AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 1

advertisement
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
Surabaya, 25 Januari 2013
Pembimbing,
Prof. Dr. Aminuddin Kasdi, M.S
NIP. 19480109 196605 1 001
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TRADISI ŚIVAISME DI INDIA
Sudarmanu
NIM. 084284028 Pendidikan Sejarah FIS UNESA e-mail: [email protected]
Abstrak: Śivaisme adalah salah satu bentuk tradisi keagamaan tertua di India. Tradisi
tersebut pada dasarnya merupakan bagian yang terpisah dari berbagai bentuk tradisi keagamaan
lain, namun hingga sekarang Śivaisme tetap menjadi salah satu komponen dari Hindu Dharma.
Sejarah dan perkembangan tradisi Śivaisme telah dimulai ketika India masih dalam periode Indus
kuno, yakni Mohenjodaro dan Harappa (3000-2000 SM). Tradisi Śivaisme kemudian terus
berkembang pada tiap masa di India, yakni meliputi tiga sub-periode Veda yang terdiri atas Veda
Samhita (1500-1000 SM), Brahmāna (1000-750 SM), Upanisad (750-500 SM), serta periode
pasca Veda, yakni zaman Sutra (500 SM-500 M), abad pertengahan, bahkan hingga abad ke-20.
Perkembangan tradisi Śivaisme di India dapat terlihat dengan banyaknya sektarian Hindu yang
menganut jalan Śivaite. Diantara keseluruhan sectarian Śiva, tiga yang terkemuka adalah Vīra-Śiva
dari Deccan-Karnataka, Śiva-Siddhānta dari Tamil Nādu, dan Advaita Śiva dari Kashmir. Tiap
pengikut seckarian Śiva adalah wujud representatif dari tahapan-tahapan sistem pokok Vedanta
dengan tujuan akhir yakni tahap advaita Śiva.
Kata Kunci: Tradisi keagamaan, Śivaisme, India
HISTORY AND DEVELOPMENT OF ŚAIVISM TRADITION IN INDIA
Sudarmanu
NIM. 084284028 History Education FIS UNESA e-mail: [email protected]
Abstract: Śiavism is one of the oldest religious traditions in India. Śaiva tradition is basically a
separate section of the various forms of other religious traditions, but until now Śiavism remains
one of the components of the Hindu Dharma. The history and development of Śiavism tradition
began when India was still in the period of the ancient Indus, the Mohenjodaro and Harappa
(3000-2000 BC). Tradition Śiavism then continue to grow at each time in India, which includes
three sub-periods consisting Veda Samhita Veda (1500-1000 BC), Brahmana (1000-750 BC),
Upanishad (750-500 BCE), and the post-Vedic period, the Sutra era (500 BC-500 AD), the middle
ages, even until the 20th century. Developments Śiavism tradition in India can be seen with many
who embrace the Hindu sectarian Śaivite. Among the whole sectarian Śaiva, three prominent is
Vira- Śaiva from Deccan-Karnataka, Śaiva -Siddhanta of Tamil Nadu, and Śaiva Advaita of
Kashmir. Each follower sectarian Śaiva is a concrete representative of the principal stages of the
system with the ultimate goal of the Vedanta advaita stage Śaiva.
Keywords: Religious Traditions, Śaivism, India.
93
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
mengartikan trimūrti sebagai bentuk manifestasi
Īsvara3 dalam tiga perwujudan berbeda, yakni
India adalah salah satu negara di dunia
Brahmā ketika berperan sebagai pencipta dunia dan
yang mempunyai sejarah religi tertua. Keagamaan
segala isinya (sristhi), Vishnu ketika berperan
di India juga beraneka ragam karena terdiri atas
sebagai pemelihara keberlangsungan dunia (sthiti),
agama-agama asli tanah Hindustan serta agamaserta Śiva ketika berperan sebagai penghancur
agama lain yang berasal dari luar India.
setelah dunia selesai menjalani masa yang telah
Perkembangan religi asli India dapat terlihat pada
ditetapkan (laya).4
bangkitnya tiga tradisi keagamaan kuno yakni
Diantara ketiga dewa trimūrti, Śaivisme
Vedisme-Brāhmanisme, Jainisme dan Śivaisme,
adalah aliran yang paling kuno dan terpopuler
dari kesemuanya tradisi Śivaisme adalah yang
dibandingkan Vaisnava maupun Brahmāisme. Śiva
paling tua.
sebagai perwujudan Īsvara penghancur merupakan
Keagamaan Vedisme-Brāhmanisme terjadi
dewa dengan kedudukan tertinggi. Perwujudannya
pada kurun waktu 1500-600 SM. Vedisme tumbuh
sebagai dewa perusak menjadikan Śiva memiliki
menjadi agama besar karena mampu berasimilasi
banyak pemuja. Ia dipuja oleh para pertapa karena
dengan mayoritas budaya yang ada, sehingga
dianggap bersahabat dengan para makhluk ghaib
sampai sekarang tradisi keagamaan Vedisme dapat
yang sering mengintai di tempat pembakaran mayat
mentranformasikan dirinya sebagai Hindu Dhrama
dan gurun pasir.5 Terlebih pada masa sekarang
yang memiliki kompleksitas dan keragaman.
yang bagi kepercayan Hindu telah masuk abad
Vedisme juga melahirkan dua aliran besar lainnya,
Kaliyuga6 dalam hitungan ribuan tahun yang
yakni Vaishnava dan Buddhisme. Kedua ajaran
keenam, maka kedudukan sentral dimiliki oleh Śiva
tersebut baru muncul setelah berakhirnya zaman
sebagai dewa yang tepat untuk zaman sekarang. 7
Upanisad (750-500 SM).
Selama proses perkembangannya, ajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN: Perkembangan
Vaishnava tetap menjadi bagian dari Hindu
Tradisi Śivaisme dari masa India kuno hingga
Dharma, sedangkan Buddhisme tumbuh menjadi
abad ke-20.
agama terpisah meskipun dalam mitologi Hindu,
Buddha Gautama diyakini sebagai salah satu
Jauh sebelum lahirnya konsep trimūrti,
avātara Vishnu. 1 Jainisme juga menyebutkan
benih-benih Śivaisme sejatinya telah ada sejak
bahwa sebelum Buddha terlahir sebagai agama
bangsa Dravida membangun peradaban kuno di
tersendiri, pendirinya yakni Siddharta Gautama
lembah sungai Indus (3000-2000 SM). Sir John
pernah melakukan upacara penebusan dosa seperti
Marshall menyebut di dalam peradaban sungai
yang diajarkan aliran Jain. Gautama hidup pada
Indus kuno (Mohenjodaro dan Harappa) terdapat
abad ke-6 SM, se-zaman dengan Mahavira,
kenyataan penting yang menunjukkan Śivaisme
Tirthankkara (pembawa ajaran) terakhir dari
memiliki sejarah jauh kebelakang menuju abad
Jainisme.
Chalcolithic atau bahkan lebih lanjut sebagai
Mahavira pada naskah-naskah Buddhisme
keyakinan hidup masyarakat purba di dunia. 8
digambarkan sebagai Nigantha Nataputta yakni
Pernyataan Marshall didukung dengan adanya
pertapa telanjang dari golongan Jnätr. Ia adalah
temuan arkeologis peningalan banga Dravida yang
Tirthankkara Jainisme yang ke-24. Jainisme
diperkirakan berasal dari sekitar 3000 SM. Temuan
bukanlah ajaran baru, melainkan salah satu agama
itu terdiri dari terakota dengan relief seorang yogi
tertua di India. 2 Jauh sebelum lahirnya Mahavira
“Pashupati” yang sedang bermeditasi, kepalanya
eksistensi Jainisme telah ada sejak zaman India
kuno. Hingga sekarang Jainisme adalah agama
3
Īsvara: Tuhan yang tidak merujuk pada satu dewa
terpisah yang berdiri sendiri. Konsep-konsep
tertentu, merupakan zat supranatural yang paling sempurna.
filsafat Jainisme terasimilasi dalam bentuk
Kepercayaan Hindu menganggap seluruh dewa-dewi sebagai
bentuk personifikasi dari pancaran kekuatan Īsvara yang
kepercayaan masyarakat India mengenai karma,
menjelma ke dalam berbagai wujud sesuai dengan peranannya.
ahimsa dan reinkarnasi.
Hindu Dhrama tidak mengajarkan unsur polytheisme, sehingga
Tradisi Śivaisme berbeda dengan Vedisme,
dengan nama atau wujud dewa-dewi apapun, kesemuanya
Jainisme, maupun Buddhisme. Pemujaan Śiva
adalah memuliakan Īsvara. Lihat Sri Svami Sivananda, Intisari
Ajaran Hindu (Surabaya: Paramita, 1993), halaman 112-113.
memiliki sejarah tersendiri yang terpisah dari
4
BP3 Jawa Tengah, Dewa-Dewi Masa Klasik: Edisi Revisi
ajaran lain, meskipun dalam perkembangannya
(BP3 Jawa Tengah), halaman 10-11.
5
Śivaisme tetap menjadi bagian dari trimūrti agama
O.D.P. Sihombing, op. cit., halaman 35.
6
Hindu. Konsep trimūrti sebenarnya baru muncul
Kaliyuga adalah abad kemerosotan yang lama waktunya
360.000 tahun, Abad ini ditandai dengan kebaikan/kebijakan
ketika zaman Hindu baru (Hindu Dharma)
yang tinggal seperempat. Lihat Harun Hadiwijono, Agama
berkembang di abad VII M. Ajaran Hindu Dharma
PENDAHULUAN
Hindu dan Buddha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975),
halaman 27.
7
Sri Svami Sivananda, op. cit., halaman 30.
8
I Ketut Madra, Intisari ajaran Śaiva Advaita (Surabaya:
Paramita, 2007), hlm. 4.
1
O.D.P. Sihombing, India: Sejarah dan Kebudajaannya
(Bandung: Sumur, 1960), hlm. 33-34.
2
www.jaindharmonline.com
94
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
mengenakan tanduk, disekitarnya dikelilingi oleh
peroide 1000 SM percampuran antara bangsa Arier
berbagai ikon hewan seperti singa, gajah,
dan Dravida telah memberikan dasar-dasar yang
banteng/lembu, badak, dan burung, sedangkan
kokoh bagi perkembangan kebudayaan Hinduisme
temuan selanjutnya berupa lingga dari tanah liat
di masa berikutnya.
yang dibakar.9 Kedua temuan menunjukkan bentuk
Pada periode Veda Samhita (1500-1000
pemujaan Śiva secara antropomorfik maupun nonSM) nama Śiva tidak pernah disebutkan dalam
antropomorfik, sehingga tradisi Śivaisme dipastikan
kitab-kitab Veda, namun benih-benihnya telah
memiliki asal-usul dari zaman pre-arier (masa
terwujud dalam bentuk Rudra. Kitab RgVeda
sebelum kedatangan bangsa Arya di India Utara).
menggambarkan Rudra sebagai dewa perusak dan
Beberapa nama polpuler Śiva beserta cara
tergolong dewa bawahan, sedangkan Athārva Veda
pemujaannya diyakini berasal dari tradisi pra-veda,
menyebutkan Rudra sebagai raja dari semua
terutama tradisi kuno Dravida. Bangsa Dravida
makhluk berkaki dua dan empat.14 Rudra juga
yang datang dari Mediterania timur diperkirakan
dikenal sebagai dewa angin topan, pelindung sapi
masuk ke dataran India pada perkiraan 7000 SM.
dan ular, serta bapak dari dewa Marut. Kitab
Mereka pertama kali menetap di barat laut India
Shaturūdriya mengkisahkan Rudra sebagai dewa
dan secara bertahap pindah ke pedalaman bagian
penghuni gunung yang memiliki kemampuan
timur dan selatan. Nama Śiva tampaknya berakar
sebagai tabib, penyembuh penyakit, serta pemberi
dari bahasa Tamil yakni Śhivan artinya „merah
obat-obatan.15 Aspek Rudra sebagai dewa tabib
yang satu‟. Begitu juga kata Shambhu (salah satu
memilki keterkaitan dengan perwujudan Śiva
julukan Śiva) berasal dari kata Chembu artinya
sebagai Jvaraharesvara atau dewa penyembuh
„logam merah‟ (tembaga).10 Selain menyembah
demam. Mitologi Śiva sebagai Jvaraharesvara
Śiva orang-orang Tamil juga memuja Murugan,
kemudian banyak berkembang di India Selatan. 16
dewa kera, ular, elang, dan beberapa dewa desa
Pada periode Brahmāna (1000-750 SM),
lainnya. 11
aspek Rudra telah berwujud Śiva. Kedudukannya
Nama lain dari Śiva di zaman India kuno
sebagai dewa bawahan terus meningkat sehingga
adalah „Sibu‟. Ia adalah dewa orang-orang Sibis
menjadi dewa utama.17 Śiva kemudian menjadi
yang tinggal dikawasan Punjab (daerah lima aliran
dewa populer yang lebih bersifat murah hati.
sungai). Sibis adalah suku pengembara yang pandai
Perkembangan Śivaisme terjadi ketika periode
berperang. Mereka mengenakan pakaian dari kulit
Brahmāna memasuki era Tantrayana. Di era
binatang dan hidup secara berkelompok. Bentuk
Tantrayana aspek yang diutamakan adalah konsep
pemujaan Sibu kemudian dihidupkan kembali oleh
teologi dari segi peranan sakti18. Zaman ini
sekte Lākulisa, dan beberapa sekte Śiva lainnya
berorientasi pada Śiva, sehingga ajaran yang
seperti Kāpālika dan Vira Śiva. Selain dipuja suku
berkembang adalah filsafat-filsafat dasar dari
Sibis, Śiva dipuja oleh suku-suku lain. Salah satu
Śivaisme.19
bentuk pemujaan pertama Śiva adalah dalam wujud
Pada periode Upanisad (750-500 SM)
Rudra yang berasal dari periode Veda.12
kedudukan Śiva meningkat menjadi dewa yang
Zaman Veda di India terbagi ke dalam tiga
maha tinggi (Śivamahādeva). Śiva juga diwujudkan
sub-periode, yakni Veda Samhita (1500-1000 SM),
sebagai raja tari yang menenciptakan alam semesta
Brahmāna (1000-750 SM), dan Upanisad (750-500
(Śivanatāraja), dewa perusak (Kalābhaīrava), serta
SM). Permulaan zaman Veda adalah ketika
dewi kegelapan (Kalī).20 Aspek Śiva kemudian
masuknya bangsa Arier di kawasan Punjab (India
terus berkembang hingga mencapai seribu nama
utara). Orang-orang Arier termasuk satu ras dengan
(Śivasahasranama). Nama-nama tersebut antara
bangsa yang ada di Eropa, sehingga bahasa yang
lain adalah Hara, Rudra, Puspalocana, Sambhu,
digunakan juga serumpun. 13 Selama berabad-abad
Maheswara, Trilocana, Wamadewata, Wisparupa,
kemudian orang-orang Arier mulai menyebar ke
Ganeswara, Pasupati, Tejomaya, Sadasiwa,
daerah Doāb, wilayah orang-orang Dravida,
Durga, Mahakala, Dhaneswara, Padmagrabha,
sehingga menghasilkan percampuran darah dan
dan beberapa nama lain. 21
kebudayaan diantara kedua suku tersebut. Sejak
14
Gopinatha Rao, Elements of Hindu Iconography I (New
Delhi: Motilal Banarsidass, 1968), hlm. 17.
15
R.S. Gupte, Iconography of Hindus, Buddhists, and
Jains (Bombay: D.B. Taraporevala, 1972), hlm. 16.
16
Ratnaesih Maulana, Ikonografi Hindu (Jakarta: Fakultas
Sastra UI, 1997), halaman 23-24.
17
Ibid., hlm. 17.
18
Sakti adalah aspek kekuatan Brāhman yang bergerak
dinamis dan mampu melahirkan penciptaan.
19
I Ketut Subagiasata, Śaiva Siddhānta: di India dan di
Bali (Surabaya: Paramita, 2006), hlm. 7.
20
http://www.hinduwebsite.com/siva/ancientforms.asp
21
Op. cit., hlm. 7.
9
Nitin Kumar, The Forms of Shiva in Visual Arts (Exotic
India: India, 2006), hlm.3.
10
http://www.hinduwebsite.com/siva/ancientforms.asp
11
Murugan adalah bentuk terdahulu dari dewa Skanda
(Kumara), ia adalah putra sulung Śiva, sedangkan dewa kera
adalah bentuk prototipe dari Hannuman. Inkarnasi Śiva sebagai
Hannuman terdapat dalam salah satu sloka Śiva Purāna.
12
Peiode Veda di India (1500-800 M) ditandai dengan
masuk dan berkembangnya budaya bangsa Arier di India bagian
utara, yakni kawasan Punjab.
13
Daljoeni N., Goegrafi Kesejarahan I: Peradaban Dunia
(Bandung: Alumni, 1995), hlm. 122.
95
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
Setelah era Veda berakhir, perkembangan
terwujud sebagai aktifitas ritus dan upacara
Śivaisme lebih mengarah pada bentuk-bentuk
keagamaan.
filsafat. Pada periode Sutra (500 SM-500 M) aliran
Śivalākula muncul sebagai pengembangan dari
bentuk filsafat kuno Śivapāśupata. Aliran filsafat
Śivalākula dipelopori oleh Lākulīsa. Ia hidup di
Filsafat Śiva
semenanjung Kathiawar Gujarat pada sekitar 200
Filsafat dan ajaran Hindu Dharma pada
SM. Ajarannya kemudian diabadikan dalam sebuah
dasarnya berakar dari sistem Vedanta. Vedanta atau
kitab sutra, yakni sutrapāśupata. Selain Lākula
Uttara-Mimamsa adalah ajaran yang membahas
terdapat beberapa filsafat Śiva lainnya yang lahir
bagian terakhir dari Veda, yakni Upanisad. Dasar
pada periode sutra. Aliran-aliran tersebut antara
filsafat Vedanta terdiri atas tiga kitab, yakni:
lain: Kāpālika, Śiva Siddhānta, Gorakshanatha
Upanisad, Bhagawad Gita, dan Sutra Vedanta.
Śivaisme (Siddha Siddhānta), dan Kalāmukha.
Secara keseluruhan sistem Vedanta berisi ajaranPerkembangan filsafat Śiva juga berlanjut hingga
ajaran tentang absolutisis dan theistis mengenai
abad pertengahan, yakni dengan berkembangnya
Brāhman (Ketuhanan). Corak ajaran Vedanta
aliran Vira Śiva, Lińgayat, Aghorī, dan beberapa
sangat beragam, namun secara garis besar terdiri
sekte lainnya.
atas tiga aliran pokok yakni Dvaita (dualisme) dari
Memasuki abad ke XX perkembangan
Madhwa (1199-1278 M), Viśistādvaita (Monisme
Śivaisme di India dapat terlihat pada sebutan
terbatas) dari Ramanuja (1050-1137 M), serta
Benares sebagai kota Śiva. Benares memiliki
Advaita (Monisme) dari Sankara (788-820 M).26
kurang lebih 2000 kuil yang mayoritas dikhususkan
Tujuan akhir dari sistem Vedanta adalah Advaita
untuk pemujaan Śiva. Beberapa kuil Śiva yang
Vedāntis, yakni perwujudan Īswara yang bersifat
terkenal antaralain: Vishvanath, Golden Temple,
mutlak.
Somnath, Kedarnath, Omkareshwar, Mallikarjuna,
Jauh sebelum lahirnya filsafat Vedanta,
Vaidhyanath, Bhimashankar, Tryambhakeshwar,
Śivaisme sebagai salah satu tradisi keagamaan kuno
dan Rameshwar. 22 Bagi setiap pemeluk Hindu,
di India justru telah mengembangkan bentuk
Benares adalah tempat untuk mensucikan diri dari
filsafatnya. Benih-benih dari filsafat Śivaisme
segala dosa. Orang-orang Hindu yang sudah tua
diperkirakan telah ada sejak zaman peradaban kuno
banyak yang berdiam di Benares. Mereka
di lembah sungai Indus, yakni berupa ajaran
menantikan ajalnya disana, berharap mayatnya
Pāśupata. Di zaman Upanisad filsafat Śiva
dapat dikremasikan di tepian sungai Gangga,
Pāśupata disebut sebagai Athārvasira Pāśupata
kemudian abunya dilarungkan. Banyaknya upacara
yang secara simbolis digambarkan sebagai Trīsula
kremasi menjadikan Benares terlihat suram,
Śiva.27 Filsafat Śiva Pāśupata kemudian menjadi
sehingga daerah tersebut di India dikenal sebagai
lebih populer setelah Lākulisa mengembangkan
kota untuk orang Hindu yang mati. 23
ajaran tersebut di semenanjung Kathiawar Gujarat
Śivaisme mengacu pada kepustakaan yang
pada perkiraan tahun 200 SM.
disebut Trika. Kepustakaan Trika terdiri atas tiga
K.C. Pandey dalam kepustakaannya
bagian yakni Āgama Śāstra, Spanda Śāstra, dan
membagi filsafat Śiva menjadi delapan bagian yang
Pratyabijñā Śāstra. 24 Masing-masing bagian berisi
terdiri dari: Paśupata Dvaita, Śiva Siddhānta,
ajaran-ajaran mengenai: wahyu yang disampaikan
Lakulīśa Paśupata, Viśistādvaita Śivaisme, Vīra
dari guru kepada murid, doktrin-doktrin utama
Śiva, Nandikeśvara Śivaisme, Raseśvara Śivaisme,
Śivaisme, serta argumen dan kontra argumen
dan Monistik Śivaisme Kashmir.28 Sedangkan
mengenai konsep Śivaisme beserta alasannya.
Abhinavagupta dalam Tantrāloka-nya membagi
Sebagai salah satu tradisi tertua di India,
sistem filsafat Śiva kedalam tiga bagian pokok,
Śivaisme memiliki tiga unsur pokok keagamaan
yakni: Śiva Dvaita (dualisme), Śiva Dvaitādvaita
seperti yang dimiliki agama-agama lain di dunia.
(Monisme terbatas), dan Śiva Advaita (Monisme).29
Ketiga unsur tersebut terdiri atas filsafat, mitologi,
dan ritual. 25 Filsafat adalah intisari dari ajaran
26
Ibid., hlm. 82.
27
agama yang berisi prinsip-prinsip fundamental
Trīsula pada hakekatnya adalah simbol triguna (3 sifat)
dalam hidup manusia, yakni; sattwa membuat seseorang
beserta tujuan dan cara penyampaiannya. Mitologi
menjadi bersifat ke-Tuhan-an dan mulia, rajas membuat
berisi penjelasan filsafat dengan cara penceritaan
manusia menjadi egois dan hati-hati, dan tamas membuat
kehidupan legendaris dari dewa-dewi, orang-orang
manusia menjadi buas dan bodoh. Lihat Sri Svami Sivananda,
suci, atau makhluk-makhluk sakti lainnya. Ritual
op. cit., hlm. 187-188.
28
K.C. Pandey, An Outline of History of Śaiva Philosophy
adalah bentuk nyata dari filsafat yang dapat
(Delhi: Motilal Banarsidass, 1986).
dipahami oleh setiap orang. Ritual pada umumnya
29
Ketiga pokok filsafat Śiva bukan aliran yang
berlawanan, tetapi bagian mendasar dari seluruh organik yang
harus dilalui secara berurutan. Masing-masing filsafat bertujuan
membawa pengikutnya sampai dengan tahap tertentu dari
seluruh jalan menuju emansipasi akhir, yakni kesunyatan
tertinggi (Kesatuan dengan Śiva).
22
Ibid., hlm. 24-25.
O.D.P. Sihombing, op. cit., hlm. 41.
I Ketut Madra, op., cit, hlm. 4.
25
Sri Svami Sivananda, op. cit., hlm. 153.
23
24
96
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
Selama perkembangannya filsafat Śiva
Berdasarkan
karakter
dan
sifat
kemudian terbagi menjadi 92 aliran yang terpisah,
perwujudannya Śiva dalam mitologinya terdiri dari
tetapi semuanya tetap di bawah tiga pokok filsafat
lima mūrti yakni: Anugrahamūrti (sebagai pemberi
Śiva seperti yang telah dijelaskan Abhinavagupta.
anugerah), Samhāramūrti (sebagai dewa perusak),
Diantara ke-92 aliran Śiva terdapat beberapa
Bhiksatanamūrti (sebagai pengemis), Nrttamūrti
golongan yang terkemuka. Golongan-golongan
(sebagai ahli tari), Daksinamūrti (sebagai ahli
tersebut tersebar di seluruh kawasan India dan
musik, filsafat, dan samadi), serta Maheśamūrti
menjadi identitas khas dari perkembangan Śivaisme
(sebagai dewa tertinggi).31 Perwujudan lain dari
di wilayah yang bersangkutan. Di daerah Tamil
Śiva termanifestasikan dalam beberapa kisah di
Nadu (India bagian selatan) aliran Śiva yang
Śiva Purāna seperti: Śiva sebagai lima inkarnasi
terkemuka meliputi golongan Brāhmana Smarta,
Brāhma, Śiva dalam delapan perwujudan rupang,
Brihatcaranam, Wathimar, Astasāhasram, Coliya,
Śiva sebagai Sembilan avatāra, sampai seribu
dan Gurukkal. Khusus Brāhmana Smarta para
perwujudan lain.
penganutnya mengenakan bhisma tīlaka berupa
Mitologi Śiva juga menyangkut laksana
tiga garis mendatar di dahinya. Di daerah Malabar
atau atribut yang ia kenakan. Laksana adalah tanda
aliran Śiva yang berkembang adalah dari golongan
khusus dari mūrti atau perwujudan dewa. Laksana
Nambudiri, Muse, dan Embantiri, sedangkan di
mencakup benda-benda yang dipegang, jenis
Benggala meliputi sekte Cakrawati, Cunder, Roy,
pakaian tertentu yang dikenakan, serta ciri tubuh
Ganguli, Coudhury, Biswa, Bagci, Majumdar, dan
tertentu yang dimiliki tiap dewa. Laksana dalam
Bhattacarji.
pengarcaan dewa-dewi merupakan tanda yang
Filsafat Śiva yang terkemuka Di
membedakan antara dewa yang satu dengan yang
Karnataka antara lain Hawiga, Kota, Śiwali, Tantri,
lain. Śiva dalam berbagai perwujudannya memiliki
Kardi, dan Padya, sedangkan aliran Śiva dari
banyak laksana. Laksana yang dikenakannya juga
daerah Telugu Smarta meliputi sekte Murkinadu,
berbeda-beda yang disesuaikan dengan karakter
Welandu, Karanakammalu, Puduru Drawidi,
Śiva yang digambarkan. Terdapat beberapa laksana
Telahanayam, Konasimadrawidi, dan Aruwela
yang menjadi ciri khas pada berbagai perwujudan
Niyogi. Aliran filsafat Śiva lainnya adalah Lingayat
Śiva, antaralain Jatāmakuta, Trinetra, Bhisma
yang banyak dijumpai di daerah Mysore dan
Tilak, Ajina, Damaru, Ardhacandrakapāla, Trisula,
Karnataka. Pengikunya memakai kalung dengan
Kundala, serta Trisula.
hiasan berupa Linga Śiva berukuran kecil.
Jatāmakuta merupakan pintalan rambut
Golongan Akas Mukhi, Gudara, Jangama,
berbentuk mahkota atau sorban. Pada pengarcaan
Karalingi, Nakhi, Rukhara, Sukhara, Urdhabahu,
Śiva atribut ini berbentuk meninggi, semakin keatas
dan Ukkara juga termasuk dalam aliran filsafat
semakin kecil bentuknya. 32 Istilah yang sama dapat
Śiva yang sedang berkembang di kawasan India.
ditemukan pada Cotī atau Sīkhā, yakni jumbai
Dari keseluruhan filsafat Śiva yang telah
rambut para Brahmāna. Jumbai rambut dalam
dijelaskan, secara umum di India terdapat tiga
kepercayaan Hindu memiliki fungsi ilmiah serta
bentuk utama filasat Śiva, yakni Vīra-Śiva dari
bersifat religius.
Deccan-Karnataka, Śiva-Siddhānta dari Tamil
Śiva dalam berbagai wujudannya sering
Nādu, dan Advaita Śiva dari Kashmir.30 Masingdicirikan memiliki trinetra atau mata ketiga. Kitab
masing dari ketigannya berkembang di kawasan
Mahābhārata menceritakan bahwa mata ketiga
India bagian tengah, selatan, dan utara. Tiap
Śiva muncul berawal ketika kedua matanya tertutup
pengikutnya adalah wujud representatif dari
oleh kedua tangan Parvatī, saat itu keduanya
tahapan-tahapan sistem pokok Vedanta dengan
tengah asyik bercengkrama. Peristiwa tersebut
tujuan akhir yakni tahap advaita (monisme).
mengganggu keadaan dunia, sehingga untuk
mengembalikan dunia dalam keadaan semula,
maka Śiva menciptakan mata ketiga dikeningnya.33
Mitologi Śiva
Sebagai dewa tertinggi dalam kepercayaan
Mitologi Hindu menceritakan bahwa jika Śiva
agama Hindu, Śiva memiliki nama dan perwujudan
membuka mata yang ketiga, maka ketiga dunia
yang
beranekaragam.
Perwujudan tersebut
yang terdiri atas Ādhyātmika, Ādhidaiwika, dan
disesuaikan dengan tugas dan kelebihan sifatĀdhibhauthika akan musnah terbakar.34
sifatnya. Di dalam kitab Śiva Purāna Śiva
Bhisma Tilaka35 adalah tanda berupa tiga
diceritakan
memiliki
1008
nama
garis mendatar yang terbuat dari abu suci atau
(Śivasahasranama) dengan perwujudan yang
berbeda-beda. Mitologi Śiva banyak dijelaskan
31
Myths and Symbols in Indian Art and Civilization
dalam beberapa kitab kuno agama Hindu. Kitab
(Washington D.C.: Bollingen Foundation, 1946), hlm. 126.
tersebut antaralain: Brāhmana, Mahābhārata,
32
Ratnaesih Maulana, op. cit., hlm. 115.
33
Purāna, dan Āgama.
Op. cit., hlm. 18.
34
Sri Svami Sivananda, op. cit.,, hlm. 154-156.
Tilaka adalah suatu tanda keberuntungan bagi umat
Hindu yang diletakkan pada dahi. Bahannya terbuat dari bubuk
35
30
I Ketut Madra, op. cit., hlm. 4.
97
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
bhisma. Dalam pengarcaan Śiva, posisi bhisma
hilang dan mati”. Ketika bagaian tubuhnya tinggal
tilaka sama dengan letak trinetra, yakni pada
seperenambelas, maka Santiran disaranakan oleh
bhrūmadhya (titik tengah kening) kepala Śiva.
Brahmā untuk datang ke gunung Kailasa dan
Tilaka dalam bentuk bhisma bermakna sebagai titik
mengadakan pemujaan kepada Śiva. Śiva kemudian
tempat terbukanya mata spiritual. 36 Tanda dahi
berbelas kasih, ia mengambil bagian tubuh Santiran
tersebut juga merupakan ciri khas dari para
dan diletakkan didalam rambutnya.44
penganut Śiva, terutama bagi para Brahmāna dari
Sebagai wujud Mahādeva, Śiva selalu
Tamil Nadu yang disebut sebagai Smarta. 37
mengenakan atribut anting atau kundala. Beberapa
Ajina (kulit harimau) adalah laksana Śiva
jenis kundala, antara lain; patrakundala (berbentuk
yang bermakna nafsu. 38 Kitab Suprabhēdāgama
hiasan daun), makarakundala (berbentuk makara),
menguraikan mengapa Śiva mengenakan pakaian
sankhapatrakundala (berbentuk rumah siput yang
kulit harimau. Dalam kitab tersebut diceritakan
telah diiris), ratnakundala (anting dari bahan
Śiva pergi ke hutan dengan menyamar sebagai
manikam), dan sarpakundala (berbentuk ular).45
seorang pengemis. Istri para pendeta yang
Khusus mengenai uraian hiasan berupa ular pada
kebetulan melihatnya jatuh cinta, sehingga para
atribut Śiva dapat ditemukan dalam kitab
pendeta marah dan dengan kekuatan magisnya
Suprabhēdāgama dan kitab Mātsya Purāna.46
mereka menciptakan harimau untuk menyerang
Dalam bentuk dan ukuran yang lebih kecil kundala
Śiva. Oleh Śiva harimau itu dapat dibinasakan dan
atau anting juga disebut sebagai naksatrakundala. 47
39
kulitnya dijadikan pakaian.
Śiva dalam berbagai pengarcaannya juga
Śiva sebagai Mahādeva mengenakan
mengenakan atribut berupa Hāra, yakni kalung ular
atribut berupa pakaian dari kulit kijang. Kitab
cobra yang melilit pada lehernya. Seperti dalam
Suprabhēdāgama menguraikan bahwa setelah Śiva
kisah kundala dalam bentuk ular, cerita mengenai
berhasil mengalahkan harimau yang diciptakan
hiasan berupa ular pada atribut Śiva dapat
melaui sihir para pendeta, maka para pendeta
ditemukan dalam kitab Suprabhēdāgama dan kitab
kembali menciptakan kijang dan parasu40, namun
Mātsya Purāna.
Śiva tetap dapat melumpuhkan serangan tersebut,
Aksamālā (tasbih) merupakan laksana
sehingga kijang dan parasu menjadi dua diantara
yang dipegang oleh Śiva, Brahmā, Sarasvatī,
beberapa laksana Śiva. 41
Agastya dan para rsi. Atribut aksamālā bermakna
Ardhacandra (bulan sabit) dan Kapāla
sebagai perlambang waktu.48 Beberapa pengarcaan
(tengkorak) atau Ardhacandrakapāla merupakan
Śiva seperti dalam wujud Mahādeva umumnya
salah satu jenis dari Mauli.42 Dalam agama Śiva,
mengenakan aksamālā dengan cara dikalungkan
Ardhacandra merupakan lambang kehidupan,
pada tubuh bagian atas, lengan dan pergelangan
sedangkan kapāla bermakna sebagai lambang
tangan.
kematian. Isi kitab Kamikagāma menceritakan
Triśūla merupakan laksana Śiva berwujud
mengapa dalam pengarcaannya Śiva selalu
tombak berujung tiga yang melambangkan Triguna
mengenakan hiasan pada ujung jatāmakuta-nya43.
(tali tiga ikatan yang mengikat roh) yakni Sattva,
Dikisahkan seorang putra Brahmā
Rajas, dan Tamas.49 Sattva adalah keseimbangan
bernama Datohan, menikahkan keduapuluhtujuh
yang terwujud sebagai kemurnian sinar dan
putrinya dengan Santiran sang dewa bulan. Selama
keselarasan. Rajas adalah aktivitas yang dinyatakan
pernikahannya Datohan lebih memperhatikan dua
sebagai rāga-dwesa (lawan kata: suka-tidak suka,
istrinya, yakni Kartikai dan Rogini, dan
cinta-benci, bahagia-sedih, dsb). Tamas adalah
mengabaikan istri-istrinya yang lain. Melihat hal
yang membelenggu dalam kelesuan, kemalasan,
itu Datohan marah dan mengutuk Santiran dengan
kebodohan. 50 Śiva dalam berbagai wujudnya
perkataan “Keenambelas bagian tubuhmu akan
dicirikan dengan tangan kanan yang memegang
hilang satu persatu sampai akhirnya engkau akan
triśūla.
Damaru adalah genderang kecil yang
bagian tengahnya berbentuk menyempit.51 Pada
kayu cendana, abu suci, dan serbuk kunyit merah (kumkuma).
ikonografi Śiva sebagai Mahādeva, atribut damaru
Lihat Sri Svami Sivananda, op. cit., hlm. 154-156.
36
biasa diikatkan pada tiang Triśūla. Perwujudan
Sri Svami Sivananda, op. cit., hlm. 154-156.
37
I Ktut Subagiasta, op. cit., hlm. 27.
Moertjipto dan Bambang Prasetyo, Mengenal Candi
Siwa Prambanan dari Dekat (Yogjakarta: Kanisius, 1994). Hlm.
48.
39
Ratnaesih Maulana, op. cit., hlm. 18.
40
Parasu adalah kapak perang yang terbuat dari logam
tipis dengan pegangan dari kayu.
41
Ratnaesih Maulana, op. cit., hlm. 20.
42
Mauli adalah hiasan rambut yang digunakan dalam seni
arca Hindu. Fungsinya sebagai salah satu ciri khas tokoh dewa
yang diarcakan. Lihat Ratnaesih Maulana, op. cit.,, hlm. 49.
43
Jatāmakuta: Hiasan berupa rambut yang dipintal dan
disusun meninggi atau membulat menyerupai mahkota.
38
44
Ratnaesih Maulana, op. cit., hlm. 20-21.
Ibid., hlm. 48-49.
46
Ibid., hlm. 19-20.
47
Ratnaesih Maulana, Śiva dalam berbagai wujud: Suatu
Analisis Ikonografi di Jawa Masa Hindu-Budha (Jakarta: UI,
1992), hlm. 355.
48
R.S. Gupte, op. cit., halaman 22.
49
Ibid., hlm. 18.
50
Sri Svami Sivananda, op. cit., hlm. 187-188.
51
Ratnaesih Maulana, Ikonografi Hindu (Jakarta: Fakultas
Sastra UI, 1997), hlm. 40.
45
98
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
Śiva sebagai Nataraja (raja tari yang mengitari
dan pemujaan. Mereka hanya memuja Śiva dalam
alam semesta) juga mengenakan atribut damaru.
bentuk lingga, mengenakan lingga sebagai hiasan
leher, menjadi petapa keliling, serta melaksanakan
veganisme, yakni tidak memakan daging secara
Ritual Śivaisme
Ritual adalah perilaku yang diatur secara
ketat.
ketat sesuai dengan ketentuan agama yang berlaku.
Salah satu bentuk ritual dan pemujaannya
Tiap pemeluk agama mempercayai jika ritual
kelompok mantramārga dapat terlihat pada sekte
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan akan
terbesarnya yakni Śiva Siddhānta. Pengikut Śiva
mendatangkan sesuatu yang bersifat sakral dan
Siddhānta melakukan jalan pembebasan melalui
menciptakan keberkahan. 52 Di dalam Śivaisme,
empat jenis ritual dan pemujaan, yakni: charya
ritual dan pemujaan terdiri atas berbagai macam
(pengabdian di kuil Siva), kriya (jalan bhakti
jenis dan cara. Keanekaragaman ritual tersebut
kepada rupang Śiva, membaca mantra, nyayian,
dilatarbelakangi oleh banyaknya sektarian serta
dan kisah suci Śivaite), yoga (meditasi dan
cabang filsafat dalam Śivaisme.
kontemplasi), dan Jnana (jalan pengetahuan).
Alexsis Sanderson dalam kepustakaannya
Ritual Purānic Śivaisme sebagian besar
membagi bentuk ritual dan pemujaan Śiva kedalam
bersumber pada kitab Śiva Purāna. Kitab tersebut
dua bagian yakni Śiva purāna dan non purāna.
menyebutkan ada tiga cara menuju pembebasan
Pemujaan dengan model purāna hingga sekarang
jiwa dan penyatuan dengan Śiva. Cara tersebut
berkembang menjadi bentuk populer dari pemujaan
meliputi mananam, sravanam dan kirtanam. Cara
Śiva secara umum, sedangkan bentuk non purāna
pertama adalah mananam, yakni mengucapkan
terbagi menjadi dua bagian yakni atimārga dan
mantra, pujian atau doa-doa untuk Śiva,
mantramārga. Kelompok klan atimārga adalah
merenungkan kebesaran Śiva dan mantra-mantra
golongan Śivaite yang mencari pembebasan dengan
sucinya. Cara kedua adalah Sravanam, yakni
cara mengikuti jalan luar yang lebih tinggi yakni
mendengar kitab-kitab, cerita, mantra dan puja Śiva
keluar dari sistem dan tata cara ritual model zaman
dari orang lain. Cara ketiga adalah Kirtanam, yakni
Brahmāna, sedangkan kelompok mantramārga
melantunkan pujian kepada Śiva secara individual
adalah golongan Śivaite yang mencari pembebasan
maupun komunal (Bhajan).
disertai tujuan duniawi melalui jalan mantra.
Sekte-sekte utama dari golongan atimārga
Penutup: Kesimpulan dan Implikasi
meliputi: Pāśupata, Lākula, Kālāmukha serta
Tradisi Śivaisme merupakan salah satu
Lińgayat, sedangkan sekte yang tergabung dalam
unsur keagamaan tertua di India. Śivaisme berbeda
kelompok mantramārga meliputi: Kāpālika, Śiva
dengan Vedisme, Jainisme, maupun Buddhisme.
Siddhānta, Kaula, Trika, dan Aghori. Tiap-tiap
Perkembangannya memiliki sejarah tersendiri yang
sekte memiliki inisiasi, ritus, dan bentuk kultus
terpisah dari ajaran-ajaran lain, meskipun hingga
pemujaan Śiva secara khusus. Ritus dan pemujaan
sekarang Śivaisme tetap menjadi bagian dari
tersebut berfungsi sebagai jalan pengantar menuju
trimūrti agama Hindu.
mukti (pembebasan hidup) dan bhukti (tujuan lain
Jauh sebelum lahirnya konsep trimūrti,
selain pembebasan, misal: keduniawian).
benih-benih Śivaisme sejatinya telah ada sejak
Bentuk pemujaan dan ritus khusus yang
bangsa Dravida membangun peradaban kuno di
dipraktekkan kelompok atimārga terlihat pada
lembah sungai Indus (3000-2000 SM), bahkan di
bagaimana cara klan Pāśupata, Lākula, Kālāmukha
dalam peradaban sungai Indus kuno (Mohenjodaro
memperoleh jalan pembebasan hidup. Ketiganya
dan Harappa) terdapat kenyataan penting yang
melakukan pembebasan diri melalui pelepasan tiga
menunjukkan Śivaisme memiliki sejarah jauh
ikatan hidup, yakni: anava (egoisme), karma dan
kebelakang menuju abad Chalcolithic.
maya. Pelepasan tiga ikatan dilakukan dari dua sisi,
Perkembangan tradisi Śivaisme di India
yakni secara internal (diri sendiri) dan eksternal
bahkan terus berkembang pada tiap periode zaman
(dihadapan publik).
yakni dari periode Veda Samhita (1500-1000 SM),
Dari sisi internal pengikut Pāśupata, dan
Brahmāna (1000-750 SM), Upanisad (750-500
Kālāmukha mempraktekkan hidup sederhana
SM), Sutra (500 SM-500 M), abad pertengahan,
melalui jalan yamas (meditasi), nimayas (tidak
bahkan hingga abad ke-20. Hal tersebut dibuktikan
menyakiti), kundalini-yoga, serta hidup memintadengan banyaknya aliran sektarian yang berunsur
minta, sedangkan dari sisi eksternal mereka banyak
Śivaisme, misalnya: Pāśupata, Lākula, Kālāmukha,
melakukan praktek kontroversial di depan umum
Lińgayat, Kāpālika, Śiva Siddhānta, Kaula, Trika,
seperti tertawa, menyanyi, menari, berpakaian
Aghori, serta Purānic Śivaisme. Khusus untuk
aneh, dan tingkah laku asing lainnya. Pengikut
perkembangan tradisi Śivaisme di abad ke-20 dapat
Lińgayat memiliki cara yang berbeda dalam ritual
dilihat pada kota Benares yang memiliki kurang
lebih 2000 kuil untuk pemujaan Śiva.
52
Djamari, Agama dalam Perspektif Sosiologi (Jakarta:
DEBDIKBUD, 1988), hlm. 34.
99
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 1, No. 1, Januari 2013
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India
Eksistensi tradisi Śivaisme di sebagian
Stutley, Margareth. 1980. The Illustrated
besar wilayah India tersebut disebabkan karena
Dictionary of Hindu Iconography. London:
orang-orang Śivaite tetap menjaga bagian inti dari
Routledge & Kegan Paul.
tradisi keagamaan Śiva-nya, terutama yang terkait
Tanpa penulis. 1946. Myths and Symbols in
dengan sistem nilai budaya, keyakinan keagamaan,
Indian
Art and Civilization. Washington D.C.:
serta adat-istiadat yang telah menjadi tradisi
Bollingen Foundation.
penganut Śivaisme. Bentuk implkasi yang
diterapkan oleh para penganut Śivaite agar ajaran
Kumar, Nitin. 2006. The Forms of Shiva in
Śivaisme tetap eksis adalah tetap menjaga
Visual
Arts. Exotic India: India.
kemurnian dari filsafat, ritual, dan mitologi tradisi
keagamaan Śiva secara konsekuen.
. 2003. The Shiva
Linga
Images
of
Cosmic
Manhood in Art and
DAFTAR PUSTAKA
Mythology. India: Exotic India Art.
Gupte, R.S. 1972. Iconography of Hindus,
P.C., Jain dan Daljeet. 2004. The Iconographic
Buddhists, and Jains. Bombay: D.B. Taraporevala.
Genesis of Shiva. India: Exotic India Art.
Hartog, P. Den . Asia Selatan dan Asia Timoer.
Amsterdam-Soerabaia: GEBR. GRAUW‟s.
Harun Hadiwijono. 1975. Agama Hindu dan
Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
. 1979. Sari Filsafat
India. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Lorenzen, David N. 1972. The Kapalikas and
Kalamukhas: Two Lost Sivait Sects. Berkeley:
University of California Press.
Macdonell, Arthur Anthony. 1974. A Practical
Sanskrit Dictionary. Oxford University Press.
Madra, I Ketut. 2007. Intisari ajaran Śaiva
Advaita. Surabaya: Paramita.
Maulana, Ratnaesih. 1997. Ikonografi Hindu.
Jakarta: Fakultas Sastra UI.
Narayana, Bhagavan Sathya. 1998. TanyaJawab ajaran Hindu: Pengenalan Etika dan
Filsafat Hindu (Upadesamrta) Buku II. Surabaya:
Paramita.
Pandey, K.C. 1986. An Outline of History of
Śaiva Philosophy. Delhi: Motilal Banarsidass.
Rai Sudharta, Tjok. 1993. Śivaratri: Makna
dan Upacara. Denpasar: Upada Sastra.
Rao, Gopinatha. 1968. Elements of Hindu
Iconography I. New Delhi: Motilal Banarsidass.
Rao, V.V.B. 2008. Śiva Purāna. Surabaya:
Paramita.
Sihombing, O.D.P. 1960. India: Sejarah dan
Kebudajaannya. Bandung: Sumur.
Sivananda, Sri Svami. 1993. Intisari Ajaran
Hindu. Surabaya: Paramita.
100
Download