8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Dari hasil

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
Dari hasil penelusuran penulis melalui media internet, penulis hanya
menemukan satu penelitian yang hampir sama dengan penelitian penulis, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Hidayat pada tahun 2012, dengan judul penelitian
“ Eksistensi penyimpangan Agama Islam dalam novel jihad terlarang” karya
Mataharitimoer.
Dari hasil penelitian tersebut ia berkesimpulan bahwa penyimpangan ajaran
agama Islam yang terdapat dalam novel “Jihad Terlarang” karya Mataharitimoer,
Diantaranya adalah masalah kewajiban taat dan patuh kepada pemimpin dan
larangan mengkritik, masalah larangan jatuh cinta dan pemaksaan menikah oleh
pimpinan, berdakwah dengan cara kasar, mencaci orang di luar gerakan atu
kelompok dengan menganggap kafir, tidak mengikuti aturan pemerintah. Dalam
novel jihad terlarang tersebut memberikan interpretasi bahwa terdapat ajaran
kelompok-kelompok Islam garis keras yang di dalam kegiatannya banyak
melanggar ajaran agama Islam. Selian itu juga terdapat ajaran tentang mendirikan
Negara Islam di Indonesia(NII). Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan
ajaran agam Islam dalam novel Jihad Terlarang adalah (1) kebutuhan hidup yang
8
9
berupa harta yang bersifat dunawi (2) usaha mempertahankan dan mendapatkan
Jabatan.1
Dari hasil penelusuran tersebut penulis berkesimpulan bahwa belum ada
penelitian yang secara spesifik membahas tentang “Wacana Jihad Dalam Novel
Pengantin Teroris (Memoar NA) Karya Abu Ezza”.
B. Deskripsi Teoritik
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami judul penelitian ini, maka
penulis memandang penting untuk menjelaskan istilah-istilah dalam judul
penelitian ini :
1. Pengertian-pengertian
a. Pengertian Wacana
Istilah wacana dipakai sebagai terjemahan dari bahasa Inggris yakni
discourse, yang artinya kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang
teratur dan semestinya. Kata discourse berasal dari bahasa latin discursus
yang berarti lari kian-kemari (yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah
yang berbeda, dan currere lari). Sebuah tulisan adalah wacana, tetapi yang
dinamakan wacana itu tidak hanya sesuatu yang tertulis, namun ada juga
wacana lisan seperti pidato.2
1
Hidayat, “Eksistensi Penyimpangan ajaran agama Islam dalam novel jihad
terlarang”karyaMataharitimoerhttp://bangpek-kuliahsastra. blogspot. com/2012/02 /abstrak
eksistensi-penyimpangan-ajaran.html diakses pada tanggal 25 Mei 2013. Pukul 09.00 wib.
2
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006, h.10.
10
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana adalah komunikasi
verbal, percakapan, keseluruhan tutur merupakan satu kesatuan bahasa
terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh,
seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah. 3 Henry Guntur Tarigan
mendefinisikan bahwa istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan
hanya percakapan atau obrolan tetapi juga pembicaraan di muka umum,
tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah, dan sandiwara atau
lakon. 4 Sementara itu, Samsuri menyatakan bahwa wacana ialah rekaman
kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas
kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain.
Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.5
Dalam pengertian yang lebih sederhana wacana berarti cara objek
atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga
menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Teori wacana
menjelaskan sebuah peristiwa yang terjadi seperti terbentuknya sebuah
kalimat atau pernyataan, sehingga dinamakan dengan analisis wacana. 6
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta::
Persero Balai Jakarta, Edisi ke 3 ; 2005, h.1264.
4
5
6
Alex Sobur, Analisis…h. 10.
Ibid.
Ibid,. h. 11.
11
Dari beberapa definisi tentang wacana, dapat disimpulkan bahwa
analisis wacana merupakan upaya pengungkapan makna atau ide, baik itu
secara lisan maupun tulisan yang diperbincangkan secara terbuka kepada
publik sehingga menimbulkan berbagai macam pemahaman yang tersebar
luas.
b. Model Analisis Wacana
Banyak cara untuk melakukan sebuah penelitian komunikasi
khususnya terhadap media massa, salah satunya adalah Analisis Wacana.
Analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau
pemakaian bahasa. Adapun model-model analisis wacana sebagai berikut:
1. Model Analisis Wacana Halliday.
Halliday melihat sebuah bahasa sebagai semiotika sosial, bahasa
sebagai semiotika sosial berarti menefsirkan bahasa dalam
konteks
sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan. Dalam pandangan Halliday
situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi, konteks sosial merupakan
keseluruhan lingkungan baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan
tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Untuk memahami
sebuah teks, maka diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan
12
konteks budayanya. Halliday membagi konteks situasi menjadi tiga unsur
yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan mode wacana7.
Model analisis ini mencakup tiga unsur yaitu :
a. Medan wacana (field of discourse) : tindakan sosial yang sedang terjadi
atau dibicarakan, aktivitas di mana para pelaku terlibat di dalamnya,
serta praktik-praktik yang terlihat dalam teks.
b. Pelibat wacana (tenor of discourse) : pihak-pihak pembicara dan sasaran
yang terlibat dalam pembicaraan serta kedudukan dan hubungan antar
mereka. Termasuk menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan
dalam teks (berita), sifat orang-orang itu, kedudukan dan peranan
mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana
sumber itu digambarkan sifatnya.
c. Mode wacana (mode of discourse) : pilihan bahasa masing-masing
media, termasuk gaya bahasa yang digunakan bersifat eksplanatif,
deskriptif, persuasif, hiperbolis, dan lainnya serta bagaimana
pengaruhnya. 8
2. Model Analisis Wacana Norman Fairclough
Fairclough membangun suatu model yang menjelaskan wacana
sebagai perpaduan linguistik dan pemikiran-pemikiran sosial politik yang
memusatkan perhatian pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial yang
merefleksikan sesuatu. Adapun unsur-unsur dalam model analisis ini
sebagai berikut:
a. Teks
Teks bukan hanya menunjukkan bagaimana suatu objek digambarkan
tetapi bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Disini dilakukan
7
Agus Santoso, Jejak Halliday dalam Lingustik Kritis dan Analisis Wacana Kritis,
terarsip di, http://sastra.um.ac.id. isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/36108115.pdf ,di akses,
Selasa, 11/09/2012, Pukul 09.30 wib.
8
Rachmat Kriyantono, Teknik…h. 261.
13
analisis linguistik pada struktur teks untuk menjelaskan teks tersebut,
yang meliputi kosakata, kalimat, proposisi, makna kalimat dan lainnya.
b. Praktik Wacana
Praktik wacana merupakan dimensi yang berkaitan dengan proses
produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks pada dasarnya dihasilkan lewat
proses produksi, seperti pola kerja, bagan kerja dan rutinitas dalam
menghasilkan sebuah teks. Konsumsi dapat dihasilkan secara personal
atau kolektif.
c. Praktik Sosial Budaya
Praktik sosial budaya ini melihat bangunan wacana yang berkembang
dalam masyarakat, di mana dimensi ini melihat konteks di luar teks,
antara lain sosial, budaya, atau situasi saat wacana itu dibuat.9
3. Model Analisis Wacana Van Dijk
Menurut Van Dijk penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan
pada analisis atas teks semata, karena teks dihasilkan dari suatu praktik
produksi yang harus diamati. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas
berbagai struktur atau tingkatan, yang saling medukung. Ia membaginya ke
dalam tiga tingkatan yaitu:
a. Struktur makro
Struktur makro merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang
dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana tidak
hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.
b. Superstruktur
Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen
wacana itu disusun dalam teks secara utuh.
9
Ibid,h. 262-263
14
c. Struktur mikro
Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan
menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang
dipakai dan sebagainya. 10
c. Pengertian Jihad
Kata jihad berasal dari bahasa Arab jahada, yang mengandung
makna “berjuang” atau “berupaya dengan sungguh-sungguh.” Secara
etimologi jihad adalah mencurahkan segala kemampuan dan daya upaya. 11
Sedangkan jihad secara terminologi, berarti perjuangan sungguh-sungguh
dengan mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang dimilik untuk
mencapai tujuan, khususnya dalam mempertahankan kebenaran, kebaikan
dan keluhuran, atau mengajak kepada agama yang benar. 12
Sementara itu dalam pengertian syar’i jihad berarti mengerahkan
segala kemampuan dan kekuatan untuk berjuang di jalan Allah dengan
jiwa, harta lisan dan sebagainya. 13 Ibnu Rusyd berpendapat bahwa jihad
adalah mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapai
ridha Allah. Sedangkan Barusuwi mengatakan bahwa jihad fi sabilillah
10
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h.73-
74
11
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta : Darul Fikir,2011,
h.25.
12
Ma’had Aly, Fiqh Realitas, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2005, h. 103.
13
Ibid.
15
merupakan
usaha
menghilangkan
sifat
egoisme
untuk
mencapai
kedamaian. 14
Dalam Islam, jihad merupakan kewajiban semua muslim, baik itu
individu maupun masyarakat dalam rangka mengikuti dan mewujudkan
kehendak Allah. Untuk memimpin kehidupan yang baik dan memperluas
komunitas Islam melalui pendidikan, nasihat, tulisan, maupun dengan
membelanjakan harta benda15. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:16




 
    





Artinya : “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui”.17
Ayat di atas memerintahkan untuk berjihad baik itu dalam keadaan
bersemangat ataupun dalam keadaan tidak bersemangat. Baik dengan harta
14
Ibid.
15
Amir Mahmud, Islam dan Realitas Sosial, Jakarta: Edu Indonesia Sinergi,
2005, h.144.
16
Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an Seven in One, Damaskus : Almahira,
2004, h. 195.
17
At-Taubah[9]:41, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah,
Jakarta:Pena Pundi Aksara, 2002,h.194.
16
maupun jiwa. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap orang-orang
munafik, yaitu mereka yang enggan pergi berperang.18 Berjihad tidak harus
dengan menggunakan pedang dan menumpahkan darah seperti yang
dipahami oleh sebagian orang. Jihad meliputi usaha dengan mengerahkan
segala daya upaya dan menahan diri dari kesulitan-kesulitan, serta tegar
menghadapi musuh. Kata yang sama untuk perang adalah al-harb dan alQital. Dalam al-Qur’an kata jihad sebagai perang suci yang digunakan
sehubungan dengan mengorbankan semangat untuk mempertahankan diri
dari agresi atau menyatakan perang dalam situasi yang tidak dapat
dihindari manakala terjadi serangan musuh.19
c. Pengertian Novel dan Jenis-jenis novel
Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis, biasanya
dalam bentuk cerita. Umumnya novel bercerita tentang kehidupan seharihari dan mengungkapkan aspek kemanusiaan yang disajikan lebih
mendalam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia novel adalah karangan
prosa yang panjang mengandung rangkaian kehidupan seseorang dengan
18
Imam Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain dan Asbabun Nuzul, Bandung: :
Sinar Baru Algensindo, 2003, h. 736
19
A.Rahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta:
RajaGrafindo, 2002, h.549.
17
orang yang ada disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
setiap pelaku. 20
Menurut Muchtar Lubis dalam Tarigan cerita novel itu ada
bermacam-macam, antara lain:
1. Novel avonuter adalah bentuk novel yang dipusatkan pada seorang
lakon atau tokoh utama. Ceritanya dimulai dari awal sampai akhir para
tokoh mengalami rintangan-rintangan dalam mencapai maksudnya.
2. Novel psikologi merupakan novel yang penuh dengan peristiwaperistiwa kejiwaan para tokoh.
3. Novel detektif adalah novel yang merupakan cerita pembongkaran
rekayasa kejahatan untuk menagkap pelakunya dengan cara
penyelidikan yang tepat dan cermat.
4. Novel Politik atau novel sosial adalah bentuk cerita tentang kehidupan
golongan dalam masyarakat dengan segala permasalahannya, misalnya
antara kaum masyarakat dan buruh dengan kaum kapitalis terjadi
pemberontakan.
5. Novel kolektif adalah novel yang menceritakan pelaku secara
kompleks (menyeluruh) dan segala seluk beluknya. Novel kolektif
tidak mementingkan individu masyarakat secara kolektif. 21
Sedangkan menurut Jakob Sumardjo dan Saini K.M, jenis novel
adalah sebagai berikut:
1) Novel Percintaan
Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara
seimbang bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan.
2) Novel Petualangan
Novel petualangan sedikit sekali memasukan peranan wanita. Jika
wanita di sebut dalam novel ini maka penggambarannnya kurang
berkenan. Jenis novel ini adalah bacaan pria. Karena tokoh-tokohnya
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…h. 788.
Perpustakaan Indonesia Online, terarsip di http://elmubahasa. wordpress.com
/2009/12/06/jenis-jenis-novel/, di akses, 7 Mei 2013 wib.
21
18
adalah pria, dan dengan sendirinya banyak masalah untuk laki-laki
yang tidak ada hubungannya dengan wanita.
3) Novel Fantasi
Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba
tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini
menggunakan karakter yang tidak realistis, setting, dan plot yang juga
tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penelitinya. 22
d. Pengertian Terorisme
Terorisme berasal dari bahasa Latin terrere yaitu menggetarkan.
Pengertian terorisme digunakan untuk menggambarkan sebuah serangan
yang disengaja terhadap ketertiban dan keamanan umum. Terorisme juga
dapat diartikan menakut-nakuti atau menyebabkan ketakutan, sedangkan
teroris berarti orang atau pihak yang menimbulkan ketakutan pada pihak
lain. Terorisme pada mulanya berupa tindakan kekerasan yang disertai
dengan sadisme, dan dimaksudkan untuk menakut-nakuti lawan.
Terorisme merupakan tindakan perotes yang dilakukan oleh negara-negara
atau kelompok-kelompok kecil. Pengertian terorisme sangat beragam
karena penafsiran terorisme disesuaikan dengan pihak tertentu.23
Secara etimologis, terorisme memiliki beberapa pengertian yakni :
1. Attitude d’intimidation (sikap menakut-nakuti)
22
23
Ibid.
Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-kabar Kekerasan dari Bali,Yogyakarta : LKiS,
2007, h.13-14.
19
2. Use of violence and intimidation, especially for political purpose
(penggunaan kekerasan dan intimidasi, terutama tujuan-tujuan politik).
3. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha
mencapai tujuan (terutama tujuan politik) praktek-praktek tindakan
terror.24
Adapun secara terminologi terorisme menurut versi FBI (Federal
Bureau of Investigation) atau Penyelidikan Federal : “ Terrorism is the
unlawful use of of force or violence against person or property to
intimidate or coecrce a government, the civilian population , or any
segment, in furtherance of political or social objectives” ( Terorisme
adalah tindakan kekerasan yang melanggar hukum dilakukan terhadap
orang atau properti untuk mengintimidasi pemerintah, penduduk sipil atau
segmen lainnya dalam rangka mencapai tujuan politik dan sosial).
Pengertian FBI ini mengedepankan faktor hukum dan politik yang berlaku
dalam suatu negara. Dalam negara ada instansi yang memiliki kewenangan
menggunakan cara-cara kekerasan (force) dalam menjalankan tugasnya,
misalnya Polisi. Polisi dibenarkan membubarkan aksi demonstran yang
anarkis dengan semprotan gas air mata, peluru karet, bahkan peluru tajam
24
Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Persfektif Hukum Islam, Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, h.79.
20
sesuai dengan protab yang berlaku jika aksi-aksi demo tersebut dapat
membahayakan keselamatan banyak orang.25
Dalam Perpu nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme pasal 6 berbunyi : setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas menimbulkan korban
yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya
nyawa atau harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau
kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan
hidup atau fasilitas publik.26
Sedangkan menurut Departemen Pertahanan USA, terorisme
merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau tindakan yang
mengandung ancaman dengan kekerasan dan paksaan terhadap individu
atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau
masyarakat dengan tujuan politik, agama dan ideologi atau bisa diartikan
sebagai tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
yang berlatar belakang politik atau kekuasaan dalam suatu pemerintahan
negara. 27
25
Ibid, h.82.
26
27
Ibid.
Muh.Kurniawan,Jihad Or Terorisme,terarsip di, http: /www. muslimdaily.
net/opini/4715/ jihad-or-terorisme , diakses 25 September 2012, pukul 14.15 wib.
21
Dari beberapa definisi terorisme di atas, dapat disimpulkan bahwa
terorisme merupakan suatu tindakan kekerasan baik secara fisik maupun
psikis, yang mana hal tersebut dapat menimbulkan ketakutan dan kengerian
terhadap masyarakat, yang dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun
negara.
Untuk memperjelas tentang terorisme, maka perlunya kriteria
terorisme.
Secara
eksplisit,
suatu
tindakan
kejahatan
yang
dikategorisasikan sebagai tindakan terorisme jika memenuhi kriteria antara
lain :
1. Adanya tindakan berupa ancaman ataupun kekerasan yang illegal.
2. Tindakan tersebut berdampak pada masyarakat baik fisik, psikis, harta
benda mereka maupun fasilitas umum.
3. Menimbulkan ketakutan dan kepanikan sekelompok masyarakat.
4. Adanya tujuan atau kepentingan yang ingin dicapai pelaku pada
umumnya bernuansa politik.
5. Korban tindakan tidak selalu berkaitan langsung dengan tujuan yang
hendak dicapai.
6. Pelakunya dapat berupa perorangan, kelompok terorganisir ataupun
penguasa dalam suatu pemerintahan yang sah. 28
28
Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad…h. 85.
22
2. Jihad dalam perspektif al-Qur’an dan Sunnah
Kata jihad disebutkan beberapa kali dalam al-Qur’an dan dipergunakan
untuk menjelaskan upaya-upaya orang beriman untuk melawan tekanan dari
pihak yang mendesak mereka meninggalkan keimanan mereka, dan untuk
mempertahankan diri dari penganiayaan. Pada suatu keadaan, kaum muslimin
dianjurkan untuk melawan kebatilan dengan senjata. Sebagaimana Allah swt
berfirman :




 

Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad
yang benar”.29
Ayat tersebut memerintahkan untuk berdakwah dengan sungguhsungguh, jangan menuruti hawa nafsu dan kebatilan orang-orang kafir. Dan
mengahadapi mereka secara toral dengan al-Qur’an, karena jihad dengan
hujjah dan bukti lebih besar dari pada jihad dengan senjata.30 Ajaran jihad
29
Al-Furqan[25] :52, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.364.
30
Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h.365.
23
dalam al-Qur’an merupakan ajaran agama yang mengandung arti gerakan dan
kesungguhan diri sebagai upaya untuk mencapai suatu tujuan. Pada dasarnya
perintah jihad dikobarkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, terutama
dalam mencapai tujuan hidup beragama.
Jihad dalam al-Qur’an banyak ditemukan dalam ayat-ayat periode
Madinah, sedangkan periode Mekkah sangat sedikit sekali. Hal ini
menunjukkan bahwa jihad dalam Islam, terutama jihad sebagai upaya
perlawanan terhadap serangan musuh dari orang-orang non muslim baru
dianjurkan setelah mendapat tantangan serius di Madinah. Oleh karena itu,
untuk menghadapi tantangan tersebut Allah swt mensyariatkan ajaran jihad.31
Jihad yang dianjurkan al-Qur’an pada periode Mekkah adalah jihad
dalam bentuk pengendalian diri, berdakwah dan bersikap sabar terhadap
tantangan yang dilancarkan oleh orang-orang non muslim, serta menghindari
diri dari semua bentuk konfrontasi fisik. 32 Hal ini sejalan dengan firman Allah
swt dalam al-Quran:




   




   
31
Rohimin, Jihad Makna dan Hikmah, Jakarta : Erlangga, 2006, h. 19.
32
Ibid, h. 20.
24
Artinya:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang
sebenar-benarnya”.33
Dalam ajaran Islam, jihad merupakan sesuatu yang pokok untuk
menjaga kelestarian Islam. Dalam Islam jihad sangat dianjurkan, baik oleh alQur’an maupun hadist Nabi. Sebagaimana ayat yang terdapat dalam alQur’an:34





   
  
    
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang
berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan
rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.35
Jihad disyariatkan pada tahun ke-2 H. Hikmah disyariatkan jihad adalah
untuk mencegah penganiyaan dan kedzaliman. Ulama Syafi’iyah mengatakan
bahwa membunuh orang-orang kafir bukan merupakan tujuan dari jihad. 36
33
Al-Hajj [22]: 78, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.341
34
Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h.35.
35
Al-Baqarah[2]:218, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.34.
36
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Jakarta : Darul fikr, 2008, h. 390.
25
Selama masa hidup rasulullah, masyarakat muslim berada dalam perjuangan
untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Rasulullah dan para
pengikutnya dihadapkan dengan kezhaliman dan kekejaman dari orang-orang
Mekkah dan upaya mereka yang tiada henti-hentinya untuk menghancurkan
nabi Muhammad, pada masa itu kaum muslimin mencari-cari cara alternatif
untuk mempertahankan diri mereka. Mereka berhijrah ke Abisinia dan
kemudian ke Madinah, memberlakukan blockade ekonomi dan membentuk
kesepakatan damai dan persekutuan.37 Sebagaimana firman Allah:




   



   
  
Artinya: “Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang
berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad
dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.38
Ayat ini turun berkenaan dengan beberapa orang papa (mustadh’afin),
yaitu Ammar, Shuhaib, Abu Fakihah, Bilal, Amir bin Fuhairah, dan sejumlah
orang muslim lainnya, yang mana mereka disiksa oleh penduduk Mekah
37
Moh.Anwar, Memahami Segalanya Tentang Islam, Batam: Karisma Publishing
Group, 2004 , h. 208-209.
38
An-Nahl [16] :110, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.218.
26
sampai tak sadarkan diri. 39 Oleh sebab itu, kaum muslimin diperintahkan oleh
Allah swt untuk berjihad. Namun, adakalanya kaum muslimin dipaksa untuk
terlibat
dalam peperangan.
Dalam
keadaan
ini
ayat-ayat
al-Quran
menganjurkan mereka untuk berjuang dengan keras sebagaimana firman
Allah swt :



  
Artinya: “Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan
dengan zalim mereka membela diri.”40
Ayat tersebut menerangkan bahwa kaum muslimin diperbolehkan
untuk berperang terkecuali untuk mempertahankan diri mereka terhadap
serangan dan penghianatan dari sekutu mereka. Peperangan pada hakikatnya
tidak dikehendaki oleh Islam seseorang yang telah dihiasi oleh iman pasti
akan membencinya. 41 Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an :42
  
    
   
    
   




  
39
Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h. 280.
40
Asy-Syu’ara [25]: 39, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.487.
41
Moh. Anwar, Memahami Segalanya…h. 209 .
27
Artinya:“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui”.43
Selama ini makna jihad selalu dipahami sebagai perang melawan
orang-orang kafir, baik itu dengan cara kekerasan, maupun bom bunuh diri,
dengan tujuan untuk mendapatkan surga-Nya Allah. Dalam Islam jihad tidak
serta-merta harus dilakukan dengan menggunakan senjata atau bom bunuh
diri. Akan tetapi mengangkat senjata untuk berperang melawan musuh-musuh
Islam merupakan bagian dari makna dan tujuan jihad, bukan bentuk jihad
satu-satunya.
Menurut jumhur Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, bahwa perintah
perang dalam Islam bersifat defensive (bertahan). Orang Islam tidak boleh
memulai perang kalau tidak ada genderang peperangan dari orang kafir.
Sementara kalangan Syafi’iyah dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa jihad itu
bisa bersifat ofensif (menyerang). Orang Islam harus memulai untuk
berperang ketika bertemu dengan orang kafir.44
Para ulama madzhab sepakat bahwa orang yang boleh diperangi hanya
pada kafir harbi (orang yang menentang dan memusuhi orang Islam). Tetapi
43
44
Al-Baqarah [2]:216, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.34.
Ma’had Aly, Fiqih Realitas…h. 105
   
  
    
 
28
tidak pada kafir dzimmi (orang kafir yang berdamai dengan orang Islam). 45
Jihad atau peperangan yang diizinkan dalam al-Qur’an untuk menghindari
terjadi penganiayaan terdapat dalam al-Quran:
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.46
Melampaui batas dalam ayat tersebut dijelaskan oleh Nabi saw, dalam
arti tidak membunuh wanita, anak kecil dan orang tua. Bahkan salah satu
pengertiannya adalah tidak mendadak melakukan penyerangan sebelum
terjadinya perang dengan pihak lain. 47
‫ﺖ ُ ﱯ اﻟِﻨﱠ ﱢﺻ َﻰ ﻠَّ اﷲ ُ ﻋَﻴﻠَْﻪِو َﺳ َﻢﻠﱠَ اَيﱡ‬
ْ‫ﺷَ َ ﻟ‬
‫ ﺎء‬: َ‫ﻋَﻦ ْ ﺒﻋَْﺪِ اﷲِﺑ ْ ﻦِﻣ َﺴ ْﻌﻮُ ْدٍ ﻗَﺎل‬
‫ﻀَ ُ ؟ ﻗَﺎلَ اﻟﺼﱠﻼَةُﻋَﻰﻠَو َ ﻗْﻬﺘِ َ ﺎ‬
‫ﺐﱡ ِﱃَ اﷲِ؟ و َﰲ ِورَِاﻳ َﺔٍ اَيﱡ ﻌاﻟﻤَْ َ ﻞِ اَﻓْﻞ‬
‫ﻌاﻟﻤَْ َ ﻞِ اَﺣ َ ا‬
45
Ibid,.h. 106.
46
Al-Baqarah [2]: 190, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h. 29
47
Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, Bandung : Pustaka Setia,
2010, h. 275.
29
َ‫ﻗَﺎلَ ﰒُﱠ اَيﱡ ﻗَﺎلَ ﰒُﱠ ﺑِﺮﱡﻮ اَﻟْ ﻟِ ﻳﺪَْ ﻦِ ﻗﺎَلَ ﰒُﱠ اَيﱡ ﻗَﺎلَاﳉْﻬِ َﺎدُﰲ ِﺳ َﻴﺒِْﻞِاﷲِ ﻗَﺎل‬
(‫اﺳ ْﺘﺰـََدَ ﺗُﻪُﺰﻟِاَ دَﺗْﲏِ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ و اﻟﱰﻣﺬي واﻟﻨﺴﺎئ‬
ِ‫ﻦﱠ َ ﻟَﻮ‬
‫ﺣ َﲏِﺪﱠﺛَْ ِِ و‬
Rasulullah saw bersabda “Dari Abdullah Ibnu Mas’ud r.a ia berkata:
telah datang seorang laki-laki pada nabi saw, memohon untuk berjihad, Nabi
bertanya, apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: Ya, maka
nabi pun bersabda : Berjuanglah untuk kedua orang tua mu.” (H.R Bukhari
Muslim)48
Hadis di atas menjelaskan bahwa berbuat baik kepada orang tua lebih
utama daripada pergi ke medan perang, karena berbuat baik kepada kedua
orang tua adalah fardhu’ain, sedangkan jihad fardhu kifayah. Namun, jika
pada suatu saat Islam membutuhkan umatnya untuk membela agamanya,
maka akan merubah hukum jihad itu menjadi fardhu’ain. Menurut jumhur
ulama membela agama harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada
kedua orang tua. Para jumhur ulama beralasan dengan kaidah ushul, yaitu
kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan pribadi.
49
Secara umum jihad ditafsirkan sebagai suatu usaha atau perjuangan
dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan agama Allah. Menurut Quraish
Shihab, jihad adalah kebaikan dan keburukan yang sama-sama bersanding
didalam jiwa setiap manusia. Sebagaimana firman Allah swt:
48
Abdul Qadir Ahmad, Adabun Nabi (Meneladani Akhlak Rasullulah saw), Jakarta:
Pustaka Azzam, 2002, h.112.
49
Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial,Bandung : Pustaka Setia,
2010, h. 254.
30



Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”.50
Ayat tersebut mempunyai arti bahwa setiap diri manusia memiliki
potensi kebaikan dan keburukan. Keburukan mendorong adanya sewenangwenang dan kebaikan mengantarkan pada keharmonisan. 51 Jihad merupakan
cara untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu jihad harus membuahkan
terpeliharanya jiwa, mewujudkan manusia yang adil dan beradab serta
berkembangnya harta benda.52
Sementara itu Azyumardi Azra mendefinisikan jihad sebagai perang
melawan orang kafir, tetapi bukan berarti perang yang semata-mata
dilancarkan karena motif-motif agama, untuk memaksakan orang kafir
memeluk Islam. Secara historis, jihad umumnya dilakukan atas dasar politik,
seperti perluasaan wilayah Islam atau pembelaan diri muslim terhadap
serangan dari luar. 53
50
Asy-Syam [91]: 8, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.595.
51
Badri Khaeruman, Hukum Islam…h.262.
52
M.Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an,Bandung: Mizan Pustaka, 2008, h. 83.
53
Badri Khaeruman, Hukum Islam…h. 277.
31
3. Fase-fase Berjihad dalam al-Qur’an
Jihad merupakan salah satu dari sekian banyak kewajiban yang Allah
syariatkan kepada umat Islam. Hendaknya kewajiban ini dijadikan motivasi
untuk mencari ridha Allah, sebab tidak ada satupun yang dapat menandingi
besarnya pahala orang yang berjihad, apalagi orang yang terbunuh ia
mendapatkan gelar mati syahid. Kewajiban berjihad sudah diatur tahaptapannya sesuai dengan firman Allah, sehingga umat Islam dalam
melaksanakan jihad harus mengikuti apa yang telah diatur dalam al-Qur’an,
sebab dikhawatirkan apabila tidak mengikuti apa yang telah ditetapkan dalam
al-Qur’an umat Islam akan berbuat melampaui batas.54 Sebagaimana yang
terdapat dalam surat al-Baqarah 190:
   
  
    
 
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.55
Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
54
Abu Bakar, “Jihad Dalam Al-Qur’an”, Jurnal Studi Islam dan Sosial,Dialog,
Vol.2 No.2 Juli-Desember 2004,h.18.
55
Al-Baqarah [2]: 190, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.29.
32
a. Perintah Menahan Diri
Pada masa awal kebangkitan Islam, ketika umat Islam dalam keadaan
lemah, Allah memerintahkan kepada mereka agar menahan diri untuk tidak
mengadakan peperangan dengan orang kair. Pada waktu itu umat Islam
hanya diperintahkan untuk mengerjakan shalat dan membayar zakat,
sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an:
   










  













  



    


  
   
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada
mereka "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah
sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada
Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya
Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?
mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada
Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih
33
baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan
dianiaya sedikitpun”.56
Pada dasarnya ayat ini merupakan sindiran kepada mereka yang ketika
diperintahkan untuk berperang mereka enggan. Namun pada teks awal ayat
ini dijelaskan adanya sikap yang diperintahkan oleh Allah agar menahan diri
sebagai langkah untuk mengatur strategi dan mempersiapkan kekuatan.
Dalam fase ini Rasullullah melarang para sahabat untuk memerangi
penduduk Mekah, beliau memerintahkan supaya kaum muslimin dapat
menahan diri dan sabar terhadap segala gangguan dan kekejaman orangorang musyrik Mekah, dan Rasulullah Allah memerintahkan kaum
muslimin agar tetap berdakwah kepada mereka (kaum Qurais).57
Menurut Sayyid Qutb ada beberapa alasan mengapa Rasulullah
menggunakan politik yang demikian ketika menghadapi orang kafir Qurais
Mekah, alasan tersebut antara lain:
1) Fase pendidikan, dalam arti mendidik jiwa dan mental para sahabat agar
dapat bersabar dalam menghadapi ujian yang luar biasa, dan juga
melatih emosi mereka agar tidak selalu menghadapi persoalan dengan
kekerasan.
56
An-Nisa [4]: 77, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.90.
57
Abu Bakar, Jihad Dalam Al-Qur’an…h.19.
34
2) Dakwah dengan jalan damai lebih merasuk dan mengena di tengah
lingkungan Qurais yang memiliki harga diri yang cukup tinggi
dikalangan kabilah-kabilah Arab lain.
3) Masih sedikitnya jumlah kaum muslimin dan masih lemahnya kekuatan
saat itu, dengan berperang akan mengakibatkan runtuhnya umat Islam
yang baru dibangun oleh Rasulullah.
4) Orang-orang yang memusuhi Islam, boleh jadi nantinya justru menjadi
pembela-pembela Islam yang tangguh dan kuat, bahkan sebagian
mereka
menjadi
pemimpin-pemimpin
Islam
yang
gigih
memperjuangkan agama Allah, sebagaiman Umar Ibn Khattab.58
b. Perintah untuk memerangi orang yang memerangi.
Islam adalah agama yang senantiasa menjunjung tinggi perdamaian
dan membenci kekerasan serta kezhaliman, karena Rasulullah diutus ke
muka bumi bukan untuk memerangi manusia, tetapi untuk mengajak
manusia agar menegakkan perdamaian di dunia dengan berpegang teguh
pada ajaran Islam. Oleh karena itu al-Qur’an mengajarkan kepada umat
Islam agar tidak semena-mena dalam menghadapi orang-orang kafir.59 Hal
ini sejalan dengan firman Allah surah An-Nisa 91 yang artinya:
58
59
Ibid, h.20.
Ibid.
35
“Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang
bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari
kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik),
merekapun terjun kedalamnya. karena itu jika mereka tidak membiarkan
kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta
(tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), Maka tawanlah
mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami
berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh)
mereka”.60
Ayat ini berkenaan dengan kejahatan orang-orang munafik yang akan
ditemukan dalam masyarakat, di mana mereka akan meminta perlindungan
dari orang Islam demi keselamatan dan keamanan mereka. Namun ketika
mereka diajak ke dalam kekafiran dan kedurhakaan mereka akan
bersemangat melaksanakannya, dan orang munafik tidak akan membiarkan
umat Islam dalam kedamaian, karena itu jika mereka tidak membiarkan
kamu, yakni menghalangi kamu melaksanakan tuntunan agama, dan tidak
mau menyerahkan diri kepada kamu (berdamaian), dan tetap menganggu
kamu, maka taklukkanlah mereka atau bunuhlah mereka dimana saja kamu
temukan.
Jihad dalam bentuk perang tahap ini adalah jihad dalam bentuk difa’iy
(defensif) bukan jihad hujumy (ofensif), dengan pengertian, bahwa kaum
muslimin dalam hal ini bukan yang memulai peperangan terlebih dahulu
atau kaum muslimin bukan pihak penyerang, peperangan yang demikian
merupakan sikap mempertahankan diri dari serangan musuh. Hal ini
60
An-Nisa [4]: 90, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.92.
36
merupakan taktik peperangan untuk mempertahankan diri agar kaum
muslimin tidak dibantai dengan sewenang-wenang oleh orang kafir.61
c. Perintah untuk memerangi seluruh orang kafir
Islam bukanlah agama yang identik dengan kekerasan, yang tidak
memperhatikan hak-hak asasi manusia, namun Islam mewajibkan para
pengikutnya untuk berperang, sikap tegas dalam Islam diperlukan ketika
segala usaha telah dilakukan. Oleh karena itu, beberapa sikap atau taktik
peperangan yang dimiliki oleh agama Islam dari sikap menahan diri,
mempertahankan diri dan sikap tegas untuk menyerang merupakan strategi
dari peperangan.62
Dalam fase ini Allah mengizinkan untuk memerangi orang-orang kafir
dan melakukan penyerangan terhadap mereka. Perintah berperang ini tanpa
menunggu diserang terlebih dahulu, sehingga bagi orang kafir baik yang
melakukan penyerangan atau tidak tetap harus diperangi. Ini disebabkan
orang-orang kafir terus menerus melakukan kezhaliman dan kesewenangwenangan, serta sikap mereka yang masih mempertahnkan kekafiran
mereka dan kesombongan. Sikap-sikap demikianlah yang menyebabkan
adanya perintah diperbolehkannya bagi kaum muslimin untuk menyerang,
61
Abu Bakar, Jihad Dalam Al-Qur’an…h.21-22.
62
Ibid,.h.22.
37
sehingga mereka takluk masuk Islam atau mau membayar jizyah. 63 Hal ini
senada dengan firman Allah swt:









   



   
  
   
 
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak
mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya
dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka
dalam Keadaan tunduk”.64
4. Hukum Jihad
Hukum
jihad
adalah
fardhu
kifayah,
bila
sebagian
kelompok
melaksanakannya (misalnya dalam menghadapi musuh), maka kewajiban bagi
yang lain akan gugur.65 Allah swt berfirman:



   
63
Abu Bakar, Jihad Dalam Al-Qur’an…h.22-23.
64
At-Taubah [9]: 29, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.191.
65
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009, h. 54.
38
















Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”.66
Pada masa rasullulah saw, hukum jihad adalah fardhu kifayah,
sebagaimana dalam firman Allah swt :
   
  
 



 
   
 
   



   





Artinya: “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut
berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah
66
Wahbah Zuhaili, Buku Pintar al-Qur’an…h. 205.
39
melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing
mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang
dudukdengan pahala yang besar”.67
Dalam ayat di atas Allah membandingkan antara orang yang berjihad
dan orang yang tidak ikut berjihad, dan masing-masing mereka dijanjikan
kebaikan (pahala). Allah tidak menetapkan bahwa yang satu berpahala dan yang
lainnya berdosa.68 Hukum jihad melawan orang-orang kafir pada masa
rasullullah dibagi menjadi dua yaitu, Pertama, orang-orang kafir berada di
negaranya. Maka berjihad melawan orang kafir hukumnya fardhu kifayah. Jika
ada seseorang yang telah cukup untuk mewakili berjihad melawan orang-orang
kafir, maka gugurlah dosa yang lain. Kedua, apabila orang-orang kafir
melakukan penyerangan ke negara kaum muslimin. Maka penduduk negara itu
harus melawan semampunya. Apabila mereka tidak mampu, pendudukpenduduk yang tinggal dekat dengan daerah tersebut
diperbolehkan untuk
mengqashar shalat dan wajib ikut berperang seperti penduduk daerah tersebut.69
5. Faktor-faktor pemicu terjadinya Terorisme
67
68
69
Ibid,.h. 94.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam…h. 29.
Ibid,.h. 392.
40
Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa dan tidak mengenal
batas negara. Aksi teror memberikan dampak dalam segala dimensi kehidupan
manusia, banyak warga sipil menjadi korban aksi terorisme dan berbagai
fasilitas publik atau fasilitas umum ikut hancur. Terorisme terjadi karena
adanya ketidakadilan global dan ketidak puasan masyarakat terhadap
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Adapun faktor-faktor yang menjadi
pemicu terorisme sebagai berikut :
a. Faktor Ekonomi
Kemiskinan membuat orang nekat untuk melakukan kejahatan dalam
bentuk apapun, termasuk melakukan tindak kekerasan seperti tindak pidana
terorisme. Faktor ini bukanlah
faktor utama yang melatar belakangi
terjadinya terorisme, Namun faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi
seseorang untuk berontak atas keadaan dirinya. Sehingga mereka tertarik
untuk bergabung dengan kelompok-kelompok yang mana kelompok
tersebut menjanjikan hal-hal yang dapat mengangkat mereka ketempat
yang lebih baik dari sisi ekonomi. 70
b. Faktor Politik
70
Yulia Monita, Majalah Hukum Forum Akademika (Faktor-faktor Terjadinya tindak
pidana terorisme dan strategi penanggulangannya di Indonesia), terarsip di
isjd.pdii.lipi.go.id/index.php. diakses 10 September 2012, pukul 10.00 wib.
41
Keyakinan terhadap ideologi politik tertentu membuat suatu
kelompok
mampu
melakukan
hal-hal
yang
melanggar
ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, mereka melakukan tindakan kekerasan, ancaman kekerasan
(teror) terhadap penduduk sipil dan pemerintah. Tujuan utama mereka
adalah ingin merubah ideologi suatu negara dengan melakukan tindak
pidana terorisme. Mereka berharap hal tersebut menimbulkan kecemasan
dan
ketakutan
pada
masyarakat.
Sehingga
hal
tersebut
dapat
menghilangkan rasa kepercayaan rakyat pada pemerintahan yang sah, oleh
karena pemerintah dianggap tidak mampu melindungi masyarakat dari
tindak pidana terorisme yang terus terjadi.
c. Faktor Agama
Kurangnya pemahaman terhadap ajaran-ajaran tertentu dalam
agama, menimbulkan seseorang salah dalam menafsirkan tentang suatu
ajaran agama. Sehingga pada aspek inilah terkadang teroris Islam
dialamatkan.
Pandangan
yang
berkembang
sekarang
ini
sering
menyudutkan kaum fundamentalis sebagai pelaku aksi terorisme dan
kejahatan. Hal ini mempengaruhi masyarakat kepada sikap apriori dengan
asumsi bahwa pelaku tindakan tersebut pasti kaum fundamentalis tertentu.
Tertangkapnya pelaku teroris seperti, Imam Samudra, Amrozi dan
lainnya, tidak membuat mereka merasa bersalah, karena telah menewaskan
42
ratusan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Gambaran tersebut terjadi
karena adanya pemahaman yang berbeda dari sekelompok orang dalam
menafsirkan makna “jihad”. Hal ini disebabkan karena adanya pemahaman
keagamaan yang ekslusif, skriptualis, dan miskinnya pemahaman realitas
historis dalam menafsirkan pesan teks-teks kitab suci, sehingga
mewariskan sikap-sikap fanatik dan intoleran dalam menyikapi realitas
perbedaan dan kondisi pluralitas, sosial, politik, budaya dan ekonomi,
bahkan wilayah juang dalam mengimplementasikan prinsip menegakkan
kebajikan dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahi mungkar).
d. Faktor Hukum
Faktor ini secara tidak langsung juga memicu terjadinya tindak
pidana terorisme oleh kelompok-kelompok tertentu. Penengakkan hukum
yang belum maksimal, membuat masyarakat berasumsi bahwa hukum
hanya milik golongan tertentu dan tidak berpihak pada masyarakat lemah.
Sehingga membuat kelompok tertentu ingin mengadakan perlawanan
terhadap pemerintah, yang dianggap masyarakat tidak mampu melindungi
rakyat kecil dari ketidakadilan. Perlawanan mereka ditunjukkan dengan
salah satu tindakan teror.
e. Faktor Sosial
43
Faktor ini berkaitan erat dengan faktor hukum, karena dengan
ketidakadilan
yang
dirasakan
oleh
kelompok-kelompok
tertentu
menunjukkan gagalnya kebijakan penguasa dan negara, yang mana hal itu
masih jauh dari harapan rakyat. Ketidakadilan yang terjadi dimana-mana
dan penindasan yang dilakukan oleh kelompok kuat terhadap kelompok
yang lemah adalah akar permasalahan munculnya perilaku teroris. 71
Aksi teror yang dilatarbelakangi oleh faktor kondisi sosial
masyarakat biasanya diekspresikan sebagai bentuk frustasi, kekecewaan
dan ketidakberdayaan pelaku teroris melihat kondisi di masyarakat sebagai
akibat ketidakadilan baik dari pemerintahannya sendiri maupun dari negara
lainnya. Menurut Ali Khan, semakin marginal, tertekan, dan dirugikan
suatu
masyarakat
akan
berdampak
semakin
gigihnya
melakukan
perlawanan dalam bentuk tindakan kekerasan sebagai wujud pembalasan
terhadap siapa yang dianggap sebagai aggressor. Keadaan ini tampaknya
dialami oleh masyarakat Palestina, Irak dan Afganistan.72
Faktor-faktor di atas tersebut
saling
berkaitan dan saling
mempengaruhi satu sama lain, dari rasa ketertindasan yang terjadi dimanamana tersebut menjadi sebuah ide perlawanan dengan adanya pemahaman
yang keliru tentang makna “jihad”.
71
72
Ibid.
Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Persfektif Hukum Islam, h.31
44
6. Terorisme dalam pandangan Islam
Terorisme merupakan bentuk kekerasan atau ancaman yang dilancarkan
oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain. Tujuannya untuk
menciptakan rasa takut dan atau menghancurkan pihak lain, yang dilakukan
dengan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Islam dan semua agama didunia,
tidak mendukung ataupun mensyaratkan kekerasan yang tidak dibenarkan. alQur’an tidak membela atau mengampuni terorisme dan al-Qur’an juga tidak
membenarkan tindakan-tindakan kekerasan termasuk terorisme. 73
Sebagaimana firman Allah swt:







     

Artinya:“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”74
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Islam membolehkan aksi perlawanan
sebagai suatu tindakan balasan, tetapi bentuk balasan tersebut harus setimpal.
Tidak boleh berlebihan atau melampaui batas. Aksi terorisme berlawanan
dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebab, Islam adalah agama rahmatan lil
‘alamin, agama yang membawa misi perdamaian bagi seluruh alam semesta.
73
John L. Esposito, Islam Aktual, Depok: Inisiasi Press, 2002, h.129
74
Al-Baqarah [2]: 190, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.29
45
Karena itulah Islam melarang setiap bentuk kekerasan termasuk aksi
terorisme.
Rasulullah SAW bersabda :
‫اﷲ ر َﻴﻓِْﻖٌﳛُ ِﺐﱡ‬
‫ﺎﺋِ َﺔَ اَنﱠ‬
‫َﺎ ﻋَﺴ‬:‫ﻋَ ﺴﺋِ َﺔَوزَْج َ اﻟﱯﻨﱠِ صم اَرنﱠَﺳﻮُ ْلَ اﷲ صم ﻗَﺎلَﻳ‬
‫ﻋَﻦ ْ ﺎ‬
ُ ‫ﺳَِاﻩ‬
‫ﻻَ ُﻌ ْﻄِ ﻰﻋَﻰﻠَ ﻣ ﺎَ ﻮ‬
‫ﻻَ ُﻌ ْﻄِﻰ ﻋَ ﻠَﻰﻌاﻟُْﻨْﻒِو ﻣَ َ ﺎ ﻳـ‬
‫ﺮ ّاﻟﻖﻓْ َو ﻳـَ ُﻌ ْﻄِ ﻰﻋَ ﻠَﻰ اﻟّﺮﻓْﻖِﻣ َ ﺎ ﻳـ‬
Dari ‘Aisyah istri nabi saw, bahwasanya rasulullah saw bersabda, “Hai
‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada
kasih sayang, dan Dia memberi (kebaikan) pada kasih sayang itu apa-apa
yang Dia tidak berikan kepada kekerasan, dan tidak pula Dia berikan kepada
apapun selainnya”. (HR. Muslim)75
Allah swt berfirman:


  
   



    






     

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”76
75
Terorisme dalam pandangan Islam, terarsip di, http://www.mta-online. Com
/2009/08/22/ terorisme -dalam-pandangan-islam/ . diakses 3 November 2012, Pukul 16.00 wib.
76
Al-Maidah [5]: 8, Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah…h.108
46
Dalam ayat tersebut Allah swt memperingatkan kaum muslimin untuk
tidak
membiarkan
kemarahan
dan
kebencian
menguasai
diri
dan
menyebabkan mereka membuat kesalahan terhadap orang lain.
Rasulullah saw bersabda :
‫ﻼًَ ﺎ‬
‫ﺎس َا ِﺳ ْ ﻣ‬
‫ﺴ َﻦ َ اﻟﻨﱠ‬
ْ ‫ﻣِ َاﻻﺳ ْﻼَومِ اَنِﱠ◌ َ اَﺣ‬
‫ﺶ َ ﻴ ﻟﺴَْ َﺎ ﻦ‬
‫ا ِ نﱠ اﻟْﻔَﺤ ْﺶ َو َ اﻟﺘـﱠﻔَﺤﱡ‬
. ً‫ﺴ َﻨﻬـُﻢُ ْﺧ ُ ﻠُﻘﺎ‬
ْ ‫اَﺣ‬
Artinya: “Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan
ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang
paling baik akhlaknya”. [HR. Ahmad )77
7. Jihad, Terorisme dan Gerakan Islam Radikal di Indonesia
Jihad
beberapa
tahun
belakangan
ini
menjadi
topik
yang
diperbincangkan dan diperdebatkan di media massa dan literatur akademis,
istilah jihad juga menimbulkan persepsi pejorative78. Hal ini timbul karena
istilah tersebut dipakai dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kerusuhan
sosial atau pemboman yang selama ini terjadi. Isu yang berkembang saat ini
77
Terorisme dalam pandangan Islam, http://www.mta-online. com/2009/08/22/
terorisme-dalam-pandangan-islam/. diakses 3 November 2012, Pukul 16.00 wib
78
Unsur bahasa yang memberikan makna menghina, merendahkan dan sebagainya,
yang digunakan untuk menyatakan penghina atau ketidaksukaan seseorang pembicara.
Terarsip di, http//:www.wikipedia.com, di akses, 15 Maret 2013, pukul, 09.30 wib.
47
di masyarakat adalah ketika seruan untuk berjihad itu dikaitkan dengan tindak
terorisme, pengorbanan diri (bom bunuh diri), dan kekerasan (violence) atas
nama agama. 79
Jihad sering kali disebut sebagai penyebab munculnya aksi kekerasan
dalam masyarakat. Menurut Muhammad Amin Abdullah bahwa secara
normatif tidak ada satupun ajaran agama yang mendorong dan menganjurkan
pengikutnya untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap pengikut agama
lain di luar kelompoknya. Namun, secara historis faktual dijumpai tindak
kekerasan yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat dengan dalih
agama. Hal tersebut memunculkan pandangan yang melahirkan apa yang
belakangan ini disebut dengan radikalisme. 80
Radikalisme menunjukkan suatu paham atau aliran dalam kehidupan
sosial dan politik termasuk keagamaan yang menginginkan perubahan secara
ekstrim dan menyeluruh sebagai penerapan ajaran atau ideologi yang diyakini
benar dan mutlak.81 Munculnya radikalisme sekarang ini merupakan suatu
reaksi sekelompok orang atas tragedi yang menimpa umat Islam di Palestina,
Bosnia,
Irak,
dan Afganistan.
Keberpihakan kebijakan
luar
negeri
pemerintahan Amerika Serikat (AS) kepada kepentingan politik Israel dan
79
Zulfi Mubarok, Tafsir Jihad (Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global),Malang:
UIN-MALIKI PRESS (Anggota IKAPI), 2011,h. 1.
80
81
Ibid ,.h.3.
Bilveer Sigh & Abdul Munir Mulkhan, Jejaring Radikalisme Islam di Indonesia (Jejak
Sang Pengantin Bom Bunuh Diri), Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher,2012,h.14.
48
penyerangan terhadap Irak menyebabkan sekelompok orang terkesan anti
terhadap AS. Kekerasan struktural dan ketidak adilan global yang merugikan
umat Islam menjadi pendorong lahirnya radikalisme. Dalam konteks
demikian, radikalisme mengandung motif pembebasan dan perlawanan.
Wacana yang dikembangkan Islam radikal adalah pembebasan. 82
Menurut Makruf, kemunculan Islam garis keras di Indonesia tidak
dilepaskan dari beberapa faktor, Pertama, faktor pemahaman keagamaan
literal mengakibatkan adanya kecenderungan “keras” dalam mempraktekan
agama. Kedua, adanya interaksi muslim Indonesia dengan dunia muslim
internasional. Adanya hubungan dengan muslim internasional dimungkinkan
k arena difasilitasi mobilitas muslim Indonesia keluar negeri baik melalui
jalur kerja, seperti Saudi dan Malaysia ataupun atas nama solidaritas sesama
muslim ikut berperang di Afganistan maupun Mindanao. Ketiga, faktor politik
global demokrasi. 83
Sengketa perbatasan antara Israel dan Palestina yang menelan ribuan
korban jiwa masyarakat sipil muslim, mendorong para teroris untuk
menunjukan solidaritas mereka terhadap masyarakat Palestina. Salah satu
bentuk solidaritas mereka ditunjukkan dengan cara meledakan bom, sehingga
warga asing yang turut serta dalam penindasan dan pembunuhan warga negara
82
Surya Sukti, “Islam dan Terorisme di Asia Tenggara”, Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat, Volume 5, No.1 Juni 2008, h.91.
83
Ibid,.h.92.
49
Palestina menjadi korban. Pengaruh kebijakan politik luar negeri terhadap
teroris adalah penyerbuan Amerika Serikat dan sekutu-kutunya ke Afganistan
dan Irak dengan alasan memburu teroris. Penyerangan terhadap kedua negara
melahirkan solidaritas bagi kalangan muslim radikal. 84
Ketidakadilan global karena politik luar negeri negara-negara adidaya
yang berstandar ganda menimbulkan semangat perlawanan dengan mengatas
namakan terma agama. Term jihad mendominasi perlawanan terhadap
kebijakan-kebijakan luar negeri AS. Konflik dengan Israel dan serangan
Yahudi terhadap orang Palestina dengan dukungan AS dalam pandangan para
teroris merupakan bentuk penjajahan terhadap kaum muslim yang harus
dilawan dengan kekuatan yang sama. Peledakan bom di sejumlah daerah
dalam kurun lima tahun terakhir, mulai dari bom Natal (2000), hingga bom
Bali merupakan bentuk ekspresi terorisme melawan AS dan sekutunya. 85
Jaringan teroris di Asia Tenggara terbentuk setelah gerakan radikal
Islam di Malaysia ke Indonesia. Mereka membentuk pola jaringan yang tertata
rapi dalam struktur bawah tanah, dengan tetap berpusat di Malaysia.
Kemajuan teknologi pun memberikan peran bagi pemprosesan berbagai
informasi kepada pelaku teroris. Media cetak maupun media elektronik
(televisi) mempunyai andil dalam memberitakan serangan para teroris
84
85
Wawan H.Purwanto, Terorisme…h. 35.
Ibid, h. 36.
50
sekaligus kiprah aparat keamanan dalam meringkus sebuah gerakkan teroris.
Media telah menciptakan sebuah jaringan psikologis yang mampu menyentuh
dan membangkitkan rasa sedih, cemas dan kemarahan masyarakat. 86
Dalam sejarah Islam,terdapat dua kelompok fundamentalis yang
melakukan jihad dalam bentuk perjuangan fisik sesuai dengan misi dan
ideologi mereka yaitu fundamentalisme radikal dan fundamentalisme puritan.
Fundamentalisme radikal merupakan gerakan Islam ekstrim dengan
melakukan perlawanan baik secara nyata maupun tersembunyi terhadap
segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi keberagamaan
mereka. Sedangkan fundamentalisme puritan merupakan kelompok muslim
fundamental yang menjunjung tinggi dan memahami teks-teks agama secara
tekstual, dan menolak pendekatan kontekstual. 87
Indonesia, selain sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim,
juga ditemukan kelompok-kelompok gerakan Islam yang dianggap sebagai
kelompok radikal, dan mereka kadangkala berbeda dalam melakukan aksi
untuk mencapai tujuannya, seperti FPI, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad, dan Ikhwanul Muslimin. 88
86
Eko Prasetyo, Membela Agama Tuhan (Potret Gerakan Islam dalam Pusaran
Konflik Global, Yogyakarta : INSIST PRESS,2002, h. 118.
87
Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad Dalam Persfektif Hukum Islam, Jakarta :
Badan Litbag & Diklat Departemen Agama RI,2009, h. 173.
88
Ibid.
51
Secara umum di Indonesia gerakan kelompok radikal merupakan
kelompok yang sering muncul ke permukaan. Tidak hanya karena kelompok
Islam merupakan mayoritas di Indonesia, tetapi karena ideologi jihad dalam
Islam dapat mendorong radikalisasi kelompok-kelompok Islam fanatik di
Indonesia, tetapi banyak faktor yang mempengaruhi munculnya semangat
jihad kelompok masyarakat Islam, seperti faktor ideologi politik, sosial
budaya, solidaritas dan doktrin teologi.
a. Faktor Ideologi Politik
Pengalaman masa lalu tentang kekerasan,konflik dan polarisasi politik
yang telah menyakiti perasaan sebagian umat islam tentunya tidak dapat
lenyap begitu saja. Pengalaman pahit itu baik secara langsung maupun
tidak secara langsung akan terwariskan pada generasi-generasi berikutnya
melalui berbagai cara seperti kisah-kisah,dogeng,mitos,tulisan atau melalui
sandiwara-sandiwara yang kemudian membangun sekat-sekat sosial politik
yang saling bertentangan,terutama karena adanya polarisasi pemihakan
terhadap setiap peristiwa dimasa lampau. Polarisasi pemihakan tersebut
dapat terjadi karena adanya kesamaan identitas seperti suku dan paham
agama.
Adanya peristiwa-peristiwa benturan politik antar kelompok agama
dan atau penindasan penguasa terhadap kelompok agama akan membangun
sekat sosial antar kelompok agama dan atau penguasa. Yang kemudian
sekat-sekat sosial itu akan terwariskan pada kelompok-kelompok agama
52
pada generasi berikunya. Hal itulah yang proses selanjutnya dapat
melahirkan kelompok-kelompok agama yang radikal yang menentang
kelompok agama lain,penguasa atau bangsa lain yang dianggap sebagai
musuhnya.
Kaitannya dengan ideologi politik di Indonesia terjadi pada pergulatan
politik
dalam
menentukan
dasar
negara.
Sebagian
kelompok
Islam,terutama mereka yang dikenal dengan kelompok radikalisme
menghendaki perlunya dasar negara yang berasaskan Islam. Sebagian yang
lain menghendaki berlakunya Piagam Jakarta,sedangkan sebagian yang lain
sepakat dengan Pancasila sebagai dasar negara. Namun dalam proses
selanjutnya bangsa Indonesia memilih Pancasila sebagai dasar negara. Hal
ini mewariskan perbedaan,polarisasi dan pertentangan diantara kelompokkelompok tersebut.
Pada lapisan bawah terdapat kelompok radikal Islam atau kelompok
Islam garis keras,yang tetap menginginkan Islam sebagai dasar negara
Indonesia,meskipun sebagian besar umat Islam sudah menyatakan final
terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Gerakan Islam seperti Darul Islam
(DI) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul pada masa orde lama
adalah sebuah fenomena sejarah yang menggambarkan adanya pengalaman
radikalisme agama di Indonesia. Gerakan-gerakan kelompok Islam tersebut
secara sporadis tetap muncul meskipun dalam skala yang sangat kecil.
53
Dalam sudut pandang politik, bangkitnya gerakan radikal sekarang ini
tidak terlepas dari adanya perkembangan iklim demokrasi poltik yang tidak
lagi sepenuhnya menjadi hegemoni rezim penguasa. Selain itu kebijakkan
politik yang memberi peluang terhadap otonomi daerah juga memiliki
pengaruh terhadap berkembangnya gerakan radikal di berbagai daerah.
b. Faktor Sosial Budaya
Aspek sosial budaya merupakan faktor penting yang dapat melahirkan
gerakan-gerakan radikal keagamaan pada era repormasi sekarang ini
merupakan akibat pudarnya nilai-nilai dan norma budaya bangsa, serta
tidak berlakunya penegakkan hukum secara adil. Ketika hukum dan normanorma sosial yang baku dalam sistem sosial tidak berlaku, dan ketika
pengadilan negara tidak mampu memberikan keadilan, maka yang muncul
kemudian adalah pengadilan rakyat dan hukum rimba. Dalam kondisi
semacam ini maka yang akan terjadi adalah krisis dan kekacauan sosial
karena rakyat menjadi gampang marah, gampang tersinggung dan
mengamuk. Misalnya terjadinya berbagai kasus pembantaian antar suku,
antar agama, pembakaran hidup-hidup pencuri yang tertangkap oleh massa
dan lain-lain. Dalam suasana seperti ini maka hukum rimba tentu sangat
kondusif bagi berkembangnya kelompok-kelompok radikalisme termasuk
kelompok radikalisme keagamaan.
54
c. Faktor Solidaritas
Faktor solidaritas ini merupakan faktor yang cukup menonjol bagi
sebagian kelompok Islam di Indonesia yang kemudian muncul menjadi
sebuah gerakan. Sebagian dari gerakan ini muncul sebagai reaksi atau
pembelaan terhadap kelomok-kelompok Islam yang dipandang mendapat
perlakuan tidak manusiawi dan tidak adil oleh kelompok-kelompok tertentu
dan tidak segera memperoleh perlindungan yang memadai oleh
pemerintah.
Bentuk-bentuk pembelaan yang dilakukan, tidak saja terbatas pada
dukungan moral melalui pernyataan-pernyataan, demonstrasi turun ke jalan
dan pemberian bantuan dana pada korban kekerasan, tetapi juga dalam
bentuk pengiriman tenaga dan senjata untuk ikut bergabung berperang
secara fisik dengan mereka yang dianggap sebagai musuh Islam. Adanya
berbagai informasi yang tidak fair terhadap rakyat Palestina oleh negaranegara Barat dan Israel misalnya, telah melahirkan solidaritas sebagian
kelompok Islam di Indonesia untuk bersimpati terhadap penderitaan rakyat
Palestina yang umumnya beragama Islam.
Bentuk solidaritas yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam di
Indonesia terhadap Palestina diekspresikan dalam bentuk demonstrasidemonstrasi dan bantuan finansial.
55
d. Faktor Doktrin Teologis
Sebagian
dari
gerakan
radikalisme
keagamaan
ini
muncul
sebagaimana gerakan-gerakan pemikiran salafiah sebelumnya,yakni ingin
terus memurnikan ajaran Islam dari berbagai pengaruh budaya baik lokal
maupun
budaya
global
dan
budaya
Barat
(termasuk
budaya
neoinprealisme) yang dipandang telah merusak keyakinan dan kehidupan
umat Islam. Budaya Barat yang saat ini dipandang sebagai musuh Islam
adalah hegemoni pemerintah Amerika Serikat.
Dengan doktrin seperti itu, maka simbol-simbol Amerika Serikat di
mana saja ia berada harus dihancurkan dan dimusnahkan. Oleh sebab itu
bom-bom
yang
diledakkan
oleh
kelompok-kelompok
radikal
ini
mengambil sasaran dan tempat bangunan yang melambangkan keadidayaan
Amerika Serikat dan budaya Barat,seperti Bali, Hotel JW Marriot,dan
Kedutaan Australia. 89
89
Nuhrison M.Nuh, “Faktor-faktor penyebab munculnya atau gerakan Islam Radikal di
Indonesia”, Jurnal Multikultural & Multireligius Vol.VIII. Terarsip di balitbangdiklat.
kemenag. go.id/ download /doc_download/12-jurnal-31.htm, diakses 11 Mei 2013.
Download