BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kanker Nasofaring
a. Definisi kanker nasofaring
Kanker atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru
yang abnormal dan bersifat ganas, disebabkan oleh adanya
sekelompok
sel
yang
secara
mendadak
menjadi
liar
dan
memperbanyak diri secara pesat dan terus – menerus (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Nasofaring adalah suatu rongga kecil seperti kotak dilapisi
mukosa pada basis kranii yang mengandung tonsil faringeal dan muara
tuba esthachiusdan sinus sfenoideus (Schrock, 1991). Karsinoma
nasofaring (KNF) adalah tumor ganas epitel karsinoma yang berasal
dari epitel nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa
rossenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok serta dasar
tenggorok.
b. Etiologi dan Faktor Resiko kanker nasofaring
Penyebab kanker nasofaring belum diketahui secara pasti,
namun beberapa hal yang perlu diperhatikan yang dapat menjadi faktor
resiko, antara lain :
1) Virus Epstein Barr (EBV)
Berbagai penelitian menunjukan infeksi virus Epstein Barr (EBV)
berperan dalam pertumbuhan KNF,
hal ini dibuktikan dengan
terjadinya peningkatan antibodi terhadap virus kapsid antigen
(IgA-VCA) di dalam serum penderita KNF. Kombinasi virus
Epstein – Barr dan infeksi human papillomavirus (HPV) pada
karsinoma nasofaring menunjukkan bahwa coexistence dari EBV
dan infeksi HPV dapat menjadi suatu faktor patogenesis dari
4
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
5
karsinoma nasofaring dan dapat berdampak pada pengaturan
proliferasi dan differesiasi sel kanker (Rassekh, 1998).
2) Ikan asin yang diawetkan dan makanan awetan lainnya
Ikan asin yang diawetkan mempunyai resiko mudah terpapar
nonviral yang terkait dengan resiko kanker nasofaring. Penelitian
di
Cina, resiko relatif (RR) kejadian kanker nasofaring
dihubungkan dengan konsumsi ikan asin selama seminggu,
dibandingkan dengan jarang atau tidak mengkonsummsinya,
umumnya berkisar 1,4–3,3, sedangkan untuk konsumsi sehari
berkisar 1,8-7,5. Kejadian kanker nasofaring di Cina selatan juga
berhubungan dengan makanan awetan lainnya seperti daging, telur,
buah – buahan dan sayuran (Chang et al., 2006)
3) Rokok dan alkohol
Berdasarkan beberapa penelitian melaporkan bahwa ada hubungan
antara merokok dengan resiko terjadinya kanker nasofaring.
Penelitian di Amerika Serikat (AS) membedakan karsinoma sel
skuamosa untuk mengetahui hubungan kanker nasofaring dengan
merokok, resiko tertinggi odds ratio (OR) 6,5;95%, Confidence
interval (CI) 2,0-21,3 terjadi pada perokok dengan riwayat 60
pack/tahun. Konsumen alkohol berat (>21 drinks/minggu) OR
2,9;95%; CI 0,1-1,1 (Vaughan et al., 1996).
4) Paparan ditempat kerja
Tempat kerja yang terpapar asap, rokok, debu atau bahan kimia
secara keseluruhan meningkatkan resiko kanker nasofaring 2-6 kali
lipat (Chang et al., 2006). Odds ratio untuk orang-orang yang
terpapar >1,10 ppm/tahun adalah 3,0 (CI 95%) dibaanding dengan
mereka yang tidak terpapar (Vaughan et al., 2000).
5) Genetik (Gen Human Leukocyte Antigen)
Human Leukocyte Antigen (HLA) adalah gen yang diperlukan
untuk mengkode protein untuk untuk presentasi gen asing,
termasuk virus peptidamenargeyla lisis untuk sistem kekebalan
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
6
tubuh. Beberapapa alel HLA berhubungan dengan resiko kanker
nasofaring dipopulasi Asia, Cina dan laainnya. HLA-A4-B46 dan
B17 dapat meningkatkan 2-3 kali lipat resiko kanker nasofaring
(Brady et al., 2010). Namun, hubungan HLA-A11 dengan resiko
kanker nasofaring ditemukan lebih rendah 30-50% (Chang et al.,
2006)
6) Paparan lainnya
Penyakit kronis pada telinga, hidung tenggorokan dan menurunnya
kondisi saluran pernafasan dapat meningkatkan dua kali resiko
kanker nasofaring. Penelitian ini menunjukan bahwa peradangan
jinak dan infeksi saluran pernafasan dapat membuat mukosa
nasofaring menjadi lebih rentan terhadap perkembangan kanker
nasofaring. selain itu bakteri dapat mengurangi nitrat menjadi nitrit
yang kemudian dapat membentuk senyawa karsinogen Nnitrosama (Bartsch et al., 1992). Di Taiwan kebiasaan mengunyah
sirih (Areca catechu) pada usia lanjut dapat meningkatkan resiko
kanker nasofaring sebesar 70% (Yang et al., 2005). Pada penelitian
yang dilakukan didaerah insiden tinggi kandungan nikel dalam
beras, air, minum dan rambut. Kandungan nikel padaa pasien
kanker nasofaring lebih tinggi dibandingkan dengan yang sehat.
Survey epidemiologi juga menemukan hubungan nikel sebagai
penyebab kanker nasofaring (Bolviken et al., 1997)
c. Simptomatologi kanker nasofaring
Simptom yang sering muncul pada penderita KNF, yaitu :
1) Gangguan pada kavum nasi
Berupa : epistaksis, hidung tersumbat, pilek yang berlangsung
lama, lebih dari 1 bulan dengan ingus berwarna kuning seperti
nanah dan kadang – kadang berbau.
2) Gangguan pendengaran
Dengan gejala : telinga seperti penuh atau tersumbat, mendenging,
dan dapat menjadi tuli.
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
7
3) Gangguan neurologik
Gangguan ini dapat berupa : kepala terasa sakit yang di mulai pada
bagian unilateral, kemudian menjadi bilateral, kurang rasa atau
hipoastesi di kulit pipi, gangguan pada mata berupa diplopia,
ophtalmoplegia, ptosis.
4) Pembengkakan kelenjar getah bening (KGB) di leher
60 – 90 % penderita KNF terjadi pembengkakan KGB di leher
(Tambunan, 1991).
d. Stadium kanker nasofaring
Tabel 1 Stadium Kanker Nasofaring
Stadium
I
II
III
IV
Interpretasi
Tumor dalam kondisi T1, N0, M0
Tumor meluas T2, N0/N1 dan M0
Tumor meluas T3, N0/N1/N2 dan M0
Tumor dalam kondisi T1/T2/T3 dan N3, M0
Tumor metastasis pada kulit, KGB di bawah klavikula atau pada
V
organ lain (M1)
(Tambunan, 1991; Cancer Riset UK, 2014)
e. Diagnosa kanker nasofaring
Diagnosa ditegakan berdasarkan :
1) Simptom/ gejala
2) Pemeriksaan nasofaring
Pemeriksaan tumor primer nasofaring dapat dilakukan dengan cara
: rinoskopi posterior (tidak langsung), dan nasofaringoskopi serta
fibernasofaringskopi.
3) Radiologi
Digunakan
untuk
melihat
massa
tumor
nasofaring
dan
mengevaluasi invasi pada jaringan sekitarnya. Yang biasa
dilakukan adalah pemeriksaan dengan CT scan dan foto
nasofaring.
4) Patologi
Pemeriksaan patologi seperti sitologi, sitologi biopsi aspirasi KGB,
histopatologi (Tambunan, 1991).
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
8
2. Terapi kanker nasofaring
Menurut Perri et al (2011) kanker nasofaring selama ini dikenal
bukan hanya radiosensitive tetapi juga kemosensitive dan menunjukan
respon yang besar pada berbagai agent kemoterapi, sehingga berdasarkan
beberapa hasil penelitian, pengobatan kombinasi kemoterapi dengan terapi
radiasi pada pasien kanker nasofaring dengan stadium III dan IV
menunjukan hasil peningkatan kontrol lokal, menurunkan laju metastasis
sistemik dan meningkatkan disease free dan overall survival pada pasien
dengan dengan obat kemoterapi berbasis cisplatin (Ali et al., 2000).
Beberapa penatalaksanaan kanker nasofaring yang penerapannya
banyak tergantung stadium klinis penyakit, yaitu :
a. Terapi penyinaran (radioterapi)
Sampai saat ini radioterapi masihh memegang peranan penting
dalam
penatalaksanaan
karsinoma
nasofaring.
Penatalaksanaan
pertama untuk kanker nasofaring adalah radioterapi atau dengan
kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna
dengan menggunakan sinar peng-ion. Radioterapi bertujuan untuk
mematikan sel – sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan
sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat.
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respon penyinaran
tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin
berkurang responnya. Di Hongkong pemakaian radioterapi pada pasien
kanker nasofaring dalam 10 tahun mempunyai kelangsungan hidup
43% (Brady et al., 2010).
Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukan sumber radiasi
kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna
memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak
menimbulkan cedera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya.
Intensified Modulated Radiation Therapy (IMRT) digunakan untuk
mengurangi efek samping radiasi (Susworo, 2004).
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
9
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring
akan mengikutsertakann sebagian besar mukosa mulut dan kelenjar
parotis. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping pada
mukosa mulut berupa mukotitis yang dirasakan pasien sebagai nyeri
telan, mulut kering dan hilangnya cita rasa, keadaan ini sering
diperparah dengan munculnya jamur pada mukosa lidah serta palatum.
Setelah radiasi selesai maka efek samping akut diatas akan menghilang
dengan pengobatan simptomatik. Akibat kelenjar parotis terkena
radiasi dosis tinggi terjadilah disfungsi berupa menurunnya air saliva
diikuti dengan kekeringan pada mukosa mulut (xerostomia), sehingga
karies gigi akan lebih mudah terjadi (Susworo, 2004).
b. Pembedahan (Operasi)
Untuk kontrol lokal tidak disarankan untuk pembedahan
karena posisi anatomi kanker nasofaring dan cenderung adanya
kehadiran metastasis kelenjar getah bening pada leher. Penggunaan
terapi pembedahan memiliki peran terbatas pada terapi kanker
nasofaring karena pada pembedahan tumor sulit dijangkau (Brady et
al., 2010)
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan
obat - obatan atau hormon (Sibuea, 2005). Sebagian besar obat
kemoterapi diberikan secara intravena (IV) atau secara oral. Obat –
obatan tersebut diberikan selama beberapa hari dan diselingi dengan
istirahat beberapa minggu, untuk memberikan kesempatan bagi
jaringan normal untuk tumbuh kembali yang disebut dengan siklus
kemoterapi. Berdasarkan siklus sel, obata dapat digolongkan dalam 2
golongan yaitu Cell Cycle Spesific (CCS) yang memperlihatkan
toksisitas selektif terhadap fase – fase tertentu dari siklus sel dan Cell
Cycle Non Spesific (CCNS) yang bekerja pada semua siklus.
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
10
1) Mekanisme Kerja Antikanker
a) Golongan alkilator, berbagai alkilator memiliki kesamaan cara
kerja yaitu melalui pembentukan ion karbonium (alkil) atau
kompleks lain yang sangat reaktif. Gugus alkil ini kemudian
berikatan secara kovalen dengan berbagai nukleofilik penting
dalam tubuh (Nufrialdi et al., 2007). Contoh Cisplatin,
Carboplastin, Siklofosfamid, Ifosfamid. Untuk kanker kepala
leher Cisplatin memiliki respon keseluruhan sebesar 28% dan
respon keseluruhan Carboplatin 22% sebagai agen tunggal
kemoterapi (Chan et al., 1998).
b) Anti metabolit, obat ini menghambat purin dan pirimidin dalam
pembentukan nukleotida, sehingga mengganggu berbagai
reaksi penting dalam tubuh. penggunaannya sebagai obat
kanker berdasarkan atas kenyataan bahwa metabolisme purin
dan pirimidin pada sel kanker daripada sel normal (Nufrialdi et
al., 2007). Contoh obatnya 5 Fluorourasil (5-FU) dan
gemsitabin merupakan analog pirimidin , metotreksat bekerja
sebagai antagonis folat memiliki respon secara keseluruhan
pada kanker sebesar 31% (Chan et al., 1998).
c) Produk alamiah, menghambat fungsi mikrotubulus dan
mengganggu mitosis, seperti alkaloid vinka sebagai inhibitor
mitosis menahanpembelahhan sel dengan mengganggu filamen
mikro pada kumparan mitosis (Nafrialdi et al., 2007). Contoh
obatnya Paklitaksel, dosetaksel (NCCN, 2013). Penggunaan
paklitaksel pada dosis 175 mg/m setiap 21 hari pada pasien
kanker nasofaring metastasik mempunyai tingkat respon
keseluruhan sebanyak 26% (Chan et al., 1998).
Efek samping dari pengobatan kemoterapi dapat terjadi karena
obat
kemoterapi
menyerang
sel
yang
membelah
(berproliferasi) secara cepat. Sel tubuh lainnya seperti sel yang
berada di sumsum tulang belakang, di lapisan mulut dan
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
11
pencernaan, folikel rambut juga berproliferasi secara cepat,
sehingga obat kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker
tetapi juga seluruh sel didalam tubuh yang berproliferasi secara
cepat, dimana efek samping yang muncul sudah dapat
dipastikan dengan mudah.
2) Efek samping kemoterapi
Bergantung pada tipe dan dosis obat yang diberikan dan
berapa lama penggunaannya. Efek samping yang sering muncul,
yaitu rambut rontok, luka pada mulut, penurunan nafsu makan,
mual dan muntah, diare, peningkatan kejadian infeksi (disebabkan
oleh penurunan jumlah sel darah putih), mudah terjadi memar atau
pendarahan, dan kelelahan (disebakan oleh penurunan jumlah sel
darah merah) (Anonim, 2013).
Gangguan penyakit yang timbul akibat pengobatan pada
kanker nasofaring adalah komplikasi akut seperti mukotitis 52%,
udem pada mukosa 22%, reaksi kulit 29%, dan komplikasi kronik
seperti kesulitan menelan 38%, karies gigi 4-8%. Penggunaan
kemoterapi berbasis cisplatin sebagian besar akan menyebabkan
penekanan sumsum tulang, gangguan pendengaran daan gangguan
ginjal. Kemoterapi juga berpotensi menonjolkan komplikasi dari
radioterapi (Mould et al., 2002)
3. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
a. Definisi kualitas hidup
Kualitas hidup (Quality of Life) merupakan konsep analisis
kemampuan individu untuk mendapatkan hidup yang normal terkait
dengan presepsi secara individu mengenai tujuan, harapan, standar dan
perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang dialami dengan
dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada lingkungan individu tersebut
berada (Nursalam., 2013).
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
12
Kualitas hidup (Quality of Life) digunakan dalampelayana
kesehatan untuk menganalisis emosional seseorang, faktor sosial dan
kemampuan untuk memenuhi tuntutan kegiatan dalam hidup secara
normal dan dampak sakit dapat berpotensi menurunkan kualitas hidup
terkait kesehatan (Nursalam., 2013).
Cella mendefinisikan kualitas hidup terkait kesehatan sebagai
penelian dan rasa kepuasan penderita terhadap tingkat dan fungsi
kehidupannya jika dibandingkan dengan keadaan yang ideal yang
seharusnya dapat dicapai. Gotay menjelaskan kualitas hidup sebagai
status kesejahteraan yang terdiri dari 2 komponen, yaitu aktivitas
harian yang menggambarkan kesejahteraan fisik, psikologis dan sosial,
dan keputusan seseorang terhadap fungsi hidup dan gejala yang terkait
dengan penyakit dan terapi yang dialami individu tersebut (Gotay et al,
1992). Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kualitas hidup
memiliki 2 komponen dasar yaitu subyektifitas dan multidimensional.
Subyektifitas bermakna bahwa kualitas hidup seseorang hanya dapat
ditentukan dari sudut pandang individu itu sendiri dan hanya dapat
diketahui dengan bertanya langsung pada individu tersebut. Sedangkan
multidimensi mengandung arti bahwa kualitas hidup dipandang dari
seluruh aspek kehidupan seseorang yang meliputi dimensi fisik, sosial
dan psikologis yang berhubungan dengan penyakit dan terapi (Testa et
al, 1996)
Untuk menentukan kualitas hidup yang terkait dengan
kesehatan pada dasarnya terdapat 3 hal yang yang berperan yaitu
mobilitas, rasa nyeri dan kejiwaan (depresi/ cemas). Ketiga hal
tersebut dapat diukur secara objektif sebagai status kesehatan. Hal lain
yang berperan, yaitu presepsi seseorang terhadap kualitas hidupnya.
Mengukur presepsi seseorang merupakan hal yang cukup sulit karena
presepsi merupakan perasaan subjektif seseorang. Untuk dapat diukur
secara objektif, maka perasaan subjektif tersebut harus dikonversi
menjadi suatu nilai. Sehingga untuk mengukur kualitas hidup terkait
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
13
kesehatan yaitu diukur daristatus kesehatan dan presepsi seseorang
terhadap kualitas hidupnya (Grzankowski dan Carney, 2011)
b. Cara pengukuran kualitas hidup
Kualitas hidup terkait kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan kuesioner yang berisikan faktor – faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup, seperti mobilitas, rasa nyeri, gangguan
depresi/ cemas dan ungkapan/ persepsi seseorang tentang kualitas
hidupnya. Salah satu kuesioner untuk mengukur kualitas hidup yang
banyak digunakan adalah kuesioner European Quality of Life – 5
Dimensions (EQ-5D) yang merupakan kuesioner general untuk
penilaian kesehatan secara klinis dan ekonomi. Kuesioner ini dibuat
oleh EuroQol Group yang berada di Inggris, bersifat sederhana dan
dirancang untuk bisa diisi sendiri oleh responden, karena telah berisi
instruksi pengisian yang mudah untuk diikuti, untuk mengisi kuesioner
ini hanya memerlukan waktu beberapa menit, sehingga memudahkan
pasien dalam menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner EQ-5D.
Kuesioner EQ-5D terdiri dari 2 bagian dimana bagian pertama
terdiri dari 5 dimensi, yaitu mobilitas, perawatan diri sendiri, aktivitas
sehari – hari, rasa nyeri atau rasa ketidaknyamanan dan rasa cemas
atau depresi. Masing – masing dimensi mempunyai lima level
keparahan, dan responden diminta untuk memilih jawaban yang paling
sesuai dengan keadaan kesehatannya.
Bagian kedua dari kuesioner EQ-5DyaituVisual Analogue
Scale (VAS) yang digunakan untuk menggambarkan presepsi subyek
tentang kualitas hidup mereka dengan menggunakan skala tertentu
(Oemar & Janssen., 2013). Pada EQ-VAS responden diminta menilai
keadaan kesehatan keseluruhanya antara 0-100 pada skala vertikal 20
Cm analog visual, dimana 0 adalah keadaan kesehatan yang paling
buruk yang dapat dibayangkan dan 100 adalah keadaan kesehatan
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
14
terbaik yang dapat dibayangkan. EQ-5D index diturunkan dari nilai
time trade-off dari populasi UK (Vrettos et al. 2012).
Penilaian kulitas hidup untuk pasien kanker dapat dinilai
dengan menggunakan instrument spesifik yang khusus untuk menilai
kualitas hidup penderita kanker seperti EORTC QLQ-C30 dan sistem
penilaian FACIT. Sebagai kemungkinan lain, penilaian kualitas hidup
dapat juga menggunakan instrument general yang dapat digunakan
oleh berbagai penyakit dan usia secara umum seperti HUI (Health
Utility Index) dan EQ-5D. Pada penelitian yang dilakukan Vrettos et al
(2012) menyatakan kuesioner EQ-5D dapat digunakan untuk menilai
kualitas hidup terkait kesehatan pasien kanker yang menjalani
kemoterapi dan caregivers, dan memberikan kesimpulan bahwa
meskipun EQ-5D merupakan instrumen generik namun terdapat bukti
yang menunjukan sensitivitas kuesioner EQ-5D dapat dibandingkan
dengan kuesioner spesifik kanker EORTC QLQ C-30. Diantara
kuesioner generik yang ada, penggunaan kuesioner EQ-5D adalah
yang paling luas sebagai instrumen kualitas hidup terkait kesehatan
yang hanya memiliki 5 item dan mudah untuk diberikan dan
dilengkapi,penggunaan kuesioner EQ-5D juga telah meningkat pada
pasien kanker (Vrettos et al. 2012).
Kualitas Hidup Pasien..., Fretty Setiawati, Fakultas Farmasi UMP, 2015
Download