Materi Pengembangan Karakter dan Profesi Peserta Didik

advertisement
PENGEMBANGAN KARAKTER
DAN PROFESI PESERTA DIDIK
Oleh
Oleh
Tim PLPG Rayon 121
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016
0
PENGGALAN I
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
I. Pokok Bahasan
: Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
2. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan
3. Pengertian Tugas Perkembangan dan Fase-fase Tugas Perkembangan
4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan I berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian pertumbuhan peserta didik
2. Memahami pengertian perkembangan peserta didik
3. Memahami berbagai aspek perkembangan peserta didik
4. Memahami tugas perkembangan sesuai dengan fase-fase perkembangan
5. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
6. Memahami metode pengembangan potensi peserta didik
IV. Uraian Materi
A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah pertumbuhan dan
perkembangan secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara independensi, yang
artinya saling tergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan dalam
bentuk-bentuk yang pilah berdiri sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih
memperjelas penggunaannya. Dari segi ilmu tumbuh kembang, adalah ilmu yang
mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjadikan dan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental dan sosial. Serta menegakkan
diagnosis diri pada setiap kelainan tumbuh kembang pada anak dan kemungkinan
penanganan yang efektif serta mencari penyebab dan mencegahnya.
Selanjutnya ilmu ini memberi batasan tentang arti dari pertumbuhan dan perkembangan
sebagai berikut:
1
Pertumbuhan adalah suatu perubahan jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel
organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat. Ukuran umur panjang tulang
dan keseimbangan kalsium dan nitrogen pada tubuh.
Pertumbuhan menunjukkan perubahan kuantitatif, yang tampak dalam ukuran
perubahan dan struktur tubuh. Pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada tiap-tiap fase
perubahan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak
ada menjadi tidak ada, dari kecil menjadi besar dari sedikit menjadi banyak, dari sempit
menjadi luas, dan lain-lain.
Pertumbuhan dinyatakan dalam perubahan-perubahan yag terjadi pada bagian, tetapi
pertumbuhan itu sendiri adalah suatu sifat umum dari suatu organisme (Whitherington, 1991 :
156). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan
individu beruapa fisik yang bersifat kuantitatif tentunya yang dapat diukur. Dapat
dicontohkan misalnya pertumbuhan berat badan, bertambahnya tinggi, dan bertambahnya
panjang pada rambut.
Perkembangan diartikan dengan bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih komplek dalam pola yang dapat diramalkan sebagai hasil dari proses
pematangan dan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
dan sistem organ yang berkembang sehingga dapat memenuhi fungsinya yang di dalamnya
juga terjadi perkembangan emosi, intelektual dan perilaku.
Bila dilihat dari segi objek psikologi perkembangan (menurut Van den Berg 1956;
Muchow, 1962) merupakan suatu perkembangan manusia sebagai person yang artinya suatu
proses yang menuju kedepan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Jadi perubahanperubahan yang dialami sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada konsepsi
dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi (Santrok Yussen. 1992). Dengan
demikian perkembangan berlangsung dari proses terbentuknya individu dari proses
bertemunya sperma dengan sel telur dan berlangsung sampai ahir hayat yang bersifaf
timbulnya adanya perubahan dalam diri individu.
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat
dari proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif (E.B. Harlock). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan
proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia
normal) dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar
2
yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif (dapat diukur) yang menyebabkan
perubahan pada diri individu tersebut.
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang
berbeda dari sebelumnya (Kasiram, 1983 : 23), menandung arti bahwa perkembangan
merupakan peubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan
dari sifat-sifat sebelumnya.
Spikier (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungakan dengan
perkembangan yaitu:
1. Ontogenetik, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang
baru dan seterusnya sampai dewasa.
2. Filogenetik, perkembang dari asal-usul manusia sampai sekarang ini.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan
yaitu merupakan perubahan individu ke arah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses
terbentuknya individu sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Sebagai
contoh anak yang baru berusia 5 bulan hanya dapat tengkurab kemudian setelah kira-kira 7
bulan sudah bisa berdiri tapi dengan bantuan orang lain, kemudian pada umur 9 bulan baru
dapat berdiri sendiri dan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10 bulan baru
dapat berjalan dengan lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari. Maka proses perubahan
tarsebut dinamakan dengan perkembangan.
Dari proses perkembangan dapat dikelompokan menjadi 3 aspek yaitu :
1. Aspek bilogis. Aspek biologis tersebut merupakan perkembangan pada fisik individu,
contohnya : bertambahnya berat badan dan tinggi badan yang tentunya dapat kita ukur.
2. Aspek kognitif meliputi perubahan kemampuan dan cara berpikir. Aspek ini merupakan
perubahan dalam proses pemikiran yang merupakan hasil dari lingkungan sekitar. salah
satunya yaitu anak mampu menyelesaikan soal matematika.
3. Aspek psikososial dapat diartikan bahwa aspek ini merupakan perubahan aspek perasaan,
emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian aspek psikososial
merupakan aspaek perkembangan individu dengan lingkungan sekitar atau masyarakat.
Dari semua aspek tersebut yaitu aspek biologis (fisik), aspek kognitif (pemikiran), dan
aspek psikososial (hubungan dengan masyarakat) semuanya saling mempengaruhi
sehingga apabila pada suatu aspek mengalami hambatan maka akan mempengaruhi
perkembangan aspek yang lainnya
Berdasarkan beberapa kajian di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai
dampak terhadap aspek fisik yaitu lebih menunjukkan ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik
3
yang murni sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu
yaitu lebih banyak menunjukkan sifat yang mengenai gejala-gejala psikologis yang
menunjukkan seseorang bertambah dalam berbagai kemampuan yang bermacam-macam
berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan belajar. Untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal didasarkan pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya
biologis seseorang merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan.
B. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan
Setiap individu pada hakikatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan
nonfisik yang meliputi aspek-aspek intelektual, emosi, sosial, bahasa, bakat khusus, nilai dan
moral, serta sikap. Berikut ini diuraikan pokok-pokok pertumbuhan dan perkembangan
aspek-aspek tersebut.
1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih
panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa.
a) Pertumbuhan Sebelum Lahir
Manusia itu ada dimulai dari suatu proses pembuahan (pertemuan set telur dan
sperma) yang membentuk suatu set kehidupan, yang disebut embrio. Embrio manusia
yang telah berumur satu bulan, berukuran sekitar setengah sentimeter. Pada umur dua
bulan ukuran embrio itu membesar menjadi dua setengah sentimeter dan disebut janin
atau "fetus". Baru setelah satu bulan kemudian (jadi kandungan telah berumur tiga
bulan), janin atau fetus tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil.
Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang
sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ
tubuh dan tersusunnya jaringan saraf yang membentuk sistem yang lengkap.
Pertumbuhan dan perkembangan janin diakhiri saat kelahiran. Kelahiran pada
dasarnya merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan saraf masing-masing
komponen biologis telah mampu berfungsi secara mandiri.
b) Petumbuhan Setelah Lahir
Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan kelanjutan pertumbuhannya
sebelum lahir. Proses pertumbuhan fisik manusia berlangsung sampai masa dewasa.
Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan
bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan berat badannya akan
bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir sampai dengan umur, 25 tahun,
4
perbandingan ukuran badan individu, dari pertumbuhan yang kurang proporsional
pada awal terbentuknya manusia (kehidupan sebelum lahir atau pranatal) sampai
dengan proporsi yang ideal di masa dewasa, dapat dilihat pada gambar berikut.
2. Intelektual
Intelektual atau daya pikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak. Karena
pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan intelektual yang lazim
disebut dengan istilah lain kemampuan berpikir dipengaruhi oleh kematangan otak yang
mampu menunjukkan fungsinya secara baik.
3. Emosi
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti
marah yang ditunjukkan dengan teriakan, atau sedih yang ditunjukkan dengan menangis.
4. Sosial
Dalam proses pertumbuhan setiap orang tidak dapat berdiri sendiri. Setiap orang
memerlukan lingkungan dan senantiasa akan memerlukan manusia lain.
5. Bahasa
Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan demikian dalam berbahasa ada
dua pihak yang terlibat, yaitu penyampaian isi pikiran dan penerima pikiran. Dalam berdialog
keduanya sering berganti fungsi.
6. Bakat Khusus
Pada mulanya bakat merupakan hal yang penting dalam penyelesaian tugas ataupun
pekerjaan. Bakat merupakan kemampuan tertentu yang dimiliki oleh seorang individu yang
hanya dengan rangsangan atau sedikit latihan kemampuan itu dapat berkembang dengan baik.
7. Sikap, Nilai dan Moral
Bloom (woolfoolk dan Nicolich, 1984) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari proses
belajar dikelompokkan menjadi tiga sasaran yaitu penguasaan pengetahuan (Kognitif),
penguasaan nilai dan sikap (Afektif) dan penguasaan Psikomotor.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock,1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalan
dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan.
Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat
istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan
pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan
5
masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai
anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam
kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang.
8. Agama
Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran
yang diserapkan oleh pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan
dan sikap. Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di
sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di
sekolah meliputi dua aspek, yaitu: 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan
kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran). Metode yang digunakan
dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa,
sosial, emosional maupun inteligensi peserta didik. Untuk kelas rendah dapat menggunakan
metode bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas
tinggi dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas
atau metode lainnya yang sesuai dengan perkembangan peserta didik.
C. Pengertian Tugas Perkembangan dan Fase-fase Tugas Perkembangan
Tugas-tugas perkembangan diartikan dengan petunjuk-petunjuk yang memungkinkan
seseorang (baik sebagai orang tua, guru, maupun individu yang bersangkutan) dapat mengerti
dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan terhadap
individu pada usia-usia tertentu.
Pengertian di atas mengandung dua aplikasi yaitu: (1) Dari segi orang dewasa dapat
mengetahui hal-hal apa yang harus diajarkan kepada anak sesuai dengan yang diharapkan
oleh lingkungannya (khususnya bagi masa kanak-kanak) dan mengetahui hal-hal bagaimana
yang harus ditanamkan dan dikuatkan dalam masa pubertas dan masa remaja. (2) Dari segi
pendidik, dapat mengetahui hal-hal bagaimana yang diharapkan untuk dikuasai oleh anak
didiknya sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya (mulai dari masa bayi, masa kanakkanak, masa pubertas, masa remaja, masa dewasa dan masa tua) sehingga dapat hidup di
masyarakat menjadi individu yang “well adjusted”.
Selanjutnya Havinghurst mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai
oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi, tugas-tugas ini dalam batas tertentu
bersifat khas dalam masa hidup seseorang. Adapun pengertian tugas perkembangan anak
6
yaitu serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan oleh individu dalam suatu
periode tertentu atau usia tertentu yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Adalah hal yang pasti bahwa setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan
manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Sehubungan dengan itu ada
beberapa hal yang dapat mendukung terlaksananya tugas-tugas perkembangan individu,
seperti: (1) Adanya kematangan pisik tertentu pada fase perkembangan, (2) Adanya dorongan
cita-cita psikologis manusia yang sedang berkembang, (3) Adanya tuntutan kultural
masyarakat sekitar, (4) Dukungan dari orang-orang dewasa yang bertanggungjawab di
lingkungan individu yang bersangkutan.
Menyimak demikian pentingnya arti dari tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang
kehidupan manusia, maka tidak berlebihan bila tugas-tugas perkembangan khususnya bagi
anak usia TK harus selalu diperhitungkan secara cemat oleh para orang tua dan guru sebagai
suatu yang terjadi secara alamiah dan tepat pada waktunya.
Selanjutnya setiap fase atau tahapan perkembangan akan diiringi oleh tugas-tugas
perkembangan yang harus dilaksanakan oleh individu untuk dapat melaksanakan fase
perkembangan berikutnya dan keberhasilan kehidupannya. Fase-fase perkembangan dan
tugas yang mengiringi fase tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Tugas perkembangan fase bayi (baby hood). Berlangsung sejak individu dilahirkan dari
rahim ibunya sampai berusia setahun. Tugas pada fase ini adalah:
(1) Belajar memakan
makanan keras, bubur, nasi, dan seterusnya. (2) Belajar berdiri dan berjalan misal
berpegangan pada sandaran kursi atau tembok. (3) Belajar berbicara misal menyebut kata ibu
dan ayah.
Tugas perkembangan fase Kanak-kanak (early childhood). Yaitu usia hingga lima
tahun atau enam tahun. Pada fase ini penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun
kedalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah. Tugas perkembangan ini
meliputi: (1) Belajar mengendalikan benda-benda pengeluaran dari tubuh seperti meludah.
(2) Belajar mengadakan hubungan sosial dengan ibunya. (3) Belajar membedakan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. (4) Belajar memainkan peran seorang laki-laki (jika laki)
dan memainkan peran seorang perempuan (jika perempuan). (5) Belajar keterampilan fisik
seperti melompat. (6) Belajar bergaul dengan teman sebaya. (7) Belajar membaca dalam arti
mulai siap mengenal huruf dan kata, untuk mengembangan dasar-dasar keterampilan
membaca dan menulis. (8) Pengambilan peran persepsual, hal ini bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam meramalkan apa yang dilihat orang lain mengenai
objek-objek yang sama dilihat dari pandangan perspektif yang berbeda. Juga dimaksudkan
7
untuk mengembangkan suatu kemampuan untuk melepaskan dasar pandangan sendiri dalam
mengamati sesuatu dan mengambil dasar pandangan orang lain. Anak-anak sampai usia
sekitar 5 tahun hampir tidak dapat menempatkan diri dalam posisi orang lain (karena secara
alamiah sifat egosentris pada masa kanak-kanak memang tinggi). (9) Pengambilan peran
konsepsual, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kecakapan menempatkan diri dalam
pembentukan pengertian atau dalam formasi konsep orang lain. (10) Pengambilan peran
emosional-motivasional, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kecakapan simpati dan
empati anak, yaitu ikut merasakan secara konkrit alam perasaan dan motif-motif orang lain.
Tugas perkembangan fase anak-anak ( late childhood). Berlangsung antara usia enam
sampai dua belas tahun dengan ciri-ciri utama sebagai berikut: (1) Memiliki dorongan untuk
keluar dari rumah dan memasuki kelompok (peer group). (2) Keadaan fisik yang
memungkinkan anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan
keterampilan jasmani. (3) Memiliki dorongan mental memasuki konsep logika, symbol dan
komonikasi yang luas.
Tugas perkembangan fase remaja (adolescence). Masa remaja menurut sebagian ahli
psikologi terdiri atas sub-sub masa perkembangan yaitu : (1) Sub perkembangan masa prapuber yaitu berlansung selama kurang lebih dua tahun sebelum masa puber. (2) Sub
perkembangan masa puber berlangsung kurang lebih selama dua setengah sampai tiga tahun
setelah masa pra-puber. (3) Sub perkembangan post puber yaitu suatu perkembangan biologis
yang relatif sudah mulai mengalami kelambanan tapi masih terus berlangsung pada bagian
organ tertentu. Dengan demikian ada pandangan yang mengatakan bahwa masa remaja
adalah sebagai masa yang paling pendek karena berlangsung hanya beberapa tahun dan juga
dikatakan masa remaja sebagai masa yang sangat kritis, karena pada masa ini individu sangat
rentan sekali dengan kompleksnya pengaruh-pengaruh lingkungan didukung dengan
perkembangan psiko-emosional remaja memang berada pada masa yang masih labil.
Rentangan masa remaja umumnya berlangsung dari usia 11/12- 21 tahun bagi anak
perempuan dan 13-22 tahun bagi anak laki-laki.
Adapun tugas-tugas perkembangan bagi anak usia remaja adalah meliputi pencapain
dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan masa dewasa, yaitu : (1) Mencapai
hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya. (2) Mencapai peranan sosial yang
bertanggungjawab di masyarakat. (3) Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan
orang dewasa lainnya. (4) Mempersiapkan diri untuk mencapai karir. (5) Mempersiapkan diri
untuk memasuki dunia pernikahan.
8
Tugas perkembangan dewasa awal (early adulthood), yaitu sebagai fase mulai
memasuki usia dewasa yaitu usia 21- 40 tahun. Adapun tugas-tugas perkembangan pada
masa dewasa awal adalah : (1). Mulai bekerja mencari nafkah. (2) Memilih teman atau
pasangan hidup berumah tangga. (3) Mulai memasuki kehidupan rumah tangga belajar hidup
bersama pasangan dan mengelola tempat tinggal serta membesarkan anak-anak. (4)
Menerima tanggung jawab kewarganegaraan. (5) Menemukan kelompok sosial atau
perkumpulan kemasyarakatan.
Tugas perkembangan setengah baya (midle age), berlangsung antara usia 40- 60 tahun.
Adapun tugas perkembangan fase ini adalah : (1) Mencapai tanggungjawab sosial. (2)
Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya. (3) Mencapai
dengan melaksanakan penampilan yang memuaskan dalam karier.
Tugas perkembangan usia tua (old age), berlangsung antara usia 60 tahun sampai akhir
hayat. Tugas-tugas perkembangan pada masa tua sesuai dengan berkurangnya kekuatan dan
kesehatan jasmani yaitu: (1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan
jasmani. (2) Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun dan berkurangnya penghasilan. (3)
Menyesuaikan diri dengan teman pasangannya istri atau suami.
D. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik
Perbedaan beberapa pandangan para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan peserta didik, disebabkan oleh adanya sudut pandang pendekatan mereka
terhadap eksistensi manusia tidak sama. Dari pandangan tersebut aliran-aliran yang
mengupas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu adalah:
1) Aliran Nativisme
Tokoh aliran ini adalah Athur Schopenhouer (1788-1860), yaitu seorang filosof Jerman
yang alirannya konon dijuluki sebagai aliran pesimistis karena dianggap memandang sesuatu
dengan kaca mata hitam. Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan
manusia semata-mata ditentukan oleh faktor dari dalam diri individu (internal) atau juga
disebut dengan faktor herediter (pembawaannya).
2) Aliran Empirisme
Tokoh utama aliran Empirisme adalah John Lock (1632-1704). Doktrin aliran
Empirisme ini dipandang sangat termasyur dengan teori tabularasa. Tabularasa adalah sebuah
istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong yang menekankan arti
penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam perkembangan individu. Artinya
perkembangan individu semata-mata tergantung pada lingkungan dan pengalaman
9
pendidiknya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini para penganut Empirisme menganggap setiap anak lahir adalah tabularasa,
dalam keadaan kosong tidak punya kemampuan apa-apa. Akan menjadi apa individu tersebut,
itu sangat tergantung pada pengalaman/ lingkungan yang mendidiknya.
3) Aliran Konvergensi
Tokoh utama aliran ini adalah Lois William Stern (1871-1938), yaitu seorang filosof
dan psikolog dari Jerman. Aliran ini merupakan gabungan Empirisme dan Nativisme. Aliran
ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktorfaktor yang mempengaruhi dalam perkembangan individu.
4) Aliran Interaksionisme
Tokoh aliran ini adalah Piaget, yang berusaha memberi makna mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan individu. Secara prinsip Piaget tampaknya setuju dengan
dua faktor yang telah disebutkan terdahulu berpengaruh pada perkembangan individu, namun
makna yang lebih lanjut diberikan terhadap kedua faktor pengaruh tersebut adalah pada
pengertian interaksi. Interaksi yang dimaksud adalah pengaruh timbal balik, artinya tidak
hanya pengaruh mempengaruhi antara pembawaan dan lingkungan melainkan juga interaksi
antara pribadi dengan dunia luar.
Interaksi tadi mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan reaksi dan aksi ikut
memberikan bentuk pada dunianya yaitu keluarga, teman-teman, tetangga, kelas sosial,
kelompok kerja, bangsa. Demikian juga sebaliknya individu bersangkutan juga mendapatkan
pengaruh dari dunianya dan kadang-kadang pengaruh itu begitu kuat hingga pribadinya dapat
berubah atau bahkan bisa dalam bahaya, tergantung dari faktor mana yang lebih dominan
mempengaruhi pribadi individu.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a) Faktor hereditas
Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik
individu dari pihak orang tuanya. Hal ini terjadi di dalam kromosom-kromosom baik dari
pihak ayah ataupun dari pihak ibu berinteraksi membentuk pasangan-pasangan. Dua
anggota dari masing-masing pasangan memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Pasangan
kromosom di mana dalam masing-masing kromosom terdapat sejumlah “genes” dan
masing-masing “genes” memiliki sifat tertentu, membentuk persenyawaan “genes” yang
demikian menjalin senyawa sifat-sifat “genes”.
10
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembawaan ialah potensi-potensi yang
dibawa setiap individu ketika ia lahir merupakan warisan dari orang tuanya.
Hereditas merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam
hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakter individu yang diwariskan orangtua
kepada anaknya, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki oleh setiap
individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum sperma) sebagai pewarisan dari pihak
orangtua melalui gen-gen (Yusuf: 2004).
Adapun yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya adalah sifat strukturalnya
bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar atau pengalaman. Penurunan
sifat-sifat ini mengikuti prinsip-prinsip berikut:
1) Reproduksi, berarti penurunan sifat-sifatnya hanya berlangsung melalui sel benih.
2) Konformitas (keseragaman), proses penurunan sifat akan mengikuti pola jenis
(species) generasi sebelumnya.
3) Variasi, karena jumlah gen dalam setiap kromosom sangat banyak, maka kombinasi
gen pada setiap pembuahan akan mempunyai kemungkinan yang banyak pula.
Dengan demikian untuk setiap proses penurunan sifat akan terjadi penurunan yang
beraneka (bervariasi). Antara kakak dan adik mungkin berlainan sifatnya.
4) Regresi filial, yaitu penurunan sifat cenderung ke arah rata-rata.
Perkembangan manusia ditentukan oleh interaksi yang berkesinambungan antara
hereditas dan lingkungan. Interaksi ini sedah terjadi mulai dari masa-masa pembuahan sel
telur. Sejumlah ciri pribadi yang luar biasa banyaknya sudah ditentukan oleh struktur
genetik ovum yang dibuahi. Gen memprogramkan tumbuhnya sel tubuh sehingga kita
terbentuk menjadi manusia serta menentukan warna kulit, rambut, ukuran tubuh secara
umum, jenis kelamin, kemampuan intelektual dan temperamen emosional. Potensi
genetik yang bermutu hendaknya dapat beriteraksi dengan lingkungan secara positif
sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
b) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan faktor lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini
merupakan bio-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi
sampai akhir hayatnya. Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang
kurang normal pada organisme, misalnya: (1) Faktor yang terjadi sebelum lahir seperti
kekurangan nutrisi pada ibu dan janin. (2) Faktor ketika lahir atau saat kelahiran yaitu terjadi
pendarahan pada kepala bayi yang disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia
11
dilahirkan dan oleh efek pada susunan saraf pusat karena proses kelahiran bayi dilakukan
dengan bantuan tang. (3) Faktor yang dialami bayi sesudah lahir yaitu karena pengalaman
traumatik seperti pada kepala bagian dalam terluka karena kepala bayi terpukul atau
mengalami serangan sinar matahari yang nantinya akan mengganggu pertumbuhan pada bayi
dan anak. (4) Faktor psikologis terjadi karena bayi ditinggalkan oleh ibu, bapak atau kedua
orang tuanya. Ada juga beberapa sebab lain seperti anak-anak yang dititipkan pada suatu
lembaga seperti rumah sakit, rumah yatim piatu sehingga mereka kurang sekali mendapatkan
perawatan jasmaniah dan kasih sayang orang tua yang nantinya anak tersebut akan
mengalami kehampaan psikis, kering dari perasaan sehingga dapat mengakibatkan
kelambatan pada semua fungsi biologis maupun psikologisnya.
Secara umum faktor lingkungan yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah lingkungan prenatal, lingkungan eksternal, dan lingkungan
internal anak.
1) Lingkungan Prenatal
Lingkungan di dalam uterus sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
fetus, terutama karena ada selaput yang menyelimuti dan melindungi fetus dari
lingkungan luar. Beberapa kondisi lingkungan dalam uterus yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin adalah gangguan nutrisi karena ibu kurang
mendapat gizi baik secara kualitas maupun kuantitas. Intinya, apa yang dialami ibu akan
berdampak pada kondisi pertumbuhan dan perkembangan fetus.
2) Pengaruh Budaya Lingkungan
Budaya keluarga atau masyarakat akan memengaruhi bagaimana mereka
memersepsikan dan memahami kesehatan serta berperilaku hidup sehat. Pola perilaku ibu
yang sedang hamil dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya, misalnya ada beberapa
larangan untusk makanan tertentu padahal zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan
janin. Begitu juga keyakinan untuk melahirkan dengan meminta pertolongan petugas
kesehatan di sarana kesehatan atau tetap memilih dukun beranak, dilandasi oleh nilai
budaya yang dimiliki. Setelah anak lahir, dia dibesarkan dengan pola asuh keluarga yang
juga dilandasi oleh nilai budaya yang ada di masyarakat. Anak yang dibesarkan
dilingkungan petani akan mempunyai pola kebiasaan atau norma yang berbeda dengan
mereka yang dibesarkan di kota besar seperti metropolitan Jakarta.
3) Status Sosial dan Ekonomi Keluarga
Anak yang berada dan dibesarkan dalam ekonomi keluarga yang sosial ekonominya
rendah, bahkan punya banyak keterbatasan untuk memberi makanan bergizi, membayar
12
biaya pendidikan, dan memenuhi kebutuhan primer lainnya, tentunya keluarga akan
mendapat kesulitan untuk membantu anak mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan usianya. Keluarga dengan latar
belakang pendidikan rendah juga sering kali tidak dapat, tidak mau, atau tidak meyakini
pentingnya penggunaan fasilitas kesehatan yang dapat menunjang pertumbuhan dan
perkembangan anaknya, misalnya pentingnya imunisasi.
Fungsi lingkungan atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat
dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu
potensi secara baik atau tidak baik. Sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat
positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi
atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menghambat atau
merusak perkembangan individu.
Dari bahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan seperti tersebut di atas, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (1) semua
dari manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembanganya dan (2) di
dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis
dan sosial tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan
tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh
mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasikombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.
Dalam perkembangannya hereditas dan lingkungan mempunyai sumbangan dalam
kehidupan yaitu dalam bidang pertumbuhan dan perkembangbiakan, pertumbuhan dan
perkembangan mental, kesehatan mental dan emosi serta kepribadian, dan sikap-sikap,
keyakinan, serta nilai-nilai.
Secara umum mengenai pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan, sifat individu, pola pikir bahkan termasuk intelegensi, sebagai berikut :
1. Hereditas menetapkan batas perkembangan yang dapat dilakukan oleh lingkungan.
Bagaimanapun juga besarnya dampak stimulus lingkungan yang diterima oleh organisme
namun perkembangan organisme yang bersangkutan tidak dapat melampaui batas yang
telah ditetapkan oleh faktor keturunan. Sebagai contoh, bagaimanapun usaha mendidik
seekor monyet, ia tidak akan pernah dapat menyamai manusia.
2. Lingkungan dapat memodifikasi efek hereditas. Suatu lingkungan yang buruk dapat saja
mengubah warisan sifat seseorang yang baik semata-mata karena ia berada dalam asuhan
lingkungan tersebut.
13
3. Tidak ada satupun karakteristik atau perilaku yang tidak ditentukan bersama oleh faktor
lingkungan dan faktor keturunan. Lingkungan dan keturunan berinteraksi dalam
mempengaruhi perilaku. Dengan kata lain, hereditas menentukan apa yang dapat
dilakukan oleh individu sedangkan lingkungan menentukan apa yang akan dilakukan oleh
individu.
4. Faktor lingkungan tampak kurang berperan dalam membentuk karakteristik fisik. Tapi
cenderung lebih berperan dalam membentuk karakteristik dan kepribadian.
14
PENGGALAN II
TUGAS PERKEMBANGAN MASA KANAK-KANAK AWAL
I. Pokok Bahasan
: Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian masa kanak-kanak awal
2. Ciri-ciri masa kanak-kanak awal
3. Tahap-tahap perkembangan individu masa kanak-kanak awal
4. Tugas-tugas perkembangan individu masa kanak-kanak awal
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan II berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian masa kanak-kanak awal
2. Mampu mendiskripsikan tahap-tahap perkembangan individu masa kanak-kanak
awal
3. Memahami karakteristik faktor-faktor penentu pembentukan kepribadian individu
masa kanak-kanak awal
4. Mampu mengaplikasikan
tugas-tugas perkembangan individu masa kanak-kanak
awal dalam kehidupan sehari-hari
IV. Uraian Materi
Pada umumnya orang berpendapat bahwa,masa kanak-kanak merupakan masa yang
panjang dalam rentang kehidupan. Dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada
orang lain. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh
ketergantungan, yakni kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual kira-kira
13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.
Dalam rentang waktu yang panjang ini, para ahli psikologi sering melakukan
pengkatagorian sesuai dengan rentang usia antara fase atau masa kanak-kanak awal dan masa
kanak-kanak akhir. Garis pemisah antara masa kanak-kanak awal dan masa kanak-kanak
akhir dilakukan dengan alasan; pertama pemisahan ini khususnya digunakan untuk anakanak yang sebelum mencapai usia wajib belajar hendaknya diperlakukan sangat berbeda dari
anak-anak yang sudah masuk sekolah. Kedua, pemisahan yang begitu dianggap penting
karena antara awal dan akhir masa kanak-kanak terjadi dalam rentang usia yang cukup
panjang sehingga banyak tahap-tahap dan proses perkembangan anak tidak lagi hanya
15
sekedar sebagai aspek-aspek yang berkelanjutan dan tumpang tindih melainkan telah banyak
terjadi perbedaan perkembangan yang dialami individu antara awal dan akhir masa kanakkanak.
A. Pengertian Masa Kanak-kanak Awal
Masa kanak-kanak awal adalah masa yang berlangsung setelah masa bayi, jika ditinjau
dari rentangan usia maka masa kanak-kanak awal berlangsung sekitar usia 2 – 6 tahun.
Beberapa ketrampilan anak pada masa bayi berkelanjutan pada usia ini yaitu dengan
medan yang lebih luas, dan yang paling menonjol dalam perkembangan anak adalah anak
mulai belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang diluar lingkungan
rumah, terutama dengan anak-anak yang sebaya. Bagi anak-anak yang mengikuti pendidikan
pra-sekolah, misalnya teman kelompok bermain (play group), pendidikan Taman Kanakkanak, dan lainnya biasanya mempunyai sejumlah besar hubungan sosial yang telah
ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Alasannya adalah mereka dipersiapkan
secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok dibandingkan
dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.
B. Ciri-ciri Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Awal
Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak awal merupakan masa
yang terpanjang dalam rentang kehidupan saat dimana individu relatif tidak berdaya dan
tergantung pada orang lain. Bagi kebanyakan anak (young children) dalam uraian selanjutnya
digunakan kata ‘’anak-anak’’ yang menunjuk pada pengertian anak yang masih kanak-kanak.
Masa kanak-kanak sering kali dianggap tidak ada akhirnya sewaktu mereka tidak sabar
menunggu saat yang didambakan yakni pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan
anak-anak lagi melainkan “orang-orang dewasa”. Masa kanak-kanak dimulai setelah
melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat
anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria. Setelah
anak matang secara seksual maka itu disebaut remaja.
Selama periode yang panjang ini secara kasar 11 tahun wanita dan 12 tahun untuk pria
terjadilah sejumlah perubahan yang mencolok, baik secara fisik maupun psikologis. Karena
tekanan budaya dan harapan untuk menguasai hal-hal tertentu pada usia tertentu itu berbeda
dari pada usia yang lain, maka anak pada awal masa kanak-kanak agak berbeda dengan anak
pada akhir pariode ini.
16
Pada saat ini, secara luas diketahui bahwa masa kanak-kanak harus dibagi lagi menjadi
dua periode yang berbeda awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal berlangsung
dari umur dua sampai enam tahun dan periode akhir dari enam sampai tiba saatnya anak
matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak awaldimulai sebagai
penutup masa bayi usia dimana ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan
tumbuhnya kemandirian dan berakhir disekitar usia masuk sekolah dasar.
Garis pemisah antara awal dan akhir masa kanak-kanak penting karena dua alasan
berikut. Pertama, pemisahan ini khususnya digunakan untuk anak-anak yang belum usia
wajib belajar diperlakukan sangat berbeda dari anak yang sudah masuk sekolah. Perlakuan
yang diterima anak-anak dan harapan kelompok sosial yang mempengaruhi perlakuan apa
yang akan diberikan menentukan dimana garis pemisah itu harus ditegaskan. Kedua
mengapa begitu penting garis pemisah antara awal dan akhir masa kanak-kanak pada usia 6
tahun itu adalah efek dari faktor-faktor sosial, bukan oleh faktor-faktor fisik. Relatif hanya
terdapat sedikit perbedaan dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak-anak antara
sebelum dan sesudah 6 tahun. Misalnya, anak-anak usia lima tahun tidak berbeda secara
nyata dengan mereka yang berusia tujuhh tahun.
Sebaliknya dalam kebudayaan yang secara hukum menuntut bahwa anak-anak harus
mulai mengikuti pendidikan formal pada usia 6 tahun, tekanan dan harapan sosial memegang
peranan penting dalam menentukan perbedaan antara anak-anak yang belum dan yang sudah
tiba masanya memasuki pendidikan sekolah. Kalau usia formal sekolah setahun sebelumnya
berarti garis pemisah antara awal dan akhir masa kanak-kanak adalah lima tahun, kalau
setahun sesudahnya, berarti garis pemisahnya 7 tahun.
Tekanan dan harapan baru yang mengikuti usia formal sekolah menyebabkan
perubahan pola perilaku, minat, dan nilai. Akibatnya anak-anak menjadi manusia yang
berbeda dari sebelumnya. Perbedaan ini menyangkut aspek psikologis, bukan fisik, sehingga
pemisah dalam rentang usia yang panjang ini menjadi dua bagian yakni masa awal dan akhir
kanak-kanak dapat dibenarkan.
Bagi para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk
menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan psikologis anak selama tahun-tahun
pertama masa kanak-kanak awal. Sebutan yang banyak digunakan adalah usia kelompok
dimana anak-anak mempelajari dasar-dasar prilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan
sosial. Perkembangan utama yang terjadi selama masa awal kanak-kanak berkisar diseputar
penguasaan dan pengendalian lingkungan, banyak ahli psikologi melabelkan masa kanakkanak awal sebagai usia menjelajah atau bereksplorasi. Salah satu cara yang umum dalam
17
mejelajahi lingkungan adalah dengan bertanya. Jadi periode ini sering disebut dengan usia
bertanya. Yang paling menonjol dalam periode ini adalah meniru pembicaraan dan tindakan
orang lain oleh karena itu, periode ini dikenal sebagai usia meniru.
Berdasarkan label yang diberikan oleh para orang tua, pendidik, dan para ahli psikologi
maka ciri-ciri masa kanak-kanak awal dapat didiskripsikan dalam beberapa bentuk perilaku
yang menonjol diantaranya adalah: (1) sebagai usia pembentukan perilaku melalui
pembiasaan, (2) sebagai masa persiapan pembentukan keterampilan fisik atau motorik baik
motorik halus maupun motorik kasar untuk memasuki masa sekolah formal, (3) sebagai masa
pembentukan kesiapan dan kematangan anak melalui dukungan lingkungan, untuk
mempersiapkan anak secara mental memasuki konsep logika, symbol komunikasi yang luas
agar anak siap memasuki masa sekolah formal, (4) sebagai masa persiapan pebentukan dasardasar perilaku social, (5) sebagai masa eksplorasi atau masa menjelajah melalui
keingintahuannya terhadap lingkungan sekitar baik melalui pengamatan langsung maupun
melalui bertanya, (6) sebagai masa munculnya dorongan untuk keluar dari rumah dan
memasuki kelompok.
Semua anak khususnya anak TK menampakkan kesenangan belajar dan bahkan mereka
ingin mempelajari banyak hal. Dorongan ingin tahu mereka yang sangat tinggi dapat dilihat
dari keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan. Mereka senang membuat bermacammacam alat permainan dan belajar apa saja yang mereka lihat dan ketahui. Mereka cenderung
meniru dan mencoba apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui itu. Mereka
memiliki minat yang luas dan cita-cita yang banyak, Walaupun mereka belum menyadari
bahwa untuk mengembangkan minat dan mencapai cita-cita itu perlu belajar dengan tekun,
bekerja keras dan keberanian untuk menghadapi tantangan. Mereka juga belum memahami
perlunya memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kepribadian yang sesuai dengan
tuntutan cita-cita mereka. Bahwa anak-anak menyenangi belajar, kita ketahui pula dari
pendapat Hechinger (Soepartinah, P. S, 1981) sebagai berikut:”All children can learn; and
afte want to learn –much more, much sooner”. Dari pernyataan tersebut dapat menambahkan
keyakinan diri bahwa sebenarnya anak-anak dapat dan ingin belajar, dan lebih dari itu,
mereka ingin belajar sebanyak-banyaknya dan sesegera mungkin.
1. Bahwa anak seusia TK ingin dan mau belajar, dapat kita ketahui pula dari tingkah laku
murid-murid baru pada umumnya. Pada hari pertama masuk sekolah mereka telah
membawa perlengkapan belajar. Bagi anak kegunaan bersekolah adalah untuk:
18
2. Mengembangkan semua kodrat yang dimilikinya sebagai individu, sehingga
memperoleh keterampilan intelektual, emosional, dan sosial, sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
3. Membentuk keyakinan bahwa kesuksesan yang dimiliki seseorang ditentukan oleh kerja
keras, sehingga mampu berprestasi di atas potensi dasar yang dimilikinya.
4. Membentuk kebiasaan untuk mandiri tanpa tergantung pada orang tua.
5. Membentuk kesan yang menyenangkan dalam kelas.
C. Aspek-aspek Perkembangan Individu pada Masa Kanak-kanak Awal
Beberapa aspek yang mencolok berkembang pada masa kanak-kanak awal adalah:
perkembangan fisik, perkembangan kognisi, perkembangan bahasa, perkembangan bermain,
perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik
Masa kanak-kanak merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang meskipun
dari beberapa hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara anak dari
kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung memperoleh gizi dan perawatan
yang lebih baik sebelum dan sesudah kelahiran dibandingkan dengan anak-anak dari
kelompok ekonomi rendah. Oleh karena itu, perkembangan tinggi, berat dan otot-otot
badan cenderung lebih baik bagi anak-anak dari kelompok ekonomi tinggi.
Beberapa pertumbuhan fisik dapat diuraikan sebagai berikut: (1) tinggi,
Pertumbuhan tinggi badan setiap tahunnya rata-rata tiga inci. Pada usia 6 tahun tinggi
anak rata-rata 46,6 inci, (2) berat, Pertambahan berat badan setiap tahunnya rata-rata 3-5
pon, (3) Perbandingan tubuh, Perbandingan tubuh sangat berubah dan “penampilan bayi”
tidak tampak lagi, (4) Postur tubuh, Perbedaan postur tubuh untuk pertama kali tampak
jelas dalam awal kanak-kanak ada yang posturnya gemuk lembek atau endomorfik, ada
yang kuat berotot dan metomorfik dan ada lagi yang relatif kurus atau ektomorfrik, (5)
Tulang dan otot, (6) Otot menjadi lebih besar, lebih kuat dan lebih berat sehingga anak
tampak lebih kurus meskipun beratnya bertambah, (7) Lemak, anak-anak yang cenderung
bertubuh endomorfik lebih banyak jaringan lemaknya daripada jaringan otot : yang
cenderung metomorfik mempunyai jaringan otot lebih banyak daripada jaringan lemak;
dan yang bertubuh ektomorfik mempunyai otot-otot yang kecil dan sedikit jaringan
lemak, (8) Gigi, selama 4-6 bulan pertama dari awal masa kanak-kanak (sekitar usia 2,5
tahun), empat gigi bayi yang terakhir geraham belakang muncul. Selama setengah tahun
19
terakhir (sekitar usia 5,5 tahun) gigi bayi mulai tanggal digantikan oleh gigi tetap. Yang
mula-mula lepas adalah gigi bayi yang pertama kali tumbuh yaitu gigi seri tengah.
Beberapa perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal sebagai berikut:
a. Kebiasaan Fisiologis
Kebiasaan fisiologis yang dasarnya sudah diletakkan pada masa bayi menjadi
semakin baik. Tidak perlu lagi disediakan makanan khusus dan anak belajar makan pada
waktu-waktu tertentu. Namun nafsu makan anak-anak tidak sebesar seperti pada masa
bayi. Karena tingkat pertumbuhan telah menurun dan sebagian karena ia mulai
mengembangkan jenis makanan yang disukai dan yang tidak disukai. Jumlah tidur yang
dibutuhkan sehari-hari berbeda, tergantung pada berbagai faktor tertentu seperi,
banyaknya latihan di siang hari dan macam kegiatan yang dilakukan. Pengendalian
pembuangan kotoran telah dikuasai pada masa akhir bayi. Pada usia tiga tahun atau empat
tahun anak sudah harus dapat mengendalikan kantung kemih pada malam hari. Sehingga
sekalipun merasa lelah dan mengalami ketegangan emosi anak-anak akan tetap tidak
mengompol.
b. Keterampilan Pada Masa Kanak-kanak Awal
Masa kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari keterampilan
tertentu. Hal ini dikatakan demikian, dengan alasan bahwa; pertama, anak sedang
mengulang-ulang dan karenanya senang hati mau mengulang suatu aktivitas sampai
mereka terampil melakukannya. Kedua, anak-anak bersifat pemberani sehingga tidak
terhambat oleh rasa takut kalau dirinya mengalami sakit atau diejek teman-temannya
sebagaimana ditakuti anak yang lebih besar. Ketiga, anak usia ini mudah dan cepat
belajar karena tubuh mereka masih sangat lentur dan keterampilan yang dimiliki baru
sedikit. Masa anak-anak awal dapat dianggap sebagai “saat belajar” untuk belajar
keterampilan, sehingga anak harus diberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan
tertentu.
c. Keterampilan Khusus Masa Kanak-kanak Awal
Keterampilan yang dipelajari masa ini tergantung dari kesiapan, kematangan, dan
terutama kesempatan yang diberikan untuk mempelajari dan bimbingan yang diperoleh
dalam menguasai keterampilan. Terdapat perbedaan seks dalam jenis keterampilan yang
dipelajari anak-anak. Misalnya anak laki-laki sering didorong untuk belajar bermain bola,
sebagaimana anak perempuan didorong untuk mempelajari keterampilan yang
berhubungan dengan perawatan rumah tangga. Dengan kesempatan yang diberikan oleh
lingkungan sering anak laki-laki perkembangan motorik kasar mereka lebih dominan
20
sedangkan anak perempuan motorik halusnya lebih dominan berkembang. Berdasarkan
steriotipy yang terjadi di masyarakat agaknya kurang mendukung jika hal tersebut masih
dipertahankan pada masa kini. Hal ini dikatakan demikian karena pada masa kanak-kanak
awal pembentukan dasar pengembangan motorik kasar maupun motorik halus baik bagi
anak laki-laki maupun bagi anak perempuan sebenarnya sama pentingnya. Untuk hal itu
bagi orang tua dan para pendidik akan lebih baik jika memahami tugas-tugas
perkembangan anak masa ini.
Keterampilan umum yang penting dipelajari oleh anak masa kanak-kanak awal
dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu keterampilan tangan dan keterampilan
kaki.
1) Keterampilan tangan, keterampilan makan dan berpakaian sediri yang dimulai pada
masa bayi disempurnakan dalam awal masa kanak-kanak kemajuan terbesar dalam
keterampilan berpakaian umumnya antara usia 1,5 dan 3,5 tahun. Menyisir rambut
dan mandi merupakan keterampilan yang mudah dilakukan dalam periode ini. Masa
kanak-kanak awal dapat dianggap sebagai periode kritis dalam menentukan pilihan
penggunaan tangan. Karena selama periode ini, anak-anak sampai tingkat tertentu
meninggalkan kecenderungan untuk mengartikan penggunaan tangan yang satu
dengan menggunakan tangan yang lain dan mulai memusatkan keterampilan satu
tangan dan tangan yang lain sebagai tangan pembantu. Misalnya, kalau anak kelas
satu bertanya mengalami kesulitan dalam menggunakan tangan kirinya ketika ia
berusaha meniru guru yang menulis dengan tangan kanan dipapan tulis, maka ia dapat
berganti dengan menggunakan tangan kanan sebagai tangan yang dominan kalau
motivasinya cukup kuat. Para guru dan pengasuhnya dianjurkan untuk mendorong
anak menggunakan tangan kanan dan diharapkan untuk mengajarkan. Keterampilan
tangan baru sedemikian rupa sehingga anak yang cakap menggunakan kedua
tangannya, banyak keterampilan tangan yang dipelajari anak-anak tidak dapat
dilakukan dengan satu tangan, maka kedua tangan harus dilatih untuk melaksanakan
keterampilan.
2) Keterampilan kaki, sekali anak-anak dapat berjalan ia mengalihkan perhatian untuk
mempelajari gerakan-gerakan yang menggunakan kaki. Pada usia 5 tahun, atau 6
tahun ia belajar melompat dan berlari cepat. Keterampilan kaki lain yang dikuasai
anak-anak adalah lompat tali keseimbangan tubuh dalam berjalan di atas
dinding/papan titian atau pagar, sepatu roda, bermain sepatu es dan menari.
21
2. Perkembangan Kognisi
Untuk dapat berkomuikasi dengan orang-orang lain, anak harus mengerti apa yang
dikatakan orang lain, kalau tidak dapat dimengerti orang lain pembicaraan tidak
berhubungan dengan apa yang dikatakan orang lain dan ini akan merusak kontak
sosialnya. Kemampuan mengerti sangat dipengaruhi cara anak mendengarkan apa yang
dikatakan kepadanya, mendengarkan radio dan televisi ternyata sangat membantu karena
mendorong anak unuk mendengarkan dengan penuh perhatian.
Menurut Piaget pada masa kanak-kanak awal anak telah berada pada tahap berpikir
pra-oprasional, suatu tahap yang berlangsung sekitar usia 2 tahun
sampai 7 tahun.
Perilaku anak pada masa ini adalah senang menjelajah lingkungan karena bertambah
besarnya koordinasi dan pengendalian motorik dan dengan meningkatnya kemampuan
untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, maka
pengertian anak tentang orang, benda dan situasi meningkat dengan pesat. Hal ini tampak
pada beberapa perkembangan pemahaman konsep yang dialami anak sebagai berikut:
a. Kategori Konsep yang Umum
Anak-anak mengembangkan banyak konsep yang sama karena adanya pengalaman
belajar yang sama. Misalnya seorang anak yang pernah pergi ke negara-negara lain akan
mengembangkan konsep tentang manusia dan pola kehidupan yang berbeda dengan anak
yang pengalamannya lebih terbatas. Untuk mengembangkan konsep yang sama dengan
konsep teman sebayanya tentang keturunan dan kelahiran, kalau mereka mengikuti
pendidikan tentang kesehatan dan seks disekolah.
b. Kategori Konsep Umum yang Berkembang Selama Masa Kanak- kanak Awal
1) Kehidupan
Anak-anak cenderung memberikan sifat yang hidup kepada benda mati seperti
boneka hewan. Orang dewasa hendaknya mendorong hal ini dengan menunjukkan
persamaan antara benda hidup dengan benda mati.
2) Kematian
Anak-anak cenderung menghubungkan kematian dengan sesuatu yang pergi
tetapi biasanya tidak dapat mengerti apa makna kematian.
3) Fungsi Tubuh
Anak-anak mempunyai konsep mengenai fungsi tubuh dan kelahiran yang
kurang tepat. Hal ini berlaku sampai anak sekolah.
4) Ruang
22
Anak usia 4 tahun dapat menaksir jarak yang dekat secara tepat tetapi
kemampuan untuk menaksir jarak yang jauh belum berkembang sampai masa kanakkanak akhir.
5) Berat
Anak-anak belajar bahwa benda-benda yang berbeda mempunyai berat yang
berbeda. Anak memperkirakan berat benda sesuai dengan besarnya benda.
6) Bilangan
Anak-anak yang mengikuti taman kanak-kanak biasanya mengerti bilangan
sampai lima. Konsep menegnai bilangan dari atas 5 masih sangat samar-samar.
7) Waktu
Anak-anak belum mengerti tentang lamanya waktu. Kebanyakan anak usia 4
atau 5 tahun mengerti hari dalam satu minggu dan pada usai 6 tahun mengerti tentang
bulan, tahun, dan musim.
8) Diri sendiri
Konsep diri mulai mencakup fakta mengenai kemampuan untuk mengetahui
kelengkapan dirinya. Pada usia 3 tahun kebanyakan anak mengerti jenis kelamin,
nama lengkap dan nama anggota tubuhnya.
9) Kesadaran sosial
Sebelum awal masa kanak-kanak berakhir kebanyakan anak-anak dapat
membentuk pendapat tentang orang lain, apakah seorang itu baik atau jahat, pandai
atau bodoh.
10) Keindahan
Kebanyakan anak masa ini lebih menyukai nada yang pasti dan ia senang
bentuk-bentuk yang sederhana, warna yang cerah dan mencolok.
11) Kelucuan
Yang sering dianggap lucu adalah wajah-wajah lucu yang dibuatnya sendiri atau
orang lain.
3. Perkembangan Bahasa
Pada saat anak-anak berusia dua tahun, kebanyakan bentuk-bentuk komunikasi
prabicara yang tadinya sangat bermanfaat dalam masa bayi telah ditinggalkan. Anak-anak
tidak lagi mengoceh dan tangis mereka sudah sangat berkurang. Hal ini disebabkan
karena dua hal. Pertama, belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi.
Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah
mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok daripada
23
anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas. Kedua belajar berbicara merupakan
sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan
keinginan dan kebutuhannya, atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain
cenderung diperlukan sebagai bayi dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang
diinginkan. Anak-anak harus menguasai dua tugas pokok yang merupakan unsur penting
dalam belajar berbicara yaitu : Pertama, mereka harus meningkatkan kemampuan untuk
mengerti apa yang dikatakan
orang lain. Kedua, mereka harus meningkatkan
kemampuan bicaranya sehingga dapat dimengerti orang lain.
Perkembangan kemampuan berbicara pada masa kanak-kanak umumnya merupakan
saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu
menambah kosa-kata, menguasai pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata
menjadi kalimat.
a. Menambah kosa-kata
Kosa kata anak-anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti
baru untuk kata-kata lama. Dalam menambah kosa kata anak-anak mudah belajar katakata yang umum seperti “Baik dan Buruk, memberi dan menerima dan juga banyak katakata dengan penggunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama orang.
1) Kosa kata etiket
Pada masa pra sekolah anak sudah dapat dilatih baik di rumah maupun di sekolah
untuk menggunakan kata-kata seperti “minta tolong “dan “terimakasih”. Kosa kata ini
mengandung arti kosa kata etiket yang umum digunakan oleh orang dewasa dalam
lingkungan Keluarganya, Taman Penitipan, Sekolah, dan Masyarakat. Selanjutnya
silahkan pembaca/pendidik implementasikan contoh-contoh kosa kata etiket yang lain
dalam mengembangkan kosa kata etiket pada anak-anak.
2) Kosa kata warna
Anak belajar nama semua warna yang umum dan warna yang tidak terlampau
umum dipelajari sesuai dengan tingkat usia perkembanganya. Bagi anak-anak pra
sekolah biasanya sudah mampu mengenal warna-warna dasar antara lain: merah,
kuning, putih, biru. Kemudian penguasaan kosa kata warna akan semakin bertambah
sejalan dengan bertambahnya usia perkembangan anak. Kecakapan ini antara lain dapat
diperoleh melalui pendidikan formal, misalnya dalam bidang kesenian (Contoh: dengan
menghayati lagu Pelangi-pelangi, Lihat Kebunku, dan yang lain). Perhatikan lirik
lagu Pelangi-pelangi berikut!
Pelangi pelangi alangkah indahmu
24
Merah, kuning, hijau di langit yang biru
Pelukismu agung, siapa gerangan
Pelangi pelangi ciptaan Tuhan
Implementasi lagu pelangi-pelangi terhadap penguasaan kosa kata warna adalah
anak mampu menguasai kata-kata warna ”merah, kuning, hijau dan biru”.
Selanjutnya, silahkan para pembaca/pendidik menambahkan dengan contoh-contoh
lagu-lagu atau puisi serta cerita yang dapat menambah kosa kata warna yang lain pada
anak!
3) Kosa kata bilangan
Dari pelajaran berhitung di sekolah anak belajar nama dan arti bilangan. Bagi anak
usia pra sekolah penguasaan kosa kata bilangan biasanya dikenalkan oleh para guru
melalui kegiatan bermain maupun bernyanyi. Misalnya dengan menyimak lagu Satusatu Aku Sayang Ibu, diharapkan para guru dapat mengisi pemahaman anak secara
pelan-pelan sehingga anak mampu memperoleh kecakapan mengenai kosa kata
bilangan tersebut. Perhatikan lirik lagu berikut.
Satu-satu aku sayang ibu
Dua-dua juga sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya
Lagu tersebut di atas dapat menambah kosa kata anak mengenai bilangan, yaitu,
bilangan satu, dua dan tiga. Selanjutnya silahkan tambahkan dengan contoh-contoh
lagu, syair, ataupun cerita yang dapat menambah kosa kata bilangan yang lain pada
anak TK!
4) Kosa kata uang
Baik di rumah atau di sekolah, anak yang lebih besar belajar mengenal berbagai
macam uang logam dan ia mengerti nilai dari berbagai satuan uang kertas. Bagi anak
pra sekolah kecakapan ini dapat diberikan melalui permainan Pasar-pasaran dengan
menggunakan alat peraga uang tiruan (photo copy uang). Pada permainan itu, disiapkan
berbagai barang yang dapat diperjual belikan di pasar dengan masing-masing barang
diberikan harga, misalnya, harga pensil Rp 2.000-,, harga cokelat Rp 200-, dan
sebagainya. Dalam kegiatan itu anak akan mendapatkan penambahan kosa kata tentang
satuan uang serta mengerti tentang nilai setiap mata uang. Selanjutnya silahkan
tambahkan dengan contoh-contoh kegiatan kosa kata uang yang lain!
25
5) Kosa kata waktu
Kosa kata waktu dari anak yang lebih besar sama dengan kosa kata waktu dari
orang-orang dewasa dengan siapa ia berhubungan, walaupun pengertiannya tentang
kata-kata waktu kadang-kadang tidak tepat. Akan tetapi bagi anak usia pra sekolah
menanamkan kosa kata waktu memang tidaklah gampang. Dengan karakteristik sifat
anak yang egosentris penanaman akan penguasaan kosa kata waktu bisa dimulai dari
kegiatan diri sendiri (misalnya bangun tidur dipagi hari, pulang sekolah disiang hari,
bermain/ nonton TV disore hari, dan mau tidur/istirahat bersama anggota keluarga
lainnya
dimalan
hari).
Penambahan
kosa
kata
waktu
pada
anak,
dapat
diimplementasikan dalam lagu-lagu yang mengandung kosa kata waktu, seperti lagu:
Pok Amik-amik, dsb. Perhatikan lirik lagu berikut!
Pok amik amik
Belalang kupu-kupu
Siang makan nasi kalau malam mimik susu
Pada lagu tersebut di atas mengandung kata-kata siang, dan malam, selanjutnya
silahkan tambahkan dengan contoh-contoh lagu, cerita, syair yang dapat menambah
kosa kata waktu yang lain pada anak!
b. Pengucapan kata-kata
Anak-anak sulit mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti huruf
mati z, w, d, s dan g dan kombinasi huruf mati, St, STR, Dr, Fl, mendengarkan radio dan
televisi dapat membantu belajar mengucapkan kata-kata secara benar. Anak belajar katakata populer dan kata-kata makian dari anak-anak yang lebih besar di lingkungan
tetangga. Dengan menggunakan kata kata tersebut anak merasa “dewasa’ dan mereka
segera mengetahui bahwa penggunaan kata kata tersebut mempunyai nilai perhatian yang
lebih besar. Seperti kata populer ”ya iya lah, masak ya, ya dong” dan kata-kata populer
lainnya. Selanjutnya kata makian yang sering muncul pada anak-anak ”bego loh”.
Khusus mengenai kata-kata makian, guru di TK mengupayakan agar anak-anak
mengetahui bahwa arti dari kata makian tersebut dapat membuat orang lain tersinggung,
sedih dsb, hal tersebut dapat dituangkan dalam suatu ide cerita, lagu, syair dsb. Seperti
contoh: cerita anak yang suka mengumpat, dsb. Silahkan cari contoh kata-kata populer
dan kata-kata makian yang sering diucapkan anak usia 3-4 tahun dan tuangkan dalam
bentuk lagu, atau cerita, dsb.
26
c. Membentuk kalimat
Kalimat biasanya terdiri dari 3 atau 4 kata sudah mulai disuun oleh anak usia 2
tahun dan biasanya oleh anak usia 3 tahun. Kalimat ini banyak yang tidak lengkap
terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata depan dan kata penghubung.
Sesudah usia 3 tahun, anak membentuk kalimat yang terdiri dari 6-4 kata. Anak usia 4-6
tahun harus sudah menguasai hampir semua jenis struktur kalimat.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya anak berbicara
diantaranya adalah: inteligensi, jenis disiplin, posisi urutan kelahiran, besarnya keluarga,
status sosial ekonomi, status ras, berbahasa dua, dan penggolongan peran seks.
4. Perkembangan Sosial
Masa kanak-kanak awal sering disebut masa pra kelompok. Karena dasar untuk
sosialisasi diletakkan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman
sebayanya dari tahun ke tahun. Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya
kesempatan untuk berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan
hubungan sosial sebelumnya.
Bentuk atau pola sosialisasi awal ini dikenal sebagai bermain sejajar yaitu bermain
sendiri, tidak bermain dengan anak-anak lain. Meskipun terjadi kontak, maka akan terjadi
sebuah perkelahian bukan sebuah kerja sama. Perkembangan berikutnya adalah bermain
asosiatif. Dengan meningkatnya kontak sosial, maka anak akan terlibat dalam bermain
kooperatif, dimana anak akan menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi.
Bentuk perilaku sosial yang paling penting adalah penyesuaian sosial yang berhasil.
Pada masa kanak-kanak perilaku sosial anak mulai berkembang dalam medan yang lebih
luas. Oleh karena itu pada masa inilah dasar sikap sosial dan pola prilaku sosial dibentuk.
Ada beberapa kondisi yang dapat mendukung maupun menghambat pembentukan pola
perilaku sosial anak. Kondisi tersebut adalah:
a. Hubungan Anak dengan Keluarga Pada Masa Kanak-kanak Awal
Hubungan keluarga yang erat dapat berpengaruh lebih besar pada anak daripada
pengaruh-pengaruh sosial lainnya, sikap anak terhadap orang, benda-benda dan
kehidupan secara keseluruhan berpola pada kehidpan rumah, penyesuaian diri yang lebih
baik dengan orang-orang diluar rumah dari pada anak-anak dari suasana rumah yang lebih
atau otoriter. Anak sulung mempunyai penyesuaian sosial yang lebih baik daripada adikadiknya meskipun pribadinya belum tentu lebih baik pengaruh itu berasal dari kedekatan
hubungan anak dengan anggota keluarga tertentu. Misalnya, kalau anak merasa dekat
27
dengan salah satu orang tua maka ia akan meniru sikap, emosi dan pola perilaku tokoh
itu.
b. Hubungan Anak dengan Orangtua Pada Masa Kanak-kanak Awal
Hubungan orang tua anak yang mulai tahun kedua masa bayi berlangsung terus
selama masa kanak-kanak awal dan biasanya dalam tingkat yang lebih cepat, anak lebih
tergantung pada orang tua dalam hal perasaan aman dan kebahagiaan, maka hubungan
yang buruk dengan orang tua akan berakibat sangat buruk. Jika terjadi hubungan dengan
ibu yang lebih buruk karena kepada ibulah sebagian besar anak tergantung maka hal ini
merupakan masalah serius karena mengurangi perasaan aman, tetapi yang lebih parah
adalah bila hubungan itu terputus akibat kematian atau perceraian.
c. Hubungan Anak dengan Saudara Pada Masa Kanak-kanak Awal
Hubungan yang menyenangkan antara bayi dengan saudara-saudaranya dalam tahun
kehidupan kedua dan pada saat bayi, sering kali mengalami pergeseran. Walaupun tidak
semua hubungan dengan saudara bersifat bertentangan dan kalaupun terjadi pergesekan
hanyalah sesekali saja. Misalnya dari saudara-saudaranya anak belajar menilai
perilakunya sendiri sebagaimana orang-orang lain pertengkaran antara saudara
memberikan pengalaman belajar yang berharga bagi anak. Dari pertengkaran ini anak
menemukan bahwa anak-anak lain ada yang mau dan ada yang tidak mau memberikan
toleransi dan anak belajar bagaimana menjadi seorang ksatria yang telah dan juga menjadi
seorang pemenang yang baik.
5. Perkembangan Bermain Pada Masa Kanak-kanak Awal
Masa kanak-kanak awal sering disebut sebagai tahap bermain, karena dalam periode
ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Banyak orang menganggap
permainan anak sebagai pembuangan waktu dan merasa bahwa waktu lebih baik
digunakan untuk mempelajari sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan diri
menghadapi kehidupan dewasa. Sebaliknya, Bruner mengatakan bahwa bermain dalam
masa kanak-kanak adalah “kegiatan yang serius”, yang merupakan bagian penting dalam
perkembangan tahun pertama masa kanak-kanak.
Bermain dengan mainan merupakan bentuk yang dominan. Minat bermain dengan
mainan mulai agak berkurang pada akhir awal masa kanak-kanak pada saat anak tidak
lagi dapat membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat-sifat hidup seperti yang
dikhayalkan sebelumnya. Bermain dengan mainan yang umumnya bersifat bermain
sendiri, tidak lagi menyenangkan.
28
Kecenderungan minat bermain anak-anak mengikuti suatu pola yang sangat
dipengaruhi oleh kematangan dalam bentuk permainan tertentu oleh lingkungan dimana
dia dibesarkan. Misalnya anak yang sangat cerdas lebih menyukai permainan sandiwara,
kegiatan-kegiatan kreatif, dan buku-buku yang memberikan informasi daripada yang
bersifat hiburan. Selain itu banyaknya alat bermain yang dimiliki dan banyaknya ruangan
untuk bermain juga dapat mempengaruhi pola bermain anak.
Ada beberapa bentuk permainan yang diminati oleh anak pada masa kanak-kanak,
seperti:
a. Bermain Drama atau Dramatisasi
Sekitar usia tiga tahun dramatisasi terdiri dari permainan dengan meniru
pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak-anak bermain pura-pura dengan temantemannya seperti misalnya: bermain pasar-pasaran, bermain sekolah-sekolahan antara
menjadi guru dengan murid.
b. Bermain Konstruksi
Konstruksi yang dapat dibuat merupakan tiruan dari apa yang dilihatnya dalam
kehidupan sehari-hari atau dari televisi. Anak-anak membuatnya dengan balok-balok,
pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting, crayon dan yang lain-lainnya.
c. Permainan
Tahun keempat anak mulai lebih menyukai permainan yang dimainkan bersama
teman-teman sebaya daripada dengan orang-orang dewasa.
d. Bermain Visual dan Audio
Anak-anak saat ini sangat menikmati waktu bermainnya dengan menonton film
kartun, film tentang binatang, hanya sedikit berkembang minat bermain dengan
mendengarkan radio.
Beberapa teori tentang permainan anak yang diungkapkan oleh para ahli sebagai
berikut:
1. Teori latihan
Menurut Groos permainan harus dipandang sebagai latihan fungsi-fungsi yang
sangat penting dalam kehidupan dewasa nanti. Oleh karenanya “bermain peranan”
seorang gadis kecil dengan bonekanya merupakan latihan bagi peranannya dikemudian
sebagai seorang ibu.
2.
Teori rekapitulasi
Hal yang banyak mendasarkan teorinya pada Rousseau dan Darwin, memandang
permainan berdasarkan teori rekapitulasi, yaitu permainan dianggap sebagai ulangan
29
bentuk-bentuk aktivitas yang dalam perkembangan jenis manusia pernah memegang
peranan yang dominan. Menurut Hall permainan dikatakan merupakan sisa-sisa periode
perkembangan manusia waktu dulu tetapi yang sekarang perlu sebagai stadium transisi
dalam perkembangan individu.
a. Schaller berpendapat bahwa permainan memberikan kelonggaran sesudah orang
melakukan tugasnya dan sekaligus mempunyai sifat membersihkan.
b. Spancer menandaskan bahwa permainan merupakan kemungkinan penyaluran bagi
manusia untuk melepaskan sisa-sisa energinya.
Perilaku bermain anak menurut para ahli dapat dikalsifikasikan menjadi beberapa
bentuk-bentuk permainan yang sering dikenal dikalangan anak-anak TK. Sesuai dengan
pandangan beberapa ahli bentuk-bentuk permainan pada anak TK adalah seperti berikut:
Menurut Buhler, bentuk-bentuk permainan pada anak TK meliputi; (1) permainan
gerak dan permainan fungsi (dari lahir sampai kurang lebih umurtigatahun), (2)
permainan peranan, permainan fantasi dan permainan fiksi (terutama antara usia 2 dan 5
tahun) : semua aktivitas mempunyai sifat “ seakan-akan”, (3) permainan reseftif (ada
sesudah tahun ke 2; tidak ada puncak yang terkait pada usia tertentu) terbuka untuk dan
dapat meresapkan kesan-kesan baru, dan (4) permainan konstruksi (sudah ada mulai usia
2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun) : misalnya membuat sesuatu.
Menurut Piaget, bentuk-bentuk permainan pada anak TK meliputi: (1) permainan
latihan (terutama selama dua tahunpertama): latihan memperlakukan benda-benda untuk
mengerti sifat-sifatnya, memperluas pengetahuannya, (2) permainan simbolis (terutama
sesudah tahun kedua): banyak persamaan dengan permainan fiksi Buhler; anak belajar
untuk
menyesuaikan
kebtuhan-kebutuhannya
dan
keinginan-keinginannya
pada
kenyataan, dan (3) permainan aturan (terutama antara 7 dan 11 tahun): mengerti aturanaturan, yaitu aturan-aturan objektif lepas dari waktu dan orang-orang tertentu. Dipelajari
melalui aktifitas-aktifitas permainan.
Selanjutnya Menurut Caillois, bentuk-bentuk permainan pada anak TK meliputi: (1)
Agon (Yunani =Permainan kompetisi); setiap orang mempunyai kebutuhan untuk
menonjol dalam satu bidang tertentu, pertandingan memberikan kesempatan untuk hal ini,
(2) Alea (Latin=dadu) ; tidak tergantung kekuatan sendiri tetapi karena sifat kebetulan;
main judi: mengadu nasib dan ingin mengetahui, (3) Mimicry ( Yunani=menirukan) :
lepas
dari
diri
sendiri
dengan
menjadi
orang
lain,
berbuat
seakan-akan
melebihiketerbatasn sendiri, dan (4) Liin (Yunani=pusaran) ; permainan yang
mengandung bahaya dan resiko atau tantangan, misalnya autocross, naik gunung
30
(menakklukan puncak gunung). Selanjutnya Lewis (1979) mengemukakan bahwa untuk
mengembangkan perilaku bermain pada anak perlu untuk diperhatikan syarat-syarat
tertentu. Bagi perkembangan tahun-tahun perkembangan pertama, baik bagi manusia
maupun hewan, maka perlindungan dan stimulasi merupakan syarat yang mutlak. Hal ini
juga berlaku bagi perilaku. Biasanya ibulah yang memberikan perlindungan dan stimulasi
itu sehingga perilaku anak dapat berkembang.
Ibu merupakan suatu hal yang konstan maupun suatu hal yang bersifat variabel
(Lewis,1979). Pada hari pertama seorang ibu menciptakan suatu bentuk komunikasi
dengan anaknya yang dapat menimbulkan sifat-sifat ekspresif sebagai berikut: (1) suatu
roman permainan: Alis diangkat, mulut terbuka, mata membelalak lebar, Suatu ekspresi
keheranan, (2) suatu pandangan bermain: pandangan penuh kasih sayang sambil bicara
pada anaknya, (3) bunyi-bunyi: bunyi tinggi, bunyi hurup mati yang diperpanjang, bicara
lambat, (4) berbagi roman: Muka didekatkan atau dijauhkan, (5) waktu bermain: biasanya
sesudah makan atau sebelum makan anak ditidurkan, (6) ruang/kesempatan bermain:
dalam tempat tidur, di pangkuan ibu, dalam selendang, di dekat ibu.
Betuk komunikasi ini telah dibicarakan secara mendalam oleh Stern (19770). Ibu
dan anak sejak mula telah terlibat dalam saat-saat interaksi yang ditandai oleh saling
mengadakan aksi yang kontras. Aksi-aksi yang kontras tadi ditimbulkan oleh peran ibu
dan anak yang saling bertentangan. Pada mulanya bentuk-bentuk interaksi terbatas, makin
lama makin bertambah. Dalam interaksi tersebut ketegangan silih berganti dengan
kelonggaran. Suton Smith (1949) berpendapat bahwa interaksi ibu-anak ini merupakan
sumber fundamental permainan dengan aspek-aspek motivasional, kognitif dan
afektifnya. Permainan masa-masa yang akan datang, mempunyai hubungan yang
langsung dengan
aspek-aspek tersebut karena permainan baru timbul bila tercipta
suasana komunikasi yang aman dan bila dapat terjadi ketegangan dan kelonggaran karena
tindakan-tindakan yang bertentangan. Penelitian membuktikan bahwa banyaknya sikap
bermain orang pada umur-umur yang kemudian sangat dipengaruhi oleh sifat hubungan
ibu-anak ini, begitu pula oleh banyaknya variasi pada waktu menciptakan saat-saat
bermain itu.
Ciri-ciri struktural permainan yang bermacam-macam telah ada dalam interaksi ibuanak ini dan merupakan dasar permainan dikemudian hari, baik permainan seorang diri
maupun dengan anak-anak sebaya.
Disamping perlindungan dan stimulasi maka kesempatan untuk eksplorasi
merupakan persyaratan yang paling penting bagi permainan. Biasanya perilaku bermain
31
dimulai oleh penyelidikan terhadap sebuah benda atau suatu respon. Dalam ekplorasi itu
anak menginginkan jawaban terhadap pertanyaan:” apakah benda ini atau apakah orang
itu?” Bila perilaku menyelidiki ini telah menghasilkan pengertian-pengertian tertetu,
berubahlah perilaku anak dan pertanyaan yang timbul sekarang adalah :” apakah yang
dapat saya perbuat dengan benda atau orang itu?”
Lamanya mengadakan eksplorasi benda-benda dan sedikit banyak bersifat
stereotif,melalui alat-alat indera (auditif, visual dan taktil) akan diperoleh informasi
secara bersamaan. Penelitian membuktikan bahwa anak dan orang dewasa membutuhkan
jangka waktu tertentu untuk mengenal keadaan, objek-objek atau orang baru. Bila fase
eksplorasi untuk mendapatkan informasi ini tidak cukup waktunya, maka permainan juga
tidak akan dapat berkembang. Dalam keadaan sehari-hari dapat dilihat bahwa orang
dewasa maupun anak segera ingin mulai dengan bermain.
6. Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak menunjukkan kecenderungan yang
sangat kuat. Hal ini merupakan saat ketidak seimbangan karena anak mudah terbawa
ledakan-ledakan emosional sehingga sulit untuk dibimbing dan diarahkan. Kondisi ini
tampak mencolok pada anak-anak usia 2,5 sampai 3,5 dan 5,5 – 6,5 tahun. Emosi yang
tinggi banyak disebabkan oleh masalah psikologis daripada masalah fisiologis. Orang tua
hanya memperbolehkan untuk berbuat melakukan sesuatu dengan beberapa hal, padahal
dalam diri anak merasa mampu untuk melakukan
lebih banyak dan ia cenderung
menolak larangan orang tua.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kuat dan seringnya emosi dalam masa
kanak-kanak awal, terutama landasan amarah misalnya, mencapai puncak sekitar usia
empat tahun setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau lama dan berubah menjadi
merajuk, merenung. Faktor yang dimaksud adalah: model yang ditiru dilingkungannya,
keinginan anak yang sering tidak terpenuhi, dan kekecewaan-kekecewaan lain yang dapat
merangsang emosi anak menjadi tinggi, besarnya keluarga juga mempengaruhi sering dan
kuatnya rasa cemburu dan iri hati anak. Cemburu lebih umum pada keluarga kecil dengan
dua anak atau tiga anak dari pada keluarga besar. Lingkungan sosial rumah memainkan
peran yang penting dalam menimbulkan seringnya dan kuatnya rasa marah anak misalnya
ledakan amarah lebih banyak timbul dirumah bila ada banyak tamu atau ada lebih dari
dua orang dewasa.
Emosi yang umum pada masa kanak-kanak adalah sebagai berikut: amarah, takut,
cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.
32
Pola emosi yang umum pada masa awal kanak-kanak sama dengan pola pada akhir
masa kanak-kanak, adalah:
a. Amarah
Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan,
tidak tercapainya keinginan dan serangan yang hebat dari anak yang lain. Anak
mengungkap rasa marah dengan ledaakan amarah yang ditandai dengan berteriak,
menangis, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul.
b. Takut
Pembiasan, peniruan, dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan
berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar-gambar,
acara radio dan televisi, dan film-film dengan unsur yang menakutkan. Pada mulanya
reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik; kemudian menjadi lebih khusus seperti lari,
menghindar, bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan.
c. Cemburu
Anak menjadi cenburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih
kepada orang lain didalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Anak yang lebih muda
dapat mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka atau menunjukkannya dengan
kembali berperilaku seperti anak kecil, seperti mengompol, pura-pura sakit atau menjadi
nakal.
d. Ingin tahu
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, juga
mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi pertama adalah dalam bentuk
penjelajahan senso-motorik; kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, ia
bereaksi dengan gencarnya.
e. Iri hati
Anak-anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang
lain. Iri hati ini diungkapkan dengan bermacam-macam cara, yang paling umum adalah
mengeluh tentang barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki
barang seperti yang dimiliki orang lain, atau dengan mengambil benda-benda yang
menimbulkan iri hati.
f. Gembira
Anak-anak merasa gembira karena merasa sehat dan berhasil melakukan tugas yang
dianggap sulit. Anak mengungkapkan kegembiraan dengan tersenyum dan tertawa,
33
bertepuk tangan, melompat-lompat, atau memeluk benda atau orang lain yang
membuatnya bahagia.
g. Sedih
Anak-anak merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang dicintainya atau yang
dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti mainan.
Secara khas anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis dengan kehilangan
minat terhadap kegiatan normalnya termasuk makan.
h. Kasih sayang
Anak-anak
belajar
mencintai
seseorang,
binatang
atau
benda
yang
menyenangkannya. Ia mengucapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar tapi ketika
masih kecil anak menyatakannya secara fisik dengan memeluk, menepuk dan mencium
objek yang disayanginya. Bagaimanapun pola emosional umumnya dari akhir masa kanakkanak berbeda dari pola emosional awal masa kanak-kanak. Perbedaan tersebut tampak
dalam dua hal, sebagai berikut; pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi dan
kedua bentuk ungkapannya. Perubahan tersebut lebih merupakan akibat dari meluasnya
pengalaman dan belajarnya dari proses pematangan diri.
Selajalan bertambahnya usia anak emosi mereka akan berkembang dan terbentuk
dari pengalaman yang dapat dia amati dan ketahui tentang bagaimana anggapan orang lain
mengenai berbagai bentuk ungkapan emosional, termasuk dalam keinginan mengenai
berbagai bentuk ungkapan emosional yang ternyata secara sosial tidak diterima. Dengan
bertambahnya usia perkembangan anak, maka anak-anak mulai mengungkapkan amarah
dalam bentuk murung. Ledakan amarah menjadi jarang karena anak mengetahui bahwa
tindakan semacam ini dianggap merupakan perilaku bayi.
Sebagaimana adanya perbedaan dalam cara anak mengungkapkan emosi, ada juga
perbedaan dalam jenis situasi yang membangkitkan emosi. Anak yang lebih besar lebih
cepat marah kalau dihina dari pada anak yang lebih muda yang tidak sepenuhnya mengerti
apa arti setiap komentar yang bersifat merendahkan. Demikian pula halnya rasa ingin tahu
anak yang lebih kecil ditumbuhkan oleh sesuatu yang baru dan berbeda. Bagi anak yang
lebih besar, hal baru dan berbeda harus sangat menonjol agar dapat membangkitkan
keingintahuannya.
Sebagaimana juga terdapat pada anak-anak yang lebih muda, ada sejumlah
perbedaan emosi-emosi pada anak-anak yang lebih besar dan dalam cara mereka
menggunakan emosi. Anak yang populer cenderung tidak terlampau khawatir dan
cemburu dibandingkan dengan anak yang kurang populer. Anak laki-laki dalam setiap
34
umur mengungkapkan emosinya dipandang lebih sesuai dengan jenis kelaminnya dari
pada anak perempuan; samentara anak perempuan lebih banyak mengalami rasa takut,
khawatir, dan perasaan rasa kasih sayang, yaitu emosi-emosi yang dipandang sesuai
dengan peran seksnya.
7. Perkembangan Moral pada Masa Kanak-kanak Awal
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang
rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai
titik puncak. Anak-anak juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturanperaturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok sosial. Ia hanya
belajar bagaimana bertindak tanpa mengetahui mengapa. Dan karena ingatan anak-anak,
sekalipun anak-anak yang sangat cerdas, cenderung kurang baik, maka belajar bagaimana
berperilaku sosial yang baik merupakan proses yang panjang dan sulit. Dalam tahap
perkembangan moral ini anak-anak secara otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa
berpikir atau menilai dan menganggap orang dewasa yang berkuasa. Sehubungan dengan
itu pigur-pigur sekitar lingkungan anak sangat dominan bisa menjadi model yang mengisi
perkembangan moral anak. Hal tersebut dapat dilihat dari teori Freud (Monks, dkk;1987)
tentang perkembangan moral anak. Pembentukan moral anak menurut Freud, berlangsung
mulai sekitar usia 3 atau 4 tahun yang lebih lanjut dikatakannya sebagai usia kritis
pembentukan moral anak. Moral anak dapat berkembang dari dua aspek yaitu aspek
konsensia dan aspek ideal aku. Konsensia berasal dari menginternalisasi norma-norma,
peraturan-peraturan yang berlaku dimasyarakat atau dengan kata lain konsensia adalah
perilaku moral yang dapat dicontoh anak melalui figur-figur yang ada di masyarakat
(guru, orang-orang dewasa lainnya) dan ideal aku adalah perilaku moral yang dicontoh
anak dari orang tuanya/pengasuh terdekatnya.
Pembentukan moral anak dapat juga dilakukan melalui pembiasaan dalam
pembentukan disiplin.
Disiplin dalam Masa Kanak-kanak Awal
Tujuannya adalah memberitahukan kepada anak-anak prilaku mana yang baik dan
mana yang buruk dan pendorongan untuk berperilaku sesuai dengan standar (tuntutan
lingkungan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku). Ada tiga unsur penting
dalam disiplin. Peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian
yang baik, hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hadiah untuk perilaku yang baik atau
usaha untuk berperilaku sosial yang baik. Bentuk hukuman yang umum digunakan
sekarang mencakup nasehat, larangan, dan yang terakhir jika situasi mengharuskan
35
hukum tubuh dalam bentuk tepukan. Hadiah dalam bentuk mainan, diajak pergi diberi
sesuatu yang menyenangkan. Pelanggaran yaitu bentuk-bentuk yang keliru, sangat sering
terjadi selama tahun prasekolah. Pelanggaran selama masa awal kanak-kanak disebabkan
oleh tiga hal yaitu: Pertama, ketidaktahuan anak bahwa perilakunya menyalahi peraturan
yang keliru. Atau tidak dibenarkan oleh kelompok sosial, misalnya anak mengerti bahwa
mengambil milik orang lain adalah salah, seperti mengambil mainan, namun anak tidak
mengasosiasikan, mencontek, mengambil alih pekerjaan orang lain sebagai suatu bentuk
pencurian. Kedua, banyak anak belajar bahwa sengaja tidak patuh dalam hal yang kecilkecil umumnya akan mendapatkan perhatian lebih besar dari pada perilaku yang baik.
Ketiga, pelanggaran dapat disebabkan oleh kebosanan. Seperti yang dilakukan anak
remaja yang bosan atau ia hendak menguji kekuatan orang dewasa dengan melihat
seberapa jauh ia dapat melakukan suatu tanpa dihukum.
Jenis Disiplin Yang digunakan Pada Masa Kanak-kanak Awal
Disiplin Otoriter
Ini merupakan bentuk disiplin tradisional dan yang berdasarkan pada ungkapan
kuno yang mengatakan bahwa menghemat cambukan berarti memanjakan anak. Dalam
disiplin yang bersifat otoriter, orang tua dan pengasuh yang lain menetapkan peraturanperaturan dan memberitahukan bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut.
Disiplin Yang Lemah
Disiplin yan lemah lebih berkembang sebagai proses terhadap disiplin otoriter yang
dialami oleh banyak orang dewasa dalam masa kanak-kanak. Filsafat yang mendasari
teknik disiplin ini adalah bahwa melalui akibat dari perbuatannya sendiri anak akan
belajar bagaimana berperilaku secara sosial.
Disiplin Demokratis
Kecenderungan untuk menyenangi disiplin yang berdasarkan prinsip demokratis.
Prinsip ini melakukan hak anak untuk mengetahui mengapa peraturan dibuat dan
memperoleh kesempatan mengemukakan pendapat bila ia beranggapan peraturan itu tidak
adil. Dimana diusahakan agar anak mengerti apa arti peraturan dan mencapai kelompok
sosial mengharapkkan anak mematuhi peraturan itu.
8. Perkembangan Kepribadian pada Masa Kanak-kanak Awal
Interaksi antara faktor pembawaan dengan faktor lingkungan menjadi media dalam
proses perkembangan kepribadian individu. Orang tua saudara-saudara kandung dan
sanak saudara yang lain merupakan dunia sosial anak-anak, maka bagaimana perasaan
mereka kepada anak-anak dan bagaimana perlakuan mereka merupakan faktor penting
36
dalam pembentukan konsep diri anak, yang menjadi inti pola kepribadian. Sikap awal
teman-teman, sepeti halnya sikap anggota-anggota keluarga yang berarti, berperan
penting karena sekali dasar untuk konsep diri telah diletakkan maka agak sulit untuk
diubah.
Beberapa Kondisi-kondisi yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian pada masa kanak-kanak awal.
a. Kondisi dan Interaksi pada Lingkungan Keluarga
Kondisi dalam keluarga yang turut membentuk konsep diri dalam tahun-tahun awal
dari masa kanak-kanak adalah penilaian orang tua mengenai penampilan, kemampuan
dan prestasinya sangat mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri, cara
penilaian anak yang digunakan adalah penting dalam membentuk konsep diri yang
sedang berkembang. Disiplin otoriter disertai dengan banyaknya hukuman badan
cenderung memupuk kebencian, posisi urutan anak-anak dalam keluarga juga
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian individu. Pengaruh ini dapat dijelaskan
dengan kenyataan bahwa setiap anak didalam keluarga belajar memerankan peran khusus.
Anak-anak jarang menyadari identitas kelompok minoritas, anak yang menyadarinya
akan mempunyai efek yang kurang baik bila teman-temannya mengabaikan atau
menolaknya. Ketidak nyamanan lingkungan, apakah karena kematian, perceraian,
perpisahan atau mobilitas sosial, berpengaruh buruk terhadap konsep diri anak karena ia
merasa tidak aman dan merasa lain dari teman-teman sebaya.
b. Meningkatnya Individualitas
Individualitas, yang sudah tampak saat dilahirkan dan lebih meningkat lagi pada
masa kanak-kanak awal dapat menyebabkan keunikan pada masing-masing individu,
karena mereka memang berasal dari gen yang berbeda, dibesarkan pada tempat dan
dengan pola yang berbeda. Ada anak yang menjadi pemimpin dan ada yang sebagai
pengikut, ada yang kejam dan ada yang lembut, ada yang senang menonjolkan diri untuk
menjadi pusat perhatian. Jika individu sering mendapatkan pengalaman yang kurang
menyenangkan, anak cenderung menjadi tidak sosial dalam hubungannya dengan orang
lain dan cenderung mengimbangi dengan cara-cara yang tidak sosial seperti
menghabiskan waktu bermain dengan melihat televisi dan mengidentifikasi dirinya
dengan figur-figur yang diidolakannya.
c. Kondisi yang Berbahaya dalam Proses Perkembangan Kepribadian Pada Masa
Kanak-kanak.
37
Kondisi-kondisi yang dianggap berbahaya secara psikologis pada masa kanak-kanak
awal lebih besar akibatnya daripada bahaya fisik dan lebih merusak pola-pola kepribadian
anak terutama dalam penyesuaian pribadi serta penyesuain sosial anak. Kondisi-kondisi
berbahaya yang dimaksud adalah:
1) Bahaya Fisik
Bahaya fisik masa kanak-kanak awal menimbulkan reaksi psikologis maupun
fisik terutama penyakit, kecelakaan, kematian. Anak-anak sangat mudah terkena
semua jenis penyakit, tetapi paling mudah adalah penyakit pernafasan sebagian besar
disebabkan karena faktor-faktor fisiologis tetapi ada juga yang penyebabnya
psikomatis dan akibat dari ketegangan keluarga. Kecelakaan: kebanyakan anak-anak
mengalami luka iris, memar, radang, terbakar, patah tulang, otot kaku atau ganguangangguan ringan lain bagai akibat kecelakaan. Kegemukan; secara medis anak-anak
yang berat tubuh dan bentuk tubuhnya 20 persen atau lebih di atas berat anak-anak
normal yang seusia, dianggap sebagai “gemuk” anak dengan bentuk tubuh
endomorfik cenderung mengalami kegemukan dibandingkan dengan anak yang
bentuk tubuhnya metamorfik atau ektomorfik. Tangan kidal; seperti penggunaan
tangan kri misalnya, sering dikonotasikan sebagai tangan yang mempunyai arti buruk.
Pada dasarnya tidak ada alasan fisik bahwa tangan kidal lebih buruk daripada tangan
kanan, hanya saja orang yang kidal akan kelihatan berbeda dari yang umumnya,
perbedaan itu ditafsirkan sebagai rasa rendah diri. Hal ini juga akan lebih berbahaya
jika pemaksaan ini semakin menekankan perbedaan antara mereka yang sering
ditafsirkan sebagai rendah diri terutama kalau orang tua menggunakan hukuman
untuk memaksa anaknya menggunakan tangan kanan.
2) Bahaya Psikologis
Semua bidang perekonomian prilaku anak dikaitkan dengan potensi bahaya yang
dapat membawa akibat buruk pada penyesuaian pribadi dan sosial.
3) Bahaya dalam Berbicara
Bicara merupakan sarana komunikasi dan karena komunikasi penting bagi
kehidupan sosial maka anak-anak yang tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain akan
mengalami hambatan sosial dan akhirnya dalam dirinya timbul perasaan tidak mampu
dan rendah diri. Adanya empat bahaya umum sehubungan dengan masalah kemampuan
anak-anak berkomunikasi. Diantaranya:
a) Orang lain tidak dapat mengharapkan anak-anak untuk mengerti apa yang dikatakan
apabila orang lain memakai kata-kata yang tidak dimengerti oleh anak-anak kalau
38
orang lain menggunakan ucapan yang tidak dikenal oleh anak-anak atau kalau orang
lain berbicara terlalu cepat.
b) Kalau mutu pembicaraan anak-anak begitu buruk sehingga sulit dimengerti,
kemampuan komunikasi dengan orang lain lebih terancam bahaya dari pada kalau ia
tidak mendengar apa yang dikatakan kepadanya.
c) Berbahasa dua merupakan hambatan yang serius dalam perkembangan sosial anakanak terlampau bahaya dalam tahun pertama atau kedua dari awal masa kanak-kanak
pada saat bentuk permainan masih bersifat sejajar atau asosiatif.
d) Yang terparah menyangkut isi pembicaraan anak. Anak memperoleh kepuasan ego
sementara dengan menyakiti orang lain maka ia cenderung terbiasa berbicara dalam
acara yang tidak sosial.
4) Bahaya Emosional
Bahaya emosional masa kanak-kanak yang mencolok kelihatan adalah pada emosi
amarah. Hal ini besar pengaruhnya terhadap penyesuaian pribadi dan sosial berupa
ketidakmampuan untuk melakukan hubungan yang empati. Suatu ikatan emosional antara
individu dan orang-orang yang berarti. Dengan demikian ia tidak bisa untuk mengadakan
hubungan yang hangat dan ramah dengan orang lain, cenderung terikat pada diri sendiri,
dan ini menghambat dia untuk mengadakan hubungan emosional dengan orang lain. Anak
yang tidak berhasil terikat secara emosional dengan mainan atau benda-benda mati
lainnya; seperti selimut, seringkali merasa tidak aman dalam menghadapi situasi baru.
5) Bahaya Sosial
Ada sejumlah bahaya terhadap berkembang penyesuaian sosial baik pada awal masa
kanak-kanak, diantaranya ada lima yang sangat sering terjadi dan sangat serius.
Diantaranya:
a) Kalau pembicaraan atau perilaku menyebabkan ia tidak populer di udara temanteman sebaya, ia tidak hanya akan merasa kesepian tetapi yang lebih penting lagi ia
kurang mempunyai kesempatan untuk belajar, berperilaku sesuai dengan harapan
teman-teman sebaya.
b) Anak yang secara keras dipaksa untuk bermain sesuai dengan seksinya akan
bertindak secara berlebihan dan ini akan menjengkelkan teman-teman sebaya.
c) Akibat berperilaku sebagai akibat prilaku teman-teman sebayanya anak mengukur
dan seringkali mengembangkan sikap soial yang tidak sehat. Dengan melakukan hal
ini akan tidak saja kekurangan pengalaman-pengalaman sosial yang baik tetapi juga
kekurangan kesempatan untuk belajar berprilaku secara sosial.
39
d) Penggunaan tempat khayalan dan binatang peliharaan untuk mengimbangi
kurangnya teman, ketika anak menyadari bahwa teknik yang berhasil baik diterapkan
terhadap teman khayalan namun tidaklah demikian halnya terhadap teman-teman
yang sesungguhnya maupun hewan peliharaan yang dianggap seuai untuk anak
biasanya sangat jinak.
e) Dorongan orang tua untuk lebih banyak menggunakan waktu dengan anak-anak lain
dan tidak terlalu banyak menghadapi dan menghabiskan waktu sendiri.
6) Bahaya Bermain
Kalau anak mempunyai teman bermain, baik disebabkan karena lingkungannya
terpencil atau karena tidak diterima oleh teman-teman bermain, ia terpaksa bermain
sendiri, yang juga serius adalah kenyataan bahwa karena sebagian besar anak lebih gemar
menonton televisi dari pada bermain sendiri, maka anak yang kurang mempunyai teman
bermain terlalu banyak menghabiskan waktu dilayar televisi. Suatu acara mungkin tidak
dimengerti tetapi anak sering mendapatkan konsep yang keliru atau konsep yang salah
mengenai apa yang ditonton, sehingga acara yang tidak berbahaya dapat menjadi
berbahaya bagi anak. Mainan dapat menimbulkan bahaya dalam awal masa anak-anak,
mainan yang tidak memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas seperti
seperangkat rumah boneka atau sekumpulan serdadu, akan melemahkan dorongan kreatif
anak.
7) Bahaya dalam perkembangan konsep
Bahaya dalam perkembangan konsep ada tiga bahaya umum dalam perkembangan
konsep selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak :
a) Ketidak tepatan terbatasnya pengalaman anak-anak dengan orang dan benda dan
terbatasnya kosakata sehingga menyulitkan anak untuk mengerti.
b) Perkembangan konsep-konsep dibawah tingkat perkembangan ini terjadi dapat
sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.
c) Akibatnya anak sering mengatakan kata-kata yang rasanya kasar dan kurang
bijaksana. Bobot emosi konsep dapat menyajikan bahaya yang ketiga yang lebih
parah.
8) Bahaya Moral
Bahaya moral ada 4 bahaya umum dalam perkembangan moral selama awal masa
kanak-kanak.
a) Disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses untuk belajar menyesuaikan diri
untuk belajar.
40
b) Kalau anak tidak ditegur atas perbuatan-perbuatan yang melanggar dan kalau anak
dibiarkan memperoleh kepuasan sementara dari kekaguman dan iri hati teman-teman
terhadap perilakunya yang jalan usia dua atau tiga tahun sudah dapat dilihat potensi
menjadi anak nakal tidak hanya melalui prilaku tetapi yang lebih penting
c) Terlampau banyak penekanan pada hukuman terhadap prilaku salah dan telampau
sedikit penekanan pada sikap yang kurang baik kepada orang-orang yang berkuasa.
d) Yang paling serius dari sudut pandang jangka panjang anak yang terkena disiplin
otoriter yang pokok penekanannya pada pengendalian eksternal. Tidak didorong
untuk mengembangkan pengendalian internal terhadap perilaku yang membentuk
dasar bagi perkembangan lebih lanjut hati nurani.
Bahaya dalam Penggolongan Peran-seks
Ada tiga bahaya yang umum dan serius dalam penggolongan peran seks selama
masa kanak-kanak awal.
1) Kalau anak tidak belajar stereotipy peran-seks yang umumnya diterima oleh temantemannya baik yang tradisional maupun yang sederajat anak akan memandang prilaku
secara berbeda dengan pandangan teman-teman.
2) Kalau anak perempuan dilatihuntuk menyesuaikan dengan stereotip tradisional bagi
kelompok perempuan, maka secara tidak langsung ia belajar bahwa kelompok wanita
secara fisik dan psikologis dipandang lebih rendah dari pada kelompok pria.
3) Kegagalan dalam penggolongan peran-seks dapat merupakan hambatan sosial baik
bagi anak laki-laki maupun perempuan.
Bahaya dalam hubungan keluarga kemerosotan dalam tiap hubungan manusiawi
berbahaya bagi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik, terutama
hubungan anak dengan orang tuanya, yaitu orang-orang yang sangat berarti dan penting
dalam semua kehidupan anak. Bahaya keluarga yang sering terlupakan adalah
pertengkaran antar saudara, yang dapat disebabkan karena iri hati atau perbedaan minat.
Kemerosotan hubungan dengan sanak keluarga dapat tejadi bila mereka diharapkan
berperan sebagai pengganti orang tua.
Bahaya kepribadian yang paling serius adalah perkembangan konsep diri yang
kurang baik dapat disebabkan perlakuan anggota keluarga dan temant-teman harapanharapan yang tidak realistis sehingga anak merasa gagal karena tidak dapat mencapai
tujuan yang diletakkan oleh orang tua. Bahaya konsep diri yang kurang baik adalah juga
karena konsep tersebut cenderung menetap. Untuk menyingkirkan kebiasaan dan sikap
yang menyebabkan anak bertindak dalam cara yang tidak sosial selama awal masa kanak41
kanak. Perubahan biasanya bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif, misalnya sifat yang
kurang disenangi cenderung semakin buruk dan bukannya menghilang dan diganti oleh
sifat yang baru.
D. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Awal
Masa kanak-kanak adalah awal pengembangan berbagai kemampuan dasar pada
individu, dari berbagai aktifitas yang merupakan bagian tugas perkembangan pada anak-anak
berikut, dapat diklasifikasikan menjadi aktivitas sebagai berikut:
1. Belajar mengedalikan benda – benda pengeluaran dari tubuh seperti ludah.
2. Belajar membedakan jenis kelamin laki/ perempuan.
3. Belajar Mengembangkan dasar- dasar ketrampilan membaca, menulis, dan lain
sebagainya.
4. Belajar mengadakan hubungan sosial dengan keluarga, teman sebaya, dan orang-orang
lain disekitar anak.
5. Mencapai tingkat stabilitas fisiologis yang cukup baik dengan Belajar keterampilan
fisik seperti melompat.
6. Belajar kedisiplinan seperti (toilet training).
7. Belajar mencapai kematangan untuk membaca dalam arti mulai siap mengenal huruf,
suku kata dan kata tertulis.
8. Belajar membedakan antara hal – hal yang baik dan yang buruk, juga antara hal – hal
yang benar dan salah, serta mengembangkan/membentuk kata hati (Hati nurani).
9. Belajar memainkan peran seorang putra (jika putra) dan belajar memainkan peran
wanita (jika wanita).
10. Mengembangkan konsep – konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
42
PENGGALAN III
TUGAS PERKEMBANGAN MASA KANAK-KANAK AKHIR
I. Pokok Bahasan
: Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian dan Ciri-Ciri Masa Kanak-kanak Akhir
2. Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Akhir
3. Tugas-tugas perkembangan individu masa kanak-kanak Akhir
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan III berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian dan ciri-ciri masa kanak-kanak akhir
2. Memahami karakteristik perkembangan masa kanak-kanak akhir
3. Memahami tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir
4. Mampu mengaplikasikan keterampilan pada masa kanak-kanak akhir dalam
kehidupan nyata sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangan
IV. Uraian Materi
A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masa Kanak-kanak Akhir
1. Pengertian masa kanak-kanak akhir
Masa kanak-kanak akhir (late childhood) adalah suatu tingkatan kehidupan manusia
yang berlangsung dari usia 6 (enam) tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang
secara seksual, yaitu kurang lebih pada usia 13 (tiga belas) tahun yang ditandai dengn
kondisi yang mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.
2. Ciri- ciri masa kanak-kanak akhir
Ciri-ciri masa kanak-kanak akhir ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kategori,
yaitu :
a) Ciri-ciri umum
Secara umum ciri masa kanak-kanak akhir dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya:
1) Berlangsung dari usia 6 (enam) sampai dengan kurang lebih 13 tahun
2) Pada tahun terakhir masa ini ditandai dengan kematangan seksual atau alat
reproduksi. Artinya alat reproduksi dari individu tersebut sudah dapat berfungsi
dengan baik. Namun secara umum dapat dilihat bahwa kematangan seksual ini tidak
terjadi pada usia yang sama pada setiap individu. Hal ini karena adanya perbedaan
43
kematangan seksual anak laki-laki dengan anak perempuan. Sehingga ada individu
yang mengalami masa kanak-kanak yang lebih lama dan ada pula yang lebih singkat.
3) Terlihat dari perubahan fisik yang menonjol,baik itu tinggi maupun postur tubuh dari
individu tersebut. Perubahan fisik ini mengakibatkan si anak memiliki suatu tantangan
untuk membiasakan pola kehidupan baru dalam mencapai penyesuaian diri terhadap
perubahan ini.
b) Ciri-Ciri Khusus
Secara khusus ciri masa kanak-kanak akhir ini dapat dilihat dari beberapa label/
suatu acuan yang digunakan oleh para orang tua, pendidik,dan ahli psikologi. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Sebagai usia yang dianggap menyulitkan; yaitu suatu masa dimana anak-anak tidak
mau lagi menuruti perintah orang tuanya, sebab anak lebih cenderung dipengaruhi
oleh teman –teman sebayanya dalam suatu interaksi
2) Sebagai usia yang diidentikan dengan usia tidak rapih, karena pada masa ini anak
cenderung tidak mempedulikan dan ceroboh dalam penampilan
serta kurangnya
tanggung jawab terhadap sesuatu yang dimilikinya. Misalnya: kondisi kamar yang
selalu berantakan, menempatkan sesuatu disembarang tempat.
3) Sebagai usia senang bertengkar, yaitu suatu masa dimana dalam keluarganya anakanak sering bertengkar karena mempermasalahkan suatu hal yang sepele. Misalnya,
saling ejek antar saudara, bercanda yang kelewatan dan lain-lain.
4) Merupakan usia Sekolah Dasar, yaitu suatu masa dimana anak-anak mulai menginjak
jenjang pendidikan di SD, untuk mendapatkan dasar-dasar pengetahuan yang
dianggap penting untuk persiapan penyesuaian diri pada masa berikutnya.
5) Sebagai periode kritis, disebut periode kritis karena pada masa ini merupakan masa
paling penting dalam membentuk karakter, baik sikap, moral maupun perilakunya.
Bila pada masa ini anak dididik dengan baik maka nantinya si anak akan menjadi
anak yang baik dan berhasil dalam prestasinya. Namun, bila anak dididik kurang baik
maka si anak nantinya akan cenderung memiliki sikap yang kurang baik.
6) Sebagai usia berkelompok, yaitu suatu masa dimana saat usia kanak-kanak awal telah
muncul dasar-dasar perkembangan sosial dan akan dilanjutkan pada masa kanakkanak akhir dalam interaksi sosialnya dengan anak-anak lain dalam kehidupan
berkelompok atau suatu kumpulan. Misalnya membentuk kelompok bermain.
7) Sebagai usia penyesuaian diri, yaitu suatu masa sebagai efek dari keinginan untuk
berkelompok dimana anak-anak mulai belajar menyesuaikan diri dalam interaksi
44
sosial tersebut, khususnya pada kelompoknya. Contohnya dalam gaya berbicara dan
berpenampilan.
8) Sebagai usia kreatif, yaitu suatu masa dimana anak-anak mulai mengembangkan
kreatifitasnya untuk menciptakan karya yang baru dan orisinil yang bersifat
sederhana, dari hasil pengetahuan yang didapat melalui pendidikan di sekolah.
Contohnya, membuat mainan dari pelapah pisang, janur, dan jenis lainnya.
9) Sebagai usia bermain, yaitu suatu masa yang menentukan bahwa anak tersebut
memiliki minat dan kegiatan bermain yang luas. Dalam hal ini anak hanya memiliki
bayangan yang luas mengenai permainan, bukan banyaknya waktu untuk bermain.
B. Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Kanak-kanak Akhir
Beberapa aspek yang mencolok berkembang pada masa kanak-kanak akhir adalah:
petumbuhan/perkembangan
fisik,
perkembangan
kognisi,
perkembangan
bahasa,
perkembangan bermain, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral.
1. Pertumbuhan fisik pada masa kanak-kanak akhir
Pertumbuhan secara fisik pada usia ini dapat diamati dari beberapa hal, yaitu :
a. Tinggi badan
Kenaikan tinggi badan per tahun adalah 2 – 3 inci. Rata-rata anak perempuan usia 11
tahun mengalami kenaikan badan 58 inci dan anak laki-laki mengalami kenaikan 57,5
inci.
b. Bentuk tubuh
Pada prinsipnya, bagi anak memiliki bentuk tubuh yang kurang ideal, seperti gemuk,
pendek, kurus biasanya akan selalu merasa rendah diri di hadapan teman-temannya.
c. Berat badan
Kenaikan berat badan lebih bervariasi daripada kenaikan tinggi badan, berkisar antara 3 –
6 pons per tahun. Rata-rata anak perempuan 11 tahun mempunyai berat badan 88,5 pons
dan anak laki-laki 85,5 pons.
d. Perbandingan tubuh
Hal ini dapat diamati dari perubahan organ tubuh yang ada, seperti perbandingan wajah
dengan bertambahnya besarnya mulut dan rahang, dahi melebar, perut tidak buncit, leher
jadi lebih panjang, lengan dan tungkai memanjang, serta hal lain yang terkait dengan itu.
e. Kesederhanaan
Perbandingan tubuh yang kurang baik yang begitu menyolok pada masa ini menyebabkan
adanya sifat kesederhanaan dalam hal penampilan, cara berpakaian dan lain-lain.
45
f. Perbandingan otot lemak
Selama akhir masa kanak-kanak, jaringan lemak berkembang lebih cepat daripada
jaringan otot yang perkembangannya baru mulai muncul pada awal pubertas.
g. Gigi
Pada awal pubertas dalam akhir masa kanak-kanak ini, umumnya seorang anak sudah
mempunyai 22 gigi tetap. Dan keempat gigi yang terakhir yang disebut gigi
kebijaksanaan akan muncul nanti pada masa remaja.
Perkembangan fisik anak usia ini sangat ditentukan oleh kesiapan dan latihan yang
dialami anak, seperti berikut:
a. Terampil menolong diri sendiri
Pada masa kanak-kanak akhir, anak akan cenderung meningkatkan suatu
kreativitas sendiri dengan meniru perilaku orang yang lebih besar darinya. Misalnya
berpakaian sendiri, mandi sendiri, dan berdandan sendiri.
b. Terampil menolong orang lain
Pada prinsipnya keterampilan yang dimaksud di sini adalah menolong orang lain
dalam interaksi sosial dengan teman-temannya, orang tua maupun di sekolah yang
terkait dengan aktivitas pekerjaan si anak. Misalnya :
1) Di rumah, contohnya : membersihkan tempat tidur, menyapu dan lain-lain.
2) Di sekolah, contohnya : membersihkan tulisan di papan tulis, mengatur meja dan
lain-lain.
3) Di kelompok bermain, contohnya : bekerja sama dalam membuat aneka mainan
dan permainan.
4) Keterampilan di sekolah, misalnya meningkatkan keterampilan dalam menulis,
membaca, menggambar, menari, mewarnai dan membuat pekerjaan tangan
sederhana.
5) Keterampilan bermain pada prinsipnya anak yang lebih besar belajar keterampilan
seperti melempar dan menangkap bola, naik sepeda, berenang dan lain-lain.
2. Perkembangan kognisi pada masa kanak-kanak akhir
Menurut pandangan Piaget, perkembangan kognisi pada masa kanak-kanak akhir
berkembang berdasarkan pengalaman-pengalamannya yang membantu individu untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget berpendapat, karena manusia secara genetik
sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama dalam hidupnya, mereka dapat
diharapkan untuk sungguh-sungguh memperhatikan keseragaman dan perkembangan
kognisi mereka.
46
Piaget berpendapat bahwa anak-anak tidak sesederhana orang dewasa yang kurang
tahu, sebaliknya orang dewasa tidak sesederhana anak-anak yang berpengetahuan banyak.
Piaget percaya bahwa anak yang lebih dewasa mempunyai perkembangan kognisi yang
lebih luas.
Dengan memasuki jenjang pendidikan dasar (SD) anak– anak akan memiliki suatu
pengertian mengenai wawasan dan bayangan mengenai minat mereka. Dengan meluasnya
pengertian mengenai minat maka akan bertambah pula pengertian tentang manusia dan
terhadap benda-benda yang sebelumnya kurang berarti. Dapat dikatakan bahwa pada
masa ini merupakan suatu upaya untuk menanamkan pengertian mengenai sesuatu atau
hal lain yang belum dipahami pada masa kanak-kanak awal, sehingga hal itu kini akan
menjadi konkret.
3. Perkembangan bahasa masa kanak-kanak akhir
Dengan bertambah meluasnya interaksi sosial anak, anak tersebut akan menemukan
bahwa berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam suatu
kelompok, sehingga anak akan terdorong untuk berbicara lebih baik. Yang paling penting,
nantinya anak-anak akan mengetahui bahwa inti komunikasi adalah ia akan dapat
mengerti apa yang disampaikan orang lain dan orang lain mengerti dengan apa yang ia
sampaikan. Perkembangan cara bicara anak pada masa ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
a. Orang tua
Bagi orang tua dengan ekomoni tinggi akan cenderung memicu anaknya untuk
berbicara dengan baik, dengan upaya memperbaiki setiap pengucapan yang salah,
sehingga dapat berinteraksi sosial dengan baik.
b. Radio dan televisi
Media elektronik seperti mendengarkan radio, menonton televisi pada dasarnya dapat
memberikan gambaran dan contoh kepada anak mengenai cara berbicara yang baik
dan benar. Yang penting orang tua/pengasuh dapat memberikan kesempatan untuk
suatu kegiatan yang betul-betul dipilih secara selektif.
c. Pendidikan di sekolah
Setelah anak belajar membaca maka akan mendapat mengenai kosakata dan akan
terbiasa dengan bentuk kalimat yang benar. Dan setiap pengucapan yang salah akan
senantiasa diperbaiki oleh para gurunya.
Pada masa kanak-kanak akhir ini ada beberapa bidang yang mengalami kemajuan
dalam pembicaraan, yaitu :
47
a) Penambahan kosakata
Penambahan kosakata dalam kemajuan berbicara pada akhir masa kanak-kanak ada
dua, yaitu :
a) Kosakata umum
Sepanjang akhir masa kanak-kanak penambahan kosakata umum terjadi secara tidak
teratur. Anak-anak akan memperoleh penambahan kosakata melalui pelajaran di
sekolah, bacaan, pembicaraan dan melalui media elektronik. Kosakata ini bersifat
umum, artinya kata-kata yang digunakan bersifat umum.
b) Kosakata khusus
Kosakata khusus pada masa kanak-kanak akhir dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yaitu :
- Kosakata etiket
Pada akhir kelas satu, anak-anak di rumah dilatih menggunakan kata-kata seperti
minta tolong dan terima kasih. Pada usia ini anak-anak berusaha memahami cara
beretika yang baik.
- Kosakata warna
Kosakata warna ini diperoleh melalui pelajaran tertentu di sekolah, seperti
menggambar. Anak berusaha mengingat semua warna yang ada.
- Kosakata bilangan
Dari pelajaran berhitung di sekolah anak belajar mengenai nama dan arti bilangan.
- Kosakata uang
Pada usia ini anak akan belajar mengingat niali dari uang logam dan kertas.
- Kosakata waktu
Kosakata waktu dalam suatu interaksi anak dengan lingkungan sosial tidak selalu
tetap, walaupun kosakata waktu anak-anak yang lebih besar sama dengan orang
dewasa.
- Kosakata populer atau kata-kata makian
Anak-anak belajar kata-kata populer dan makian dari anak-anak yang lebih besar di
lingkungan tetangganya.
- Kosakata rahasia
Kata-kata rahasia digunakan anak ketika bicara dengan sahabatnya. Misalnya dalam
bentuk tulisan yang diganti dalam kode huruf tertentu dan isyarat-isyarat tangan.
48
2) Pengucapan
Pada masa ini dalam hal pengucapan kata-kata oleh anak lebih sedikit mengalami
kesalahan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Walaupun ada beberapa yang
baginya cukup sulit untuk diucapkan namun setelah mendengar pengucapan yang tepat
dan benar maka dia akan bisa mengucapkannya lagi.
3) Kemajuan dalam pengertian
Kemajuan dalam pengertian pada akhir masa kanak-kanak ini khususnya dalam
berbicara didapat melalui pelatihan konsentrasi di sekolah melalui proses pembelajaran.
4) Isi pembicaraan
Isi pembicaraan ini tergantung dari kepribadian anak. Biasanya isi pembicaraan
tersebut terlihat dalam kelompoknya. Semakin besar kelompok maka semakin besar pula
sifat pembicaraannya. Pada masa kanak-kanak akhir ini anak-anak mengembangkan
pembicaraannya melalui obrolan bersama temannya. Kadang-kadang dalam pembicaraan
anak lebih sering membual pada sesuatu yang dibanggakannya, seperti prestasi yang
tinggi.
4. Perkembangan bermain pada masa kanak-kanak akhir
Kehidupan pada masa kanak-kanak akhir merupakan suatu pengertian yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain, bahwa pada masa kanak-akank akhir
ini mereka masih berelasi dengan permainan.
Ada beberapa sifat permainan yang secara umum menarik dilakukan oleh anak pada
masa kanak-kanak akhir, diantaranya :
a)
Bermain konstruktif
Suatu aktivitas bermain dengan tujuan hanya untuk bersenang-senang saja tanpa
memikirkan manfaatnya. Contohnya, membuat mainan dari kayu (anak laki-laki),
menggambar, melukis, membentuk tanah liat (anak perempuan) dan bernyanyi bersama.
b)
Menjelajah
Merupakan suatu aktivitas bermain dengan bepergian bersama ke suatu tempat di luar
lingkungan rumahnya. Biasanya hal ini dilakukan secara berkelompok khususnya bagi
anak laki-laki.
c)
Mengumpulkan
Merupakan suatu aktivitas bermain dengan mengumpulkan benda-benda yang disenangi
dan menarik perhatiannya. Misalnya mengumpulkan kerang, kelereng dan lain-lain.
Dalam aktivitas ini biasanya anak-anak yang memiliki kelompok akan cenderung merasa
49
iri hati dengan kelompok lain bila barang-barang yang dimilikinya dirasa kurang
dibanding milik kelompok lain.
d)
Permainan dan olah raga
Pada akhir masa kanak-kanak, penekanan dalam permainan dan olah raga ditujukan pada
kesesuaian dengan kelompok sejenisnya dalam aktivitas tersebut.
Seorang ahli bernama Lever (Hurlock,1996), mengadakan analisis mengenai
perbedaan-perbedaan seks dalam permainan anak-anak dengan menyampaikan enam
kesimpulan sebagai berikut :
1) Anak laki-laki lebih suka bermain di luar daripada anak perempuan. Sebab, minat
anak laki-laki dalam olahraga pada umumnya sangat besar.
2) Anak laki-laki bermain dalam kelompok yang lebih besar dibandingkan dengan anak
perempuan.
3) Permainan anak laki-laki terjadi dalam usia yang bervariasi, sedang pada anak
perempuan pada usia yang sama.
4) Pada dasarnya anak perempuan lebih suka memainkan permainan anak laki-laki
daripada anak laki-laki memainkan permainan anak perempuan.
5) Anak laki-laki lebih suka memainkan permainan yang bersifat pertandingan.
6) Permainan anak laki-laki biasanya berlangsung lebih lama daripada anak perempuan.
Permainan yang biasanya sering dimainkan dalam bidang olah raga adalah sepak bola,
petak umpet, lari-larian dan lain-lain.
5. Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak akhir
Masa kanak-kanak akhir merupakan usia berkelompok karena ditandai dengan
adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan memiliki keinginan yang kuat untuk
diterima sebagai suatu anggota kelompok dan merasa tidak puas bila tidak bersama
teman-temannya. Dalam hal ini, anak akan cenderung ingin bersama dengan
kelompoknya untuk melakukan berbagai aktivitas yang dikehendakinya, seperti bermain
bersama.
Kelompok dari anak-anak ini diistilahkan dengan “Geng”. Geng pada anak-anak
memiliki ciri sebagai berikut :
a. Merupakan kelompok bermain
b. Anak-anak akan senantiasa bersama-sama dalam geng tersebut
c.
Anggota geng terdiri dari jenis kelamin yang sama
d. Terdiri dari 3 – 4 orang atau lebih
e. Biasanya geng anak laki-laki kelihatan lebih buruk dari geng anak perempuan
50
f. Memiliki tempat pertemuan tersendiri
g. Adanya pemimpin geng yang dominan dari para anggotanya
Bermain tidak selalu mendatangkan perasaan gembira pada anak, tetapi sangat
sering diantara mereka keluar dari kelompok bermain tersebut. Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan kekesalan anak-anak dalam melakukan kegiatan permainan
kelompok, seperti:
a. Nama dan julukan
Nama dan julukan bagi anak secara pribadi atau kelompok yang tidak sesuai atau
kurang disenangi akan cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan kemungkinan rasa
dendam terhadap teman yang mengejeknya.
b. Status sosial ekonomi
Bagi orangtua dengan golongan ekonomi rendah akan selalu mendapat tuntutan dari
anaknya supaya menghadirkan suasana baru dan mewah seperti halnya keluarga kaya,
sehingga hal ini akan memicu pertengkaran dalam keluarga.
c. Lingkungan sekolah
Anak-anak akan bisa menyesuaikan diri di sekolah apabila didukung oleh guru yang
kompeten atau para guru mengerti mengenai situasi sekolah dan komponennya. Guru
yang agak galak akan secara langsung membuat anak didiknya merasa terkekang,
sehingga merasa tidak bebas mengekspresikan diri bermain di sekolah karena
sementara banyak guru yang menganggap anak bermain berlari-larian, petak umpet di
sekolah akan mendatangkan bahaya atau membuat suasana sekolah menjadi gaduh.
Pada hal bermain dengan menggunakan gerakan motorik kasar maupun halus banyak
manfaatnya untuk mendukung perkembangan aspek-aspek lainnya dalam diri anak.
Untuk itu para guru hendaknya mendukung kegiatan bermain anak-anak pada saat-saat
mereka istirahat sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah.
d. Dukungan sosial
Kurangnya dukungan dari keluarga atau temannya akan sangat mempengaruhi
kepribadian dalam konsep diri yang dibentuk. Misalnya, anak akan menilai dirinya
bodoh karena tidak bisa mengikuti aturan-aturan permainan yang berlaku, atau tidak
terampil melakukan permainan yang sedang berlangsung. Jika ini terjadi akan dapat
berpengaruh pada perkembangan konsep diri anak.
e. Keberhasilan dan kegagalan
Bila anak-anak tersebut berhasil dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik,
maka dia akan merasa percaya diri
dan senang. Sedang suatu kegagalan akan
51
menimbulkan rasa kurang mampu atau kurang percaya diri sehingga akan cendrung
merasa kesal.
f. Inteligensi /tingkat kecerdasan
Bagi anak-anak yang inteligensinya rendah akan cendrung merasa diacuhkan oleh
temannya sehingga dia akan merasa malu dan menutup diri. Dan yang inteligensinya
tinggi akan merasa bangga dan terkadang menyombongkan diri karena kemampuannya
itu.
g. Seks
Anak perempuan akan cendrung merasa lebih rendah perananya dari anak laki-laki
sehingga dalam hal ini akan timbul kesenjangan perasaan diantara mereka.
6. Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak akhir
Pola emosi pada masa kanak-kanak akhir ini dapat digambarkan dari beberap hal,
yaitu :
a. Amarah
Penyebab amarah yang paling umum adalah karena pertengkaran permainan, tidak
tercapainya keinginan dan pengaruh dari anak lainnya. Biasanya diungkapkan dengan
ekspresi berteriak, menangis, menggertak, menendang, melompat-lompat dan
memukul.
b. Takut
Rasa takut ditimbulkan oleh pembiasaan, peniruan, dan ingatan tentang pengalaman
yang kurang menyenangkan bagi anak, misalnya dari menyimak cerita, gambar, acara
televisi yang menakutkan dan menyeramkan.
c. Cemburu
Kecemburuan pada diri anak sering terjadi jika perhatian orang tua pada anak tidak
seimbang. Demikian juga terjadi di sekolah, anak sangat sensitif pada perasaan
cemburu ini jika guru maupun temannya kurang memperhatikannya.
d. Rasa ingin tahu
Anak akan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal yang baru
dilihatnya.
e. Iri hati
Anak sering merasa iri hati atas kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain dan
ia tidak memilikinya. Biasanya anak akan mengeluh tentang hal ini.
52
f. Gembira
Rasa gembira ini muncul bila anak dalam kondisi yang sehat dan berhasil melakukan
tugas yang dianggap sulit. Biasanya diungkapkan dengan ekspresi senyum, tertawa
dan tepuk tangan.
g. Sedih
Rasa sedih ini muncul bila anak kehilangan sesuatu yang disayanginya atau dianggap
penting baginya, biasanya diungkapkan lewat tangisan.
h. Kasih sayang
Anak akan senantiasa belajar menyayangi sesuatu yang menyenagkan baginya, seperti
binatang peliharaan.
7. Perkembangan moral pada masa kanak-kanak akhir
Pada masa kanak-kanak akhir konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus
pada awal masa kanak-kanak. Anak yang lebih besar akan senanatiasa memperluas
konsep moral yang mencangkup situasi apa saja. Di samping itu anak akan menemukan
suatu kesungguhan dalam suatu perbuatan. Dapat dikatakan bahwa tingkat moral pada
masa ini adalah lebih baik dari masa sebelumnya.
Menurut Piaget antara usia 5 dan 12 tahun konsep anak mengenai keadilan sudah
berubah. Pengertian yang kaku dan keras dari orang tua tentang benar dan salah mulai
berubah, sebab anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus disekitar
pelanggaran moral. Contohnya, bagi anak usia 6 tahun berbohong selalu terlihat buruk,
sedang anak yang lebih besar menganggap berbohong adalah benar pada situasi tertentu.
Teori Piaget ini diperluas lagi oleh Kohberg dengan menamakan tingkat
perkembangan moral dengan istilah “Tingkat Moralitas Konvensional” atau moralitas
dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Perilaku mencolok dari anak dapat
dilihat dari suatu aktivitas anak dalam mengambil hati orang lain dan mempertahankan
hubungan yang baik dengan temannya dengan landasan peraturan yang disepakatinya,
khususnya dalam kelompok atau geng anak-anak. Sehingga si anak akan menyesuaikan
diri dalam mengikuti peraturan untuk menghindari penolakan dan celaan dari
kelompoknya.
Berkaitan
dengan
perkembangan
moral
ada
beberapa
hal
yang
dapat
menggambarkan sikap dan perilaku moral anak masa kanak-kanak akhir, yaitu :
a. Perkembangan Kode Moral
Pada masa kanak-kanak akhir kode moral akan sangat dipengaruhi oleh standar
moral dari teman bergaulnya atau kelompoknya. Disanalah anak mengidentifikasi
53
diri, namun bukan sepenuhnya. Hal ini tergantung dari situasi yang ada. Maksudnya
saat di rumah dia mengikuti kode moral keluarga dan kalau di luar dia akan mengikuti
kode moral dari teman atau kelompoknya termasuk juga sekolah, sehingga hal ini
akan bersifat relatif.
b. Peranan disiplin dalam Perkembangan Moral
Sikap disiplin akan sangat berperan penting dalam perkembangan moral pada
umumnya. Namun kedisiplinan yang terlalu ketat akan sering menimbulkan suatu
permasalahan pada si anak dan kesenjangan antara anak yang lebih besar dengan yang
lebih kecil. Sehingga disiplin ini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak.
Terkait dengan kedisiplinan ada beberapa dasar-dasar kedisiplinan yang harus
ditanamkan pada anak-anak, seperti: dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
1. Bantuan dalam meletakan dasar-dasar kode moral
Bagi anak yang lebih besar, pengajaran mengenai benar dan salah terhadap suatu hal
harus menekankan alasan mengapa hal itu disalahkan dan mengapa hal itu
dibenarkan. Hal ini adalah upaya untuk meluruskan moral anak.
2. Reward
Reward yang dimaksud adalah berupa pujian atau perlakuan secara khusus pada anak
karena dia mampu menggapai sesuatu dengan baik, misalnya prestasinya disekolah
bagus. Hal ini akan memicu semangat si anak untuk berbuat lebih baik lagi.
c. Hukuman
Hukuman terhadap kesalahan si anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak. Dan hukuman ini harus bersifat adil, supaya tidak terjadi kesenjangan antar
sianak.
d. Konsistensi
Disiplin yang baik adalah konsisten. Artinya apa yang benar hari ini adalah benar
untuk hari selanjutnya dan setiap kesalahan harus mendapat hukuman untuk mencapai
kebenaran.
Beberapa Contoh perilaku pelanggaran moral yang perlu diketahui, adalah seperti
berikut:
Di lingkungan keluarga, misalnya: berkelahi dengan saudara, merusak sesuatu
milik saudaranya, bersikap kasar pada saudaranya, melalaikan tanggung jawab,
berbohong, mencuri milik saudaranya, dan lainnya.
54
Di lingkungan sekolah, misalnya: mencuri, menipu teman atau guru, berbohong
pada teman dan guru, berkata kurang sopan, membolos dan malas, mengganggu teman
lainnya, dan lainnya.
8. Perkembangan Kepribadian Individu Masa Kanak-kanak Akhir
Dengan meluasnya cakrawala sosial anak yang diperoleh melalui interaksinya diluar
rumah, baik di sekolah maupun dengan teman-temannya, maka akan muncul faktor-faktor
baru yang mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sehingga dengan itu si anak
akan senantiasa memperbaiki mengenai konsep dirinya. Karena sampai sekarang anak
memandang dirinya sendiri hampir sepenuhnya melalui pandangan orang tua. Namun,
ketika anak melihat dirinya seperti pandangan guru-guru, teman-teman sekelasnya atau
tetangganya, maka dia akan lebih memahami mengenai konsep dirinya.
Pada hakekatnya masa kanak-kanak akhir merupakan suatu periode yang paling
bahagia dalam rentang kehidupan. Namun kebahagiaan itu tidak sepenuhnya, sebab pada
masa ini anak juga memikul tanggung jawab sebagai pelajar. Kebahagiaan pada masa ini
dapat timbul dari beberapa faktor, baik faktor keluarga, sekolah maupun interaksi
kehidupan sosial dengan teman-temannya.
Dengan semakin meluasnya kontak sosial dan tingkat perkembangan anak semakin
tinggi, tentu banyak timbul perubahan-perubahan kontak dengan lingkungan yang dialami
anak dibandingkan dengan usia-usia sebelumnya dan itu dapat berpengaruh pada
perkembangan kepribadiannya. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah:
a. Perubahan dalam Hubungan Keluarga
Hubungan orang tua dengan anak akan buruk apabila orang tua tidak mengerti
mengenai perannya dalam keluarga.
b. Harapan orang tua
Harapan orang tua yang tinggi pada si anak dalam usia sekolah ini akan sangat
mempengaruhi perasaan anaknya. Padahal orang tua tidak memahami seberapa besar
tingkat inteligensi anaknya itu.
c. Metode pelatihan anak
Pelatihan anak yang ketat akan sangat mempengaruhi interaksinya dalam keluarga,
karena anak merasa terkekang, sehingga anak akan cendrung membenci orang tuanya.
d. Status sosial ekonomi
Bagi orang tua golongan ekonomi rendah, akan selalu mendapat tuntutan dari
anaknya supaya menghadirkan suasana baru dan mewah seperti halnya keluarga kaya.
Sehingga hal ini akan memicu pertengkaran dalam keluarga.
55
e. Pekerjaan orang tua
Tingkat pekerjaan orang tua akan berpengaruh besar pada perasaan anaknya,
sehingga kadang-kadang si anak akan merasa rendah diri.
f. Perubahan sikap kepada orang tua
Perubahan sikap si anak pad orang tuanya terjadi karena kurang idealnya hubungan
mereka. Dengan demikian si anak akan membandingkan orang tuanya dengan orang tua
teman-temannya.
g. Pertentangan antar saudara
Pertentangan ini sering terjadi karena si anak yang lebih dewasa akan senantiasa
merasa paling berkuasa dari adiknya. Misalnya menggoda dan memerintah adiknya.
Dalam kondisi ini orang tua akan sulit turut campur, sebab akan timbul anggapan bahwa
orang tua pilih kasih pada anaknya.
C. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir
Secara umum, tugas perkembangan anak pada akhir masa kanak-kanak ada
beberapa hal, yaitu :
1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan- permainan umum
2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya
4. Mulai mengembangkan peran sosial pria dan wanita yang tepat
5. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung dalam
proses belajarnya
6. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tata tingkatan nilai
7. Mencapai kebebasan pribadi
56
PENGGALAN IV
TUGAS PERKEMBANGAN MASA REMAJA
I. Pokok Bahasan
: Tugas Perkembangan Masa Remaja
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Rentang Usia dan Ciri-ciri Penting Masa Remaja
2. Tanda-tanda Perkembangan pada Masa Remaja
3. Aspek-aspek Perkembangan Remaja
4. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan IV berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami rentangan usia masa remaja dan ciri-ciri penting usia remaja
2. Mampu mendiskripsikan tanda-tanda perkembangan pada masa remaja
3. Memahami aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
4. Mampu mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan remaja
IV. Uraian Materi
A. Rentang Usia dan Ciri-ciri Penting Masa Remaja
1. Rentang usia remaja
Rentangan usia remaja telah lama menjadi perdebatan dikalangan para psikologi
maupun pendidik. Namun dari banyak pandangan para ahli psikologi yang juga tidak
persis sama tetapi ada rentangan yang diberikan untuk mengetahui batasan usia remaja.
Diantara yang berpendapat adalah Simanjuntak (1982) memberikan pandangan bahwa
usia remaja berada pada rentang usia antara 13 sampai 21 tahun. Prayitno (1999) juga
memberikan batasan yang sama antara usia 13 sampai 21 tahun. Namun ada yang agak
berbeda Singgih (1998) memberi batasan usia remaja berlangsung dari usia 12 –22 tahun.
Banyak difinisi tentang remaja menggunakan acuan pada kemandirian seperti beberapa
referensi menyebutkan bagi remaja di Amerika anak telah dianggap mengakhiri masa
remajanya pada usia 17 tahun. Namun untuk di Indonesia pada umumnya yang digunakan
untuk menentukan rentangan usia remaja berlangsung dari usia 12/13 –21/22 tahun.
Untuk selanjutnya dalam kajian ini rentangan usia remaja akan digunakan antara usia 12
tahun bagi wanita, 13 tahun bagi laki-laki sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 22
tahun bagi wanita.
57
Dari rentangan usia tersebut, dalam beberapa kajian ada yang membagi masa remaja
menjadi dua bagian yaitu remaja awal dari uasia 13/14-17 tahun dan remaja akhir antar
17/18-21/22 tahun. Namun dalam kajian ini akan dijelaskan masa remaja dalam rentangan
usia antara 13-21 dengan alasan masa remaja dikatakan sebagai masa yang sangat
pendek, walaupun antara remaja awal dan remaja akhir memiliki ciri-ciri yang agak
berbeda.
2. Ciri-ciri penting masa remaja
Dalam berbagai masalah kehidupan, masalah remaja merupakan masalah yang
paling sering mengundang perhatian dan penanganan dari berbagai unsur, baik dari pihak
keluarga, masyarakat, sekolah bahkan negara. Karena secara konseptual diartikan, jika
pada suatu negara kaum remaja hancur itu berarti negara tersebut kedepan juga akan
hancur. Demikian kaum remaja yang seolah-olah muncul dipermukaan sebagai aset yang
besar dan potensial bagi kemajuan negaranya. Sehingga untuk memahami remaja kita
harus mempelajari remaja secara individual maupun sosial.
Banyak kajian yang memberikan ‘label’ mengenai masa remaja yang mungkin ada
baiknya jika berbagai label yang diberikan pada masa remaja dapat dijadikan pemahaman
tentang karakteristik atau ciri-ciri remaja. Beberapa ciri-ciri yang umumnya tampak pada
masa remaja, adalah:
a) Sebagai masa penemuan jati diri dan lebih bersifat mandiri dan bebas
b) Sebagai masa yang dianggap selalu menentang dan memberontak
c) Sebagai masa yang dianggap mampu menonjolkan dirinya sendiri tanpa harus
menuruti aturan dari orang yang lebih tua lagi
d) Berada dalam masa tanggung jawab
e) Merupakan masa mulai mengenal apa itu cinta dan yang lebih popular lagi mereka
berada dalam masa puber, yaitu timbulnya perasaan terhadap lawan jenis
f) Merupakan masa peralihan dari sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke
arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian
terhadap nilai-nilai mulai dari estetika dan isu-isu moral
g) Merupakan masa “Storm and Drang”, yaitu periode yang berada dalam dua situasi
antara kegoncangan penderitaan, asmara dan pemberontakan terhadap otoritas orang
dewasa
h) Merupakan periode pertumbuhan fisik yang cepat dan peningkatan dalam koordinasi,
serta sebagai periode transisi dan tumpang tindih. Dikatakan tumpang tindih sebab
58
beberapa ciri biologis dan psikologis masa kanak-kanak masih dimilikinya, sementara
beberapa ciri remaja sudah dimilikinya pula
i) Merupakan periode yang sangat singkat
j) Diistilahkan sebagai “fase negatif”
k) Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi
l) Merupakan masa yang kritis
m) Mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistis
B. Tanda-tanda Perkembangan pada Masa Remaja
Perubahan-perubahan biologis yang paling gambang dapat diamati terjadi pada fase
memasuki masa remaja adalah: (1) Perkembangan seks sekunder dan (2) Perkembangan seks
primer.
1) Perkembangan seks sekunder
Perkembangan seks sekunder seperti dijelaskan oleh (Monks, 1987), adalah
perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja yang munculnya lebih dahulu dari
pada perkembangan seks primer. Adapun tanda-tanda yang dapat diamati pada
perkembangan seks sekunder adalah sebagai berikut:
a) Pada laki-laki terjadinya perubahan suara, bentuk badan seperti bahu tambah lebar,
tumbuh otot lengan, tumbuh jakun pada leher, tumbuh rambut pada daerah tertentu
seperti; pada ketiak, alat kemaluan, kumis, janggut, rambut pada kaki, kadang-kadang
juga tumbuh rambut pada lengan dan dada.
b) Pada perempuan terjadi perubahan-perubahan bentuk fisik seperti:
payudara
membesar, panggul bertambah lebar, tumbuh rambut pada bagian-bagian tertentu
seperti; pada alat kemaluan, ketiak.
2. Perkembangan seks primer
Perkembangan seks primer dimaksudkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi
sebagai pertanda telah terjadinya kematangan organ-organ yang berhubungan dengan
persetubuhan dan proses reproduksi. Adapun tanda-tanda yang dapat diketahui pada
perkembangan seks primer adalah sebagai berikut:
a) Pada laki-laki, perkembangan seks primer berhubungan penis, testes, skrotum, dan
mendapatkan mimpi basah yang pertama.
b) Pada perempuan perkembangan seks primer berhubungan dengan vagina, klitoris,
rahim, sluran telur dan mendapat haid yang pertama.
59
C. Aspek-aspek Perkembangan Remaja
Beberapa aspek perkembangan yang penting mendapat perhatian pada masa remaja
adalah: pertumbuhan fisik, perkembangan kognisi, perkembangan bahasa, perkembangan
sosial, perkembangan emosi.
1. Pertumbuhan fisik pada masa remaja
Perubahan fisik yang terjadi selama awal masa remaja menunjukkan pertumbuhan
yang demikian cepat (tinggi dan besar badan). Pada masa remaja fisik anak tumbuh
menjadi dewasa, dan secara skematik pertumbuhan sebagaimana
dilukiskan oleh
(Monks, dkk; 1987) sebagai berikut : hipofisa yang masak mengeluarkan hormone
diantaranya adalah hormon tumbuh yang dikeluarkan oleh Lobus Frontalis, hormone
gonadotrof dan hormon kortikotrof. Sebenarnya hormon tumbuh sudah mempengaruhi
seseorang sejak dilahirkan. Pada masa ini timbul percepatan pertumbuhan karena adanya
koordinasi yang baik antara kerja kelenjar-kelenjar. Hormon gonadotrof mempercepat
pemasakan sel-sel telur dan sel-sel sperma, juga mempengaruhi produksi hormon kelenjar
kelamin dan melalui hormon kortikotrof juga mempengaruhi kelenjar suprarenalis.
Hormon-hormon kelamin yaitu testoteron pada anak laki-laki dan estrogen pada anak
perempuan
bersama-sama
dengan
hormon
tumbuh
dan
hormon
suprarenalis
mempengaruhi anak sedemikian rupa sehingga terjadi percepatan pertumbuhan.
Di samping pertumbuhan tinggi badan juga terjadi pertumbuhan berat badan yang
berjalan paralel dengan berubahnya panjang badan. Ada perbedaan antara kedua jenis
seks, pada anak laki-laki pertambahan berat badan terutama disebabkan oleh makin
bertambah kuatnya susunan urat daging. Sedangkan pada perempuan disebabkan oleh
bertambahnya jaringan pengikat di bawah kulit (lemak) terutama paha, pantat, lengan atas
dan dada.
2. Perkembangan kognisi pada masa remaja
Sama halnya dengan pertumbuhan fisik, intelektual di usia masa remaja juga
berkembang sangat cepat. Selain itu dalam kemampuan kognitif otak dan fungsi otak juga
berubah. Pada masa remaja tingkat perkembangan kognitif individu berada pada tahap
operasional formal (Piaget, dalam Hurlock, 1996). Kemajuan berpikir anak pada tahap ini
meningkat dari berpikir konkrit perlahan meningkat ke berpikir abstrak. Walaupun
sifatnya masih pada hal-hal yang sederhana, namun semakin bertambah usia anak tahap
berpikirnya berkembang ke tahap berpikir sebab akibat, ia akan dapat mulai melakukan
dugaan-dugaan dari suatu gejala yang muncul, kemudian melakukan gabungan-gabungan
dan menganalisis gejala-gejala yang ditemukan untuk mencoba menjawab dugaan-dugaan
60
yang ia ajukan. Implikasi pandangan Piaget ini juga tampak pada proses pembelajaran di
sekolah dengan lebih banyak memberikan peserta didik untuk melakukan penemuanpenemuan sendiri atas permasalahan yang di berikan oleh guru.
3. Perkembangan bahasa pada masa remaja
Bahasa adalah alat komunikasi, untuk itu perkembangan bahasa tidak bisa
dipisahkan dari konteks sosial dan perkembangan kognitif. Hal ini dikatakan demikian
karena perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh dukungan lingkungan baik dari
lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat secara umum. Agar
bahasa itu bisa berfungsi sebagai alat komunikasi maka penggunaan bahasa dapat
mengakibatkan munculnya interaksi dalam komunikasi tersebut. Dalam arti lawan bicara
dapat memahami materi komunikasi itu. Dalam pemahaman inilah sangat diperlukan
dukungan dari aspek-aspek kognitif individu, artinya semakin tinggi tuntutan penggunaan
bahasa sebagai alat komunikasi maka semakin tinggi pula pemahaman yang
menyertainya. Pada dasarnya akan terjadi korelasi antara perkembangan kognitif individu
dengan kemajuan-kemajuan berbahasanya. Oleh karenanya perkembangan kognitif anak
remaja sudah mencapai tahap yang paling tinggi yaitu tahap berpikir operasional formal,
seharusnya perkembangan bahasa anak remaja juga sudah mencapai tahap bahasa yang
komunikatif baik secara tertulis maupun lisan dengan mengacu pada aturan-aturan
ketatabahasaan yang berlaku.
4. Perkembangan sosial pada masa remaja
Hubungan sosial pada masa remaja dapat kita amati dari kehidupan berkelompok
mereka mencapai puncak kohesifitas yang sangat kuat. Karena pada masa ini, remaja
sedang mencari kebebasanya dan ingin melepaskan diri dari ketergantungan dan pengaruh
orang dewasa), sehingga dapatlah dimengerti bahwa pengaruh kelompok sebaya sangat
kuat sekali pada masa remaja. Selain itu hubungan sosial yang tampak mencolok juga di
masa remaja ini adalah munculnya hubungan heteroseksualitas yaitu munculnya minat
untuk magadakan kontak sosial dengan lawan jenis. Implikasi lebih lanjut bagi sekolah,
keluarga dan pemuka masyarakat dapat membimbing anak menjadi anak yang berperilaku
sosial positif. Jika anak salah mendapatkan teman di usia remaja ini akan dapat
berpengaruh negatif pada perkembangan-perkembangannya selanjutnya.
Pengelompokan sosial yang sering terjadi selama masa remaja, sebagai dapat
bermacam-macam bentuknya; diantaranya adalah:
61
a. Teman Dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib.
Mereka adalah sesama seks yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain meskipun kadang-kadang juga
bertengkar.
b. Kelompok Kecil
Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat pada mulanya terdiri
dari seks yang sama tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.
c. Kelompok Besar
Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman
dekat, berkembang dengan meningkatkan minat akan pesta dan berkenaan.
d. Kelompok yang Terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa dibentuk oleh sekolah dan
organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak
mempunyai klik atau kelompok besar.
e. Kelompok Geng
Remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan yang merasa tidak puas
dengan kelompok yang teroganisasi mungkin mengikuti kelompok geng. Anggota
geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka adalah
untuk menghadapi penolakan teman melalui prilaku anti sosial.
5. Perkembangan emosi pada masa remaja
Pola perkembangan emosi pada dasarnya merupakan perkembangan berkelanjutan
dari masa-masa sebelumnya. Walaupun demikian tentunya penampilan pola emosi pada
masa remaja akan mengalami peningkatan kualitas dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Sebuah contoh, dalam mengungkapkan emosi marah remaja lebih memilih
dengan menggerutu dibandingkan dengan menunjukkan perilaku histeris atau menangis
menjerit-jerit.
6. Perkembangan Moral pada Masa Remaja
Perkembangan moral individu merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam
rentang kehidupan manusia. Perkembangan moral remaja pada hakekatnya merupakan
suatu proses internalisasi semenjak usia kanak-kanak. Untuk itu ada beberapa teori yang
meninjau mengenai perkembangan moral individu akan disajikan berikut ini.
62
Perkembangan norma atau moralitas merupakan hal yang sangat penting bagi
perkembangan kepribadian dan sosial seseorang. Tinjauan mengenai perkembangan
moralitas secara sistematik dapat dikatakan masih baru dalam psikologi. Lama orang
mengira bahwa moralitas masuk bidang etika, tetapi dalam permulaan abad ini sekitar
tahun 1930, di Amerika dan Eropa diadakan penelitian mengenai fenomena-fenomena
moralitas. Perhatian bertambah lagi sekitar tahun 1950 yang distimuli oleh kajian-kajian
teoritis tentang moral dari Piaget. Sebagai salah satu kajian perkembangan moral remaja
yang dikomparasi dengan tahap perkembangan kognisi Piaget. Perkembangan moral pada
masa remaja jika dikaitkan dengan teori perkembangan kognisi dari Piaget, bertepatan
dengan perkembangan kognisi tahap operasional formal. Perkembangan moral tahap ini
seharusnya menunjukkan bahwa individu masa remaja lebih maju dari individu fase
sebelumnya. Individu remaja seharusnya sudah mampu memandang moral itu sebagai
sebuah perpaduan antara otonomi moral (sebagai hak pribadi) dengan realisme moral
(sebagai kesepakatan sosial) dan resiprositas moral (sebagai aturan timbal balik). Oleh
karenanya perkembangan moral masa remaja telah bergeser dari penilaian yang sifatnya
rigid atau kaku menuju kepenilaian yang lebih fleksibel yang penting makna/prinsipnya
bisa diterima dan sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Selanjutnya kajian tentang moral muncul dari beberapa teori seperti; teori
psikoanalisa, teori kognitif, teori belajar.
1) Perkembangan Moral Menurut Teori Psikoanalisa
Teori psikoanalisa dengan tokohnya yang terkenal adalah Sigmund Freud (Hall,
1960) memandang ada tiga sistem yang penting dalam diri seseorang. Ketiga sistem
tersebut adalah: Id (das Es), Ego (das Ich), dan Superego (das Ueber Ich). Istilah-istilah
ini dijelaskan oleh Freud seperti berikut:
a) Id adalah berfungsi sebagai alat refleksi untuk menyalurkan kumpulan-kumpulan
energi atau ketegangan, atau nafsu-nafsu dengan segera melalui saluran-saluran
motoris. Id ini dikatakan bertugas untuk menunaikan prinsip kehidupan yang asli,
yang selanjutnya id dikatakan mengandung prinsip kesenangan. Befungsi sebagai
prinsip kesenangan karena id
mempertahankan sifat kanak-kanak, tidak dapat
menahan ketegangan, ingin kepuasan yang segera, suka mendesak, impulsif,
irrasional, asosial, mementingkan diri sendiri, dan suka dengan kesenangan. Id
merupakan anak manja dari kepribadian. Freud mengatakan bahwa id merupakan
bagian kepribadian yang tersembunyi dan hanya sebagian kecil saja yang dapat
diketahui. Tetapi id akan dapat dilihat jika ia sudah bertindak; misalnya: sesorang
63
melakukan kejahatan, seseorang terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk
berhayal, dikatakan dikuasai oleh id, karena id tidak berpikir, dan tidak berhubungan
atau tidak berpikir tentang dunia luar. Namun tidak semua
keinginan id harus
dipenuhi dan disalurkan oleh alat refleksi. Akan tetapi id akan dikontrol dan diawasi
oleh ego.
b) Ego sebagai pelaksana dari kepribadian, yang berfungsi untuk mengontrol dan
memerintah id dan super ego dan menjaga hubungan dengan dunia luar atau realitas.
Untuk itulah ego mengandung prisip kenyataan. Jika ego dapat memenuhi tugasnya
dengan bijak (sesuai dengan tuntutan kenyataan) akan tercitalah keharmonisan dalam
kepribadian, namun jika ego mengalah dan menyerahkan pemenuhan tuntutan kepada
id maka akan terjadi kejanggalan atau ketidakteraturan. Karena tidak semua tuntutan
id harus dipenuhi seperti keinginan-keinganan yang bentuknya merusak karena
tindakan seperti itu tidak dibenarkan dalam kenyataan.
c) Superego adalah bagian yang mengandung nilai-nilai, moral atau keadilan dalam
kepribadian. Superego lebih mewakili alam ideal daripada alam nyata, dan superego
itu menuju kearah kesempurnaan daripada kearah kenyataan atau kesenangan. Bila
digambarkan struktur kepribadian dan perkembangan moral anak menurut Freud,
akan nampak seperti berikut:
Superego
Das ueber ich
Ego
Das ich
Id
Das ich
Perkembangan moral anak menurut Freud muncul pada usia 3 atau 4 tahun dan
terjadi dari situasi oedipus, yaitu saat anak laki-laki mempunyai keinginan-keinginan
seksual (cinta) terhadap ibunya (dorongan id), tetapi anak tidak dapat merealisasi hal
tersebut sebab ayahnya tidak akan memperbolehkannya (prinsip kenyataan). Dalam hal
itu anak lalu terpaksa untuk mengambil alih norma-norma ayahnya untuk tidak
mengalami konflik dengan ayahnya tadi. Dengan demikian anak lalu mengadakan
identifikasi dengan ayahnya dan bersedia untuk mengikuti norma-norma ayahnya. Tetapi
kesediaan anak ini datangnya dari perasaan-perasaan berdosa, yaitu anak merasa berdosa
akan perasaannya dalam hubungan dengan ibunya, ia merasa berdosa terhadap ayahnya
64
dan karena perasaan berdosa ini dia bersedia untuk mengadakan identisifikasi dengan
ayahnya. Apa yang dilakukan ayahnya dia berusaha meniru, mengikuti hanya untuk
semata-semata menyenangkan hati ayahnya. Dalam identifikasi ini anak mendapat
pedoman tingkah laku dari ayahnya yang akan menjadi pedoman-pedoman yang masuk
ke superego. Demikian pula terjadi pada anak wanita yang mencintai ayahnya, dan karena
perasaan berdosa pada ibunya maka si anak bersedia untuk mengadakan identisifikasi
dengan ibunya. Apa yang dilakukan ibunya dia berusaha meniru, mengikuti hanya untuk
semata-semata menyenangkan hati ibunya.
Super ego berisi 2 hal yaitu: ideal aku dan konsensia. Ideal aku berasal dari tingkah
laku ayah/ibu, sedangkan konsensia berasal dari internalisasi norma-norma peraturanperaturan yang ada dalam masyarakat. Kedua komponen ini akan mengisi moral anak
atau pada bagian superego/ das ueber ich dalam kepribadian individu.
Ueber Ich harus dipandang sebagai suatu instansi dengan norma-norma yang telah
di internalisasi. Norma-norma yang ada pada ueber ich bukan hanya norma-norma yang
berasal dari ayah/ibu saja, melainkan juga norma-norma yang datang dari orang-orang
lain. Freud menggangap kesedian anak untuk merasa berdosa sebagai faktor pokok bagi
tumbuhnya kata hati, karena kesediaan tersebut menimbulkan keinginan untuk
menyesuaikan diri dan memenuhi tuntutan-tuntutan yang diletakan padanya.
2) Perkembangan Moral Menurut Teori Kognitif
Pendekatan terhadap perkembangan moral anak dalam aliran psikologi kognitif
lebih banyak dilakukan Kohlberg daripada oleh Piaget sendiri selaku tokoh utama
psikologi ini. Namun, Kohlberg mendasarkan teori perkembangan sosial dan moralnya
pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget, terutama yang berkaitan dengan prinsip
perkembangan moral.
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan juga sebagai perkembangan moral,
sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah
laku sosial, seorang hanya akan mampu berperilaku sosial dalam situasi sosial tertentu
secara memadai apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan
untuk situasi sosial tersebut.
Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral seorang anak, terutama
ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya. Sedangkan disisi lain, lingkungan
sosial merupakan pemasok materi mentah yang akan diolah oleh ranah kognitif anak
tersebut secara aktif. Dalam interaksi sosial dengan teman-teman sepermainan sebagai
65
contoh, terdapat dorongan sosial yang menantang anak tersebut untuk mengubah orientasi
moralnya.
Pada tahap perkembangan kognitif yang memungkinkan sikap dan perilaku
egosentrisme seorang anak berkurang, lazimnya pertimbangan moral (moral resoning)
anak tersebut menjadi lebih matang. Sebaliknya, anak-anak yang masih diliputi sikap dan
perilaku mementingkan diri sendiri itu hanya akan mampu memahami kaidah sosial yang
hanya menguntungkan siri sendiri. Oleh karenanya, agar anak-anak yang egois menyadari
kesalahan sosialnya dan sekaligus berperilaku moral secara memadai, pengenalan mereka
terhadap wewenang orang dewasa dan penerimaan mereka terhadap aturan perlu
ditanamkan.
Ada dua macam studi yang dilakukan Piaget mengenai perkembangan moral anak
dan remaja, yaitu:
a) Melakukan obsevasi terhadap sejumlah anak yang bemain kelereng dan menayai
mereka tentang aturan yang mereka ikuti.
b) Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan perbuatan
salah dan benar yang dilakuakn anak-anak, lalu meminta respon mereka (yang terdiri
atas anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan
moral mereka sendiri.
Berdasarkan data hasil studinya di atas, Piaget menemukan dua tahap
perkembangan moral anak dan remaja yang antara tahap pertama dan kedua diselingi
dengan masa transisi, yakni pada usia 7-10 tahun. Untuk memperjelas teori dua tahap
perkembangan moral menurut Piaget ini disajikan pada tabel 1.
Seperti tampak pada tabel 1, tahap-tahap perkembangan moral menurut Piaget
selalu dikaitkan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif. Tahap perkembangan moral
yang pertama. Misalnya, bersamaan dengan rentang waktunya dengan tahap
perkembangan kognitif pra-operasional. Tahap perkembangan yang berlangsung antara
4-7 tahun itu merupakan tahap realisme moral, artinya anak-anak menggagap moral
sebagai suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial.
Sedangkan tahap kedua, perkembangan moral yang bertepatan dengan tahap
perkembangan kognitif formal operasional itu menunjukkan bahwa manusia masa remaja
awal dan masa setelah remaja sudah memiliki persepsi yang jauh lebih maju daripada
sebelumnya. Pra remaja dan setelah remaja memandang moral sebagai sebuah perpaduan
yang terdiri atas otnomi moral (sebagai hak pribadi), realisme moral (sebagai kesepakatan
66
sosial), dan resiprositas moral (sebagai aturan timbal balik). adapun tahap-tahap
perkembangan kognitif tersebut dapat ditemukan dalam uraian pada tabel 1.
Tabel 1. Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Menurut Piaget
Usia
4-7 tahun
Tahap
Relaisme
moral
(praoperasional)
Ciri Khas
1. Memusatkan pada
akibat-akibat
pebuatan
2. Aturan-aturan tidak
berubah
3.
Hukuman
atas
pelanggaran bersifat
otomatis
Contoh
Jika lampu zebra cross
menyala
yang merah
kendaraan harus berhenti;
walaupun tidak ada polisi
dan kondisi lenggang/aman
tidak boleh melanggar
7-10 tahun
Masa transisi Berubah
secara Lebih
fleksibel,
asal
(konkretbertahap menuju moral prinsipnya dapat dipegang.
operasional)
tahap kedua
Pelaksanaannya
bisa
berbeda-beda. Misal; cuci
kaki sebelum tidur, ini
adalah prinsip kebersihan.
Diperbolehkan
tidak
mencuci kaki sebelum tidur
asalkan sebelumnya sudah
memakai alas kaki.
11 Tahun Otomi moral, 1.
Sudah
dapat Anak
sudah
semakin
ke atas
realisme, dan
mempertimbangkan
fleksibel menilai moral.
resiprositas
tujuan-tujuan
Misal
pakaian
tipis
(formalperilaku moral
melanggar kesopanan, tetapi
operasional)
2. Menyadari bahwa kalau anak sudah bisa
aturan moral adalah mengambil
prinsipnya
kesepaka-tan tradisi mungkin pakaian tebalpun
yang dapat berubah
bisa melanggar kesopanan.
Selanjutnya pengikut Piaget, Lawrence Kohlberg menemukan tiga tingkat
perkembangan moral yang dilalui manusia masa anak, remaja dan setelah remaja. Setiap
tingkat perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan, sehingga secara keseluruhan
perkembangan moral manusia terdiri atas enam tahap.
Menurut Kohlberg perkembangan sosial dan moral manusia itu terjadi dalam tiga
tingkatan besar, sebagai berikut:
a) Tingkatan moralitas prakonvensional, yaitu ketika manusia berada dalam fase
perkembangan sebelum remaja (4-10 tahun) yang menganggap moral sebagai
kesepakatan tradisi sosial.
67
b) Tingkat moralitas konvensional, yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki
fase perkembangan remaja (usia 10-13 tahun) yang sudh menganggap moral sebagai
kesepakatan tradisi sosial.
c) Tingkat moralitas pascakonvensional, yaitu ketika manusia telah memasuki fase
perkembangan remaja dan dewasa (usia 13 tahun keatas) yang memandang moral
lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial.
Penjelasan selengkapnya mengenai perkembangan pertimbangan moral menurut
Kohlberg tersebut disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral Menurut Kohlberg
Tingkat
Tingkat I
Tahap
Moralitas Prakonvensional
(usia 4-10 tahun)
Konsep Moral
Tahap 1: :memperhatikan 1. Anak menentukan keburukan prilaku
ketaatan hukum
berdasrkan tingkat hukum akibat
keburukan tersebut.
2. Perilaku baik dihubungkan dengan
penghindaran diri dari hukuman
Tahap 2: memperhatikan 1. Perilaku baik dihubungkan dengan
pemuasan kebutuhan
pemuasan keinginan dan kebutuhan
tanpa mempertimbang-kan kebutuhan
orang lain
Tingkat II
Tingkat
III
Moralitas konvensional (usia
10-13 tahun)
Tahap 3: memperhatikan 1. Anak dan remaja berprilaku sesuai
citra *anak baik*
dengan aturan dan patokan moral agar
mendapat pengakuan orang dewasa.
2. Perbuatan baik dan buruk dinilai dari
dasar
tujuannya,
jadi
ada
perkembangan kesadaran terhadap
perlunya peraturan
Tahap 4: Memperhatikan 1. Anak dan remaja memiliki sikap pasti
hukum dan peraturan
terhadap wewenang dan aturan
2. Hukum harus ditaati oleh semua orang
Moralitas
pasca
konvensional (usia 13 tahun
keatas).
Tahap 5: memperhatikan 1.
Remaja dan dewasa mengartikan
hak perseorangan
prilaku baik dengan hak pribadi sesuai
dengan aturan dan patokan sosial.
2.
Perubahan hukum dan aturan dapt
dapat diterima jika diperlukan untuk
hal-hal yang baik
68
Tahap 6: Memperhatikan 1. Keputusan mengensi prilaku-prilaku
prinsip-prinsip etika
sosial didasarkan atas prinsip-prinsip
moral pribadi yang bersumber dari
hukum universal yang selaras dengan
kebaikan umum dan kepentingan
orang lain
2. Keyakinan terhadap moral pribadi dan
nilai-nilai tetap melekat, meskipun
sewaktu-waktu bertentangan dengan
hukum
yang
dibuat
untuk
mengekalkan aturan sosial.
Contoh: seorang suami yang tidak
memiliki uang akan mencuri obat
untuk menyelamatkan nyawa istrinya
dengan
keyakinan
melestarikan
kehidupan
manusia
merupakan
kewajiban moral yang lebih tinggi dari
pada mencuri itu sendiri.
3) Perkembangan moral menurut Teori Sosial
Teori social learning yang diungkapkan oleh A. Bandura, merupakan salah satu
teori yang digunakan untuk kajian-kajian tentang perkembangan moral individu.
Perkembangan moral menurut A. Bandura, berawal dari proses imitation, suatu
proses belajar melalui peniruan. Karena prosedur-prosedur belajar menurut teori social
learning, merupakan proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogianya memainkan peran penting sebagai orang : “model” atau “figur” untuk menjadi
contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik.
Sebagai contoh, mula-mula seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri
yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpamanya menerima tamu. Lalu,
perbuatan menjawb salam,berjabat tangan, beramah tangan, dan seterusnyayang
dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat atau
lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang
dicontohkan oleh modelnya itu.
Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil
pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya
mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku
yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung
pada persepsi peserta didik “siapa” yang menjadi model. Maksudnya, semakin dikagumi
dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan
moral tersebut. Selanjutnya, untuk mempersingkat uraian mengenai proses perkembangan
69
sosial/moral peserta didik dan sekaligus membandingkan teori belajar sosial dengan teori
psikologi kognitif, disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Teori Sosial belajar dengan Teori Kognitif Mengenai Perkembangan
Moral Individu
Aspek
1. Tekanan dasar
A. Badura
(Teori Belajar Sosial)
Perilaku bergantung pada
penga-ruh orang lain dan
kondisi stimulus
Hasil dari conditionning dan
modeling
2.Mekanisme
perolehan
moralitas
3.Usia perolehan Belajar
berlangsung
moralitas
sepanjang hayat, dan ada
perebedaan usia perolehan
4.Kenisbian
kebudayaan.
Moralitas bersifat nisbi secara
kultural
5.Pelaku
sosialisasi
Model-model yang sangat
berpengaruh,orang-orang
dewasa dan teman-teman
yang dapat memberikan
ganjaran dan hukuman
6.Implikasi untuk Guru harus menjadi teladan
pendidikan
yang baik dan mengganjar
setiap perilaku peserta didik
yang memedai.
L.Kohlberg
Teori Psikologi.Kognitif
Pemikiran sebagai perilaku
kualitatif
Berlangsung dalam tahap-tahap
yang teratur dan berka-itan
dengan perkembangan kognitif
Proses belajar berkesinambungan sampai masa dewasa
dan dapat ditetapkan dalam
usia-usia tertentu
Nilai-nilai
moral
dalam
tahapan perkembangan
Bersifat universal
Orang- orang yang berada pada
tahap perkembangan yang
lebih tinggi dan memiliki
pengaruh yang sangat besar
Guru harus berusaha merangsang peserta didik agar
mencapai tahap perkembangan
selanjutnya, dan menjelaskan
ciri-ciri perilaku moral pada
tahap tersebut.
7. Perkembangan Kepribadian pada Masa remaja
Saat masa remaja terjadi keseimbangan tubuh dan anggota badan. Demikian pula
adanya kestabilan dalam hal minat-minatnya dengan sesama atau lawan jenis dan sikap
atau pandangan mereka. Stabilitas ini mengandung pengertian bahwa mereka relatif tetap
mantap dan tidak mudah berubah pendirian yang disebabkan oleh rayuan atau
propaganda. Akibat positif dari keadaan ini adalah remaja lebih dapat mengadakan
penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek kehidupannya dibandingkan dengan masamasa sebelumnya.
Citra diri dari kebanyakan yang terjadi dalam awal masa remaja adalah pandangan
yang negatif, yaitu rendah, kurang, jelek, dari keadaan yang sesungguhnya. Hal itu
merupakan refleksi dari rasa tidak puas terhadap apa yang mereka miliki. Tetapi semakin
70
bertambah usia mereka sampai memasuki masa-masa remaja akhir keadaan yang
semacam itu telah berkurang dan remaja telah mulai menilai dirinya sendiri sebagaimana
adanya, menghargai miliknya, keluarganya dan orang-orang lain seperti keadaan
sesungguhnya. Akibat yang sangat positif dari keadaan masa remaja ini adalah timbulnya
perasaan puas dan menjauhkan mereka dari rasa kecewa. Perasaan puas itu merupakan
bagian penting bagi remaja untuk mencapai rasa bahagia dalam pengembangan
kepribadian selanjutnya.
Melalui suatu proses internalisasi, biasanya mulai memasuki tahap akhir masa
remaja individu remaja mulai tampak lebih matang . Masalah-masalah wajar yang
dihadapi remaja tahap akhir ini relatif sama dengan masalah yang dihadapi pada masamasa awal remaja. Perbedaannya terletak pada cara mereka menghadapi masalah. Saat
mereka masih sebagai remaja awal menghadapi masalah dengan sikap bingung dan
perilaku yang tidak efektif maka dalam masa remaja akhir ini mereka menghadapinya
dengan lebih matang. Usaha pemecahan masalah secara lebih matang dan realistis itu
merupakan kemampuan berpikir remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang
oleh sikap pandangan yang lebih realistis. Akibatnya akan diperoleh perasaan yang lebih
tenang.
Perasaan menjadi lebih tenang, tampak pertengahan memasuki akhir masa remaja
umumnya remaja lebih tenang dalam menghadapi masalah-masalahnya. Keadaan yang
realistis dalam menentukan sikap, minat dan cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu
kecewa dengan kegagalan-kegagalan kecil yang dijumpai. Akibat positif dari keadaan ini
adalah menambah rasa bahagia bagi remaja akhir. Kebahagiaan ini akan semakin kuat
apabila mereka mendapat respek dari orang dewasa, orang tua, guru dan konselor mereka
di sekolah terhadap diri dan usaha-usaha mereka.
D. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja
Tugas perkembangan pada masa remaja pada dasarnya meliputi pencapaian dan
persiapan segala hal yang berhubungan dengan masa dewasa yaitu:
1. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya.
2. Mencapai peranan sosial yang bertanggung jawab di masyarakat.
3. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
4. Mempersiapkan diri untuk mencapai karir.
5. Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia pernikahan.
6. Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa.
71
7. Memperoleh kebebasan, diharapkan remaja belajar dan berlatih bebas memuat
rencana bebas membuat alternatif pilihan, bebas membuat keputusannya itu sendiri
serta tanggung jawab sendiri atas keputusan pelaksanaannya.
8. Mulai bergaul dengan teman lawan jenis.
9. Mulai mengembangkan ketrampilan- ketrampilan baru.
10. Mulai memiliki citra diri yang realitas, diharapkan dapat menafsirkan apa lebih dan
kurang pada diri mereka, memelihara dan memanfaatkannya dengan baik.
11. Mengalami perubahan fisik.
12. Menerima organ – organ tubuh sebagai pria dan wanita.
13. Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung
jawab di tengah – tengah masyarakat.
14. Memperoleh seperangkat nilai – nilai dan etika sebagai pedoman tingkah laku.
72
PENGGALAN V
TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA
I. Pokok Bahasan
: Tugas Perkembangan Masa Dewasa
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian dan ciri-ciri masa dewasa
2. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik, sosial-psikologis
3. Peran seks dan tanggungjawab pada masa dewasa.
4. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan V berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian dan ciri-ciri masa dewasa.
2. Memahami karakteristik perubahan berbagai aspek perkembangan pada masa remaja.
3. Mampu mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan remaja yang sesuai dengan
tuntutan lingkungan.
IV. Uraian Materi
Istilah “adult” atau dewasa berasal dari kata Latin, seperti juga istilah adolesence yang
berarti tumbuh menjadi dewasa. Rentangan usia masa dewasa setiap kebudayaan membuat
pembedaan usia kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Dengan semakin
panjangnya usia harapan hidup rata-rata orang, maka masa dewasa kini mencakup waktu
yang paling lama dalam rentang kehidupan seseorang. Ada beberapa kajian yang membagi
menjadi dua periode yaitu periode dewasa dini dan periode dewasa lanjut. Namun dalam
pembahasan ini akan dikaji dalam satu periode masa dewasa saja.
A. Pengertian dan Ciri-ciri Masa Dewasa
1. Pengertian Masa Dewasa
Dari segi hukum, dikatakan bahwa masa dewasa dimulai sejak seseorang menginjak
usia 21/22 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum
berusia 21 tahun) dan telah dapat dituntut tanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya. Jadi
masa remaja bila ditinjau dari usia, adalah merupakan kelanjutan dari masa remaja yaitu 21
tahun bagi perempuan dan 22 tahun bagi laki-laki.
73
Jika dilihat dari lingkup pendidikan, masa dewasa merupakan masa dicapainya
kemasakan secara kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari proses belajar dan
latihan.
Sedangkan menurut seorang ahli psikologi, Hurlock dalam bukunya Developmental
Psychology, menyatakan bahwa awal masa dewasa dimulai dari usia 21 tahun atau dihitung
sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau sejak mulainya
masa pubertas hingga seseorang meninggal.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa dewasa dapat
ditinjau dari dua segi yaitu: pertama, masa dewasa adalah suatu masa dimana seorang
individu telah memiliki kekuatan tubuh maksimal dan siap bereproduksi dan telah dapat
diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor, serta dapat diharapkan
memainkan perannya bersama-sama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.
Kedua, ditinjau dari segi usia dan kenyataan yang dapat diamati pada masyarakat Indonesia,
masa dewasa berlangsung kurang lebih dari usia 21/22 tahun sampai dengan usia 60 tahun.
Rentangan usia ini menggambarkan bahwa masa dewasa awal berlangsung sekitar usia 21/22
tahun sampai dengan sekitar usia 40 tahun, saat aspek-aspek fisik dan psikologis mengalami
perubahan yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif seseorang. Dan masa
dewasa akhir berlangsung sekitar usia 40 tahun sampai dengan usia sekitar 60 tahun, saat
terjadinya penurunan kekuatan fisik, melemahnya kekebalan tubuh atau terganggunya
kesehatan seseorang, dan juga terjadinya penurunan daya ingat.
2. Ciri-ciri Masa Dewasa
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa setiap perkembangan
individu selalu memiliki kekhasannya atau ciri-cirinya masing-masing. Begitu pula dengan
perkembangan individu pada masa dewasa ini. Adapun ciri-ciri dari masa dewasa,
diantaranya adalah:
a. Masa dewasa adalah suatu “masa yang sangat ditakuti atau masa berbahaya”, karena pada
masa ini, individu umumnya merasa takut dikatakan tidak menarik lagi dan berakhirnya
masa kesuburan atau masa romantis (bagi perempuan) yang sering juga disebut dengan
periode klimatorium atu menopause. Periode ini dialami oleh perempuan kurang lebih
pada usia 40 tahun ke atas dengan ditandai berhentinya atau tidak teraturnya menstruasi,
sehingga membawa dampak pada sistem hormonal yang mempengaruhi segenap
konstitusi psikosomatis perempuan baik jasmani maupun rohani. Sedangkan bagi laki-
74
laki, pada periode ini akan mengalami ketakutan akan mengalami kemunduran fisik dan
penurunan vitalitas seksualnya.
b. Masa dewasa dikatakan sebagai “Masa Transisi”, karena ciri-ciri fisik dan perilakunya
memperlihatkan ciri-ciri baru sebagai orang tua, sementara sebagaian ciri-ciri lainnya
memperlihatkan ciri-ciri orang dewasa. Masa transisi ini berkaitan erat dengan kesulitan
dan keruwetan emosional. Pada masa dewasa ini, cepat atau lambat orang dewasa harus
melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari
bahwa pola prilaku pada usia mudanya harus diperbaiki secara radikal.
c. Masa dewasa dikatakan sebagai “Masa Stres”, penyesuaian secara radikal terhadap peran
dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik
selalu cenderung merusak psikologis seseorang dan membawa ke masa stres. Menurut
marmor, stres selama masa dewasa ini mengarah pada ketidak seimbangan. Adapun
kategori stres menurut Marmor, antara lain : stres somatik, stres budaya, stres ekonomi
dan stres psikologis. Stres somatik disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan
usia tua. Stres budaya disebabkan oleh penempatan nilai yang tinggi pada kemudaan,
keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya. Stres ekonomi, disebabkan oleh
beban keuangan. Dan stres psikologis, diakbitkan oleh kematian suami atau istri,
kepergian dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda
dan mendekati ambang kematian. Keseimbangan dicapai jika ada penyesuaian yang baik
terhadap perubahan yang dialami, baik perubahan yang terjadi didalam diri maupun
didalam lingkungannya.
d. Masa Dewasa adalah “Usia Kaku atau Canggung, individu-individu pada usia ini banyak
menampilkan prilaku yang tidak sesuai dengan usianya, misalnya dengan berdandan
berlebihan, bertingkah laku yang tidak sesuai dengan usianya. Mereka juga merasa bahwa
keberadaan mereka dimasyarakat tidak dianggap oleh sebab itu orang-orang yang berusia
madya sedapat mungkin berusaha untuk tidak dikenal oleh orang lain.
e. Masa Dewasa “Masa Berprestasi”, menurut Erikson, selama masa dewasa akhir ini orang
akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan
sesuatu apapun lagi. Apalagi pada masa dewasa ini, mereka memiliki kemauan yang kuat
untuk berhasil, maka mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini dan mengambil
hasil dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya. Keberhasilan
banyak dicapai dalam bidang-bidang jabatan, pekerjaan, keuangan, kekuasaan dan
prestise sosial.
75
f. Masa Dewasa merupakan “Masa Evaluasi”, ada masa ini merupakan saat pria dan wanita
mencapai puncak prestasinya, maka masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi
tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya
anggota keluarga dan teman. Archer mengatakan bahwa usia-usia madya nampaknya
menuntut perkembangan perasaan yang lebih nyata dan berbeda dari orang lain. Dalam
perkembangan setiap orang memiliki fantasi atau ilusi mengenai apa dan bagaimana
dirinya. Tanggung jawab lain pada usia menyangkut hal fantasi dan ilusi tersebut.
g. Masa Dewasa Dievaluasi dengan Standar Ganda. Standar ganda dimaksudkan satu
standar pria dan satu standar bagi wanita. Perkembangannya mengarah ke persamaan
peran antara pria dan wanita di segala bidang. Standar ganda dapat terlihat nyata pada
cara mereka (pria dan wanita) mengatakan sikap terhadap usia tua. Ada dua pandangan
filosofi yang berbeda tentang cara penyesuaian diri pada masa dewasa ini. Pertama,
mereka harus tetap merasa muda dan aktif; kedua mereka harus menua dengan anggun
semakin lambat dan hati-hati, dan menjalani hidupnya dengan nyaman.
h. Masa Dewasa merupakan “Masa Sepi”, masa dewasa merupakan masa sepi dalam
perkawinan. Dimana pada masa ini anak-anak sudah tidak tinggal lagi dengan orang
tuanya. Aplagi dengan model keluarga kecil masa kini, periode masa sepi akan semakin
cepat datangnya. Periode masa sepi pada usia ini lebih, bersifat traumatik bagi wanita
daripada bagi pria. Karena para wanita inilah yang lebih banyak mengurusi tentang
kehidupan berumah tangga. Seorang wanita lebih sering dirumah mengurusi anak-anak
maupun suaminya. Kondisi yang serupa juga dialami pria, ketika mereka mengundurkan
diri/pensiun dari pekerjaanya.
i. Masa Dewasa merupakan Masa Jenuh”, hampir seluruh pria dan wanita mengalmi
kejenuhan pada usia tiga puluhan dan empat puluhan. Mereka jenuh dengan kegiatan
rutinnya sehari-hari. Usia ini seringkali dikatakan sebagai periode yang tidak
menyenangkan.
B. Menyesuaian Diri Terhadap Perubahan-perubahan Fisik, Sosial dan Psikologis
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa, banyak masalah baru yang harus dihadapi.
Masalah-masalah baru ini pada dasarnya berbeda dari masalah-masalah yang sudah dialami
sebelumnya. Karena masalah-masalah yang harus dihadapi orang dewasa itu rumit dan
memerlukan waktu dan energi untuk mengatasinya, maka berbagai penyesuaian diri harus
dilakukan oleh orang dewasa ini.
76
Dalam masa dewasa ini ciri-ciri negatif lebih besar dari ciri positifnya. Disinilah
pentingnya bimbingan, agar mereka mampu mengadakan penyesuaian yang baik terhadap
perubahan-perubahan yang dialaminya.
Selama masa dewasa yang panjang ini, banyak perubahan-perubahan yang dialami
individu seperti perubahan fisik, sosial dan psikologis. Dalam perubahan tersebut akan timbul
berbagai masalah penyesuaian diri dan tekanan-tekanan budaya serta berbagai harapan untuk
masa depan.
1. Perubahan fisik/biologis pada masa dewasa
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sejak masa konsepsi akan berlanjut
dan biasanya akan mencapai kesempurnaan dalam masa remaja. Sedangkan pada masa
dewasa individu akan mengalami periode plaetau (masa relatif diam), yaitu periode
dimana individu tersebut tidak mengalami pertumbuhan lagi. Dan akhirnya menjelang tua
ia akan mengalami periode pemunduran.
Pada masa dewasa ini, individu harus mampu mengadakan penyesuaian diri
terhadap perubahan fisik. Karena mereka harus dapat menerima kenyataan bahwa
kemampuan untuk memproduksi sudah berkurang.
Beberapa perubahan-perubahan yang dialami pada masa dewasa, antara lain:
a) Perubahan dalam penampilan.
Baik pria maupun wanita, selalu mengalami ketakutan apabila penampilan usia
dewasa mereka akan menghambat kemampuan untuk mempertahankan pasangan
mereka. Sesuai dengan penampilannya, masalah ketuaan pada usia madya ini dapat
dilihat dari : bertambahnya berat badan, rambut berkurang perubahan pada gigi, dan
perubahan pada mata. Perubahan tubuh bagian luar terjadi berbarengan dengan
perubahan-perubahan pada organ dalam perubahan-perubahan ini dipengaruhi oleh
perubahan jaringan dalam tubuh yang semakin rapuh sehingga akan menimbulkan
kesulitan sirkulasi.
b) Perubahan dalam kemampuan indera.
Perubahan kemampuan alat indra agar dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya
yang paling mencolok, yaitu pada mata dan telinga. Ketajaman mata dalam melihat
semakin berkurang dan timbul penyakit-penyakit lain pada mata, seperti katarak dan
tumor, begitu pula dengan telinga tidak mampu berfungsi secara optimal.
c) Perubahan pada kesehatan.
Masalah kesehatan secara umum terutama memasuki usia dewasa akhir
mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga terbendung, sakit pada otot dan
77
lain-lain. Kesehatan individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain : faktor
keturunan, riwayat kesehatan, tekanan emosi, dan pola hidup yang sehat.
d) Perubahan seksual
Pada masa dewasa, terutama pada masa-masa dewasa akhir wanita mengalami
masa menopause, atau perubahan hidup. Dimana pada masa ini menstruasi berhenti
dan kehilangan kemampuan memiliki anak. Sedangkan pria mengalami masa
klimaterik pria ciri-ciri klimaterik pria, antara lain : rusaknya fungsi organ seksual,
nafsu
seksual
menurun,
penampilan
kelelakian
menurun,
gelisah
akan
kepribadiannya, ketidaknyamanan fisik, menurunnya kekuatan dan daya tahan tubuh,
dan perubahan kepribadian.
2. Perubahan minat yang terjadi pada masa dewasa
Dengan beberapa perubahan fisiologis dan tanggungjawab sebagai orang dewasa,
juga berdampak pada perubahan-perubahan minat mereka, antara lain adalah:
a. Minat untuk meningkatkan penampilan
b. Minat terhadap pakaian dan perhiasan
c. Minat akan simbol-simbol yang mengungkapkan kedewasaan
d. Minat terhadap berbagai simbol status
e. Ketertarikan terhadap uang
f. Minat perhatian terhadap agama
3. Perubahan sosial yang terjadi pada masa dewasa
Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam pola
kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan
teman-teman kelompok sebaya masa remaja menjadi renggang dan berbarengan dengan
itu keterlibatan dalam kegiatan di luar rumah akan terus berkurang. Memasuki kehidupan
dewasa, orang-orang muda akan mengalami perubahan tanggung jawab sehingga mereka
harus menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab dan juga membuat
komitmen-komitmen baru dalam menjalani kehidupan karir, perkawinan, dan rumah
tangga mereka.
Implikasi dari pemenuhan tanggungjawab ini, maka pada masa dewasa seseorang
harus mampu berperan sesuai dengan tuntutan dan orang-orang dewasa lain
dilingkungannya. Sehingga dalam masa ini banyak perubahan-perubahan sosial yang
dialami seseorang, diantaranya adalah:
a. Penyesuaian terhadap pekerjaan
78
Penyesuaian pertama yang dianggap pokok adalah memilih pekerjaan yang cocok
dengan bakat, minat dan faktor psikologis lainnya yang secara hakiki sulit untuk
dipungkiri agar kesehatan mental dan fisiknya sebagai orang dewasa dapat terjaga.
Namun demikian, ada beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya seseorang memilih
pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, adalah: (1) jumlah dan jenis
pekerjaan yang demikian banyak yang sesuai dengan kondisi individu dan
kesempatan yang tersedia, (2) tuntutan perubahan kebutuhan yang begitu cepat dalam
bidang pekerjaan, sehingga bila seseorang telah menekuni satu bidang pekerjaan dia
harus berjuang terus untuk meningkatkan diri untuk dapat menyesuaikan diri dengan
pekerjaannya, (3) tingkat fleksibilitas waktu kerja yang, membutuhkan persiapan yang
lama dan memakan biaya yang banyak, (4) adanya jenis pekerjaan yang dianggap
tidak menyenangkan yang akan dapat menyebabkan seseorang bermasalah dengan
pekerjaannya, (5) ada pekerjaan yang banyak disukai, sehingga membutuhkan daya
kompetisi yang tinggi untuk mendapatkannya, (6) tugas atau pekerjaan yang kurang
jaminan keamanannya, (7) minimnya pengalaman dan pelatihan yang dimiliki, (8)
pendidikan dan pelatihan yang tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk
memegang pekerjaan yang masih lowong, (9) sasaran penjurusan yang tidak realistis,
(10) nilai dan harapan yang tidak realistis, (11) stabilitas dalam pilihan pekerjaan,
misalnya adanya pergantian pekerjaan dalam satu jabatan, (12) penyesuaian dengan
peraturan serta batasan yang berlaku selama waktu kerja, (13) penyesuaian terhadap
teman sejawat dan para pemimpin, dengan lingkungan tempat ia bekerja.
Penyesuaian dalam pekerjaan ini baik yang membutuhkan penyesuain pribadi
maupun sosial, dapat menimbulkan 2 hal yaitu: (1) jika seseorang mampu
menyesuaikan diri dengan pekerjaannya akan mendatangkan kebahagiaan dan
kepuasan kerja, (2) jika seseorang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi
pekerjaannya akan mendatangkan kekecewaan. Untuk menghindari kekecewaan
tersebut maka seorang dewasa harus sudah mampu melakukan penyesuaian diri
dengan pekerjaan yang akan ditekuni dengan berbagai analisis yang harus
dilakukannya.
b. Penyesuaian terhadap perkawinan
Perkawinan adalah menyatunya pria dan wanita dalam suatu ikatan normanorma yang berlaku. Berkumpulnya dua orang yang berbeda dalam segala hal
merupakan suatu tantangan bagi masing-masing untuk menyamakan perbedaanperbedaan yang dimiliki. Oleh karenanya penyesuaian harus dilakukan oleh pasangan
79
tersebut. Diantara penyesuaian dalam perkawinan yang penting dilakukan adalah: (1)
Penyesuaian dengan pasangan, seperti;
konsep pasangan ideal, pemenuhan
kebutuhan, kesamaan latar belakang, keserupaan nilai, minat dan kepentingan
bersama, konsep peran, perubahan dalam pola hidup. (2) Penyesuaian seksual, seperti;
perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan seksual, sikap terhadap
penggunaan alat kontrasepsi. (3) Penyesuaian keuangan, seperti; keterbukaan dalam
penghasilan, penggunaan keuangan sesuai dengan kesepakatan. (4) Penyesuaian
dengan pihak keluarga pasangan, seperti; stereotipe tradisional, keinginan untuk
mandiri, keluargaisme, mobilitas sosial, anggota keluarga berusia lanjut, bantuan
keuangan untuk keluarga pasangan.
c. Penyesuaian diri sebagai orang tua
Menjadi orang tua sebagai ayah maupun ibu, juga merupakan suatu proses yang
dialami oleh orang dewasa. Karena predikat sebagai orang tua ini tidak merupakan
heriditas melainkan dialami atau dipelajari oleh seseorang melalui penyesuaian diri.
Beberapa bentuk penyesuaian diri sebagai orang tua telah disampaikan sekilas pada
uraian masa prenatal, terutama sikap orang tua dalam menerima kehadiran anak.
Dalam kajian ini ada beberapa penyesuaian yang perlu dilakukan oleh orang dewasa
selaku orang tua, adalah sebagai berikut: (1) sikap terhadap kehamilan, (2) jenis
kelamin anak, (3) harapan orang tua, (4) perasaan keseimbangan tugas orang tua, (5)
sikap terhadap perubahan peran, (6) watak anak, (7) hubungan yang baik antara anak
dan orang tua, (8) penyesuaian yang baik dari anak-anak, (9) Kemampuan untuk
memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, (10) Kebersamaan.
4. Perubahan psikologis pada masa dewasa
Masa-masa klimaturium yang dialami perempuan dan penurunan vitalitas bagi lakilaki menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kelenjar-kelenjar. Sehubungan dengan
perubahan-perubahan fisik tersebut mebawa dampak terjadinya erosi dalam kehidupan
psikis
pribadi
yang
bersangkutan.
Pergeseran
dari
perubahan-perubahan
ini
mengakibatkan timbulnya satu krisis dan memanifestasikan diri dalam gejala-gejala
psikologis sebagai berikut:
1) Depresi-depresi atau kemurungan
2) Mudah tersinggung dan lekas marah
3) Mudah curiga
4) Diliputi banyak kecemasan
5) Insomania atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah.
80
C. Peran Seks dan Tanggungjawab Pada Masa Dewasa
Penyesuaian peran seks pada masa dewasa benar-benar sulit. Jauh sebelum masa remaja
berakhir, anak laki-laki dan perempuan telah menyadari pembagian peran seks yang direstui
masyarakat tetapi belum tentu mereka menerima sepenuhnya. Banyak gadis remaja ingin
berperan sebagai seorang ibu dan istri yang baik kalau mereka dewasa nanti, sesuai dengan
konsep tradisional.
Konsep tradisional mengenai peran yang sudah menjadi stereotipi masyarakat,
menganggap bahwa perempuan memang berbeda secara biologis dibandingkan dengan lakilaki. Unger & Crowford (1972) mengatakan untuk menghapus stereotipi masyarakat tentang
perempuan agaknya memang sulit. Di samping perempuan memang berbeda secara fisik
dengan laki-laki, tetapi dari tekanan sosialisasi yang diperolehnya ia juga berbeda dengan
laki-laki secara psikologis. Bila dilihat dari apa yang telah dikembangkan di masyarakat,
maka dapat diketahui adanya suatu paradoks antara kedudukan perempuan secara de jure
dengan yang diperoleh secara de facto. Prilaku yang berbeda ini sebenarnya berakar dari
lingkungan sosial budaya yang selalu menganggap bahwa perempuan memang sepantasnya
mendapatkan kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki, karena sesuai dengan kodrat
yang dimulikinya. Dengan adanya tuntutan-tuntutan sosial dan budaya terhadap kaum
perempuan untuk selalu bersikap dan berprilaku sesuai dengan kodratnya ini sering
menimbulkan dilema dan konflik pada diri perempuan. Selanjutnya Unger & Crawford
mengatakan bahwa tidak dapat disangkal masih ada sikap mendua pada laki-laki maupun
perempuan tentang peranan yang paling tepat berlaku bagi para perempuan yaitu disisi
pertama masih tetap berlaku ideal budayanya (cultural ideal) mengenal perempuan sebagai
istri, ibu, pengelola rumah tangga, dan partisipan aktif dalam kegiatan-kegiatan adat
kemasyarakatan. Sisi kedua perempuan dianggap sebagai sumber tenaga manusia, yang
berarti bahwa perempuan sama dengan laki-laki, yang seyogyanya mendapat kesempatan
optimal untuk mengembangkan bakatnya dan menerapkan pengetahuan dan kemampuannya
di luar batas-batas keluarga dan rumah tangga. Dengan banyaknya faktor-faktor pembentuk
hakekat peran seks ini maka dikatakan memang menjadi hal yang cukup rumit dialami oleh
orang dewasa setelah mereka berumah tangga. Terlebih lagi bagi kaum ibu yang dewasa ini
telah terbukti banyak menekuni dunia karir, tentu peran seks akan menjadi suatu dilema
dalam pengembangan dirinya dalam karir dan sebagai ibu rumah tangga.
Kenyataannya konsep tradisional saat ini mulai bergeser seperti di Indonesia secara
resmi telah diundangkan (dalam PEMILU, 2004) bahwa kesetaraan perempuan dan laki-laki
diakui terutama dalam kelembagaan legislatif. Kita berharap untuk selanjutnya terjadi
81
modifikasi peran seks tanpa mengurangi hak-hak perempuan secara kodrati. Hal ini
ditekankan karena sebagai orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan memiliki
tanggungjawab
yang
sama
untuk
memikul
beban
sesuai
dengan
tugas-tugas
perkembangannya. Dan kenyataan bahwa perempuan saat ini telah banyak memasuki dunia
karir termasuk juga pada lini managerial.
D. Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa
Ada beberapa tugas perkembangan yang hendak diselesaikan pada masa dewasa.
Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mulai bekerja mencari nafkah.
2. Memilih teman / pasangan hidup rumah tangga.
3. Mulai memasuki kehidupan rumah tangga, belajar hidup bersama
pasangan dan
mengelola tempat tinggal dan membesarkan anak – anak.
4. Menerima tanggung jawab kewarganegaraan.
5. Menemukan kelompok sosial atau perkumpulan masyarakat.
6. Mengelola tempat tinggal untuk keperluan rumah tangga dan keluarga.
7. Melakukan penerimaan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal
terjadi paada usia dewasa.
8. Mengembangkan minat untuk mengisi waktu luang yang berorientasi pada kedewasaan,
pada tempat – tempat yang berorientasi kebersamaan dengan keluarga.
9. Mamantapkan dan memelihara standar hidup yang relatif mapan.
10. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut usia.
11. Membantu anak / remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
bahagia.
12. Mencapai tanggung jawab sosial.
13. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan psikologis yang biasa
terjadi pada masa dewasa.
82
PENGGALAN VI
PERKEMBANGAN POTENSI PESERTA DIDIK
I. Pokok Bahasan
: Perkembangan Potensi Peserta Didik
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian potensi diri
2. Jenis-jenis potensi diri
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek-aspek perkembangan potensi diri
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan VI berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian potensi diri
2. Memahami Jenis-jenis potensi diri
3. Mampu
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
aspek-aspek
perkembangan potensi diri
IV. Uraian Materi
A. Pengertian Potensi Diri
Potensi diri adalah kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik
maupun mental dan mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bila dilatih dan ditunjang
dengan sarana yang baik (Habsari 2004), sedangkan diri adalah seperangkat proses atau ciriciri proses fisik, prilaku dan psikologis yang dimiliki individu.
Kekhasan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang berpengaruh besar pada
pembentukan pemahaman diri dan konsep diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang
hendak diraih didalam hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam
konstek potensi diri adalah jika terolah dengan baik akan memperkembangkan baik secara
fisik maaupun mental. Aspek diri yang dimiliki seseorang yang patut untuk dikembangkan
antara lain; (1) Diri fisik meliputi tubuh dan anggotanya beserta prosesnya; (2) Proses diri
merupakan alur atau arus pikiran, emosi dan tingkah laku yang konstan; (3) Diri sosial
adalah bentuk fikiran dan perilaku yang diadopsi saat merespon orang lain dan masyarakat
sebagai satu kesatuan yang utuh; (4) Konsep diri adalah gambaran mental atau keseluruhan
pandangan seseorang tentang dirinya.
83
Kekhasan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang berbengaruh besar pada
pembentukan pemahaman diri dan konsep diri. Ini juga terkait erat dengan prestasi yang
hendak di raih di dalam hidupnya kelak. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam
konteks potensi diri adalah jika terolah dengan baik akan berkembangkan secara fisik
maupun mental secara baik, namun jika terolah secara tidak relevan maka akan berkembang
menjadi kurang baik.
Setiap individu memiliki potensi diri, dan tentu berbeda setiap orang dengan oarang
lainnya. Potensi diri dibedakan menjadi dua bentuk yaitu potensi fisik dan potensi mental
atau psikis.
Potensi fisik menyangkut dengan kesadaran dan kesehatan tubuh, wajah, dan ketahanan
tubuh, sedangkan potensi psikis berhubungan dengan IQ (Intelegency Quotient), EQ
(Emotional Quotient), AQ (Adversity quotient) dan SQ (Spiritual Quotient ). Lebih detail
akan dibahas dalam bagian jenis-jenis potensi diri.
B. Jenis-jenis Potensi Diri
Potensi diri dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu potensi fisik dan potensi mental atau
psikis.
1. Potensi Diri Fisik
Potensi diri fisik adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat dikembangkan
dan ditingkatkan apabila dilatih dengan baik. Kemampuan yang terlatih ini akan menjadi
suatu kecakapan, keahlian, dan keterampilan dalam bidang tertentu . Potensi diri fisik akan
semakin berkembang bila secara intens di latih dan dipelihara.
2. Potensi Diri Psikis
Potensi diri psikis adalah bentuk kekuatan diri secara kejiwaan yang dimiliki seseorang
dan memungkinkan untuk ditingkatkan dan dikembangkan apabila dipelajari dan dilatih
dengan baik. Bentuk potensi diri psikis yang dimiliki setiap orang dikelompokan menjadi dua
bagian yaitu potensi kognitif (intelektual) dan potensi non kognitif (non intelektual), yang
disimulasikan pada gambar 1.
84
POTENSI
KOGNITIF
ABILITAS
POTENSIAL
A.P UMUM
(INTELEGENS
I)
ABIILITAS
AKTUAL
A.P KHUSUS
(BAKAT)
NON
KOGNITIF
1. PERHATIAN
2. PENGAMATAN
3. FANTASI
4. PERASAAN
5. MOTIF
8. BEBERAPA
SIFAT
KEPRIBADIAN
Gambar 1. Peta Konsep Potensi Manusia (Sumber: Suarni, 2013)
Pengelompokan potensi manusia hanya bertujuan untuk memudahkan dalam
mempelajari, karena secara teoritik manusia sebagai mahluk totalitas memiliki berbagai
potensi yang begitu kompleks dan mungkin tidak mampu teramati secara kasat mata.
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Potensi Intelektual Atau Potensi Kognitif
Pontensi intelektual dikelompokan menjadi 2 bagian, yakni kemampuan umum atau
potensi abilitas umum yang disebut dengan Inteligensi (lihat teori Uni-faktor dan teori Dwifaktor) dan potensi abilitas khusus yang disebut dengan Bakat (lihat teori Multi-faktor dan
teori Primary mental Ability). Ingatan dan berpikir termasuk juga dalam bagian inteligensi.
Ingatan adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan kontak dalam prengambilan
informasi. Berpikir adalah ciri utama dari manusia, secara garis besar berpikir disebut juga
sebagai proses pekerjaan akal.
Potensi Intelektual Umum (Abilitas Potensi Umum), adalah Kecerdasan intelektual
yang lebih dikenal dengan sebutan taraf kecerdasan atau inteligensi (IQ). Inteligensi manusia
berbeda-beda, karenanya interpretasi tentang inteligensi juga diartikan berbeda pula oleh para
pakar psikologi sehingga banyak bermunculan definisi tentang inteligensi dan tes-tes yang
mengukur inteligensi seseorang walaupun pada intinya sama yaitu mengukur kecerdasan
seseorang.
85
David Wechsler mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara
efektif (Anastasi, 2007).
Kemampuan yang dimaksud itu adalah kemampuan untuk mengolah lebih jauh lagi halhal yang kita amati. Kemampuan ini terdiri dari dua jenis yaitu kemampuan umum dan
kemampuan khusus. Kemampuan khusus adalah kemampuan dalam bidang-bidang tertentu
misalnya dalam bidang perdagangan, bidang ilmu pasti, bahasa dan sebagainya, dan juga
kemampuan-kemampuan tertentu seperti kemampuan analisa, kemampuan mensintesakan
atau mengorganisasikan fakta, daya ingatan, inisiatif, kreativitas dan lainnya. Di samping
kemampuan khusus terdapat kemampuan umum yang mendasari kemampuan-kemampuan
khusus tetapi bukan merupakan kumpulan, gabungan atau penjumlahan kemampuankemampuan khusus melainkan merupakan kualitas tersendiri, sehingga dua orang yang sama
cerdasnya dapat menjadi ahli dalam dua bidang yang berbeda.
Stenberg mengatakan bahwa Inteligensi adalah kemampuan untuk belajar dan
mengambil manfaat dari pengalaman, kemampuan untuk berpikir atau menalar secara
abstrak, kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dari perubahan dan
ketidakpastian lingkungan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya menyelesaikan secara
tepat tugas-tugas yang perlu diselesaikan (Atkinson&Atkinson and Ernest, 1999).
Lebih luas Binet mengartikan Inteligensi tersebut sebagai kemampuan untuk
menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam
rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri (Berk, L.E 1989).
Robbins mengatakan Inteligensi adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan mental (Robbins, S.P, 1996).
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari
pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli
psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas
Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan
mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test
Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal
dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap
masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktivitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri
kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun
86
demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang
tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing
sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang
sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan
sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan
belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia
Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut
penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun.
Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari
keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali
bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi
memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang
kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, di samping faktor lain,
seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk
melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung
antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi
masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Usia Mental Anak
x 100 = IQ
Usia Sesungguhnya
Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata
baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia
Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.
Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Penggolongan Tingkat Kecerdasan Sesuai Dengan Skor IQ
TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120 – 140
Super
110 – 120
Normal
90 -110
87
Bodoh
80 – 90
Perbatasan
70 – 80
Moron / Dungu
50 – 70
Imbecile
25-50
Idiot
0 – 25
Potensi Intelektual khusus (Abilitas Potensi khusus), di samping kemampuan umum
Robbins juga mengatakan ada tujuh dimensi yang menyusun Inteligensi manusia yaitu
Kecerdasan Numeris, Pemahaman Verbal, Kecepatan Perseptual, Penalaran Induktif,
Penalaran Deduktif, Visualisasi Ruang dan Ingatan. Lebih lanjut kemampuan-kemampuan
khusus ini oleh Spearman disebut dengan istilah faktor-faktor spesifik (special faktor/faktor
”s” lihat teori Dwi Faktor).
Kecerdasan numeris adalah kemampuan seseorang untuk berhitung dengan cepat dan
tepat; kecerdasan pemahaman verbal adalah kemampuan memahami apa yang dibaca atau
didengar serta hubungan kata satu sama lain; kecepatan perseptual adalah kemampuan
mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat, penalaran induktif adalah
kemammpuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan
masalah itu; penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan menilai
implikasi dari suatu argumen; visulisasi ruang adalah kemampuan membayangkan bagaimana
suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang diubah; ingatan yaitu
kemampuan menahan dan mengenang kembali masa lalu.
Selanjutnya kemampuan-kemampuan dasar ini oleh Thurstone yang disebutnya dengan
Bakat, dikelompokan menjadi 6 aspek yaitu: kemampuan Verbal (V), kemampuan Number
(N), kemampuan Spatial (S), kemampuan Word Fluency (W), kemampuan Memory (M) dan
kemampuan Reasoning (R).
Kemampuan Verbal (V), yaitu kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsep-konsep
yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan kemampuan berpikir dan memecahkan masalahmasalah yang dinyatakan dalam kata-kata.
Kemampuan Number (N), yaitu kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsep-konsep
yang dinyatakan dalam angka-angka dan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalahmasalah yang dinyatakan dalam angka-angka.
Kemampuan
Spatial
(S),
yaitu
kemampuan
untuk
membayangkan
atau
memvisualisasi gambar-gambaran mental dari obyek-obyek yang diamati.
Kemampuan Word Fluency (W), yaitu kemampuan untuk bermain kata-kata.
88
Kemampuan Memory (M), yaitu kemampuan untuk mengingat tanggapan yang telah
disimpat dari pengamati, mengenal sebuah/beberapa obyek.
Kemampuan Reasoning (R), yaitu kemampuan untuk mengolah pikiran
Berdasarkan kajian di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa inteligensi adalah
kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang
mengandung berbagai komponen yang ada dalam diri seseorang/individu, sedangkan bakat
adalah kemampuan-kemampuan khusus yang dimiliki seseorang sebagai kekuatan dalam
masing-masing kecakapan tertentu.
Anak-anak yang berbakat dibidang yang sama, dalam hal ini bakat seni dapat berbedabeda dalam pengembangan bakat tersebut. Semuanya mempunyai bakat seni tetapi tidak
semuanya dapat mewujudkan bakatnya menjadi prestasi yang unggul.
Bakat (aptitude) pada umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat memerlukan latihan
dan pendidikan agar suatu tindakan dapat di lakukan dimasa yang akan datang. Ada faktorfaktor lain yang ikut menentukan sejauh mana bakat seseorang dapat terwujud. Faktor
tersebut ditentukan oleh keadaan lingkungan seseorang seperti kesempatan, sarana dan
prasarana yang tersedia, sejauh mana dukungan dan dorongan orangtua, taraf ekonomi
orangtua, tempat tinggal, di daerah perkotaan atau pedesaan. Sebagian faktor ditentukan oleh
keadaan dalam diri orang itu sendiri, seperti minatnya terhadap suatu bidang dan keuletannya
untuk mengatasi kesulitan atau rintangan yang mungkin timbul. Sejauh mana seorang dapat
mencapai prestasi tergantung dari motivasi seseorang untuk berprestasi. Oleh karena itu
minat juga perlu dikembangkan sejak dini.
Anak-anak mempunyai bakat yang berbeda-beda baik dalam jenis maupun dalam
derajat atau tingkat pemikiranya suatu bakat. Baik guru maupun orangtua dapat mengamati
anak didik mereka berbeda tidak hanya dalam penampilan tetapi juga dalam bakat,
kemampuan dan minat. Hal ini mempunyai dampak terhadap prestasi yang ingin dicapai.
Para ahli psikologi telah mengembangkan berbagai pengukuran bakat seseorang.
Bermacam-macam tes potensi dapat digunakan untuk mengetahui bakat seseorang, di
antaranya adalah DAT (differencial apttitude test) dengan aspek-aspek pengukurran sebagai
berikut:
Kemampuan Berpikir Verbal, adalah kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsepkonsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan kemampuan berpikir dan memecahkan
masalah-masalah yang dinyatakan dalam kata-kata.
89
Kemampuan Numerikal, adalah kemampuan untuk mengerti ide-ide dan konsepkonsep yang dinyatakan dalam angka-angka dan kemampuan berpikir dalam memecahkan
masalah-masalah yang dinyatakan dalam angka-angka.
Kemampuan Skolastik, adalah kombinasi antara kemampuan berpikir verbal dan
numerik. Merupakan kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata-pelajaran
atau mata kuliah, persiapan akademik dan sebagainya.
Kemampuan Berpikir Abstrak, adalah kemampuan menguasai diagram, pola atau
rancangan-rancangan.
Kemampuan mekanik, adalah kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip umum
ilmu pengetahuan alamiah seperti kemampuan mengerti tata kerja atu hokum-hukum yang
berlaku dalam perkakas-perkakas sederhana, mesin, dan sejenisnya.
Kemampuan Relasi Ruang, adalah kemampuan memvisualisasikan, mengamati dan
membentuk gambar-gambaran mental dari obyek-obyek dengan jalan melihat pola-pola tiga
dimensi.
Kemampuan klerikal, adalah kemampuan ketelitian dan kecepatan orang dalam
membandingkan, menandai, mengecek, dan mencocokkan daftar.
Sealain istilah IQ, memasuki abad 19 berkembanglah banyak istilah kecerdasan seperti:
Mutiple Intelegence (MI), Emosi Quottient ( EQ ), Adversity quotient ( AQ), Spiritual
Quotient (SQ),
Mutiple Intelegence ( MI )
Kecerdasan intelektual adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah
dan berusaha untuk menguasai lingkungannya secara maksimal secara terarah. Menurut
Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari
2004) membagi kecerdasan dalam tujuh
macam, yaitu; (1) Kecerdasan visua/spesial
(kecerdasan gambar) : profesi yang cocok untuk tipe kecerdasan ini antra lain arsitak,
seniman, designer mobil, insinyur, designer graffis, komputer, perancang interior dan ahli
fotografi; (2) Kecerdasan verbal/linguistik ( kecerdasan Berbicara): Profesi yang cocok bagi
mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah pengarang atau penulis, guru. penyiar radio,
pemandu acara/presenter, pengacara, penterjemah, pelawak; (3) Kecerdasan musik: Profesi
yang cocok bagi yang memiliki ini adalah peenggubah lagu, pemusik, penyanyi, disc joker,
guru seni suara, kritikus musik, ahli terapi musik, audio mixier (pemandu suara dan bunyi);
(4) Kecerdasan logis / matematis (Kecerdasan angka); Profesi yang cocok bagi mereka yang
memiliki kecerdasan ini adalah ahli metematika, ahli astronomi, ahli pikir, ahli forensik, ahli
tata kota, penaksir kerugian asuransi, pialang saham, analis sistem komputer, ahli gempa; (5)
90
Kecerdasan interpersonal (kecerdasan diri ). Profesi yang cocok bagi mereka yang memiliki
kecerdasan ini adalah ulama, pendeta, guru, pedagang, resepsionis, pekerja sosial, pekerja
panti asuhan, perantara dagang, pengacara, manajer konvensi, ahli melobi, manajer sumber
daya manusia; (6) Kecerdasan intrapersonal (kecerdasan bergaul): profesi yang cocok bagi
mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah peneliti, ahli kearsipan, ahli agama, ahli budaya,
ahli purbakala, ahli etika kedokteran .
Emosi Quotient ( EQ ) atau kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengendalikan, dan menata
perasaan sendiri dan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan
didambakan oleh orang lain. Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh
kerangka keja kecakapan ini,yaitu: (1) Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola
diri sendiri; (2) Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri
dan rasa percaya diri yang tinggi; (3) Pengaturan diri yaitu bentuk kecakapan dalam
mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat percaya , kewaspadaan , adaptabilitas, dan
inovasi; (4) Motivasi : Secara etimologis, Winardi (2002:1) menjelaskan istilah motivasi
(motivation) berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang berarti menggerakkan (to move).
Diserap dalam bahasa Inggris menjadi motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif
atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.
Motivasi seperti yang diungkapkan oleh Steiner sebagaimana dikutip Hasibuan 2003
menyebutkan bahwa motivasi adalah suatu pendorong dari dalam untuk beraktivitas atau
bergerak dan secara langsung atau mengarah kepada sasaran akhir.
Selain itu motivasi oleh Ali sebagaimana dikutip Arep dan Tanjung 2004
mendefinisikan motivasi sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan seseorang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Motivasi adalah daya pendorong dari dalam diri
individu sebagai penyebab terjadinya aktivitas, yang diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu. (1). Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus
menangani suatu hubungan; (2) Empati yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain,
berorientasi pelayanan dengan mengembangkan orang lain. Mengatasi keragaman orang lain
dan kesadaran politis; (3) Ketrampilan social Yaitu betuk kecakapan dalam menggugah
tenggapan yang dikehendaki pada orang lain . kecakapan ni meliputi pengaruh , komunikasi,
kepemimpinan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaboradi dan kooperasi serta
kemampuan tim.
Adversity Quotient (AQ) Atau kecerdasan dalam menghadapi kesulitan.
91
Bentuk kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan –
kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G Stoltz dalam Adversity Quotient
membedakan tiga tingkatan AQ dalam masyarakat: (1) Tingkat quitrers. Quiters adalah orang
yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi berbagai kesulitan hidup ,ia berhenti dan
langsung menyerah; (2) Tingkat Campers. Campers adalah orang yang memiliki AQ
sedang.Ia puas dan cukup atas apa yang telah dicapai dan enggan untuk maju lagi; (3)
Tingkat Climber. Climbers adalah orang yang memilikiAQ tinggi dengan kemampuan dan
kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu
mengatasi tantangan hidup.
Spiritual Quotient ( SQ ) atau kecerdasan spiritual.
Sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan
diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu Agus Nggermanto (Quantum Quotient,
2001). Menurut Damitri Mhayana (dalam Habsari,2004) mengemukakan ciri-ciri seseorang
yang memiliki SQ tinggi yaitu: (1) Memiliki prinsip dan visi yang kuat; (2) Mampu melihat
kesatuan dalam keaneka ragaman; (3) Mampu memaknai setiap sisi kehidupan; (4) Mampu
mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
Setelah kita mempelajari potencial ability (kemampuan potensi), kita juga mengenal
aspek actual ability (kemampuan actual). Kemampuan potensial adalah kemampuan yang
tidak nampak artinya masih bersifat laten, sedangkan kemampuan actual adalah kemampuan
yang nampak, artnya kemampuan yang sudah dapat dilihat dalam bentuk perilaku (misalnya:
pencapaian prestasi belajar). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
potensial berkorelasi secara signifikan dengan kemampuan aktual.
b. Potensi non intelektual atau non kognitif
Potensi non kognitif, terdiri dari: Perhatian, Pengamatan, Fantasi, Perasaan, Motif, dan
beberapa sifat kepribadian.
1) Perhatian (attention) adalah aktivitas menjaga sesuatu tetap dalam pikiran yang
membutuhkan kerja mental dan konsentrasi. Groover menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi persepsi dan ingatan adalah perhatian. Ada 5 jenis perhatian yaitu: (a)
Perhatian Selektif (Selective attention). Adalah jenis perhatian yang mana seseorang
memantau beberapa sumber informasi sekaligus. Penerima informasi harus memilih salah
satu sumber informasi yang paling penting dan mengabaikan yang lainnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perhatian selektif adalah harapan, stimulus dan nilai-nilai. (b)
Perhatian Terfokus (Facaused Attention), adalah jenis perhatian yang mengacu pada
92
situasi dimana seseorang diberikan beberapa input namun harus fokus pada satu input saja
selama selang waktu tertentu. Faktor yang berpengaruh terhadap perhatian terfokus
adalah jarak dan arah, serta gangguan dari lingkungan sekitar. (c) Perhatian Terbagi
(Divided Attention), terjadi jika penerima informasi dari berbagai sumber dan melakukan
beberapa jenis pekerjaan sekaligus. (d) Perhatian yang Terus Menerus (Sustained
Attention), adalah jenis perhatian yang secara
terus menerus dilakukan penerima
informasi yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu yagn cukup
lama, dalam situasi ini sangat penting bagi penerima informasi untuk mencegah
kehilangan sinyal. (e) Kurang Perhatian (Lack Of Attention), merupakan situasi dimana
penerima informasi tidak berkonsentrasi terhadap pekerjaannya. Situsai ini disebabkan
oleh kebosanan. Ciri-ciri pekerjaan yang dapat menimbulkan situasi kurang perhatian
adalah pekerjaan dalam siklus pendek, motivasi rendah.
2) Pengamatan: aktivitas yang dilakukan mahkluk cerdas, terhadap suatu proses atau objek
dengan maksud merasakan dan kemudiian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena
berdasarkan pengetahuan dan gagasan-gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.
3) Fantasi dapat didefinisikan sebagai aktifitas untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru
dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama yang telah ada dan tanggapan yang baru
itu harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada, sehingga aktivitas imajinasi itu
kadang dapat melampaui dunia nyata. Fantasi dibedakan menjadi 2 bagian, yakni: (a)
Fantasi sengaja atau yang disadari, adalah usaha imajinasi yang dilakukan subjek secara
sengaja dan disadari. Fantasi sengaja juga merupakan fantasi yang dikendalikan oleh
kemauan dan pikiran. (b) Fantasi tidak sengaja adalah fantasi yang tidak dikendalikan
oleh pikiran atau kemauan. Dalam berfantasi jenis ini dapat terjadi proses
mengabstraksikan, mendeterminasikan, atau pun mengombinasikan. Salah satu kegunaan
fantasi adalah dapat membantu seseorang dalam mencari keseimbangan batin.
4) Perasaan, dapat berwujud perasaan jasmani dan perasaan rohani. Perasaan merupakan
gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal
dan dialami dalam kualitas senang dan tidak senang dalam berbagai taraf (Sumadi
Suryabrata, 1992). Hukstra (2003) mengatakan perasaan adalah suatu fungsi jiwa untuk
dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang.
Pendapat lain diungkapkan oleh Abu ahmadi dan M. Umar (2003) mendifinisikan
perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami
dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan
93
bersifat subjektif. Mengacu pada beberapa pengertian yang diungkapkan, maka perasaan
dapat diartikan sebagai suatu fungsi jiwa yang pada umumnya berhubungan dengan
senang dan tidak senang dalam mengukur suatu kejadian.
Adapun macam-macam perasaan antara lain: (a) Perasaan-perasaan jasmaniah, yang
meliputi (1) Perasaan-perasaan indriah yaitu, perasaan-perasaan yang berhubungan
dengan perangsangan terhadap panca indra seperti sedap, manis, asin, pahit, panas dan
sebagainya, dan; (2) Perasaan vital, yang bersangkutan dengan keadaan jasmaniah pada
umumya seperti perasaan segar letih, sehat lemah tak berdaya. (b). Perasaan-perasaan
rohaniah, yang meliputi; (1) Perasaan intelektual yaitu individu dengan kesanggupan
intelek (pikiran) dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi; (2) Perasaan
kesusilaan, yaitu perasaan tentang baik dan buruk; (3) Perasaan keindahan, yaitu perasaan
yang timbul karena seseorang menghayati sesuatu yang indah atau tidak indah; (3)
Perasaaan sosial yaitu yang mengikat individu dengan sesama manusia; (4) Perasaan
harga diri, yaitu ada yang positif dan ada yang negative; (5) Persaan keagamaan, yaitu
yang bersangkutan dengan kepercayaan seseorang tentang adanya yang Maha Kuasa.
Selain perasaan-perasaan tersebut terdapat juga nilai dari perasaan tersebut. Adapun nilai
perasaan yang dimaksud adalah: (c) Nilai perasaan bagi manusia pada umumnya, yang
dapat dikelompokan menjadi; (1) Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitar;
(2) Subyek dapat ikut serta mengalaminya; (3) Menimbulkan rasa senasib dan kewajiban
sebagai manusia, dan; (4) Dapat membedakan antara mahluk, bahwa manusia merupakan
mahluk yang mempunyai perasaan. (d) Nilai perasaan dalam Pendidikan, yang dapat
dikelompokan menjadi; (1) Dapat mendidik kearah kebaikan atau keburukan; (2) Dapat
menimbulkan kebahagiaan, terutama kebahagiaan rohani; (3) Menghindarkan rasa rendah
diri pada anak didik, dan (4) Menanamkan rasa intelektual pada anak didik.
5) Motif adalah: menyatakan Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk
melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu (Winkel, 1996).
Sedangkan Azwar (dalam Nyayu Khodijah,2006), menyatakan bahwa Motif adalah suatu
keadaan, kebutuhan atau dorongan dalam diri seseorang yang disadari atau tidak disadari
yang membawa kepada terjadinya suatu prilaku. Mengacu pada beberapa pendapat ini
maka, motif dapat diartikan sebagai suatu dorongan dan kekuatan yang berasal dari dalam
diri seseorang baik yang disadari maupun yang tidak disadari untuk mencapai tujuan
tertentu.
94
6) Beberapa jenis sifat kepribadian:
Personalitas atau kepribadian secara etimologis berasal dari bahasa latin "persona",
yang artinya kedok. Kedok ini biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman
kuno, untuk memerankan satu bentuk tingkah laku dan karakter tertentu. Juga berasal dari
kata "personare"
yang artinya menembus. Dengan kata lain, pemain sandiwara itu
melalui kedoknya berusaha menembus keluar, untuk mengekspresikan atau bentuk
"gambaran manusia" tertentu. Misalnya gambaran seorang pemurung, seorang periang,
yang acuh tak acuh, dll. Jadi persona itu bukan pemain sandiwara itu sendiri, akan tetapi
ia ingin menggambarkan satu bentuk atau tipe manusia tertentu.
Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu
yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi
psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut
adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui
pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb. Misalnya seorang
pemalas setelah masuk di sebuah Perguruan Tinggi yang menuntut kedisiplinan menjadi
rajin, maka kepribadiannya berubah. Perilaku SMA berubah menjadi perilaku mahasiswa
yang displin dan rajin.
Kepribadian secara langsung berhubungan dengan kapasits psikis seseorang;
berkaitan pula dengan nilai-nilai etis/kesusilaan dan tujuan hidup. Kepribadian manusia
itu juga selalu mengandung unsur dinamisme, yaitu berupa kemajuan-kemajuan atau
progres menuju satu integrasi baru tapi sistem psikofisis terebut tidak pernah akan bisa
terintegrasi dengan sempurna. Kepribadian mencakup pola kemampuan adaptasi
(menyesuaikan diri) yang khas terhadap lingkungannya.
Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun
dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini
merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian
tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan
mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang
dan mantap kepribadiannya. Dalam bahasa latin asal kata personaliti dari persona
(topeng), sedangkan dalam ilmu psikologi menurut, Gordon W.Allport disebutkan bahwa
kepribadian merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu
yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Interaksi psiko-fisik
mengarahkan tingkah laku manusia.
95
Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat
pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian. Masing-masing pakar
kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka
yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa
contoh definisi kepribadian:
(a) Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri
secara mengesankan (Hilgard & Marquis)
(b) Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha
mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan
memperoleh pengalaman (Stern)
(c) Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang
menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allport)
(d) Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford)
(e) Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang
yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin)
(e) Kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang
menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku psikologik (berpikir, merasa,
dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami
secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu
(Mandy atau Burt)
(f) Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir
sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional
(Murray)
(g) Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang
membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi
(Phares)
Guilford mengemukakan bahwa kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari
keseluruhan cara dimana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain, kepribadian paling sering di deskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukan oleh individu. Beberapa sifat-sifat kepribadian menurut Edward yang dapat
diukur dengan menggunakan tes kepribadian EPPS (Edward Personality Preference
Schedule) dengan mengungkap 15 jenis kebutuhan manusia, adalah:
(a) Achievment ialah kebutuhan untuk berprestasi meliputi menyelesaikan sesuatu
dengan baik dan akan berhasil, menyelesaikan tugas dan memerlukan usaha diikuti
96
keahlian dan ketrampilan, menyelesaikan sesuatu yang penting sekali artinya,
melaksanakan suatu pekerjaan yang sulit, memecahkan masalah yang sulit, akan
mampu melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain, menulis suatu drama,
novel yang termasyur.
(b) Defference ialah kebutuhan menaati perintah atau aturan meliputi menerima saransaran dari orang lain, mendapat keterangan apa yang dipikirkan orang lain,
mengikuti petunjuk-petunjuk dan mengerjakan apa yang diharapkan.
(c) Order ialah kebutuhan bekerja secara teratur meliputi dapat mencatat dan mengatur
pekerjaan dengan rapi, membuat rencana sebelum memulai suatu tugas yang sukar,
dapat mengelola benda-benda.
(d) Exhibition ialah kebutuhan untuk menonjolkan diri meliputi mengatakan sesuatu
yang lucu, logis dan nalar, menceritakan cerita-cerita dan lelucon yang lucu,
berbicara tentang pengalaman dan pribadinya sendiri.
(e) Autonomy ialah kebutuhan untuk bisa berdiri sendiri meliputi bisa datang dan pergi
sebagaimana diinginkan, mengatakan apa yang sedang dipikirkan oleh seseorang
tidak bergantung dengan orang lain dalam mengambil keputusan.
(f) Affiliasi ialah kebutuhan untuk bersekutu dengan orang lain, setia dan patuh kepada
teman, berpartisipasi aktif dalam kelompok kekeluargaan, melakukan sesuatu bagi
teman-teman, membentuk persahabatan baru.
(g) Intraseption ialah kebutuhan untuk campur tangan terhadap usaha orang lain
meliputi menganalisis motif dan perasaan orang lain, mengamati orang lain,
memahami bagaimana masalah yang dirasakan orang lain.
(h) Succorance ialah kebutuhan untuk mendapatkan bantuan orang lain, meliputi dapat
memberikan bantuan kepada orang lain apabila dalam keadaan susah, mencari
dukungan dari orang lain, memiliki sifat simpati terhadap orang lain.
(i) Dominance ialah kebutuhan untuk menguasai orang lain meliputi memperdebatkan
sudut pandang seseorang, menjadi seseorang pemimpin dalam kelompoknya, dan
dianggap oleh orang lain sebagai pemimpin.
(j) Abasement ialah kebutuhan untuk bisa mengalah meliputi merasa bersalah jika
seseorang melakukan kesalahan, menerima salah bila orang melakukan sesuatu yang
tidak benar, lebih mendapatkan kesengsaraan dan kesedihan dari pada melakukan
kejahatan.
97
(k) Nurturance ialah kebutuhan untuk bisa menyenangkan orang lain meliputi
membantu teman dalam keadaan susah, membantu orang kurang beruntung,
mengobati orang lain dengan sifat simpati dan empati.
(l) Change ialah kebutuhan untuk mengadakan perubahan meliputi melakukan sesuatu
yang baru dan berbeda, mengadakan perjalanan, menjumpai orang-orang baru,
mencari pengalaman baru dan mengubahnya setiap hari.
(m) Endurance ialah kebutuhan untuk tahan mengatasi rintangan meliputi mengerjakan
sesuatu pekerjaan sampai selesai, berusaha menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas,
bekerja keras pada suatu tugas.
(n) Heterosexuality ialah kebutuhan untuk hubungan sex dengan orang lain meliputi
bergaul dengan orang dari jenis kelamin berbeda, mengikut sertakan jenis kelamin
yang berbeda.
(o) Aggresion ialah kebutuhan untuk menyerang orang lain meliputi menyerang sudut
pandang yang bertentangan, menceritakan kepada orang lain apa yang dipikirkan,
menertawakan orang lain.
7) Minat, Dengan meluasnya cakrawala mental anak, minat-minatnya pun berkembang. Hal
ini akan mempunyai dampak terhadap bentuk dan kedalaman (intensitas) aspirasinya.
Seorang anak perempuan yang berminat terhadap masalah-masalah kesehatan atau
fungsi-fungsi badan manusia kemudian mungkin ingin menjadi perawat atau dokter.
Minat dapat juga menjadi kekuatan motivasi. Prestasi seseorang selalu di pengaruhi oleh
macam dan intensitas minat-minatnya. Minat menimbulkan kepuasan seorang , dan jika
seseorang berminat cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari
oleh minat tersebut, dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya. Minat dapat diartikan
sebagai kecenderungan terhadap perasaan senang terhadap suatu obyek. Ciri-ciri
seseorang manaruh minat pada suatu obyek, akan menunjukan perhatian yang tinggi
terhadap obyek tersebut, siap meluangkan waktu yang lebih untuk obyek tersebut, dan
memiliki ketertarikan terhadap obyek tersebut. Kuder mengelompokan minat menjadi 10
jenis.
(a) Minat outdoor adalah minat untuk bekerja diluar rumah atau minat untuk hidup dan
bekerja di alam terbuka.
(b) Minat mechanical adalah minat untuk bekerja dan mengembangkan teknik bidang
gerak mekanik dan peralatan mesin atau peralatan perputaran roda.
98
(c) Minat computational adalah minat untuk bekerja dalam bidang hitung-menghitung
bidang angka, menghitung benda, banyaknya keperluan dan rencana anggaran biaya,
matematika, akuntansi dan perbankan.
(d) Minat scientific adalah minat untuk bekerja mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
temuan dan pengkajian produk baru.
(e) Minat persuasive adalah minat untuk mendekati orang atau mempengaruhi orang atau
meyakinkan orang.
(f) Minat artistic adalah minat untuk mengembangkan bidang seni lukis, music,
kerawitan, suara, kerajinan, dan multigrafis computer.
(g) Minat literary adalah minat terhadap buku komik, koran dan temuan sejarah,
teknologi, budaya.
(h) Minat musical adalah minat untuk mengembangkan bidang musik, gamelan,
koreografer, dan sebagai pengarang lagu dan komponis.
(i) Minat social service adalah miant untuk memberikan layanan bantuan kepada orang
terlantar, terluka, orang sakit, orang yang menderita, orang tertindas dan orang yang
papa.
(j) Minat clerical adalah minat dalam membaca merek, dagang, membuat sandi,
membuat kode, membuat kata-kata, ketelitian dalam arsip atau penyimpanan alat dan
surat.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Aspek-aspek Potensi Diri
Faktor-fator yang dapat mempengaruhi pengembangan aspek-aspek potensi diri, dapat
dikelompokan menjadi dua bagian, yakni: factor yang berasal dari dalam diri individu dan
factor yang berasal dari luar diri individu.Oleh Pervin&John, 2001 disebut dengan faktor
genetik dan lingkungan.
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peranan penting dalam menentukan kepribadian khususnya
yang terkait dengan aspek yang unik dari individu (Caspi, 2000; Rowe, 1999, dalam Pervin &
John, 2001). Pendekatan ini berargumen bahwa keturunan memainkan suatu bagian yang
penting dalam menentukan kepribadian seseorang (Robbins, 1998). Beberapa faktor biologis
yang penting seperti sistem saraf, watak, seksual dan kelainan biologis, seperti penyakitpenyakit tertentu.
99
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang membuat seseorang sama dengan orang
lain karena berbagai pengalaman yang dialaminya. Faktor lingkungan terdiri dari faktor
budaya, kelas sosial, keluarga, teman sebaya, dan situasi. Di antara faktor lingkungan yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan potensi diri seseorang adalah
pengalaman individu sebagai hasil dari budaya tertentu. Masing-masing budaya mempunyai
aturan dan pola sanksi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual dan kepercayaan. Hal ini
berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian
tertentu yang umum (Pervin & John, 2001).
Faktor lain yaitu faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang
mereka mainkan, tugas yang diembannya dan hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini
mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka mempersepsi
anggota dari kelas sosial lain (Pervin & John, 2001).
Salah satu faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga (Collins et
al., 2000; Halvelson & Wampler, 1997; Maccoby, 2000 dalam Pervin & John, 2001).
Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang
anak yang dibesarkan dalam Iingkungan keluarga yang harmonis dan agamis dalam arti,
orangtua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan
berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak
yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis,
orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam
keluarga, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau
mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment). Selanjutnya digambarkan
bagaiman pengaruh pola asuh terhadap perkembangan potensi diri individu.
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak (Kartono, 1992). Sebagai
tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya
anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan
tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak. Orang tua merupakan pendidik utama dan
pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima
pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua
dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk
pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi
dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.
100
Orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak.
Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan
pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa terkait
dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam membesarkannya
(Daryati R, 2009).
Mendidik anak dengan baik dan benar berarti menumbuhkembangkan totalitas potensi
anak secara wajar. Potensi jasmaniah anak diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan
dan papan. Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar
melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan dan budi pekerti.
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga. Orang tua
bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anakanaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai,
cerdas dan berakhlak. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka
mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang
merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak
mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka.
Mengenal Bentuk Pola Asuh Orang tua, karakteristik kepribadian setiap individu adalah
unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor
yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan
sosial terkecil, namun memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk
kepribadian seseorang individu.
Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan adanya
anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga antara orangtua-anak,
yang kemudian membentuk suatu hubungan yang berkesinambungan. Orangtua dan pola
asuh memiliki peran yang besar dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan
corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak.
Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak.
Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam
berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian,
peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap,
perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang
101
kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan
pula bagi anak-anaknya. Beberapa jenis pola asuh yang dapat mempengaruhi perkembangan
potensi diri adalah dijelaskan sebagai berikut.
Baumrind (1967), mengungkapkan 4 macam pola asuh orang tua.
a. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan
tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe
ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yangberlebihan yang
melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat
hangat.
b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya
dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah,
menghukum. Apabila anak tidak maumelakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka
orang tua tipe initidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak
memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan
pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya
bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Gambar 2. Pola Asuh Permisif (Suarni, 2013)
102
Seperti gambar pertaman dimana orang tua tidak mengawasi si anak bermain
sebenarnya dengan bermain boneka pun sangat bermanfaat untuk mengenal warna dan jenisjenis binatang. Gambar kedua misalnya orang tua tidak membimbing anaknya dalam
permainan yang cukup membahayakan nyawa anak jadi anak tidak tahu bahwa anak tersebut
berbahaya bagi dirinya. Gambar ketiga adalah dimana orang tua membiarkan anaknya untuk
membeli jajanan dipingir jalan tanpa memikirkan kesehatan si anak misalnya seperti gambar
diatas terlihat bahwa kurang diperhatikanya kebersihan dan kesehatan makanan yang dimasak
oleh pedaggang tersebut.
d. Pola Asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim
pada anak-anaknya.Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti
bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka.Termasuk dalam
tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang
depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anakanaknya.
Gambar 3. Pola Asuh Penelantar (Suarni, 2013)
Dalam gambar di atas terlihat anak yang mendapatkan pola asuh penelantar dari orang
tuanya. Pada umumnya orang tua tipe ini cenderung memberikan waktu, perhatian serta
pasilitas yang sangt minim pada anak-anaknya waktu mereka sebagian besar digunakan untuk
keperluan pribadi mereka sendiri dan menelantarkan anaknya. Sehingga seperti yang terlihat
pada gambar karean kurangnya pasilitas dan perhatian pada orang tua anak melakukan
permainan yangt berbahaya bagi diriya.
Menurut Diane Baumrind dalam Djiwandono (1989) pola asuh orang tua dapat
diidentifikasikan menjadi 3, yaitu:
a. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap
terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati
103
bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai
kemampuan anak secara langsung.
Gambar 4. Pola Asuh Demokratis (Suarni, 2013)
Pola asuh ini selalu mendasari tindakannya pada rasiao atau pemikiran–pemikiran,
dimana orangua tua memiliki sikap terbuka pada anaknya, orang tua berusaha menghargai
kemampuan dan bakat anak yang dimiliki oleh anak. Dan orang tua ikut membimbing,
mengawasi dan mempasilitasi segala keperluan anak agar dapat tumbuh dengan baik dan
dapat memiliki kepribadian baik pula. Orang tua juga berperan membantu segala masalah
yang dihadapi anak.
b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan
mengorbankan otonomi anak. Menurut Danny (1986: 96), pola asuh otoriter mempunyai
aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
Gambar 5. Pola Asuh Otoriter (Suarni, 2013)
Dari gambar-gamar di atas dapat terlihat tentang pola asuh orang tua yang otoriter,
dimana orang tua melarang anaknya tanpa memperhatikan hak anak. Dalam pola asuh ini
orang tua memaksakan anak untuk menuruti kehendak orang tua jika si anak tidak menuruti
kemauan orang tua maka orang tua tipe ini tidak segan–segan untuk memukuli anaknya. Hal
104
tersebut menyebakan anak tidak bisa berkembang dengan baik dan anak tidak dapat
berkembang sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk
berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Moesono (1993) menjelaskan bahwa
pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan adalah
orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan
(over protective), serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa macam-macam pola asuh terdiri dari :
Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang memberikan kesempatan pada anak untuk
mengemukakan pendapat dan keinginan mereka, sedangkan orang tua sebagai pengawas
terhadap anak hanya mengikuti kehendak anak namun tetap dengan pemikiran-pemikiran
sebagai pertimbangan yang rasional. Orang tua dengan pola asuh otoriter yaitu pola asuh
yang memaksakan kehendak orang tua supaya anak hanya mengikuti kehendak orang tua
tanpa adanya pengawasan dengan baik. Sehingga terkesan anak merasa terpaksa untuk
melakukan apa yang dikehendaki orang tuanya walaupun tidak dikehendakinya. Pola asuh
permisif, adalah pola asuh yang sangat kurang baik diterapkan dalam mengasuh seorang
individu dikarenakan anak menjadi bebas tanpa pengawasan, kemudian buruknya nanti si
anak akan menjadi liar dan sulit untuk dikontrol.
Menurut Pervin & John (2001), lingkungan teman mempunyai pengaruh dalam
perkembangan kepribadian. Pengalaman pada masa kecil dan remaja dalam suatu kelompok
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kepribadian. Situasi, mempengaruhi dampak
keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Melalui hubungan interpersonal dengan
teman sebaya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi
anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari
orangtuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif dalam memilih teman dan
mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan perilaku kelompoknya. Tuntutan yang berbeda dari
situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang
(Robbins, 1998). Selanjutnya Pervin & John mengatakan terdapat faktor lingkungan yang
beragam berkontribusi terhadap pengembangan potensi diri individu. Faktor yang dimaksud
di antaranya adalah:
105
1. Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa “kebudayaan meregulasi kehidupan kita sejak lahir
sampai mati, baik disadari maupun tidak yang mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola
perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita”.
Pola-pola perilaku yang sudah terkembangkan dalam masyarakat (bangsa) tertentu
(seperti bentuk adat istiadat) sangat memungkinkan mereka untuk memiliki karakteristik
kepribadian tertentu yang sama. Kesamaan karakteristik ini mendorong berkembangnya
konsep kepribadian dasar (Kardiner: Yusuf, 2002) dan karakter nasional atau bangsa (Gorer:
Yusuf, 2002).
Berikut contoh tipe kepribadian suku Indiana Maya dan Alorese. Suku Indiana memiliki
karakteristik: rajin, kurang peka terhadap penderitaan, fatalistik, tidak takut mati, independen
namun tidak kompetitif, tidak demonstratif dalam mengekspresikan perasaan, dan jujur.
Sementara suku Alorese berkarakteristik: cemas, curiga, kurang percaya diri, kurang
berminat ke dunia luar, sangat membutuhkan dorongan kasih sayang, kurang memiliki
dorongan untuk mengembangkan keterampilan, dan suka mengkompensasi perasaan rendah
dirinya dengan membuat dan membangga-banggakan diri.
Setiap bangsa di dunia memiliki kepribadian dasar yang relatif berbeda, sebagaimana
bangsa Indonesia memiliki kepribadian dasar: religius, ramah, kurang disiplin, bangsa
Jepang: ulet, kreatif, dan disiplin; dan bangsa Amerika: optimis, perspektif, disiplin, ulet
dalam menyelesaikan sesuatu, namun individualistik.
Pentingnya peranan kebudayaan terhadap perkembangan kepribadian seseorang
tergantung pada tiga prinsip di antaranya: (a) pengalaman awal dalam kehidupan dalam
keluarga, (b) pola asuh orangtua terhadap anak, dan (c) pengalaman awal dalam kehidupan
anak dalam masyarakat. Jika anak-anak memiliki pengalaman awal kehidupan yang sama
dalam suatu masyarakat maka mereka cenderung akan memiliki karakteristik kepribadian
yang sama pula.
2. Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor yang dipandang
berpengaruh itu di antaranya adalah:
1) Iklim emosional kelas
Suasana kelas yang sehat (guru yang ramah, resfek antar peserta didik) memberi
dampak positif bagi perkembangan psikis anak, mereka menjadi aman, nyaman, bahagia,
mau bekerjasama, termotivasi untuk belajar, mau mentaati peraturan. Sebaliknya kelas yang
tidak sejuk (guru bersikap otoriter, tidak menghargai peserta didik) berdampak kurang baik
106
bagi perkembangan anak, mereka merasa tegang, nervous, mudah marah, malas belajar,
berperilaku mengganggu di kelas, tidak tertib.
2) Sikap dan perilaku guru
Sikap dan perilaku guru tercermin dalam hubungannya dengan peserta didik (human
relationship). Hubungan guru- peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
strerotip budaya terhadap guru (pribadi dan profesi), positif atau negatif, sikap dan pola
pembimbingan guru terhadap peserta didik, metode mengajar, penegakan disiplin di kelas,
dan penyesuaian pribadi guru. Sikap dan perilaku guru secara langsung mempengaruhi “selfconcept” peserta didik, melalui sikap-sikapnya terhadap tugas akademik (kesungguhan dalam
mengajar), kedisiplinan dalam mentaati peraturan sekolah, dan perhatiannya terhadap peserta
didik. Secara tidak langsung, pengaruh guru ini terkait dengan upayanya membantu peserta
didik dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya.
3) Disiplin
Penegakan tata tertib di lingkungan sekolah akan membentuk sikap dan tingkah laku
peserta didik. Disiplin yang kaku akan mengembangkan sifat-sifat pribadi peserta didik yang
tegang, nervous, dan antagonistik. Disiplin yang bebas, cenderung membentuk sifat peserta
didik yang kurang bertanggungjawab, kurang menghargai otoritas, dan egosentris. Sementara
disiplin yang demokratis, cenderung mengembangkan perasaan berharga, merasa bahagia,
perasaan tenang, dan sikap bekerjasama.
4) Prestasi Belajar
Pencapaian prestasi belajar atau peringkat kelas mempengaruhi peningkatan harga diri
dan sikap percaya diri peserta didik.
5) Penerimaan Teman Sebaya
Peserta didik yang diterima oleh teman-temannya, ia akan mengembangkan sikap
positif terhadap dirinya, dan juga orang lain. Ia merasa menjadi orang yang berharga.
107
PENGGALAN VII
HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
I. Pokok Bahasan
: Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
3. Ciri-ciri atau Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan VII berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
2. Memahami Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
3. Memahami Ciri-ciri atau Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
IV. Uraian Materi
A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna)
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses
pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga
mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu,
tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan
pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada
sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward, anak
berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus 6 yang berbeda dengan anak
pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang
digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan
ganngguan atau kelainan pada aspek :
1. Fisik/motorik a.l. cerebral palsi, polio
108
2. Kognitif : mentalretardasi, anak unggul (berbakat)
3. Bahasa dan bicara
4. Pendengaran
5. Penglihatan
6. Sosial emosi
Anak tersebut membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus
agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Karena anak-anak tersebut mungkin akan
belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda. Walaupun
mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum,
mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Hal ini dapat dimulai dengan
cara penyebutan terhadap anak dengan kebutuhan khusus tersebut.
B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
1. Anak Dengan Gangguan Fisik
a. Anak Dengan Gangguan Penglihatan (Tuna Netra)
Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami
gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan khusus
dalam pendidikan maupun kehidupannya.
Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan
berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang buta, dan bagi yang sedikit penglihatan (low
vision) diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba
dan didengar atau diperbesar.
b. Anak Dengan Gangguan Pendengaran (Tuna Rungu)
Tuna rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun
telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan
layanan pendidikan khusus.
c. Anak Dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tuna Daksa)
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada
anggota gerak (tulang, sendi,otot). Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuhan
otot, atau gangguan fungsi syaraf otak (disebut Cerebral Palsy/CP]. Pengertian anak
Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.
109
2. Anak Dengan Gangguan Emosional
a. Anak Dengan Gangguan Intelektual (Tuna Grahita)
Tuna grahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan
dan keterbelakangan perkembangan mental- intelektual di bawah rata-rata, sehingga
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan
pendidikan khusus.
b. Anak Dengan gangguan Prilaku dan Emosi (Tuna Laras)
Anak dengan
gangguan prilaku (Tunalaras) adalah anak yang berperilaku
menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan
remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya,
sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan
potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus
c. Anak Gangguan Bicara dan Komunikasi
Anak dengan gangguan bicara dan komunikasi adalag anak dengan gangguan
komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa, atau gangguan suara
yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak. Adapun ciri-ciri anak gangguan
bicara dan komunikasi antara lain:
1) Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain
2) Tidak lancar dalam bicara
3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
4) Suara parau
5) Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu
6) Dapat atau tidak disertai ketidak lengkapan organ bicara / sumbing.
d. Anak Autis
Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat diartikan seorang
anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam
interaksi, komunikasi, dan perilaku sosial.
3. Anak Dengan Gangguan Kognitif
a. Anak Lamban Belajar (Slow Learner)
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit
di bawah anak normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ
sekitar 80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan
berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi lebih baik
dibanding dengan yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama
110
disbanding dengan sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan
khusus.
b. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu
proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang
dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan
mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau
keterampilan sosial.
C. Ciri-ciri atau Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Setelah dilakukan beberapa deteksi tumbuh kembang di atas, orang tua maupun
pendidik dapat mengetahui jenis kebutuhan yang diperlukan anak. Ada beberapa kategori
anak berkebutuhan khusus yang dapat diindentifkasi. Adapun jenis kategori tersebut antara
lain :
1. Anak Dengan Gangguan Penglihatan (Tuna Netra)
Tuna netra adalah gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau
sbagian, dan walaupun mereka telah diberi pertolongan alat bantu khusus mereka masih tetap
mendapat Pendidikan khusus. Kehilangan kemampuan penglihatan adalah suatu kondisi
dimana fungsi penglihatannya mengalami penurunan mulai dari derajat yang ringan hingga
yang paling berat. Ada dua kategori besar yang tergolong dengan kehilangan kemampuan
penglihatan yaitu:
a. Low vision yaitu, orang yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya
yang berkaitan dengan penglihatan namun dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan
menggunakan strategi pendukung penglihatan, melihat dari dekat, penggunaan alat-alat
bantu dan juga modifikasi lingkungan sekitar.
b. Kebutaan yaitu, orang yang kehilangan kemampuan penglihatan atau hanya memiliki
kemampuan untuk mengetahui adanya cahaya atau tidak. Penyebab terjadinya kehilangan
kemampuan penglihatan adalah karena adanya permasalahan pada struktur atau fungsi
dari mata.
Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dengan ciri-ciri berikut:
1) Tidak mampu melihat,
2) Tidak mampu mengenali pada jarak 6 meter,
3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
4) Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
111
5) Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya,
6) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering,
7) Peradangan hebat pada kedua bola mata,
8) Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, antara lain mata bergoyang-goyang
terus.
2. Anak Dengan Gangguan Pendengaran (Tuna Rungu)
Keadaan kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi/tingkatan baik ringan,
sedang, berat dan sangat berat yang akan mengakibatkan pada 22 gangguan komunikasi dan
bahasa. Ketunarunguan ini dapat digolongkan dalam kurang dengar atau tuli. Gangguan
pendengaran merupakan gangguan yang menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran, dengan maupun tanpa alat pengeras, bersifat permanen maupun sementara,
yang mengganggu proses pembelajaran anak. Penyebab gangguan pendengaran terbagi dalam
dua kategori, yaitu :
a. Faktor genetik. Pengaruh genetik dapat menyebabkan cacat tulang telinga bagian tengah,
sehingga mengakibatkan berkurangnya pendengaran.
b. Faktor lingkungan/pengalaman. Lingkungan yang mempengaruhi pendengaran biasanya
berupa serangan penyakit, misalnya campak, radang telinga, pemakaian obat-obatan,
trauma suara terlalu keras.
Anak-anak dengan gangguan pendengaran dapat diketahui dengan ciri-ciri berikut:
1) Tidak mampu dengar,
2) Terlambat perkembangan bahasa,
3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
4) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara,
5) Ucapan kata tidak jelas,
6) Kualitas suara aneh/monoton,
7) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
8) Banyak perhatian terhadap getaran,
9) Keluar nanah dari kedua telinga,
10) Terdapat kelainan organis telinga.
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, ketunarunguan
dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi
dengan intensitas 20-40 dB (decibel, disingkat dB, ukuran untuk intensitas/tekanan pada
112
bunyi)). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit
kesulitan dalam percakapan.
2. Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi
dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa
memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana
gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi
dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila
memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis
tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan parah, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi
dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya,
ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada
komunikasi visual.
3. Anak Retardasi Mental (Tuna Grahita)
Ciri-ciri Tuna Grahita :
a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar
b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia
c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
d. Tidak ada/kurang sekalai perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)
f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
4. Anak Dengan Kelainan Fisik (Tuna Daksa)
Merupakan gangguan fisik yang berkaitan dengan tulang, otot, sendi dan sistem
persarafan, sehingga memerlukan pelayanan khusus. Salah satu contoh yaitu Cerebral Palsy.
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya. CP
bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif (semakin memburuk).
CP bisa disebabkan oleh cedera otak yang terjadi pada saat bayi masih berada dalam
kandungan, proses persalinan berlangsung, bayi baru lahir, anak berumur kurang dari 5 tahun.
Akan tetapi kebanyakan penyebabnya tidak diketahui. Sebagian lagi kasus terjadi akibat
cedera lahir dan berkurangnya aliran darah ke otak sebelum, selama dan segera setelah bayi
113
lahir. Bayi prematur sangat rentan terhadap CP, kemungkinan karena pembuluh darah ke otak
belum ‘berkembang secara 26 sempurna dan mudah mengalami perdarahan atau karena tidak
dapat mengalirkan oksigen dalam jumlah yang memadai ke otak. Gangguan ini biasanya
berpengaruh pada gerakan kasar dan gerakan halus dari seseorang. Gangguan ini bisa bersifat
ringan hingga yang berat. Contoh Tuna Daksa lainnya adalah :
a. Kelainan bawaan yang menyebabkan terjadinya telapak kaki rata, jumlah anggota tubuh
yang tidak lengkap atau berlebih.
b. Penyakit seperti poliomyelitis, TBC tulang dll
c. Penyebab lain seperti gangguan neurologis dan lingkungan, yang menyebabkan cerebral
palsy, spina bifida, amputasi, retak atau terbakar). Cerebral palsy merupakan gangguan
pada fisik yang cukup banyak dikenal orang.
Ciri-ciri Tuna Daksa :
a. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari
biasa,
d. Terdapat cacat pada alat gerak,
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak
normal
5. Anak dengan hambatan berbicara dan bahasa
Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun 1997, gangguan ini
mengacu pada gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan bahasa,
atau gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran seorang anak. Penyebab
terjadinya gangguan bicara dan berbahasa pada anak dapat dilihat dari berbagai faktor yaitu:
a) Secara biologis, dimana masalah itu berkaitan dengan susunan saraf pusat atau struktur
dan fungsi dari sistem lain di dalam tubuh. Misalkan: langit-langit mulut yang tidak
sempurna, lidah yang tebal dan pendek.
b)
Lingkungan, dimana anak yang mengalami gangguan ini dikarena mendapat infeksi
telinga yang berulang yang berakibat mengganggu pendengarannya atau sampai membuat
ketulian. Hal lain yang juga berkontribusi adalah penelantaran dan perlakuan salah pada
anak.
114
Ciri-ciri Anak gangguan bicara dan bahasa yaitu :
1) Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain
2) Tidak lancar dalam bicara
3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
4) Suara parau
5) Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu
6) Dapat atau tidak disertai ketidak lengkapan organ bicara / sumbing.
6. Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang mengalami kesulitan belajar karena
ada gangguan persepsi. Ada tiga bentuk kesulitan belajar anak, yakni kesulitan di bidang
matematika atau berhitung (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan berbahasa
(disphasia), dan kesulitan menulis (disgraphia). Anak kesulitan belajar juga kesulitan
orientasi ruang dan arah, misalnya sulit membedakan kiri-kanan, atas-bawah. Tanda-tanda
disleksia, antara lain, tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca, membaca tanpa irama
(monoton), dan kesulitan mengeja. Tanda-tanda disgraphia, misalnya, tulisan sangat jelek,
terbalik-balik, dan sering menghilangkan atau malah menambah huruf. Sedangkan, tandatanda diskalkulia, misalnya kesulitan memahami simbol matematika. Penyebab terjadinya
kesulitan belajar pada seorang anak adalah:
a. Faktor fisiologis, seperti kerusakan otak, keturunan, dan ketidak seimbangan proses kimia
dalam tubuh.
b. Faktor lingkungan, gizi yang buruk, keracunan, kemiskinan.
7. Anak Dengan Gangguan Spektrum Autis
Akhir-akhir ini jumlah anak yang mengalami gangguan spektrum autis mengalami
peningkatan. Anak dengan gangguan spektrum autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal,
masalah pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu dengan
perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak sesuai terhadap
rangsangan sensoris. Penyebab terjadinya gangguan spektrum autis dapat dibagi menjadi:
a. Faktor biologis, seperti DNA, multi genetik.
b. Faktor otak, adanya abnormalitas di otak kecil yang mengendalikan koordinasi motorik,
kognisi dan keseimbangan. Bersamaan dengan itu juga ada ditemukan abnormalitas di
115
lobus frontal (yang mengendalikan fungsi sosial dan kognitif) dan lobus temporal (untuk
memahami ekspresi muka, tanda-tanda sosial dan memori).
c. Faktor lingkungan, seperti penelantaran dari keluarga ternyata dapat memperburuk
kondisi dari anak dengan gangguan spektrum autis.
Ciri-ciri anak Autis yaitu:
Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :
1) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi
2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (bahasa Planet)
3) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai
(Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif)
4) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
5) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian,
nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya
6) Kadang bicaranya monoton (seperti robot)
7) Mimik datar, guna dalam bidang interaksi sosial
8) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
9) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami
ketulian
10) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
11) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain
12) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan tangan
tersebut melakukan sesuatu untuknya
13) Bila didekati untuk bermain justru menjauh
14) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain
116
PENGGALAN VIII
KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK
I. Pokok Bahasan
: Kesulitan Belajar Peserta Didik
II. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian kesulitan belajar
2. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
3. Ciri-Ciri Kesulitan Belajar
4. Langkah-langkah Mengatasi Kesulitan Belajar
III. Kompetensi Dasar :
Setelah kegiatan penggalan VIII berakhir, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian kesulitan belajar
2. Memahami faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
3. Memahami ciri-ciri kesulitan belajar
4. Mampu mengimplementasikan langkah-langkah mengatasi kesulitan belajar pada
peserta didik
IV. Uraian Materi
A. Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar, menurut Sumadi Suryabrata (1987) merupakan problem yang nyaris
dialami oleh setiap peserta didik. Kesulitan belajar selanjutnya diartikan sebagai kondisi
dalam proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar. Senada pula dengan pandangan Cece Wijaya (2001) yang mengatakan kesulitan
belajar sebagai suatu kondisi menghambat proses tercapainya hasil belajar, sehingga prestasi
yang dicapai berada di bawah yang semestinya. Hambatan-hambatan ini dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Hambatan-hambatan tersebut ada kemungkinan
disadari namun mungkin juga tidak disadari oleh yang mengalami. Warkitri, dkk. (1990)
mendifinisikan kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada peserta didik yang
ditandai adanya hasil belajar rendah dibanding dengan prestasi yang dicapai sebelumnya. Jadi
kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. Dalam rumusan yang hampir
senada Alisuf Sabri (1995) mengemukakan kesulitan belajar adalah kesukaran peserta didik
dalam menyerap atau menerima materi belajar. Kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta
117
didik ini terjadi pada waktu mengikuti pembelajaran yang disampaikan atau ditugaskan oleh
guru.
The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan
bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang
heterogen yang berupa kesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran, percakapan,
membaca, menulis, berfikir, dan kemampuan matematika. Gangguan ini terdapat didalam diri
seseorang dan dianggap berkaitan dengan disfungsi sistem syaraf pusat. Sekalipun kesulitan
belajar mungkin berdampingan dengan kondisi-kondisi hambatan lain (misalnya perbedaan
budaya, kekurangan pengajaran, faktor penyebab psikogen), kesulitan belajar bukan akibat
langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut.
Ada beberapa kasus kesulitan dalam belajar yang dikemukakan oleh Abin Syamsudin
M, yaitu : 1) Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar.
2) Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan situasi
belajar. 3) Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah. 4) Kasus
kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif keragaman
pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pandangan yang dapat dari beberapa referensi, maka kesulitan
belajar yang dimaksud adalah suatu keadaan dalam proses belajar dengan ditandai adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Hambatanhambatan yang dimaksud dapat bersumber dari dalam diri peserta didik dan dapat bersumber
dari luar diri peserta didik.
Beberapa indikasi yang dapat dijadikan acuan untuk menggolongkan peserta didik
mengalami kesulitan belajar:
1. Learning disorder adalah keadaan di masa proses belajar seseorang terganggu karena
timbulnya respon yang bertentangan.
2. Learning disabilities adalah ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala
dimana anak tidak mampu belajar secara efektif, sehingga hasil belajarnya dibawah
potensi intelektualnya.
3. Learning disfunction adalah gejala yang menunjukkan dimana proses belajar seseorang
tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda abnormalitas
mental, gangguan alat indera atau gangguan psikologis lainnya.
4. Underachiever adalah mengacu pada peserta didik yang memiliki potensi intelektual di
atas normal tetapi prestasi belajar yang dicapai tergolong rendah.
118
5. Slow Learner adalah peserta didik yang lambat dalam proses belajarnya yakni dalam
mencapai hasil belajar secara tuntas (ketuntasan pada umumnya ditetapkan oleh lembaga
pengelola pendidikan) (Burton, 1952).
B. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Sangat sering terjadi bahwa dalam kasus kesulitan belajar para peserta didik dengan
gejala yang sama bisa disebabkan oleh faktor penyebab yang berbeda. Dengan kerangka
teoritik bahwa setiap individu itu berbeda maka demikian pulalah apresiasi jenis dan tingkat
kesulitan serta penyebab kesulitan belajar setiap peserta didik juga berbeda.
Para ahli seperti Cooney, Davis & Henderson (1975) telah mengidentifikasikan
beberapa faktor penyebab kesulitan tersebut, di antaranya:
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan
kurang berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagian tubuh lain. Para guru harus
menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan otak dan
sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali
informasi yang sudah disimpan. Kalau ada bagian yang tidak beres pada bagian tertentu dari
otak peserta didik, maka dengan sendirinya peserta didik akan mengalami kesulitan belajar.
Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita karena sesuatu dan lain hal kurang
berfungsi secara sempurna. Akibatnya ia akan mengalami hambatan ketika belajar. Di
samping itu, peserta didik yang sakit-sakitan, tidak makan pagi, kurang baik pendengaran,
penglihatan ataupun pengucapannya sedikit banyak akan menghadapi kesulitan belajar.
Untuk menghindari hal tersebut dan untuk membantu peserta didiknya, seorang guru
hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkait dengan kesulitan peserta didik ini. Seorang
peserta didik dengan pendengaran ataupun penglihatan yang kurang baik, sebaiknya
menempati tempat di bagian depan. Untuk para orang tua, terutama ibu, makanan selama
masa kehamilan akan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik putraputrinya . Makanan yang dapat membantu pertumbuhan otak dan sistem syaraf bayi yang
masih di dalam kandungan haruslah menjadi perhatian para orang tua.
2. Faktor Sosial
Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat
sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan peserta
didik sebagaimana ada yang menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat dan
anak adalah gambaran orang tuanya. Oleh karena itu ada beberapa faktor penyebab kesulitan
119
belajar yang berkait dengan sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang
kurang mendukung peserta didik tersebut untuk belajar sepenuh hati. Sebagai contoh, orang
tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa setan (karena sulit) akan
dapat menurunkan kemauan anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional itu.
Kalau ia tidak menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “ Ah Bapak saya tidak bisa
juga.” Untuk itu, setiap guru tidak seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran tertentu di
depan peserta didiknya. Tetangga yang mengatakan sekolah tidak penting karena banyak
sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan hukum,
orang tua yang selalu marah, nonton TV setiap saat, tidak terbuka ataupun kurang
menyayangi anaknya dengan sepenuh hati dapat merupakan contoh dari beberapa faktor
sosial yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik.
Intinya, lingkungan di sekitar peserta didik harus dapat membantu mereka untuk belajar
semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah. Dengan cara seperti ini, lingkungan
dan sekolah akan membantu para peserta didik, harapan bangsa ini untuk berkembang dan
bertumbuh menjadi lebih cerdas. Peserta didik dengan kemampuan cukup seharusnya dapat
dikembangkan menjadi peserta didik berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat
dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat,
secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi peserta didik.
Karenanya, peran orang tua dan guru dalam membentengi para peserta didik dari pengaruh
negatif masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para peserta didik untuk
tetap belajar menjadi sangat menentukan.
3. Faktor Kejiwaan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan
kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) peserta didik unutuk belajar secara sungguhsungguh. Sebagai contoh, ada peserta didik yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia
selalu gagal mempelajari mata pelajaran itu.Jika hal ini terjadi, peserta didik tersebut akan
mengalami kesulitan belajar yang sangat berat. Hal ini merupakan contoh dari faktor emosi
yang menyebabkan kesulitan belajar. Contoh lain adalah peserta didik yang rendah diri,
peserta didik yang ditinggalkan orang yang paling disayangi dan menjadikannya sedih
berkepanjangan akan mempengaruhi proses belajar dan dapat menjadi faktor penyebab
kesulitan belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari
suatu mata pelajaran dengan baik akan menyenangi mata pelajaran tersebut. Begitu juga
sebaliknya, anak yang tidak menyenangi suatu mata pelajaran biasanya tidak atau kurang
berhasil mempelajari mata pelajaran tersebut. Karenanya, tugas utama yang sangat
120
menentukan bagi seorang guru adalah bagaimana membantu peserta didiknya sehingga
mereka dapat mempelajari setiap materi dengan baik. Yang perlu mendapatkan perhatian
juga, hukuman yang diberikan seorang guru dapat menyebabkan peserta didiknya lebih giat
belajar, namun dapat juga menyebabkan mereka tidak menyukai guru mata pelajaran
tersebut.
Dapat juga terjadi, peserta didik lalu membenci sama sekali mata pelajaran yang diasuh
guru tersebut. Kalau hal seperti ini yang terjadi, tentunya akan sangat merugikan peserta
didik tersebut. Peran guru memang sangat menentukan. Seorang peserta didik yang pada hari
kemarinnya hanya mampu mengerjakan 3 dari 10 soal dengan benar, lalu dua hari kemudian
ia hanya mampu mengerjakan 4 dari 10 soal dengan benar, gurunya harus menghargai
kemajuan tersebut. Guru hendaknya jangan hanya melihat hasilnya saja, namun hendaknya
menghargai usaha kerasnya. Dengan cara seperti ini, diharapkan peserta didik akan lebih
berusaha lagi. Intinya, tindakan seorang guru dapat mempengaruhi perasaan dan emosi
peserta didiknya. Tindakan tersebut dapat menjadikan seorang peserta didik menjadi lebih
baik, namun dapat juga menjadikan seorang peserta didik menjadi tidak mau lagi untuk
belajar suatu mata pelajaran.
4. Faktor Intelektual
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan
kurang sempurna atau kurang normalnya tingkat kecerdasan peserta didik. Para guru harus
meyakini bahwa setiap peserta didik mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada peserta
didik yang sangat sulit menghafal sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi
tertentu, ada yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit
membayangkan dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat menjadi faktor penyebab
kesulitan belajar pada diri peserta didik tersebut. Di samping itu, hal yang perlu mendapatkan
perhatian adalah para peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat. Ketika
sedang belajar matematika atau IPA, ada peserta didik SLTP yang tidak dapat menentukan
hasil 1/2 + 1/3, (–5) + 9, ataupun 1 : ½. Peserta didik seperti itu, tentunya akan mengalami
kesulitan karena materi terebut menjadi pengetahuan prasyarat untuk mempelajari
matematika ataupun IPA SLTP. Untuk menghindari hal tersebut, Bapak atau Ibu Guru
hendaknya mengecek dan membantu peserta didiknya menguasai pengetahuan prasyarat
tersebut sehingga mereka dapat mempelajari materi baru dengan lebih baik.
5. Faktor Kependidikan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkait dengan
belum mantapnya lembaga pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan peserta
121
didik, guru yang tidak bisa memotivasi peserta didik untuk belajar lebih giat, guru yang
membiarkan peserta didiknya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah
memeriksa pekerjaan peserta didik, sekolah yang membiarkan para peserta didik bolos tanpa
ada sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya
akan menyebabkan ketidak berhasilan peserta didik tersebut. Berdasar penjelasan di atas,
Bapak dan Ibu Guru sudah seharusnya menyadari akan adanya beberapa peserta didik yang
mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses pembelajarannya. Hal ini disebabkan
oleh beberapa factor tertentu, sehingga mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai
dengan kekuatan mereka. Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk
membantu peserta didiknya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya. Namun hal
yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi
seperti ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti
pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan
penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya.
Pemecahan masalah kesulitan belajar peserta didik sangat tergantung pada keberhasilan
menentukan penyebab kesulitan tersebut. Sebagai contoh, peserta didik A yang memiliki
kesulitan karena penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu
dengan alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku depan.
Namun para peserta didik yang mengalami kesulitan belajar karena faktor lingkungan dan
faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan peserta didik A namun
mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya.
Sehubungan dengan itu maka dalam beberapa referensi dikemukakan bahwa faktorfaktor penyebab kesulitan belajar diidentifikasikan menjadi dua bagian secara garis besarnya.
a. Faktor internal
Faktor internal diartikan sebagai faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik
yang bersumber dari dalam dirinya. Faktor internal ini dapat dikelompokan menjadi 2
bagian yaitu: faktor psikologis dan faktor fisiologis. Jika diklasifikasikan secara
konseptual faktor psikologis dapat digolongkan terdiri dari faktor intelektual dan faktor
non intelektual. Faktor-faktor intelektual yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar
peserta didik dapat berupa: (1) tingkat kecerdasan intelektual (yang populer dikenal
dengan sebutan IQ) dan (2) bakat, sedangkan faktor non intelektual yang dapat menjadi
penyebab kesulitan belajar peserta didik terdiri dari: (1) Beberapa sifat kepribadian
(seperti: motivasi berprestasi, disiplin, keteraturan, dll). Faktor fisiologis yang dapat
menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik berkait dengan bagian-bagian tubuh
122
misalnya kesehatan tubuh yang terus terganggu, pendengaran yang kurang baik, tidak
makan pagi, pengelihatan terganggu, kesiapan otak dan sistem syaraf yang kurang
berfungsi dalam menerima, memroses, menyimpan, serta memunculkan kembali
informasi yang sudah disimpan. Jika ada bagian yang tidak beres pada bagian tertentu
dari otak individu peserta didik, maka dengan sendirinya yang bersangkutan akan
mengalami kesulitan belajar.
b. Faktor Eksternal
Faktor ekternal adalah faktor yang berada di luar diri peserta didik yang sering
digolongkan menjadi faktor sosial dan faktor non sosial. Faktor sosial termasuk orangorang yang ada disekeliling peserta didik seperti: orang tua dan anggota keluarga lainnya,
para guru dan peserta didik lainnya, anggota masyarakat. Sedangkan faktor non sosial
termasuk kelengkapan dalam belajar seperti: fasilitas belajar, waktu belajar,
ketenangan/kebisingan lingkungan belajar, suhu disekitar. Merupakan hal yang tidak
dapat dibantah jika faktor ekternal sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kesulitan
belajar peserta didik. Misalnya Orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar,
selalu marah atau tidak menyayangi anak, masyarakat yang selalu minum-minuman keras
dan melawan hukum, guru yang hanya mementingkan untuk menyampaikan materi tanpa
memperhatikan hal-hal yang lebih pribadi pada peserta didik merupakan beberapa contoh
eksternal yang dapat menyebabkan peserta didik tidak nyaman dalam belajar. Sehingga
kondisi di luar diri peserta didik akan dapat memicu terjadinya kesulitan belajar peserta
didik.
C. Ciri-Ciri Kesulitan Belajar
Adapun ciri-ciri kesulitan belajar antara lain:
1. Prestasi belajar rendah, yaitu nilai yang capai dibawah rata-rata anak sekelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
3. Anak didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
4. Anak didik menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar, seperti acuh, mudah
tersinggung dll.
5. Anak didik bertingkah laku yang tidak seperti biasanya, seperti murung, sedih,
menyendiri dari temannya dll.
6. Anak didik mendapatkan penurunan yang drastis dari prestasi yang diperoleh
sebelumnya.
7. Anak didik sering tidak masuk tanpa keterangan.
123
8. Anak sering meninggalkan pelajaran tanpa alasan atau bolos.
D. Langkah-langkah Mengatasi Kesulitan Belajar
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar
peserta didik antara lain:
1. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan belajar yang
dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta
didik dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah
peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen
ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik,
seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama,
nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j)
waktu senggang.
2. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar
Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari
segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua
bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar
peserta didik, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta
didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian,
emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti :
lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan
sosial dan sejenisnya.
3. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih
mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini
dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah
124
kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu
dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk
diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
4. Treatmen
Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam langkah prognosis.
Pelaksanaan ini tentu memakan banyak waktu, proses yang kontinyu, dan sistematis, serta
memmerlukan pengamatan yang cermat. Beberapa treatmen yang dapat diberikan pada
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan pemberian remidian,
pengayaan, les private, dan bantuan lainnya yang berhubungan dengan peningkatan
kualitas belajar peserta didik.
5. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan
(treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta
didik.
125
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita L. et. al. 1983. Introduction to Psychology, Eighth Edition. Harcourt Brace
Jovanovich, Inc.
Enoch Markum, M. 1991. Anak Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hadisubrata, M.S. 1991. Mengembangkan Kepribadian Anak Balita. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia.
Hurlock Elizabeth B. 1996. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Llewellyn, Derek & Jones. 1996. Dasar-dasar obstetric & Ginekologi. Edisi Ke-6. Penerbit:
Buku Kedokteran.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Malang: Usaha Nasional Surabaya.
Monks, Knoers, dan Siti Rahayu Haditomo. 1987. Psikologi Perkembangan Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Prayitno, Elida. 1992. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan.
Sadler, T.W. 1996. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi Ke-7. Penerbit: Buku Kedokteran
(EGC).
Suarni, Ni Ketut. 2004. Modul Psikologi Perkembangan I. IKIP Negeri Singaraja.
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tracy, Hogg dan Melinda Blau. 2004. Balita. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Uger, R., and Crawford, M. 1992. Women and Gender A Feminist Psychology. New York:
McGraw-Hil, Inc.
Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Posdakarya.
126
Download