Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam ANALISIS TERHADAP PERLINDUNGAN KARYA REKAMAN SUARA DALAM HAK-HAK TERKAIT DENGAN HAK CIPTA (NEIGHBOURING RIGHTS) Henry Soelistyo Budi, Hardijan Rusli Ricky Sindunata ABSTRACT Copyright deals with the rights of intellectual creators their creation. Copyright law, however, protects only the form of expression of ideas, not the ideas themselves. There exist rights related to copy right. These rights are generally referred to as "related rights" (or "neighbouring rights), in an abbreviated expressions. There are 3 (three) kinds of related rights : 1. The rights of performing artists in their performances; 2. The rights of producers of phonograms in their phonograms; 3. The rights of broadcasting organizations in their radio and television programs. Protection of those who assist intellectual creators to communicate their message and to dissminate their works to the public at large, is attempted by means of related rights. (WIPO INTELLECTUAL PROPERTY HANDBOOK: POLICY, LAW AND USE, P.46, WIPO 2001; WIPO PUBLICATION NO. 489 (E)). Keywords: Copyright; related rights; neighbouring rights; protections; intellectual creators; to communicate; to disseminate. Pendahuluan Dalam membicarakan status karya Rekaman Suara maka masalah ini menyangkut bentuk perlindungan, sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta No 19 Tahun 2002, yaitu bahwa perlindungan bagi karya Rekaman Suara dialihkan dari Hak Cipta ke Hak Terkait (Neighbouring Right). 10 Perbedaan antara pelindungan yang diberikan pada peraturan perundang - undangan yang lalu dengan yang baru ini, sangat jelas perbedaan itu ialah pada siapa perlindungan itu diberikan. Jika mengacu pada perlindungan yang diberikan oleh Hak Cipta maka yang dilindungi adalah karya Ciptanya yaitu karya Cipta yang bersifat Kebendaan, sedangkan Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. HI, No. I, Juli 200 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam bila mengacu pada perlindungan yang diberikan oleh Hak - hak Yang Terkait maka perlindungan itu diberikan bagi Perorangan, badan hukum atau lembaga. Hal ini dapat dilihat pada definisi dari Hak Terkait dalam Pasal 1 angka 9 : "Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya, bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman Suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya". Selanjutnya, kepada siapa perlindungan itu diberikan dapat dilihat dengan jelas pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 10, 11, 12 yang berbunyi sebagai berikut': memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya". "Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya ". "Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tampa kabel atau melalui sistem elektromagnetik". " Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau Kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Hak Cipta yang baru, yang memuat perubahan status perlindungan bagi karya Rekaman Suara dari Hak Cipta ke dalam lingkup Perlindungan Hak hak Terkait atau Neighbouring Right membawa konsekwensi hukum yang tidak sederhana. Hal itu dapat dijelaskan dengan kasus imajiner sebagai berikut. 'Suyud Margono, Hukum & Perlindungan Hak Cipta (Jakarta 2003) Ricky sebagai penyanyi professional menyanyikan lagu - Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003 11 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam lagu ciptaan Bobby dalam suatu pertunjukan Musical Live di Istora Senayan Jakarta. tanpa sepengetahuannya (tanpa seijin dan persetujuannya), pertunjukannya direkam oleh penonton dengan kamera video, hasil rekaman video tersebut menghasilkan gambar yang cukup bagus. Belakangan, karya rekaman itu ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta dalam acara Hiburan Musik. Karena ada peluang bisnis yang bagus mengingat pertunjukan itu diminati banyak orang maka rekaman video tersebut diperbanyak kemudian dijual atau dipasarkan secara luas. Sebelum pertunjukan itu sebenarnya Ricky telah melakukan perjanjian dengan salah satu pihak yaitu penerbit musik (MusicPublisher) untuk memberikan ijin pembuatan rekaman pertunjukannya termasuk ijin perbanyakan serta penyiarannya. Dalam kasus imajiner diatas dapat kita tampilkan dua isu sekaligus. Pertama persoalan hukum yang berkenaan dengan Hak - hak yang berkaitan denga Hak Cipta dan yang kedua, adalah persoalan yang berkaitan dengan pengakuan perlindungan Hak Cipta. Kasus tersebut dapat membedakan secara jelas status dari karya Rekaman 12 Suara yang sudah beralih perlindungannya ke Hak - hak Terkait dan bukan Hak Cipta lagi. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Ricky diakui sebagai Performer atau Pelaku. Ricky memiliki hak khusus (exclusive right) untuk melarang orang lain tampa persetujuannya membuat atau memperbanyak dan menyiarkan Rekaman Suara dan atau gambar dari pertunjukannya. Pembuatan rekaman pertunjukan oleh penonton dengan cara tanpa meminta ijin terlebih dahulu dengan demikian berarti terjadi pelanggaran terhadap hak Ricky yang dalam Undang - undang di nyatakan sebagai Hak - hak yang Terkait dengan Hak Cipta. Demikin pula dengan stasiun televisi yang menayangkan pertunjukan yang dibuat oleh penonton tadi. Stasiun televisi tersebut juga telah melakukan pelanggaran terhadap Hak - hak Terkait dengan Hak Cipta.. Di sinilah aturan mengenai Neigbouring rights diperlukan yaitu aturan yang meneguhkan hak Ricky untuk melarang orang lain, membuat rekaman, memperbanyak dan menyiarkan hasil dari rekaman pertunjukannya. Ricky selaku performer memiliki hak untuk Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat rekaman pertunjukannya, memperbanyak dan menyiarkannya. Selain memiliki hak ekonomi dalam kerangka Hak - hak yang berkaitan dengan Hak Cipta penyanyi tersebut juga memiliki hak moral untuk meminta namanya dicantumkan atau dinyatakan dalam hasil rekaman pertunjukan yang dibuat atas persetujuannya, serta melarang siapa pun mengubah hasil rekaman pertunjukannya itu dengan atau dalam bentuk apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan harkat dan martabat maupun kehormatan dan merusak reputasi atau nama baiknya. Hal ini dapat di.lihat dalam Undang - undang Hak Cipta Indonesia yang baru pada Bab VII tentang Hak Terkait Pasal 49 yang berbunyi :2 "Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan ijin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar pertunjukannya." "Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan ijin atau melarang 2 pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. "Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan ijin melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan atau menyiarkan ulang karya siaranya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik. Disamping itu music publisher atau produser of phonogram mempunyai Hak Cipta atas karya rekaman pertunjukan tersebut yang dihasilkannya. Karenanya, ia memiliki hak ekonomi untuk melarang pengumuman dan perbanyakan karya rekaman pertunjukan dimaksud. Seiring dengan itu musik publisher juga memiliki hak moral untuk meminta agar namanya dicantumkan pada karya rekaman yang dihasilkan tadi. Selanjutnya jika dikaji kasus diatas dengan perlindungan yang diberikan oleh Hak Cipta maka lagu ciptaan Bobby statusnya sudah jelas. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa lirik dilindungi Hak Cipta. Kemudian timbul pertanyaan ibid, hal 131 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003 13 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam mengenai Hak Cipta atas rekaman pertunjukan Ricky tadi. Pada prinsipnya kedua hasil rekaman tersebut memperoleh perlindungan Hak Cipta. Sesuai dengan Undang - undang Hak Cipta, hasil karya rekaman dianggap sebagai ciptaan yang dilindungi Hak Cipta, sedangkan yang dianggap sebagai pencipta adalah yang membuat rekaman tadi. Mengingat bahwa rekaman yang dibuat oleh penonton tadi tanpa ijin, maka hukum menyebutkan bahwa rekaman itu adalah barang hasil dari pelanggaran. Karenanya, walaupun Hak Cipta lahir dari fiksasi, hukum tidak melindungi dan mengakuinya. Sedangkan rekaman yang dibuat oleh Music Publisher atau Producer of Phonogram memperoleh perlindungan dan diakui oleh hukum. Dari uraian diatas tampak bahwa neighbouring rights tampil berdampingan dengan Hak Cipta, tapi statusnya tetap merupakan dua hak yang berbeda. Perlindungan Dalam Hak - hak Terkait dengan Hak Cipta. Para Pelaku dan Produser Rekaman Suara memperoleh Hak dari Pencipta, yaitu dengan cara penyerahan atau pengalihan Hak 14 dari Pencipta kepada Pelaku, dan hak itu disebut Performing rights. Dengan performing rights, para Pelaku memiliki hak atas hasil rekaman pertunjukannya. Selain itu, para Pelaku juga memiliki hak dengan melarang atau memberi izin kepada pihak lain untuk menayangkan atau merekam hasil dari perunjukanya itu dalam bentuk apa pun juga. Bentuk dari rekaman dari petunjukan itu dapat berupa rekaman gambar dan suara atau suara. Hak dari Pelaku yang tercantum dalam Undang - undang Hak Cipta, meliputi pula menentukan orang lain atau pihak lain yang ingin ikut serta dalam pertunjukanya. Pihak lain tersebut adalah Produser of Phonogram yang haknya adalah merekam pertunjukan itu dan kemudian menggandakannya. Hak dari Produser of Phonogram ini juga dilindungi oleh Undang - undang Hak Cipta seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Konkritnya antara Pelaku dan Produser harus dibuat suatu perjanjian atau kontrak terhadap eksploitasi dari pertunjukan itu. Biasanya Pelaku menuntut royalty dari Produser tersebut, sesuai dengan hasil penayangan atau penjualan rekaman dari pertunjukannya. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam Perlindungan yang di peroleh Pelaku dan Produser akan menjadi nyata, jika ada pihak yang melanggar Hak -hak dari para Pelaku dan Produser tersebut. Misalnya ada pihak lain yang merekam pertunjukan dari Pelaku tanpa sepengetahuan Pelaku dan ada pihak lain yang menggandakan hasil pertunjukan tersebut tanpa sepengetahuan produser yang sudah mengikat kontrak dengan perlaku atau Performer. Perubahan Perlindungan Bagi Pemegang Hak dibidang Rekaman Suara. Undang-Undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang- Undang No 19 Tahun 2002 memberikan penegasan bahwa perlindungan bagi karya Rekaman Suara, adalah rejim Hak - hak Terkait dengan Hak Cipta, dan bukan lagi oleh Hak Cipta. Perubahan ini dilakukan untuk menghindari perlindungan ganda bagi suatu karya cipta. Misalnya suatu karya cipta lagu atau musik dilindungi dengan Hak Cipta, kemudian lagu dan musik tersebut direkam oleh seorang Produser yang menghasilkan suatu karya Rekaman Suara. Rekaman tersebut juga dinyanyikan atau dibawakan oleh seseorang artis atau Pelaku, jika rekaman suara dari karya cipta lagu atau musik tadi tetap dilindungi oleh Hak Cipta berarti ada perlindungan ganda yang terjadi yaitu karya cipta dari pencipta yang merupakan perwujudan ide dai pencipta dilindungi dengan Hak Cipta, kemudian hasil rekaman dari karya cipta itu juga dilindungi dengan Hak Cipta yang sebenarnya sudah tidak perlu lagi karena yang melakukan rekaman suara terhadap karya cipta lagu atau musik itu bukan pencipta lagu atau musik itu lagi melainkan adalah Produser, dan karya cipta lagu atau musik tersebut juga sudah dinyanyikan oleh seorang yang disebut Pelaku. Hak dari Produser dan Pelaku tadi juga perlu dilindungi. Hak tersebut dilindungi bukan dengan Hak Cipta karena mereka bukan Pencipta melainkan hanya mendapat pendelegasian hak dari Pencipta untuk menyanyikan atau merekam bahkan memperbanyak karya cipta tersebut dan jika dilindungi dengan Hak Cipta terasa kurang tepat bahkan seakan - akan karya cipta tersebut dilindungi dua kali atau ganda. Padahal, yang dimasud adalah untuk melindungi Hak - hak dari Pelaku dan Produser dan bukannya karya Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003 15 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam ciptanya lagi. Hal ini dapat dipahami dengan perbedaan konsepsi perlindungan yang diberikan oleh Hak Cipta dan yang diberikan oleh Hak - hak yang terkait denga Hak Cipta. Sesuai konsepsi Hak Cipta perlindungan yang diberikan oleh Hak Cipta ialah perlindungan bagi karya Ciptanya yaitu yang bersifat kebendaan. Sedangkan konsepsi perlindungan yang diberikan oleh Hak hak yang Terkait dengan Hak Cipta adalah perlindungan bagi hak perorangan, badan hukum atau lembaga. Yaitu perlindungan bagi Hakhak Pelaku dan Produser yang telah melakukan perekaman dan menyanyikan lagu dari karya Cipta itu.dalam hal ini karya cipta musik atau lagu yang sudah dinyanyikan atau dibawakan oleh Pelaku dan sudah dalam bentuk Rekaman Suara tidak lagi dilindungi oleh Hak Cipta. Dengan kata lain, Karya Cipta lagu atau musik yang dihasilkan dari ide Pencipta tetap dilindungi, tapi hasil Rekaman Suara dan rekaman pertunjukannya tidak lagi dilindungi oleh Hak Cipta akan tetapi dilindungi oleh Hak - hak Terkait dengan Hak Cipta. 16 Satu hal yang penting juga dalam perubahan ini, ialah perlunya Indonesia segera meratifikasi Konvensi Roma dan WIPO Performers and Phonograms Treaty (WPPT) yang juga merupakan penyempurnaan dari Konvensi Roma, yaitu sebagai konsekwensi logis dari perubahan perlindungan yang diberikan kapada Pelaku dan Produser. Hal ini sangat penting karena Indonesia harus memiliki landasan pengaturan yang sama dengan negara lain atau sesama negara anggota Konvensi. Dengan kata lain, Indonesia harus memiliki "payung" bagi pengaturan neigbouring rights ini secara multilateral dan juga memberikan pemahaman yang luas jika terjadi masalah yang pengaturannya tidak ada dalam hukum nasional Indonesia. Indonesia harus segera atau wajib meratifikasi kedua konvensi tersebut agar tidak terjadi maslah yang tidak diinginkan. Misalnya saja ada kasus di bidang rekaman suara yang melibatkan negara lain yang adalah anggota Konvensi Roma. Dalam hal ini Indonesia tidak dapat berkeras menggunakan hukum nasional Indonesia untuk Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam menyelesaikan kasus tersebut, sebaliknya harus mengikuti ketentuan dari kesepakatan internasional melalui Konvensi Roma ini. Indonesia tidak dapat mengandalkan perjanjian bilateral yang selama ini dilakukan Indonesia, dan jika Indonesia meratifikasi konvensi ini seolah olah ada kesaman bahasa dalam masalah hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual antara Indonesia dan Negara - negara lain. Keuntungan lain jika Indonesia meratifikasi kovensi ini, adalah dibidang perlindungan terhadap rekaman Suara. Misalnya, apabila ada masalah atau kasus dalam negri Indonesia mengenai perlindungan terhadap Rekaman Suara, maka penyelesaiannya harus dengan menggunakan hukum nasional Indonesia. Masalah akan timbul jika tidak ada pengaturan mengenai masalah itu didalam hukum nasional Indonesia. Jika Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Roma, maka Konvensi tersebut dapat digunakan sebagai landasan pengaturan bagi hukum nasional Indonesia terhadap masalah - masalah baru yang belum memperoleh pengaturan dengan jelas dalam hukum nasional Indonesia. Salah satu Kasus Pelanggaran Hak- hak Terkait dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights). Kasus ini adalah kasus antara seorang bintang sinetron yang bernama Roweina melawan PT. Auvikomunikasi Mediapro sebagai Tergugat I, bersama dengan dua tergugat lainnya yaitu PT. Blackboard Indonesia sebagai Tergugat II. Dalam kasus ini Roweina menandatangani kontrak pada 22 April 1999 untuk membintangi sinetron berjudul "Elegi Dua Cinta" yang di produksi olehPT. Auvi. Dalam kontrak No. 521/PK-E2C/AVC/LGLPROD/IV/1999, tersebut sudah disepakati dan ditandatangani, bahwa pihak PT. Auvi memberikan tawaran kepada Roweina untuk menyanyikan dan melakukan rekaman suara sebuah lagu yang berjudul " Rasa Had". Tawaran tersebut secara lisan, dan kedua belah pihak menyetujui untuk melakukan take vokal di studio PT. Blackboard Indonesia. Pihak PT Auvi berjanji setelah proses rekaman tersebut selesai mereka akan menghubungi Roweina untuk membuat kontrak Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003 17 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam rekaman. Pihak PT. Auvi menjanjikan, jika hasil rekaman tersebut bagus maka akan dibuat kontrak secara tertulis. Kesepakatan tersebut hanya dilakukan secara lisan saja. Setelah rekaman selesai hasilnya tidak diperdengarkan kepada Roweina. Namun, pihak PT. Auvi mengatakan bahwa hasil dari rekaman tersebut bagus. Perkembangan dari proses rekaman tadi tidak berlanjut kepada pembuatan perjanjian atau kontrak secara tertulis, sebagaimana yang telah diperjanjikan oleh PT. Auvi. Perjanjian secara tertulis tersebut sama sekali belum dibuat, tapi yang terjadi hasil rekaman suara Roweina sudah diputar di salah satu stasiun televisi sebagai soundtrack sinetron yang dibintang oleh Roweina. Bahkan yang membuat terkejut pihak penggugat yaitu kaset hasil rekaman tersebut sudah dijual bebas dipasar. Hal inilah yang membuat pihak Roweina memutuskan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dalam gugatan No. 83/ Pdtg/2001/ PN.Jak.Sel tersebut, yang digunakan sebagai dasar gugatan adalah Pasal 1365 KUH Perdata. 18 Tuduhannya, bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Selain itu, pihak tergugat juga dianggap melakukan perbuatan melawan hukum atas Neighbouring Rights penggugat. Atas dasar itu pihak penggugat meminta majelis hakim menghukum para tergugat untuk memberikan ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp. 872,8 juta, dengan rincian, ganti rugi materil Rp. 372,8 dan imateril Rp. 500 juta Dari kasus diatas dapat di analisa bahwa pihak penggugat menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal ini digunakan sebagai dasar gugatan karena pihak penggugat merasa bahwa tidak ada itikad baik dari tergugat. Pihak tergugat yang sudah menjanjikan akan membuat perjanjian secara tertulis jika rekaman sudah selesai dan dinyatakan bagus, ternyata melakukan ingkar janji. Bahkan, rekaman tersebut langsung diedarkan begitu saja kepada masyarakat tanpa ada persetujuan dari pihak penggugat patut dicatat Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam bahwa walaupun perjanjian awal mengenai kontrak rekaman suara tersebut didahului dengan lisan, akan tetapi jika dalam kerangka bisnis, pihak tergugat harus mengetahui apa yang selayaknya dilakukan olehnya. Apabila meraka merekam suara seseorang dan kemudian mengeksploitasinya dan mendapatkan keuntungan dari hasil rekaman tersebut, maka harus ada kewajiban pemenuhan hak ekonomi milik penggugat. Seharusnya pihak tergugat dengan itikad baik berinisiatif membuat perjanjian atau kontrak dengan penggugat. Apalagi, sebelumnya sudah didahului dengan perjanjian lisan. Atas dasar inilah, maka pihak penggugat menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata, karena menganggap pihak tergugat melakukan perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian dari pihak penggugat yang seharusnya mereka peroleh dari hasil rekaman suara tersebut. Penggugat juga memuat dalam gugatannya bahwa hak tergugat melakukan pelanggaran terhadap Hak -hak yang terkait denga Hak Cipta yaitu Neighbouring Rights. Dalam hal ini pihak penggugat memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suaranya. Pihak penggugat yaitu Roweina hanya menyetujui secara lisan bahwa akan melakukan rekaman dan dilanjutkan dengan perjanjian tertulis. Yang pasti pihak penggugat belum menyatakan setuju atau tidak untuk memperbanyak atau menyebarluaskan hasil rekaman tersebut. Rencananya dalam perjanjian tertulis itulah akan dimuat kesepakatan atau persetujuan yang lebih rinci lagi mengenai rekaman suara yang dilakukan. Namun sangat disayangkan pihak tergugat tidak memperdulikan hal itu dan tidak memenuhi janjinya untuk membuat perjanjian tertulissebaliknya malah telah memperbanyak dan menyebar luaskan hasil rekaman tersebut tanpa persetujuan Roweina. Pihak penggugat juga tidak memperoleh apa - apa dari hasil penggunaan rekaman suara tersebut di sinetron maupun hasil dari penjualan kaset rekaman tersebut. Begitu jugabagi pihak PT. Blackboard dianggap melanggar Hak - hak yang Terkait denga Hak Cipta Atau Neighbouring Rights karena memperbanyak dan menjual atau menyebarluaskan hasil rekaman tersebut tanpa persetujuan Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003 19 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam penggugat, dan bahkan memakai label Blackboard dalam kaset rekaman suara tersebut. Sedangkan pihak penggugat atau Roweina tidak merasa pernah membuat persetujuan dengan pihak PT. Blackboard. Dari kasus ini dapat ditemukan pelanggaran Hak - hak Terkait denga Hak Cipta, yaitu hak dari penggugat yaitu Roweina yang dilindungi oleh UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 49 dilanggar oleh tergugat yaitu PT. Auvi komunikasi dan PT.Blackboard, yaitu tanpa persetujuan dari Roweina hasil rekaman tersebut diperbanyak dan dijual dipasar dan hasilnya tidak diperoleh pihak Roweina. Penyebab maraknya Pembajakan rekaman Suara di Indonesia. Secara ringkas dapat dikemukakan adanya empat pokok penyebab maraknya pelanggaran Hak Cipta khususnya Hak - hak Terkait dengan Hak Cipta dibidang rekaman suara. 3 Pertama, 3 Arnel Affandi, Konspirasi Bisnis di balik Pembajakan Hak Cipta di indonesia, hal 3 20 rendahnya pengetahuan masyarakat. Maraknya pembajakan adalah bukti konkrit dari rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap Hak Cipta atau hak lain yang terkait. Di masyarakat seolah - olah sudah berakar pemahaman bahwa barang yang murah itu lebih baik dan menguntungkan. Padahal dengan barang yang murah dan hasil bajakan, tanpa mereka sadari ada hak - hak orang lain yang dilanggar dan ada aturan yang mereka langgar. Dengan kata lain, setiap keping rekaman suara yang masyarakat beli yang merupakan hasil dari bajakan adalah satu usaha untuk membunuh industri rekaman suara. Pada kenyataannya dilapangan, masyarakat tidak mau tahu akan hal tersebut. Yang masyarakat tahu adalah barang hasil rekaman yang murah dan isinya sama itu lebih baik dan satu hal yang sudah menjadi budaya di Indonesia adalah masyarakat di Indonesiajustru lebih banggajika membeli barang yang sama bentuknya tapi dengan harga yang lebih murah. masyarakat tidak mau tahu dari mana barang itu berasal. Hal yang satu ini adalah hal yang paling rumit atau tantangan yang paling besar bagi para pelaku industri dibidang rekaman suara Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam dan bagi para pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum HAKI. Kedua, ialah penegakan hukum, khususnya pidana belumlah mencapai tujuan efek jeranya. Sanksi yang diberikan kepada para pelaku pelanggar Hak Cipta atau hak - hak yang terkait belum membuat para pelaku itu jera, hal ini dapat juga di sebabkan hukuman yang terlalu ringan atau denda yang terlalu sedikit. Ketiga, ialah sikap apriori masyarakat terhadap penegakan hukum. Berkaitan dengan hal yang pertama tadi, sikap apriori masyarakat ini adalah salah satu dasar yang kuat yang membuat para pelaku pembajakan ini dapat terus hidup usahanya. Masyarakat tidak perduli adanya hukum atau aturan yang melarang untuk membuat rekaman bajakan. Masyarakat bahkan mencari rekaman hasil bajakan tersebut sehingga para pelaku dapat terus membuat rekaman bajakan itu. Para pelaku tersebut merasa bahwa mereka memiliki pasar tersendiri. Oleh karna itu, mereka terus membuat rekaman bajakan itu. Hal lain yang juga menyedihkan adalah ada masyarakat yang mengetahui tempat rekaman bajakan itu dibuat bahkan adanya fakta bahwa banyak yang tahu tempat mencari rekaman hasil bajakan, tapi masyarakat tidak mau melaporkan kepada pihak berwenang. Sebaliknya masyarkat malahan memberi tahukan kepada orang lain tempat tersebut untuk memberi kesempatan orang lain membeli rekaman hasil bajak yang sama seperti yang diperolehnya. Keempat ialah kemajuan teknologi yang memudahkan praktek pembajakan berlangsung hampir tanpa membutuhkan kemampuan khusus. Kemajuan teknologi juga mempengaruhi proses penegakan hukum HAKI. Dengan alat yang sangat canggih seorang yang memiliki kemampuan yang biasa - biasa saja atau dengan sedikit waktu saja seseorang sudah dapat membuat rekaman bajakan yang cukup baik kualitasnya. Bagian yang keempat ini juga adalah tugas dari pihak - pihak yang berwenang untuk mengatasinya. Begitu mudah masyarakat atau oknum memperoleh peralatan untuk menggandakan rekaman suara, tampa izin atau prosedur yang jelas. Satu hal lagi yang membuat maraknya pelanggaran atau Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.I, Juli 2003 21 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam pembajakan rekaman suara di Indonesia adalah mengenai sankasi yang diberikan kepada para pelanggar HAKI, sangat ringan dan tidak membuat mereka jara, kasus pelanggaran HAKI di Indonesia hanyadijatuhi hukuman percobaan, dalam arti para pelanggar HAKI tersebut akan dilepas dengan syarat jika melakukan pelanggaran lagi mereka akan ditahan. Dengan hukuman seperti ini, para pelangggar HAKI tersebut tidak akan jera. Mereka menganggap tidak akan mudah tertangkap, dan jika ditangkap akan mendapatkan hukum yang ringan. Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Hak Cipta juga memuat mengenai delik yang berlaku bagi para pelanggar HAKI, delik yang adalah delik biasa sehingga para aparat tidak lagi menunggu laporan atau aduan untuk bertindak dan sewaktu waktu dapat bertindak melakukan penertipan atau pemeriksaan. Namun anehnya walupun demikian masih pembajakan itu terjadi dan terus menigkat, bahkan sudah dianggap biasa, jika orang berjualan barang bajakan. Hal ini juga merupakan tantangan bagi pihak berwenang. Selanjutnya, mengenai hukuman percobaan bagi 22 pelanggar HAKI juga sudak tidak berlaku lagi, dan diganti dengan hukuman seperti tindak pidana dalam KUHP. Masalah penting yang perlu diperhatikan adalah apabila kondisi ini terus berlanjut. Dalam hal demikian Indonesia yang akan rugi. Dalam jangka pendek, adanya produk yang murah memang menguntungkan masyarakat. Apalagi dalam kondisi ekonomi yang seperti ini. Tetapi dalam jangka panjang kerugian yang besar akan diderita oleh Indonesia dan masyarakat. Pencipta enggan lagi mencipta karena mereka tidak memperoleh imbalan yang seimbang dengan kemampuan mereka. Bahkan justru orang lain yang menikmatinya. Para Pelaku juga tidak mau lagi mengadakan pertunjukan, karena mereka tidak memperoleh imbalan yang memadai. Begitu juga para Produser. Jika hal ini terus terjadi, konsekwensi yang akan diterima oleh masyarakat Indonesia adalah kehilangan kesempatan memilih menikmati karya cipta Rekaman Suara Indonesia , termasuk yang ditampilkan melalui pertunjukan langsung. Dengan kata lain, indusrti Rekaman Suara di Indonesia akan mati. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam Kerugian Negara Indonesia Dengan Terjadinya Pelanggaran Hak - hak Terkait Dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights ). Berbicara mengenai kerugian yang diderita dari kasus pembajakan ini, jelas bahwa yang paling dirugikan adalah pemegang hak. Sedangkan negara dirugikan karena kehilangan PPn dari industri rekaman ini. Pembajakan disektor rekaman suara di Indonesia, telah merugikan negara sekitar Rp. 11 triliun sampai Rp. 15 triliun pertahun. Kini pemasukan bagi negara dari sektor musik dan rekaman suara adalah Rp. 300 miliar4 . pembajakan yang marak juga menyebabkan semangat berkarya menurun. Jika dibandingkan, tercatat yang menceminkan, yaitu perbandingan I berbanding 15. Artinya, 1 karya yang asli akan diikuti dengan 15 karya bajakan. Pada masa lalu, setiap bulannya karya yang asli yang terjual dapat mencapai angka 8 sampai lOjutakepingkaset. Kini meraih angka 3 sampai 4 juta keping saja sudah syukur atau luar biasa. Sungguh tragis praktek pembajakan telah berlangsung 4 Ady," Pembajakan rugikan Negara Rp II Triliun Pertahun," Sinar Harapan, 2002 begitu lama didepan mata, tetapi tidak ada tindakan yang tegas dari aparat. Angka - angka pembajakan diatas menjadikan Indonesia masuk dalam daftar negara terbesar dalam soal pelanggaran HAKI dan khususnya dibidang rekaman suara. Angka - angka kerugian tersebut sungguh sangat besar dan sangat merugikan kepentingan ekonomi secara moral. Potensi disektor rekaman suara yang angka PPn nya mencapai Rp 300 milyar per tahun, sungguh sangat signifikan jika masuk ke negara dan digunakan atau dikelola secara proporsional. Secara ekonomi, akan sangat membantu bagi masyarakt Indonesia. Selain itu, potensi pasar domestik Indonesia dalam lingkup industri rekaman suara juga menunjukkan potensi yang sangat besar. Jika dimanfaat kan denga benar, maka tidak menutup kemungkinan akan mendatangkan devisa yang besar,khususnya dari hasil rekaman suara atau lagu asing. Akan tetapi dengan kondisi seperti ini akan sulit bagi negara untuk berharap mendapat pemasukan dari PPn industri rekaman termasuk dari hasil rekaman suara atau lagu asing. Masalahnya mereka enggan masuk ke Indonesia karena khawatir akan menderita kerugian yang besar. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003 23 Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam Langkah - langkah untuk mengatasi maraknya pelanggaran Hak - hak Terkait dengan Hak Cipta dibidang Rekaman Suara. Untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang cukup rumit ini, perlu ditempuh langkah - langkah dengan melibatkan semua pihak yang terkait, terutama pihak - pihak yang bertanggung jawab dalam penegakan hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual dan bagi masyarakat yang kurang atau rendah pengetahuannya akan hukum HAKI dan juga yang apriori terhadap masalah ini, perlu diberikan sosialisasi yang maksimal akan arti penting dan manfaat perlindungan HAKI. Terlebih lagi dengan Undang undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang didalamnya memuat perubahan, yang cukup mendasar. Dalam kaitan ini, sosialisasi kemasyarakat adalah salah satu jalan yang paling baik untuk dilakuanpada seluruh lapisan. Tujuannya agar masyarakat dapat memahami dan mendukung perlindungan dan penegakan hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. setidaknya akan dapat mengurangi niat dan tindakan pelanggaran dilapangan. Melalui kampanye 24 penyadaran yang efektif hingga masyarakat harus mengetahui hakhak para Pencipta atau Pelaku bahkan Produser yang telah mengeluarkan segala tenaga, pikiran dan biaya untuk mewujudkan karya cipta hingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Selanjutnya mengenai ancaman sanksi terhadap para pelaku pelangaran Hak Cipta dan Hak Terkait, pada dasarnya telah diatur dalam hukum HAKI secara memadai. Bahkan, stelsel pidananya juga sudah cukup baik. Yang masih menjadi masalah adalah pelaksanaanya pengadilannya. Yaitu pada penerapan ketentuan hukum HAKI tersebut. Seharusnya hakim dapat memberikan vonis yang lebih berat guna memberikan pelajaran kepada para pelaku. Ancaman vonis yang tinggi diharapkan dapat membuat para pelaku menjadi jera dan tidak mengulangi lagi tindakannya. Tetapi, kenyataannya selama ini banyak timbul kekecewaan atas putusan hakim yang sangat ringan. Apabila dapat dipahami dampak pelanggaran HAKI yang serius bagi kepentingan sosial ekonomi, seharusnya hakim dapat lebih berani memutuskan hukuman. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003