Implementasi Scientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Metakognitif IMPLEMENTASI SCIENTIFIC APPROACH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA PADA MATERI INDERA PENGLIHATAN DAN ALAT OPTIK Novita Dyah Wulandari1), Fida Rachmadiarti2), Martini 3) 1) 2) 3) Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan IPA, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Dosen S1 Prodi Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Dosen S1 Prodi Pendidikan IPA, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran, proses pembelajaran metakognitif, peningkatan keterampilan metakognitif, dan ketuntasan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran scientific approach pada materi indera pengelihatan dan alat optik. Rancangan penelitian yang digunakan adalah “One Group Pretest Posttest Design” dengan sasaran penelitian yaitu siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Mojokerto. Teknik pengumpulan datanya meliputi metode observasi, metode tes, dan metode angket. Hasil penelitian dan analisis data, menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran scientific approach (5M) pada pertemuan I, II, dan III didapat skor rata-rata berturut-turut 3,7; 3,9; 4,0 sehingga termasuk kategori sangat baik. Dari hasil skor rata-rata pre-test dan post-test diperoleh peningkatan dari perhitungan N-Gain sebesar 0,7 dengan kriteria tinggi. Peningkatan keterampilan metakognitif tertinggi terjadi pada komponen pemantauan diikuti dengan komponen perencanaan dan terendah pada komponen evaluasi. Ketuntasan hasil belajar aspek pengetahuan sebesar 91,1%. Kata kunci: Indra Penglihatan dan Alat Optik, Keterampilan Metakognitif, Pembelajaran Scientific Approach. Abstract This research purpose is to know how the education process be done, metacognitive education process, how to increase metacognitive skills, and to understand how the students taking the scientific approach learning responds on eyesight and optical devices subject. This research using “One Group Pre-Test Post-test Design” method on grade VIII-F students at SMP Negeri 1 Mojokerto. Observation technique is used including observation, test and questionnaire method. This research shows that the scientific approach (5M) learning on three classes got 3.7; 3.9; 4.0 at average score. These scores is remarkably good. From average score at pre-test and post-test there is increasing N-Gain at 0.7 with high criteria. Metacognitive skill highest point did occurred on monitoring component followed with planning component and the lowest point did occurred on evaluation component. Student knowledge aspect on studies at 91.1%. Keywords: eye sight and optical devices, metacognitive skills, Scientific Approach Learning. diperoleh dan mengkomunikasikan (5M). Langkahlangkah 5M tersebut akan membantu siswa untuk menemukan suatu konsep baru yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap hasilnya. Hal tersebut sesuai dengan Kurikulum 2013 yang menekankan pada proses penemuan konsep sehingga siswa merupakan fokus utama dalam pembelajaran. Dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Untuk mencapai tujuan ini, salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan memperbaiki sistem kurikulum dan meningkatkan standar proses. Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni agar peserta didik mampu bersaing PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam, yang tersusun secara sistematis. Menurut Depdiknas (2007), IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang memerlukan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah. Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi kurikulum, menyebutkan bahwa dalam Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik yang menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach). Scientific approach terdiri dari beberapa langkah yang akan memandu langkah siswa dalam menemukan suatu konsep. Langkah-langkah tersebut adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, atau mengolah data yang 1 secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain. Perbaikan-perbaikan tersebut misalnya yang terkait dengan kurikulum, salah satunya dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 di sekolah. Oleh karena itu dibutuhkan usaha dari berbagai kalangan, termasuk guru yang memiliki peranan penting dalam membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan serta memahami materi yang disampaikan. Dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 diharapkan siswa memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pada jenjang siswa sekolah menengah pertama (SMP) pengetahuan yang digunakan hanya sebatas prosedural saja, namun pada dasarnya keterampilan metakognitif harus sudah mulai dilatihkan atau dikenalkan. Hasil penelitian sebelumnya (Imel, 2002), menyatakan bahwa siswa yang memiliki keterampilan metakognitif (metacognitif aware learners) berprestasi lebih baik dibandingkan dengan siswa umumnya yang tidak melakukan metakognitif, karena metakognitif memungkinkan siswa melakukan perencanaan, mengikuti perkembangan, dan memantau proses belajarnya. Dengan demikian diharapkan siswa agar lebih aktif dan kreatif, sehingga terjadi perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered) Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan di kelas VIIIF SMP Negeri 1 Mojokerto adalah sebanyak 97% siswa mengatakan IPA merupakan pelajaran yang menarik untuk dipelajari, namun 73,5% mengalami kesulitan dalam memahami mata pelajaran IPA. Sebanyak 10,77% siswa yang menggunakan keterampilan perencanaan (Planning), 13,7% siswa menggunakan keterampilan pemantauan (monitoring) dan 13,25% siswa yang menggunakan keterampilan evaluasi (evaluating). Selain itu fakta lain yang diperoleh peneliti tentang hasil belajar siswa yaitu sebanyak 20,5% siswa tuntas atau hanya sekitar 7 siswa saja sedangkan sisanya yaitu sebanyak 79,4% siswa tidak tuntas hasil belajarnya. Hal tersebut bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang bagaimana seharusnya dia belajar atau yang lebih dikenal dengan keterampilan metakognitif. Salah satu upaya pemberdayaan kemampuan metakognitif siswa adalah melalui pembelajaran pendekatan ilmiah (Imel, 2002). Pembelajaran pendekatan ilmiah (scientific Approach) merupakan pembelajaran proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran (Kemendikbud, 2013). Pendekatan ilmiah (Scientific Approach) dipilih karena dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Peserta didik tidak hanya dinilai dari segi kognitifnya saja tetapi juga dari segi sikap dan keterampila dalam pembelajaran. Dengan menggunakan pendekatan saintifik (Scientific Approach) diharapkan keterampilan metakognitif siswa yang meliputi planning (perencanaan), monitoring (pemonitoran), dan evaluation (pengevaluasian) mampu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran Scientific Approach materi Indera penglihatan dan Alat Optik, mendeskripsikan peningkatan keterampilan metakognitif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mojokerto setelah diterapkan pembelajaran Scientific Approach materi Indra penglihatan dan Alat Optik, mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mojokerto setelah diterapkan pembelajaran Scientific Approach materi sistem Indra penglihatan dan Alat Optik. METODE Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimen design dengan rancangan pre-test dan post-test Group. Subjek dalam penelitian kali ini adalah siswa SMP Negeri 1 Mojokerto kelas VIIIF dengan jumlah siswa sebanyak 34 siswa yang telah dilakukan pada tanggal 12 April sampai dengan 22 April 2015. Analisi Keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat dari Keterlaksanaan sintaks model pembelajaran scientific approach pada materi indera penglihatan dan alat optik diperoleh dari lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran. Observasi dilakukan oleh tiga pengamat, data hasil keterlaksanaan pembelajaran dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan mendeskripsikan skor dalam setiap aspek yang diamati. Untuk mengetahui persentase digunakan rumus sebagai berikut: Untuk data hasi tes keretampilan metakognitif tiap siswa yang terdiri dari 2 soal terintegrasi keterampilan metakognitif digunakan perhitungan pretes dan postes kemudian dilakukan peritungan N-Gain. Untuk mendukung hasil pretes dan postes peneliti juga menggunakan lembar angket keterampilan metakognitif yang mencakup 3 aspek yaitu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Lembar angket tersebut disebar pada tiap pertemuan. Dari hasil lembar angket berupa checklist yang di isi oleh siswa kemudian di kategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, kelompok rendah, menengah, dan tinggi. Berikut cara yang digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam beberapa kategori 2 Implementasi Scientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Metakognitif Mengelompokkan siswa kedalam tiga kelompok yaitu: a. Kelompok tingkat rendah (low level) dengan rentang b. dengan skor rata-rata sebesar 4.0, dan yang terakhir mengkomunikasikan dengan skor rata-rata sebesar 4.0 sehingga secara keseluruhan sintaks 5M yang dilakukan oleh guru masuk dalam kategori sangat baik. Peningkatan pengelolaan pembelajaran ini bertujuan siswa mampu melakukan penemuan melalui kegiatan 5M. Dengan meningkatnya keterlaksanaan pembelajaran ini menunjukkan bahwa pembelajaran berpendekatan ilmiah dapat meningkatkan keterampilan metakognitif siswa. Dalam penerapan pembelajaran scientific approach juga mendukung dan mengajarkan peran metakognisi tersebut karena dalam tiap langkah pembelajaran yang di lakukan oleh guru juga menunjukkan keterampilan metakognitif pada tiap aspek yang berbeda. Keterampilan metakognitif adalah bagian dari kemampuan "belajar untuk belajar" dimana kemampuan ini dapat di transfer ke situasi belajar yang baru, baik di sekolah maupun di luar sekolah. nilai (nilai rata-rata minimal s/d ≤(-SD + )) Kelompok tingkat pertengahan (moderate level) dengan rentang nilai > ((-SD)+ + s/d≤( +(SD)) c. Kelompok tingkat tinggi dengan rentang nilai >(( + (SD) s/d nilai rata-rata maksimal. Pada Ketuntasan hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran scientific approach maka perhitungannya mengacu pada peraturan Kemendikbud tahun 2013. Ketuntasan individu diperoleh dari nilai sikap siswa dengan perhitungan : Analisis test hasil belajar siswa untuk mengetahui persentase pencapaian ketuntasan siswa dan indikator pembelajaran. Hasil belajar siswa berdasarkan Permendikbud 2014 yakni pengetahuan dan keterampilan dihutung dengan rumus: Data Pretes dan Postes Keterampilan Metakognitif Ketuntasan belajar untuk pengetahuan ditetapkan dengan skor rerata 2,67 untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian optimum 2,67. HASIL DAN PEMBAHASAN Keterlaksanaan Pembelajaran Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pembelajaran Scientific Approach yang meliputi 5M diperoleh hasil keterlaksanaan pembelajaran pada materi Indera Penglihatan dan Alat Optik setiap tahap pada pertemuan I, II dan III terangkum dalam tabel 1. berikut. Persentase Skor Aspek 5M yang Rata(%) Pertemuan diamati rata Ya Tidak 1 2 3 Mengamati 3.6 4 4 3.8 Menanya 3.3 3.6 4 3.6 Mencoba 4 4 4 4 100 0 Menalar/menga 4 4 4 4 sosiasi Mengkomunika 4 4 4 4 sikan Nilai rata-rata 3.8 3.9 4 Berdasarkan tabel di atas, rata-rata skor keterlaksanaan pembelajaran scientific approach yang meliputi 5M pertemuan pertama hingga ketiga terlaksana dengan presentase 100%. Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran ada kegiatan mengamati pertemuan pertama hingga ketiga didapat skor rata-rata 3.8, menanya dengan skor rata-rata sebesar 3.6, mencoba dengan skor rata-rata sebesar 4.0, menalar/mengasosiasi 3 Siswa Pretes Posttest ADP AFH APA AWN AD AP AA AAN CCF DDT DAH EH FR FD FAK HA IKA IN KDK MNH MJ MAP MFA NBP NKS PFD RBJ 17 11 11 17 7 11 12 12 8 12 14 11 13 17 12 11 11 12 12 12 14 8 13 12 12 10 15 24 22 20 23 21 18 21 19 19 21 19 19 21 21 22 20 20 19 20 18 21 19 20 19 20 19 20 NGain <g> 1,0 0,8 0,7 0,9 0,8 0,5 0,8 0,6 0,7 0,8 0,5 0,6 0,7 0,6 0,8 0,7 0,7 0,6 0,7 0,5 0,7 0,7 0,6 0,6 0,7 0,6 0,6 Kriteria Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Dari data hasil ketuntasan hasil belajar aspek keterampilan terlihat sebanyak 5 siswa mendapatkan skor 4,0 dengan kriteria A, 8 siswa mendapatkan skor 3,6 dengan kriteria A-, 13 siswa mendapatkan skor 3,1 dengan dengan predikat B+, dan 8 siswa mendapat skor 2,7 dengan kriteria B-. Aspek yang diamati Skor Persentase rata(%) rata Merangkai alat 2.2 73.3 percobaan Mengolah data hasil 2.4 80 percobaan Membuat kesimpulan 2.7 90 RNW 13 22 0,8 Tinggi RII 13 22 0,8 Tinggi SEP 12 23 0,9 Tinggi SAF 13 19 0,5 Sedang TMW 17 21 0,6 Sedang TSA 11 20 0,7 Tinggi VGD 15 16 0,1 Rendah Rata12 20 0,7 Tinggi rata Data tabel, maka peroleh skor rata-rata keterampilan metakognitif siswa pada pretest adalah 12 dan pada posttest adalah 20 .Keterampilan metakognitif siswa kelas VIII-F SMPN 1 Mojokerto mengalami peningkatan. Pada tabel diatas dapat dilihat tingkat kenaikan sebanyak 13 siswa sedang, 1 siswa rendah, dan 10 siswa tinggi. Skor ini merupakan skor total keterampilan metakognitif yang meliputi aspek perencanaan, pemantauan dan pengevaluasian. Dari Tabel di atas dapat di persentasekan tiap aspek metakognitif yang di peroleh mulai pertemuan pertama hingga ketiga sebagai berikut: Persentase Aspek Metakognitif Tiap Pertemuan Tingkatan Keterampilan Metakognitif Pertemuan KeRendah Menengah Tinggi (%) (%) (%) 1 17.6 70.6 11.8 2 17.6 70.6 11.8 3 11.8 67.6 20.6 Dari aspek yang diamati 10 terlihat bahwa persentase tertinggi yakni pada aspek membuat kesimpulan, kemudian aspek mengolah data hasil percobaan, dan yang terakhir aspek merangkai alat percobaan. Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Siswa Aspek Pengetahuan. No 1 2 Karaketristik Tes hasil belajar 34 31 Jumlah siswa Jumlah siswa yang tuntas 3 Jumlah siswa yang 3 tidak tuntas 4 Presentase 91,1% ketuntasan klasikal Berdasarkan data pada tabel tersebut diperoleh ketuntasan klasikal siswa sebesar 91,1%. Dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa secara klasikal dikatakan tuntas karena telah melebihi KKM yang telah ditetapkan pada kurikulum 2013 yaitu 2,67 untuk aspek pengetahuan dengan kriteria B-, artinya sebanyak 31 siswa telah mampu menguasai kompetensi yang ditetapkan pembentukan bayangan pada mata, mengidentifikasi proses pembentukan bayangan pada lensa, mendeskripsikan prinsip kerja kamera jika dihubungkan dengan cara kerja mata. membuat tabel hasil percobaan berdasarkan data hasil percobaan Pada 3 siswa yang masih dinyatakan tidak tuntas dalam aspek pengetahuan. Siswa tersebut mendapatkan skor dibawah KKM yakni 2.60 dan mendapat predikat B-. Setelah dilakukan evaluasi dari hal pengerjaan siswa ternyata TMW, RBJ dinyatakan tidak tuntas dikarenakan siswa tersebut masih belum memahami benar tentang materi pembentukan bayangan pada lensa dan proses terjadinya perambatan cahaya, sehingga Dari Tabel diatas terlihat bahwa pada pertemuan pertama dan kedua belum menunjukkan peningkatan persentase tingkatan keterampilan metakognitif, namun pada pertemuan ketiga terlihat terjadi peningkatan tingkatan keterampilan metakognitif dari tingkatan rendah, menengah, dan tinggi. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya persentase tingkatan rendah dan menengah serta meningkatnya persentase tingkatan tinggi pada pertemuan ketiga. Ketuntasan Hasil Belajar Ketuntasan hasil belajar aspek spiritual didapat sebanyak 20 siswa mendapatkan predikat baik (B) dan 14 siswa mendapat predikat sangat baik (SB). Artinya hampir keseluruan siswa aspek spiritual dapat dinyatakan tuntas Ketuntasan hasil belajar aspek sosial didapat sebanyak 28 siswa mendapatkan predikat baik (B) dan 6 siswa mendapat predikat sangat baik (SB). Artinya hampir keseluruan siswa aspek sosial dapat dinyatakan tuntas. 4 Implementasi Scientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Metakognitif saat tes kedua siswa tersebut belum dapat menjelaskan dengan benar, sehingga pada kompetensi tersebut penguasaan mereka masih kurang. Hal tersebut terdapat pada indikator soal nomor 5, 6, 8, dan 9. Pada siswa NBP dinyatakan tidak tuntas dikarenakan siswa tersebut tidak mengikuti tes tertulis yang dilaksanakan oleh guru. Berakhirnya suatu proses belajar akan diperoleh hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar dan tindak belajar. Hasil belajar akan tampak jika terjadi perubahan tingkah laku dalam diri siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006) Hal ini sesuai dengan pernyataan Nur, 2011, yang menyatakan bahwa metakognisi berhubungan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang tepat. Sehingga dengan ditingkatkannya kemampuan metakognisi siswa maka dapat meningkatkan pula hasil belajarnya. Hasil belajar siswa ini mendukung keterampilan metakognitif siswa. Siswa yang memperoleh ketuntasan hasil belajar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya meningkatkan keterampilan metakognitif 3. Ketuntasan hasil belajar yang diperoleh siswa aspek spiritual secara keseluruhan dapat dinyatakan tuntas sebanyak 14 siswa mendapatkan predikat sangat baik dan 7 siswa mendapatkan predikat baik. Pada aspek Sosial sebanyak 28 siswa mendapatkan predikat baik dan 6 siswa mendapat predikat sangat baik. Pada aspek keterampilan sebanyak 5 siswa mendapatkan skor 4,0 dengan kriteria A, 8 siswa mendapatkan skor 3,6 dengan kriteria A-, 13 siswa mendapatkan skor 3,1 dengan predikat B+, dan 8 siswa mendapat skor 2,7 dengan kriteria B.Pada aspek pengetahuan telah berhasil mencapai ketuntasan klasikal dengan persentase sebesar 91,1%. Keterampilan metakognitif memliki hubungan erat dengan ketuntasan hasil belajar siswa, sehingga dapat dikatakan siswa yang menggunakan keterampilan metakognitif memiliki prestasi lebih baik disbanding siswa yang tidak menggunakan keterampilan metakognitifnya. Saran Berdasarkan simpulan-simpulan yang telah dibuat, peneliti mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berikut: 1. Perlu adanya pelatihan keterampilan metakognitif secara terus menurus sehingga keterampilan metakognitif dan ketuntasan hasil belajar siswa lebih baik lagi. 2. Untuk melihat jelas sejauh mana peningkatan keterampilan metakognitif siswa maka perlu adanya kelas pembanding yang homogen sehingga peneliti selanjutnya perlu menggunkan rancangan penelitian pretest-postes control group design. 3. Dengan melatihkan keterampilan metakognitif secara terus menerus maka akan mempengaruhi hasil belajar yang semakin baik, oleh karena itu guru dapat menerapkan pembelajaran tersebut dikelas. 4. Kendala yang dihadapi saat dilapangan yaitu siswa masih kesulitan dalam mengisi lembar angket metakognitif sedangkan waktunya juga terbatas, sehingga untuk peneliti selanjutnya harus benar-benar dapat mengatur waktu yang dibutuhkan dalam mengisi angket serta membimbing siswa dalam mengisi lembar angket metakognitif. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Metakognitif Siswa pada Materi Indra Penglihatan dan Alat Optik diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Keterlaksanaan pembelajaran Scientific Approach yang lebih ke pembelajaran 5M termasuk kategori sangat baik dengan persentase 100% terlaksana. Kemampuan dalam mengelola kelas pada saat pembelajaran nilai rata-ratanya berturut-turut, yaitu 3,8; 3,9; dan 4,0 dengan kategori sangat baik. 2. Peningkatan keterampilan metakognitif dilihat dari pretes dan postes aspek yang paling tinggi yaitu aspek pemantauan kemudian diikuti aspek perencanaan dan yang terakhir aspek evaluasi. Jika dihitung menggunakan N-Gain skor didapat hasil pretes dan postes sebanyak 13 siswa sedang, 1 siswa rendah, dan 10 siswa tinggi. Didukung dengan hasil lembar angket metakognitif yang disebar pada tiap pembelajaran yang juga menunjukkan peningkatan tiap tingkatan yakni tingkat rendah, menengah dan tinggi. 5 Nur,Mohammad. 2011.Strategi-Strategi Bealjar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Pusat Sains dan Matematika Sekolah. Pulmones, Richard. 2007. Learning Chemistry in Metacognitive Environment (Online) (http://www.dlsu.edu.ph/research/journals/taper/pd f/200712/pulmones.pdf) Diakses pada 15 Maret 2014 Riduwan.2011. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta Sandi-urena, Guillerno Santiago. 2008. Design and Validation of A Multimethod Assessment of Metacognition and Study of the Effectiveness of Metacognition Interventions. Dissertation Clemson University. (Online) (http://etd.lib.clemson.edu/documents/1219850998 /umi-clemson-1711.pdf) Diakses pada 11 Maret 2014 Slavin,R.E. 2008. Psikologi pendidikan teori dan praktek edisi kedelapan .Jakarta: Indeks Sudjana,Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Tim dosen LPTK.2013. Pembelajaran IPA SMP di LPTK. Jakarta: Usaid DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard.I.2012. Learning to Teach Ninth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies,Inc Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA (Online) (http://www.puskur.net/download/prod2077/51_ka jian%20kebijakan%20kurikulum%20IPA.pdf) Diakses pada 18 Desember 2014 Departemen Pendidikan Nasional. 2013.Peraturan pemerintah Republik Indonesia No 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum. Jakarta: Departemen pendidikan nasional Departemen Pendidikan Nasional. 2013. Peraturan mentri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia No.65 tahun 2013 tentang standart proses. Jakarta: Departemen pendidikan nasional Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rinema Cipta Flavell. jhon. 1976. Metacognition (Online) (http://www.lifecircle_inc.com/learningtheories/co ntructivism/flavell/html) Diakses pada 12 April 2014 Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogjakarta: Insan Madani Imel, S. 2002. Metacognition Background Brief from the QLRC News Summer 2004. (Online). (http://www.cete.org/acve/docs/tia.0017.pdf.) Diakses 10 Desember 2014 Kemendikbud. 2013. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang. Kirby, Jhon.R. 1984. Cognitive Strategies and Educational Performance. USA: Academic Press,Inc Kurniansih,Imas. Sani,Berlin. 2014. Sukses mengimplementasikan kurikulum 2013. Jakarta: Kata pena Lestari,Fitri dwi. 2014. Penerapan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan metakognitif regulasi diri siswa kelas XI SMA Negeri 2 Lamongan pada materi pokok laju reaksi. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Livingstone,Jennifer A. 1997. Metacognition: An overview (http://gse.buffalo.edu/fas/shvell/cep564/metacog.h tml) Diakses pada 23 November 2013 Murdaka eka jati, Bambang.Kuntoro priyambodo,Tri. 2010. Fisika dasar listrik,magnet,optika dan fisika modern. Yogjakarta: Penerbit andi Nur,Mohammad. 1999. Teori belajar. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA 6