PERILAKU DAN INTERAKSI SOSIAL WARGA “KAMPUNG IDIOT” DESA SIDOHARJO DAN KREBET KECAMATAN JAMBON KABUPATEN PONOROGO Muhammad Hanif dan Dahlia Novarianing Asri∗ ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan kondisi dan perilaku warga retardasi mental, perilaku sosial masyarakat terhadap warga retardasi mental, dan interaksi sosial masyarakat dengan warga retardasi mental di ”kampung idiot” Desa Sidoharjo dan Krebet Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Subjek penelitian selama dua tahun ini adalah warga masyarakat termasuk warga retardasi mental dan penentuan informannya dengan teknik purposive sampling. Data yang digunakan bersumber dari primer dan skunder yang dianalisis dengan teknik coding model Strauss dan Corbin. Teknik pengambilan data menggunakan observasi, wawancara, dan pencatatan dokumen dengan instrumen utama peneliti sendiri. Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa perilaku warga retardasi mental Desa Sidoharjo dan Krebet mengalami hendaya dan maladaptif dengan kondisi terkategori debil, imbesil, dan idiot. Faktor-faktor yang menyebabkan banyak warga masyarakat mengalami retardasi mental, yaitu (a) gizi buruk, (b) tidak ada sarana kesehatan yang memadai dan terjangkau, (c) kadar air tanah mengandung zat besi yang tinggi, berkapur, dan kurang yodium, dan (d) kepercayaan adanya kutukan. Perilaku sosial masyarakat terhadap warga retardasi mental mencerminkan perilaku sosial penerimaan sehingga warga retardasi mental dapat menjalankan aktivitas tingkah laku, keluarga, dan sosial walaupun masih terbatas. Perilaku sosial tersebut dipredisposisi oleh sikap positif terhadap warga retardasi mental dan diintensikan ke dalam berbagai tindakan sosial. Aktor dalam berbagai perilaku sosial tersebut, adalah tokoh masyarakat, agama, dan pemuda. Adapun faktorfaktor yang melatarbelakanginya, yaitu keyakinan, pemahaman, adat gotong royong, empati, dan kepuasan emosional. Interaksi sosial di kampung tersebut awalnya bersifat disosiatif, berubah menjadi asosiatif. Hal tersebut disebabkan oleh komunikasi dan kontak di antara warga masyarakat yang semakin lancar. Interaksi sosial ini menghasilkan nilai sosial, moral, dan norma sehingga keberadaan warga retardasi mental dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Kata kunci: perilaku sosial, interaksi sosial, Warga Kampung Idiot This study aims to analyze and describe the condition and behavior of mentally retarded citizens, society's behavior towards residents of mental retardation, and social interaction to the community of mental retardation in the Sidoharjo "idiot village", sub-district Krebet Jambon Ponorogo. The subjects of research during the past two years are citizens including residents with mental ∗ Muhammad Hanif dan Dahlia Novarianing Asri adalah pengajar di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Madiun. 101 Jurnal Sosiallita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif H dan Asri, Perilaku dan IInteraksi Sosial Warga retaardation and it are determ mined by purp posive sampliing techniquee. The data useed comes from m primary annd secondary coding techniques were annalyzed by Strrauss and Corrbin models. T The techniquee of collecting g data uses obbservation, inteerviews, and d recording a document with the main m instrumeent of the ressearchers them mselves. From m the researcch results can n be delivereed that the behhavior of citizens with m mental retarda ation and Krrebet Sidoharrjo village suff ffered impairm ment and maaladaptive witth categorized d debilitated condition, imbbeciles and id diots. The facctors that lead d to some mental retardatiion people, nam mely (a) poorr nutrition, (b)) there are no o health facilities were adeequate and affo fordable, (c) the water con tent of the so oil contains hiigh iron, limeestone, and thee lack of iodiine, and (d) tthe belief in a curse. Society's behavioor towards ressidents of men ntal retardatioon reflects thee social behavior of the reeception so thaat residents with w mental reetardation ca an run activityy behavior, fa family, and soccial albeit stilll limited. Thhe social beha avior is being g pre-disposittional by a possitive attitude towards menntal retardatio on people and intention innto various soccial actions. The T actors off those variouss social behavviors are pubblic figures, religious, and youths. Theen the backkground factors of it aare belief, undderstanding, traditional mutual coop peration, emp pathy, and emotional sattisfaction. Inittially, the soccial interactio on in the villa age is dissocciative then turrned into an associative. IIt is caused by the comm munication annd contacts am mong that beccome smoothly ly. Its social interaction generates g soccial values, moorals, and no orms so thaat the presen nce of mental retardatioon citizens connsidered as so omething natuural. Keyywords: socia al behavior, soocial interactiion, residents Idiot I Village PENDAH HULUAN onorogo terrkenal dengan kesenian n reog yangg telah mendunia Kaabupaten Po dan pondook pesantreen bereputaasi internasional. Nam mun, terdapaat sisi lain yang fenomenal dan unik, yaitu desa--desa dengaan warga beretardasi b hingga mental seh desa-desa tersebut diilabeli denggan “kampu ung idiot”. Desa D yang ddimaksud adalah a Desa Krebbet, Sidoharrjo, Karang Patihan, daan Pandak. Daari di empaat desa terrsebut, ditem mukan bah hwa selain warga retaardasi mental terrdapat jugaa warga yanng mengalaami kecacattan lain, di antaranya cacat fisik dan sakit jiwa. Mereka ddikategorikaan sebagai Orang Deengan Kecaacatan (ODK) deengan rinciaan seperti tabbel di bawaah. 102 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga Warga retardasi mental di desa-desa tersebut memiliki banyak keterbatasan namun dapat melangsungkan hidupnya relatif lama. Hal ini sudah tentu tidak dapat dilepaskan dari relasi interpersonal dengan warga masyarakat lain yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, timbul berbagai pertanyaan, terutama di Desa Sidoharjo dan Krebet yang berpopulasi paling besar dibandingkan dengan kampung idiot lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan kondisi dan perilaku warga retardasi mental, faktor-faktor penyebab banyak warga yang mengalami retardasi mental, perilaku sosial masyarakat terhadap warga retardasi mental, dan interaksi sosial yang terjadi di kampung idiot Desa Sidoharjo dan Krebet, Kecamatan Jambon. Perilaku sosial merupakan tingkah laku kelompok yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat atau perubahan tingkah laku (Skinner, 2013: 459). Konsep dasar perilaku sosial adalah ”reinforcement” dan perulangan perilaku, tidak dapat dirumuskan terpisah dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri. Fokusnya pada hubungan kausal antara perilaku dan lingkungan sehingga perilaku sosial merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku terjadi melalui proses stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons (teori SOR). Sejalan dengan itu, perilaku sosial diwujudkan melalui sikap yang dapat membawanya kepada tindakan interpersonal relatif tetap dan bentuknya berupa penerimaan dan penolakan (Lindgren dalam Sudrajat, 2008: 75). Sementara sikap sosial, adalah sikap orang-orang sekelompoknya terhadap objek sosial dan dinyatakan berulang-ulang (Thursione dalam Ahmadi, 2007: 150). Sikap tersebut melibatkan aspek kognitif, afektif, dan konatif (Travers dan Gagne dalam Ahmadi, 2007: 151). Sikap ini berfungsi sebagai pemandu untuk mencapai tujuan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan, memelihara dan meningkatkan harga diri, alat mengeskpresikan nilai dan konsep diri, dan lain sebagainya (Rahman, 2013: 129-130). Sikap ini dipandang sebagai prediktor perilaku sosial warga masyarakat terhadap warga retardasi mental. Faktor yang mempengaruhi perilaku sosial adalah faktor perilaku dan karakteristik orang lain, pengetahuan, lingkungan, dan latar budaya (Baron dan Byrne, 2002: 9-13). Faktor tersebut dalam dimensi psikologi sosial diklasifikasikan ke dalam faktor internal dan eksternal. Menurut teori pertukaran sosial, tindakan manusia bertolak dari skema memberi dan mendapatkan kembali dalam jumlah yang sama. Ada tiga unsurnya: imbalan, pengorbanan, dan keuntungan. Walaupun manusia senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan material, tetapi ada di antara mereka yang melibatkan pertukaran sosial dan menghasilkan hal-hal yang bersifat non-material atau kepuasan emosional (Homans dalam Ritzer, 1980: 195-198 dan dalam Wirawan, 2012: 174-176). Selain itu, tindakan manusia juga berkaitan dengan perasaan tidak nyaman (disonasi). Hal ini seperti yang disampaikan teori disonansi kognitif, yaitu: (a) manusia memiliki hasrat akan konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya; mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi, (b) disonansi diciptakan oleh inkonsistensi untuk melakukan ke arah konsistensi, (c) disonansi 103 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga merupakan perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan untuk memperoleh konsonansi dan/atau mengurangi disonansi (Festinger dalam Azwar, 2011: 46-47, Myers, 2012: 164). Perilaku sosial secara realitas tidak dapat dilepaskan dari budaya karena hubungan manusia dan kebudayaan sangat erat. Dalam teori budaya dikatakan bahwa kebudayaan mempengaruhi manusia dalam melangsungkan kehidupannya melalui hubungan dengan lingkungannya. Oleh karena itu, tindakan sosial masyarakat terkait erat dengan nilai yang dituangkan ke dalam norma. Dalam perilaku sosial masyarakat seringkali muncul kecenderungan dengan pola tindakan dan cara berpikir sebagai hasil kebudayaan yang biasanya disebut dengan sikap berperilaku (Malinowski dalam Soekanto, 2006: 149-150, Rickert dalam Keesing, 1997). Dengan demikian, dapat digarisbawahi bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku sosial adalah sikap, agama, pendidikan, kebudayaaan, lingkungan, dan sosial ekonomi warga masyakat. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorang, antarkelompok-manusia, atau antara perorangan dan kelompok manusia (Gillin dan Gillin, 1995: 489). Selanjutnya, disebutkan bahwa dalam hubungan tersebut ada aktivitas mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya Bonner (Gerungan, 2009: 62). Hal ini memposisikan manusia sebagai subjek sekaligus objek dalam hubungan interpersonal sebab dalam suatu relasi tentunya harus ada proses saling memberi dan menerima. Interaksi sosial sebagai pola dinamis tindakan sosial berkaitan dengan simbol (teori interaksionisme simbolik). Premis dalam teori interaksi simbolik, yaitu (a) manusia bertindak terhadap manusia lain pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut, (b) pemaknaan muncul dari interaksi sosial di antara mereka, (c) interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri (Blumer dalam Haryanto, 2012: 82-89). Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung (Gerungan, 2009: 62). Faktor ini menjadi dasar keberlangsungan proses interaksi sosial, walaupun dalam kenyataan prosesnya sangat kompleks sehingga kadang-kadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut. Namun demikian, keberlangsungan proses interaksi akan terjadi apabila dua syarat terpenuhi, antara lain: kontak sosial dan komunikasi (Soekanto, 1992: 64). Bentuk interaksi sosial yaitu asosiatif dan disosiatif (Soekanto, 1992: 65). Bentuk asosiatif, meliputi kerja sama, akomodasi, asimilasi, akulturasi. Sementara itu, bentuk interaksi disosiatif, meliputi persaingan, kontrovensi, pertikaian, dan konflik. Dengan demikian, interaksi simbolik terjadi dengan menggunakan jasa simbol, baik dengan pembicaraan, gerak isyarat, tulisan maupun komunikasi jarak jauh. Retardasi mental sering dipadankan dengan istilah feeble-minded, terbelakang mental, dungu (idiot), tuna mental, dan defisit mental. Dalam istilah psikologi klinis, orang yang mengalami retardasi mental adalah kelainan atau 104 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga kelemahan dengan inteligensi yang kurang dan biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang (Maramis, 2005: 386). Retardasi mental menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD diklasifikasikan; IQ:0-25 kategori idiot, IQ: 25-50 kategori imbecil (retardasi mental sedang dan trainable—dapat dilatih), dan IQ: 50-70 kategori debil atau moron (retardasi mental ringan dan educable—dapat didik). Kategori Idiot merupakan retardasi mental berat dan penderita lemah mental yang tergantung, membutuhkan perawatan seumur hidup karena tidak mampu hidup tanpa pertolongan orang lain (Nevid, Rathus dan Greene, 2003: 149-150). Tes IQ tersebut bukan merupakan satu-satunya patokan yang dapat digunakan untuk menentukan berat ringannya retardasi mental tetapi juga perlu dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Banyak penyebab terjadinya retardasi mental, antara lain: pengaruh genetik; gangguan gen majemuk dan penyimpangan kromosom, deprivasi, penganiayaan, obat-obatan saat masih dalam kandungan, kesulitan dalam proses kelahiran dan persalinan, dan lain-lain (Durand dan Barlow, 2007: 305-306). Jadi, retardasi mental merupakan hasil proses patologik di dalam otak yang menyebabkan keterbatasan terhadap intelektualitas dan fungsi adaptif, atau suatu kelemahan yang terjadi pada fungsi intelektual dan fungsi adaptif. American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAID) pada tahun 2007, mengkategorikan kemampuan penyesuaian diri yang maladaptif retardasi mental meliputi kemampuan dalam menjalankan aktivitas tingkah laku, keluarga, dan sosial (Yuliastuti, 2011, dan http:// intellectualdisability book/diakses 13 Maret 2013). Penelitian ini mendesak dan penting dilakukan guna memperoleh pemahaman yang lebih komperehensif tentang perilaku dan interaksi sosial warga masyarakat kampung idiot Desa Sidoharjo dan Krebet, sehingga masyarakat luas dapat memfasilitasi pemenuhan kebutuhan mereka sebagai mahluk individu dan sosial sesuai dengan karakteristik kehidupannya berdasarkan kesetaraan hak dengan warga masyarakat lainnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan qualitative research dengan grounded theory. Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi karena terkait langsung dengan gejala yang muncul di lingkungan masyarakat Desa Sidoharjo dan Krebet. Subjek penelitian ini adalah warga masyarakat termasuk warga retardasi mental dalam berbagai kompleksitas yang berkaitan dengan perilaku dan interaksi sosial. Penentuan informan dengan purpossive sampling dan yang menjadi subjeknya social situation yang berupa interelasi sosial di antara warga masyarakat dan dengan warga retardasi mental. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sumber primer dan sekunder. Untuk instrumen utama, yaitu peneliti sendiri dengan menggunakan logika dan berpikir analitik sehingga mampu memverifikasi fenomena yang dikaji. Sementara instrumen bantu digunakan untuk melaksanakan verifikasi dan validasi terhadap fenomena yang 105 Jurnal Sosiallita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif H dan Asri, Perilaku dan IInteraksi Sosial Warga dikaji. Addapun tekn nik pengum mpulan dataa dengan observasi, o w wawancara, dan pencatatann dokumen n dengan annalisis dataa menggunaakan Tekniik Analisis Data Kualitatif Model Straauss dan Coorbin. HASIL PENELITIA AN DAN PE EMBAHASAN Hasil Pen nelitian Deesa Sidoharrjo merupakkan hasil pemekaran wilayah w Deesa Krebet. Desa Krebet seebelum dim mekarkan m memiliki luaas wilayah lebih dari 25 Km2, dibagi d dalam 9 dukuh, dan n jumlah ppenduduk yang y mencaapai 12 ribbu jiwa. Ju umlah penduduk 2 desa ini antaraa laki-laki dan pereempuan reelatif seim mbang. Pendudukknya berpendidikan dassar dan men nengah deng gan pekerjaaan sebagai petani p dan buruhh tani serta bangunan. b Koondisi 2 deesa ini term masuk luass, terletak di kaki guunung, tanaahnya berbatuan, dan sebag gian besar w wilayahnya tergolong kritis. k Sebaggian besar sawah s dan ladanng lebih meengandalkann air hujan karena currah hujan ttergolong reendah yakni sekiitar sekitar 2.000 2 mm/th th sampai deengan 2.500 0 mm/th, sehhingga tanaamantanaman teertentu sajaa yang dapatt berkemban ng dengan baik. b Seebutan “kam mpung idot” bagi Desa Sidoharjo dan d Krebet ssebenarnya tidak tepat kareena karena tidak t semuaa orang yan ng mengalaami keterbeelakangan mental m (idiot). Selain itu, orang yangg cacat dii kampung tersebut tidak semu uanya m Meereka ada yang y gila, cacat c psik, dan lain-lain— tergolong retardasi mental. dukan disebbut Orang Dengan D Kecacatan (OD DK). Hal terrsebut dalam datta kependud dapat dirinnci seperti dalam d tabel di bawah in ni. Warga retardaasi mental ddi atas apab bila dilihat dari d tingkat ketrampilan dan perilaku adaptif a terh hadap tuntuutan dari lingkungan sosial dap apat diklasifikasi seperti yanng tercantum m dalam tabbel di bawah ini. 106 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga Kondisi dan perilaku warga retardasi mental di Desa Sidoharjo dan Krebet sebagai berikut. 1. Pertumbuhan fisik dan mental mengalami keterlambatan: terlambat belajar duduk, merayap, merangkak, dan berjalan dibandingkan anak-anak lain pada umumnya. Bahkan ada yang hanya menjadi ”kembang aben” (bunga tempat tidur), sejak kecil hanya bisa tidur, duduk, dan pindah tempat pun perlu bantuan orang lain. 2. Komunikasi lisan tidak lancar, terbata-bata, dan tidak jelas. Bagi orang yang baru mengenalnya sulit untuk memahami apa yang disampaikan dan yang diinginkan. 3. Daya ingatnya terbatas dan cenderung susah untuk mengingat berbagai hal yang pernah dilakukan. 4. Tidak memahami bagaimana cara membayar atau menerima berbagai hal. Bagi retardasi mental ringan masih bisa didik, diberi ketrampilan, dan dapat dimintai bantuan untuk mengerjakan aktivitas tertentu. 5. Berinterelasi dengan lingkungan sosial tidak selalu sesuai dengan norma yang ada. Tindakannya tidak mampu membedakan antara hak dan kewajiban, konsekuensi dari tindakan serta apakah perilakunya merugikan atau menguntungkan orang lain. 6. Mengganggu, perhatian rendah, hiperaktif, kebingungan, agresi verbal dan fisik, menyakiti diri sendiri, dan menstimulasi diri. Individu dengan gejala retardasi mental berat seringkali mengekspresikan perilaku maladaptif ekstrim. 7. Warga retardasi mental ringan dan sedang memiliki dorongan seksual atau ingin menikah seperti warga normal pada umumnya. Retardasi mental masyarakat di desa ini terjadi sejak tahun 1970-an. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor: a) kekurangan gizi atau gizi buruk, b) perawatan kehamilan yang krang baik, c) kadar air tanah mengandung zat besi yang tinggi, berkapur, dan kurang yodium sehingga menyebabkan pertumbuhan otak belakang warga masyarakat, dan d) kutukan; sebagian masyarakat, terutama generasi tua meyakini kaus retardasi mental merupakan kutukan dari leluhurnya karena tidak mengindahkan adat istiadat saat berhubungan dengan sesama, lingkungan dan Tuhan. Perilaku sosial masyarakat Desa Sidoharjo dan Krebet mencerminkan perilaku penerimaan. Perilaku sosial tersebut dipredisposisi oleh sikap positif terhadap warga retardasi mental. Warga masyarakat merasakan, prihatin, trenyuh melihat kondisi lingkungan sosial dan penderitaan yang dialami warga retardasi mental. Warga masyarakat memutuskan untuk melakukan berbagai tindakan sosial berikut. 1. Tidak menyembunyikan dan tidak mengucilkan anggota keluarganya yang retardasi mental. 2. Mengajari anak atau anggota keluarganya yang mengalami retardasi mental agar dapat menjalani kegiatan-kegiatan pribadinya seperti makan, mandi, mencuci, buang air, berpakaian, dan lain-lain. 3. Memberi bantuan pangan, sandang dan papan kepada warga retardasi mental. 107 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga 4. Mengajari membuat barang-barang rumah tangga dan alat-alat menggarap ladang seperti membuat tompo, tampah, kukusan, gedhek, encek, garan pacul, garan arit, keset, dan lain-lainnya. Selain itu, warga masyarakat kampung idiot melibatkan dan/atau memberi pekerjaan warga retardasi mental dalam mencari pakan kambing, memelihara kambing, mengolah lahan dan hasil panen serta memberinya upah. 5. Membangun rohani warga retardasi mental dengan cara melibatkan warga retardasi mental dalam kegiatan kerohanian dan seni, seperti kenduri/selamatan, yasinan, pengajian, menonton film, campursari, electon, reyog, dan lain-lain. 6. Melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang ada di lingkungannya, seperti gotong royong hajatan, memperbaiki jalan, saluran air, dan lain sebagainya. 7. Membentuk organisasi untuk menangani atau membantu warga retardasi mental yaitu Forum Sidowayah Bangkit (FSB) berkedudukan di Desa Sidoharjo dan Organisasi Sosial Kasih Sayang (Orsos KS) berkedudukan di Desa Krebet. Akibat dari perilaku sosial masyarakat bagi warga retardasi mental di Desa Sidoharjo dan Krebet yaitu: 1. Dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. 2. Dapat memasak dan membuat barang-barang atau alat-alat rumah tangga seperti gedeg, theple, cikrak, encek, dan keset walaupun masih sederhana. 3. Dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan di ladang secara minimal, seperti mengambil air untuk memasak, mencari dan memelihara ternak, dan mencari kayu bakar. 4. Dapat menjalankan kegiatan keagamaan seperti sholat, mengaji, pujian, dan mengumandangkan adzan. 5. Dapat bertingkah laku santun sesuai norma kemasyarakat walaupun tidak semuanya, contoh meminta ijin kalau mengambil bukan miliknya. 6. Dapat menyalurkan kebutuhan bilogis. Mereka sering mencuri perhatian dan menggoda, bahkan ada yang menikah sesama warga retardasi mental dan ada juga salah satunya saja yang retardasi mental. 7. Dapat membaca tanda-tanda alam. 8. Dapat membaca, menulis, dan menghitung walaupun dalam taraf yang sederhana. 9. Dapat menikmati dan mengekspresikan kegembiraan dengan berjoget, baik itu acara dangdut, campursari, maupun reogan. 10. Dapat mengerjakan kebutuhan pribadinya seperti buang besar di sungai atau di jamban-jamban keluarga, mandi, mencuci, dan berpakaian. Aktor yang memainkan peran penting dalam berbagai tindakan terhadap warga retardasi mental tersebut adalah tokoh agama, masyarakat, dan pemuda. Mereka tidak sekadar memberi penyuluhan dan memotivasi tetapi juga melakukan aksi nyata secara langsung menangani warga retardasi mental. Adapun faktor yang melatarbelakanginya, adalah: a) faktor agama, b) faktor pendidikan: masyarakat mulai mengetahui bahwa warga retardasi mental masih memiliki potensi dan bukan merupakan penyakit menular, c) faktor budaya: masyarakat 108 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga menjalani hidupnya secara guyub dan saling menolong, termasuk menangani warga retardasi mental, d) faktor lingkungan: masyarakat merasa senasib dengan warga retardasi mental dan memiliki tanggung jawab untuk membantunya, dan e) faktor sosial ekonomi: seiring kondisi ekonomi yang membaik, masyarakat berusaha membantu warga retardasi mental. Sejak tahun 1970-an banyak warga masyarakat desa Sidoharjo dan Krebet yang mengalami retardasi mental. Hubungan sosial di antara masyarakat yang penuh dengan kebersamaan, saling menolong, dan dijiwai gotong royong terganggu. Mereka yang memiliki persepsi retardasi mental sebagai penyakit yang tidak bisa diobati dan menular, menolak berhubungan dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga retardasi mental. Bentuk penolakan masyarakat normal terhadap mereka dan keluarganya tampak jelas dari sikap dan perilaku sosialnya. Mereka tidak mau bergaul, tidak melibatkan dalam aktivitas pekerjaannya, mengucilkan, bahkan tidak menegur ataupun menyapa. Mereka melakukannya karena kawatir akan terjangkit “penyakit” serupa. Bahkan, ada masyarakat yang membatalkan jalinan asmaranya karena mengetahui pasangannya memiliki hubungan darah dengan orang retardasi mental. Kondisi tersebut menimbulkan ketegangan antara masyarakat normal yang menolak warga retardasi mental dan keluarga retardasi mental. Walaupun saling mengejek dan menjelekkan tetapi tidak sampai menimbulkan konflik terbuka. Sering terjadi perang mulut tetapi tidak berkelahi. Suasana panas dapat diredam oleh Kamituwo atau tokoh masyarakat yang lain, seperti sesepuh dusun, kyai, dan lain sebagainya. Ketegangan tersebut sejak 1975-an mulai mencair karena jumlah orang yang mengalami retardasi mental meningkat sehingga dianggap wajar. Selain itu, masyarakat mulai mengetahui bahwa retardasi mental bukan merupakan suatu penyakit dan orang retardasi mental masih memiliki potensi. Melihat kenyataan ini, masyarakat normal desa tersebut saling membahu untuk memberi bantuan kepada warga retardasi mental. Walaupun begitu, ada beberapa masyarakat normal yang tidak peduli dan masa bodoh. Pembahasan Dari paparan data di atas menunjukkan bahwa warga retardasi mental di Desa Sidoharjo dan Krebet pada umumnya tidak hanya memiliki satu keterbatasan saja. Mereka mengalami lebih dari satu kecacatan (distabilitas intelektual ganda). Mereka mengalami keterlambatan fisik dan mental sehingga mengalami berbagai masalah dalam menjalankan aktivitas tingkah laku, keluarga, dan sosial. Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang terjadi di desa atau tempat lain. Faktor yang menyebabkan banyak warga mengalami retardasi mental di kampung idiot menguatkan hasil penelitian sebelumnya. Contoh Sunarto (2013) yang meneliti tentang kandungan logam berat dan kadar yodium pada sumber air di wilayah tersebut mengandung zat besi, kapur, kurang yodium dan bila dikonsumsi terus menerus dapat merusak pertumbuhan janin, terutama pada otaknya yang tidak berkembang dengan baik. Kondisi tersebut diperparah oleh 109 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga faktor alam; kondisi tanah yang relatif tidak subur dan serangan hama tikus menyebabkan krisis pangan dan asupan gizi nyaris tidak terpenuhi. Faktor di atas mengaburkan persepsi masyarakat bahwa retardasi mental adalah suatu penyakit keturunan. Tidak sedikit fakta di lapangan yang menunjukkan banyak warga retardasi mental terlahir dari orang tua normal dan orang tua retardasi mental melahirkan anak normal. Penyebab terjadinya retardasi mental, yaitu infeksi atau intoksikasi, rudapaksa, gangguan metabolisme, pertumbuhan dan gizi, dan kelainan pada kromosom (Durand dan Barlow, 2007: 305-306). Hasil penelitian tentang perilaku sosial ini sejalan dengan teori perilaku sosial Skinner yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia berlangsung dalam kaitannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat atau perubahan lingkungan tersebut dan menimbulkan perubahan perilaku (Skinner dalam Ritzer, 1992). Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek apabila ia suka (like) atau memiliki sikap favorable (L.L. Thursions dalam Ahmadi, 2007). Sikap masyarakat terhadap warga retardasi mental di kampung ini juga menggambarkan adanya suatu kesadaran individu dan kelompok yang menentukan perbuatan nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan sosial. Hasil penelitian ini gayut dengan teori disonasi kognitif yang membahas disonasi sebagai akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut (Leon Festinger dan Roger Brown dalam Azwar, 2011: 46-47). Perilaku sosial masyarakat terhadap warga retardasi mental juga difasilitasi oleh faktor pendidikan. Pendidikan tidak hanya transfer of knowledge and skliss, tetapi juga meliputi transmission of cultural values and social norms. Pendidikan ini pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat. Perilaku sosial masyarakat tersebut tidak hanya sekadar warisan dari keluarga, tetapi juga produk masyarakat sebagai hasil dari proses belajar yang menghasilkan pengetahuan dan penghayatan. Sistem budaya masyarakat pedesaan yang guyub juga mempengaruhi perilaku sosial penerimaan. Sistem budaya tersebut menata dan menetapkan tindakan serta tingkah laku manusia. Proses belajar dari sistem budaya dilakukan melalui institutionalization. Sistem sosial dengan subsistem keyakinan, tujuan, norma, status dan peranan, sarana atau fasilitas, dan tekanan ketegangan bagi masyarakat berfungsi untuk adaptasi, pencapaian tujuan yang diharapkan, dan integrasi atau kebersamaan. Interaksi sosial di antara masyarakat Desa Sidoharjo dan Krebet sebagaimana diuraikan di atas mengarah pada berbagai bentuk interaksi sosial, yaitu asosiatif. Hubungan di antara masyarakat yang pada mulanya bersifat harmonis berubah kontravensi setelah banyak masyarakat mengalami retardasi mental. Kontravensi tersebut merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian yang ditandai oleh gejala ketidaksukaan dan tidak menerima warga retardasi mental. Tindakan masyarakat yang menolak warga retardasi mental tersebut menimbulkan respon dari pihak lain. Kontravensi yang terjadi pada masyarakat 110 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga kampung idiot tersebut tidak sampai pada fase konflik. Upaya para tokoh masyarakat untuk mengurangi sumber pertentangan berhasil dilakukan sehingga mengurangi ketegangan (akomodasi) dan terbangun suatu kerja sama yang lebih intens untuk menangani persoalan berkaitan dengan retardasi mental. Proses sosial ini berkaitan dengan adanya komunikasi dan kontak antarpelaku dengan menggunakan simbol. Dari hasil dan pembahasan penelitian di atas dapat disampaikan proposisi (mayor) yaitu perilaku sosial penguatan dan interaksi sosial asosiatif menentukan pola respon kemandirian dan kemampuan warga retardasi menjalankan aktivitas hidupnya SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kondisi dan perilaku warga retardasi mental di Desa Sidoharjo dan Krebet mengalami hendaya dan maladaptif. 2. Warga masyarakat Desa Sidoharjo dan Krebet banyak yang mengalami retardasi mental sejak tahun 1970-an karena faktor kekurangan gizi, ketidaktersediaan sarana kesehatan yang memadai dan terjangkau bagi ibu hamil, kadar zat besi air tanah yang tinggi, berkapur, dan kurang yodium, serta ”kutukan” 3. Perilaku sosial masyarakat terhadap warga retardasi mental mencerminkan perilaku sosial penerimaan. Perilaku sosial tersebut dipredisposisi oleh sikap positif terhadap warga retardasi mental yang diintesifkan ke dalam berbagai tindakan yaitu; (a) tidak mengucilkan warga retardasi mental, (b) memberi bantuan pangan, sandang, papan, dan pemenuhan kebutuhan rohaninya melalui kegiatan keagamaan dan seni, (c) mengajari membuat alat-alat rumah tangga dan pertanian, serta memelihara ternak dalam taraf yang terbatas dan tidak semua terprogram, (d) melibatkan dalam mengolah lahan pertanian dan memberinya upah, dan (e) melakukan upacara adat tolak bala. Sehingga warga retardasi mental dapat menjalankan aktivitas tingkah laku, keluarga, dan sosial walaupun belum maksimal. Aktor dalam berbagai tindakan tersebut yaitu tokoh agama, masyarakat, dan pemuda. Adapun faktor yang melatarbelakanginya, adalah: (a) keyakinan bahwa anak adalah titipan Tuhan, (b) pemahaman tentang retardasi mental, (c) membudayanya adat gotongroyong, (d) empati dan kemauan yang kuat untuk tetap bersama, serta (e) pendapatan yang kian meningkat dan kepuasan emosional bila dapat membantu warga retardasi mental. 4. Interaksi sosial di antara orang tua/keluarga warga retardasi mental dengan masyarakat normal di sekitar mencerminkan interaksi sosial asosiatif. Interaksi sosial asosiatif di antara masyarakat normal dan warga retardasi mental kampung idiot dipengaruhi oleh hubungan antara masyarakat normal dan warga retardasi mental yang komunkatif. Interaksi sosial yang terjadi menghasilkan nilai sosial, moral, norma, dan lembaga sosial sehingga 111 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga keberadaan warga retardasi mental menjadi sesuatu yang wajar atau biasa di masyarakat desa tersebut. Saran Penelitian yang komprehensif dapat dilanjutkan untuk mengkaji kondisi masyarakat “Kampung Idiot” dari berbagai perspektif keilmuan selain ilmu sosial kemasyarakatan. Penelitian sejenis juga dapat dilakukan pada kasus masyarakat yang serupa. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu.2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Asmaroini, Ambiro Puji. 2012. Efektivitas Bantuan Sosial bagi Masyarakat Kampung Idiot Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Skripsi. Malang: UM. Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ponorogo.2013. Kecamatan Jambon Dalam Angka 2013. Ponorogo: Bapeda Kabupaten Ponorogo. Baron, Robert A dan Byrne,Donne. 2004. Psikologi Sosial. Terjemahan Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Durand, Mark V dan Barlow, David H. 2007. Psikologi Abnormal. Terjemah Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gerungan, WA. 2009. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco Gillin dan Gillin. 1995. Cultural Sociology A Revision of An Introduction to Sociology. New York: The Macmillan Company. Hakim, Em Lukman.2010. Teori Pertukaran Geoge Homans dalam Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Bagong Suyanto ed. Malang: Aditya Media Publishing. Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial dari Klasik hingga Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruz Media. Hendriani, Wiwin dkk. 2006. Penerimaan Keluarga terhadap Individu yang Mengalami Retardasi Mental dalam Jurnal Insan Vo. 8 No. 2 Agutus 2006. Surabaya: Universitas Airlangga. Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Jakarta: Erlangga. Ichwan Mahmudi. 2011. Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kampung Idiot (Studi Kasus di Kampung Idiot Desa Krebet Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo) laporan penelitian. Jakarta: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta 112 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga Ishartiwi. 2010. Identifikasi Bentuk Intervensi Pembelajaran dan Perilaku Anak Retardasi Mental dalam Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Vo. 3 No. 1 Maret 2010. Yogyakarta: FIP UNY. Jarvis, Matt.2000. Teori-teori Psikologi, Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia (terjemahan). Bandung: Nusa Media. Kartono, Kartini. 1985. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Ilmu Antropologi Jilid I. Jakarta: Rineka Cipta. Keesing, Roger M. 1997. Teori-teori tentang Budaya dalam Jurnal Antropologi No. 52 Tahun 1997 Fisip Universitas Indonesia. Leoni Intan Kartika.2011. Pelaksanaan Perkawinan Orang Idiot di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo (Skripsi). Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Myers, David G. 2012. Psikologi Sosial (terjemahan Aliyani dkk). Jakarta: Salemba Humanika. Nevid, J.S., Rathus SA, dan Green B. 2005. Psikologi Abnormal (terjemahan). Jakarta: Erlangga Nurcahyo, Abraham dkk. 2012. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Magetan: LE Swastika Profil Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 Profil Orgranisosial Sosial Kasih Sayang Krebet Jambon Ponorogo Tahun 2013. Rahman, Agus Abdul.2013. Psikologi Sosial, Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Press. Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi, dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern (terjemahan SautPasaribu dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ritzer, George dan Smart, Barry. 2011. Handbook Theory (terjemahan Iman Mustakim dkk). Bandung: Nusa Media Ritzer, Goerge dan Goodman, D.J. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Group .............. 2010. Teori Sosiologi dari Teori Klasik sampai Pengembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Jakarta: Kreasi Wacana. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi Offset Sarwono, Sarlito W dan Meinarno, Eko A. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Skinner, B.E.2013. Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia (terjemahan Maufur). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Sudrajat, Ahmad. (2008). Hubungan Interpersonal Orang Tua, tersedia Http:/www Tesis Com. (9 Pebruari 2008) 113 Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1, Maret 2014 Hanif dan Asri, Perilaku dan Interaksi Sosial Warga Setiadi, Elly M. Dan Kolip, Usman. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Soekanto, Soerjono.1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Soekanto, Soerjono.2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sunarto.2013.Kandungan Logam Berat dan Kadar Sumber Air Kampung Idiot Desa Sidoharjo. Solo: LPPM UNS, laporan penelitian Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Walgito, Bimo.2011.Psikologi Sosial Sebuah Pengantar.Yogyakarta: CV Andi Offset. Wirawan, I.B.,2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Werner, D. 1987. Disabled Villace Children, A Guide for Community Health Workers, Rehabilitation Workers and Families, http:// www.dinf.ne.jp/ doc/english/global/ david/dwe002/dwe00234.htm/ diakses 15 Maret 2013 Wenar, Charles. 1994. Developmental Psychopathology. New York: Inc Graw Hill. Inc. Wiramihardja, Sutardjo A. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT Refika Aditama. Wiwin Hendriani Wiwin dkk. 2006. Penerimaan Keluarga terhadap Individu yang Mengalami Retardasi Mental dalam Jurnal Insan Vo. 8 No. 2 Agutus 2006. Surabaya: Universitas Airlangga. Yuliastuti. 2011. Pengaruh Latihan rentang Gerak Sendi terhadap Kekuatan Otot Tuna Grahita. Tesis Magister Keperawatan Universitas Indonesia. Zeitlin, Irving M. 1998. Memahami kembali Sosiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Internet: http://koran.republika.co.id/koran/203/1 36723/ diakses 13 Maret 2013 http://www.aaidd.org/intellectualdisabilitybook/ diakses 13 Maret 2013 www.indopos.co.id/index.php/internasional/7324, diakses 13 Maret 2013 http://id.wikipedia.org/wiki/normal_perilaku, diakses 13 Maret 2013 http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/, diakses 13 Maret 2013 114