BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Adalet

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Adalet ve Kalkınma Partisi atau AKP merupakan partai berorientasi Islam yang mampu
merengkuh suara terbanyak di Republik Turki yang sekular. Berkaca pada sejarah, bangsa
Turki mempunyai sejarah yang panjang dalam kaitannya dengan Islam (khususnya pada
Kekaisaran Usmaniyah), namun halnya, pada tahun 1923, bangsa Turki mengambil arah yang
radikal, yakni menjadikan sekularisme sebagai the guiding principle Republik Turki yang
baru dibangun dari reruntuhan Kekaisaran Usmaniyah, ide ini berawal dari seorang perwira
militer bernama Mustafa Kemal
Mustafa Kemal, yang di kemudian
hari dikenal sebagai Atatürk (Bapak Turki),
bersentuhan dengan pemikiran laïcite1, ketika ia sedang menempuh pendidikan perwira di
Royal Military College, sebuah institusi pendidikan militer yang diciptakan dengan mengacu
pada sistem Prancis dan Prussia. Mustafa Kemal sangat tertarik pada laïcité, Ia mengambil
kesimpulan bahwa pada masa itu sekularisme merupakan pintu masuk modernisasi, dimana,
negara-negara Eropa yang relatif sekular memang sudah jauh melampaui Kekaisaran
Usmaniyah, baik dalam bidang sains dan teknologi ataupun ilmu pemerintahan. Pada saat
Kekaisaran Usmaniyah runtuh dan Mustafa Kemal telah dikukuhkan menjadi seorang
Atatürk2, dengan kekuasaan yang lebih ia segera menjalankan proyek modernisasi Turki,
tidak hanya dalam bidang sains dan teknologi, ekonomi, ilmu pemerintahan, tetapi juga
dalam bidang kultur, khususnya agama.
Fez atau kopiah Turki yang pada era sebelumnya merupakan simbol kebangaan kaum
pria, dilarang oleh Atatürk, ia tidak ragu mengancam dengan hukuman mati bagi yang
melanggarnya. Begitu pula dengan Adzan, semua harus dikumandangkan dalam bahasa
Turki, bahasa yang menurut Atatürk, lebih kaya dan modern dibandingkan bahasa Arab,
karena menggunakan abjad Latin, abjad yang juga digunsakan oleh wangsa Eropa3.Namun,
implementasi sekularsime Atatürk, tidak berjalan dengan mudah, suara-suara kaum
1
Pemikiran sekularisme yang bersumber dari Prancis
M. Ş. Hanioğlu, Atatürk : An Intellectual Biography, Princeton University Press, New Jersey, 2011, hal.17
3
M. Ş. Hanioğlu, Ataturk: An Intellecual Biography, hal.151.
2
agamawan yang menuntut penghargaan atas agama mereka, kian lama kian lantang, sampai
puncaknya, Insiden Menemen, ketika seorang sufi karismatik melakukan pemberontakan di
timur Turki4,
insiden ini menjadi salah satu simbol akan keterikatan sosiologis dan
psikologis masyarakat Turki terhadap tradisi Islam. Akar dari keterikatan psikososial
masyarakat Turki bersumber dari sistem politik dan sosial Kekaisaran Usmaniyah. Pada era
Kekaisaran Usmaniyah, seorang Sultan mempunyai dua gelar, yakni Amir (pimpinan politik)
dan Khalifah (pimpinan agama) atau dengan kata lain berkarakter caesaropapist5. Dengan
demikian Sultan mempunyai hak untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dan
hubungan manusia dan Tuhannya, tak jarang, urusan yang satu melakukan overlap pada
yang lain
Di tangan Atatürk, sekularisme menjadi komponen konstitusi yang unamendable
(tidak dapat di amandemen)6 namun di sisi lain, Atatürk
sendiri, nampaknya sadar,
sekularisme tidak dapat menang, juga tidak dapat kalah, tidak sepenuhnya Islam dapat ia
tolak, tidak juga dapat ia genggam. Simbol bulan sabit dan bintang yang terpampang dalam
bendera Turki mungkin merupakan rekonsiliasi Atatürk terhadap Islam, namun perdebatan
ini belumlah usai hingga saat ini.
Era 1950-1960, Islam justru menunjukan kebangkitan, ini ditandai dengan tindakan
pemerintah dalam menyeponsori pembangunan medrese7 dan juga pengenalan (kembali)
kurikulum berbasis agama yang sempat ditinggalkan. Semua merupakan buah dari usaha
Partai Demokrat Turki yang tidak hanya memopulerkan GPI dikalangan elit agama (ulama)
dan juga pemerintahan, tetapi juga kepada massa8. Era 1980, manuver GPI mengalami
kebentuan, pasca kudeta militer, namun pada tahun 2002, AKP, partai yang berorientasi
Islam, dapat menguasai ranah politik praktis9, bahkan hingga saat ini (2016).
AKP sebuah partai yang merupakan mainfestasi dari GPI, secara legal-formal tidak dapat
dikategorikan sebagai partai Islam, ini tercermin dari AD/ART partai yang sama sekali tidak
mencantukan masalah agama didalamnya, hal ini semakin kuat dengan pernyataan Recep
4
A. Umut, Islam and Secularism n Turkey, I.B Tauris, New York, 2010, hal.25.
Berasal dari kata Caesar dan Papal; Caesar adalah raja (pimpinan politik) dan Papal adalah Imam (pimpinan
agama).
6
Türkiye Büyük Millet Meclisi, The Constitution of The Republic of Turkey, hal.18.
7
Madrasah : Sekolah yang menitikberatkan pendidikan agama.
8
F. N. Seggie, Religion and the State in Turkish Universities: The Headscarf Ban, Palgrave Macmillan, New York,
2010, hal.24-25.
9
Seggie, hal. 22
5
Tayyip Erdogan
pada tahun 200510 (semasa menjabat PM), yang menolak tegas
penggolongan AKP sebagai partai Islam. Namun halnya secara historis dan praktis, AKP
menunjukan afiliasi dan orientasi yang kuat terhadap GPI. AKP secara historis merupakan
fusi dari dua partai Islam yang dilarang pada era pemerintahan kediktatoran militer. Secara
praktis, pada tahun 2006 sampai 2008, AKP ikut serta memperjuangkan penggunaan hijab,
yang selama ini dilarang untuk digunakan di institusi pemerintah dan universitas11.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Refleksi atas penjabaran diatas berujung pada sebuah pertanyaan, yakni “ Bagaimana
proses partai AKP dalam mendominasi pemerintahan Turki ?
1.3
LANDASAN KONSEPTUAL
Untuk menjawab pertanyaan diatas penulis mempergunakan tiga teori,yakni:
Gerakan Politik Islam :
Gerakan Politik Islam (GPI) didefinisikan oleh Mohammad Ayoob
sebagai “instrumentasi Islam untuk mencapai tujuan tertentu“12. Dengan demikian, lanjut
Ayoob, GPI tidak dapat didefinisikan secara spesifik (“.there is no single entity that can
proclaim speaking for Islam”). Tetapi, secara tidak langsung Ayoob mengindikasikan, dalam
karyanya The Many Faces of Poliical Islam, kita dapat menjelaskan fenomena GPI dengan
cara melihat(1) tujuannya, (2) metode yang digunakan, dan (3) persebaran pengikutnya13.
Dalam konteks Turki, GPI mengalami berbagai evolusi dalam dinamikanya. Sejak yang
reaksioner, violent dan segmented, yakni ketika insiden Meneman sampai yang demokrasi,
pragmatik-kooperatif, dan luas.
Konsep GPI akan penulis pergunakkan untuk menganilisis AKP, sebagai GPI yang
paling menonjol di Turki, memformulasikan tujuan, mengumpulkan dukungan dan basis
massa yang menjadi target dan pendukung mereka.
10
Ö,Taşpınar, Turkey: The New Model, Brookings Institution, April 2012, <
http://www.brookings.edu/research/papers/2012/04/24-turkey-new-model-taspinar>, diakses pada 16
Oktober 2015
11
Op.Cit., Taşpınar, The New Model
M. Ayoob, The Many Faces of Political Islam, Michigan State University Press, Ann Arbor, 2011, hal.2
13
Ayoob memang tidak mengatakan secara eksplisit bahwa kita dapat membagi GPI secara tipologis, namun
metode segmentasi yang digunakan oleh Ayoob, secara jelas menunjukan bahwa terdapat tiga hal, yakni
tujuan, metode dan persebaran pengikut, lihat Bab 6 dan 7 yang menganilisis soal tujuan, Bab 5 dan 7 yang
membahas soal metode dan Bab 3,5,6,7 yang membahas soal persebaran pengikut. .
12
Sekularisme :
Sekularisme dapat didefinisikan sebagai pemisahan agama dan negara, dalam artian
segala bentuk kebijakan yang berkaitan dengan negara diputuskan tanpa pertimbangan
sentimen keagamaan. Haluan sekular yang dianut oleh suatu negara, akan tercantum dalam
konstitusi, alasannya tentu saja karena konstitusi sendiri berfungsi sebagai kerangka dalam
membentuk aturan-aturan baru. Menurut Hannah Lerner, terdapat dua buah model
implementasi sekularisme, yang pertama yakni Permissive dan yang kedua Restraining.
Model implementasi permissive didefinisikan oleh Lerner dengan “Ambiguiy, Ambivalence &
Vagueness“, lanjutnya, tujuan utama implementasi model ini adalah “(...)to achieve political
stability and flexibility14“, sedangkan model yang kedua, yakni restraining, didefinisikan
oleh Lerner dengan “limiting“, yang tujuannya adalah “(...)limit the ranges of possibilities
available to future decision making15”. Dalam konteks Turki, Lerner, sendiri secara tegas
menglasifikasikan Turki sebagai negara yang menggunakan model implementasi restraining,
argumennya, jelas, karena Turki didalam prinsip-prinsip sekular termaktub dalam konstitusi
Turki dengan status tidak dapat diamandemen (unmamendable). Lerner juga menambahkan,
secara garis besar terdapat dua capaian (outcome) sekularisme, yakni, freedom for religion
dan freedom from religion16. Freedom for religion, adalah kemampuan suatu negara
menjamin kebebasan beragama subyeknya sedangkan freedom from religion, adalah
kemampuan negara membatasi peran agama dalam civil society. Kedua outcome ini tidak
selalu berbanding lurus, Dalam konteks Turki, freedom from religion dinilai Lerner dengan
cukup posiif, sedangkan freedom from religion, cenderung negatif, argumennya, karena Turki
tidak hanya memberikan limitasi pada peran agama, tetapi juga berupaya mengontrolnya17.
Kedua (sub)konsep sekularisme ini, pada segmen selanjutnya akan penulis
pergunakan untuk memberikan menganalisis kecenderungan-kecenderungan kebijakan
sekularisme pemerintah Turki dalam konteks pergulatan GPI vis-à-vis sekularisme.
14
H. Lerner, Permissive Constitution, Democracy & Religion : Freedom in India, Indonesia, Israel and Turkey,
World Politics, vol.5, no.3, October 2013, hal.611.
15
Ibid, hal.611.
16
Ibid, hal.640-645.
17
M. Ayoob, , Turkey’s Multiples Paradoxes, Orbis, vol.48. no.3, Summer 2004, hal..453.
Teori Partai Politik
Teori Partai politik dipergunakkan oleh penulis karena partai AKP
adalah GPI dalam bentuk partai. Teori ini juga akan penulis pergunakkan untuk menganalisis
performa partai AKP untuk menghadapi tantangan yang bersifat internal (kondisi sosial dan
politik Republik Turki) dan kondisi eksternal (konstelasi politik internasional dengan Repblik
Turki)
Partai politik didefinisikan sebagai “kelompok yang mengajukan
calon-calon bagi jabatan public, untuk dipilih oleh masyarakat sehingga dapat
mempengaruhi dan mengontrol tindakan - tindakan pemerintah”18. Menurut klasifikasinya
Partai Politik dibagi dalam beberapa bagian yakni:
I.
TIPOLOGI PARTAI POLITIK
PARTAI POLITIK
INTEGRATIF
SEKTARIAN
DUKUNGAN
(Eksklusif, regional, sangat
ideologis)
TERTUTUP
ORGANISASI
(otoriter, aksi langsung,
represif)
CARA-CARA KEGIATAN
&
FUNGSI
18
KOMPETITIF
KOMPERHENSIF
(berorientasi klien, pragmatis)
TERBUKA
(permissive, pluralistik)
MENYEBAR
(integrasi nasional,
TERSPESIALISASI
pembangunan masyarakat,
(Agregatif, representatif)
menekankan pada mobilisasi)
I. Amal (ed.), Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1988, hal.xi .
TABEL : Roy C. Macridis, Tipologi Partai Politik dalam Teori – Teori Mutakhir Politik
Menurut sumber dukungannya partai dapat dibagi menjadi dua,
yakni Sektarian dan Komperhensif, partai Sektarian menonjolkan sifat kedaerahan atau
mempunyai tata ideologis yang kaku, dalam tulisannya, Sejarah, Fungsi dan Tipologi PartaiPartai, Roy C. Macridis mengemukakan bahwa partai yang berkarakter agama cendurung
bersifat Sektarian19 , namun pendapat ini tidak cocok dengan partai AKP yang meskipun
merupakan partai agama cenderung bersifat komperhensif, yakni berorientasi klien (clienteleoriented) dan pragmatis.
Menurut bentuk organisasi internalnya, partai dapat dibagi menjadi
dua, yakni Terbuka dan Tetutup. Partai yang bersifat terbuka cenderung luwes dalam perihal
persyaratan keanggotan, tidak demikian dengan partai yang bersifat tertutup yang cenderung
ketat dalam memilih anggota dan menuntut ketaatan penuh anggota atas elit partai20.
Menurut cara-cara bertindak, partai dibagi menjadi dua, yakni Menyebar (diffused) dan
Terspesialisasi. Partai yang terspesialisasi cenderung membatasi cara-cara mereka untuk
memperoleh kekuasaan, umunya partai terspesialisasi menekankan pada aspek repsentatif
(representativeness), sedangkan partai yang Menyebar berupaya untuk memperluas
pengaruhnya secara total, seperti menjangkau masyarakat dengan tingkat partisipasi politik
yang rendah untuk melakukan mobilisasi21.
Dengan demikian, jika suatu partai bersifat sektarian, tertutup dan
menyebar, partai terseut dapat diklasifikasikan sebagai partai Integratif dan jika suatu partai
bersifat
Komperhensif,
Terbuka
dan
Terspesialisasi
maka
partai
tersebut
dapat
diklasifikasikan Kompetitif . Menurut Macridis, partai yang bersifat Kompetitif mempunyai
keunggulan dalam masyarakat politik (polity) yang mempunyai legitimasi 22 atau mapan.
II.
19
SUPPLY/DEMAND THEORY
Ibid, hal.32.
Ibid, hal.32.
21
Ibid, hal.32.
22
Ibid, hal.33.
20
Teori Supply and Demand tidak hanya dapat dipergunakkan dalam
studi ekonomi, tetapi juga studi mengenai partai politik, khususnya studi mengenai
kesuksesasn partai politik dalam memenangkan dan mempertahankan kekuasaannya.
(A) Demand : Demand adalah tuntutan yang menjadikan keberadaan (dan kekuasaan)
suatu partai relevan. Demand dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni tingkatan makro,
meso dan mikro. Tingkatan Makro menekankan pada aspek ekonomi, sosial dan
politik pada tingkat nasional, supranasional ataupun global23. Tingkatan meso
menekankan pada organisasi tingkat lokal, yang membentuk norma, sekaligus sebagai
media transfer pengetahuan, seperti sekolah atau keluarga24. Tingkatan mikro
menekankan pada korelasi preferensi individual dan perilaku voting25.
(B) Supply : Supply adalah ketersediaan sumberdaya yang memungkinkan suatu partai
eksis dan berkuasa. Secara garis besar sumber Supply dibagi dua,yakni Supply internal
dan eksternal26. External-side supply bersumber dari keterbukaan institusi politik
negara terhadap partai politik dan perilaku partai kompetitor27. Internal-side supply
bersumber dari struktur organisasi dan kepemimpinan partai28.
1.4
ARGUMENTASI UTAMA
“ Partai AKP mampu mempertahankan kekuasaannya di Republik Turki oleh karena
(A)Partai AKP mengakomodir ekspresi keagmaan
(B)Partai AKP menormalisasikan hubungan sipil-militer
(C)Partai AKP memperluas akses ekonomi
(D)Partai AKP mempunyai organisasi internal yang lebih baik dari GPI pendahulunya
1.5
METODE PENGUMPULAN DATA
Data yang penulis penulis pergunakan bersifat kualitatif dan bersumber dari buku, jurnal,
berita dan media elektronik yang secara garis besar bertemakan (1) Gerakan Politik Islam di
23
C. Mudde, Popoulist Radical Right Parties in Europe, Cambridge University Press, New York, 2007, hal.202.
Ibid, hal. 217.
25
Ibid, hal, 219.
26
Ibid, hal. 232.
27
L. March & Charlotte Rommerskirchen, Out of Left Field : Explaining the Variable Electoral Success of
European Radical Left Parties, Party Politics, November 5, 2012, hal. 7.
28
Op.Cit, Mudde, Populist Radical Right Parties in Europe, hal. 256.
24
Timur Tengah (2) Partai Politik (3) Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik (4) Partai AKP dan
(5) Sekularisme. Seluruh data ini akan penulis susun secara kronologis dan tematis pada Bab
2 (Konteks Sosial, Politik, Ekonomi Gerakan Politik Islam di Republik Turki) dan Bab 3
(Dinamika Partai AKP), selanjutnya akan penulis olah secara analitis pada Bab 4 (Telaah
Performa Partai AKP)
1.6
STRUKTUR PENULISAN
Bab 1 : Bab ini berisi latar belakang, landasan teoritik, rumusan masalah yang menjadi
komponen sentral dalam karya ini
Bab 2 : Bab ini akan menjelaskan latar belakang kondisi sosial, politik, dan ekonomi
sebelum kemunculan AKP serta bagaimana upaya AKP menyiasatinya sehingga berbuah
kemenangan
Bab 3
: Bab ini menyugguhkan penjelasan mengenai cara partai AKP menyiasati
dinamika sosial, politik, dan ekonomi setelah mereka menjadi partai berkuasa di Republik
Turki
Bab 4
: Bab ini merupakan telaah performa AKP. Menggunakan Supply & Demand Theory
dan Teori Partai Politik
Bab 5
: Bab ini merupakan kesimpulan
Download