KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL SOTONG (Sepia recurvirostra) NURZAKIAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 RINGKASAN NURZAKIAH. C34070009. Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvitostra). Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB. Sotong merupakan salah satu jenis Cephalopoda yang diduga memiliki komponen gizi tinggi dan kaya akan asam lemak tidak jenuh yang baik bagi kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik, morfometrik, rendemen, kandungan zat gizi (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), komponen bioaktif, komposisi asam lemak, dan kandungan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra). Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap preparasi, pengukuran morfometrik dan perhitungan rendeman, tahap analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), tahap pembuatan ekstrak kasar sotong dan analisis fitokimia, tahap analisis asam lemak, dan tahap analisis kolesterol. Pengukuran morfometrik menunjukkan sotong pada penelitian ini memiliki panjang rata-rata sebesar 12,70±1,30 cm, lebar 5,59±0,53 cm, tebal 1,95±0,40 cm, dan berat 59,43±10,91 gram. Rendemen bagian badan sotong sebesar 45,09%, kepala 32,53%, jeroan 18,06%, dan cangkang 4,32%. Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa bagian badan sotong mangandung 84,06% air, 0,69% abu, 13,51% protein, 0,79% lemak, dan 0,96% karbohidrat. Bagian kepala sotong mengandung 83,65% air, 0,89% abu, 13,16% protein, 0,77% lemak, dan 1,54% karbohidrat. Komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak kasar badan dan ekstrak kasar tinta sotong adalah alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak kasar cangkang sotong yaitu alkaloid, steroid, karbohidrat, dan asam amino. Asam lemak jenuh paling tinggi yang terkandung dalam sotong adalah asam palmitat, dengan nilai 7,34% pada bagian badan dan 5,44% pada bagian kepala. Asam lemak tidak jenuh tunggal paling tinggi yang terdeteksi pada sotong adalah asam oleat, pada bagian badan sebesar 2,02% dan pada bagian kepala 1,24%. Asam lemak tidak jenuh majemuk paling tinggi yang terkandung dalam sotong adalah DHA, dengan nilai 20,46% pada bagian badan dan 17,55% pada bagian kepala. Kolesterol yang terkandung pada badan sotong yaitu 74,64 mg/100 gram dan pada sotong bagian kepala sebesar 108,90 mg/100 gram. KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL SOTONG (Sepia recurvirostra) NURZAKIAH C34070009 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Judul : Komposisi Asam Lemak (Sepia recurvirostra) Nama : Nurzakiah NRP : C34070009 Departemen : Teknologi Hasil Perairan dan Kolesterol Sotong Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Nurjanah, MS NIP. 1959 1013 1986 01 2 002 Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol NIP. 1959 1127 1986 01 1 005 Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. NIP.19580511 198503 1 002 Tanggal Lulus: PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Nurzakiah C34070009 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuok, Riau pada tanggal 2 April 1989 dari pasangan A Kadir Z (alm) dan Nurilas HR sebagai anak kelima dari lima bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Aisyah (1994-1995), MI Negeri Merangin (1995-2001), dan dilanjutkan di MTs Negeri Kuok (2001-2004). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri Plus Pekanbaru (2004-2007) dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai anggota divisi Kewirausahaan periode 2008-2009 dan anggota divisi INFOKOM periode 20092010. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011, Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011 dan Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan masukan yang telah diberikan. 2. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji. 3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4. Ibu dan Ayah atas segala cinta dan kasih sayang tak terhingga. Kak Desy Saswita, kak Widiastuti, bang Fahruddin, dan kak Nelmayati atas segala perhatian dan dukungannya, serta seluruh keluarga atas semangat yang luar biasa. 5. Suhana Sulastri dan Siti Karmila atas kebersamaan dan kerjasama selama ini. 6. Keluarga THP 44 yang telah memberikan kenangan luar biasa. 7. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), staff Dosen dan Tata Usaha, serta teman-teman THP 43, 45, dan 46. 8. Ar-Riyadh’ers atas kekompakan dan keceriaan di rumah kita. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Nurzakiah DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sotong (Sepia recurvirostra) ........................ 3 2.2 Komposisi Kimia Sotong ...................................................................... 5 2.3 Fitokimia ................................................................................................ 5 2.4 Lemak .................................................................................................... 9 2.4.1 Asam lemak ................................................................................... 10 2.4.2 Fungsi Asam Lemak ...................................................................... 14 2.5 Kolesterol ............................................................................................... 14 2.8 Kromatografi gas ................................................................................... 16 3 METODOLOGI ........................................................................................... 20 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 20 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................... 20 3.3 Metode Penelitian .................................................................................. 3.3.1 Peparasi bahan baku, pengukuran morfometrik dan perhitungan rendemen ................................................................... 3.3.2 Analisis proksimat ........................................................................ 1) Kadar air (AOAC 1995) ........................................................... 2) Kadar abu (AOAC 1995) .......................................................... 3) Kadar protein (AOAC 1995) .................................................... 4) Kadar lemak (AOAC 1995) ...................................................... 5) Kadar karbohidrat (by difference) ............................................. 3.3.3 Analisis fitokimia (Harborne 1984) ............................................... 3.3.4 Analisis asam lemak (AOAC 1995) ............................................. 3.3.5 Analisis kolesterol dengan spektrofotometer (Liebermann-Buchard) .................................................................. 21 22 22 22 23 23 24 24 25 27 29 viii 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 30 4.1 Karakteristik Sotong (Sepia recurvirostra) ............................................ 30 4.2 Rendemen (Sepia recurvirostra) ............................................................ 31 4.3 Komposisi Kimia Sotong (Sepia recurvirostra) ................................... 32 4.4 Fitokimia ................................................................................................ 36 4.5 Komposisi Asam Lemak Sotong (Sepia recurvirostra) ......................... 40 4.6 Kolesterol .............................................................................................. 47 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 50 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 50 5.2 Saran ..................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 52 LAMPIRAN....................................................................................................... 57 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Komposisi kimia Sepia aracabica dan Sepia pharaonis .............................. 5 2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100 gram) .................................. 16 3 Morfometrik sotong (Sepia recurvirostra) ................................................... 30 4 Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra) dengan komposisi kimia sotong lain .............................................................. 35 5 Hasil analisis fitokimia ekstrak kasar sotong (Sepia recurvirostra) ............. 36 6 Komponen bioaktif moluska ......................................................................... 39 7 Perbandingan asam lemak Sepia pharaonis dengan Cephalopoda lain ........ 47 8 Perbandingan kolesterol sotong dengan komoditas lain ............................... 48 x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra)......................................................... 2 3 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida ..................................... 10 3 Struktur EPA dan DHA ................................................................................ 14 4 Struktur kimia kolesterol............................................................................... 15 5 Alat kromatografi gas ................................................................................... 18 6 Diagram alir metode penelitian .................................................................... 21 7 Kromatografi gas Shimadzu GC 2010 ......................................................... 28 8 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra) ....................................................... 30 9 Persentase rendemen sotong (Sepia recurvirostra) ..................................... 31 10 Hasil analisis proksimat sotong (Sepia recurvirostra) ................................. 32 11 Kromatogram asam lemak standar ............................................................... 40 12 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 1) .................................. 41 13 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 2) .................................. 41 14 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 1) ................................. 42 15 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 2) ................................. 42 16 Komposisi asam lemak jenuh sotong (Sepia recurvirostra) ......................... 43 17 Komposisi asam lemak tidak jenuh sotong (Sepia recurvirostra) ................ 44 18 Komposisi asam lemak tidak jenuh jamak sotong (Sepia recurvirostra) ..... 45 19 Analisis kandungan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra)........................ 48 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Data morfometrik sotong ............................................................................... 58 2 Perhitungan rendemen sotong ....................................................................... 59 3 Perhitungan analisis proksimat ...................................................................... 59 4 Perhitungan analisis asam lemak .................................................................. 62 5 Hasil analisis asam lemak sotong (Sepia recurvirostra) ............................... 63 6 Perhitungan analisis kolesterol ..................................................................... 63 7 Dokumentasi rendemen sotong ..................................................................... 64 8 Dokumentasi kegiatan analisis proksimat ...................................................... 65 9 Dokumentasi kegiatan analisis fitokimia ....................................................... 66 10 Dokumentasi kegiatan analisis asam lemak ................................................... 66 11 Dokumentasi kegiatan analisis kolesterol ...................................................... 67 12 Data morfometrik, rendemen, komposisi kimia, komponen bioaktif, asam lemak, dan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra) ............................. 69 xii 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Salah satu sumber nutrisi yang berpotensi tersebut adalah dari kelas Cephalopoda yang meliputi cumi-cumi, sotong, gurita, dan beberapa kerabat lainnya. Produksi Cephalopoda dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Selama periode 2003-2007 produksi Cephalopoda Indonesia yaitu 77.823-93.113 ton. Kontribusi terbesar disumbangkan kelompok cumi-cumi dengan rata-rata 70,42%, diikuti oleh sotong 23,17% dan kelompok gurita 6,41% (Syarifuddin 2011). Nutrisi penting yang terkandung di dalam Cephalopoda adalah asam lemak tidak jenuh majemuk atau polyunsaturated fatty acid (PUFA). PUFA adalah asam organik berantai panjang dan memiliki ikatan rangkap lebih dari satu. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Muchtadi et al.1993). Jenis PUFA yang paling dikenal adalah omega-3 dan omega-6. Omega-3 dan omega-6 merupakan kelompok asam lemak yang memiliki banyak fungsi bagi kesehatan. Salah satu fungsi asam lemak kelompok ini adalah dalam perkembangan janin dan perkembangan otak anak. Daging cumi-cumi yang merupakan jenis Cephalopoda yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia mengandung PUFA yang berkisar antara 40,159,8% (Okuzumi dan Fujii 2000). Menurut Thanonkaew et al. (2006), Sepia pharaonis mengandung PUFA sebesar 54,9% pada bagian kepala dan 50,3% pada bagian mantel (badan). Hal ini menunjukkan bahwa spesies dari kelompok Cephalopoda ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Kolesterol adalah senyawa golongan steroid dan hanya terdapat di dalam lemak hewan. Kolesterol mempunyai fungsi ganda, disatu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan tergantung jumlahnya di dalam tubuh. Kolesterol mempunyai peran penting sebagai penyusun plasma sel dan lipoprotein plasma, merupakan prekursor pembentuk asam empedu, hormon-hormon dan vitamin (Linder 1992). 2 Sotong merupakan jenis Cephalopoda yang banyak terdapat di perairan pesisir Eropa, Afrika, Asia, dan Pasifik Selatan. Ciri khas pada sotong adalah cangkang yang terdapat di dalam tubuh yang tersusun atas kalsium karbonat (Jereb dan Roper 2005). Sotong sebagai salah jenis Cephalopoda, sebagaimana Cephalopoda lainnya diduga juga memiliki komponen gizi yang besar. Lemak yang terdapat pada sotong kaya akan asam lemak tidak jenuh yang baik bagi kesehatan manusia. Informasi mengenai komponen gizi yang terdapat pada sotong masih sedikit, oleh karena itu melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kandungan nutrisi, asam lemak dan kolesterol pada sotong mengingat sotong merupakan salah satu jenis Cephalopoda yang penting. Penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar dalam perumusan bank data mengenai karakteristik bahan baku hasil perairan dan diharapkan dapat digunakan untuk pemanfaatan sotong lebih lanjut. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik, morfometrik, rendemen, kandungan zat gizi (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), komponen bioaktif, komposisi asam lemak, dan kandungan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra). 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sotong (Sepia recurvirostra) Sotong (Sepia recurvirostra) merupakan hewan moluska yang berasal dari famili Sepiidae. Sotong memiliki cangkang yang terdapat di dalam badan atau mantel. Bagian tubuh sotong terdiri dari badan (mantel), organ reproduksi dan organ pencernaan. Sepasang sirip terdapat di sepanjang mantel yang berfungsi saat berenang. Kepala terletak di dasar mantel dengan dua mata besar di kedua sisi dan rahang seperti paruh tajam di tengah. Rahang dikelilingi oleh delapan tangan dan dua tentakel yang digunakan untuk menangkap mangsa. Cangkang sotong tersusun atas kalsium karbonat dan berfungsi agar sotong dapat mengapung dalam air. Klasifikasi sotong menurut Jereb dan Roper (2005). Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Cephalopoda Ordo : Sepiida Famili : Sepiidae Genus : Sepia Spesies : Sepia recurvirostra Steenstrup, 1875 Morfologi tubuh dan cangkang sotong dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) (a) morfologi sotong utuh, (b) sucker, (c) cangkang Gambar 1 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra) Sumber: Jereb dan Roper (2005) (c) 4 Habitat sotong pada umumnya pada daerah demersal dekat pantai dan zona di perairan hangat dan subtropis. Sotong hidup di dasar berbatu, berpasir dan berlumpur hingga daerah lamun, rumput laut, maupun terumbu karang. Kebanyakan spesies sotong bermigrasi musiman dalam menanggapi perubahan iklim. Jenis Sepia recurvirostra tersebar di Pasifik Barat, Laut Andaman, Laut Cina Selatan, Filipina dan selatan Laut Cina Timur. Sotong ini hidup di daerah demersal pada kedalaman 50-140 m (Jereb dan Roper 2005). Sotong memiliki warna yang bervariasi, tetapi biasanya sotong berwarna hitam atau coklat dan memiliki bintik-bintik pada kulitnya. Perubahan warna pada sotong mungkin saja terjadi karena pada kulit sotong terdapat tiga jenis pigmen, yaitu kromatofor, leukofor, dan iridofor. Pigmen ini berfungsi sebagai alat komunikasi sesama sotong dan sebagai kamuflase agar tidak dapat ditemukan oleh predator dengan cara berubah warna atau merubah tekstur kulit mereka (Jereb dan Roper 2005). Sotong memangsa cumi-cumi, kepiting, udang dan ikan kecil. Sotong bersifat kanibal. Sotong mencari makanan dengan cara berubah warna dan mengeluarkan tinta. Sotong menipu mangsa dengan merubah warna kulitnya sesuai dengan warna pasir atau lingkungan disekitarnya. Sotong juga mengeluarkan tinta dari dalam tubuhnya untuk mengelabui mangsa. Tentakel akan bergerak cepat dan menarik mangsa dengan pengisap yang terdapat pada ujung tentakel. Pemijahan sotong biasanya berlangsung ketika terjadi peningkatan suhu air dan berlangsung sebanyak dua kali dalam setahun. Sepia recurvirostra dewasa mencapai ukuran maksimum mantel 17 cm dan berat 0,4 kg. Spesies ini merupakan jenis sotong ekonomis penting terutama di Hongkong (Jereb dan Roper 2005). Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya. Pemberian nama Sepia untuk jenis sotong juga disebabkan oleh adanya tinta ini. Kantung tinta mengandung pigmen melanin dan lendir. Tinta sotong berwarna coklat tua yang mengandung tirosin, dopamin, dan sejumlah kecil asam amino, contohnya taurin, asam aspartat, asam glutamat, alanin, dan lisin. Tinta sotong digunakan sebagai alat tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan sebagai pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus. Studi 5 terbaru menunjukkan bahwa tinta Cephalopoda mengandung racun bagi beberapa sel, termasuk sel tumor (Caldwell 2005). 2.2 Komposisi Kimia Sotong Komposisi kimia sotong pada setiap daerah penyebarannya berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan ketersediaan makanan pada perairan tersebut berbeda. Perbedaan spesies dan kondisi biologis sotong juga menyebabkan adanya perbedaan kandungan gizi sotong (Papan et al. 2011). Komposisi kimia Sepia arabica di Teluk Persia dan Sepia pharaonis dari Thailand disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia Sepia arabica dan Sepia pharaonis Komposisi (%) Air Abu Protein Lemak Sepia arabica* 73,02 1,00 17,00 8,90 Sepia pharaonis** Badan Kepala 82,78 84,42 1,29 1,29 14,91 11,90 0,47 0,52 * Papan et al. (2011) ** Thanonkaew (2006) 2.3 Fitokimia Analisis fitokimia adalah analisis yang mencangkup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya (Harborne 1987). 1) Alkaloid Alkaloid pada umumnya mencangkup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Alkaloid merupakan turunan yang paling umum dari asam amino (Sirait 2007). Senyawa alkaloid dikelompokkan menjadi tiga yaitu, alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah 6 racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, dan biasanya terdapat ditanaman sebagai garam asam organik. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana di dalam nitrogen asam amino tidak terdapat cincin heterosiklik, dan diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino, dan biasanya senyawa ini bersifat basa (Sastrohamidjojo 1996). 2) Steroid/triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan optis aktif (Harborne 1987). Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin, dan glokisida jantung (cardiac glycoside). Beberapa triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit (Sirait 2007). Contoh senyawa steroid yaitu sterol, sapogenin, glikosida jantung dan vitamin D. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987). 3) Flavonoid Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon (Sastrohamidjojo 1996). Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon dan isoflavon (Harborne 1987) Flavonoid pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson 1995). Fungsi 7 flavonoid dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait 2007). 4) Saponin Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat (Winarno 1997). Selain itu saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan heomolisis sel darah merah (Robinson 1995). Sifatnya sebagai senyawa aktif permukaan disebabkan adanya kombinasi antara aglikon lipofilik dengan gula yang bersifat hidrofilik (Houghton dan Raman 1998). Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukuronat (Harborne 1987). 5) Fenol hidrokuinon Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga terdapat fenol monosiklik sedarhana, fenilpropanoi, dan kuinon fenolik. Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon untuk tujuan identifikasi dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid (Harborne 1987). Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil (Harborne 1987). Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak bewarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan 8 sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Beberapa contoh yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon gossypol, pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenoli (Ketaren 1986). 6) Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis. Klorofil tanaman dengan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) yang berasal dari udara dan air dari tanah. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat sederhana glukosa dan oksigen yang dilepas di udara (Almatsier 2006). Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008). Karbohidrat mempunyai peran penting untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan, timbulnya ketosis, kehilangan mineral dan berguna untuk metabolisme lemak dan protein dalam tubuh (Budiyanto 2002). 7) Gula pereduksi Sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya (Winarno 2008). Gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah, misalnya larutan Benedict dan Fehling (reduksi Cu2+ menjadi Cu+) dan peraksi Tollens (reduksi Ag+ menjadi Ag). Beberapa dari reaksi ini digunakan sebagai uji klinis untuk mendeteksi gula dalam air seni yang menunjukkan penyakit diabetes (Pine et al. 1988 dalam Apriandi 2011) . Sifat sebagai reduktor pada monosakarida dan beberapa disakarida disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul 9 karbohidrat. Sifat ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbohidrat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat bewarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi 1994). 8) Peptida Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptida (-CONH-) dengan melepas sebuah molekul air. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis. Pembentukan ikatan tersebut memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis tidak memerlukan energi. Gugus karboksil suatu asam amino berkaitan dengan gugus amino dari molekul asam amino lain menghasilkan suatu dipeptida dengan melepaskan molekul air (Winarno 2008). 9) Asam amino Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang. Semua asam amino berkonfigurasi α dan mempunyai konfigurasi L kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik. Hanya asam amino L yang merupakan komponen protein (Winarno 2008). Ninhidrin adalah pereaksi yang digunakan secara luas untuk mengukur asam amino secara kuantitatif. Pereaksi itu bereaksi dengan hampir semua asam amino, menghasilkan senyawa bewarna lembayung (prolina memberikan warna kuning) (Pine et al. 1988 dalam Apriandi 2011). 2.4 Lemak Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), antara lain petroleum benzen 10 dan eter. Lemak termasuk salah satu anggota lipid, yaitu lipid netral atau trigliserida (Sediaoetama 2008). Lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid kompleks (lesitin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid), sterol (dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak), asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon (Ketaren 2008). Suatu molekul lemak tersusun dari satu hingga tiga asam lemak dan satu gliserol. Gliserol adalah alkohol trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus hidroksil (Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol menyebabkan adanya pembagian molekul lemak menjadi monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Struktur lemak berdasarkan jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 2. HO- CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2 HO CH CH3(CH2)14C(O)O CH HO CH CH3(CH2)14C(O)O CH2 (a) monogliserida (b) digliserida CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH CH3(CH2)14C(O)O CH2 (c) trigliserida Gambar 2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida Lemak memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memberikan energi kepada tubuh sebanyak 9 kalori tiap gram lemak. Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial. Asam ini dinamakan ‘esensial’ karena tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Kebutuhan asam lemak esensial akan semakin meningkat terutama pada anak yang sedang berada pada masa bertumbuhan, ibu hamil, dan berfungsi pada masa penyembuhan infeksi atau luka bakar (Vitahealth 2009). 2.4.1 Asam lemak Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor 11 hidrokarbon nonpolar yang panjang yang menyebabkan kebanyakan lipida bersifat tidak larut di dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1990). Berdasarkan kejenuhannya asam lemak terbagi menjadi dua macam, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dibagi menjadi dua, yaitu asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk. Perbedaan keduanya terletak pada ikatan rangkap yang yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh (Belitz dan Grosch 2009). Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) memiliki rantai pendek yang lurus tidak bercabang. Sedangkan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) memiliki rantai yang lebih panjang dan memiliki ikatan rangkap. Asam lemak tidak jenuh yang hanya memiliki satu ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/ MUFA) dan asam lemak yang memiliki dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acid/ PUFA). Perbedaan ikatan kimia antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh menyebabkan terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Muchtadi et al.1993). Berikut ini merupakan berbagai jenis asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acid) (O’Keefe et al. 2002): 1) Asam lemak n-3 (Omega-3) Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA), asam dokosaheksaenoat (DHA), dan asam α-linolenat yang membantu membentuk EPA dan DHA. Omega 3 umumnya berasal dari minyak ikan, terdiri atas rantai panjang dari asam linolenat, yang terbentuk ketika hewan mengkonsumsi tanaman yang kaya akan asam linolenat. a) Asam α-linolenat (18:3n-3) Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12 dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji. 12 b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3) Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (±20-25% berat) walaupun tidak dihasilkan oleh ikan. Asam eikosapentaenoat berperan sebagai kompetitif inhibitor metabolisme asam arakhidonat. c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3) Asam dokosapentaenoat merupakan hasil elongasi EPA dan muncul di banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah melibatkan dasaturasi Δ6 pada hewan. d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3) Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer minyak ikan (±8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam linolenat terjadi melalui proses desaturasi atau elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3. Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh desaturasi Δ6 (kemungkinan enzim desaturasi Δ6) dan menghasilkan asam lemak lewat satu siklus β-oksidasi membentuk DHA. 2) Asam lemak n-6 (Omega-6) Bentuk umum asam lemak omega-6 adalah asam γ-linolenat. Omega-6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam lemak omega-6: a) Asam linoleat (18:2n-6) Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun dapat ditemukan beberapa cadangan makanan. Hewan tidak dapat memproduksi asam linoleat, namun makanannya kaya asam lemak, dan manusia mendapatkan asam linoleat dalam daging. Asam linoleat berperan sebagai prekursor untuk produksi asam lemak esensial arakhidonat. b) Asam γ-linolenat (18:3n-6) Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh 13 Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat. c) Dihomo-asam-γ-linolenat (20:3n-6) Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai prekursor pembentukan asam lemak esensial arakhidonat. d) Asam arakhidonat Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid. e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6) Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung dari asam arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan. 3) Asam lemak n-9 (Omega-9) Asam lemak omega-9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak nonesensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan omega-9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting. a) Asam oleat (18:1n-9) Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. b) Asam erukat (22:1n-9) Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan produk elongasi asam oleat. 2.4.2 Fungsi asam lemak Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan membuat bahan-bahan lain misalnya hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Thoha 2004). Salah satu contoh asam lemak tidak jenuh adalah Omega-3. 14 Asam lemak Omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak yang merupakan kelompok Omega-3, contohnya α-linolenat (18:3;ALA), asam dokoheksaenoat (22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5;EPA). Struktur kimia dari DHA dan EPA dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Struktur EPA dan DHA Sumber: Visentainer et al. (2005) Asam lemak DHA terbukti berpengaruh terhadap retina mata hewan percobaan. Komponen asam lemak pada membran sel otak dan retina berpengaruh terhadap fluiditas dan sifat-sifat yang berhubungan dengan aktifitas penglihatan dan reseptor sel syaraf, serta inisiasi dan transmisi sel syaraf. Kandungan EPA berperan dalam mencegah penyakit degeneratif sejak janin dan pada saat dewasa. EPA sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung saat janin dalam kandungan, sedangkan pada saat dewasa berfungsi menyehatkan darah dan jantung, mekanisme pembuluhnya dan kerja jantung pengatur sirkulasi. Oleh karena itu, defisiensi Omega-3 dapat berisiko menderita penyakit pembuluh darah dan jantung Fungsi asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid (Freeman dan Junge 2005) antara lain: 1) Memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler 2) Mengatur metabolisme kolesterol 3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis dalam tubuh 4) Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. 2.5 Kolesterol Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh, otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut endogeneous cholesterol, sedangkan exogeneous cholesterol adalah kolesterol yang berasal dari bahan 15 makanan (dietary cholesterol), bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan hati sapi, dan lemak hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Kolesterol adalah senyawa golongan steroid dan hanya terdapat di dalam lemak hewan. Kolesterol mempunyai peran penting sebagai penyusun plasma sel dan lipoprotein plasma, merupakan prekursor pembentuk asam empedu, hormon-hormon dan vitamin. Kolesterol mempunyai fungsi ganda, disatu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan, tergantung jumlahnya di dalam tubuh. Kolesterol dalam darah berasal dari makanan dan hasil sintesis dalam tubuh (Linder 1992). Struktur kimia kolesterol disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Struktur kimia kolesterol Sumber: Dean et al. (2009) Kolesterol dapat membahayakan tubuh apabila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah. Kolesterol dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan bila pada pembuluh darah otak penyakit serebrovaskuler. Terdapat dua jenis lipoprotein yang membawa kolesterol dalam darah (Colpo 2005): 1) Kolesterol LDL (Low dencity Lipoprotein) Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak di dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan. 16 2) Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis. Kandungan kolesterol berbagai jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100gram) Jenis makanan Gurita Cumi-cumi Sotong kisslip Udang harimau Kepiting raja Kerang leher pendek Oyster jepang Belut tombak Tuna Kuning telur ayam Daging sapi Paha ayam Kolesterol (mg/100 gram) 139 180 123 156 53 76 76 53 50 1030 58 114 Sumber: Okuzumi dan Fujii (2000) Kolesterol mempunyai peranan penting untuk mengatur fungsi tubuh sebagai komponen fungsional dan lipoprotein dan biomembran. Kolesterol juga penting sebagai bahan dasar untuk biosintesis asam empedu (vital untuk pencernaan dan penyerapan lemak), biosintesis hormon laki-laki dan perempuan (progesteron dan esterogen) serta hormon steroid yang lain (Okuzumi dan Fuji 2000). Kolesterol menjalankan 3 fungsi utama: 1) Kolesterol membentuk selubung luar sel 2) Kolesterol membentuk asam empedu yang mencerna makanan di usus 3) Kolesterol memungkinkan tubuh membentuk vitamin D dan hormno-hormon penting dalam tubuh. 2.6 Kromatografi Gas Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas Chromatography (GC). Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran di mana cuplikan berkesetimbangan di antara dua 17 fase, yaitu fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fase yang dipakai bersifat polar maka zat-zat yang bersifat nonpolar akan terpisah terlebih dahulu karena zat bersifat polar terikat kuat pada fase diamnya. Jika fase diam bersifat polar maka fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar, demikian pula sebaliknya. Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran di antara fase gerak dan fase diam (Adnan 1997). Larutan yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam mulut kolom. Komponen-komponen berdistribusi di antara dua fase. Penambahan fase gerak (eluen) mendesak pelarut yang mengandung bagian cuplikan turun ke bagian bawah kolom. Oleh karena perpindahan komponen hanya dapat terjadi dalam fase gerak, kecepatan rata-rata perpindahan suatu komponen tergantung pada waktu yang diperlukan dalam fase itu, ada komponen yang suka berada dalam fase diam dan ada komponen yang suka berada dalam fase gerak. Perbedaan sifat ini menyebabkan komponen-komponen campuran memisah. Bila suatu detektor yang peka terhadap komponen-komponen tersebut ditempatkan di ujung kolom dan sinyalnya diplot sebagai fungsi waktu (atau volume fase gerak yang ditambahkan) maka akan diperoleh sejumlah puncak. Plot ini disebut kromatogram yang berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Posisi puncak pada sumbu waktu berfungsi untuk mengidentifikasi komponen cuplikan, sedang luas puncak merupakan ukuran kuantitatif tiap komponen (Adnan 1997). Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, jika komponen yang jumlahnya banyak dengan mudah dapat dipisahkan dalam bentuk kromatogram yang dapat memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi juga identitasnya. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Adnan 1997). Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak mudah menguap, dapat juga dianalisis dengan kromatografi gas, dengan cara mengubahnya menjadi turunan-turunannya yang lebih mudah menguap dan stabil, misalnya asam lemak dapat diubah menjadi ester metilik atau metil ester melalui esterifikasi dengan BF dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa 18 hidroksi dapat diasetilasi, misalkan dengan asam asetat anhidrida dan piridin (Khopkar 1983). Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Alat kromatografi gas Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan (McNair dan Bonelli 1988), antara lain: 1) Kecepatan Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam dan kecepatan-gas-pembawa yang tinggi. 2) Resolusi (daya pisah) Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih yang hampir sama, karena kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif. 3) Analisis kualitatif Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat. 4) Kepekaan 19 Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi, Keuntungan tambahan dari kepekaan yang tinggi adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk menganalisis secara lengkap. 5) Kesederhanaan Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah. 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Juni 2011. Sampel diambil di pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Proses preparasi sampel, pengukuran morfometrik, dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kadar air, kadar abu, protein, dan lemak, serta uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor dan analisis kolesterol dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sotong (Sepia recurvirostra). Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, H2SO4, H3BO3, HCl, dan pelarut heksana. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi adalah pelarut metanol, sedangkan bahan untuk analisis fitokimia meliputi pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid); kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji steroid); serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid); air panas, HCl 2N (uji saponin); etanol 70%, FeCl3 5% (uji fenol hidrokuinon); peraksi Molisch, H2SO4 pekat (uji Molisch); pereaksi Benedict (uji Benedict); pereaksi Biuret (uji Biuret); dan larutan Ninhidrin 0,1% (uji Ninhidrin). Bahan yang digunakan untuk analisis asam lemak adalah NaOH 0,5 N dalam metanol, BF3, NaCl jenuh, n-heksana, dan Na2SO4 anhidrat. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis kolesterol adalah etanol, petroleum benzen, alkohol, acetic anhidrid, dan H2SO4 pekat. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, penggaris, timbangan analitik, aluminium foil, sudip, cawan porselen, gegep, oven, desikator, tanur, kompor listrik, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, labu lemak, tabung soxhlet, 21 tabung Kjeldahl, destilator, buret, shaker, kertas saring Whatman, corong, evaporator, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, gelas piala, tabung reaksi, beaker glass, penangas air, pengaduk, tabung sentrifuge, sentrifuge, vortex, syringe 10µL, tabung bertutup teflon, perangkat kromatografi gas (Chromatography Gas) Shimadzu GC 2010, dan spektrofotometer model UV-200-RS. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan pengambilan dan preparasi sampel sotong, tahapan pengukuran morfometrik dan perhitungan rendeman, tahap analisis kimia berupa analisis proksimat (kadar air, lemak, protein, abu, dan abu tidak larut asam), tahap pembuatan ekstrak kasar sotong dan analisis fitokimia, tahap analisi asam lemak, dan tahap analisis kolesterol. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 6. Preparasi sampel Pengukuran berat dan morfometrik Pengukuran rendemen Kepala Analisis proksimat Analisis asam lemak Analisis kolesterol Badan Jeroan Tinta Analisis fitokimia Gambar 6 Diagram alir metode penelitian Cangkang 22 3.1.1 Preparasi bahan baku, pengukuran morfometrik, dan perhitungan rendemen Pengambilan sampel sotong (Sepia recurvirostra) dilakukan di pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Sebanyak 30 ekor sampel sotong diukur morfometriknya, meliputi panjang baku (jarak dari ujung tangan/oral arm hingga ujung bagian paling bawah badan sotong), lebar (jarak dari ujung sisi terluar sirip hingga sisi terluar sirip yang lain), dan tebal (jarak dari bagian doral hingga ventral). Kemudian berat rata-rata sotong diukur, meliputi berat utuh, berat badan, berat kepala, berat jeroan, dan berat cangkang. Rendemen sotong dihitung dengan rumus: Rendemen (%) = x 100% Bagian badan dan kepala yang telah dipreparasi dicincang hingga cukup halus dan dipersiapkan untuk analisis selanjutnya. 3.1.2 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, protein dan lemak. 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Analisis kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan porselin kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 102-105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama ± 6 jam. Setelah ± 6 jam cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit hingga dingin kemudian ditimbang bobotnya. Persentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar air (%) = Keterangan: x 100% A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven 23 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur. Cawan porselin kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 102-105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dibakar dengan menggunakan kompor listrik hingga tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama ± 8 jam hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Setelah itu, cawan beserta sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga dingin dan ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar abu (%) = Keterangan: x 100% A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum ditanur C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah ditanur 3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein ) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. a) Tahap destruksi Sampel sotong ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. b) Tahap destilasi Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang 24 berisi daging sotong yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 25 ml. c) Tahap Titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein sotong: Kadar nitrogen (%) = % Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25) 4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dibungkus dalam kertas saring kemudian kedua ujungnya ditutup dengan kapas bebas lemak. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah dikeringkan dan ditimbang, kemudian disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet. Pelarut lemak (n-heksana) dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya. Proses refluks dilakukan selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ËšC, setelah itu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Selanjutnya lemak beserta labunya ditimbang dan kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar lemak (%) = Keterangan: x 100% W1 = berat sampel (gram) W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram) 5) Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu: Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein) 25 3.1.3 Uji fitokimia (Harborne 1984) Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar sotong yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Sebelum uji fitokimia, dilakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak kasar sotong. Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi sederhana (maserasi), dimana dilakukan perendaman sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Sampel direndam dalam pelarut metanol dengan perbandingan antara sampel dengan metanol sebesar 1:4. Sampel diaduk selama 24 jam dengan menggunakan shaker lalu kemudian difiltrasi. Filtrat kemudian dievaporasi pada suhu 50 oC menggunakan evaporator. Setelah proses evaporasi berakhir diperoleh ekstrak kasar sotong yang kemudian dilanjutkan dengan uji fitokimia. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin. Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984). 1) Alkaloid Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian masing-masing diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff. 2) Steroid/ triterpenoid Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif. 3) Flavonoid Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya 26 warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. 4) Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan air panas lalu dikocok. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin. 5) Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3) Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan. 6) Uji Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan. 7) Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi. 8) Uji Biuret Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya peptida. 9) Uji Ninhidrin Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambahkan dengan beberapa tetes larutan Ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino. 27 3.1.4 Analisis asam lemak (AOAC 1999) Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi komponen-komponen dari suatu cairan di antara fase gerak berupa gas dan fase diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap. Sampel lemak atau minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME). Selanjutnya FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas. Alat kromatografi gas yang digunakan adalah kromatografi gas Shimadzu GC 2010. Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan waktu retensi standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan. Luas puncak dari masing-masing komponen adalah berbanding lurus dengan jumlah komponen tersebut dalam contoh. 1) Tahap ekstraksi Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode sohxlet. Pada tahap ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 20-30 mg lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi. 2) Pembentukan metil ester (metilasi) Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 20%, NaCl jenuh dan isooktan. Sebanyak 20-30 mg lemak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan 28 ditambahkan 1 ml NaOH 0,5 N dalam metanol lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 oC. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml BF3 20% dan 5 mg/ml standar internal ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 oC selama 20 menit dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan 1 ml isooktan, dikocok dengan baik. Lapisan isooktan bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, didiamkan selama 15 menit. Larutan disaring dengan mikrofilter untuk memisahkan fase cairnya sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. Sebanyak 1 μl sampel diinjeksikan ke dalam Gas Chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh Flame Ionization Detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak). 3) Identifikasi asam lemak Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas Shimadzu GC 2010. Gas yang digunakan sebagai fase gerak adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 30 ml/menit dan oksigen dengan aliran 200-250 ml/menit. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler (capilary column) yang panjangnya 60 m dan diameter dalam 0,25 mm dengan tebal lapisan film 0,25 µm. Temperatur terprogram yang digunakan adalah suhu 190 oC yang dipertahankan suhu akhir selama 15 menit. Kemudian suhu dinaikkan hingga 230 oC yang dipertahankan selama 20 menit, suhu injektor sebesar 220 oC dan suhu detektor sebesar 240 oC. Kromatografi gas Shimadzu GC 2010 yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Kromatografi gas Shimadzu GC 2010 29 Kandungan asam lemak dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Asam lemak (%) = luas area sampel x C standar x volume sampel x 100% luas area standar gram sampel 3.1.5 Analisis kolesterol dengan spektrofotometer ( Liebermann-Buchard) Analisis kolesterol dilakukan menggunakan spektrofometer. Sampel sotong sebanyak 0,1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge ditambah 8 ml (etanol:petroleum benzena) dengan perbandingan 3:1 dan diaduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan 2 ml larutan alkohol:petroleum benzena (3:1) kemudian disentrifuge 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100 ml dan diuapkan di penangas air. Residu dilarutkan dengan kloroform sedikit demi sedikit sambil dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 ml) dan ditambahkan 2 ml acetic anhidrid ditambahkan juga 0,2 ml H2SO4 pekat atau 2 tetes. Selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 15 menit. Absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 420 nm dengan standar yang digunakan 0,4 mg/ml. Kadar kolesterol dalam sampel dihitung dengan rumus: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sotong (Sepia recurvirostra) Sotong yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri badan pipih, lonjong, dan pendek. Sotong memiliki kulit berwarna abu-abu kehitaman dengan daging berwarna putih. Bentuk morfologi sotong yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Morfologi sotong (Sepia recurvirostra) Organ dalam sotong terdiri dari organ reproduksi, organ pencernaan, dan kantung tinta. Cangkang sotong berbentuk lonjong dan tipis. Cangkang sotong tersusun dari kalsium karbonat. Sepanjang sisi kiri dan kanan sotong terdapat sepasang sirip. Bagian kepala sotong terdiri dari dua tentakel, delapan tangan, dan sepasang mata yang berukuran cukup besar. Pengamatan terhadap ciri fisik sotong dilanjutkan dengan pengukuran morfometrik 30 ekor sampel sotong. Pengukuran ini terdiri dari pengukuran panjang baku, lebar, tebal, dan pengukuran berat sotong untuk menentukan rendemen. Hasil rata-rata pengukuran morfometrik dari 30 ekor sampel sotong dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Morfometrik sotong (Sepia recurvirostra) Parameter Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm) Bobot utuh (gram) Nilai 12,70 ± 1,30 5,59 ± 0,53 1,95 ± 0,40 59,43 ± 10,91 31 Pengamatan terhadap karakteristik sotong bertujuan untuk mengetahui sifat bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian. Sifat bahan baku meliputi sifat fisik dan sifat kimia sotong. Sifat fisik yang diamati adalah morfologi, morfometrik, dan pengukuran rendemen sotong. Sifat kimia sotong diuji melalui analisis kandungan gizi sotong manggunakan uji proksimat. 4.2 Rendemen Rendemen adalah persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendeman digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya sehingga pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif (Apriandi 2010). Rendemen sotong pada penelitian ini meliputi bagian badan, kepala, jeroan, dan cangkang. Persentase rendemen sotong dapat dilihat pada Gambar 9. Cangkang 4,32% Jeroan 18,06% Badan 45,09% Kepala 32,53% Gambar 9 Persentase rendemen sotong (Sepia recurvirostra) Gambar 9 menunjukkan bahwa rendemen terbesar terdapat pada bagian badan yaitu sebesar 45,09%, diikuti oleh bagian kepala, jeroan, dan cangkang masingmasing sebesar 32,53%, 18,06%, dan 4,32%. Bagian badan dan kepala sotong merupakan bagian yang paling besar dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lauk pauk sumber protein hewani. Protein berfungsi sebagai zat pembangun pada tubuh manusia serta membantu dalam proses metabolisme tubuh manusia (Winarno 2008). Nilai rendemen pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan nilai rendemen pada penelitian Thanonkaew et al. (2006), dimana rendemen tubuh sotong 32 (Sepia pharaonis) sebesar 38,20% dan rendemen kepala sebesar 25,60%. Bihan et al. (2006) menyebutkan pula bahwa rendemen jeroan sotong sekitar 15-20% dari berat total. Sotong memiliki rendemen badan sebesar 45-48%, kepala sebesar 24-29%, jeroan sebesar 20-24%, dan cangkang sebesar 3,9-4,6% (Okuzumi dan Fujii 2000). Sotong memiliki rendemen cangkang yang kecil yaitu 4,32%. Rendemen yang sedikit ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Cangkang sotong biasanya hanya digunakan sebagai sumber kalsium dalam pakan burung. Perbedaan rendemen pada berbagai jenis sotong ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis, bentuk tubuh, dan umur (Suzuki 1981). 4.3 Komposisi Kimia Sotong (Sepia recurvirostra) Kandungan gizi pada sotong (Sepia recurvirostra) diperoleh melalui analisis proksimat yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu. Kadar karbohidrat diperoleh melalui perhitungan secara by difference. Analisis proksimat dilakukan terhadap bagian badan dan kepala sotong segar. Hasil analisis proksimat sotong dapat dilihat pada Gambar 10. 90 83,65% 84,06% 80 Persentase (%) 70 60 50 40 30 20 13,51% 13,16% 10 0,69% 0,89% 0,79% 0,77% 1,36% 1,13% 0 Air Abu = Badan Protein Lemak Karbohidrat = Kepala Gambar 10 Hasil analisis proksimat sotong (Sepia recurvirostra) Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan 33 tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat pembusukan. Kandungan air pada produk perikanan diperkirakan sebesar 70-80%. Kandungan air dalam bahan pangan terdiri atas dua bentuk, yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas merupakan air yang terdapat dalam ruang antar sel dan plasma, dapat melarutkan vitamin dan garam mineral, serta sering dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Air terikat merupakan molekul-molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain, contohnya protein (Winarno 2008). Analisis kadar air bertujuan untuk menentukan jumlah air yang terkandung dalam bagian badan dan kepala sotong. Hasil pengukuran kadar air menunjukkan bahwa sotong memiliki kadar air yang tinggi, yaitu sebesar 84,06% pada bagian badan dan 83,65% pada bagian kepala. Kadar air yang diukur dalam penelitian ini adalah air yang teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan bahan dengan bantuan panas. Air yang teruapkan ini disebut air bebas dan merupakan air yang hanya terikat secara fisik dalam jaringan matriks bahan yakni membran, kapiler, serat dan lain sebagainya. Air ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno 2008). Penelitian sebelumnya pada sotong (Sepia arabica) menunjukkan kadar air yang lebih rendah, yaitu sebesar 73,02% (Papan et al. 2011). Kadar air yang tinggi pada sotong ini dapat menyebabkan kemunduran mutu yang lebih cepat, terutama jika tidak ditangani dengan baik, karena air bebas dapat menjadi media pertumbuhan mikroba dan juga reaksi kimiawi dalam jaringan. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral (anorganik). Bahan-bahan organik akan terbakar selama proses pembakaran tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008). Hasil analisis kadar abu total menunjukkan bahwa sotong mengandung kadar abu sebesar 0,69% pada badan dan 0,89% pada kepala. Kadar abu sotong ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar abu sotong (Sepia arabica) hasil penelitian Papan et al. (2011). Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain itu, masing masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda 34 dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral yang masuk ke dalam tubuh, sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing masing bahan (Susanto 2010). Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membrane sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2006). Hasil analisis kadar protein sotong menempati urutan kedua setelah air. Kadar protein bagian badan sotong sebesar 13,51%, sedangkan bagian kepala sebesar 13,16%. Penelitian Papan et al. (2011) menunjukkan bahwa sotong (Sepia arabica) memiliki kadar protein sebesar 17,00%. Nilai ini lebih besar dibandingkan protein hasil analisis. Perbedaan kadar protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat kematangan gonad. Kondisi ekologi dimana sotong hidup sangat mempengaruhi kadar protein yang terkandung pada sotong tersebut, karena perairan yang berbeda akan menyediakan tipe dan sumber makanan yang berbeda, sehingga menghasilkan jumlah protein sotong yang berbeda pula (Papan et al. 2011). Protein dibutuhkan manusia karena asam amino yang bertindak sebagai penyusunnya merupakan prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan. Protein dalam tubuh manusia memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain, yaitu membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006). Lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut organik misalnya heksan, eter dan kloroform. Lemak hewan umumnya berupa padatan pada suhu ruang, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Hasil analisis kadar lemak sotong yaitu sebesar 0,79% pada badan dan 0,77% pada kepala. Nilai tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar lemak hasil penelitian Papan et al. (2011) yaitu sebesar 8,90%. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air sotong yang sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun secara drastis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Perbedaan nilai lemak berbagai spesies juga diduga disebabkan karena umur panen dan laju metabolisme organisme. Kadar lemak akan semakin 35 meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak (Suzuki 1981). Lemak secara umum memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah penghasil energi, pembangun dan pembentuk struktur tubuh, penghasil asam lemak esensial yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas di antara persendian, membantu pengeluaran sisa makanan, pemberi kepuasan cita rasa dan agen pengemulsi (Suhardjo dan Kusharto 1988). Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa badan sotong mengandung karbohidrat sebesar 0,96% dan kepala sotong mengandung karbohidrat sebesar 1,54%. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai karbohidrat (Winarno 2008). Karbohidrat yang terdapat pada hewan tersimpan dalam bentuk glikogen yang banyak terdapat pada otot dan hati (Almatsier 2006). Kadar karbohidrat yang terhitung ini diduga berupa glikogen dan serat kasar. Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein yang berlebihan, kehilangan mineral, dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Peranan karbohidrat di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi untuk aktivitas tubuh, baik untuk bergerak ataupun bekerja. Apabila jumlah karbohidrat yang tersedia di dalam tubuh tidak mencukupi, maka akan terjadi peningkatan penguraian lemak. Jika kadar karbohidrat dan lemak juga tidak mencukupi, maka protein akan dirombak untuk menghasilkan energi (Nasoetion et al. 1994). Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra) dengan komposisi kimia sotong lain dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan komposisi kimia sotong (Sepia recurvirostra) dengan komposisi kimia sotong lain Komposisi (%) Air Abu Protein Lemak Sepia recurvirostra Badan Kepala 84,06 83,65 0,69 0,89 13,51 13,16 0,79 0,77 * Thanonkaew et al. (2006) ** Papan et al. (2011) Sepia pharaonis* Badan Kepala 82,78 84,42 1,29 1,29 14,91 11,90 0,47 0,52 Sepia arabica** 73,02 1,00 17,00 8,90 36 4.4 Fitokimia Analisis fitokimia sotong dilakukan terhadap ekstrak kasar daging, tinta, dan cangkang sotong yang telah diekstraksi. Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung komponen aktif. Proses ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu ekstraksi sederhana (maserasi) dengan cara merendam sampel dalam pelarut metanol. Penggunaan metanol sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut polar yang baik dan dapat melarutkan senyawa polar dan non polar (Apriandi 2011). Pelarut metanol mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuarterner, komponen fenolik, karotenoid, dan tanin (Harborne 1987). Metanol juga mampu mengekstrak senyawa yang bersifat nonpolar misalnya lilin dan lemak (Houghton dan Raman 1998). Hasil analisis fitokimia ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis fitokimia ekstrak kasar sotong (Sepia recurvirostra) Uji Badan Alkaloid a. Dragendorff ++ b. Meyer +++ c. Wegner +++ Steroid + Flavonoid Saponin Fenol hidrokuinon Molisch + Benedict Biuret ++ Ninhidrin ++ Keterangan: : Tidak terdeteksi, + : Lemah, ++ Ekstrak Tinta ++ ++ +++ ++ + + + : Kuat, +++ Cangkang + + ++ + + + : Sangat kuat Hasil analisis fitokimia pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak kasar sotong mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak pada ekstrak kasar badan dan tinta dibandingkan cangkang. Komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar badan dan tinta adalah alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Secara keseluruhan tampak bahwa aktivitas komponen bioaktif ekstrak kasar badan 37 lebih besar dibandingkan tinta. Komponen bioaktif pada ekstrak kasar cangkang meliputi alkaloid, steroid, karbohidrat, dan asam amino. 1) Alkaloid Alkaloid adalah golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Senyawa alkaloid mencakup senyawa bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Senyawa alkaloid dikelompokkan menjadi tiga antara lain, alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, dan diturunkan dari asam amino (Sastrohamidjojo 1996). Komponen alkaloid pada penelitian ini terdeteksi pada ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang. Bioaktif jenis alkaloid umumnya larut pada pelarut organik non polar, akan tetapi ada beberapa kelompok seperti pseudoalkaloid dan protoalkaloid yang larut pada pelarut polar misalnya air (Lenny 2006). Metanol merupakan pelarut polar, sehingga diduga bahwa sotong tidak mengandung alkaloid sesungguhnya yang bersifat racun, tetapi mengandung protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen-nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik, sedangkan pseudoalkaloid merupakan komponen alkaloid yang tidak diturunkan dari prekursor asam amino dan biasanya bersifat basa (Lenny 2006). Alkaloid kerap kali bersifat racun pada manusia, tetapi ada juga yang memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan (Harborne 1984). 2) Steroid Triterpenoid merupakan komponen dengan kerangka karbon yang terdiri dari 6 unit isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen (C30 hidrokarbon asiklik). Triterpenoid memiliki struktur siklik yang kompleks, sebagian besar terdiri atas alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, jernih, memiliki titik lebur tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit dikarakterisasi (Harborne 1984). Steroid merupakan golongan triterpena yang tersusun atas sistem cincin cyclopetana perhydrophenanthrene. Steroid pada mulanya dipertimbangkan hanya sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, hormon adrenal, asam empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan 38 pada substansi tumbuhan (Harborne 1984). Komponen steroid yang terdeteksi untuk uji ini adalah pada ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong. Steroid ini diduga memiliki efek peningkat stamina tubuh (aprodisiaka) dan anti-inflamasi. Triterpenoid alami juga memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan menghambat kinerja enzim topoisomerase II, dengan cara berikatan dengan sisi aktif enzim yang nantinya akan mengikat DNA dan membelahnya (Setzer 2008). 3) Karbohidrat Karbohidrat merupakan komponen organik kompleks yang dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman, dan merupakan sumber energi utama dalam respirasi. Karbohidrat berperan dalam penyimpanan energi (pati), transportasi energi (sukrosa), serta pembangun dinding sel (selulosa) (Harborne 1984). Karbohidrat mempunyai struktur, ukuran dan bentuk molekul yang berbeda-beda. Karbohidrat umumnya aman untuk dikonsumsi (tidak beracun). Rumus kimia karbohidrat umumnya Cx(H2O)y (Fennema 1996). Hasil uji Molisch menunjukkan bahwa ekstra kasar badan, tinta, dan cangkang sotong mengandung unsur karbohidrat. Hasil pengujian ini mendukung hasil analisis proksimat karbohidrat pada badan sotong, yaitu sebesar 0,96%. Karbohidrat yang terdapat pada hewan umumnya berbentuk glikogen, dan dapat dipecah menjadi D-glukosa (Winarno 2008). Karbohidrat berperan untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan yang berakibat kepada penurunan fungsi protein sebagai enzim dan fungsi antibodi, timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Karbohidrat berperan dalam interaksi hewan dan tumbuhan, perlindungan dari luka dan infeksi, serta detoksifikasi dari substansi asing (Harborne 1984). 4) Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan ini dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Transisi dari polipeptida menjadi protein tidak banyak dijelaskan, tetapi batasan pengertian protein umumnya diasumsikan sebagai rantai peptida yang memiliki berat molekul sekitar 10 kDa atau mengandung kurang lebih 100 residu asam amino (Lehninger 1988; Belitz dan Grosch 2009). Hasil uji Biuret menunjukkan bahwa peptida terdeteksi pada ekstrak kasar badan dan tinta. Peptida yang terdeteksi pada ekstrak kasar badan diduga berasal dari protein 39 yang merupakan komponen metabolit primer. Beberapa peptida menunjukkan aktivitas biologis yang nyata. Salah satunya adalah peptida pendek enkefalin, hormon yang dibentuk dalam pusat sistem syaraf. Hormon ini berperan sebagai analgesik alami dalam tubuh yang dapat meniadakan rasa sakit ketika molekulmolekul ini berikatan dengan reseptor spesifik pada sel tertentu dalam otak, yang biasanya berikatan dengan morfin, heroin dan jenis candu lainnya (Lehninger 1988). 5) Asam amino Asam amino merupakan komponen penyusun protein yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim. Sebuah asam amino tersusun atas sebuah atom α-carbon yang berikatan secara kovalen dengan sebuah atom hidrogen, sebuah gugus amino, dan sebuah gugus rantai R. Semua asam amino berkonfigurasi α dan mempunyai konfigurasi L, kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik. Hanya asam amino L yang merupakan komponen protein (Fennema 1996; Winarno 2008). Hasil uji Ninhidrin menunjukkan bahwa asam amino terdeteksi pada ekstrak kasar badan, tinta, dan cangkang sotong. Tabel 6 menunjukkan komponen bioaktif spesies moluska lain sebagai perbandingan hasil analisis komponen biaoktif sotong (Sepia recurvirostra). Tabel 6 Komponen bioaktif moluska Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo)* Jenis pelarut Uji Kloroform Alkaloid a. Dragendorff b. Meyer c. Wegner Steroid Flavonoid Saponin Fenol hidrokuinon Molisch Benedict Biuret Ninhidrin Keterangan: Keong pepaya (Melo sp.)** Etil asetat Metanol Kloroform Etil asetat Metanol a b a b a b a b a b a b ++ + - + ++ + - + + + + - + + + - + + + + + ++ ++ + + + + ++ ++ + + + + + - + + + + + - + + + + + - + + + + + - + + + + - + + + + - a : badan b : kepala * Nurjanah et al. (2011) ** Suwandi et al. (2010) + : lemah ++ : kuat 40 4.5 Komposisi Asam Lemak Sotong (Sepia recurvirostra) Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang yang menyusun lipid, terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang mempunyai gugus karboksil (COOH) di salah satu ujungnya dan gugus metil (CH3) di ujung lainnya. Hasil analisis asam lemak sotong terdiri atas 6 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), yaitu asam laurat (C12:0), miristat (C14:0), pentadekanoat (C15:0), palmitat (C16:0), heptadekanoat (C17:0), dan stearat (C18:0). Tiga jenis asam lemak tidak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA), yaitu asam palmitoleat (C16:1), oleat (C18:1), dan eikosenoat (C20:1), serta lima jenis asam lemak tidak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA), yaitu asam linoleat (C18:2n6c), linolenat (C18:3n6), arakhidonat (C20:4n6), eikosapentaenoat/EPA (C20:5n3), dan dokosaheksaenoat/DHA (C22:6n3). Tiga dari delapan asam lemak tidak jenuh merupakan kelompok omega-3 (asam linolenat, EPA, dan DHA), dua kelompok omega-6 (asam linoleat dan arakhidonat), serta satu kelompok omega-9 (asam oleat). Nilai tersebut diperoleh melalui hasil kromatogram pada analisis menggunakan gas kromatografi. Masing-masing peak kromatogram menunjukkan jenis asam lemak tertentu. Kromatogram standar asam lemak tercantum pada Gambar 11 dan kromatogram sampel sotong disajikan pada Gambar 12-15. Gambar 11 Kromatogram asam lemak standar 41 Gambar 12 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 1) Gambar 13 Kromatogram asam lemak badan sotong (ulangan 2) 42 Gambar 14 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 1) Gambar 15 Kromatogram asam lemak kepala sotong (ulangan 2) Keragaman komposisi asam lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, ketersediaan pakan, umur, habitat dan ukuran sotong (Ozogul dan Ozogul 2005). Variasi asam lemak pada organisme perairan juga dipengaruhi oleh pergantian musim, letak geografis, dan salinitas lingkungan (Ozyurt et al. 2006). Komposisi asam lemak jenuh sotong dapat dilihat pada Gambar 16. 43 Kandungan asam lemak jenuh (%) 8 7,34 7 6 5,44 5 3,70 4 3,58 3 2 1 0,48 0,03 0,02 0,3 0,18 0,51 0,44 0,11 0 Laurat Miristat Pentadekanoat Palmitat Heptadekanoat Stearat Komponen = Badan = Kepala Gambar 16 Komposisi asam lemak jenuh sotong (Sepia recurvirostra) Asam lemak miristat, palmitat, dan stearat merupakan jenih asam lemak yang paling banyak terdapat di alam (Almatsier 2006). Gambar 16 menunjukkan bahwa kandungan asam lemak jenuh paling tinggi adalah palmitat, yaitu sebesar 7,34% pada badan dan 5,44% pada kepala. Palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada (Winarno 1997). Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan asam palmitat pada sotong (Sepia pharaonis) adalah sebesar 17,7% pada bagian kepala dan 20,3% pada badan. Cumi-cumi tombak memiliki kandungan asam palmitat sebesar 33,3% (Okuzumi dan Fujii 2000). Ozugul et al. (2008) juga menyatakan bahwa kandungan asam lemak pada suatu organisme perairan berbedabeda, khususnya di daerah yang memiliki empat musim. Sotong (Sepia officinalis) memiliki kandungan asam lemak sebesar 17,61% pada musim semi, 18,95% pada musim gugur, dan 18,04% pada musim dingin. Selain perbedaan kondisi perairan, perbedaan nilai asam palmitat ini dapat disebabkan oleh spesies, ketersediaan pakan, umur dan ukuran. Asam palmitat dapat meningkatkan risiko aterosklerosis, kardiovaskular dan stroke. Asam palmitat digunakan sebagai bahan baku shampo, sabun lunak dan krim (Jacquot 1962). Asam laurat yang terkandung pada badan sotong adalah sebesar 0,03% dan pada kepala sebesar 0,02%. Asam laurat sebagai monogliserida biasa digunakan 44 dalam industri pharmaceutical sebagai antibakteri, antivirus dan anti protozoa serta digunakan juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam lemak miristat pada badan sotong adalah sebesar 0,48% dan kepala sebesar 0,3%. Asam miristat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2%. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam retina dan fotoreseptor (Jacquot 1962). Asam pentadekanoat pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 0,18% dan 0,11%. Asam heptadekanoat pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 0,51% dan 0,44%. Asam pentadekanoat dan heptadekanoat merupakan asam lemak jenuh dengan jumlah atom C ganjil yang terdapat pada lemak susu dan daging hewan ruminansia. Asam heptadekanoat yang sering disebut margaric acid juga terdapat pada lemak domba, minyak hati ikan hiu, dan lemak pada rambut manusia (Hansen et al. 1957). Asam stearat pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 3,7% dan 3,58%. Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyatakan bahwa asam stearat pada badan sotong (Sepia pharaonis) adalah sebesar 11% dan pada kepala sebesar 9,6%. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi dan terdapat pada biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah yang sedikit. Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas (Jacquot 1962). Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal yang Kandungan asam lemak tidak jenuh tunggal (%) terkandung pada sotong dapat dilihat pada Gambar 17. 2.5 , 2,02 2 1.5 , 1,24 1 , 0.5 0,4 0,38 0,51 0,2 0 Palmitoleat Oleat Eikosenoat Komponen = Badan = Kepala Gambar 17 Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal sotong (Sepia recurvirostra) 45 Gambar 17 menunjukkan bahwa asam lemak tidak jenuh tunggal tertinggi terdapat pada asam oleat yaitu sebesar 2,02% pada badan dan 1,24% pada kepala. Asam lemak palmitoleat pada badan dan kepala sotong masing-masing sebesar 0,4% dan 0,2%. Asam lemak eikosenoat pada badan sotong sebesar 0,38% dan pada kepala sebesar 0,51%. Nilai asam oleat, palmitoleat, dan eikosenoat pada cumi-cumi tombak adalah sebesar 33,3%, 1,1%, dan 3,3% (Okuzumi dan Fujii 2000). Penelitian Thanonkaew et al. (2006) menyebutkan bahwa Sepia pharaonis mengandung asam oleat sebesar 4,3% pada bagian badan dan 3,6% pada bagian kepala. Perbedaan nilai asam lemak disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Asam oleat lebih stabil dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari peranannya dalam meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah (Muchtadi et al. 1993). Komposisi asam lemak tidak jenuh majemuk yang terkandung Kandungan asam lemak tidak jenuh majemuk (%) sotong dapat dilihat pada Gambar 18 25 20,46 20 17,55 15 10 5,45 4,14 5 0,3 0,08 6,28 5,06 0,02 0 Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA DHA Komponen = Badan = Kepala Gambar 18 Komposisi asam lemak tidak jenuh majemuk sotong (Sepia recurvirostra) Kandungan linoleat dan linolenat pada sotong lebih kecil dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) lainnya, yaitu arakhidonat, EPA dan DHA. Kandungan asam lemak linoleat pada badan dan kepala sotong masing-masing sebesar 0,3% dan 0,08%. Asam linoleat pada badan sotong sebesar 0,02%, sedangkan pada bagian kepala tidak terdeteksi. Okuzumi dan Fujii (2000) menyebutkan bahwa kandungan asam linoleat cumi-cumi tombak sebesar 0,3% dan penelitian 46 Thanonkaew et al. (2006) menyatakan sotong (Sepia pharaonis) mengandung asam lemak linolenat sebesar 0,07%. Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Masing-masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dari ujung gugus metil. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan, di antaranya hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi. Kekurangan asam lemak esensial dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan saraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan (Almatsier 2000). Tingginya asam linoleat dapat menghambat laju biosintesis DHA dari asam linolenat (Connor et al. 1992 dalam Prasastyane 2009). Sotong dan hewan lainnya memiliki kemampuan terbatas dalam proses elongasi dan desaturasi PUFA menjadi Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) yaitu asam arakhidonat, EPA dan DHA. Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat. Sedangkan EPA dan DHA hanya dapat dikonversi dari asam α-linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap pada asam lemak dengan bantuan enzim, sedangkan elongasi merupakan perpanjangan dua rantai karbon. Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam α-linolenat kurang dari 5-10% EPA dan 2-5% DHA (Haliloglu et al. 2004). Kandungan asam arakhidonat pada badan sotong yaitu 5,45% dan pada kepala sebesar 4,14%. kandungan asam arakhidonat cumi-cumi tombak lebih kecil, yaitu 1,4% (Okuzumi dan Fujii 2000). Kandungan EPA badan sotong sebesar 5,28% dan pada kepala sebesar 5,06%. Sedangkan kandungan DHA pada badan dan kepala sotong adalah sebesar 20,46% dan 17,55% pada daging tanpa jeroan. Manusia tidak dapat mengandalkan sumber omega-3 hanya dari tanaman dan sayuran yang mengandung asam α-linolenat, namun perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung EPA dan DHA di antaranya cephalopoda, kerang, krustase, ikan dan hewan air lainnya. EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting untuk tetap menjaga kandungan EPA dan DHA dalam makanan (Whitney et al. 1998 dalam Abadi 2007). 47 Sintesa EPA dan DHA pada hewan sangat rendah. Kandungan EPA dan DHA pada hewan diperoleh dari mikroorganisme melalui rantai makanan. Mikroorganisme utama yang menjadi produsen utama omega-3 adalah Daphnia, Chlorella, Synechoccus sp., Cryptomonas sp., Rhodomonas lacustris, Scenedesmus dan Chlamydomonas sp., yang merupakan plankton. Tingginya kandungan EPA dan DHA pada plankton tersebut dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada hewan (Gluck et al. 1996). Suhu perairan yang rendah pun (perairan subtropis) dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA pada sotong, plankton dan alga karena dapat meningkatkan daya larut oksigen yang akan mempercepat sintesis asam lemak dan proses enzim pada reaksi desaturase (Guderley et al.2007). Perbandingan kandungan asam lemak sotong (Sepia recurvirostra) dengan Cephalopoda lainnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan asam lemak Sepia pharaonis dengan Cephalopoda lain Asam Lemak AL jenuh Laurat Miristat Pentadekanoat Palmitat Heptadekanoat Stearat AL tidak jenuh tunggal Palmitoleat Oleat Eikosenoat AL tidak jenuh majemuk Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA DHA Sepia recurvirostra Badan Kepala Sepia pharaonis* Badan Kepala Spear squid** Neon Japanese flying common squid** squid** 0,03 0,48 0,18 7,34 0,51 3,70 0,02 0,3 0,11 5,44 0,44 3,58 1,2 0,7 20,3 1,7 11,0 1,1 0,6 17,7 1,5 9,6 3,5 33,3 0,6 3,1 1,6 42,9 0,1 2,9 0,7 18,1 0,8 7,9 0,4 2,02 0,38 0,2 1,24 0,51 4,3 0,1 3,6 0,2 1,1 3,7 3,3 0,3 2,8 4,8 0,2 3,8 5,9 0,3 0,02 5,45 6,28 20,46 0,08 4,14 5,06 17,55 0,6 0,4 7,2 7,6 28,3 0,3 0,4 7,7 8,3 31,6 0,3 1,4 14,9 25,8 0,2 0,3 4,3 35,4 3,3 20,8 35,7 * Thanonkaew et al. (2006) ** Okuzumi dan Fujii (2000) 4.6 Kolesterol Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh, otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut endogeneous cholesterol, sedangkan 48 exogeneous cholesterol adalah kolesterol yang berasal dari bahan makanan/ dietary cholesterol, bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan hati sapi, dan lemak hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Analisis kolesterol dilakukan untuk mengetahui kandungan kolesterol pada sotong. Kolesterol yang terkandung pada kepala sotong lebih besar dibandingkan badan. Kolesterol pada kepala sotong yaitu 108,90 mg/100 gram, sedangkan kolesterol pada badan sotong sebesar 74,64 mg/100 gram. Perbandingan jumlah kolesterol pada sotong dengan komoditas lain dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan kolesterol sotong dengan komoditas lain Jenis makanan Gurita Cumi-cumi Sotong kisslip Udang harimau Kepiting raja Kerang leher pendek Oyster jepang Belut tombak Tuna Kuning telur ayam Daging sapi Paha ayam Kolesterol (mg/100 gram) 139 180 123 156 53 76 76 53 50 1030 58 114 Sumber: Okuzumi dan Fujii 2000 Tabel 8 menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan Cephalopoda lain, maka kolesterol badan dan kepala sotong tergolong rendah, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan telur dan paha ayam. Variasi kolesterol berbagai komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu, lokasi geografis, dan musim (Sampaio et al. 2006). Kolesterol pada tubuh memiliki berbagai fungsi, yaitu sebagai bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, andregon, progesteron, estrogen, dan komponen utama sel otak dan saraf. Apabila kolesterol di dalam darah jumlahnya terlalu banyak maka dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah yang disebut dengan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan jantung koroner dan bila terjadi pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan penyakit serebrivaskular (Almatsier 2000). Kadar kolesterol total yang baik bagi tubuh manusia berada di bawah 200 mg/dl, HDL lebih dari 35 mg/dl, LDL 49 kurang dari 130 mg/dl, dan trigliserida kurang dari 250 mg/dl. Konsumsi kolesterol harian yang dianjurkan bagi manusia normal adalah <300 mg/hari, sedangkan bagi penderita jantung <200 mg/hari (NHLBI 2005). 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sotong (Sepia recurvirostra) yang berasal dari pasar ikan Muara Angke memiliki panjang rata-rata sebesar 12,70±1,30 cm, lebar 5,59±0,53 cm, tebal 1,95±0,40 cm, dan berat 59,43±10,91 gram. Rendemen bagian badan sebesar 45,09%, kepala 32,53%, jeroan18,06%, dan cangkang 4,32% yang sangat potensial untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Komposisi kimia yang terdapat pada badan sotong, yaitu kadar air 84,06%; abu 0,69%; protein 13,51%; lemak 0,79%; dan karbohidrat 0,96%. Hasil proksimat kepala sotong, yaitu kadar air 83,65%; abu 0,89%; protein 13,16%; lemak 0,77%; dan karbohidrat 1,54%. Komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar badan dan tinta sotong adalah alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Komponen biaktif pada ekstrak kasar cangkang meliputi alkaloid, steroid, karbohidrat, dan asam amino. Kandungan asam lemak pada sotong terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu laurat, miristat, pentadekanoat, palmitat, heptadekanoat dan stearat; asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu palmitoleat, oleat, dan eikosenoat; serta asam lemak tak jenuh majemuk, yaitu linoleat, linolenat (pada badan saja), arakhidonat, EPA dan DHA. Kandungan asam lemak pada bagian badan lebih besar dibandingkan bagian kepala. Kandungan asam lemak jenuh tertinggi badan sotong terdapat pada asam palmitat sebesar 7,34%. Sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi pada badan sotong terdapat pada asam oleat yaitu sebesar 2,02%. Asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang terbanyak terdapat pada DHA badan sotong, yaitu sebesar 20,46%. Kolesterol yang terkandung dalam kepala sotong lebih tinggi dibandingkan badan. Kolesterol pada kepala sotong yaitu 108,90 mg/100 gram, sedangkan kolesterol pada badan sotong sebesar 74,64 mg/100 gram. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol sotong dengan perlakuan pengolahan pangan, diantaranya 51 perebusan dan penggorengan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komponen spesifik yang terdapat pada cangkang dan tinta sotong. DAFTAR PUSTAKA Abadi R. 2007. Komposisi kimia dan asam lemak beberapa spesies ikan kakap laut dalam di perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Andi. Almatsier Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: Gramedia. Ansel. 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. [AOAC] Association of Official Analytical and Chemist. 1995. Official Methods of Analysis the Association of Official Analytical and Chemist. 16th ed. Virginia: Arlington. . 1999. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc. Apriandi A. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipongipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Belitz HD, W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Berlin: Springer Verlag. Bihan EL, Zatylny C, Perrin A, Koueta N. 2006. Post mortem change in viscera of cuttlefish Sepia officinalis L. during storage at two different temperatures. Journal Foof Chemistry 98(2006):39-51. Budiyanto AK. 2002. Dasar-dasar Muhammadiyah Malang. Ilmu Gizi. Malang: Universitas Caldwell RL. 2005. An observation of inking behavior protecting adult Octopus bocki from predation by Green Turtle (Chelonia mydas) hatchlings. Pacific science 59(1): 69-72. Colpo A. 2005. LDL cholesterol: Bad cholesterol or bad science?. Journal of American Physicians and Surgeons 10(3): 83-89. Dean L, Fenner G, Boyd L. 2009. Characterization of lipids and their oxidation product in baked of fried breaded shrimp product. Journal Food Science 3(1): 35-41. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc. 53 Freeman MW, Junge C. 2005. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Gluck AA, Liebig JR, Vanderploeg HA. 1996. Evaluation of different phytoplankton for supporting development of Zebra Mussel Larvae (Dreissena polymorpha): the important of size and polyunsaturated fatty acid content. J. Great Lakes Res 22(1):36-45. Guderley H, Comeau L, Tremblay R, Pernet F. 2007. Temperature adaptation in two bivalve species from different thermal habitats: enegenics and remodeling of membrane lipid. J. Experimental Biology 210:2999-3014. Haliloglu HI, Bayir A, Sirkecioglu N, Aras NM, Atamanalp M. 2004. Comparison of fatty acid composition in some tissues of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) living in sea water and freshwater. J. Food Chem 86:55-59. Hansen RP, Shorland FB, Cooke NJ. 1957. Occurance in butterfat of nheptadecanoic acid (margaric acid). Nature179. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi kedua. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and Hall. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractination of Natural Extract. London: Chapman and Hall. Jacquot R. 1962. Organic constituent of fish and other aquatic animal foods. Didalam: Borgstrom G, editor. Fish as Foods. Volume ke-1, Production, Biochemistry, and Microbiology. London: Academic Press. Jereb P, Roper CFE. 2005. Cephalopods of the world. FAO Species Catalogue for Fishery Purpose 4(1):114-115. Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta: UI Press Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Khopkar SM. 1983. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia. 54 Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, dan Sirot V. 2008. Lipid and fatty acid composition of fish and seafood consumed in France. Journal of Food Composition and Analysis 21:8-16. Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga. Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenilpropanoida dan alkaloida. Medan: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis. Jakarta: UI Press McNair HM, Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Ed-ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Basic Gas Chromatography. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Bogor: Pustaka Sinar Harapan. Nasoetion A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1994. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. [NHLBI] National Heart, Lung and Blood Institute, U.S Department of Health and Human Services. 2005. Lower your cholesterol with TLC. Nurjanah, Abdullah A, Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong ipong-ipong (Fascilaria salmo). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan XIV(1): 22-29. O’Keefe SF, Akoh CC, Min DB. 2002. Food Lipids : Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Third Edition. New York : Marcel Dekker, Inc. Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Japan: National Cooperative Association of Squid Processors. Ozogul Y, Ozogul F. 2005. Fatty acid profiles of commercially important fish species from the mediterranean. Food Chem 100:1634-1638. Ozugul Y, Duysak O, Ozugul F, Ozkutuk AS, Tureli C. 2008. Seasonal effect in the nutritional quality of the body structural tissue of cephalopod. Food Chemistry 108: 847-852. Ozyurt G, Duysak O, Akamea E, Tureli C. 2006. Seasonal changes of fatty acids of cuttlefish Sepia officinalis L. in the north eastern Mediterranean sea. Food Chemistry 95: 382-385. 55 Papan F, Jazayeri A, Motamedi H, Asl SM. 2011. Study of the nutritional value of Persian Gulf squid (Sepia arabica). Journal of American Science 7(1): 154-157. Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Prasastyane A. 2009. Karakteristik asam lemak dan kolesterol kijing lokal (Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor akibat proses pengukusan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Robinson T. 1995. Kandungan organik tumbuhan tinggi. Edisi keenam. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: The organic constituents of higher plants. Sampaio GR, Bastos D, Soares R, Queiroz Y, Torres E. 2006. Fatty acid and cholesterol oxidation in salted and dried shrimp. Food Chem 95:344351. Sastrohamidjojo H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat Setzer WN. 2008. Non-intercalative triterpenoid inhibitors of topoisomerase II: a molecular docking study. The Open Bioactive Compounds Journal 1:13-17. Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB. Suharjo C, Kusharto. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: PAU-IPB. Susanto IS. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Keong Mas (Pomacea canliculata Lamarck) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Suwandi R, Nurjanah, Tias FN. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif dari keong pepaya (Melo sp.). Jurnal Sumberdaya Perairan 4(2): 16-20. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London: Applied Science Publisher LTD. Syarifuddin. 2011. Cephalopoda sumber protein sangat potensial. Makasar: Universitas Hasanudin. 56 Thanonkaew A, Benjakul S, Visessanguan W. 2006. Chemical composition and thermal property of cuttlefish (Sepia pharaonis) mucle. Jurnal of Food Composition and Analysis. 19: 127-133. Thoha. 2004. Asam lemak esensial untuk optimalisasi fungsi otak balita [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Vitahealth. 2009. Seluk Beluk Food Suplement. Jakarta: Gramedia Visentainer J, Souza N, Makota M, Hayashi C, Franco M. 2005. Influence of diets enriched with flaxeed oil on the α-linoleic, eicosapentaenoic, and docosapentaenoic fatty acid in nile tilapia (Oreochromis niloticus). Food Chem 90: 557-560. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998. Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan LAMPIRAN 58 Lampiran 1 Data morfometrik sotong Panjang (cm) 13 13 12,2 13 11,5 15,5 13,2 14 13,2 11,1 13,5 12,2 16 14 12,5 11,4 11,5 12 12,5 12,2 14,5 10 11,3 13,7 12,8 13 11,5 13 12,5 11,3 Keterangan: Data dari 30 sampel Lebar (cm) 6 6 5;3 5,5 5 6 5,5 63 6 5,5 5,5 5,5 6,5 5,3 5,7 5,5 5,5 4,5 5,3 5 5,5 5 4,5 6 5,5 5,8 5,7 5,3 7 6 Tebal (cm) 3,5 2 1,5 1,6 1,7 2 1,4 2 1,8 1,7 1,8 2,3 2,1 2 2 2,2 1,8 2,1 1,9 2,2 2,1 1,5 2 2 1,5 1,5 1,7 2 2,2 2,5 Bobot total (gram) 68 63 45 59 47 81 50 71 60 52 51 65 79 61 60 45 53 47 57 50 75 40 52 67 53 66 63 64 80 59 59 Lampiran 2 Perhitungan rendemen sotong Berat total : 1783 gram Berat daging : 804 gram Berat kepala : 580 gram Berat jeroan : 322 gram Berat cangkang : 77 gram Rendemen (%) = x 100% Rendemen daging (%) = x 100% = 45,09% Rendemen kepala (%) = x 100% = 32,53% Rendemen jeroan (%) = x 100% = 18,06% Rendemen cangkang (%) = x 100% = 4,32% Lampiran 3 Perhitungan analisis proksimat 1) Kadar air Sampel B. cawan kosong Kepala (1) 46,8232 Kepala (2) 48,6947 Badan (1) 50,6996 Badan (2) 53,3984 Kadar air (%) = Ket: B. sampel 38,2404 37,5242 38,3077 37,7323 B. cawan+sampel kering 52,9422 54,6568 57,0816 59,4531 x 100% A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven Kadar air badan 1 (%) = x 100% = 83,34% Kadar air badan 2 (%) = x 100% = 83,95% Kadar air 84,00 84,11 83,34 83,95 60 = Rata-rata (%) = = 83,65% 2) Kadar abu Sampel Badan (1) Badan (2) Kepala (1) Kepala (2) Bobot cawan 23,99 16,36 35,04 20,47 B.setelah abu 24,03 16,39 35,75 21,21 Nilai 0,79 0,58 0,79 0,99 x 100% Kadar abu (%) = Ket: Berat contoh 5,08 5,14 5,09 5,07 A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum ditanur C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah ditanur Kadar abu badan 1 (%) = x 100% = 0,79% Kadar abu badan 2 (%) = x 100% = 0,58% Rata-rata (%) = = = 0,69% 3) Kadar protein Sampel Badan (1) Badan (2) Kepala (1) Kepala (2) B.sampel (g) Vol.HCl (ml) 1,26 1,74 1,14 1,69 1,01 1,4 1,07 1,5 %N 2,0852 2,2384 2,0930 2,1168 % Protein 13,03 13,99 13,08 13,23 Kadar nitrogen (%) = Kadar protein (%) = kadar nitrogen (%) x faktor konversi (6,25) Kadar nitrogen badan 1 (%) = x 100% = 2,0852% Kadar protein badan 1 (%) = 2,0852% x 6,25 = 13,03% Kadar nitrogen badan 2 (%) = x 100% = 2,2384% 61 Kadar protein badan 2 (%) = 2.2384% x 6,25 = 13,99% Rata-rata (%) = = = 13,51% 4) Kadar lemak Sampel Badan (1) Badan (2) Kepala (1) Kepala (2) Berat contoh 5,05 5,04 5,16 5,17 Kadar lemak (%) = Ket: Labu lemak kosong 77,00 77,66 75,09 73,96 Berat setelah lemak 77,04 77,7 75,13 74,00 Lemak 0,79 0,79 0,78 0,77 x 100% W1 = berat sampel (gram) W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram) Kadar lemak badan 1 (%) = Kadar lemak badan 2 (%) = Rata-rata (%) = x 100% = 0,79% x 100% = 0,79% = = 0,79% 5) Kadar karbohidrat Karbohidrat badan 1 (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + lemak + protein) = 100% - (83,34 + 0,79 + 0,79 + 13,03) = 100% - 97,95 = 2,05% Karbohidrat badan 2 (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + lemak +protein) = 100% - (83,95 + 0,58 + 0,79 + 13,99) = 100% - 99,31 = 0,69% Rata-rata (%) = = = 1,36% 62 Lampiran 4 Perhitungan analisis asam lemak Asam lemak Standar 12,295 14,933 16,331 17,761 19,2 20,707 18,769 21,713 25,387 23,356 25,387 30,676 34,072 40,819 Laurat Miristat Pentadekanoat Palmitat Heptadekanoat Stearat Palmitoleat Oleat Eikosenoat Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA DHA Badan (1) 12,297 14,934 16,333 17,793 19,205 20,736 18,774 21,723 25,385 23,363 24,154 30,702 33,779 40,889 Retention time Badan (2) Kepala (1) 12,298 12,298 14,935 14,933 16,334 16,332 17,789 17,777 19,207 19,202 20,732 20,727 18,775 18,77 21,721 21,713 25,387 25,384 23,362 23,36 24,707 30,701 30,693 33,777 33,733 40,880 40,873 Contoh perhitungan asam laurat pada badan sotong (1): Area sampel = 2290 Area standar = 97465 Bobot contoh = 28,5 mg Berat standar asam laurat = 4% Kadar asam laurat = sampel x 100% bobot contoh Keterangan: Ax = area sampel As = area standar C = berat standar asam laurat Kadar asam laurat = (2290/97465) x 0,04 x 100% 2,85 = 0,03% Kepala (2) 12,295 14,932 16,333 17,779 19,205 20,727 18,772 21,715 25,384 23,362 30,694 33,773 40,867 63 Lampiran 5 Hasil analisis asam lemak sotong (Sepia recurvirostra) Komponen asam lemak (%) Laurat (C12:0) Miristat (C14:0) Pentadekanoat (C15:0) Palmitat (C16:0) Heptadekanoat (C17:0) Stearat (C18:0) Palmitoleat (C16:1) Oleat (C18:1n9c) Eikosenoat (C20:1) Linoleat (C18:2n6c) Linolenat (C18:3n6) Arakhidonat (C20:4n6) EPA (C20:5n3) DHA (C22:6n3) Badan (1) 0,03 0,51 0,19 7,49 0,52 3,7 0,4 1,99 0,38 0,26 0,02 5,43 6,24 2,62 Badan (2) 0,03 0,45 0,17 7,19 0,49 3,69 0,4 2,05 0,38 0,34 0,02 547 6,32 20,3 Kepala (1) 0,02 0,31 0,11 5,71 0,46 3,77 0,22 1,38 0,55 0,09 4,72 4,91 19,8 Kepala (2) 0,02 0,29 0,11 5,16 0,42 3,38 0,17 1,1 0,46 0,06 3,55 5,21 15,3 Lampiran 6 Perhitungan analisis kolesterol Hasil analisis kolesterol sotong (Sepia recurvirostra) Kolesterol (mg/100 gram) Sepia recurvirostra Rata-rata Badan (1) Badan (2) 75,783 73,488 74,6355 Contoh perhitungan kadar kolesterol kepala sotong (1): Berat sampel = 0,1083 gram Absorbansi sampel = 0,533 Persamaan yang diperoleh y = 0,214 x + 0,001 y = 0,214 (0,533) + 0,001 y = 0,1150 Keterangan : y = konsentrasi standar x = absorbansi standar Kepala(1) Kepala (2) 106,19 111,614 108,902 64 Konsentrasi kolesterol = x 100 = 0,1150 x 100 0,1083 = 106,19 mg/100 gram Lampiran 7 Dokumentasi rendemen sotong Sotong bagian dorsal Badan Sotong bagian ventral Jeroan dan kepala 65 Kepala Cangkang Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan analisis proksimat Analisis kadar air Analisis kadar protein Analisis kadar abu Analisis kadar lemak 66 Lampiran 9 Dokumentasi kegiatan analisis fitokimia Proses filtrasi hasil maserasi Proses evaporasi Hasil uji fitokimia Lampiran 10 Dokumentasi kegiatan analisis asam lemak 67 Lampiran 11 Dokumentasi kegiatan analisis kolesterol 68 69 Lampiran 11 Data morfometrik, rendemen, komposisi kimia, komponen bioaktif, asam lemak, dan kolesterol sotong (Sepia recurvirostra) Pengukuran/Analisis Morfometrik Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm) Bobot utuh (gram) Rendemen (%) Komposisi kimia (%) Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Komponen bioaktif Alkaloid a. Dragendorff b. Meyer c. Wegner Steroid Flavonoid Saponin Fenol hidrokuinon Molisch Benedict Biuret Ninhidrin Asam lemak (%) AL jenuh Laurat Miristat Pentadekanoat Palmitat Heptadekanoat Stearat AL tidak jenuh tunggal Palmitoleat Oleat Eikosenoat AL tidak jenuh majemuk Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA DHA Kolesterol (mg/100g) Badan Kepala 45,09 32,53 84,06 0,69 13,51 0,79 1,36 83,65 0,89 13,16 0,77 1,13 ++ +++ +++ + + ++ ++ Sepia recurvirostra Jeroan Tinta 12,70 ± 1,30 5,59 ± 0,53 1,95 ± 0,40 59,43 ± 10,91 18,06 Cangkang - 4,32 - - - - - ++ ++ +++ ++ + + + + + ++ + + + 0,03 0,48 0,18 7,34 0,51 3,70 0,02 0,3 0,11 5,44 0,44 3,58 - - - 0,4 2,02 0,38 0,2 1,24 0,51 - - - 0,3 0,02 5,45 6,28 20,46 74,64 0,08 4,14 5,06 17,55 108,90 - - -