JURNAL OPINIO JURIS Vol. 14 September-Desember 2013 RESENSI BUKU Judul : Refleksi dan Kompleksitas Hukum Humaniter Penulis buku : Prof. KGPH. Haryomataram, SH., Brigjen (Purn) Penerbit : Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM (terAs) Fakultas Hukum Universitas Trisakti Bahasa : Indonesia Jumlah halaman : x + 478 Tahun penerbitan : 2012 Pembuat resensi : Ratih Wulandari, S.IP. Hukum Humaniter secara lengkap diterjemahkan dari International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Namun, pada masa lalu Hukum Humaniter juga dikenal sebagai Hukum Konflik Bersenjata atau Hukum Perang. Hukum Humaniter mengatur pelaksanaan konflik termasuk alat, cara dan metode yang digunakan dalam konflik senjata (sering dipersamakan dengan perang), serta perlindungan korban dari kejadian konflik bersenjata di tingkat nasional maupun internasional. 131 JURNAL OPINIO JURIS Vol. 14 September-Desember 2013 Pada prinsipnya, Hukum Humaniter berlaku setelah perang atau konflik senjata terjadi, tidak berkaitan dengan melarang perang dan tidak menentukan pihak yang benar atau salah dalam perang. “Prinsip pembeda” (distinction principle) dalam Hukum Humaniter adalah antara golongan combatant, yaitu pihak yang aktif terlibat dalam permusuhan, dan penduduk sipil (civil population) yang tidak aktif turut serta dalam konflik. Sumber Hukum ini berasal dari berbagai konvensi dan protokol, terutama Hukum Den Haag (The Hague Laws), yang mengatur tentang alat dan cara berperang, dan Hukum Jenewa (The Geneva Laws), yang mengatur tentang perlindungan terhadap mereka yang menjadi korban perang. Pada dasarnya bentuk konflik senjata ada yang bersifat internasional, di mana konflik terjadi antara dua negara atau lebih, dan konflik senjata bersifat non-internasional, di mana konflik terjadi di salah satu negara antara aktor non-pemerintah dengan pemerintah. Dalam konflik senjata bersifat internasional, seluruh perangkat Hukum Humaniter berlaku, namun dalam konflik yang bersifat non-internasional yang berlaku hanya Konvensi Jenewa 1949, dan/atau Protokol Tambahan II 1977. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 menetapkan bahwa orang yang tidak terlibat secara aktif dalam konflik senjata (termasuk anggota Angkatan Perang yang meletakkan senjata mereka atau karena terluka, sakit, ditahan) harus diperlakukan dengan manusiawi tanpa diskriminasi ras, agama atau kepercayaan, gender, keturunan atau harta, atau kriteria lainnya. 132 JURNAL OPINIO JURIS Vol. 14 September-Desember 2013 Dalam konflik yang bersifat non-internasional, orang yang tidak terlibat aktif dalam konflik mempunyai hak dasar manusia yang tidak dapat diambil dalam keadaan apa pun dan harus dilindungi, yaitu (1) terhadap tindakan segala kekerasan atas jiwa dan raga, (2) dari tindakan yang terjadi terkait dengan konflik senjata, seperti penangkapan, penahanan dan pengasingan, harus diinformasikan dalam bahasa yang dimengerti dan memperoleh perlindungan selama masa penahanan, (3) dari penjatuhan hukuman tanpa didahului keputusan pengadilan dengan standar yang dapat diakui oleh bangsa beradab lainnya, (4) tempat penahanan perempuan harus dipisah kecuali keluarganya pun ditahan, dan (5) Orang yang terluka atau sakit harus dikumpulkan dan dirawat di mana terdapat sebuah badan humaniter netral, seperti Komite Internasional Palang Merah, dan dalam pengaturan perawatan tersebut membutuhkan persetujuan khusus dengan pihak-pihak konflik. Pelaksanaan ketentuan tersebut tidak mengubah kedudukan hukum pihak-pihak dalam konflik. Buku ini merupakan kumpulan pemikiran Prof. KGPH. Haryomataram, seorang tokoh ternama Indonesia di bidang Hukum Humaniter, yang telah disampaikan dalam berbagai pertemuan ilmiah seperti seminar, lokakarya, pemaparan maupun konferensi hukum humaniter baik di tingkat nasional maupun internasional, termasuk dalam pidato pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Trisakti. Puluhan buku penulis mengenai Hukum Humaniter telah diterbitkan. 133 JURNAL OPINIO JURIS Vol. 14 September-Desember 2013 Buku terdiri dari lima bab, di mana bab I adalah tipe-tipe konflik bersenjata, bab II adalah mengenai konflik internal dan permasalahannya, bab III berjudul konflik bersenjata di era abad ke-20, bab IV tentang aspek-aspek tanggung jawab negara dalam hukum humaniter, dan bab V bertemakan masalah-masalah lain. Buku Hukum Humaniter menjelaskan subyek yang menarik namun kompleks, dengan cara yang dapat mudah dipahami, untuk orang awam sekalipun yang bukan lulusan Sarjana Hukum, mengenai teori-teori termasuk uraian, penjelasan dan analisa perkembangan hukum humaniter, serta permasalahan praktis yang dihadapi oleh negara-negara. Situasi dan kondisi yang relevan dan faktual untuk Indonesia telah dilihat dari aspek Hukum Humaniter termasuk mengenai keadaan darurat, terorisme, situasi kekerasan dan ketegangan dalam negeri, perang pembebasan negara (self-determination), dan negara netral dalam sengketa bersenjata di laut. 134