; (3) Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang timbul karena seseorang menghayati sesuatu yang indah atau tidak indah; (3) Perasaaan sosial yaitu yang mengikat individu dengan sesama manusia; (4) Perasaan harga diri, yaitu ada yang positif dan ada yang negative; (5) Persaan keagamaan, yaitu yang bersangkutan dengan kepercayaan seseorang tentang adanya yang Maha Kuasa. Selain perasaan-perasaan tersebut terdapat juga nilai dari perasaan tersebut. Adapun nilai perasaan yang dimaksud adalah: (c) Nilai perasaan bagi manusia pada umumnya, yang dapat dikelompokan menjadi; (1) Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitar; (2) Subyek dapat ikut serta mengalaminya; (3) Menimbulkan rasa senasib dan kewajiban sebagai manusia, dan; (4) Dapat membedakan antara mahluk, bahwa manusia merupakan mahluk yang mempunyai perasaan. (d) Nilai perasaan dalam Pendidikan, yang dapat dikelompokan menjadi; (1) Dapat mendidik kearah kebaikan atau keburukan; (2) Dapat menimbulkan kebahagiaan, terutama kebahagiaan rohani; (3) Menghindarkan rasa rendah diri pada anak didik, dan (4) Menanamkan rasa intelektual pada anak didik. 5) Motif adalah: menyatakan Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu (Winkel, 1996). Sedangkan Azwar (dalam Nyayu Khodijah,2006), menyatakan bahwa Motif adalah suatu keadaan, kebutuhan atau dorongan dalam diri seseorang yang disadari atau tidak disadari yang membawa kepada terjadinya suatu prilaku. Mengacu pada beberapa pendapat ini maka, motif dapat diartikan sebagai suatu dorongan dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari maupun yang tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu. 94 6) Beberapa jenis sifat kepribadian: Personalitas atau kepribadian secara etimologis berasal dari bahasa latin "persona", yang artinya kedok. Kedok ini biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno, untuk memerankan satu bentuk tingkah laku dan karakter tertentu. Juga berasal dari kata "personare" yang artinya menembus. Dengan kata lain, pemain sandiwara itu melalui kedoknya berusaha menembus keluar, untuk mengekspresikan atau bentuk "gambaran manusia" tertentu. Misalnya gambaran seorang pemurung, seorang periang, yang acuh tak acuh, dll. Jadi persona itu bukan pemain sandiwara itu sendiri, akan tetapi ia ingin menggambarkan satu bentuk atau tipe manusia tertentu. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb. Misalnya seorang pemalas setelah masuk di sebuah Perguruan Tinggi yang menuntut kedisiplinan menjadi rajin, maka kepribadiannya berubah. Perilaku SMA berubah menjadi perilaku mahasiswa yang displin dan rajin. Kepribadian secara langsung berhubungan dengan kapasits psikis seseorang; berkaitan pula dengan nilai-nilai etis/kesusilaan dan tujuan hidup. Kepribadian manusia itu juga selalu mengandung unsur dinamisme, yaitu berupa kemajuan-kemajuan atau progres menuju satu integrasi baru tapi sistem psikofisis terebut tidak pernah akan bisa terintegrasi dengan sempurna. Kepribadian mencakup pola kemampuan adaptasi (menyesuaikan diri) yang khas terhadap lingkungannya. Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya. Dalam bahasa latin asal kata personaliti dari persona (topeng), sedangkan dalam ilmu psikologi menurut, Gordon W.Allport disebutkan bahwa kepribadian merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. 95 Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian. Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian: (a) Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan (Hilgard & Marquis) (b) Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stern) (c) Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allport) (d) Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford) (e) Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin) (e) Kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku psikologik (berpikir, merasa, dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu (Mandy atau Burt) (f) Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray) (g) Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares) Guilford mengemukakan bahwa kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari keseluruhan cara dimana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain, kepribadian paling sering di deskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukan oleh individu. Beberapa sifat-sifat kepribadian menurut Edward yang dapat diukur dengan menggunakan tes kepribadian EPPS (Edward Personality Preference Schedule) dengan mengungkap 15 jenis kebutuhan manusia, adalah: (a) Achievment ialah kebutuhan untuk berprestasi meliputi menyelesaikan sesuatu dengan baik dan akan berhasil, menyelesaikan tugas dan memerlukan usaha diikuti 96 keahlian dan ketrampilan, menyelesaikan sesuatu yang penting sekali artinya, melaksanakan suatu pekerjaan yang sulit, memecahkan masalah yang sulit, akan mampu melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain, menulis suatu drama, novel yang termasyur. (b) Defference ialah kebutuhan menaati perintah atau aturan meliputi menerima saransaran dari orang lain, mendapat keterangan apa yang dipikirkan orang lain, mengikuti petunjuk-petunjuk dan mengerjakan apa yang diharapkan. (c) Order ialah kebutuhan bekerja secara teratur meliputi dapat mencatat dan mengatur pekerjaan dengan rapi, membuat rencana sebelum memulai suatu tugas yang sukar, dapat mengelola benda-benda. (d) Exhibition ialah kebutuhan untuk menonjolkan diri meliputi mengatakan sesuatu yang lucu, logis dan nalar, menceritakan cerita-cerita dan lelucon yang lucu, berbicara tentang pengalaman dan pribadinya sendiri. (e) Autonomy ialah kebutuhan untuk bisa berdiri sendiri meliputi bisa datang dan pergi sebagaimana diinginkan, mengatakan apa yang sedang dipikirkan oleh seseorang tidak bergantung dengan orang lain dalam mengambil keputusan. (f) Affiliasi ialah kebutuhan untuk bersekutu dengan orang lain, setia dan patuh kepada teman, berpartisipasi aktif dalam kelompok kekeluargaan, melakukan sesuatu bagi teman-teman, membentuk persahabatan baru. (g) Intraseption ialah kebutuhan untuk campur tangan terhadap usaha orang lain meliputi menganalisis motif dan perasaan orang lain, mengamati orang lain, memahami bagaimana masalah yang dirasakan orang lain. (h) Succorance ialah kebutuhan untuk mendapatkan bantuan orang lain, meliputi dapat memberikan bantuan kepada orang lain apabila dalam keadaan susah, mencari dukungan dari orang lain, memiliki sifat simpati terhadap orang lain. (i) Dominance ialah kebutuhan untuk menguasai orang lain meliputi memperdebatkan sudut pandang seseorang, menjadi seseorang pemimpin dalam kelompoknya, dan dianggap oleh orang lain sebagai pemimpin. (j) Abasement ialah kebutuhan untuk bisa mengalah meliputi merasa bersalah jika seseorang melakukan kesalahan, menerima salah bila orang melakukan sesuatu yang tidak benar, lebih mendapatkan kesengsaraan dan kesedihan dari pada melakukan kejahatan. 97 (k) Nurturance ialah kebutuhan untuk bisa menyenangkan orang lain meliputi membantu teman dalam keadaan susah, membantu orang kurang beruntung, mengobati orang lain dengan sifat simpati dan empati. (l) Change ialah kebutuhan untuk mengadakan perubahan meliputi melakukan sesuatu yang baru dan berbeda, mengadakan perjalanan, menjumpai orang-orang baru, mencari pengalaman baru dan mengubahnya setiap hari. (m) Endurance ialah kebutuhan untuk tahan mengatasi rintangan meliputi mengerjakan sesuatu pekerjaan sampai selesai, berusaha menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, bekerja keras pada suatu tugas. (n) Heterosexuality ialah kebutuhan untuk hubungan sex dengan orang lain meliputi bergaul dengan orang dari jenis kelamin berbeda, mengikut sertakan jenis kelamin yang berbeda. (o) Aggresion ialah kebutuhan untuk menyerang orang lain meliputi menyerang sudut pandang yang bertentangan, menceritakan kepada orang lain apa yang dipikirkan, menertawakan orang lain. 7) Minat, Dengan meluasnya cakrawala mental anak, minat-minatnya pun berkembang. Hal ini akan mempunyai dampak terhadap bentuk dan kedalaman (intensitas) aspirasinya. Seorang anak perempuan yang berminat terhadap masalah-masalah kesehatan atau fungsi-fungsi badan manusia kemudian mungkin ingin menjadi perawat atau dokter. Minat dapat juga menjadi kekuatan motivasi. Prestasi seseorang selalu di pengaruhi oleh macam dan intensitas minat-minatnya. Minat menimbulkan kepuasan seorang , dan jika seseorang berminat cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari oleh minat tersebut, dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya. Minat dapat diartikan sebagai kecenderungan terhadap perasaan senang terhadap suatu obyek. Ciri-ciri seseorang manaruh minat pada suatu obyek, akan menunjukan perhatian yang tinggi terhadap obyek tersebut, siap meluangkan waktu yang lebih untuk obyek tersebut, dan memiliki ketertarikan terhadap obyek tersebut. Kuder mengelompokan minat menjadi 10 jenis. (a) Minat outdoor adalah minat untuk bekerja diluar rumah atau minat untuk hidup dan bekerja di alam terbuka. (b) Minat mechanical adalah minat untuk bekerja dan mengembangkan teknik bidang gerak mekanik dan peralatan mesin atau peralatan perputaran roda. 98 (c) Minat computational adalah minat untuk bekerja dalam bidang hitung-menghitung bidang angka, menghitung benda, banyaknya keperluan dan rencana anggaran biaya, matematika, akuntansi dan perbankan. (d) Minat scientific adalah minat untuk bekerja mengembangkan ilmu pengetahuan dalam temuan dan pengkajian produk baru. (e) Minat persuasive adalah minat untuk mendekati orang atau mempengaruhi orang atau meyakinkan orang. (f) Minat artistic adalah minat untuk mengembangkan bidang seni lukis, music, kerawitan, suara, kerajinan, dan multigrafis computer. (g) Minat literary adalah minat terhadap buku komik, koran dan temuan sejarah, teknologi, budaya. (h) Minat musical adalah minat untuk mengembangkan bidang musik, gamelan, koreografer, dan sebagai pengarang lagu dan komponis. (i) Minat social service adalah miant untuk memberikan layanan bantuan kepada orang terlantar, terluka, orang sakit, orang yang menderita, orang tertindas dan orang yang papa. (j) Minat clerical adalah minat dalam membaca merek, dagang, membuat sandi, membuat kode, membuat kata-kata, ketelitian dalam arsip atau penyimpanan alat dan surat. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Aspek-aspek Potensi Diri Faktor-fator yang dapat mempengaruhi pengembangan aspek-aspek potensi diri, dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yakni: factor yang berasal dari dalam diri individu dan factor yang berasal dari luar diri individu.Oleh Pervin&John, 2001 disebut dengan faktor genetik dan lingkungan. 1. Faktor Genetik Faktor genetik mempunyai peranan penting dalam menentukan kepribadian khususnya yang terkait dengan aspek yang unik dari individu (Caspi, 2000; Rowe, 1999, dalam Pervin & John, 2001). Pendekatan ini berargumen bahwa keturunan memainkan suatu bagian yang penting dalam menentukan kepribadian seseorang (Robbins, 1998). Beberapa faktor biologis yang penting seperti sistem saraf, watak, seksual dan kelainan biologis, seperti penyakitpenyakit tertentu. 99 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang membuat seseorang sama dengan orang lain karena berbagai pengalaman yang dialaminya. Faktor lingkungan terdiri dari faktor budaya, kelas sosial, keluarga, teman sebaya, dan situasi. Di antara faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan potensi diri seseorang adalah pengalaman individu sebagai hasil dari budaya tertentu. Masing-masing budaya mempunyai aturan dan pola sanksi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual dan kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian tertentu yang umum (Pervin & John, 2001). Faktor lain yaitu faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan, tugas yang diembannya dan hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain (Pervin & John, 2001). Salah satu faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga (Collins et al., 2000; Halvelson & Wampler, 1997; Maccoby, 2000 dalam Pervin & John, 2001). Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam Iingkungan keluarga yang harmonis dan agamis dalam arti, orangtua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment). Selanjutnya digambarkan bagaiman pengaruh pola asuh terhadap perkembangan potensi diri individu. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak (Kartono, 1992). Sebagai tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari. 100 Orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa terkait dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam membesarkannya (Daryati R, 2009). Mendidik anak dengan baik dan benar berarti menumbuhkembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmaniah anak diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan dan budi pekerti. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anakanaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka. Mengenal Bentuk Pola Asuh Orang tua, karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil, namun memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu. Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan adanya anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga antara orangtua-anak, yang kemudian membentuk suatu hubungan yang berkesinambungan. Orangtua dan pola asuh memiliki peran yang besar dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak. Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang 101 kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Beberapa jenis pola asuh yang dapat mempengaruhi perkembangan potensi diri adalah dijelaskan sebagai berikut. Baumrind (1967), mengungkapkan 4 macam pola asuh orang tua. a. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yangberlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. b. Pola Asuh Otoriter Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak maumelakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe initidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. c. Pola Asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Gambar 2. Pola Asuh Permisif (Suarni, 2013) 102 Seperti gambar pertaman dimana orang tua tidak mengawasi si anak bermain sebenarnya dengan bermain boneka pun sangat bermanfaat untuk mengenal warna dan jenisjenis binatang. Gambar kedua misalnya orang tua tidak membimbing anaknya dalam permainan yang cukup membahayakan nyawa anak jadi anak tidak tahu bahwa anak tersebut berbahaya bagi dirinya. Gambar ketiga adalah dimana orang tua membiarkan anaknya untuk membeli jajanan dipingir jalan tanpa memikirkan kesehatan si anak misalnya seperti gambar diatas terlihat bahwa kurang diperhatikanya kebersihan dan kesehatan makanan yang dimasak oleh pedaggang tersebut. d. Pola Asuh Penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya.Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka.Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anakanaknya. Gambar 3. Pola Asuh Penelantar (Suarni, 2013) Dalam gambar di atas terlihat anak yang mendapatkan pola asuh penelantar dari orang tuanya. Pada umumnya orang tua tipe ini cenderung memberikan waktu, perhatian serta pasilitas yang sangt minim pada anak-anaknya waktu mereka sebagian besar digunakan untuk keperluan pribadi mereka sendiri dan menelantarkan anaknya. Sehingga seperti yang terlihat pada gambar karean kurangnya pasilitas dan perhatian pada orang tua anak melakukan permainan yangt berbahaya bagi diriya. Menurut Diane Baumrind dalam Djiwandono (1989) pola asuh orang tua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu: a. Pola Asuh Demokratis Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati 103 bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Gambar 4. Pola Asuh Demokratis (Suarni, 2013) Pola asuh ini selalu mendasari tindakannya pada rasiao atau pemikiran–pemikiran, dimana orangua tua memiliki sikap terbuka pada anaknya, orang tua berusaha menghargai kemampuan dan bakat anak yang dimiliki oleh anak. Dan orang tua ikut membimbing, mengawasi dan mempasilitasi segala keperluan anak agar dapat tumbuh dengan baik dan dapat memiliki kepribadian baik pula. Orang tua juga berperan membantu segala masalah yang dihadapi anak. b. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Menurut Danny (1986: 96), pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Gambar 5. Pola Asuh Otoriter (Suarni, 2013) Dari gambar-gamar di atas dapat terlihat tentang pola asuh orang tua yang otoriter, dimana orang tua melarang anaknya tanpa memperhatikan hak anak. Dalam pola asuh ini orang tua memaksakan anak untuk menuruti kehendak orang tua jika si anak tidak menuruti kemauan orang tua maka orang tua tipe ini tidak segan–segan untuk memukuli anaknya. Hal 104 tersebut menyebakan anak tidak bisa berkembang dengan baik dan anak tidak dapat berkembang sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya. c. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Moesono (1993) menjelaskan bahwa pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan (over protective), serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa macam-macam pola asuh terdiri dari : Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat dan keinginan mereka, sedangkan orang tua sebagai pengawas terhadap anak hanya mengikuti kehendak anak namun tetap dengan pemikiran-pemikiran sebagai pertimbangan yang rasional. Orang tua dengan pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang memaksakan kehendak orang tua supaya anak hanya mengikuti kehendak orang tua tanpa adanya pengawasan dengan baik. Sehingga terkesan anak merasa terpaksa untuk melakukan apa yang dikehendaki orang tuanya walaupun tidak dikehendakinya. Pola asuh permisif, adalah pola asuh yang sangat kurang baik diterapkan dalam mengasuh seorang individu dikarenakan anak menjadi bebas tanpa pengawasan, kemudian buruknya nanti si anak akan menjadi liar dan sulit untuk dikontrol. Menurut Pervin & John (2001), lingkungan teman mempunyai pengaruh dalam perkembangan kepribadian. Pengalaman pada masa kecil dan remaja dalam suatu kelompok mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kepribadian. Situasi, mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari orangtuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif dalam memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan perilaku kelompoknya. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang (Robbins, 1998). Selanjutnya Pervin & John mengatakan terdapat faktor lingkungan yang beragam berkontribusi terhadap pengembangan potensi diri individu. Faktor yang dimaksud di antaranya adalah: 105 1. Kebudayaan Kluckhohn berpendapat bahwa “kebudayaan meregulasi kehidupan kita sejak lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak yang mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita”. Pola-pola perilaku yang sudah terkembangkan dalam masyarakat (bangsa) tertentu (seperti bentuk adat istiadat) sangat memungkinkan mereka untuk memiliki karakteristik kepribadian tertentu yang sama. Kesamaan karakteristik ini mendorong berkembangnya konsep kepribadian dasar (Kardiner: Yusuf, 2002) dan karakter nasional atau bangsa (Gorer: Yusuf, 2002). Berikut contoh tipe kepribadian suku Indiana Maya dan Alorese. Suku Indiana memiliki karakteristik: rajin, kurang peka terhadap penderitaan, fatalistik, tidak takut mati, independen namun tidak kompetitif, tidak demonstratif dalam mengekspresikan perasaan, dan jujur. Sementara suku Alorese berkarakteristik: cemas, curiga, kurang percaya diri, kurang berminat ke dunia luar, sangat membutuhkan dorongan kasih sayang, kurang memiliki dorongan untuk mengembangkan keterampilan, dan suka mengkompensasi perasaan rendah dirinya dengan membuat dan membangga-banggakan diri. Setiap bangsa di dunia memiliki kepribadian dasar yang relatif berbeda, sebagaimana bangsa Indonesia memiliki kepribadian dasar: religius, ramah, kurang disiplin, bangsa Jepang: ulet, kreatif, dan disiplin; dan bangsa Amerika: optimis, perspektif, disiplin, ulet dalam menyelesaikan sesuatu, namun individualistik. Pentingnya peranan kebudayaan terhadap perkembangan kepribadian seseorang tergantung pada tiga prinsip di antaranya: (a) pengalaman awal dalam kehidupan dalam keluarga, (b) pola asuh orangtua terhadap anak, dan (c) pengalaman awal dalam kehidupan anak dalam masyarakat. Jika anak-anak memiliki pengalaman awal kehidupan yang sama dalam suatu masyarakat maka mereka cenderung akan memiliki karakteristik kepribadian yang sama pula. 2. Sekolah Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor yang dipandang berpengaruh itu di antaranya adalah: 1) Iklim emosional kelas Suasana kelas yang sehat (guru yang ramah, resfek antar peserta didik) memberi dampak positif bagi perkembangan psikis anak, mereka menjadi aman, nyaman, bahagia, mau bekerjasama, termotivasi untuk belajar, mau mentaati peraturan. Sebaliknya kelas yang tidak sejuk (guru bersikap otoriter, tidak menghargai peserta didik) berdampak kurang baik 106 bagi perkembangan anak, mereka merasa tegang, nervous, mudah marah, malas belajar, berperilaku mengganggu di kelas, tidak tertib. 2) Sikap dan perilaku guru Sikap dan perilaku guru tercermin dalam hubungannya dengan peserta didik (human relationship). Hubungan guru- peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: strerotip budaya terhadap guru (pribadi dan profesi), positif atau negatif, sikap dan pola pembimbingan guru terhadap peserta didik, metode mengajar, penegakan disiplin di kelas, dan penyesuaian pribadi guru. Sikap dan perilaku guru secara langsung mempengaruhi “selfconcept” peserta didik, melalui sikap-sikapnya terhadap tugas akademik (kesungguhan dalam mengajar), kedisiplinan dalam mentaati peraturan sekolah, dan perhatiannya terhadap peserta didik. Secara tidak langsung, pengaruh guru ini terkait dengan upayanya membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya. 3) Disiplin Penegakan tata tertib di lingkungan sekolah akan membentuk sikap dan tingkah laku peserta didik. Disiplin yang kaku akan mengembangkan sifat-sifat pribadi peserta didik yang tegang, nervous, dan antagonistik. Disiplin yang bebas, cenderung membentuk sifat peserta didik yang kurang bertanggungjawab, kurang menghargai otoritas, dan egosentris. Sementara disiplin yang demokratis, cenderung mengembangkan perasaan berharga, merasa bahagia, perasaan tenang, dan sikap bekerjasama. 4) Prestasi Belajar Pencapaian prestasi belajar atau peringkat kelas mempengaruhi peningkatan harga diri dan sikap percaya diri peserta didik. 5) Penerimaan Teman Sebaya Peserta didik yang diterima oleh teman-temannya, ia akan mengembangkan sikap positif terhadap dirinya, dan juga orang lain. Ia merasa menjadi orang yang berharga. 107 PENGGALAN VII HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) I. Pokok Bahasan : Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 3. Ciri-ciri atau Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan VII berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 2. Memahami Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 3. Memahami Ciri-ciri atau Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) IV. Uraian Materi A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus 6 yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan ganngguan atau kelainan pada aspek : 1. Fisik/motorik a.l. cerebral palsi, polio 108 2. Kognitif : mentalretardasi, anak unggul (berbakat) 3. Bahasa dan bicara 4. Pendengaran 5. Penglihatan 6. Sosial emosi Anak tersebut membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Karena anak-anak tersebut mungkin akan belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda. Walaupun mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum, mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Hal ini dapat dimulai dengan cara penyebutan terhadap anak dengan kebutuhan khusus tersebut. B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Anak Dengan Gangguan Fisik a. Anak Dengan Gangguan Penglihatan (Tuna Netra) Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang buta, dan bagi yang sedikit penglihatan (low vision) diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. b. Anak Dengan Gangguan Pendengaran (Tuna Rungu) Tuna rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus. c. Anak Dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tuna Daksa) Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak (tulang, sendi,otot). Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuhan otot, atau gangguan fungsi syaraf otak (disebut Cerebral Palsy/CP]. Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya. 109 2. Anak Dengan Gangguan Emosional a. Anak Dengan Gangguan Intelektual (Tuna Grahita) Tuna grahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental- intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikan khusus. b. Anak Dengan gangguan Prilaku dan Emosi (Tuna Laras) Anak dengan gangguan prilaku (Tunalaras) adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus c. Anak Gangguan Bicara dan Komunikasi Anak dengan gangguan bicara dan komunikasi adalag anak dengan gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak. Adapun ciri-ciri anak gangguan bicara dan komunikasi antara lain: 1) Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain 2) Tidak lancar dalam bicara 3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi 4) Suara parau 5) Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu 6) Dapat atau tidak disertai ketidak lengkapan organ bicara / sumbing. d. Anak Autis Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat diartikan seorang anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, dan perilaku sosial. 3. Anak Dengan Gangguan Kognitif a. Anak Lamban Belajar (Slow Learner) Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah anak normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama 110 disbanding dengan sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus. b. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. C. Ciri-ciri atau Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Setelah dilakukan beberapa deteksi tumbuh kembang di atas, orang tua maupun pendidik dapat mengetahui jenis kebutuhan yang diperlukan anak. Ada beberapa kategori anak berkebutuhan khusus yang dapat diindentifkasi. Adapun jenis kategori tersebut antara lain : 1. Anak Dengan Gangguan Penglihatan (Tuna Netra) Tuna netra adalah gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sbagian, dan walaupun mereka telah diberi pertolongan alat bantu khusus mereka masih tetap mendapat Pendidikan khusus. Kehilangan kemampuan penglihatan adalah suatu kondisi dimana fungsi penglihatannya mengalami penurunan mulai dari derajat yang ringan hingga yang paling berat. Ada dua kategori besar yang tergolong dengan kehilangan kemampuan penglihatan yaitu: a. Low vision yaitu, orang yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan penglihatan namun dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan menggunakan strategi pendukung penglihatan, melihat dari dekat, penggunaan alat-alat bantu dan juga modifikasi lingkungan sekitar. b. Kebutaan yaitu, orang yang kehilangan kemampuan penglihatan atau hanya memiliki kemampuan untuk mengetahui adanya cahaya atau tidak. Penyebab terjadinya kehilangan kemampuan penglihatan adalah karena adanya permasalahan pada struktur atau fungsi dari mata. Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dengan ciri-ciri berikut: 1) Tidak mampu melihat, 2) Tidak mampu mengenali pada jarak 6 meter, 3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata, 4) Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan, 111 5) Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya, 6) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering, 7) Peradangan hebat pada kedua bola mata, 8) Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, antara lain mata bergoyang-goyang terus. 2. Anak Dengan Gangguan Pendengaran (Tuna Rungu) Keadaan kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi/tingkatan baik ringan, sedang, berat dan sangat berat yang akan mengakibatkan pada 22 gangguan komunikasi dan bahasa. Ketunarunguan ini dapat digolongkan dalam kurang dengar atau tuli. Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, dengan maupun tanpa alat pengeras, bersifat permanen maupun sementara, yang mengganggu proses pembelajaran anak. Penyebab gangguan pendengaran terbagi dalam dua kategori, yaitu : a. Faktor genetik. Pengaruh genetik dapat menyebabkan cacat tulang telinga bagian tengah, sehingga mengakibatkan berkurangnya pendengaran. b. Faktor lingkungan/pengalaman. Lingkungan yang mempengaruhi pendengaran biasanya berupa serangan penyakit, misalnya campak, radang telinga, pemakaian obat-obatan, trauma suara terlalu keras. Anak-anak dengan gangguan pendengaran dapat diketahui dengan ciri-ciri berikut: 1) Tidak mampu dengar, 2) Terlambat perkembangan bahasa, 3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, 4) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara, 5) Ucapan kata tidak jelas, 6) Kualitas suara aneh/monoton, 7) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, 8) Banyak perhatian terhadap getaran, 9) Keluar nanah dari kedua telinga, 10) Terdapat kelainan organis telinga. Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, ketunarunguan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (decibel, disingkat dB, ukuran untuk intensitas/tekanan pada 112 bunyi)). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan. 2. Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid). 3. Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar. 4. Ketunarunguan parah, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual. 3. Anak Retardasi Mental (Tuna Grahita) Ciri-ciri Tuna Grahita : a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat d. Tidak ada/kurang sekalai perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong), e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali) f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler) 4. Anak Dengan Kelainan Fisik (Tuna Daksa) Merupakan gangguan fisik yang berkaitan dengan tulang, otot, sendi dan sistem persarafan, sehingga memerlukan pelayanan khusus. Salah satu contoh yaitu Cerebral Palsy. Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya. CP bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif (semakin memburuk). CP bisa disebabkan oleh cedera otak yang terjadi pada saat bayi masih berada dalam kandungan, proses persalinan berlangsung, bayi baru lahir, anak berumur kurang dari 5 tahun. Akan tetapi kebanyakan penyebabnya tidak diketahui. Sebagian lagi kasus terjadi akibat cedera lahir dan berkurangnya aliran darah ke otak sebelum, selama dan segera setelah bayi 113 lahir. Bayi prematur sangat rentan terhadap CP, kemungkinan karena pembuluh darah ke otak belum ‘berkembang secara 26 sempurna dan mudah mengalami perdarahan atau karena tidak dapat mengalirkan oksigen dalam jumlah yang memadai ke otak. Gangguan ini biasanya berpengaruh pada gerakan kasar dan gerakan halus dari seseorang. Gangguan ini bisa bersifat ringan hingga yang berat. Contoh Tuna Daksa lainnya adalah : a. Kelainan bawaan yang menyebabkan terjadinya telapak kaki rata, jumlah anggota tubuh yang tidak lengkap atau berlebih. b. Penyakit seperti poliomyelitis, TBC tulang dll c. Penyebab lain seperti gangguan neurologis dan lingkungan, yang menyebabkan cerebral palsy, spina bifida, amputasi, retak atau terbakar). Cerebral palsy merupakan gangguan pada fisik yang cukup banyak dikenal orang. Ciri-ciri Tuna Daksa : a. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh, b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali), c. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa, d. Terdapat cacat pada alat gerak, e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam, f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal 5. Anak dengan hambatan berbicara dan bahasa Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun 1997, gangguan ini mengacu pada gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak. Penyebab terjadinya gangguan bicara dan berbahasa pada anak dapat dilihat dari berbagai faktor yaitu: a) Secara biologis, dimana masalah itu berkaitan dengan susunan saraf pusat atau struktur dan fungsi dari sistem lain di dalam tubuh. Misalkan: langit-langit mulut yang tidak sempurna, lidah yang tebal dan pendek. b) Lingkungan, dimana anak yang mengalami gangguan ini dikarena mendapat infeksi telinga yang berulang yang berakibat mengganggu pendengarannya atau sampai membuat ketulian. Hal lain yang juga berkontribusi adalah penelantaran dan perlakuan salah pada anak. 114 Ciri-ciri Anak gangguan bicara dan bahasa yaitu : 1) Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain 2) Tidak lancar dalam bicara 3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi 4) Suara parau 5) Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu 6) Dapat atau tidak disertai ketidak lengkapan organ bicara / sumbing. 6. Anak Berkesulitan Belajar Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang mengalami kesulitan belajar karena ada gangguan persepsi. Ada tiga bentuk kesulitan belajar anak, yakni kesulitan di bidang matematika atau berhitung (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan berbahasa (disphasia), dan kesulitan menulis (disgraphia). Anak kesulitan belajar juga kesulitan orientasi ruang dan arah, misalnya sulit membedakan kiri-kanan, atas-bawah. Tanda-tanda disleksia, antara lain, tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca, membaca tanpa irama (monoton), dan kesulitan mengeja. Tanda-tanda disgraphia, misalnya, tulisan sangat jelek, terbalik-balik, dan sering menghilangkan atau malah menambah huruf. Sedangkan, tandatanda diskalkulia, misalnya kesulitan memahami simbol matematika. Penyebab terjadinya kesulitan belajar pada seorang anak adalah: a. Faktor fisiologis, seperti kerusakan otak, keturunan, dan ketidak seimbangan proses kimia dalam tubuh. b. Faktor lingkungan, gizi yang buruk, keracunan, kemiskinan. 7. Anak Dengan Gangguan Spektrum Autis Akhir-akhir ini jumlah anak yang mengalami gangguan spektrum autis mengalami peningkatan. Anak dengan gangguan spektrum autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak sesuai terhadap rangsangan sensoris. Penyebab terjadinya gangguan spektrum autis dapat dibagi menjadi: a. Faktor biologis, seperti DNA, multi genetik. b. Faktor otak, adanya abnormalitas di otak kecil yang mengendalikan koordinasi motorik, kognisi dan keseimbangan. Bersamaan dengan itu juga ada ditemukan abnormalitas di 115 lobus frontal (yang mengendalikan fungsi sosial dan kognitif) dan lobus temporal (untuk memahami ekspresi muka, tanda-tanda sosial dan memori). c. Faktor lingkungan, seperti penelantaran dari keluarga ternyata dapat memperburuk kondisi dari anak dengan gangguan spektrum autis. Ciri-ciri anak Autis yaitu: Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal : 1) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi 2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (bahasa Planet) 3) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif) 4) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi 5) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya 6) Kadang bicaranya monoton (seperti robot) 7) Mimik datar, guna dalam bidang interaksi sosial 8) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata 9) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami ketulian 10) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk 11) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain 12) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya 13) Bila didekati untuk bermain justru menjauh 14) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain 116 PENGGALAN VIII KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK I. Pokok Bahasan : Kesulitan Belajar Peserta Didik II. Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian kesulitan belajar 2. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar 3. Ciri-Ciri Kesulitan Belajar 4. Langkah-langkah Mengatasi Kesulitan Belajar III. Kompetensi Dasar : Setelah kegiatan penggalan VIII berakhir, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian kesulitan belajar 2. Memahami faktor-faktor penyebab kesulitan belajar 3. Memahami ciri-ciri kesulitan belajar 4. Mampu mengimplementasikan langkah-langkah mengatasi kesulitan belajar pada peserta didik IV. Uraian Materi A. Pengertian Kesulitan Belajar Kesulitan belajar, menurut Sumadi Suryabrata (1987) merupakan problem yang nyaris dialami oleh setiap peserta didik. Kesulitan belajar selanjutnya diartikan sebagai kondisi dalam proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Senada pula dengan pandangan Cece Wijaya (2001) yang mengatakan kesulitan belajar sebagai suatu kondisi menghambat proses tercapainya hasil belajar, sehingga prestasi yang dicapai berada di bawah yang semestinya. Hambatan-hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Hambatan-hambatan tersebut ada kemungkinan disadari namun mungkin juga tidak disadari oleh yang mengalami. Warkitri, dkk. (1990) mendifinisikan kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada peserta didik yang ditandai adanya hasil belajar rendah dibanding dengan prestasi yang dicapai sebelumnya. Jadi kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. Dalam rumusan yang hampir senada Alisuf Sabri (1995) mengemukakan kesulitan belajar adalah kesukaran peserta didik dalam menyerap atau menerima materi belajar. Kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta 117 didik ini terjadi pada waktu mengikuti pembelajaran yang disampaikan atau ditugaskan oleh guru. The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang heterogen yang berupa kesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran, percakapan, membaca, menulis, berfikir, dan kemampuan matematika. Gangguan ini terdapat didalam diri seseorang dan dianggap berkaitan dengan disfungsi sistem syaraf pusat. Sekalipun kesulitan belajar mungkin berdampingan dengan kondisi-kondisi hambatan lain (misalnya perbedaan budaya, kekurangan pengajaran, faktor penyebab psikogen), kesulitan belajar bukan akibat langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut. Ada beberapa kasus kesulitan dalam belajar yang dikemukakan oleh Abin Syamsudin M, yaitu : 1) Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar. 2) Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan situasi belajar. 3) Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah. 4) Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan lingkungannya. Berdasarkan beberapa pandangan yang dapat dari beberapa referensi, maka kesulitan belajar yang dimaksud adalah suatu keadaan dalam proses belajar dengan ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Hambatanhambatan yang dimaksud dapat bersumber dari dalam diri peserta didik dan dapat bersumber dari luar diri peserta didik. Beberapa indikasi yang dapat dijadikan acuan untuk menggolongkan peserta didik mengalami kesulitan belajar: 1. Learning disorder adalah keadaan di masa proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. 2. Learning disabilities adalah ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala dimana anak tidak mampu belajar secara efektif, sehingga hasil belajarnya dibawah potensi intelektualnya. 3. Learning disfunction adalah gejala yang menunjukkan dimana proses belajar seseorang tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda abnormalitas mental, gangguan alat indera atau gangguan psikologis lainnya. 4. Underachiever adalah mengacu pada peserta didik yang memiliki potensi intelektual di atas normal tetapi prestasi belajar yang dicapai tergolong rendah. 118 5. Slow Learner adalah peserta didik yang lambat dalam proses belajarnya yakni dalam mencapai hasil belajar secara tuntas (ketuntasan pada umumnya ditetapkan oleh lembaga pengelola pendidikan) (Burton, 1952). B. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Sangat sering terjadi bahwa dalam kasus kesulitan belajar para peserta didik dengan gejala yang sama bisa disebabkan oleh faktor penyebab yang berbeda. Dengan kerangka teoritik bahwa setiap individu itu berbeda maka demikian pulalah apresiasi jenis dan tingkat kesulitan serta penyebab kesulitan belajar setiap peserta didik juga berbeda. Para ahli seperti Cooney, Davis & Henderson (1975) telah mengidentifikasikan beberapa faktor penyebab kesulitan tersebut, di antaranya: 1. Faktor Fisiologis Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan kurang berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagian tubuh lain. Para guru harus menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Kalau ada bagian yang tidak beres pada bagian tertentu dari otak peserta didik, maka dengan sendirinya peserta didik akan mengalami kesulitan belajar. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita karena sesuatu dan lain hal kurang berfungsi secara sempurna. Akibatnya ia akan mengalami hambatan ketika belajar. Di samping itu, peserta didik yang sakit-sakitan, tidak makan pagi, kurang baik pendengaran, penglihatan ataupun pengucapannya sedikit banyak akan menghadapi kesulitan belajar. Untuk menghindari hal tersebut dan untuk membantu peserta didiknya, seorang guru hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkait dengan kesulitan peserta didik ini. Seorang peserta didik dengan pendengaran ataupun penglihatan yang kurang baik, sebaiknya menempati tempat di bagian depan. Untuk para orang tua, terutama ibu, makanan selama masa kehamilan akan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik putraputrinya . Makanan yang dapat membantu pertumbuhan otak dan sistem syaraf bayi yang masih di dalam kandungan haruslah menjadi perhatian para orang tua. 2. Faktor Sosial Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan peserta didik sebagaimana ada yang menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat dan anak adalah gambaran orang tuanya. Oleh karena itu ada beberapa faktor penyebab kesulitan 119 belajar yang berkait dengan sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang kurang mendukung peserta didik tersebut untuk belajar sepenuh hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa setan (karena sulit) akan dapat menurunkan kemauan anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “ Ah Bapak saya tidak bisa juga.” Untuk itu, setiap guru tidak seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran tertentu di depan peserta didiknya. Tetangga yang mengatakan sekolah tidak penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan hukum, orang tua yang selalu marah, nonton TV setiap saat, tidak terbuka ataupun kurang menyayangi anaknya dengan sepenuh hati dapat merupakan contoh dari beberapa faktor sosial yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik. Intinya, lingkungan di sekitar peserta didik harus dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah. Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para peserta didik, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas. Peserta didik dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi peserta didik berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi peserta didik. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam membentengi para peserta didik dari pengaruh negatif masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para peserta didik untuk tetap belajar menjadi sangat menentukan. 3. Faktor Kejiwaan Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) peserta didik unutuk belajar secara sungguhsungguh. Sebagai contoh, ada peserta didik yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia selalu gagal mempelajari mata pelajaran itu.Jika hal ini terjadi, peserta didik tersebut akan mengalami kesulitan belajar yang sangat berat. Hal ini merupakan contoh dari faktor emosi yang menyebabkan kesulitan belajar. Contoh lain adalah peserta didik yang rendah diri, peserta didik yang ditinggalkan orang yang paling disayangi dan menjadikannya sedih berkepanjangan akan mempengaruhi proses belajar dan dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran dengan baik akan menyenangi mata pelajaran tersebut. Begitu juga sebaliknya, anak yang tidak menyenangi suatu mata pelajaran biasanya tidak atau kurang berhasil mempelajari mata pelajaran tersebut. Karenanya, tugas utama yang sangat 120 menentukan bagi seorang guru adalah bagaimana membantu peserta didiknya sehingga mereka dapat mempelajari setiap materi dengan baik. Yang perlu mendapatkan perhatian juga, hukuman yang diberikan seorang guru dapat menyebabkan peserta didiknya lebih giat belajar, namun dapat juga menyebabkan mereka tidak menyukai guru mata pelajaran tersebut. Dapat juga terjadi, peserta didik lalu membenci sama sekali mata pelajaran yang diasuh guru tersebut. Kalau hal seperti ini yang terjadi, tentunya akan sangat merugikan peserta didik tersebut. Peran guru memang sangat menentukan. Seorang peserta didik yang pada hari kemarinnya hanya mampu mengerjakan 3 dari 10 soal dengan benar, lalu dua hari kemudian ia hanya mampu mengerjakan 4 dari 10 soal dengan benar, gurunya harus menghargai kemajuan tersebut. Guru hendaknya jangan hanya melihat hasilnya saja, namun hendaknya menghargai usaha kerasnya. Dengan cara seperti ini, diharapkan peserta didik akan lebih berusaha lagi. Intinya, tindakan seorang guru dapat mempengaruhi perasaan dan emosi peserta didiknya. Tindakan tersebut dapat menjadikan seorang peserta didik menjadi lebih baik, namun dapat juga menjadikan seorang peserta didik menjadi tidak mau lagi untuk belajar suatu mata pelajaran. 4. Faktor Intelektual Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan kurang sempurna atau kurang normalnya tingkat kecerdasan peserta didik. Para guru harus meyakini bahwa setiap peserta didik mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada peserta didik yang sangat sulit menghafal sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi tertentu, ada yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit membayangkan dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajar pada diri peserta didik tersebut. Di samping itu, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah para peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat. Ketika sedang belajar matematika atau IPA, ada peserta didik SLTP yang tidak dapat menentukan hasil 1/2 + 1/3, (–5) + 9, ataupun 1 : ½. Peserta didik seperti itu, tentunya akan mengalami kesulitan karena materi terebut menjadi pengetahuan prasyarat untuk mempelajari matematika ataupun IPA SLTP. Untuk menghindari hal tersebut, Bapak atau Ibu Guru hendaknya mengecek dan membantu peserta didiknya menguasai pengetahuan prasyarat tersebut sehingga mereka dapat mempelajari materi baru dengan lebih baik. 5. Faktor Kependidikan Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan belum mantapnya lembaga pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan peserta 121 didik, guru yang tidak bisa memotivasi peserta didik untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan peserta didiknya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan peserta didik, sekolah yang membiarkan para peserta didik bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak berhasilan peserta didik tersebut. Berdasar penjelasan di atas, Bapak dan Ibu Guru sudah seharusnya menyadari akan adanya beberapa peserta didik yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor tertentu, sehingga mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan mereka. Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu peserta didiknya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya. Namun hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan masalah kesulitan belajar peserta didik sangat tergantung pada keberhasilan menentukan penyebab kesulitan tersebut. Sebagai contoh, peserta didik A yang memiliki kesulitan karena penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu dengan alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku depan. Namun para peserta didik yang mengalami kesulitan belajar karena faktor lingkungan dan faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan peserta didik A namun mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya. Sehubungan dengan itu maka dalam beberapa referensi dikemukakan bahwa faktorfaktor penyebab kesulitan belajar diidentifikasikan menjadi dua bagian secara garis besarnya. a. Faktor internal Faktor internal diartikan sebagai faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik yang bersumber dari dalam dirinya. Faktor internal ini dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu: faktor psikologis dan faktor fisiologis. Jika diklasifikasikan secara konseptual faktor psikologis dapat digolongkan terdiri dari faktor intelektual dan faktor non intelektual. Faktor-faktor intelektual yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik dapat berupa: (1) tingkat kecerdasan intelektual (yang populer dikenal dengan sebutan IQ) dan (2) bakat, sedangkan faktor non intelektual yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik terdiri dari: (1) Beberapa sifat kepribadian (seperti: motivasi berprestasi, disiplin, keteraturan, dll). Faktor fisiologis yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik berkait dengan bagian-bagian tubuh 122 misalnya kesehatan tubuh yang terus terganggu, pendengaran yang kurang baik, tidak makan pagi, pengelihatan terganggu, kesiapan otak dan sistem syaraf yang kurang berfungsi dalam menerima, memroses, menyimpan, serta memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Jika ada bagian yang tidak beres pada bagian tertentu dari otak individu peserta didik, maka dengan sendirinya yang bersangkutan akan mengalami kesulitan belajar. b. Faktor Eksternal Faktor ekternal adalah faktor yang berada di luar diri peserta didik yang sering digolongkan menjadi faktor sosial dan faktor non sosial. Faktor sosial termasuk orangorang yang ada disekeliling peserta didik seperti: orang tua dan anggota keluarga lainnya, para guru dan peserta didik lainnya, anggota masyarakat. Sedangkan faktor non sosial termasuk kelengkapan dalam belajar seperti: fasilitas belajar, waktu belajar, ketenangan/kebisingan lingkungan belajar, suhu disekitar. Merupakan hal yang tidak dapat dibantah jika faktor ekternal sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kesulitan belajar peserta didik. Misalnya Orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar, selalu marah atau tidak menyayangi anak, masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan hukum, guru yang hanya mementingkan untuk menyampaikan materi tanpa memperhatikan hal-hal yang lebih pribadi pada peserta didik merupakan beberapa contoh eksternal yang dapat menyebabkan peserta didik tidak nyaman dalam belajar. Sehingga kondisi di luar diri peserta didik akan dapat memicu terjadinya kesulitan belajar peserta didik. C. Ciri-Ciri Kesulitan Belajar Adapun ciri-ciri kesulitan belajar antara lain: 1. Prestasi belajar rendah, yaitu nilai yang capai dibawah rata-rata anak sekelas. 2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. 3. Anak didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. 4. Anak didik menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar, seperti acuh, mudah tersinggung dll. 5. Anak didik bertingkah laku yang tidak seperti biasanya, seperti murung, sedih, menyendiri dari temannya dll. 6. Anak didik mendapatkan penurunan yang drastis dari prestasi yang diperoleh sebelumnya. 7. Anak didik sering tidak masuk tanpa keterangan. 123 8. Anak sering meninggalkan pelajaran tanpa alasan atau bolos. D. Langkah-langkah Mengatasi Kesulitan Belajar Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar peserta didik antara lain: 1. Identifikasi Masalah Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang. 2. Diagnosis Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya. 3. Prognosis Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah 124 kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi. 4. Treatmen Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam langkah prognosis. Pelaksanaan ini tentu memakan banyak waktu, proses yang kontinyu, dan sistematis, serta memmerlukan pengamatan yang cermat. Beberapa treatmen yang dapat diberikan pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan pemberian remidian, pengayaan, les private, dan bantuan lainnya yang berhubungan dengan peningkatan kualitas belajar peserta didik. 5. Evaluasi dan Follow Up Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik. 125 DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Rita L. et. al. 1983. Introduction to Psychology, Eighth Edition. Harcourt Brace Jovanovich, Inc. Enoch Markum, M. 1991. Anak Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hadisubrata, M.S. 1991. Mengembangkan Kepribadian Anak Balita. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hurlock Elizabeth B. 1996. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Llewellyn, Derek & Jones. 1996. Dasar-dasar obstetric & Ginekologi. Edisi Ke-6. Penerbit: Buku Kedokteran. Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Malang: Usaha Nasional Surabaya. Monks, Knoers, dan Siti Rahayu Haditomo. 1987. Psikologi Perkembangan Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Prayitno, Elida. 1992. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Sadler, T.W. 1996. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi Ke-7. Penerbit: Buku Kedokteran (EGC). Suarni, Ni Ketut. 2004. Modul Psikologi Perkembangan I. IKIP Negeri Singaraja. Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tracy, Hogg dan Melinda Blau. 2004. Balita. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Uger, R., and Crawford, M. 1992. Women and Gender A Feminist Psychology. New York: McGraw-Hil, Inc. Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Posdakarya. 126