analisis terhadap perlindungan karya rekaman suara dalam hak

advertisement
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
ANALISIS TERHADAP PERLINDUNGAN
KARYA REKAMAN SUARA DALAM HAK-HAK
TERKAIT DENGAN HAK CIPTA
(NEIGHBOURING RIGHTS)
Henry Soelistyo Budi, Hardijan Rusli
Ricky Sindunata
ABSTRACT
Copyright deals with the rights of intellectual creators their creation. Copyright
law, however, protects only the form of expression of ideas, not the ideas themselves.
There exist rights related to copy right. These rights are generally referred to as
"related rights" (or "neighbouring rights), in an abbreviated expressions.
There are 3 (three) kinds of related rights :
1. The rights of performing artists in their performances;
2. The rights of producers of phonograms in their phonograms;
3. The rights of broadcasting organizations in their radio and television programs.
Protection of those who assist intellectual creators to communicate their message
and to dissminate their works to the public at large, is attempted by means of related
rights. (WIPO INTELLECTUAL PROPERTY HANDBOOK: POLICY, LAW AND USE,
P.46, WIPO 2001; WIPO PUBLICATION NO. 489 (E)).
Keywords: Copyright; related rights; neighbouring rights; protections; intellectual
creators; to communicate; to disseminate.
Pendahuluan
Dalam membicarakan status
karya Rekaman Suara maka
masalah ini menyangkut bentuk
perlindungan, sesuai dengan
Undang-Undang Hak Cipta No
19 Tahun 2002, yaitu bahwa
perlindungan bagi karya Rekaman
Suara dialihkan dari Hak Cipta ke
Hak Terkait (Neighbouring Right).
10
Perbedaan antara pelindungan
yang diberikan pada peraturan
perundang - undangan yang lalu
dengan yang baru ini, sangat jelas
perbedaan itu ialah pada siapa
perlindungan itu diberikan. Jika
mengacu pada perlindungan yang
diberikan oleh Hak Cipta maka
yang dilindungi adalah karya
Ciptanya yaitu karya Cipta yang
bersifat Kebendaan, sedangkan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. HI, No. I, Juli 200
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
bila mengacu pada perlindungan
yang diberikan oleh Hak - hak
Yang Terkait maka perlindungan itu
diberikan bagi Perorangan, badan
hukum atau lembaga. Hal ini dapat
dilihat pada definisi dari Hak
Terkait dalam Pasal 1 angka 9 :
"Hak Terkait adalah hak
yang berkaitan dengan Hak
Cipta, yaitu hak eksklusif bagi
Pelaku untuk memperbanyak atau
menyiarkan pertunjukannya, bagi
Produser Rekaman Suara untuk
memperbanyak atau menyewakan
karya rekaman Suara atau
rekaman bunyinya, dan bagi
Lembaga Penyiaran
untuk
membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan karya siarannya".
Selanjutnya, kepada siapa
perlindungan itu diberikan dapat
dilihat dengan jelas pada ketentuan
dalam Pasal 1 angka 10, 11, 12
yang berbunyi sebagai berikut':
memainkan suatu karya musik,
drama, tari, sastra, folklor, atau
karya seni lainnya".
"Produser Rekaman Suara
adalah orang atau badan hukum
yang pertama kali merekam dan
memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan perekaman suara
atau perekaman bunyi, baik
perekaman
dari
suatu
pertunjukan maupun perekaman
suara atau perekaman bunyi
lainnya ".
"Lembaga Penyiaran adalah
organisasi penyelenggara siaran
yang berbentuk badan hukum
yang melakukan penyiaran atas
suatu karya siaran dengan
menggunakan transmisi dengan
atau tampa kabel atau melalui
sistem elektromagnetik".
" Pelaku adalah aktor,
penyanyi, pemusik, penari, atau
mereka yang
menampilkan,
memperagakan, mempertunjukan,
menyanyikan,
menyampaikan,
mendeklamasikan,
atau
Kebijakan yang dituangkan
dalam Undang-Undang Hak Cipta
yang baru, yang memuat perubahan
status perlindungan bagi karya
Rekaman Suara dari Hak Cipta ke
dalam lingkup Perlindungan Hak hak Terkait atau Neighbouring
Right membawa konsekwensi
hukum yang tidak sederhana. Hal
itu dapat dijelaskan dengan kasus
imajiner sebagai berikut.
'Suyud
Margono,
Hukum
&
Perlindungan Hak Cipta (Jakarta 2003)
Ricky sebagai penyanyi
professional menyanyikan lagu -
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
11
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
lagu ciptaan Bobby dalam suatu
pertunjukan Musical Live di Istora
Senayan
Jakarta.
tanpa
sepengetahuannya (tanpa seijin
dan
persetujuannya),
pertunjukannya direkam oleh
penonton dengan kamera video,
hasil rekaman video tersebut
menghasilkan gambar yang cukup
bagus. Belakangan, karya rekaman
itu ditayangkan oleh salah satu
stasiun televisi swasta dalam acara
Hiburan Musik. Karena ada
peluang bisnis yang bagus
mengingat pertunjukan itu diminati
banyak orang maka rekaman video
tersebut diperbanyak kemudian
dijual atau dipasarkan secara luas.
Sebelum
pertunjukan
itu
sebenarnya Ricky telah melakukan
perjanjian dengan salah satu pihak
yaitu penerbit musik (MusicPublisher) untuk memberikan ijin
pembuatan
rekaman
pertunjukannya termasuk ijin
perbanyakan serta penyiarannya.
Dalam kasus imajiner diatas dapat
kita tampilkan dua isu sekaligus.
Pertama persoalan hukum yang
berkenaan dengan Hak - hak yang
berkaitan denga Hak Cipta dan
yang kedua, adalah persoalan yang
berkaitan dengan pengakuan
perlindungan Hak Cipta. Kasus
tersebut dapat membedakan secara
jelas status dari karya Rekaman
12
Suara yang sudah beralih
perlindungannya ke Hak - hak
Terkait dan bukan Hak Cipta lagi.
Dalam Undang-Undang Hak
Cipta Ricky diakui sebagai
Performer atau Pelaku. Ricky
memiliki hak khusus (exclusive
right) untuk melarang orang lain
tampa persetujuannya membuat
atau
memperbanyak
dan
menyiarkan Rekaman Suara dan
atau gambar dari pertunjukannya.
Pembuatan rekaman pertunjukan
oleh penonton dengan cara tanpa
meminta ijin terlebih dahulu
dengan demikian berarti terjadi
pelanggaran terhadap hak Ricky
yang dalam Undang - undang di
nyatakan sebagai Hak - hak yang
Terkait dengan Hak Cipta.
Demikin pula dengan stasiun
televisi yang menayangkan
pertunjukan yang dibuat oleh
penonton tadi. Stasiun televisi
tersebut juga telah melakukan
pelanggaran terhadap Hak - hak
Terkait dengan Hak Cipta.. Di
sinilah
aturan
mengenai
Neigbouring rights diperlukan
yaitu aturan yang meneguhkan hak
Ricky untuk melarang orang lain,
membuat rekaman, memperbanyak
dan menyiarkan hasil dari rekaman
pertunjukannya. Ricky selaku
performer memiliki hak untuk
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat rekaman
pertunjukannya, memperbanyak
dan menyiarkannya. Selain
memiliki hak ekonomi dalam
kerangka Hak - hak yang berkaitan
dengan Hak Cipta penyanyi
tersebut juga memiliki hak moral
untuk
meminta
namanya
dicantumkan atau dinyatakan dalam
hasil rekaman pertunjukan yang
dibuat atas persetujuannya, serta
melarang siapa pun mengubah hasil
rekaman pertunjukannya itu dengan
atau dalam bentuk apapun dan
dengan cara sedemikian rupa
sehingga dapat merendahkan harkat
dan martabat maupun kehormatan
dan merusak reputasi atau nama
baiknya. Hal ini dapat di.lihat
dalam Undang - undang Hak Cipta
Indonesia yang baru pada Bab VII
tentang Hak Terkait Pasal 49 yang
berbunyi :2
"Pelaku memiliki hak eksklusif
untuk memberikan ijin atau
melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya
membuat,
memperbanyak, atau menyiarkan
rekaman suara dan atau gambar
pertunjukannya."
"Produser Rekaman Suara
memiliki hak eksklusif untuk
memberikan ijin atau melarang
2
pihak
lain
yang
tanpa
persetujuannya memperbanyak
dan atau menyewakan karya
rekaman suara atau rekaman
bunyi.
"Lembaga Penyiaran memiliki
hak eksklusif untuk memberikan
ijin melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak
dan
atau
menyiarkan ulang karya siaranya
melalui transmisi dengan atau
tanpa kabel, atau melalui sistem
elektromagnetik.
Disamping
itu
music
publisher atau produser of
phonogram mempunyai Hak Cipta
atas karya rekaman pertunjukan
tersebut yang dihasilkannya.
Karenanya, ia memiliki hak
ekonomi
untuk
melarang
pengumuman dan perbanyakan
karya rekaman pertunjukan
dimaksud. Seiring dengan itu
musik publisher juga memiliki hak
moral untuk meminta agar namanya
dicantumkan pada karya rekaman
yang dihasilkan tadi. Selanjutnya
jika dikaji kasus diatas dengan
perlindungan yang diberikan oleh
Hak Cipta maka lagu ciptaan
Bobby statusnya sudah jelas.
Ciptaan lagu atau musik dengan
atau tanpa lirik dilindungi Hak
Cipta. Kemudian timbul pertanyaan
ibid, hal 131
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
13
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
mengenai Hak Cipta atas rekaman
pertunjukan Ricky tadi. Pada
prinsipnya kedua hasil
rekaman
tersebut memperoleh perlindungan
Hak Cipta. Sesuai dengan Undang
- undang Hak Cipta, hasil karya
rekaman dianggap sebagai ciptaan
yang dilindungi Hak Cipta,
sedangkan yang dianggap sebagai
pencipta adalah yang membuat
rekaman tadi. Mengingat bahwa
rekaman yang dibuat oleh penonton
tadi tanpa ijin, maka hukum
menyebutkan bahwa rekaman itu
adalah barang hasil dari
pelanggaran.
Karenanya,
walaupun Hak Cipta lahir dari
fiksasi, hukum tidak melindungi
dan mengakuinya. Sedangkan
rekaman yang dibuat oleh Music
Publisher atau Producer of
Phonogram
memperoleh
perlindungan dan diakui oleh
hukum. Dari uraian diatas tampak
bahwa neighbouring rights tampil
berdampingan dengan Hak Cipta,
tapi statusnya tetap merupakan dua
hak yang berbeda.
Perlindungan Dalam Hak - hak
Terkait dengan Hak Cipta.
Para Pelaku dan Produser
Rekaman Suara memperoleh Hak
dari Pencipta, yaitu dengan cara
penyerahan atau pengalihan Hak
14
dari Pencipta kepada Pelaku, dan
hak itu disebut Performing rights.
Dengan performing rights, para
Pelaku memiliki hak atas hasil
rekaman pertunjukannya. Selain itu,
para Pelaku juga memiliki hak
dengan melarang atau memberi izin
kepada pihak lain untuk
menayangkan atau merekam hasil
dari perunjukanya itu dalam bentuk
apa pun juga. Bentuk dari rekaman
dari petunjukan itu dapat berupa
rekaman gambar dan suara atau
suara. Hak dari Pelaku yang
tercantum dalam Undang - undang
Hak Cipta, meliputi pula
menentukan orang lain atau pihak
lain yang ingin ikut serta dalam
pertunjukanya. Pihak lain tersebut
adalah Produser of Phonogram
yang haknya adalah merekam
pertunjukan itu dan kemudian
menggandakannya. Hak dari
Produser of Phonogram ini juga
dilindungi oleh Undang - undang
Hak Cipta seperti yang telah
disebutkan pada bab sebelumnya.
Konkritnya antara Pelaku dan
Produser harus dibuat suatu
perjanjian atau kontrak terhadap
eksploitasi dari pertunjukan itu.
Biasanya Pelaku menuntut royalty
dari Produser tersebut, sesuai
dengan hasil penayangan atau
penjualan
rekaman
dari
pertunjukannya.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
Perlindungan yang di peroleh
Pelaku dan Produser akan menjadi
nyata, jika ada pihak yang
melanggar Hak -hak dari para
Pelaku dan Produser tersebut.
Misalnya ada pihak lain yang
merekam pertunjukan dari Pelaku
tanpa sepengetahuan Pelaku dan
ada pihak lain yang menggandakan
hasil pertunjukan tersebut tanpa
sepengetahuan produser yang
sudah mengikat kontrak dengan
perlaku atau Performer.
Perubahan Perlindungan Bagi
Pemegang Hak dibidang
Rekaman Suara.
Undang-Undang Hak Cipta
yang baru yaitu Undang- Undang
No 19 Tahun 2002 memberikan
penegasan bahwa perlindungan
bagi karya Rekaman Suara, adalah
rejim Hak - hak Terkait dengan
Hak Cipta, dan bukan lagi oleh
Hak Cipta. Perubahan ini dilakukan
untuk menghindari perlindungan
ganda bagi suatu karya cipta.
Misalnya suatu karya cipta lagu
atau musik dilindungi dengan Hak
Cipta, kemudian lagu dan musik
tersebut direkam oleh seorang
Produser yang menghasilkan suatu
karya Rekaman Suara. Rekaman
tersebut juga dinyanyikan atau
dibawakan oleh seseorang artis
atau Pelaku, jika rekaman suara
dari karya cipta lagu atau musik
tadi tetap dilindungi oleh Hak Cipta
berarti ada perlindungan ganda
yang terjadi yaitu karya cipta dari
pencipta yang merupakan
perwujudan ide dai pencipta
dilindungi dengan Hak Cipta,
kemudian hasil rekaman dari karya
cipta itu juga dilindungi dengan
Hak Cipta yang sebenarnya sudah
tidak perlu lagi karena yang
melakukan rekaman suara terhadap
karya cipta lagu atau musik itu
bukan pencipta lagu atau musik itu
lagi melainkan adalah Produser,
dan karya cipta lagu atau musik
tersebut juga sudah dinyanyikan
oleh seorang yang disebut Pelaku.
Hak dari Produser dan Pelaku
tadi juga perlu dilindungi. Hak
tersebut dilindungi bukan dengan
Hak Cipta karena mereka bukan
Pencipta melainkan hanya
mendapat pendelegasian hak dari
Pencipta untuk menyanyikan atau
merekam bahkan memperbanyak
karya cipta tersebut dan jika
dilindungi dengan Hak Cipta terasa
kurang tepat bahkan seakan - akan
karya cipta tersebut dilindungi dua
kali atau ganda. Padahal, yang
dimasud adalah untuk melindungi
Hak - hak dari Pelaku dan
Produser dan bukannya karya
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
15
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
ciptanya lagi. Hal ini dapat
dipahami dengan perbedaan
konsepsi perlindungan yang
diberikan oleh Hak Cipta dan yang
diberikan oleh Hak - hak yang
terkait denga Hak Cipta.
Sesuai konsepsi Hak Cipta
perlindungan yang diberikan oleh
Hak Cipta ialah perlindungan bagi
karya Ciptanya yaitu yang bersifat
kebendaan. Sedangkan konsepsi
perlindungan yang diberikan oleh
Hak hak yang Terkait dengan Hak
Cipta adalah perlindungan bagi hak
perorangan, badan hukum atau
lembaga.
Yaitu perlindungan bagi Hakhak Pelaku dan Produser yang
telah melakukan perekaman dan
menyanyikan lagu dari karya Cipta
itu.dalam hal ini karya cipta musik
atau lagu yang sudah dinyanyikan
atau dibawakan oleh Pelaku dan
sudah dalam bentuk Rekaman
Suara tidak lagi dilindungi oleh
Hak Cipta. Dengan kata lain,
Karya Cipta lagu atau musik yang
dihasilkan dari ide Pencipta tetap
dilindungi, tapi hasil Rekaman
Suara dan rekaman pertunjukannya
tidak lagi dilindungi oleh Hak
Cipta akan tetapi dilindungi oleh
Hak - hak Terkait dengan Hak
Cipta.
16
Satu hal yang penting juga
dalam perubahan ini, ialah
perlunya Indonesia segera
meratifikasi Konvensi Roma dan
WIPO
Performers
and
Phonograms Treaty (WPPT) yang
juga merupakan penyempurnaan
dari Konvensi Roma, yaitu sebagai
konsekwensi logis dari perubahan
perlindungan yang diberikan
kapada Pelaku dan Produser. Hal
ini sangat penting karena Indonesia
harus
memiliki landasan
pengaturan yang sama dengan
negara lain atau sesama negara
anggota Konvensi. Dengan kata
lain, Indonesia harus memiliki
"payung" bagi pengaturan
neigbouring rights ini secara
multilateral dan juga memberikan
pemahaman yang luas jika terjadi
masalah yang pengaturannya tidak
ada dalam hukum nasional
Indonesia. Indonesia harus segera
atau wajib meratifikasi kedua
konvensi tersebut agar tidak terjadi
maslah yang tidak diinginkan.
Misalnya saja ada kasus di bidang
rekaman suara yang melibatkan
negara lain yang adalah anggota
Konvensi Roma.
Dalam hal ini Indonesia tidak
dapat berkeras menggunakan
hukum nasional Indonesia untuk
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
menyelesaikan kasus tersebut,
sebaliknya harus mengikuti
ketentuan dari kesepakatan
internasional melalui Konvensi
Roma ini. Indonesia tidak dapat
mengandalkan perjanjian bilateral
yang selama ini dilakukan
Indonesia, dan jika Indonesia
meratifikasi konvensi ini seolah olah ada kesaman bahasa dalam
masalah hukum Hak Atas
Kekayaan Intelektual antara
Indonesia dan Negara - negara
lain.
Keuntungan lain jika Indonesia
meratifikasi kovensi ini, adalah
dibidang perlindungan terhadap
rekaman Suara. Misalnya, apabila
ada masalah atau kasus dalam
negri Indonesia mengenai
perlindungan terhadap Rekaman
Suara, maka penyelesaiannya harus
dengan menggunakan hukum
nasional Indonesia. Masalah akan
timbul jika tidak ada pengaturan
mengenai masalah itu didalam
hukum nasional Indonesia.
Jika
Indonesia sudah
meratifikasi Konvensi Roma, maka
Konvensi tersebut dapat digunakan
sebagai landasan pengaturan bagi
hukum nasional Indonesia terhadap
masalah - masalah baru yang
belum memperoleh pengaturan
dengan jelas dalam hukum nasional
Indonesia.
Salah satu Kasus Pelanggaran
Hak- hak Terkait dengan Hak
Cipta (Neighbouring Rights).
Kasus ini adalah kasus antara
seorang bintang sinetron yang
bernama Roweina melawan PT.
Auvikomunikasi Mediapro sebagai
Tergugat I, bersama dengan dua
tergugat lainnya yaitu PT.
Blackboard Indonesia sebagai
Tergugat II. Dalam kasus ini
Roweina menandatangani kontrak
pada 22 April 1999 untuk
membintangi sinetron berjudul
"Elegi Dua Cinta" yang di produksi
olehPT. Auvi.
Dalam kontrak
No. 521/PK-E2C/AVC/LGLPROD/IV/1999, tersebut sudah
disepakati dan ditandatangani,
bahwa pihak
PT. Auvi
memberikan tawaran kepada
Roweina untuk menyanyikan dan
melakukan rekaman suara sebuah
lagu yang berjudul " Rasa Had".
Tawaran tersebut secara lisan, dan
kedua belah pihak menyetujui
untuk melakukan take vokal di
studio PT. Blackboard Indonesia.
Pihak PT Auvi berjanji setelah
proses rekaman tersebut selesai
mereka akan menghubungi
Roweina untuk membuat kontrak
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003
17
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
rekaman. Pihak PT. Auvi
menjanjikan, jika hasil rekaman
tersebut bagus maka akan dibuat
kontrak
secara
tertulis.
Kesepakatan tersebut hanya
dilakukan secara lisan saja.
Setelah rekaman selesai hasilnya
tidak diperdengarkan kepada
Roweina. Namun, pihak
PT.
Auvi mengatakan bahwa hasil dari
rekaman tersebut bagus.
Perkembangan dari proses
rekaman tadi tidak berlanjut
kepada pembuatan perjanjian atau
kontrak
secara
tertulis,
sebagaimana
yang
telah
diperjanjikan oleh PT. Auvi.
Perjanjian secara tertulis tersebut
sama sekali belum dibuat, tapi
yang terjadi hasil rekaman suara
Roweina sudah diputar di salah
satu stasiun televisi sebagai
soundtrack sinetron yang dibintang
oleh Roweina. Bahkan yang
membuat terkejut pihak penggugat
yaitu kaset hasil rekaman tersebut
sudah dijual bebas dipasar. Hal
inilah yang membuat pihak
Roweina memutuskan mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dalam
gugatan No. 83/ Pdtg/2001/
PN.Jak.Sel tersebut, yang
digunakan sebagai dasar gugatan
adalah Pasal 1365 KUH Perdata.
18
Tuduhannya, bahwa tergugat telah
melakukan perbuatan melanggar
hukum. Selain itu, pihak tergugat
juga dianggap melakukan
perbuatan melawan hukum atas
Neighbouring Rights penggugat.
Atas dasar itu pihak penggugat
meminta
majelis
hakim
menghukum para tergugat untuk
memberikan ganti rugi kepada
penggugat sebesar Rp. 872,8 juta,
dengan rincian, ganti rugi materil
Rp. 372,8 dan imateril Rp. 500 juta
Dari kasus diatas dapat di
analisa bahwa pihak penggugat
menggunakan Pasal 1365 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa
tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut. Pasal ini digunakan
sebagai dasar gugatan karena pihak
penggugat merasa bahwa tidak ada
itikad baik dari tergugat. Pihak
tergugat yang sudah menjanjikan
akan membuat perjanjian secara
tertulis jika rekaman sudah selesai
dan dinyatakan bagus, ternyata
melakukan ingkar janji. Bahkan,
rekaman tersebut langsung
diedarkan begitu saja kepada
masyarakat tanpa ada persetujuan
dari pihak penggugat patut dicatat
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
bahwa walaupun perjanjian awal
mengenai kontrak rekaman suara
tersebut didahului dengan lisan,
akan tetapi jika dalam kerangka
bisnis, pihak tergugat harus
mengetahui apa yang selayaknya
dilakukan olehnya. Apabila meraka
merekam suara seseorang dan
kemudian mengeksploitasinya dan
mendapatkan keuntungan dari hasil
rekaman tersebut, maka harus ada
kewajiban pemenuhan hak
ekonomi milik penggugat.
Seharusnya pihak tergugat dengan
itikad baik berinisiatif membuat
perjanjian atau kontrak dengan
penggugat. Apalagi, sebelumnya
sudah didahului dengan perjanjian
lisan. Atas dasar inilah, maka pihak
penggugat menggunakan Pasal
1365 KUH Perdata, karena
menganggap pihak tergugat
melakukan perbuatan melanggar
hukum yang mengakibatkan
kerugian dari pihak penggugat yang
seharusnya mereka peroleh dari
hasil rekaman suara tersebut.
Penggugat juga memuat dalam
gugatannya bahwa hak tergugat
melakukan pelanggaran terhadap
Hak -hak yang terkait denga Hak
Cipta yaitu Neighbouring Rights.
Dalam hal ini pihak penggugat
memiliki hak eksklusif untuk
memberi izin atau melarang pihak
lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suaranya.
Pihak penggugat yaitu Roweina
hanya menyetujui secara lisan
bahwa akan melakukan rekaman
dan dilanjutkan dengan perjanjian
tertulis. Yang pasti pihak penggugat
belum menyatakan setuju atau tidak
untuk memperbanyak atau
menyebarluaskan hasil rekaman
tersebut. Rencananya dalam
perjanjian tertulis itulah akan
dimuat
kesepakatan
atau
persetujuan yang lebih rinci lagi
mengenai rekaman suara yang
dilakukan. Namun sangat
disayangkan pihak tergugat tidak
memperdulikan hal itu dan tidak
memenuhi janjinya untuk membuat
perjanjian tertulissebaliknya malah
telah memperbanyak dan menyebar
luaskan hasil rekaman tersebut
tanpa persetujuan Roweina. Pihak
penggugat juga tidak memperoleh
apa - apa dari hasil penggunaan
rekaman suara tersebut di sinetron
maupun hasil dari penjualan kaset
rekaman tersebut. Begitu jugabagi
pihak PT. Blackboard dianggap
melanggar Hak - hak yang Terkait
denga
Hak
Cipta
Atau
Neighbouring Rights karena
memperbanyak dan menjual atau
menyebarluaskan hasil rekaman
tersebut tanpa persetujuan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003
19
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
penggugat, dan bahkan memakai
label Blackboard dalam kaset
rekaman suara tersebut. Sedangkan
pihak penggugat atau Roweina
tidak merasa pernah membuat
persetujuan dengan pihak PT.
Blackboard.
Dari kasus ini dapat ditemukan
pelanggaran Hak - hak Terkait
denga Hak Cipta, yaitu hak dari
penggugat yaitu Roweina yang
dilindungi oleh UU No 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta Pasal 49
dilanggar oleh tergugat yaitu PT.
Auvi
komunikasi
dan
PT.Blackboard, yaitu tanpa
persetujuan dari Roweina hasil
rekaman tersebut diperbanyak dan
dijual dipasar dan hasilnya tidak
diperoleh pihak Roweina.
Penyebab
maraknya
Pembajakan rekaman Suara di
Indonesia.
Secara
ringkas
dapat
dikemukakan adanya empat pokok
penyebab maraknya pelanggaran
Hak Cipta khususnya Hak - hak
Terkait dengan Hak Cipta dibidang
rekaman suara. 3 Pertama,
3
Arnel Affandi, Konspirasi Bisnis di
balik Pembajakan Hak Cipta di
indonesia, hal 3
20
rendahnya
pengetahuan
masyarakat.
Maraknya
pembajakan adalah bukti konkrit
dari rendahnya pengetahuan
masyarakat terhadap Hak Cipta
atau hak lain yang terkait. Di
masyarakat seolah - olah sudah
berakar pemahaman bahwa barang
yang murah itu lebih baik dan
menguntungkan. Padahal dengan
barang yang murah dan hasil
bajakan, tanpa mereka sadari ada
hak - hak orang lain yang dilanggar
dan ada aturan yang mereka
langgar. Dengan kata lain, setiap
keping rekaman suara yang
masyarakat beli yang merupakan
hasil dari bajakan adalah satu
usaha untuk membunuh industri
rekaman suara. Pada kenyataannya
dilapangan, masyarakat tidak mau
tahu akan hal tersebut. Yang
masyarakat tahu adalah barang
hasil rekaman yang murah dan
isinya sama itu lebih baik dan satu
hal yang sudah menjadi budaya di
Indonesia adalah masyarakat di
Indonesiajustru lebih banggajika
membeli barang yang sama
bentuknya tapi dengan harga yang
lebih murah. masyarakat tidak mau
tahu dari mana barang itu berasal.
Hal yang satu ini adalah hal yang
paling rumit atau tantangan yang
paling besar bagi para pelaku
industri dibidang rekaman suara
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
dan bagi para pihak yang
berwenang untuk menegakkan
hukum HAKI.
Kedua, ialah penegakan
hukum, khususnya pidana belumlah
mencapai tujuan efek jeranya.
Sanksi yang diberikan kepada para
pelaku pelanggar Hak Cipta atau
hak - hak yang terkait belum
membuat para pelaku itu jera, hal
ini dapat juga di sebabkan hukuman
yang terlalu ringan atau denda yang
terlalu sedikit. Ketiga, ialah sikap
apriori masyarakat terhadap
penegakan hukum. Berkaitan
dengan hal yang pertama tadi, sikap
apriori masyarakat ini adalah salah
satu dasar yang kuat yang membuat
para pelaku pembajakan ini dapat
terus hidup usahanya. Masyarakat
tidak perduli adanya hukum atau
aturan yang melarang untuk
membuat rekaman bajakan.
Masyarakat bahkan mencari
rekaman hasil bajakan tersebut
sehingga para pelaku dapat terus
membuat rekaman bajakan itu. Para
pelaku tersebut merasa bahwa
mereka memiliki pasar tersendiri.
Oleh karna itu, mereka terus
membuat rekaman bajakan itu. Hal
lain yang juga menyedihkan adalah
ada masyarakat yang mengetahui
tempat rekaman bajakan itu dibuat
bahkan adanya fakta bahwa banyak
yang tahu tempat mencari rekaman
hasil bajakan, tapi masyarakat
tidak mau melaporkan kepada
pihak berwenang. Sebaliknya
masyarkat malahan memberi
tahukan kepada orang lain tempat
tersebut untuk memberi kesempatan
orang lain membeli rekaman hasil
bajak yang sama seperti yang
diperolehnya.
Keempat ialah kemajuan
teknologi yang memudahkan
praktek pembajakan berlangsung
hampir tanpa membutuhkan
kemampuan khusus. Kemajuan
teknologi juga mempengaruhi
proses penegakan hukum HAKI.
Dengan alat yang sangat canggih
seorang yang memiliki kemampuan
yang biasa - biasa saja atau dengan
sedikit waktu saja seseorang sudah
dapat membuat rekaman bajakan
yang cukup baik kualitasnya.
Bagian yang keempat ini juga
adalah tugas dari pihak - pihak
yang
berwenang
untuk
mengatasinya. Begitu mudah
masyarakat
atau
oknum
memperoleh peralatan untuk
menggandakan rekaman suara,
tampa izin atau prosedur yang
jelas.
Satu hal lagi yang membuat
maraknya pelanggaran atau
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.I, Juli 2003
21
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
pembajakan rekaman suara di
Indonesia adalah mengenai sankasi
yang diberikan kepada para
pelanggar HAKI, sangat ringan dan
tidak membuat mereka jara, kasus
pelanggaran HAKI di Indonesia
hanyadijatuhi hukuman percobaan,
dalam arti para pelanggar HAKI
tersebut akan dilepas dengan
syarat jika melakukan pelanggaran
lagi mereka akan ditahan. Dengan
hukuman seperti ini, para
pelangggar HAKI tersebut tidak
akan jera. Mereka menganggap
tidak akan mudah tertangkap, dan
jika ditangkap akan mendapatkan
hukum yang ringan.
Ketentuan yang ada dalam
Undang-Undang Hak Cipta juga
memuat mengenai delik yang
berlaku bagi para pelanggar
HAKI, delik yang adalah delik
biasa sehingga para aparat tidak
lagi menunggu laporan atau aduan
untuk bertindak dan sewaktu waktu dapat bertindak melakukan
penertipan atau pemeriksaan.
Namun anehnya walupun demikian
masih pembajakan itu terjadi dan
terus menigkat, bahkan sudah
dianggap biasa, jika orang
berjualan barang bajakan. Hal ini
juga merupakan tantangan bagi
pihak berwenang. Selanjutnya,
mengenai hukuman percobaan bagi
22
pelanggar HAKI juga sudak tidak
berlaku lagi, dan diganti dengan
hukuman seperti tindak pidana
dalam KUHP.
Masalah penting yang perlu
diperhatikan adalah apabila
kondisi ini terus berlanjut. Dalam
hal demikian Indonesia yang akan
rugi. Dalam jangka pendek, adanya
produk yang murah memang
menguntungkan masyarakat.
Apalagi dalam kondisi ekonomi
yang seperti ini. Tetapi dalam
jangka panjang kerugian yang besar
akan diderita oleh Indonesia dan
masyarakat. Pencipta enggan lagi
mencipta karena mereka tidak
memperoleh imbalan yang
seimbang dengan kemampuan
mereka. Bahkan justru orang lain
yang menikmatinya. Para Pelaku
juga tidak mau lagi mengadakan
pertunjukan, karena mereka tidak
memperoleh imbalan yang
memadai. Begitu juga para
Produser. Jika hal ini terus terjadi,
konsekwensi yang akan diterima
oleh masyarakat Indonesia adalah
kehilangan kesempatan memilih
menikmati karya cipta Rekaman
Suara Indonesia , termasuk yang
ditampilkan melalui pertunjukan
langsung. Dengan kata lain,
indusrti Rekaman Suara di
Indonesia akan mati.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.l, Juli 2003
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
Kerugian Negara Indonesia
Dengan Terjadinya Pelanggaran
Hak - hak Terkait Dengan Hak
Cipta (Neighbouring Rights ).
Berbicara mengenai kerugian
yang diderita dari kasus
pembajakan ini, jelas bahwa yang
paling dirugikan adalah pemegang
hak. Sedangkan negara dirugikan
karena kehilangan PPn dari industri
rekaman ini. Pembajakan disektor
rekaman suara di Indonesia, telah
merugikan negara sekitar Rp. 11
triliun sampai
Rp. 15 triliun
pertahun. Kini pemasukan bagi
negara dari sektor musik dan
rekaman suara adalah Rp. 300
miliar4 . pembajakan yang marak
juga menyebabkan semangat
berkarya
menurun.
Jika
dibandingkan, tercatat yang
menceminkan, yaitu perbandingan
I berbanding 15. Artinya, 1 karya
yang asli akan diikuti dengan 15
karya bajakan. Pada masa lalu,
setiap bulannya karya yang asli
yang terjual dapat mencapai angka
8 sampai lOjutakepingkaset. Kini
meraih angka 3 sampai 4 juta
keping saja sudah syukur atau luar
biasa. Sungguh tragis praktek
pembajakan telah berlangsung
4
Ady," Pembajakan rugikan Negara Rp
II Triliun Pertahun," Sinar Harapan,
2002
begitu lama didepan mata, tetapi
tidak ada tindakan yang tegas dari
aparat. Angka - angka pembajakan
diatas menjadikan Indonesia masuk
dalam daftar negara terbesar dalam
soal pelanggaran HAKI dan
khususnya dibidang rekaman suara.
Angka - angka kerugian tersebut
sungguh sangat besar dan sangat
merugikan kepentingan ekonomi
secara moral. Potensi disektor
rekaman suara yang angka PPn nya
mencapai Rp 300 milyar per tahun,
sungguh sangat signifikan jika
masuk ke negara dan digunakan
atau dikelola secara proporsional.
Secara ekonomi, akan sangat
membantu bagi masyarakt
Indonesia. Selain itu, potensi pasar
domestik Indonesia dalam lingkup
industri rekaman suara juga
menunjukkan potensi yang sangat
besar. Jika dimanfaat kan denga
benar, maka tidak menutup
kemungkinan akan mendatangkan
devisa yang besar,khususnya dari
hasil rekaman suara atau lagu
asing. Akan tetapi dengan kondisi
seperti ini akan sulit bagi negara
untuk berharap
mendapat
pemasukan dari PPn industri
rekaman termasuk dari hasil
rekaman suara atau lagu asing.
Masalahnya mereka enggan masuk
ke Indonesia karena khawatir akan
menderita kerugian yang besar.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
23
Analisis Terhadap Perlindungan Karya Rekaman Suara Dalam
Langkah - langkah untuk
mengatasi
maraknya
pelanggaran Hak - hak Terkait
dengan Hak Cipta dibidang
Rekaman Suara.
Untuk mencari jalan keluar
dari permasalahan yang cukup
rumit ini, perlu ditempuh langkah
- langkah dengan melibatkan
semua pihak yang terkait, terutama
pihak - pihak yang bertanggung
jawab dalam penegakan hukum
Hak Atas Kekayaan Intelektual dan
bagi masyarakat yang kurang atau
rendah pengetahuannya akan hukum
HAKI dan juga yang apriori
terhadap masalah ini, perlu
diberikan sosialisasi yang
maksimal akan arti penting dan
manfaat perlindungan HAKI.
Terlebih lagi dengan Undang undang No 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta yang didalamnya
memuat perubahan, yang cukup
mendasar. Dalam kaitan ini,
sosialisasi kemasyarakat adalah
salah satu jalan yang paling baik
untuk dilakuanpada seluruh
lapisan. Tujuannya agar masyarakat
dapat memahami dan mendukung
perlindungan dan penegakan hukum
Hak Atas Kekayaan Intelektual.
setidaknya akan dapat mengurangi
niat dan tindakan pelanggaran
dilapangan. Melalui kampanye
24
penyadaran yang efektif hingga
masyarakat harus mengetahui hakhak para Pencipta atau Pelaku
bahkan Produser yang telah
mengeluarkan segala tenaga,
pikiran dan biaya untuk
mewujudkan karya cipta hingga
dapat dinikmati oleh masyarakat
luas. Selanjutnya mengenai
ancaman sanksi terhadap para
pelaku pelangaran Hak Cipta dan
Hak Terkait, pada dasarnya telah
diatur dalam hukum HAKI secara
memadai. Bahkan, stelsel
pidananya juga sudah cukup baik.
Yang masih menjadi masalah
adalah
pelaksanaanya
pengadilannya. Yaitu pada
penerapan ketentuan hukum HAKI
tersebut. Seharusnya hakim dapat
memberikan vonis yang lebih berat
guna memberikan pelajaran
kepada para pelaku.
Ancaman vonis yang tinggi
diharapkan dapat membuat para
pelaku menjadi jera dan tidak
mengulangi lagi tindakannya.
Tetapi, kenyataannya selama ini
banyak timbul kekecewaan atas
putusan hakim yang sangat ringan.
Apabila dapat dipahami dampak
pelanggaran HAKI yang serius
bagi kepentingan sosial ekonomi,
seharusnya hakim dapat lebih
berani memutuskan hukuman.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No. I, Juli 2003
Download