peran breast tomosynthesis dalam mendeteksi lesi ganas payudara

advertisement
REFERAT
Diajukan sebagai salah satu persyaratan PPDS 1 Radiologi
PERAN BREAST TOMOSYNTHESIS DALAM MENDETEKSI
LESI GANAS PAYUDARA DIBANDINGKAN DENGAN
MAMMOGRAFI
Oleh :
dr.Rima Saputri
Pembimbing :
Dr.dr.Lina Choridah, SpRad (K)
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVESITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia.
Hal ini karena kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi
pada wanita dan menjadi penyebab kematian nomor dua pada wanita. Kurang
lebih 6 persen wanita di Amerika Serikat menderita kanker payudara dan kurang
lebih 30.000 wanita meninggal pertahun karena kanker payudara.1,2
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat seawal mungkin merupakan hal
yang penting dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena
kanker payudara. Selain dengan pemeriksaan fisik, yang merupakan pemeriksaan
standar untuk benjolan pada payudara, deteksi kanker payudara dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa modalitas pencitraan radiologi, salah satunya
adalah dengan menggunakan mammografi.
Mammografi telah dipercaya selama bertahun-tahun sebagai salah satu
modalitas pencitraan standar yang digunakan untuk skrining dan diagnosis lesilesi
payudara.
Sebagai
modalitas
radiodiagnostik,
mammografi
mampu
mendeteksi adanya lesi pada payudara, yang meliputi lokasi, ukuran dan
morfologi lesi.1 Untuk skrining lesi payudara, mammografi direkomendasikan
dilakukan setiap 1-2 tahun bagi wanita usia ≥ 40 tahun dan dilakukan setiap tahun
untuk
wanita
usia
≥
50
tahun.
Pada
kondisi
khusus,
klinisi
akan
merekomendasikan skrining mammografi dilakukan sebelum usia 40 tahun bagi
wanita dengan riwayat keluarga penderita kanker payudara.2 Namun demikian,
mammografi ternyata memiliki beberapa keterbatasan dalam pencitraan lesi
payudara. Gambaran jaringan payudara yang tumpang tindih pada pencitraan
mammografi memungkinkan terjadinya hambatan dan kesalahan
dalam
mendeteksi adanya abnormalitas pada jaringan payudara, khususnya jika jaringan
payudara tersebut padat dan atau memiliki struktur yang heterogen. Keterbatasan
tersebut terjadi karena mammografi merupakan pencitraan dua dimensi (two-
dimensional mammography / 2DMMG), sehingga gambar yang dihasilkan juga
hanya merupakan gambar dua dimensi.3 Oleh sebab itu, untuk meminimalkan
kesalahan dan meningkatkan akurasi diagnostik terhadap lesi-lesi pada payudara,
maka dewasa ini dikembangkan teknik pencitraan payudara yang menghasilkan
gambar tiga dimensi, yang disebut dengan Digital Breast Tomosynthesis (DBT).
Digital breast tomosynthesis, atau sering juga disebut sebagai breast
tomosynthesis,
merupakan
modalitas
pencitraan
payudara
yang
mampu
menghasilkan gambar tiga dimensi sehingga dapat memperlihatkan gambaran
struktur yang lebih dalam pada jaringan payudara dan bebas dari distorsi yang
biasanya disebabkan oleh bayangan dan densitas jaringan payudara.4 Oleh karena
itu maka breast tomosynthesis ini kini dianggap sebagai pencitraan payudara yang
lebih baik dibandingkan dengan mammografi.
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari ditulisnya referat ini adalah
untuk
memaparkan
lebih
dalam
mengenai
breast
tomosynthesis
dan
membandingkan hasil pencitraannya dengan mammografi dalam mendeteksi lesi
ganas payudara. Dari pemaparan ini maka diharapkan wawasan pembaca
mengenai teknologi terbaru pencitraan payudara ini akan bertambah, sehingga
nantinya dapat mengaplikasikan breast tomosynthesis sebagai modalitas
radiodiagnostik untuk mendeteksi adanya lesi pada payudara, khususnya lesi
ganas pada payudara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KANKER PAYUDARA
Kanker payudara merupakan penyakit yang sangat heterogen karena
memiliki gambaran morfologi yang beragam serta memiliki keluaran klinis dan
respon yang bervariasi terhadap pilihan terapi yang berbeda. Beberapa studi
epidemiologi telah mengidentifikasi berbagai faktor resiko yang meningkatkan
kemungkinan seorang wanita untuk menderita kanker payudara. Faktor-faktor
resiko tersebut antara lain onset menarche dini, onset menopause terlambat,
melahirkan pertama dengan kehamilan cukup bulan di usia lebih dari 30 tahun,
riwayat kanker payudara premenopause pada ibu dan saudara perempuan,
kontrasepsi oral, terapi sulih estrogen, serta riwayat pribadi kanker payudara
dan penyakit proliferasi jinak payudara. Selain itu obesitas dan nulipara juga
dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara.2,5,6
Menurut WHO, berdasarkan gambaran histopatologinya kanker payudara
diklasifikasikan menjadi 3 tipe mayor, yaitu karsinoma non invasif (non
invasive carcinoma), karsinoma invasif (invasive carcinoma), dan Paget’s
disease. Ketiga tipe mayor tersebut dibagi lagi menjadi beberapa subtipe.7
Klasifikasi tipe dan sub tipe kanker payudara tercantum pada tabel 1.
B. EPIDEMIOLOGI KANKER PAYUDARA
Berdasarkan penelitian dari Emine et al. selain kanker kulit, kanker
payudara merupakan jenis kanker yang sering terjadi pada wanita, tercatat 1
dari setiap 3 wanita di diagnosis menderita kanker payudara. Penelitian
tersebut juga mengungkapkan bahwa peluang seorang wanita terkena kanker
payudara invasif pada suatu waktu dalam hidupnya adalah sekitar 1 dari 8
(12%).2
Insidensi kanker payudara di asia meningkat lebih cepat dibandingkan
dengan negara-negara barat. Sebagai contoh, di Singapura, angka insidensi
berdasarkan umur (age-standardized incidence rate/ASR) dari kanker
payudara dari 20,2 per 100.000/tahun, dalam kurun waktu antara tahun 1968
sampai 1972, meningkat menjadi 54,9 per 100.000/tahun dalam kurun waktu
antara tahun 1998 sampai 2002. Sedangkan ASR kanker payudara di Indonesia
tercatat 36,2 per 100.000/tahun dengan angka mortalitas 18,6 per
100.000/tahun.8
C. ANATOMI PAYUDARA
Payudara normal terutama terdiri dari kelenjar (glandular), jaringan
stromal, dan lemak.
Kelenjar payudara terdiri dari duktus dan lobulus,
sedangkan jaringan stromal meliputi area diantara lobus. Ada sekitar 15 sampai
20 lobus di payudara. Lobulus dipisahkan oleh septa jaringan fibrosa yang
berjalan dari subkutan ke fasia di dinding dada (ligamentum Cooper).
Ligamentum Cooper adalah trabekula pendukung yang memberikan bentuk
pada payudara, dan tampak sebagai garis lengkung (curved) di sekitar lemak
pada lobulus.9,10
Setiap lobus memiliki duktus utama. Hanya duktus utama yang
tervisualisasi pada mammografi, dan terlihat di regio subareolar sebagai
penebalan struktur linier di sekeliling nipple. Produk dari lobulus disalurkan
melalui duktus laktiferus menuju sinus laktiferus dan akan bermuara ke nipple.
Nipple dikelilingi oleh area hiperpigmentasi yang disebut areola. Areola
dilumasi oleh glandula-glandula Montgomery, yang berbentuk besar, terdiri
atas glandula sebacea, dan dapat menjadi kista sebacea ketika glandulaglandula tersebut terinfeksi.9,10,11
Unit fungsional pada payudara adalah Terminal Ductal Lobular Unit
(TDLU), yang terdiri dari lobulus dan duktus ekstralobular. TDLU merupakan
area yang penting karena merupakan asal (origin) dari sebagian besar kelainan
payudara.9,12
Jumlah dan distribusi jaringan glandular payudara sangat bervariasi.
Wanita yang lebih muda cenderung lebih banyak memiliki jaringan glandular
daripada wanita yang lebih tua. Atrofi glandular dimulai dari infero-medial,
dan densitas residu glandular tampak menetap lebih lama di kuadran superolateral. Namun, pola apapun dapat terlihat pada usia dewasa.9
Payudara juga terdiri dari sejumlah besar lemak, yang tampak lusen, atau
hampir hitam, pada mammografi. Lemak terdistribusi di lapisan subkutan, di
antara
unsur-unsur parenkim
di
bagian sentralnya, dan di
lapisan
retromammary di anterior muskulus pektoralis.9
Pasokan darah pada payudara berasal dari arteri axilaris melalui cabangcabang thoracic lateral dan acromiothoracic, dari arteri mammaria interna dan
dari arteri intercostal. Pada pencitraan mammografi, vena tampak melintasi
mammae sebagai opasitas linier yang uniform, dengan diameter sekitar 1
sampai 5 mm. Arteri tampak sebagai opasitas linier uniform yang sedikit lebih
tipis (dibanding vena) dan terlihat paling jelas ketika disertai kalsifikasi, seperti
pada pasien dengan aterosklerosis, diabetes, atau penyakit ginjal.9,10
Drainase limfatik payudara, seperti juga organ lain, mengikuti jalur aliran
darah, yaitu di sepanjang pembuluh limfe axilla ke limfonodi axilla dan
sepanjang pembuluh limfe thoracic interna menembus pektoralis mayor dan
melewati ruang intercostal sampai ke limfonodi sepanjang rantai mammaria
interna.10
D. MAMMOGRAFI
Mammografi merupakan pemeriksaan radiologi untuk pencitraan payudara
dengan menggunakan sinar-x dosis rendah (rentang dosis 0,07-0,89 mSv, dosis
rata-rata 0,48 mSv). Tujuan dari mammografi adalah untuk deteksi dini kanker
payudara, biasanya melalui deteksi karakteristik lesi dan atau bentuk
kalsifikasi.13,14
Mammografi memegang peranan penting dalam deteksi dini kanker
payudara, hal ini karena mammografi mampu mendeteksi hampir 75% kanker
payudara kurang lebih satu tahun sebelum pasien merasakan gejala. Terdapat
dua tipe pemeriksaan mammografi, yaitu skrining dan diagnostik. Mammografi
skrining dilakukan pada wanita yang tidak memiliki gejala pada payudara,
sedangkan mammografi diagnostik dilakukan pada wanita dengan gejala pada
payudara, yaitu ketika ditemukan benjolan payudara atau nipple discharge
selama pemeriksaan payudara sendiri atau abnormalitas payudara ditemukan
ketika dilakukan pemeriksaan mammografi skrining. Mammografi diagnostik
digunakan untuk menentukan ukuran yang tepat dan lokasi dari abnormalitas
payudara serta untuk menggambarkan jaringan sekitar dan limfonodi.2
Selama prosedur
pemeriksaan mammografi,
payudara
dikompresi
menggunakan pelat paralel pada alat mammografi. Kompresi pelat paralel akan
meratakan ketebalan jaringan payudara yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas gambar, dengan cara mengurangi ketebalan jaringan yang akan
ditembus oleh sinar-x, mengurangi jumlah radiasi hambur (karena radiasi
hambur dapat menurunkan kualitas gambar), mengurangi dosis radiasi yang
diperlukan, dan menahan payudara untuk mencegah motion blur. Pencitraan
mammografi diambil dalam dua view, yaitu craniocaudal (CC) dan
mediolateral oblique (MLO). Pada keadaan yang membutuhkan gambar yang
lebih fokus dan jelas maka dilakukan magnifikasi dan atau spot kompresi pada
area tertentu yang menjadi perhatian. Deodoran, bedak atau lotion mungkin
muncul pada gambar mammografi sebagai bintik-bintik kalsium, dan pasien
disarankan untuk tidak memakai deodoran, bedak atau lotion pada hari
pemeriksaan untuk menghindari timbulnya artefak tersebut.13
Mammografi diketahui memiliki angka negatif palsu. Berdasarkan data
dari Breast Cancer Detection Demonstration Project, angka negatif palsu pada
mammografi sekitar 8-10%. Kurang lebih 1-3% wanita yang secara klinis
memiliki
abnormalitas
payudara
yang
mencurigakan,
dengan
hasil
mammografi dan hasil ultrasonografi yang negatif, masih mungkin menderita
kanker payudara. Kemungkinan yang menjadi penyebab hal tersebut adalah
parenkim payudara yang padat menutupi gambaran lesi, posisi atau teknik
mammografi yang kurang baik, kesalahan persepsi, interpretasi yang salah dari
temuan yang dicurigai suatu abnormalitas, gambaran lesi keganasan yang
samar, dan lambatnya pertumbuhan lesi.2
E. BREAST TOMOSYNTHESIS
Tomografi merupakan teknik yang terkenal di bidang radiologi yang
menggunakan gerakan (motion) untuk menghasilkan gambaran anatomis yang
lebih baik, sehingga memungkinkan gambaran struktur yang tumpang tindih
menjadi lebih jelas. Contoh tomografi yang paling luas saat ini adalah
Computed Tomography (CT). Dewasa ini konsep yang sama telah diterapkan
dalam pencitraan payudara dengan berkembangnya breast tomosynthesis.15
Breast tomosynthesis adalah pencitraan mammografi digital yang
menghasilkan gambar 3 dimensi. Breast tomosynthesis ini dikembangkan
untuk meningkatkan deteksi dan karakterisasi lesi payudara, terutama pada
payudara yang padat. Sistem ini menggunakan pencitraan dosis rendah untuk
menghasilkan gambaran cross-sectional payudara. Dosis total radiasi pada
breast
tomosynthesis
ini
ditetapkan
sebanding
dengan
pemeriksaan
mammografi konvensional. Pemeriksaan pada pasien dilakukan dengan
proyeksi craniocaudal (CC) dan mediolateral oblique (MLO), namun proyeksi
tambahan lain juga dapat dilakukan jika diperlukan.15,16,17
Dibandingkan dengan tomografi konvensional dimana sumber sinar-x
berputar 360 derajat disekitar subyek, digital tomosynthesis menggunakan
tomografi dengan sudut yang kecil (biasanya dengan besar sudut -7.5° sampai
+7.5° ) untuk mendapatkan beberapa proyeksi gambar (± 15 gambar). Pada
breast tomosynthesis sumber sinar-x diputar melalui sudut lengkung yang
terbatas, sementara payudara dikompresi dengan cara yang standar. Kompresi
payudara pada pemeriksaan breast tomosynthesis dilakukan dengan lembut,
dengan tujuan untuk mempertahankan posisi payudara agar tidak terbentuk
motion blur pada gambar. Gambar-gambar yang dihasilkan kemudian
direkonstruksi menjadi irisan gambar dengan ketebalan 0,5 - 1 mm (umumnya
1 mm) agar dapat dilakukan review terhadap hasil pencitraan. Irisan gambar
tersebut dapat memberikan informasi struktur 3 tiga dimensi semu (pseudo 3-
D) dan dapat mengurangi efek jaringan fibroglandular yang mengaburkan lesilesi yang dicurigai.15,17
F. EFEK BIOLOGIS PAPARAN RADIASI SINAR-X
Pencitraan mammografi dan breast tomosynthesis merupakan pencitraan
dengan menggunakan sinar pengion. Radiasi sinar pengion dapat menyebabkan
kerusakan sel dengan cara merusak molekul DNA secara langsung melalui efek
ionisasi pada molekul DNA atau secara tidak langsung melalui pembentukan
radikal bebas. Tanda-tanda jejas sel yang disebabkan oleh radiasi sinar pengion
tersebut tidak muncul dalam jangka waktu yang singkat, biasanya efek tersebut
akan muncul dalam jangka waktu yang lama.14
Berat ringannya efek biologis dari radiasi sinar pengion didasarkan atas
jumlah dan lama waktu paparan yang diterima. Semakin besar dan lama radiasi
yang diterima maka resiko beratnya efek biologis yang terjadi akan meningkat
pula. Efek biologis dan manfaat dari mammografi skrining sendiri masih dalam
penelitian yang cermat secara terus menerus. Salah satu kendala wanita untuk
menjalani mammografi skrining adalah adanya risiko kanker payudara yang
diinduksi oleh radiasi sinar-x. Menurut estimasi risiko radiasi yang terbaru,
pemeriksaan mammografi digital bilateral dengan dua view (CC dan MLO)
atau mammografi screen-film dikaitkan dengan resiko seumur hidup kanker
payudara karena paparan radiasi dari 1,3-1,7 kasus pada 100.000 wanita
dengan usia 40 tahun saat paparan dan kurang dari satu kasus dalam satu juta
wanita dengan usia 80 tahun saat paparan. Risiko yang timbul seumur hidup
(lifetime attributable risk/LAR) terjadinya kanker payudara yang diinduksi
radiasi pada wanita yang mendapat paparan radiasi sinar x dari mammografi
skrining yang dilakukan setiap tahun tercantum dalam tabel 2.18
Breast tomosynthesis, dengan akuisisi pencitraan satu view (CC view),
menurut penelitian dari Feng et al. memiliki rerata dosis radiasi glandular
(mean glandular dose/MGD) antara 0,657-3,52 mGy. Batas atas dosis radiasi
glandular tersebut lebih kecil dibandingkan dengan mammografi yang
memiliki rerata dosis radiasi glandular antara 0,309-5,26 mGy. Sedangkan
menurut penelitian dari Smith, pencitraan breast tomosynthesis terdiri atas
serangkaian paparan radiasi dosis rendah, karena di setiap akuisisinya hanya
sekitar 5-10% dari dosis radiasi mammografi konvensional dengan view
tunggal (CC view atau MLO view). Tetapi data tentang seberapa besar risiko
kanker payudara yang diinduksi radiasi pada pemeriksaan breast tomosynthesis
belum didapatkan oleh penulis, karena belum ditemukannya penelitian tentang
hal tersebut. 19,20
G. BI-RADS
Pada tahun 1993 American College of Radiology (ACR) mengembangkan
suatu sistem pelaporan untuk pemeriksaan pencitraan payudara, khususnya
untuk mammografi dan ultrasonografi, yang disebut dengan Breast Imaging
Reporting and Data System (BI-RADS). Tujuan dari dikembangkannya BIRADS
ini
adalah
untuk
standarisasi
pelaporan mammografi,
untuk
memperbaiki komunikasi antar ahli radiologi maupun dengan klinisi,
mengurangi kebingungan mengenai temuan mammografi dan memudahkan
monitoring keluaran penyakit. Menurut Mammography Quality Standards Act
(MQSA) pada tahun 1997, seluruh mammogram di Amerika Serikat harus
dilaporkan
menggunakan
sistem
penilaian
kategori
tersebut.
Setiap
pemeriksaan mammografi harus menyebutkan penilaian tunggal berdasarkan
temuan yang paling menjadi perhatian.21
Pelaporan dalam BI-RADS terdiri atas kategori 0-6 dengan penilaian yang
berbeda untuk masing-masing kategori, dimana kategori tersebut didapat
berdasarkan hasil temuan mammografi. Semua kategori mencerminkan tingkat
kecurigaan keganasan payudara secara radiologi, dan penilaian kategori ini
telah terbukti berkorelasi dengan kemungkinan keganasan payudara. Karena
masing-masing kategori BI-RADS ini hanya memiliki satu rekomendasi
khusus, maka sistem pelaporan ini dapat memberi informasi kepada klinisi
tentang
temuan-temuan
pada
mammografi
serta
penatalaksanaan yang tepat untuk temuan tersebut.
dalam BI-RADS tercantum dalam tabel 3.
21,22
tindak
lanjut
dan
Isi penilaian kategori
BAB III
PEMBAHASAN
Pemeriksaan mammografi telah lama dikenal dan dipercaya sebagai salah
satu modalitas pencitraan payudara yang digunakan sebagai alat skrining dan
diagnostik. Berbagai lesi payudara, baik benigna maupun maligna, dapat dideteksi
dengan menggunakan mammografi. Perbandingan detail struktur kedua payudara
pada mammogram memungkinkan deteksi asimetrisitas struktur payudara.
Deteksi asimetrisitas struktur payudara tersebut akan menimbulkan persepsi
pemeriksa tentang adanya abnormalitas payudara. Abnormalitas payudara pada
mammogram dapat berupa lesi yang tampak jelas maupun lesi yang samar. Lesi
yang samar biasanya ditemukan pada mammogram payudara yang padat. Persepsi
adanya lesi yang samar pada payudara dapat di tegaskan dengan cara melihat
secara berurutan pada area yang dicurigai, dengan menggunakan teknik masking.
Masking adalah menutup sebagian mammogram untuk menilai struktur kedua
payudara
secara
berkesinambungan.
Teknik
masking
memungkinkan
perbandingan area yang kecil di kedua payudara dan membantu mata untuk
beradaptasi terhadap pendaran cahaya dari lampu baca pada saat menginterpretasi
suatu mammogram. Masking harus dilakukan pada posisi horizontal dan oblique,
aspek caudal dan cranial, dengan gerakan yang bertahap, untuk meningkatkan
persepsi terhadap perubahan struktur yang asimetris di kedua payudara. Tujuan
dari peningkatan persepsi ini adalah untuk menemukan densitas payudara yang
asimetris, deteksi distorsi arsitektur payudara, deteksi perubahan kontur parenkim
(contohnya retraksi, tent sign, dan protrusio parenkim), dan menemukan
gambaran kalsifikasi payudara.23,24
Dalam menginterpretasi suatu mammogram ada tiga hal yang harus di
perhatikan, yaitu: penilaian apakah suatu mammogram layak atau tidak untuk di
interpretasi (meliputi positioning, exposure dan processing), pencarian lesi di
kedua payudara, dan analisa setiap lesi yang ditemukan.25
Sebagian besar wanita memiliki parenkim payudara yang cukup simetris,
namun setidaknya terdapat 3% wanita yang memiliki parenkim payudara yang
asimetris, tetapi secara histologis jaringan payudara tersebut normal. Untuk
membedakan apakah asimetrisitas parenkim payudara tersebut merupakan suatu
lesi atau hanya suatu variasi normal, maka seorang spesialis radiologi harus dapat
membedakan gambaran lesi tersebut pada mammogram. Pada mammogram suatu
lesi/massa memiliki batas yang konveks, lebih dense dibagian tengahnya, dan
akan mendistorsi arsitektur normal parenkim payudara disekitarnya. Lesi/massa
payudara tersebut juga akan tampak pada beberapa proyeksi foto dan tetap akan
tampak ketika dilakukan spot kompresi pada area tersebut. Adanya artefak-artefak
yang menyerupai lesi pada mammografi dapat disebabkan oleh jaringan payudara
yang tumpang tindih. Artefak-artefak tersebut akan tampak hanya pada satu
proyeksi foto dan biasanya akan menghilang dengan spot kompresi karena
jaringan payudara menjadi menyebar dan terpisah. Jika pada mammogram
ditemukan suatu lesi maka harus dilakukan analisis mengenai tepi, batas, densitas,
lokasi, dan ukuran lesi tersebut. Konfirmasi dengan pemeriksaan fisik diperlukan
jika lesi yang ditemukan pada mammogram tersebut meragukan. Untuk evaluasi
lesi, harus dibandingkan dengan foto lama untuk menilai pertambahan ukuran lesi
atau keberadaan lesi yang baru.26
Diagnosis radiologis lesi ganas payudara pada mammografi dapat
ditentukan berdasarkan temuan tanda-tanda primer dan atau sekunder. Tandatanda primer lesi ganas payudara meliputi lesi bentuk ireguler dengan batas tak
tegas atau stellate/spiculated, mikrokalsifikasi (dengan atau tanpa gambaran
massa) bentuk pleomorfik halus (ukuran < 0,5 mm) dengan pola distribusi
kalsifikasi berbentuk linear, branching/casting type, atau clustered. Sedangkan
tanda-tanda sekunder keganasan payudara meliputi asimetrisitas kelenjar
payudara, struktur duktal dan pembuluh darah, densitas kedua payudara yang
berbeda, retraksi nipple, penebalan kulit, serta limfadenopati axilla.27,28,29,30,31,32
Selain lesi bentuk ireguler dengan batas tak tegas atau stellate/spiculated,
lesi ganas pada payudara juga dapat berbentuk bulat dengan batas tak tegas dan
atau lesi dengan mikrolobulasi. Lesi batas tegas dan lesi dengan halo sign parsial
atau komplet biasanya menunjukan lesi yang jinak, tetapi beberapa penelitian
membuktikan lebih dari 5% lesi dengan karakteristik tersebut menunjukkan suatu
keganasan payudara. Gambaran lesi-lesi stellate/spiculated biasanya ditemukan
pada infiltrating ductal carcinoma, tubular carcinoma, dan lobular carcinoma.
Gambaran lesi dengan mikrolobulasi ditemukan pada invasive ductal carcinoma
dan lobular carcinoma in situ. Gambaran lesi bulat dengan batas tegas dapat
ditemukan pada infiltrating ductal carcinoma, papillary carcinoma, mucinous
carcinoma, medullary carcinoma, dan metastatic melanoma; sedangkan lesi
dengan halo sign parsial atau komplet ditemukan pada pada infiltrating ductal
carcinoma, limfoma payudara, cystosarcoma phylloides, malignant fibrous
histiocytoma, dan metastatic melanoma. Setiap lesi yang ditemukan harus
dievaluasi dengan cermat, karena lesi jinak dan ganas dapat ditemukan pada
payudara yang sama. Lesi dengan morfologi yang mencurigakan harus disarankan
untuk dilakukan biopsi.26,29,33
Disamping manfaat informasi tentang lesi-lesi payudara yang didapat dari
mammografi, terdapat kekurangan dalam mammografi yang sering ditemui dalam
praktek sehari-hari. Gambaran jaringan payudara yang tumpang tindih pada
mammogram menyebabkan kesulitan dalam menentukan ada atau tidaknya lesi
pada payudara. Selain itu jenis payudara yang padat juga menyulitkan spesialis
radiologi dalam mendeteksi adanya lesi atau kelainan pada jaringan payudara.
Breast tomosynthesis merupakan mammografi generasi baru yang
didasarkan atas pencitraan digital tiga dimensi. Teknik ini dipercaya dapat
memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam menginterpretasi suatu
mammogram, khususnya untuk meminimalisasi, atau bahkan menghilangkan,
gambaran jaringan payudara yang tumpang tindih. Berbagai laporan kasus telah
menunjukkan keunggulan breast tomosynthesis dalam mendeteksi adanya lesi
payudara, terutama lesi-lesi samar pada payudara yang padat. Visualisasi detail
anatomis yang samar, seperti mikrokalsifikasi atau spikulasi jaringan payudara,
akan tampak lebih jelas pada breast tomosynthesis. Hal ini karena breast
tomosynthesis dapat menghasilkan pencitraan seperti mammogram dengan
kedalaman yang berbeda. Dengan irisan yang tipis (0,5-1 mm) memungkinkan
breast tomosynthesis untuk mendeteksi lesi yang tertutupi oleh jaringan payudara
di atasnya. Selain itu breast tomosynthesis juga dapat memvisualisasikan
karakteristik dan tepi lesi dengan baik, sehingga dapat di nilai apakah lesi tersebut
cenderung dalam lesi ganas atau jinak, untuk kemudian dapat ditentukan kategori
lesi tersebut berdasarkan BI-RADS.
American College of Radiology (ACR) melakukan suatu eksperimen untuk
mengukur sensitivitas breast tomosynthesis. Eksperimen dilakukan dengan
menggunakan kadaver payudara yang di sisipi phantom berupa bentukan
mikrokalsifikasi dan massa yang rendah serat (low fiber). Kemudian dilakukan
pencitraan mammografi dan breast tomosynthesis pada kadaver tersebut. Hasil
pencitraan kedua jenis modalitas tersebut kemudian dibandingkan. Pada
mammogram tampak gambaran massa dan bercak-bercak kalsifikasi yang samar
karena tumpang tindih dengan jaringan payudara yang padat. Sedangkan pada
breast tomosynthesis tampak gambaran massa dan bercak-bercak kalsifikasi yang
lebih jelas dibandingkan dengan mammogram (gambar 13 dan 14 ).20 Berdasarkan
eksperimen ini dapat dilihat bahwa breast tomosynthesis dapat meningkatkan
sensitivitas pemeriksaan dengan cara memperbaiki visualisasi gambaran massa
atau kalsifikasi yang mungkin samar atau tidak tampak pada mammogram.
Contoh-contoh kasus dari berbagai penelitian mengenai perbandingan hasil
pencitraan antara pemeriksaan mammografi dan breast tomosynthesis dalam
memvisualisasikan lesi-lesi ganas dan mikrokalsifikasi pada payudara dapat
dilihat pada gambar di halaman lampiran.
BAB IV
KESIMPULAN
Kanker payudara merupakan penyebab kematian nomor dua pada wanita.
Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat akan menurunkan morbiditas dan
mortalitas karena kanker payudara.
Mammografi merupakan modalitas pencitraan yang digunakan sebagai alat
skrining dan diagnosis kanker payudara. Dengan menggunakan mammografi, lesi
ganas payudara dapat ditentukan dengan memperhatikan tanda-tanda primer dan
tanda-tanda sekunder. Tetapi, sebagai modalitas skrining dan diagnostik
mammografi ternyata memiliki kelemahan dalam hal visualisasi lesi dan
mikrokalsifikasi yang samar, khususnya pada payudara yang padat. Breast
tomosynthesis sebagai mammografi generasi baru tiga dimensi hadir untuk
meningkatkan
sensitivitas
pemeriksaan
mammografi
konvesional
(2D
mammografi). Breast tomosynthesis dapat menghasilkan pencitraan dengan
kedalaman yang berbeda dari mammografi. Dengan slice yang tipis (0,5-1 mm)
memungkinkan breast tomosynthesis untuk mendeteksi lesi yang tertutupi oleh
jaringan payudara yang padat di atasnya. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
breast tomosynthesis merupakan modalitas pencitraan payudara yang lebih baik
dibandingkan dengan mammografi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gurung G, Ghimire RK, Lohani B. Mammographic evaluation of palpable
breast masses with pathological correlation: a tertiary care center study in
Nepal. Journal of Institute of Medicine 2010; 32(2): 21-5
2. Disha ED, Kërliu SM, Ymeri H, Kutllovci A. Comparative accuracy of
mammography and ultrasound in women with breast symptoms according
to age and breast density. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences
2009; 9(2): 131-36
3. Takamoto Y, Tsunoda H, Kikuchi M, Hayashi N, Honda S, Koyama T, et
al. Role of breast tomosynthesis in diagnosis of breast cancer for Japanese
women. Asian Pacific J of Cancer Prev 2013; 14(5): 3037-40
4. Greer
LRN.
Tomosynthesis
enables
definitive
identification
of
unsuspected lesion in multifocal or multicentric cancers, decreasing the
need for second-look US and post-MRI biopsy. Appl Radiol 2012; 41(1)
5. Viale G. The current state of breast cancer classification. Symposium
article. Annals of Oncology 2012; 23(supplement 10): x207-10
6. Fabbri A, Carcangiu ML, Carbone A. Histological classification of breast
cancer. In: Bombardieri E, Gianni L, Bonadonna G eds. Breast cancer:
Nuclear medicine in diagnosis and therapeutic opstions. Germany,
Springer, 2008: 3-4
7. Anderson I, Invasive breast cancer, In: Gourtsoyiannis NC, Ros PR eds.
Radiologic-pathologic correlation from head to toe, understanding the
manifestation of disease. Germany, Pa:Springer, 2005: 757-9
8. Ng CH, Pathy NB, Taib NA, The YC, Mun KS, Amiruddin A, et al.
Comparison of breast cancer in Indonesia and Malaysia - A clinicopathological study between Dharmais Cancer Centre Jakarta and
University Malaya Medical Centre Kuala Lumpur. Asian Pasific J Cancer
Prev 2011; 12: 2943-6
9. Anonymous. Radiology of the Breast: Introduction. In: Chen MYM, Pope
TL, Ott DJ, eds. Basic Radiology. USA, Pa: The McGraw-Hill
Companies, 2006
10. Ellis H. The upper limb: The female breast. In: Clinical anatomy. 11th ed.
Victoria, Pa: Blackwell Publishing, 2006: 159
11. Tabár L, Dean PB. Anatomy of the breast. In: Teaching atlas of
mammography. 3rd rev. ed. New York, Pa: Thieme, 2001: 2
12. Stavros AT. The Breast. In: Rumack CM, Wilson SR, Charboneau, JW,
Levine D eds. Diagnostic Ultrasound. 4th ed. Philadephia. Pa:Elsevier
Mosby, 2005: 73-839
13. Anonymous. Mammography. Available at www.wikipedia.org (Accessed
in April 3rd, 2014)
14. Holmes EB. Ionizing radiation exposure with medical imaging. Available
at Medscape Radiology, www.Medscape.org (Accessed in June, 3rd 2014)
15. Shah N, Ng TW, de Paredes ES. Basic of digital breast tomosynthesis.
Appl Radiol 2014: 17-20
16. Helvie MA. Digital mammography imaging: Breast tomosynthesis and
advance applications. Radiol Clin North Am 2010; 48(5): 917-29
17. Males M, Mileta D, Grgic M. Digital breast tomosynthesis: A
technological review. 53rd International Symposium ELMAR 2011: 41-5
18. Hendrick RE. Radiation doses and cancer risk from breast imaging studies.
Radiology 2010; 257(1): 246-53
19. Feng SSJ, Sechopoulos I. Clinical digital breast tomosynthesis system:
Dosimetric characterization. Radiology 2012; 263(1): 35-42
20. Smith A. Fundamental of breast tomosynthesis: Improving the
performance of mammography. Available at www.hologic.com (Accessed
in April, 10th 2014)
21. Eberl MM, Fox CH, Edge SB, Carter CA, Mahoney MC. BI-RADS
classification for management of abnormal mammograms. JABFM 2006;
19(2): 161-64
22. Bittner RB. Guide to mammography reports: BI-RADS terminology.
American Family Physician 2010; 82(2):114-15
23. Tabár L, Dean PB. Approach to mammographic film interpretation. In:
Teaching atlas of mammography. 3rd rev. ed. New York, Pa: Thieme,
2001: 16-20
24. Wang
ML,
Pacifici
S.
Technique
of
masking.
Available
at
www.radiopaedia.org (Accessed in April, 10th 2014)
25. Tabár L, Dean PB. Method for systematic viewing of mammograms. In:
Teaching atlas of mammography. 3rd rev. ed. New York, Pa: Thieme,
2001: 6-14
26. Brant WE, Helms CA. Analyzing the mammogram. In: Fundamentals of
diagnostic radiology. 4th ed. Philadelphia, Pa: Wolters Kluwer, 2012
27. Stomper PC, Geradts J, Edge SB, Levine EG. Mammographic predictors
of the presence and size of invasive carcinomas associated with malignant
microcalcification lesion without a mass. AJR 2003; 181: 1679-84
28. Morgan MP, Cooke MM, McCarthy GM. Microcalcifications associated
with breast cancer: An epiphenomenon or biologically significant feature
of selected tumors?. Journal of Mammary Gland Biology and Neoplasia
2005; 10(2): 181-7
29. Popli MB. Pictorial essay: Mammographic feature of breast cancer. Indian
J radiol Imaging 2001; 11(4): 175-9
30. Kaul K, Daguilh FML. Early detection of breast cancer: Is mammography
enough?. Hospital Physician 2002: 49-54
31. Michell MJ, Al-Attar MA. Detection of subtle mammographic signs of
malignancy. Appl Radiol 2003; 32(9)
32. Bassett LW, Conner K. The abnormal mammogram. In: Kufe DW,
Pollock RE, Weichselbaum RR eds. Holland-Frei cancer medicine. 6th ed.
Pa: BC Decker, 2003
33. Swann CA, Kopans DB, Koerner FC, McCarthy KA, White G, Hall DA.
The halo sign and malignant breast lesions. AJR 1987; 149: 1145-7
34. Anonymous. Breast anatomy. Available at www.squidoo.com (Accessed
in May, 20th 2014)
35. Anonymous. The anatomy and physiology of the breast. Available at
Medscape Radiology, www.Medscape.org (Accessed in May, 20th 2014)
36. Knipe H, Pacifici S. Pectoralis major. Available at www.Radiopaedia.org
(Accessed in May, 20th 2014)
37. Anonymous.
Mammogram-Normal
fatty
breast.
Available
at
th
www.rad.msu.edu.com (Accessed in May, 20 2014)
38. Anonymous. Mammography: Medical mammography x-ray system.
Available at www.tradekorea.com (Accessed in May, 20th 2014)
39. Anonymous. Advances in breast cancer technology. Available at
www.thehightechsociety.com (Accessed in May, 20th 2014)
40. Anonymous. Mammography software. Available at www.broadwest.com
(Accessed in May, 20th 2014)
41. Wasserman M, Davis CL, Edgar DL, Monteiro I. Diagnosis of US/MRIoccult asymptomatic multifocal invasive lobular carcinoma using breast
tomosynthesis. Appl Radiol 2012; 41(7-8)
42. Durand MA, Philpotts LE. Tomosynthesis improve cancer detection and
simplifies workup of suspected abnormalities. Appl Radiol 2012; 41(10)
LAMPIRAN
Gbr 1. Anatomi payudara.34
Gbr 3. Mammografi normal MLO dan CC
view.36
Gbr 2. Terminal ductal lobular unit (TDLU).35
Gbr 4. Mammografi normal MLO
dan CC view pada fatty breast.37
Gbr 5. Unit mammografi.38
Gbr 7. Breast Tomosynthesis Unit.20
Gbr 6. Arah berkas sinar pada mammografi.13
Gbr 8. Arah berkas sinar pada breast
tomosynthesis.39
Gbr 9. Teknik masking menurut Tabár.40
Gbr 11. Mammogram MLO view
menunjukkan gambaran massa dengan
tepi licin, lobulated, dengan zona lusen
disekelilingnya di bagian bawah
payudara kanan. Diagnosis : infiltrating
ductal carcinoma.33
Gbr 10. Irisan pada pencitraan breast
tomosynthesis.20
Gbr 12. Mammogram menunjukkan
gambaran halo sign komplet pada
metastasis melanoma di payudara.33
Gbr 13. Kadaver
payudara
dengan
phantom massa dan
kalsifikasi.20
Gbr 14. (A) Mammografi & (B) Tomosynthesis
pada potongan dan bidang dimana phantom
disisipkan.20
Gbr 15. Invasive lobular carcinoma.
(A) Skrining mammografi. Tak
tampak lesi pada CC view.
(B) Tampak densitas asimetris di
bagian atas payudara kiri
(lingkaran).41
Gbr 16. Breast tomosynthesis pada pasien
yang sama dengan gambar 15.
(A) Tomo LCC slice menunjukkan
gambaran lesi spiculated di midretroareolar sepertiga posterior
payudara kiri (lingkaran)
(B) Tomo
LMLO
menunjukkan
gambaran
gambaran
lesi
spiculated di bagian atas payudara
kiri (lingkaran).41
Gbr 17. Infitrating ductal carcinoma.
Mammogram CC dan MLO view
menunjukkan gambaran densitas
massa batas tak tegas di arah jam 12.42
Gbr 18. Breast tomosynthesis pada
pasien yang sama dengan gambar 17.
Tomosynthesis CC dan MLO view
menggambarkan dengan jelas massa
spiculated di arah jam 12.42
Gbr 19. Mammogram CC view (A), tomosynthesis CC view (B), & magnifikasi
mammogram menunjukkan gambaran mikrokalsifikasi linear pleomorfik.
Morfologi mikrokalsifikasi tampak lebih jelas dengan magnifikasi, namun
distribusi linear tampak lebih jelas pada tomosynthesis. Biopsi membuktikan
suatu ductal carcinoma in situ.15
Gbr
20. Perbandingan
antara breast tomosynthesis
dengan mammografi pada
pasien dengan invasive
breast carcinoma.3
Gbr 21. Perbandingan hasil
pencitraan mammografi dan
breast tomosynthesis pada pasien
invasive
breast
carcinoma
dengan gambaran massa &
kalsifikasi amorf.3
Tabel 1. Klasifikasi kanker payudara menurut WHO tahun 1981.7
No.
1.
Tipe
Non invasive
2.
Invasive
3.
Paget’s disease of the nipple
a.
b.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Sub Tipe
Intraductal carcinoma
Lobular carcinoma in situ
Invasive ductal carcinoma
Invasive ductal carcinoma with a
predominant intraductal component
Invasive lobular carcinoma
Mucinous carcinoma
Medullary carcinoma
Papillary carcinoma
Tubular carcinoma
Adeno-cystic carcinoma
Secretory (juvenile) carcinoma
Apocrine carcinoma
Carcinoma with metaplasia
Others
Tabel 2. Lifetime attributable risk (LAR) insiden kanker payudara & mortalitas
pada wanita yang menjalani mammografi skrining tahunan.18
Rentang usia pasien yang menjalani
mammografi skrining tahunan
25-80
30-80
35-80
40-80
45-80
50-80
Insidensi
204-260
147-187
104-133
72-91
48-61
31-40
Mortalitas
(per 100.000 wanita)
48-62
36-46
27-35
20-25
14-18
10-12
Tabel 3. Kategori BI-RADS (Breast Imaging Reporting and Data System).18
Kategori
Deskripsi
0
Inkomplet; perlu
pemeriksaan tambahan atau
dibandingkan dengan
pemeriksaan terdahulu
1
Negatif
Kemungkinan
Keganasan
Contoh Temuan
Tidak diketahui
Asimetrisitas, massa,
kalsifikasi pada
mammografi skrining
Mammografi dengan view khusus,
USG, MRI, memerlukan pemeriksaan
tambahan
Mammografi normal
Skrining rutin
Tidak ada bukti
keganasan pada
mammografi
Tidak ada bukti
keganasan pada
mammografi
2
Benigna
3
Mungkin benigna
Kurang dari 2%
4
Mungkin maligna
12-25%
5
Sangat mungkin maligna
6
Terbukti Maligna
Lebih besar dari
95%
100%
Limfonodi intramammaria,
oil cyst, kalsifikasi vaskuler,
kalsifikasi fibroadenoma
Massa solid benigna atau
kalsifikasi clustered
Massa kompleks atau solid,
kalsifikasi clustered yang
tidak pasti
Evaluasi Lanjut
Skrining rutin
Follow-up pencitraan (mammografi
atau USG) dalam 6-12 bulan
AJH, biopsi perkutaneus atau bedah
Massa spiculated
Biopsi perkutaneus atau bedah
Terbukti dengan biopsi
Bedah definitif, kemoterapi, radioterapi
Download