Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak

advertisement
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak
Sri Redjeki
FIP IKIP Veteran Semarang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Setiap manusia sebagai organisme memiliki dorongan untuk berkembang sampai mencapai
tujuan yang diinginkan. Proses perkembangan tersebut dapat membantu terbentuknya
konsep diri pada individu yang bersangkutan. Sering individu mempunyai perasaan bahwa
ia tidak memiliki kemampuan, padahal segala keberhasilan dapat bergantung kepada cara
pandang individu terhadap kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap
kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas
sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap
kualitas kemampuan yang untuk diselesaikan. Oleh karena itu sangat penting pembentukan
dan pengembangan konsep diri positif pada anak.
Kata kunci : konsep diri positif
PENDAHULUAN
Sejak kecil, anak-anak mulai membentuk gambaran diri mereka. Gambaran ini
biasanya dianggap sebagai konsep diri (self concept) anak-anak, Gambaran yang dimiliki
anak-anak atas dirinya merupakan konsep diri yaitu bagaimana mereka melihat dirinya.
Anak-anak mulai mengembangkan pandangan terhadap dirinya dalam konteks keluarga dan
komunitas yang lebih luas. Konsep diri didasarkan pada cara anak-anak diperlakukan oleh
orang-orang penting dalam kehidupan mereka seperti orang tua, saudara, dan teman
sebaya. Melalui respon orang-orang penting di sekitarnya anak akan mengembangkan
sikapnya. Anak-anak mulai mengembangkan pandangan terhadap dirinya dalam konteks
keluarga dan komunitas yang lebih luas. Hal ini merupakan cara normal dimana anak-anak
mengembangkan konsep dirinya dan belajar mengenai hal-hal yang dapat diterima dan
yang tidak dapat diterima, berkaitan dengan perilaku personal dan sosial.
Cara anak-anak memandang diri mereka berkaitan erat dengan ide dan keyakinan
yang mereka punya mengenai diri mereka. Bagaimana anak-anak melihat diri dan
keyakinan, pikiran dan sikap mereka akan merefleksikan konsep diri anak-anak. Perluasan
atas sikap anak-anak yang dapat menghargai dirinya merupakan sebuah indikasi dari
konsep diri mereka. Anak-anak mengembangkan konsep dirinya dan belajar mengenai halhal yang dapat diterima dan yang tidak diterima, berkait dengan perilaku personal dan
sosial.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
37
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Sebagian anak-anak melihat diri mereka memiliki sifat positif, mereka pintar secara
akademik, pandai berolahraga dan berbicara, dengan demikian mereka memiliki konsep diri
yang positif. Namun sebagian mereka tidak menghargai sifat ini sehingga mereka memiliki
penghargaan diri (self esteem) yang rendah. Dalam hal demikian mereka melihat diri
mereka sebagai anak yang tidak berhasil dan tidak berharga ketika prestasinya tidak sesuai
aspirasi mereka, cemas dan ada ketakutan kegagalan. Hal sebaliknya juga dapat terjadi
sebagian anak-anak yang melihat dirinya sebagai anak-anak yang tidak pintar, tidak pandai
berolahraga, tidak pandai berkomunikasi (konsep diri negatif), namun sebagian mereka
menyukai diri mereka dan memiliki pengharaan diri yang tinggi. Mereka dapat realistis
menerima keadaannya dan prestasi yang diraihnya.
Penghargaan dan penilaian yang anak-anak tempatkan pada konsep diri, yaitu tingkat
penghargaan dirinya, akan berdampak besar pada fungsi adaptif mereka. Sikap, pikiran,
perasaan emosional, keyakinan, perilaku, motivasi, partisipasi dalam kejadian, serta
aktivitas dan harapan di masa depan akan sangat dipengaruhi oleh tingkat penghargaan diri.
Kemampuan anak-anak memasuki dan mempertahankan hubungan yang bermakna
tergantung pada konsep diri yang mereka miliki.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Diri
Menurut William D. Brooks (dalam Rakhmat, 2005) konsep diri adalah pandangan
dan perasaan kita tentang diri kita. Sedangkan Centi (dalam Sofan Amri, dkk, 2011)
mengemukakan konsep diri (self concept) tidak lain adalah gagasan tentang diri sendiri,
konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita
merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi
manusia sebagaimana kita harapkan. Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai
keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran seseorang
terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu
(Rini, 2002). Konsep diri dapat menjadi penentu sikap individu dalam bertingkah laku,
artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini Sebaliknya jika
individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja individu mempersiapkan kegagalan
bagi dirinya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara
pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki,
perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya serta lingkungan terdekatnya.
Konsep diri merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang
terbentuk melalui pengalaman hidup dan hasil interaksinya dengan lingkungan. Konsep
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
38
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
diri didasarkan atas keyakinan anak mengenai pendapat orang yang penting dalam
kehidupan mereka, yaitu orang tua, guru, dan teman sebaya, tentang diri mereka. Jadi
konsep diri merupakan “bayangan cermin”. Bila anak yakin bahwa orang-orang yang
penting baginya menyenangi mereka, maka mereka akan berpikir secara positif tentang
diri mereka. Sebaliknya jika orang-orang yang penting baginya tidak menyenanginya,
maka anak akan berpikir secara negatif tentang diri mereka.
Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri
mereka sendiri-karakteristik fisik, psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan prestasi.
Semua konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis.diri. Citra fisik diri biasanya
terbentuk pertama-tama dan berkaitan dengan penampilan fisik anak, daya tariknya dan
kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya. Citra psikologis didasarkan
atas pikiran, perasaan dan emosi; yang terdiri atas kualitas dan kemampuan yang
mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan seperti keberanian, kejujuran, kepercayaan
diri serta berbagai jenis aspirasi.
Pola perkembangan konsep diri pada anak, yang paling dasar yaitu konsep diri
primer yang terbentuk pertama-tama atas dasar pengalaman dengan beberapa anggota
keluarga di rumah (Hurlock, 1978). Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di
luar rumah, anak memperoleh konsep yang lain tentang diri mereka, ini membentuk
konsep diri sekunder. Hal ini berhu ungan dengan bagaimana anak melihat dirinya
melalui mata orang lain. Pada umumnya konsep diri primer lebih bagus daripada konsep
diri sekunder. Bila terjadi ketidaksesuaian anak harus menutup kesenjangan antara
keduanya agar bahagia. Oleh karena itu anak harus berusaha untuk meninjau konsep
dirinya sehingga lebih mendekati realistis.
B. Isi Konsep diri
Sewaktu lingkungan anak yang sedang tumbuh kembang meluas, isi dari konsep
dirinya
juga
meluas
seperti
teman-teman,
dan
nilai-nilai.
Burns
(http://massofa.wordpress.com) mendiskripsikan isi konsep diri adalah :
1.
Karakteristik fisik; yaitu ciri yang membedakan individu satu dengan individu yang
lain, yang mencakup penampilan secara umum, ukuran tubuh dan berat badan, dan
detai-detail dari kepala dan tungkai lengan. Karakteristik fisik dapat menyebabkan
adanya pandangan yang berbeda tiap individu satu dengan individu yang lain
tentang dirinya sendiri. Hal ini kadang dijadikan masalah, karena individu itu sendiri
merasa memiliki kekurangan dibandingkan dengan temannya yang memiliki
kelebihan, seperti kurang tinggi, terlalu gemuk, dan tidak cantik. Perasaan ini dapat
berkembang menjadi konsep diri yang negative apabila masyarakat memperhatikan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
39
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
dan menjunjung individu yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan individu
yang tidak mempunyai kelebihan.
2.
Penampilan; antara individu satu dengan yang lain tentunya berbeda dalam hal
penampilan. Hal ini dapat menggambarkan kepribadian seseorang. Penampilan ini
mencakup cara berpakaian, model rambut dan make up. Keadaan seperti ini akan
mempengaruhi kepercayaan diri individu.
3.
Kondisi fisik dan kesehatan; artinya kondisi fisik dan kesehatan seseorang akan
mempengaruhi kehidupannya. Seseorang yang kondisi fisik dan kesehatannya tidak
baik akan mengakibatkan seseorang tersebut merasa tidak aman atau kurang
percaya diri, yang dapat menimbulkan penilaian terhadap dirinya sendiri menjadi
negatif. Sebaliknya seseorang yang memiliki kondisi fisik dan kesehatan yang baik
akan lebih percaya diri bila dibandingkan dengan yang memiliki kondisi fisik dan
kesehatan yang tidak baik atau lemah.
4.
Rumah dan hubungan keluarga; adalah lingkungan pertama yang dikenal atau
ditempati individu saat lahir dan mengenal dunia luar. Di dalam rumah, hubungan
keluarga akan tercipta suasana dan kondisi yang menyenangkan atau tidak, ini dapat
dijadikan suatu informasi, pengalaman, yang dijadikan pegangan hidup seseorang
untuk berinteraksi. Oleh karena itu rumah dan hubungan keluarga yang terjalin
dengan baik akan membuat seseorang senang dan bahagia. Tetapi seseorang yang
tinggal di rumah dengan hubungan keluarga yang tidak terjalin dengan baik,
misalnya sering bertengkar, bercerai, akan menyebabkan seseorang memiliki
pandangan negatif tentang keluarganya.
5.
Hobi dan permainan; keduanya sangat berhubungan, karena dari percobaan setiap
permainan akan muncul pengembangan hobi. Dengan penguasaan permainan akan
mengembangkan kemampuan dan percaya diri terhadap hobi dan permainannya.
6.
Sekolah dan pekerjaan sekolah; sekolah merupakan tempat belajar individu dalam
tahap pencarian ilmu. Dalam sekolah ada tugas-tugas yang diberikan kepada
individu, individu yang selesai mengerjakan tugasnya sebelum batas waktu
pengumpulan, disinilah terlihat bagaimana kemampuan dan sikap individu terhadap
sekolah apakah ia merasa mampu dan berprestasi di dalam mengerjakan tugastugas sekolah. Seseorang yang selalu mendapat nilai tidak bagus akan
mempengaruhi cara belajarnya dan pandangan terhadap dirinya bahwa ia cenderung
gagal atau bodoh.
7.
Kecerdasan; dari kecerdasan inilah yang membedakan individu satu dengan yang
lain, sehingga pandangan terhadap dirinya sendiri juga berbeda. Misalnya anak yang
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
40
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
memiliki kecerdasan yang tinggi/baik akan dipuji oleh guru, orang tua, dan temannya
yang kemudian individu tersebut akan percaya diri saat mengerjakan tugas atau
mengikuti tes.
8.
Bakat dan minat; pada tiap individu memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda
walaupun kembar siam sekalipun. Seseorang yang memiliki bakat dan minat yang
terlatih atau disalurkan, maka individu mempunyai keinginan untuk maju sehingga
timbul perasaan percaya diri bahwa dirinya punya kelebihan, berbeda dengan
individu yang bakat dan minatnya tidak jelas dapat menyebabkan putus asa dan
tidak percaya diri.
9.
Ciri kepribadian, hal ini berkaitan dengan temperamen, karakter dan tendensi
emosional dan lain sebagainya. Ciri kepribadian ini akan mempengaruhi individu
dalam bertindak atau dalam berfikir.
10. Sikap dan hubungan sosial; individu yang ekstrovert cenderung senang dengan
keadaan ramai, mudah mencari teman, mudah memulai pembicaraan, hal ini akan
menambah wawasan, informasi, pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan
seseorang yang introvert cenderung menutup diri, berusaha menjauh dari temantemannya dan berpikir dirinya banyak kekurangan.
11. Religius; manusia tidak dapat terlepas hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
tanpa karunia dan bantuannya manusia tidak dapat hidup. Hal tersebut akan
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, serta mengarah pada pengembangan
konsep diri positif.
C. Peran Konsep Diri
Konsep diri berperan penting dalam menentukan perilaku individu. Semakin besar
kesesuaian antara konsep diri dengan realitas semakin berkurang ketidakmampuan
seseorang dan semakin berkurang perasaan tidak puasnya. Konsep diri berperan dalam
mempertahankan keselarasan batin, karena apabila timbul perasaan tidak seimbang
maka akan timbul suasana psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan
ketidakselarasan tersebut ia akan mengubah perilakunya sampai ia merasakan adanya
keseimbangan sehingga situasi menjadi menyenangkan (Rogers, http://massofa
.wordpress.com).
D. Konsep Diri Negatif
Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa seseorang dalam menilai dirinya ada yang
secara positif
ocial
yang
ocial. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri ocial
adalah :
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
41
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
1.
Peka terhadap kritik (tidak tahan terhadap kritikan yang ditujukan kepadanya),
mudah marah, kritik/koreksi dianggap sebagai usaha menjatuhkan dirinya. Dalam
berkomunikasi cenderung menghindari dialog terbuka.,
2.
Responsif terhadap pujian, antusias waktu menerima pujian, segala sesuatu yang
menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian.
3.
Cenderung bersikap hiperkritis, sulit mengungkapkan penghargaan atau pengakuan
pada kelebihan orang lain. Sering mengeluh, mencela dan meremehkan orang lain.
4.
Cenderung merasa tidak disenangi orang lain, tidak diperhatikan, merasa rendah diri,
tidak dapat memberikan kehangatan dan keakraban.
5.
Bersikap pesimis, enggan bersaing dengan orang lain untuk meraih prestasi.
Rini (2002) mengemukakan bahwa anak yang memiliki konsep diri
ocial
memandang dirinya lemah, tidak berdaya dan tidak dapat berbuat apa-apa, tidak
kompeten, gagal, malang, tidak menarik, pesimis, mudah menyerah sebelum berperang
dan menyalahkan diri sendiri apabila mengalami kegagalan.
Beberapa anak yang memiliki konsep diri
ocial, tentu hal ini tidak menguntungkan,
akibatnya mereka mengalami kesulitan dalam menerima dirinya dan sering penolakan diri
ini mengakibatkan penyesuaian pribadi dan
ocial yang buruk. Sayang banyak orang
tua, guru, dan mereka yang bertanggung jawab membimbing dan mengendalikan
perilaku anak tidak menyadari bahwa anak sedang mengembangkan konsep diri ocial,
yang tidak menguntung kan.
Dasar-dasar konsep diri
ocial
biasanya terjadi di rumah. Konsep diri
mencerminkan apa yang menurut anak adalah pendapat orang yang berarti dalam
hidupnya tentang dirinya. Oleh karena itu hubungan keluarga yang buruk ikut
memperburuk konsep diri anak. Baik jika hubungan keluarga ini melibatkan orang tua,
saudara kandung maupun sanak saudara yang lain, pengaruh hubungan memburuk
pada konsep diri anak menjadikan konsep diri yang tidak menguntungkan.
Bila lingkungan
ocial anak meluas dan mereka semakin banyak bergaul dengan
orang di luar rumah, sikap orang yang sangat berarti baginya – anggota kelompok teman
sebaya dan guru mulai mempunyai pengaruh pada konsep diri mereka. Seandainya
mereka menemukan bahwa mereka ditolak atau diabaikan kelompok teman sebaya
karena berbeda agama, ras minoritas, atau cacat fisik sehingga tidak dapat ikut serta
dalam permainan teman sebaya atau alasan lainnya, mereka mulai mengembangkan
perasaan inferioritas atau bahkan merasa menjadi korban, tentu hal ini mempengaruhi
pengembangan konsep dirinya.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
42
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Seberapa jauh sikap dan perlakuan guru akan mempengaruhi konsep diri anak,
konsep diri akan sangat bergantung pada sikap anak di sekolah. Artinya jika perilaku
anak memenuhi standar sekolah, jika mereka melaksanakan tugas-tugas sekolah mereka
dengan baik menjadi “warga sekolah yang baik”, sebaliknya jika perilaku anak tidak
memenuhi standar sekolah yang baik, missal mengacau, akan terbentuk bayangan
cermin diri sebagai anak yang menyusahkan atau yang lain.
Bayangan
cermin
anak
tentang
dirinya
di
rumah
kadang-kadang
lebih
menguntungkan daripada bayangan lingkungan di luar rumah, dan di lain waktu hal
sebaliknya yang terjadi. Bila hal ini terjadi, kelompok yang mempunyai pengaruh lebih
besar pada konsep diri anak merupakan kelompok yang lebih berarti bagi mereka. Bila
anak masih kecil, kelompok keluarga biasanya lebih berarti dari kelompok di luar rumah.
Dengan berlalunya masa kanak-kanak hal sebliknya yang akan berlaku, kelompok di luar
rumah akan lebih berarti daripada kelompok di dalam rumah.
Apabila anak memiliki pendapat yang buruk tentang dirinya, anak akan menolak
dirinya.
Mereka kemudian berperilaku dengan cara yang dianggap orang lain tidak
ocial atau tidak matang. Sebagai contoh jika mereka merasa tidak dicintai dan tidak
diinginkan oleh orang tua, mereka merasa benci, melawan, bersikap
ocial dan agresif
terhadap saudara kandung yang dianggap sebagai penyebab penolakan orang tua. Atau
mereka menarik diri dan menjadi bergantung pada orang tua secara berlebihan dengan
harapan memperoleh kembali cinta dan kasih sayang orang tua yang mereka rasakan
sewaktu mereka masih kecil. Memburuknya hubungan dengan saudara kandung sering
mengarah ke perilaku tidak
ocial seperti mengejek, mengadu, dan bersikap agresif.
Apapun bentuk perilaku yang ditimbulkan konsep diri yang tidak menguntungkan perilaku
ini mempengaruhi sikap anggota keluarga terhadapnya secara merugikan, sehingga
terbentuklah konsep diri ocial yang merugikan.
Pola perilaku tidak
ocial dan tidak matang hasil konsep diri ocial yang
berkembang dari hubungan keluarga meluas sampai ke luar rumah dan mempengaruhi
hubungan anak dengan orang lain. Anak yang mengembangkan sikap agresif terhadap
orang lain mendorong orang lain untuk bersikap ocial tic, sedangkan anak yang menarik
diri, tidak diperhatikan dan terabaikan. Perilaku anak yang merugikan memperkuat
pendapat ocial orang lain terhadapnya. Hal ini akan berdampak pada perkembangan
konsep diri anak yang tidak menguntungkan.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
43
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
E. Konsep Diri Positif
Setiap anak mempunyai konsep diri, orang tua perlu memberikan bimbingan
sehingga konsep diri ini dapat terbangun baik dan positif. Ada beberapa karakteristik
yang menandai konsep diri yang positif (Rakhmad, 2005) yaitu :
1.
Memiliki keyakinan mampu mengatasi masalah, memiliki kepercayaan diri.
2.
Merasa setara dengan orang lain, selalu rendah hati, tidak sombong, dan dapat
menghormati orang lain.
3.
Menerima pujian tanpa rasa malu, tidak rendah diri dan tidak meremehkan orang
lain.
4.
Peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai orang lain meskipun
kadang tidak disetujui masyarakat.
5.
Mampu memperbaiki dan mengubah aspek-aspek kepribadian yang tidak disukai.
6.
Mampu introspeksi untuk menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.
Rini (2002) menyatakan individu yang memiliki konsep diri positif akan bersikap
optimis, percaya diri, bersikap positif terhadap segala sesuatu termasuk terhadap
kegagalan. Kegagalan bukan dipandang sebagai akhir segalanya tetapi sebagai
pelajaran berharga untuk melangkah ke depan, mampu menghargai diri sendiri,
menanggapi segala sesuatunya secara positif, dapat memahami dan menerima sejumlah
fakta tentang dirinya.
Disamping hal-hal yang telah dikemukakan diatas, anak yang memiliki konsep diri
positif juga menunjukkan sikap selalu gembira, bebas dari rasa takut yang berlebihan,
mudah mengendalikan kemarahan, tampil menyenangkan sehingga lebih disukai dalam
pergaulan, suka menolong, dan menyukai persahabatan.
Dasar pembentukan konsep diri positif adalah penerimaan diri, kualitas ini lebih
mengarah pada kerendahan hati, kedermawanan daripada keangkuhan dan keegoisan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam membangun konsep diri
positif pada anak, yaitu:
1.
Orang tua memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup pada anak, hal ini
akan membuat anak memiliki konsep diri bahwa saya memang anak yang pantas
untuk dikasihi.
2.
Orang tua perlu menjalin komunikasi yang baik pada anak, memberikan nasehat,
arahan, sehingga hidupnya terisi tidak kosong.
3.
Orang tua perlu menghargai anak-anaknya, anak perlu pujian dan pengakuan atas
apa yang telah mereka lakukan.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
44
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
4.
Orang tua menciptakan suasana keluarga yang harmonis, hal ini mendukung
terbangunnya konsep diri positif pada anak.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsep diri yang menguntungkan pada
anak antara lain adalah: nama, sukses/keberhasilan, penerimaan
ocial,
ocial
status,
pengaruh sekolah, pengaruh keluarga, penerimaan diri, dan tingkat penyesuaian yang
baik (Hurlock, 1978) seperti diuraikan berikut:
1.
Nama yang digunakan untuk memanggil mereka mewarnai penilaian pertama orang
lain terhadapnya. Bila nama ini menumbuhkan asosiasi yang menyenangkan dalam
pikiran orang lain, memberikan reaksi positif terhadap namanya, mereka akan
memperlakukan penyandang nama tersebut dengan baik dan ini akan mempunyai
pengaruh yang menguntungkan pada konsep diri anak.
2.
Keberhasilan/sukses, cara anak bereaksi terhadap apa yang dianggapnya sukses/
berhasil akan mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosialnya. Hal ini tentu
mempunyai pengaruh positif terhadap konsep dirinya.
3.
Penerimaan
ocial,
ocial setiap anak berusaha untuk mengembangkan sifat-sifat
yang disetujui secara
ocial, hal ini akan mempengaruhi konsep diri secara
menguntungkan, berdampak positif pada penyesuaian pribadi dan
ocial anak. Anak
kecil ingin mendapat persetujuan orang tuanya, mereka berusaha mengembangkan
sifat yang menyenangkan orang tuanya. Anak juga akan mengembangkan sikap
yang dikagumi teman sebaya agar dapat dierima di kalangan kelompoknya.
4.
Lambang status, yaitu
ocial
status yang dia miliki dan keluarganya. Anak dari
kalangan keluarga mampu (berharta) lebih mencerminkan
ocial
status yang tinggi
daripada anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Hal ini dapat merupakan
ocial yang menguntungkan konsep diri pada anak untuk berkembang kearah yang
positif.
5.
Pengaruh sekolah, sekolah memberikan pengaruh terhadap perkembangan
kepribadian anak dalam pengembangan sifat-sifat dan pembentukan konsep diri.
Guru memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung pada kepribadian
anak. Pengaruh mereka nomor dua setelah pengaruh orang tua. Guru yang baik
akan membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri yang menguntungkan dan
realistis. Semakin tinggi prestasi anak di sekolah, semakin besar pengaruh kriteria
prestasi ini pada konsep diri anak.
6.
Pengaruh keluarga,
ocial penentu perkembangan kepribadian pada anak adalah
keluarga. Sejumlah alasan anara lain bahwa keluarga merupakan lingkungan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
ocial
45
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
yang pertama yang memberikan kontribusi pengembangan diri anak. Konsep diri
anak terbentuk melalui pendidikan anak dalam keluarga.
7.
Tingkat penyesuaian, hal ini mengacu pada seberapa jauh kepribadian seorang
individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat. Anak yang berpenyesuaian baik
akan mendorong terbentuknya konsep diri yang menguntungkan.
8.
Penerimaan diri, bila anak menerima dirinya sebagaimana adanya, cukup menyukai
dirinya, hal ini akan menunjang penerimaan
ocial. Penerimaan diri yang baik akan
membantu mengembangkan konsep diri yang memuaskan pada anak.
PENUTUP
Konsep diri terbentuk berdasarkan pengalaman, kebiasaan dan latihan dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Dengan kata lain konsep diri terbentuk sebagai produk
sosial. Konsep diri anak terbentuk pada awal masa kanak-kanak di dalam hubungannya
dengan keluarga, yaitu orang tua, saudara kandung, sanak saudara lainnya yang
merupakan dunia sosial bagi anak-anak. Pada akhir masa kanak-kanak, anak mulai
membentuk konsep diri yang ideal. Pada awalnya konsep diri ideal ini mengikuti pola dari
orang tua, guru dan orang lain disekitarnya, berikutnya meluas ke tokoh-tokoh ideal.
Keluarga mempunyai peranan penting dan paling dini dalam pembentukan konsep diri anak.
Konsep diri dipengaruhi oleh faktor diri individu dan lingkungan, seperti orang tua,
saudara, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan pengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
Burns (http://massofa.wordpress.com)
F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, 2004, Psikologi Perkembangan,
Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1978, Child Development, Perkembangan Anak, Alih Bahasa:
Meitasari Tjandrasa, Jakarta: Erlangga.
Jawharie.blogspot.com. Membangun konsep diri positif pada Anak-anak, diakses tanggal
20 juni 2013.
Kartini Kartono, 1995, Psikologi Anak, Bandung: Mandar Maju.
Kathryn Geldard, dan David Geldard, 2011, Counselling Children, Konseling Anak-anak,
Edisi Ketiga, Penerjemah: Rahmat Fajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rakhmat, Jalaludin, 2005, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rini, 2002, Konsep Diri, http://e-psikologi.com/dewasa/160502.htm.
Tentang konsep diri, http://massofa.wordpress.com/2010/12/31/1715
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
46
Download