BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Dari hasil penelusuran penulis melalui media internet, penulis hanya menemukan satu penelitian yang hampir sama dengan penelitian penulis, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hidayat pada tahun 2012, dengan judul penelitian “ Eksistensi penyimpangan Agama Islam dalam novel jihad terlarang” karya Mataharitimoer. Dari hasil penelitian tersebut ia berkesimpulan bahwa penyimpangan ajaran agama Islam yang terdapat dalam novel “Jihad Terlarang” karya Mataharitimoer, Diantaranya adalah masalah kewajiban taat dan patuh kepada pemimpin dan larangan mengkritik, masalah larangan jatuh cinta dan pemaksaan menikah oleh pimpinan, berdakwah dengan cara kasar, mencaci orang di luar gerakan atu kelompok dengan menganggap kafir, tidak mengikuti aturan pemerintah. Dalam novel jihad terlarang tersebut memberikan interpretasi bahwa terdapat ajaran kelompok-kelompok Islam garis keras yang di dalam kegiatannya banyak melanggar ajaran agama Islam. Selian itu juga terdapat ajaran tentang mendirikan Negara Islam di Indonesia(NII). Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan ajaran agam Islam dalam novel Jihad Terlarang adalah (1) kebutuhan hidup yang 8 9 berupa harta yang bersifat dunawi (2) usaha mempertahankan dan mendapatkan Jabatan.1 Dari hasil penelusuran tersebut penulis berkesimpulan bahwa belum ada penelitian yang secara spesifik membahas tentang “Wacana Jihad Dalam Novel Pengantin Teroris (Memoar NA) Karya Abu Ezza”. B. Deskripsi Teoritik Untuk memudahkan pembaca dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis memandang penting untuk menjelaskan istilah-istilah dalam judul penelitian ini : 1. Pengertian-pengertian a. Pengertian Wacana Istilah wacana dipakai sebagai terjemahan dari bahasa Inggris yakni discourse, yang artinya kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya. Kata discourse berasal dari bahasa latin discursus yang berarti lari kian-kemari (yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda, dan currere lari). Sebuah tulisan adalah wacana, tetapi yang dinamakan wacana itu tidak hanya sesuatu yang tertulis, namun ada juga wacana lisan seperti pidato.2 1 Hidayat, “Eksistensi Penyimpangan ajaran agama Islam dalam novel jihad terlarang”karyaMataharitimoerhttp://bangpek-kuliahsastra. blogspot. com/2012/02 /abstrak eksistensi-penyimpangan-ajaran.html diakses pada tanggal 25 Mei 2013. Pukul 09.00 wib. 2 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006, h.10. 10 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana adalah komunikasi verbal, percakapan, keseluruhan tutur merupakan satu kesatuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah. 3 Henry Guntur Tarigan mendefinisikan bahwa istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah, dan sandiwara atau lakon. 4 Sementara itu, Samsuri menyatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.5 Dalam pengertian yang lebih sederhana wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Teori wacana menjelaskan sebuah peristiwa yang terjadi seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan, sehingga dinamakan dengan analisis wacana. 6 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:: Persero Balai Jakarta, Edisi ke 3 ; 2005, h.1264. 4 5 6 Alex Sobur, Analisis…h. 10. Ibid. Ibid,. h. 11. 11 Dari beberapa definisi tentang wacana, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana merupakan upaya pengungkapan makna atau ide, baik itu secara lisan maupun tulisan yang diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan berbagai macam pemahaman yang tersebar luas. b. Model Analisis Wacana Banyak cara untuk melakukan sebuah penelitian komunikasi khususnya terhadap media massa, salah satunya adalah Analisis Wacana. Analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Adapun model-model analisis wacana sebagai berikut: 1. Model Analisis Wacana Halliday. Halliday melihat sebuah bahasa sebagai semiotika sosial, bahasa sebagai semiotika sosial berarti menefsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan. Dalam pandangan Halliday situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi, konteks sosial merupakan keseluruhan lingkungan baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Untuk memahami sebuah teks, maka diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan 12 konteks budayanya. Halliday membagi konteks situasi menjadi tiga unsur yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan mode wacana7. Model analisis ini mencakup tiga unsur yaitu : a. Medan wacana (field of discourse) : tindakan sosial yang sedang terjadi atau dibicarakan, aktivitas di mana para pelaku terlibat di dalamnya, serta praktik-praktik yang terlihat dalam teks. b. Pelibat wacana (tenor of discourse) : pihak-pihak pembicara dan sasaran yang terlibat dalam pembicaraan serta kedudukan dan hubungan antar mereka. Termasuk menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan dalam teks (berita), sifat orang-orang itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya. c. Mode wacana (mode of discourse) : pilihan bahasa masing-masing media, termasuk gaya bahasa yang digunakan bersifat eksplanatif, deskriptif, persuasif, hiperbolis, dan lainnya serta bagaimana pengaruhnya. 8 2. Model Analisis Wacana Norman Fairclough Fairclough membangun suatu model yang menjelaskan wacana sebagai perpaduan linguistik dan pemikiran-pemikiran sosial politik yang memusatkan perhatian pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial yang merefleksikan sesuatu. Adapun unsur-unsur dalam model analisis ini sebagai berikut: a. Teks Teks bukan hanya menunjukkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Disini dilakukan 7 Agus Santoso, Jejak Halliday dalam Lingustik Kritis dan Analisis Wacana Kritis, terarsip di, http://sastra.um.ac.id. isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/36108115.pdf ,di akses, Selasa, 11/09/2012, Pukul 09.30 wib. 8 Rachmat Kriyantono, Teknik…h. 261. 13 analisis linguistik pada struktur teks untuk menjelaskan teks tersebut, yang meliputi kosakata, kalimat, proposisi, makna kalimat dan lainnya. b. Praktik Wacana Praktik wacana merupakan dimensi yang berkaitan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks pada dasarnya dihasilkan lewat proses produksi, seperti pola kerja, bagan kerja dan rutinitas dalam menghasilkan sebuah teks. Konsumsi dapat dihasilkan secara personal atau kolektif. c. Praktik Sosial Budaya Praktik sosial budaya ini melihat bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat, di mana dimensi ini melihat konteks di luar teks, antara lain sosial, budaya, atau situasi saat wacana itu dibuat.9 3. Model Analisis Wacana Van Dijk Menurut Van Dijk penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks dihasilkan dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur atau tingkatan, yang saling medukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan yaitu: a. Struktur makro Struktur makro merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana tidak hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. b. Superstruktur Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. 9 Ibid,h. 262-263 14 c. Struktur mikro Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai dan sebagainya. 10 c. Pengertian Jihad Kata jihad berasal dari bahasa Arab jahada, yang mengandung makna “berjuang” atau “berupaya dengan sungguh-sungguh.” Secara etimologi jihad adalah mencurahkan segala kemampuan dan daya upaya. 11 Sedangkan jihad secara terminologi, berarti perjuangan sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang dimilik untuk mencapai tujuan, khususnya dalam mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keluhuran, atau mengajak kepada agama yang benar. 12 Sementara itu dalam pengertian syar’i jihad berarti mengerahkan segala kemampuan dan kekuatan untuk berjuang di jalan Allah dengan jiwa, harta lisan dan sebagainya. 13 Ibnu Rusyd berpendapat bahwa jihad adalah mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapai ridha Allah. Sedangkan Barusuwi mengatakan bahwa jihad fi sabilillah 10 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h.73- 74 11 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta : Darul Fikir,2011, h.25. 12 Ma’had Aly, Fiqh Realitas, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2005, h. 103. 13 Ibid. 15 merupakan usaha menghilangkan sifat egoisme untuk mencapai kedamaian. 14 Dalam Islam, jihad merupakan kewajiban semua muslim, baik itu individu maupun masyarakat dalam rangka mengikuti dan mewujudkan kehendak Allah. Untuk memimpin kehidupan yang baik dan memperluas komunitas Islam melalui pendidikan, nasihat, tulisan, maupun dengan membelanjakan harta benda15. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:16 Artinya : “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.17 Ayat di atas memerintahkan untuk berjihad baik itu dalam keadaan bersemangat ataupun dalam keadaan tidak bersemangat. Baik dengan harta 14 Ibid. 15 Amir Mahmud, Islam dan Realitas Sosial, Jakarta: Edu Indonesia Sinergi, 2005, h.144. 16 Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an Seven in One, Damaskus : Almahira, 2004, h. 195. 17 At-Taubah[9]:41, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah, Jakarta:Pena Pundi Aksara, 2002,h.194. 16 maupun jiwa. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap orang-orang munafik, yaitu mereka yang enggan pergi berperang.18 Berjihad tidak harus dengan menggunakan pedang dan menumpahkan darah seperti yang dipahami oleh sebagian orang. Jihad meliputi usaha dengan mengerahkan segala daya upaya dan menahan diri dari kesulitan-kesulitan, serta tegar menghadapi musuh. Kata yang sama untuk perang adalah al-harb dan alQital. Dalam al-Qur’an kata jihad sebagai perang suci yang digunakan sehubungan dengan mengorbankan semangat untuk mempertahankan diri dari agresi atau menyatakan perang dalam situasi yang tidak dapat dihindari manakala terjadi serangan musuh.19 c. Pengertian Novel dan Jenis-jenis novel Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis, biasanya dalam bentuk cerita. Umumnya novel bercerita tentang kehidupan seharihari dan mengungkapkan aspek kemanusiaan yang disajikan lebih mendalam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian kehidupan seseorang dengan 18 Imam Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain dan Asbabun Nuzul, Bandung: : Sinar Baru Algensindo, 2003, h. 736 19 A.Rahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta: RajaGrafindo, 2002, h.549. 17 orang yang ada disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. 20 Menurut Muchtar Lubis dalam Tarigan cerita novel itu ada bermacam-macam, antara lain: 1. Novel avonuter adalah bentuk novel yang dipusatkan pada seorang lakon atau tokoh utama. Ceritanya dimulai dari awal sampai akhir para tokoh mengalami rintangan-rintangan dalam mencapai maksudnya. 2. Novel psikologi merupakan novel yang penuh dengan peristiwaperistiwa kejiwaan para tokoh. 3. Novel detektif adalah novel yang merupakan cerita pembongkaran rekayasa kejahatan untuk menagkap pelakunya dengan cara penyelidikan yang tepat dan cermat. 4. Novel Politik atau novel sosial adalah bentuk cerita tentang kehidupan golongan dalam masyarakat dengan segala permasalahannya, misalnya antara kaum masyarakat dan buruh dengan kaum kapitalis terjadi pemberontakan. 5. Novel kolektif adalah novel yang menceritakan pelaku secara kompleks (menyeluruh) dan segala seluk beluknya. Novel kolektif tidak mementingkan individu masyarakat secara kolektif. 21 Sedangkan menurut Jakob Sumardjo dan Saini K.M, jenis novel adalah sebagai berikut: 1) Novel Percintaan Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara seimbang bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. 2) Novel Petualangan Novel petualangan sedikit sekali memasukan peranan wanita. Jika wanita di sebut dalam novel ini maka penggambarannnya kurang berkenan. Jenis novel ini adalah bacaan pria. Karena tokoh-tokohnya 20 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…h. 788. Perpustakaan Indonesia Online, terarsip di http://elmubahasa. wordpress.com /2009/12/06/jenis-jenis-novel/, di akses, 7 Mei 2013 wib. 21 18 adalah pria, dan dengan sendirinya banyak masalah untuk laki-laki yang tidak ada hubungannya dengan wanita. 3) Novel Fantasi Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini menggunakan karakter yang tidak realistis, setting, dan plot yang juga tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penelitinya. 22 d. Pengertian Terorisme Terorisme berasal dari bahasa Latin terrere yaitu menggetarkan. Pengertian terorisme digunakan untuk menggambarkan sebuah serangan yang disengaja terhadap ketertiban dan keamanan umum. Terorisme juga dapat diartikan menakut-nakuti atau menyebabkan ketakutan, sedangkan teroris berarti orang atau pihak yang menimbulkan ketakutan pada pihak lain. Terorisme pada mulanya berupa tindakan kekerasan yang disertai dengan sadisme, dan dimaksudkan untuk menakut-nakuti lawan. Terorisme merupakan tindakan perotes yang dilakukan oleh negara-negara atau kelompok-kelompok kecil. Pengertian terorisme sangat beragam karena penafsiran terorisme disesuaikan dengan pihak tertentu.23 Secara etimologis, terorisme memiliki beberapa pengertian yakni : 1. Attitude d’intimidation (sikap menakut-nakuti) 22 23 Ibid. Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-kabar Kekerasan dari Bali,Yogyakarta : LKiS, 2007, h.13-14. 19 2. Use of violence and intimidation, especially for political purpose (penggunaan kekerasan dan intimidasi, terutama tujuan-tujuan politik). 3. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik) praktek-praktek tindakan terror.24 Adapun secara terminologi terorisme menurut versi FBI (Federal Bureau of Investigation) atau Penyelidikan Federal : “ Terrorism is the unlawful use of of force or violence against person or property to intimidate or coecrce a government, the civilian population , or any segment, in furtherance of political or social objectives” ( Terorisme adalah tindakan kekerasan yang melanggar hukum dilakukan terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi pemerintah, penduduk sipil atau segmen lainnya dalam rangka mencapai tujuan politik dan sosial). Pengertian FBI ini mengedepankan faktor hukum dan politik yang berlaku dalam suatu negara. Dalam negara ada instansi yang memiliki kewenangan menggunakan cara-cara kekerasan (force) dalam menjalankan tugasnya, misalnya Polisi. Polisi dibenarkan membubarkan aksi demonstran yang anarkis dengan semprotan gas air mata, peluru karet, bahkan peluru tajam 24 Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Persfektif Hukum Islam, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, h.79. 20 sesuai dengan protab yang berlaku jika aksi-aksi demo tersebut dapat membahayakan keselamatan banyak orang.25 Dalam Perpu nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 6 berbunyi : setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik.26 Sedangkan menurut Departemen Pertahanan USA, terorisme merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan dan paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama dan ideologi atau bisa diartikan sebagai tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berlatar belakang politik atau kekuasaan dalam suatu pemerintahan negara. 27 25 Ibid, h.82. 26 27 Ibid. Muh.Kurniawan,Jihad Or Terorisme,terarsip di, http: /www. muslimdaily. net/opini/4715/ jihad-or-terorisme , diakses 25 September 2012, pukul 14.15 wib. 21 Dari beberapa definisi terorisme di atas, dapat disimpulkan bahwa terorisme merupakan suatu tindakan kekerasan baik secara fisik maupun psikis, yang mana hal tersebut dapat menimbulkan ketakutan dan kengerian terhadap masyarakat, yang dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun negara. Untuk memperjelas tentang terorisme, maka perlunya kriteria terorisme. Secara eksplisit, suatu tindakan kejahatan yang dikategorisasikan sebagai tindakan terorisme jika memenuhi kriteria antara lain : 1. Adanya tindakan berupa ancaman ataupun kekerasan yang illegal. 2. Tindakan tersebut berdampak pada masyarakat baik fisik, psikis, harta benda mereka maupun fasilitas umum. 3. Menimbulkan ketakutan dan kepanikan sekelompok masyarakat. 4. Adanya tujuan atau kepentingan yang ingin dicapai pelaku pada umumnya bernuansa politik. 5. Korban tindakan tidak selalu berkaitan langsung dengan tujuan yang hendak dicapai. 6. Pelakunya dapat berupa perorangan, kelompok terorganisir ataupun penguasa dalam suatu pemerintahan yang sah. 28 28 Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad…h. 85. 22 2. Jihad dalam perspektif al-Qur’an dan Sunnah Kata jihad disebutkan beberapa kali dalam al-Qur’an dan dipergunakan untuk menjelaskan upaya-upaya orang beriman untuk melawan tekanan dari pihak yang mendesak mereka meninggalkan keimanan mereka, dan untuk mempertahankan diri dari penganiayaan. Pada suatu keadaan, kaum muslimin dianjurkan untuk melawan kebatilan dengan senjata. Sebagaimana Allah swt berfirman : Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar”.29 Ayat tersebut memerintahkan untuk berdakwah dengan sungguhsungguh, jangan menuruti hawa nafsu dan kebatilan orang-orang kafir. Dan mengahadapi mereka secara toral dengan al-Qur’an, karena jihad dengan hujjah dan bukti lebih besar dari pada jihad dengan senjata.30 Ajaran jihad 29 Al-Furqan[25] :52, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.364. 30 Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h.365. 23 dalam al-Qur’an merupakan ajaran agama yang mengandung arti gerakan dan kesungguhan diri sebagai upaya untuk mencapai suatu tujuan. Pada dasarnya perintah jihad dikobarkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, terutama dalam mencapai tujuan hidup beragama. Jihad dalam al-Qur’an banyak ditemukan dalam ayat-ayat periode Madinah, sedangkan periode Mekkah sangat sedikit sekali. Hal ini menunjukkan bahwa jihad dalam Islam, terutama jihad sebagai upaya perlawanan terhadap serangan musuh dari orang-orang non muslim baru dianjurkan setelah mendapat tantangan serius di Madinah. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan tersebut Allah swt mensyariatkan ajaran jihad.31 Jihad yang dianjurkan al-Qur’an pada periode Mekkah adalah jihad dalam bentuk pengendalian diri, berdakwah dan bersikap sabar terhadap tantangan yang dilancarkan oleh orang-orang non muslim, serta menghindari diri dari semua bentuk konfrontasi fisik. 32 Hal ini sejalan dengan firman Allah swt dalam al-Quran: 31 Rohimin, Jihad Makna dan Hikmah, Jakarta : Erlangga, 2006, h. 19. 32 Ibid, h. 20. 24 Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya”.33 Dalam ajaran Islam, jihad merupakan sesuatu yang pokok untuk menjaga kelestarian Islam. Dalam Islam jihad sangat dianjurkan, baik oleh alQur’an maupun hadist Nabi. Sebagaimana ayat yang terdapat dalam alQur’an:34 Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.35 Jihad disyariatkan pada tahun ke-2 H. Hikmah disyariatkan jihad adalah untuk mencegah penganiyaan dan kedzaliman. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa membunuh orang-orang kafir bukan merupakan tujuan dari jihad. 36 33 Al-Hajj [22]: 78, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.341 34 Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h.35. 35 Al-Baqarah[2]:218, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.34. 36 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Jakarta : Darul fikr, 2008, h. 390. 25 Selama masa hidup rasulullah, masyarakat muslim berada dalam perjuangan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Rasulullah dan para pengikutnya dihadapkan dengan kezhaliman dan kekejaman dari orang-orang Mekkah dan upaya mereka yang tiada henti-hentinya untuk menghancurkan nabi Muhammad, pada masa itu kaum muslimin mencari-cari cara alternatif untuk mempertahankan diri mereka. Mereka berhijrah ke Abisinia dan kemudian ke Madinah, memberlakukan blockade ekonomi dan membentuk kesepakatan damai dan persekutuan.37 Sebagaimana firman Allah: Artinya: “Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.38 Ayat ini turun berkenaan dengan beberapa orang papa (mustadh’afin), yaitu Ammar, Shuhaib, Abu Fakihah, Bilal, Amir bin Fuhairah, dan sejumlah orang muslim lainnya, yang mana mereka disiksa oleh penduduk Mekah 37 Moh.Anwar, Memahami Segalanya Tentang Islam, Batam: Karisma Publishing Group, 2004 , h. 208-209. 38 An-Nahl [16] :110, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.218. 26 sampai tak sadarkan diri. 39 Oleh sebab itu, kaum muslimin diperintahkan oleh Allah swt untuk berjihad. Namun, adakalanya kaum muslimin dipaksa untuk terlibat dalam peperangan. Dalam keadaan ini ayat-ayat al-Quran menganjurkan mereka untuk berjuang dengan keras sebagaimana firman Allah swt : Artinya: “Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.”40 Ayat tersebut menerangkan bahwa kaum muslimin diperbolehkan untuk berperang terkecuali untuk mempertahankan diri mereka terhadap serangan dan penghianatan dari sekutu mereka. Peperangan pada hakikatnya tidak dikehendaki oleh Islam seseorang yang telah dihiasi oleh iman pasti akan membencinya. 41 Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an :42 39 Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h. 280. 40 Asy-Syu’ara [25]: 39, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.487. 41 Moh. Anwar, Memahami Segalanya…h. 209 . 27 Artinya:“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.43 Selama ini makna jihad selalu dipahami sebagai perang melawan orang-orang kafir, baik itu dengan cara kekerasan, maupun bom bunuh diri, dengan tujuan untuk mendapatkan surga-Nya Allah. Dalam Islam jihad tidak serta-merta harus dilakukan dengan menggunakan senjata atau bom bunuh diri. Akan tetapi mengangkat senjata untuk berperang melawan musuh-musuh Islam merupakan bagian dari makna dan tujuan jihad, bukan bentuk jihad satu-satunya. Menurut jumhur Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, bahwa perintah perang dalam Islam bersifat defensive (bertahan). Orang Islam tidak boleh memulai perang kalau tidak ada genderang peperangan dari orang kafir. Sementara kalangan Syafi’iyah dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa jihad itu bisa bersifat ofensif (menyerang). Orang Islam harus memulai untuk berperang ketika bertemu dengan orang kafir.44 Para ulama madzhab sepakat bahwa orang yang boleh diperangi hanya pada kafir harbi (orang yang menentang dan memusuhi orang Islam). Tetapi 43 44 Al-Baqarah [2]:216, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.34. Ma’had Aly, Fiqih Realitas…h. 105 28 tidak pada kafir dzimmi (orang kafir yang berdamai dengan orang Islam). 45 Jihad atau peperangan yang diizinkan dalam al-Qur’an untuk menghindari terjadi penganiayaan terdapat dalam al-Quran: Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.46 Melampaui batas dalam ayat tersebut dijelaskan oleh Nabi saw, dalam arti tidak membunuh wanita, anak kecil dan orang tua. Bahkan salah satu pengertiannya adalah tidak mendadak melakukan penyerangan sebelum terjadinya perang dengan pihak lain. 47 ﺖ ُ ﱯ اﻟِﻨﱠ ﱢﺻ َﻰ ﻠَّ اﷲ ُ ﻋَﻴﻠَْﻪِو َﺳ َﻢﻠﱠَ اَيﱡ ْﺷَ َ ﻟ ﺎء: َﻋَﻦ ْ ﺒﻋَْﺪِ اﷲِﺑ ْ ﻦِﻣ َﺴ ْﻌﻮُ ْدٍ ﻗَﺎل ﻀَ ُ ؟ ﻗَﺎلَ اﻟﺼﱠﻼَةُﻋَﻰﻠَو َ ﻗْﻬﺘِ َ ﺎ ﺐﱡ ِﱃَ اﷲِ؟ و َﰲ ِورَِاﻳ َﺔٍ اَيﱡ ﻌاﻟﻤَْ َ ﻞِ اَﻓْﻞ ﻌاﻟﻤَْ َ ﻞِ اَﺣ َ ا 45 Ibid,.h. 106. 46 Al-Baqarah [2]: 190, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h. 29 47 Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, Bandung : Pustaka Setia, 2010, h. 275. 29 َﻗَﺎلَ ﰒُﱠ اَيﱡ ﻗَﺎلَ ﰒُﱠ ﺑِﺮﱡﻮ اَﻟْ ﻟِ ﻳﺪَْ ﻦِ ﻗﺎَلَ ﰒُﱠ اَيﱡ ﻗَﺎلَاﳉْﻬِ َﺎدُﰲ ِﺳ َﻴﺒِْﻞِاﷲِ ﻗَﺎل (اﺳ ْﺘﺰـََدَ ﺗُﻪُﺰﻟِاَ دَﺗْﲏِ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ و اﻟﱰﻣﺬي واﻟﻨﺴﺎئ ِﻦﱠ َ ﻟَﻮ ﺣ َﲏِﺪﱠﺛَْ ِِ و Rasulullah saw bersabda “Dari Abdullah Ibnu Mas’ud r.a ia berkata: telah datang seorang laki-laki pada nabi saw, memohon untuk berjihad, Nabi bertanya, apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: Ya, maka nabi pun bersabda : Berjuanglah untuk kedua orang tua mu.” (H.R Bukhari Muslim)48 Hadis di atas menjelaskan bahwa berbuat baik kepada orang tua lebih utama daripada pergi ke medan perang, karena berbuat baik kepada kedua orang tua adalah fardhu’ain, sedangkan jihad fardhu kifayah. Namun, jika pada suatu saat Islam membutuhkan umatnya untuk membela agamanya, maka akan merubah hukum jihad itu menjadi fardhu’ain. Menurut jumhur ulama membela agama harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada kedua orang tua. Para jumhur ulama beralasan dengan kaidah ushul, yaitu kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan pribadi. 49 Secara umum jihad ditafsirkan sebagai suatu usaha atau perjuangan dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan agama Allah. Menurut Quraish Shihab, jihad adalah kebaikan dan keburukan yang sama-sama bersanding didalam jiwa setiap manusia. Sebagaimana firman Allah swt: 48 Abdul Qadir Ahmad, Adabun Nabi (Meneladani Akhlak Rasullulah saw), Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, h.112. 49 Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial,Bandung : Pustaka Setia, 2010, h. 254. 30 Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.50 Ayat tersebut mempunyai arti bahwa setiap diri manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukan. Keburukan mendorong adanya sewenangwenang dan kebaikan mengantarkan pada keharmonisan. 51 Jihad merupakan cara untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu jihad harus membuahkan terpeliharanya jiwa, mewujudkan manusia yang adil dan beradab serta berkembangnya harta benda.52 Sementara itu Azyumardi Azra mendefinisikan jihad sebagai perang melawan orang kafir, tetapi bukan berarti perang yang semata-mata dilancarkan karena motif-motif agama, untuk memaksakan orang kafir memeluk Islam. Secara historis, jihad umumnya dilakukan atas dasar politik, seperti perluasaan wilayah Islam atau pembelaan diri muslim terhadap serangan dari luar. 53 50 Asy-Syam [91]: 8, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.595. 51 Badri Khaeruman, Hukum Islam…h.262. 52 M.Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an,Bandung: Mizan Pustaka, 2008, h. 83. 53 Badri Khaeruman, Hukum Islam…h. 277. 31 3. Fase-fase Berjihad dalam al-Qur’an Jihad merupakan salah satu dari sekian banyak kewajiban yang Allah syariatkan kepada umat Islam. Hendaknya kewajiban ini dijadikan motivasi untuk mencari ridha Allah, sebab tidak ada satupun yang dapat menandingi besarnya pahala orang yang berjihad, apalagi orang yang terbunuh ia mendapatkan gelar mati syahid. Kewajiban berjihad sudah diatur tahaptapannya sesuai dengan firman Allah, sehingga umat Islam dalam melaksanakan jihad harus mengikuti apa yang telah diatur dalam al-Qur’an, sebab dikhawatirkan apabila tidak mengikuti apa yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an umat Islam akan berbuat melampaui batas.54 Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah 190: Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.55 Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 54 Abu Bakar, “Jihad Dalam Al-Qur’an”, Jurnal Studi Islam dan Sosial,Dialog, Vol.2 No.2 Juli-Desember 2004,h.18. 55 Al-Baqarah [2]: 190, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.29. 32 a. Perintah Menahan Diri Pada masa awal kebangkitan Islam, ketika umat Islam dalam keadaan lemah, Allah memerintahkan kepada mereka agar menahan diri untuk tidak mengadakan peperangan dengan orang kair. Pada waktu itu umat Islam hanya diperintahkan untuk mengerjakan shalat dan membayar zakat, sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an: Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih 33 baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”.56 Pada dasarnya ayat ini merupakan sindiran kepada mereka yang ketika diperintahkan untuk berperang mereka enggan. Namun pada teks awal ayat ini dijelaskan adanya sikap yang diperintahkan oleh Allah agar menahan diri sebagai langkah untuk mengatur strategi dan mempersiapkan kekuatan. Dalam fase ini Rasullullah melarang para sahabat untuk memerangi penduduk Mekah, beliau memerintahkan supaya kaum muslimin dapat menahan diri dan sabar terhadap segala gangguan dan kekejaman orangorang musyrik Mekah, dan Rasulullah Allah memerintahkan kaum muslimin agar tetap berdakwah kepada mereka (kaum Qurais).57 Menurut Sayyid Qutb ada beberapa alasan mengapa Rasulullah menggunakan politik yang demikian ketika menghadapi orang kafir Qurais Mekah, alasan tersebut antara lain: 1) Fase pendidikan, dalam arti mendidik jiwa dan mental para sahabat agar dapat bersabar dalam menghadapi ujian yang luar biasa, dan juga melatih emosi mereka agar tidak selalu menghadapi persoalan dengan kekerasan. 56 An-Nisa [4]: 77, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.90. 57 Abu Bakar, Jihad Dalam Al-Qur’an…h.19. 34 2) Dakwah dengan jalan damai lebih merasuk dan mengena di tengah lingkungan Qurais yang memiliki harga diri yang cukup tinggi dikalangan kabilah-kabilah Arab lain. 3) Masih sedikitnya jumlah kaum muslimin dan masih lemahnya kekuatan saat itu, dengan berperang akan mengakibatkan runtuhnya umat Islam yang baru dibangun oleh Rasulullah. 4) Orang-orang yang memusuhi Islam, boleh jadi nantinya justru menjadi pembela-pembela Islam yang tangguh dan kuat, bahkan sebagian mereka menjadi pemimpin-pemimpin Islam yang gigih memperjuangkan agama Allah, sebagaiman Umar Ibn Khattab.58 b. Perintah untuk memerangi orang yang memerangi. Islam adalah agama yang senantiasa menjunjung tinggi perdamaian dan membenci kekerasan serta kezhaliman, karena Rasulullah diutus ke muka bumi bukan untuk memerangi manusia, tetapi untuk mengajak manusia agar menegakkan perdamaian di dunia dengan berpegang teguh pada ajaran Islam. Oleh karena itu al-Qur’an mengajarkan kepada umat Islam agar tidak semena-mena dalam menghadapi orang-orang kafir.59 Hal ini sejalan dengan firman Allah surah An-Nisa 91 yang artinya: 58 59 Ibid, h.20. Ibid. 35 “Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), Maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka”.60 Ayat ini berkenaan dengan kejahatan orang-orang munafik yang akan ditemukan dalam masyarakat, di mana mereka akan meminta perlindungan dari orang Islam demi keselamatan dan keamanan mereka. Namun ketika mereka diajak ke dalam kekafiran dan kedurhakaan mereka akan bersemangat melaksanakannya, dan orang munafik tidak akan membiarkan umat Islam dalam kedamaian, karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu, yakni menghalangi kamu melaksanakan tuntunan agama, dan tidak mau menyerahkan diri kepada kamu (berdamaian), dan tetap menganggu kamu, maka taklukkanlah mereka atau bunuhlah mereka dimana saja kamu temukan. Jihad dalam bentuk perang tahap ini adalah jihad dalam bentuk difa’iy (defensif) bukan jihad hujumy (ofensif), dengan pengertian, bahwa kaum muslimin dalam hal ini bukan yang memulai peperangan terlebih dahulu atau kaum muslimin bukan pihak penyerang, peperangan yang demikian merupakan sikap mempertahankan diri dari serangan musuh. Hal ini 60 An-Nisa [4]: 90, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.92. 36 merupakan taktik peperangan untuk mempertahankan diri agar kaum muslimin tidak dibantai dengan sewenang-wenang oleh orang kafir.61 c. Perintah untuk memerangi seluruh orang kafir Islam bukanlah agama yang identik dengan kekerasan, yang tidak memperhatikan hak-hak asasi manusia, namun Islam mewajibkan para pengikutnya untuk berperang, sikap tegas dalam Islam diperlukan ketika segala usaha telah dilakukan. Oleh karena itu, beberapa sikap atau taktik peperangan yang dimiliki oleh agama Islam dari sikap menahan diri, mempertahankan diri dan sikap tegas untuk menyerang merupakan strategi dari peperangan.62 Dalam fase ini Allah mengizinkan untuk memerangi orang-orang kafir dan melakukan penyerangan terhadap mereka. Perintah berperang ini tanpa menunggu diserang terlebih dahulu, sehingga bagi orang kafir baik yang melakukan penyerangan atau tidak tetap harus diperangi. Ini disebabkan orang-orang kafir terus menerus melakukan kezhaliman dan kesewenangwenangan, serta sikap mereka yang masih mempertahnkan kekafiran mereka dan kesombongan. Sikap-sikap demikianlah yang menyebabkan adanya perintah diperbolehkannya bagi kaum muslimin untuk menyerang, 61 Abu Bakar, Jihad Dalam Al-Qur’an…h.21-22. 62 Ibid,.h.22. 37 sehingga mereka takluk masuk Islam atau mau membayar jizyah. 63 Hal ini senada dengan firman Allah swt: Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk”.64 4. Hukum Jihad Hukum jihad adalah fardhu kifayah, bila sebagian kelompok melaksanakannya (misalnya dalam menghadapi musuh), maka kewajiban bagi yang lain akan gugur.65 Allah swt berfirman: 63 Abu Bakar, Jihad Dalam Al-Qur’an…h.22-23. 64 At-Taubah [9]: 29, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.191. 65 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009, h. 54. 38 Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.66 Pada masa rasullulah saw, hukum jihad adalah fardhu kifayah, sebagaimana dalam firman Allah swt : Artinya: “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah 66 Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h. 205. 39 melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang dudukdengan pahala yang besar”.67 Dalam ayat di atas Allah membandingkan antara orang yang berjihad dan orang yang tidak ikut berjihad, dan masing-masing mereka dijanjikan kebaikan (pahala). Allah tidak menetapkan bahwa yang satu berpahala dan yang lainnya berdosa.68 Hukum jihad melawan orang-orang kafir pada masa rasullullah dibagi menjadi dua yaitu, Pertama, orang-orang kafir berada di negaranya. Maka berjihad melawan orang kafir hukumnya fardhu kifayah. Jika ada seseorang yang telah cukup untuk mewakili berjihad melawan orang-orang kafir, maka gugurlah dosa yang lain. Kedua, apabila orang-orang kafir melakukan penyerangan ke negara kaum muslimin. Maka penduduk negara itu harus melawan semampunya. Apabila mereka tidak mampu, pendudukpenduduk yang tinggal dekat dengan daerah tersebut diperbolehkan untuk mengqashar shalat dan wajib ikut berperang seperti penduduk daerah tersebut.69 5. Faktor-faktor pemicu terjadinya Terorisme 67 68 69 Ibid,.h. 94. Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam…h. 29. Ibid,.h. 392. 40 Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa dan tidak mengenal batas negara. Aksi teror memberikan dampak dalam segala dimensi kehidupan manusia, banyak warga sipil menjadi korban aksi terorisme dan berbagai fasilitas publik atau fasilitas umum ikut hancur. Terorisme terjadi karena adanya ketidakadilan global dan ketidak puasan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Adapun faktor-faktor yang menjadi pemicu terorisme sebagai berikut : a. Faktor Ekonomi Kemiskinan membuat orang nekat untuk melakukan kejahatan dalam bentuk apapun, termasuk melakukan tindak kekerasan seperti tindak pidana terorisme. Faktor ini bukanlah faktor utama yang melatar belakangi terjadinya terorisme, Namun faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi seseorang untuk berontak atas keadaan dirinya. Sehingga mereka tertarik untuk bergabung dengan kelompok-kelompok yang mana kelompok tersebut menjanjikan hal-hal yang dapat mengangkat mereka ketempat yang lebih baik dari sisi ekonomi. 70 b. Faktor Politik 70 Yulia Monita, Majalah Hukum Forum Akademika (Faktor-faktor Terjadinya tindak pidana terorisme dan strategi penanggulangannya di Indonesia), terarsip di isjd.pdii.lipi.go.id/index.php. diakses 10 September 2012, pukul 10.00 wib. 41 Keyakinan terhadap ideologi politik tertentu membuat suatu kelompok mampu melakukan hal-hal yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, mereka melakukan tindakan kekerasan, ancaman kekerasan (teror) terhadap penduduk sipil dan pemerintah. Tujuan utama mereka adalah ingin merubah ideologi suatu negara dengan melakukan tindak pidana terorisme. Mereka berharap hal tersebut menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada masyarakat. Sehingga hal tersebut dapat menghilangkan rasa kepercayaan rakyat pada pemerintahan yang sah, oleh karena pemerintah dianggap tidak mampu melindungi masyarakat dari tindak pidana terorisme yang terus terjadi. c. Faktor Agama Kurangnya pemahaman terhadap ajaran-ajaran tertentu dalam agama, menimbulkan seseorang salah dalam menafsirkan tentang suatu ajaran agama. Sehingga pada aspek inilah terkadang teroris Islam dialamatkan. Pandangan yang berkembang sekarang ini sering menyudutkan kaum fundamentalis sebagai pelaku aksi terorisme dan kejahatan. Hal ini mempengaruhi masyarakat kepada sikap apriori dengan asumsi bahwa pelaku tindakan tersebut pasti kaum fundamentalis tertentu. Tertangkapnya pelaku teroris seperti, Imam Samudra, Amrozi dan lainnya, tidak membuat mereka merasa bersalah, karena telah menewaskan 42 ratusan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Gambaran tersebut terjadi karena adanya pemahaman yang berbeda dari sekelompok orang dalam menafsirkan makna “jihad”. Hal ini disebabkan karena adanya pemahaman keagamaan yang ekslusif, skriptualis, dan miskinnya pemahaman realitas historis dalam menafsirkan pesan teks-teks kitab suci, sehingga mewariskan sikap-sikap fanatik dan intoleran dalam menyikapi realitas perbedaan dan kondisi pluralitas, sosial, politik, budaya dan ekonomi, bahkan wilayah juang dalam mengimplementasikan prinsip menegakkan kebajikan dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahi mungkar). d. Faktor Hukum Faktor ini secara tidak langsung juga memicu terjadinya tindak pidana terorisme oleh kelompok-kelompok tertentu. Penengakkan hukum yang belum maksimal, membuat masyarakat berasumsi bahwa hukum hanya milik golongan tertentu dan tidak berpihak pada masyarakat lemah. Sehingga membuat kelompok tertentu ingin mengadakan perlawanan terhadap pemerintah, yang dianggap masyarakat tidak mampu melindungi rakyat kecil dari ketidakadilan. Perlawanan mereka ditunjukkan dengan salah satu tindakan teror. e. Faktor Sosial 43 Faktor ini berkaitan erat dengan faktor hukum, karena dengan ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu menunjukkan gagalnya kebijakan penguasa dan negara, yang mana hal itu masih jauh dari harapan rakyat. Ketidakadilan yang terjadi dimana-mana dan penindasan yang dilakukan oleh kelompok kuat terhadap kelompok yang lemah adalah akar permasalahan munculnya perilaku teroris. 71 Aksi teror yang dilatarbelakangi oleh faktor kondisi sosial masyarakat biasanya diekspresikan sebagai bentuk frustasi, kekecewaan dan ketidakberdayaan pelaku teroris melihat kondisi di masyarakat sebagai akibat ketidakadilan baik dari pemerintahannya sendiri maupun dari negara lainnya. Menurut Ali Khan, semakin marginal, tertekan, dan dirugikan suatu masyarakat akan berdampak semakin gigihnya melakukan perlawanan dalam bentuk tindakan kekerasan sebagai wujud pembalasan terhadap siapa yang dianggap sebagai aggressor. Keadaan ini tampaknya dialami oleh masyarakat Palestina, Irak dan Afganistan.72 Faktor-faktor di atas tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain, dari rasa ketertindasan yang terjadi dimanamana tersebut menjadi sebuah ide perlawanan dengan adanya pemahaman yang keliru tentang makna “jihad”. 71 72 Ibid. Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Persfektif Hukum Islam, h.31 44 6. Terorisme dalam pandangan Islam Terorisme merupakan bentuk kekerasan atau ancaman yang dilancarkan oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain. Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan atau menghancurkan pihak lain, yang dilakukan dengan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Islam dan semua agama didunia, tidak mendukung ataupun mensyaratkan kekerasan yang tidak dibenarkan. alQur’an tidak membela atau mengampuni terorisme dan al-Qur’an juga tidak membenarkan tindakan-tindakan kekerasan termasuk terorisme. 73 Sebagaimana firman Allah swt: Artinya:“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”74 Ayat tersebut menjelaskan bahwa Islam membolehkan aksi perlawanan sebagai suatu tindakan balasan, tetapi bentuk balasan tersebut harus setimpal. Tidak boleh berlebihan atau melampaui batas. Aksi terorisme berlawanan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebab, Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang membawa misi perdamaian bagi seluruh alam semesta. 73 John L. Esposito, Islam Aktual, Depok: Inisiasi Press, 2002, h.129 74 Al-Baqarah [2]: 190, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.29 45 Karena itulah Islam melarang setiap bentuk kekerasan termasuk aksi terorisme. Rasulullah SAW bersabda : اﷲ ر َﻴﻓِْﻖٌﳛُ ِﺐﱡ ﺎﺋِ َﺔَ اَنﱠ َﺎ ﻋَﺴ:ﻋَ ﺴﺋِ َﺔَوزَْج َ اﻟﱯﻨﱠِ صم اَرنﱠَﺳﻮُ ْلَ اﷲ صم ﻗَﺎلَﻳ ﻋَﻦ ْ ﺎ ُ ﺳَِاﻩ ﻻَ ُﻌ ْﻄِ ﻰﻋَﻰﻠَ ﻣ ﺎَ ﻮ ﻻَ ُﻌ ْﻄِﻰ ﻋَ ﻠَﻰﻌاﻟُْﻨْﻒِو ﻣَ َ ﺎ ﻳـ ﺮ ّاﻟﻖﻓْ َو ﻳـَ ُﻌ ْﻄِ ﻰﻋَ ﻠَﻰ اﻟّﺮﻓْﻖِﻣ َ ﺎ ﻳـ Dari ‘Aisyah istri nabi saw, bahwasanya rasulullah saw bersabda, “Hai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada kasih sayang, dan Dia memberi (kebaikan) pada kasih sayang itu apa-apa yang Dia tidak berikan kepada kekerasan, dan tidak pula Dia berikan kepada apapun selainnya”. (HR. Muslim)75 Allah swt berfirman: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”76 75 Terorisme dalam pandangan Islam, terarsip di, http://www.mta-online. Com /2009/08/22/ terorisme -dalam-pandangan-islam/ . diakses 3 November 2012, Pukul 16.00 wib. 76 Al-Maidah [5]: 8, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.108 46 Dalam ayat tersebut Allah swt memperingatkan kaum muslimin untuk tidak membiarkan kemarahan dan kebencian menguasai diri dan menyebabkan mereka membuat kesalahan terhadap orang lain. Rasulullah saw bersabda : ﻼًَ ﺎ ﺎس َا ِﺳ ْ ﻣ ﺴ َﻦ َ اﻟﻨﱠ ْ ﻣِ َاﻻﺳ ْﻼَومِ اَنِﱠ◌ َ اَﺣ ﺶ َ ﻴ ﻟﺴَْ َﺎ ﻦ ا ِ نﱠ اﻟْﻔَﺤ ْﺶ َو َ اﻟﺘـﱠﻔَﺤﱡ . ًﺴ َﻨﻬـُﻢُ ْﺧ ُ ﻠُﻘﺎ ْ اَﺣ Artinya: “Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaknya”. [HR. Ahmad )77 7. Jihad, Terorisme dan Gerakan Islam Radikal di Indonesia Jihad beberapa tahun belakangan ini menjadi topik yang diperbincangkan dan diperdebatkan di media massa dan literatur akademis, istilah jihad juga menimbulkan persepsi pejorative78. Hal ini timbul karena istilah tersebut dipakai dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kerusuhan sosial atau pemboman yang selama ini terjadi. Isu yang berkembang saat ini 77 Terorisme dalam pandangan Islam, http://www.mta-online. com/2009/08/22/ terorisme-dalam-pandangan-islam/. diakses 3 November 2012, Pukul 16.00 wib 78 Unsur bahasa yang memberikan makna menghina, merendahkan dan sebagainya, yang digunakan untuk menyatakan penghina atau ketidaksukaan seseorang pembicara. Terarsip di, http//:www.wikipedia.com, di akses, 15 Maret 2013, pukul, 09.30 wib. 47 di masyarakat adalah ketika seruan untuk berjihad itu dikaitkan dengan tindak terorisme, pengorbanan diri (bom bunuh diri), dan kekerasan (violence) atas nama agama. 79 Jihad sering kali disebut sebagai penyebab munculnya aksi kekerasan dalam masyarakat. Menurut Muhammad Amin Abdullah bahwa secara normatif tidak ada satupun ajaran agama yang mendorong dan menganjurkan pengikutnya untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap pengikut agama lain di luar kelompoknya. Namun, secara historis faktual dijumpai tindak kekerasan yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat dengan dalih agama. Hal tersebut memunculkan pandangan yang melahirkan apa yang belakangan ini disebut dengan radikalisme. 80 Radikalisme menunjukkan suatu paham atau aliran dalam kehidupan sosial dan politik termasuk keagamaan yang menginginkan perubahan secara ekstrim dan menyeluruh sebagai penerapan ajaran atau ideologi yang diyakini benar dan mutlak.81 Munculnya radikalisme sekarang ini merupakan suatu reaksi sekelompok orang atas tragedi yang menimpa umat Islam di Palestina, Bosnia, Irak, dan Afganistan. Keberpihakan kebijakan luar negeri pemerintahan Amerika Serikat (AS) kepada kepentingan politik Israel dan 79 Zulfi Mubarok, Tafsir Jihad (Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global),Malang: UIN-MALIKI PRESS (Anggota IKAPI), 2011,h. 1. 80 81 Ibid ,.h.3. Bilveer Sigh & Abdul Munir Mulkhan, Jejaring Radikalisme Islam di Indonesia (Jejak Sang Pengantin Bom Bunuh Diri), Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher,2012,h.14. 48 penyerangan terhadap Irak menyebabkan sekelompok orang terkesan anti terhadap AS. Kekerasan struktural dan ketidak adilan global yang merugikan umat Islam menjadi pendorong lahirnya radikalisme. Dalam konteks demikian, radikalisme mengandung motif pembebasan dan perlawanan. Wacana yang dikembangkan Islam radikal adalah pembebasan. 82 Menurut Makruf, kemunculan Islam garis keras di Indonesia tidak dilepaskan dari beberapa faktor, Pertama, faktor pemahaman keagamaan literal mengakibatkan adanya kecenderungan “keras” dalam mempraktekan agama. Kedua, adanya interaksi muslim Indonesia dengan dunia muslim internasional. Adanya hubungan dengan muslim internasional dimungkinkan k arena difasilitasi mobilitas muslim Indonesia keluar negeri baik melalui jalur kerja, seperti Saudi dan Malaysia ataupun atas nama solidaritas sesama muslim ikut berperang di Afganistan maupun Mindanao. Ketiga, faktor politik global demokrasi. 83 Sengketa perbatasan antara Israel dan Palestina yang menelan ribuan korban jiwa masyarakat sipil muslim, mendorong para teroris untuk menunjukan solidaritas mereka terhadap masyarakat Palestina. Salah satu bentuk solidaritas mereka ditunjukkan dengan cara meledakan bom, sehingga warga asing yang turut serta dalam penindasan dan pembunuhan warga negara 82 Surya Sukti, “Islam dan Terorisme di Asia Tenggara”, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Volume 5, No.1 Juni 2008, h.91. 83 Ibid,.h.92. 49 Palestina menjadi korban. Pengaruh kebijakan politik luar negeri terhadap teroris adalah penyerbuan Amerika Serikat dan sekutu-kutunya ke Afganistan dan Irak dengan alasan memburu teroris. Penyerangan terhadap kedua negara melahirkan solidaritas bagi kalangan muslim radikal. 84 Ketidakadilan global karena politik luar negeri negara-negara adidaya yang berstandar ganda menimbulkan semangat perlawanan dengan mengatas namakan terma agama. Term jihad mendominasi perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan luar negeri AS. Konflik dengan Israel dan serangan Yahudi terhadap orang Palestina dengan dukungan AS dalam pandangan para teroris merupakan bentuk penjajahan terhadap kaum muslim yang harus dilawan dengan kekuatan yang sama. Peledakan bom di sejumlah daerah dalam kurun lima tahun terakhir, mulai dari bom Natal (2000), hingga bom Bali merupakan bentuk ekspresi terorisme melawan AS dan sekutunya. 85 Jaringan teroris di Asia Tenggara terbentuk setelah gerakan radikal Islam di Malaysia ke Indonesia. Mereka membentuk pola jaringan yang tertata rapi dalam struktur bawah tanah, dengan tetap berpusat di Malaysia. Kemajuan teknologi pun memberikan peran bagi pemprosesan berbagai informasi kepada pelaku teroris. Media cetak maupun media elektronik (televisi) mempunyai andil dalam memberitakan serangan para teroris 84 85 Wawan H.Purwanto, Terorisme…h. 35. Ibid, h. 36. 50 sekaligus kiprah aparat keamanan dalam meringkus sebuah gerakkan teroris. Media telah menciptakan sebuah jaringan psikologis yang mampu menyentuh dan membangkitkan rasa sedih, cemas dan kemarahan masyarakat. 86 Dalam sejarah Islam,terdapat dua kelompok fundamentalis yang melakukan jihad dalam bentuk perjuangan fisik sesuai dengan misi dan ideologi mereka yaitu fundamentalisme radikal dan fundamentalisme puritan. Fundamentalisme radikal merupakan gerakan Islam ekstrim dengan melakukan perlawanan baik secara nyata maupun tersembunyi terhadap segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi keberagamaan mereka. Sedangkan fundamentalisme puritan merupakan kelompok muslim fundamental yang menjunjung tinggi dan memahami teks-teks agama secara tekstual, dan menolak pendekatan kontekstual. 87 Indonesia, selain sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, juga ditemukan kelompok-kelompok gerakan Islam yang dianggap sebagai kelompok radikal, dan mereka kadangkala berbeda dalam melakukan aksi untuk mencapai tujuannya, seperti FPI, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad, dan Ikhwanul Muslimin. 88 86 Eko Prasetyo, Membela Agama Tuhan (Potret Gerakan Islam dalam Pusaran Konflik Global, Yogyakarta : INSIST PRESS,2002, h. 118. 87 Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Persfektif Hukum Islam, Jakarta : Badan Litbag & Diklat Departemen Agama RI,2009, h. 173. 88 Ibid. 51 Secara umum di Indonesia gerakan kelompok radikal merupakan kelompok yang sering muncul ke permukaan. Tidak hanya karena kelompok Islam merupakan mayoritas di Indonesia, tetapi karena ideologi jihad dalam Islam dapat mendorong radikalisasi kelompok-kelompok Islam fanatik di Indonesia, tetapi banyak faktor yang mempengaruhi munculnya semangat jihad kelompok masyarakat Islam, seperti faktor ideologi politik, sosial budaya, solidaritas dan doktrin teologi. a. Faktor Ideologi Politik Pengalaman masa lalu tentang kekerasan,konflik dan polarisasi politik yang telah menyakiti perasaan sebagian umat islam tentunya tidak dapat lenyap begitu saja. Pengalaman pahit itu baik secara langsung maupun tidak secara langsung akan terwariskan pada generasi-generasi berikutnya melalui berbagai cara seperti kisah-kisah,dogeng,mitos,tulisan atau melalui sandiwara-sandiwara yang kemudian membangun sekat-sekat sosial politik yang saling bertentangan,terutama karena adanya polarisasi pemihakan terhadap setiap peristiwa dimasa lampau. Polarisasi pemihakan tersebut dapat terjadi karena adanya kesamaan identitas seperti suku dan paham agama. Adanya peristiwa-peristiwa benturan politik antar kelompok agama dan atau penindasan penguasa terhadap kelompok agama akan membangun sekat sosial antar kelompok agama dan atau penguasa. Yang kemudian sekat-sekat sosial itu akan terwariskan pada kelompok-kelompok agama 52 pada generasi berikunya. Hal itulah yang proses selanjutnya dapat melahirkan kelompok-kelompok agama yang radikal yang menentang kelompok agama lain,penguasa atau bangsa lain yang dianggap sebagai musuhnya. Kaitannya dengan ideologi politik di Indonesia terjadi pada pergulatan politik dalam menentukan dasar negara. Sebagian kelompok Islam,terutama mereka yang dikenal dengan kelompok radikalisme menghendaki perlunya dasar negara yang berasaskan Islam. Sebagian yang lain menghendaki berlakunya Piagam Jakarta,sedangkan sebagian yang lain sepakat dengan Pancasila sebagai dasar negara. Namun dalam proses selanjutnya bangsa Indonesia memilih Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini mewariskan perbedaan,polarisasi dan pertentangan diantara kelompokkelompok tersebut. Pada lapisan bawah terdapat kelompok radikal Islam atau kelompok Islam garis keras,yang tetap menginginkan Islam sebagai dasar negara Indonesia,meskipun sebagian besar umat Islam sudah menyatakan final terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Gerakan Islam seperti Darul Islam (DI) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul pada masa orde lama adalah sebuah fenomena sejarah yang menggambarkan adanya pengalaman radikalisme agama di Indonesia. Gerakan-gerakan kelompok Islam tersebut secara sporadis tetap muncul meskipun dalam skala yang sangat kecil. 53 Dalam sudut pandang politik, bangkitnya gerakan radikal sekarang ini tidak terlepas dari adanya perkembangan iklim demokrasi poltik yang tidak lagi sepenuhnya menjadi hegemoni rezim penguasa. Selain itu kebijakkan politik yang memberi peluang terhadap otonomi daerah juga memiliki pengaruh terhadap berkembangnya gerakan radikal di berbagai daerah. b. Faktor Sosial Budaya Aspek sosial budaya merupakan faktor penting yang dapat melahirkan gerakan-gerakan radikal keagamaan pada era repormasi sekarang ini merupakan akibat pudarnya nilai-nilai dan norma budaya bangsa, serta tidak berlakunya penegakkan hukum secara adil. Ketika hukum dan normanorma sosial yang baku dalam sistem sosial tidak berlaku, dan ketika pengadilan negara tidak mampu memberikan keadilan, maka yang muncul kemudian adalah pengadilan rakyat dan hukum rimba. Dalam kondisi semacam ini maka yang akan terjadi adalah krisis dan kekacauan sosial karena rakyat menjadi gampang marah, gampang tersinggung dan mengamuk. Misalnya terjadinya berbagai kasus pembantaian antar suku, antar agama, pembakaran hidup-hidup pencuri yang tertangkap oleh massa dan lain-lain. Dalam suasana seperti ini maka hukum rimba tentu sangat kondusif bagi berkembangnya kelompok-kelompok radikalisme termasuk kelompok radikalisme keagamaan. 54 c. Faktor Solidaritas Faktor solidaritas ini merupakan faktor yang cukup menonjol bagi sebagian kelompok Islam di Indonesia yang kemudian muncul menjadi sebuah gerakan. Sebagian dari gerakan ini muncul sebagai reaksi atau pembelaan terhadap kelomok-kelompok Islam yang dipandang mendapat perlakuan tidak manusiawi dan tidak adil oleh kelompok-kelompok tertentu dan tidak segera memperoleh perlindungan yang memadai oleh pemerintah. Bentuk-bentuk pembelaan yang dilakukan, tidak saja terbatas pada dukungan moral melalui pernyataan-pernyataan, demonstrasi turun ke jalan dan pemberian bantuan dana pada korban kekerasan, tetapi juga dalam bentuk pengiriman tenaga dan senjata untuk ikut bergabung berperang secara fisik dengan mereka yang dianggap sebagai musuh Islam. Adanya berbagai informasi yang tidak fair terhadap rakyat Palestina oleh negaranegara Barat dan Israel misalnya, telah melahirkan solidaritas sebagian kelompok Islam di Indonesia untuk bersimpati terhadap penderitaan rakyat Palestina yang umumnya beragama Islam. Bentuk solidaritas yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam di Indonesia terhadap Palestina diekspresikan dalam bentuk demonstrasidemonstrasi dan bantuan finansial. 55 d. Faktor Doktrin Teologis Sebagian dari gerakan radikalisme keagamaan ini muncul sebagaimana gerakan-gerakan pemikiran salafiah sebelumnya,yakni ingin terus memurnikan ajaran Islam dari berbagai pengaruh budaya baik lokal maupun budaya global dan budaya Barat (termasuk budaya neoinprealisme) yang dipandang telah merusak keyakinan dan kehidupan umat Islam. Budaya Barat yang saat ini dipandang sebagai musuh Islam adalah hegemoni pemerintah Amerika Serikat. Dengan doktrin seperti itu, maka simbol-simbol Amerika Serikat di mana saja ia berada harus dihancurkan dan dimusnahkan. Oleh sebab itu bom-bom yang diledakkan oleh kelompok-kelompok radikal ini mengambil sasaran dan tempat bangunan yang melambangkan keadidayaan Amerika Serikat dan budaya Barat,seperti Bali, Hotel JW Marriot,dan Kedutaan Australia. 89 89 Nuhrison M.Nuh, “Faktor-faktor penyebab munculnya atau gerakan Islam Radikal di Indonesia”, Jurnal Multikultural & Multireligius Vol.VIII. Terarsip di balitbangdiklat. kemenag. go.id/ download /doc_download/12-jurnal-31.htm, diakses 11 Mei 2013.