BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah : Komunikasi adalah aktifitas kehidupan keseharian setiap manusia sepanjang hayatnya dan komunikasi menunjukkan keberadaan seseorang. Pentingnya komunikasi dirasakan tidak hanya jika mengena pada sasaran tapi juga bila satu komunikasi mengalami hambatan. Satu keberhasilan komunikasi melalui sebuah proses yang dapat dipahami bersama dengan baik, baik dari sisi komunikator (pemberi informasi) maupun komunikan (penerima informasi) disamping komponen komunikasi lainnya. Namun disatu sisi komunikasi tidak selalu berlangsung sesuai dengan harapan fihak yang terlibat, disinilah komunikasi mengalami satu hambatan. Mereka yang mengalami gangguan komunikasi dapat berpengaruh terhadap kemampuan personal dalam belajar, dan berinteraksi dengan lingkungannya dan berdampak pada saat mengekspresikan pikiran ke dalam bentuk kalimat sehingga akan sulit juga bagi anak tersebut untuk mengerti atau memahami satu kalimat. Gangguan komunikasi adalah sebagai dampak dari adanya gangguan lain seperti gangguan pendengaran, cacat fisik, gangguan perkembangan, gangguan belajar dan PDD atau autisme, berakibat pada kemampuan untuk berinteraksi dan bersosialisasi, berdasarkan penelitian yang dilakukan Home ‘anak dengan problem bicara, cacat fisik, cacat mental, gangguan perilaku dan pencapaain akademis yang rendah ditolak oleh teman sebaya’ (dalam Weswood, P. 1993: 55). Berdasarkan data DSM, 3-7 % anak mengidap gangguan komunikasi berbahasa ekpresif dan gangguan berbahasa reseptif dan ekspresif hanya ditemui pada 3 % anak usia sekolah. (Barkoukis, A, 2008) Dari pengamatan yang dilakukan dilingkungan sekolah di salah satu sebuah Sekolah Dasar di Kotamadya Bandung terhadap anak yang teramati sebagai anak yang mengalami gangguan komunikasi menunjukkan cenderung untuk tidak berbaur dengan teman, asyik dengan diri sendiri, hanya berkomunikasi bila tertarik dan diresponse sesuai dengan minat, namun menyapa atau disapa dapat memberikan respons. Tetapi untuk komunikasi yang lebih intens serta dalam satu topik yang kurang diminati, cenderung tidak dapat terlibat dalam topik pembicaraan. Sementara pada umumnya situasi dalam lingkungan sekolah merupakan adalah satu lingkungan yang banyak berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang anak. Untuk kondisi di dalam kelas, frekuensi keluar kelas lebih sering dari murid yang lain, arah pandangan mata tidak terfokus pada guru yang menerangakan didalam kelas, terkadang gagal menyelesaikan tugas hampir pada semua mata pelajaran, menjawab pertanyaan guru secara lisan spontan dan dengan jawaban yang terkadang akurat, jika pertanyaannya menghendaki jawaban yang pendek, namun untuk pertanyaan yang memerlukan jawaban yang uraian dan analisa, cenderung untuk tidak dapat menguraikan baik secara lisan maupun tertulis. Hal tersebut berdampak pada pencapaian prestasi akademik yang rendah akibat kesulitan komunikasi dalam mendengarkan, mengekspresikan pikiran baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan latar belakang tersebut mengingat akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan komunikasi yaitu pencapaian akademis dan juga memiliki dampak jangka panjang, maka untuk membantu mengembangkan keterampilan komunikasi bagi anak dengan gangguan komunikasi, diperlukan sebuah program pengembangan kemampuan komunikasi. B. Rumusan Masalah : Anak yang mengalami gangguan komunikasi pada umumnya memiliki kesulitan dalam komunikasi ekspresif dan reseptif, sehingga berdampak pada pencapaian prestasi akademik dan pada interkasi social sehari-hari. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kondisi objektif kemampuan komunikasi ekspresif dan reseptif pada “Siswa A”. 2. Bagaimana program pengembangan komunikasi ekspresif dan komunikasi reseptif pada “Siswa A”. C. Pertanyaan Penelitian: 1. Komunikasi Ekpsresif : a) Bagaimana kemampuan komunikasi ekpresif verbal (isi pesan) dan non verbal pada “Siswa A”. b) Bagaimana kemampuan komunikasi ekpresif tertulis pada “Siswa A”. 2. Komunikasi Reseptif : a) Bagaimana kemampuan komunikasi reseptif mendengarkan pada “Siswa A”. b) Bagaimana kemampuan komunikasi reseptif membaca pada “Siswa A”. 3. Program Pengambangan Kemampuan Komunikasi: a) Bagaimana program pengambangan kemampuan komunikasi ekspresif dan reseptif pada “Siswa A”. D. Definisi Konsep : Definisi konsep dimaksudkan agar ada pemahaman yang sama mengenai konsepkonsep yang menjadi focus utama dalam penelitian ini. 1. Kemampuan Komunikasi Ekpresif : Kemampuan komunikasi dalam menyampaikan ide, gagasan kepada orang lain, meliputi komunikasi ekpresif verbal-non verbal dan komunikasi ekpresif tertulis. a) Komunikasi ekspresif Verbal dan Non Verbal: 1) Komunikasi Ekpresif Verbal yaitu: Komunikasi yang berkaitan dengan isi pesan yang disampaikan oleh “Siswa A” dengan guru dan teman. 2) Komunikasi Ekpresif Non Verbal : Komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh, meliputi sikap tubuh, ekpresi wajah, meliputi kontak mata, volume suara, intonasi, dan cara berpakaian, pemilihan temapt duduk dan teman sebangku (sebagai penunjang performance komunikasi). b) Kemampuan Komunikasi Ekpresif Tertulis : Kemampuan dalam menyampaikan dan mengungkapkan pikiran secara tertulis, berupa interpretasi gambar dan karangan. 2. Kemampuan Komunikasi Reseptif : Meliputi kemampuan komunikasi reseptif mendengarkan dan kemampuan reseptif membaca. a) Kemampuan Komunikasi Reseptif Mendengarkan: Kemampuan menyimak dan memahami informasi yang disampaikan guru dan teman. b) Kemampuan Komunikasi Reseptif Membaca: Kemampuan memahami isi bacaan. 3. Anak dengan Gangguan Komunikasi : Anak yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi baik komunikasi ekspresif dan komunikasi reseptif. 4. Program Pengambangan Kemampuan Komunikasi : Yaitu program yang berisikan pengembangan aktifitas komunikasi ekpresif dan reseptif. E. Tujuan Penelitian : Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah merumuskan program hipotetik dalam mengambangkan kemampuan komunikasi ekspresif dan reseptif bagi “Siswa A”. F. Manfaat Penelitan : 1. Sebagai masukan kepada guru tentang kondisi objektif “Siswa A”yang mengalami gangguan komunikasi . 2. Sebagai acuan bagi guru dan “Siswa A” dalam meningkatkan kemampuan berkomuniksi baik ekspresif dan reseptif. 3. Dapat dipergunakan untuk meningkatklan kemampuan komunikasi ekspresif dan komunikasi reseptif disekolah maupun dalam kegiatan sehari-hari bagi anak lain yang mengalami gangguan komunikasi. F. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan pendektan penelitian kualitatif dengan metoda kasus. Metode ini dipilih karena peneliti berangkat dari sebuah fenomena, yang terjadi pada anak dengan gangguan komunikasi yang mengalami hambatan dalam komunikasi ekspresif dan reseptif di sekolah. Berdasarkan pada data empiris yang didapat maka langkah selanjutnya yaitu menyusun sebuah program pengembangan kemampuan komunikasi ekspresif dan reseptif. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah : Langkah 1 : Teknik pengumpulan data melalui : 1. Observasi, dilakukan di ruang kelas dan dilingkungan sekolah. Observasi bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai kemampuan komunikasi ekspresif dan reseptif. 2. Wawancara dengan guru dan teman sekelas bertujuan untuk memperoleh data dan mengumpulkan informasi berkaitan dengan kemampuan komuniksi ekspresif dan komunikasi reseptif. 3. Informasi lainnya berupa kertas kerja, yang bertujuan untuk mengetahui potensi akademis ekspresif tulisan. Langkah 2 : Program Pengembangan Komunikasi Ekpresif dan Reseptif, melalui tahapan membuat draf program dan divalidasi oleh guru dan praktisi Pendidikan Kebutuhan Khusus.