PLOTINUS Azmida Plotinus adalah salah satu

advertisement
PLOTINUS
Azmida
Plotinus adalah salah satu tokoh filsafat yang muncul diabad pertengahan (204270). Ia adalah filosof pertama yang mencetuskan teori penciptaan alam semesta.
Kebahagiaan manusia otentik untuk Plotinus adalah untuk mengidentifikasi dengan yang
terbaik di alam semesta. Karena kebahagiaan itu melampaui bentuk fisik, Plotinus
menekankan bahwa keberuntungan duniawi tidak mengendalikan kebahagiaan manusia
yang sejati, dan dengan demikian "... tidak terdapat manusia tunggal yang yang tidak baik
atau efektif berpotensi memiliki hal yang kita pegang untuk membentuk kebahagiaan."
(Enneads I.4.4).
Masalah kebahagiaan adalah salah satu dari jejak Plotinus 'terbesar pada pemikiran
Barat, karena ia adalah salah satu yang pertama untuk memperkenalkan gagasan bahwa
eudaimonia (kebahagiaan) dicapai hanya dalam kesadaran. Dalam sistem nya teori ada
tiga prinsip: Satu, Akal, dan Jiwa. Gurunya adalah Ammonius Saccas dan dia adalah
tradisi Platonis. Sejarawan dari abad ke-19 menemukan istilah Neoplatonisme dan
diterapkan kepadanya dan filsafat yang berpengaruh dalam Antiquity Akhir . Banyak
informasi biografis mengenai Plotinus berasal dari Porphyry 'pendahuluan terhadap edisi
nya Plotinus' Enneads . Nya metafisis tulisan telah menginspirasi berabad-abad Pagan
, Kristen , Yahudi , Islam dan Gnostik metafisika dan mistik .
Biografi Plotinus
Plotinus lahir di Mesir dan menempuh pendidikannya di Yunani. Ia menetap di
Roma setelah mengikuti ekspedisi Kaisar Gordian. Dalam ekspedisi itu, Gordian
terbunuh oleh pasukannya. Masa hidupnya adalah pada awal era kesulitan kekaisaran
Romawi yang kemudian terpecah menjadi dua, Kekaisaran Timur dan Barat. Oleh karena
itu, Plotinus dianggap sebagai Pemikir Agung Terakhir Romawi.
Plotinus percaya pada tiga hal surgawi, yaitu Yang Esa, Intelektualitas, dan Jiwa. Ia
juga menyatakan bahwa Philosophy is easy “Filsafat itu mudah”. Ia menawarkan konsep
emanation ex deo (memancar keluar dari Tuhan) sebagai pengganti creation ex nihilo
(penciptaan dari ketiadaan).
Plotinus mempunyai sifat ketidakpercayaan materialitas yang melekat, memegang
pandangan bahwa fenomena merupakan suatu citra yang buruk/mimesis.
Ketidakpercayaan ini di perluas ke jiwa, termasuk dirinya sendiri. Seperti yang
dilaporkan oleh Porphyry bahwa di suatu saat ia menolak untuk dipotret dengan berbagai
alasan.
Plotinus mengambil studi filsafat pada usia dua puluh tujuh tahun, di sekitar tahun
232 dan berpetualang ke Alexandria untuk belajar. Di sana dia tidak puas kepada setiap
guru yang ditemuinya sampai pada suatu saat dia bertemu dengan seseorang dan
menyarankannya untuk menemui Saccas Ammonius. Setelah mendengarkan ide-ide dan
ceramah Ammonius, ia berkata kepada teman yang telah menyarankannya, “ia adalah
pria yang saya cari.” Mulai dari saat itu ia mulai belajar sungguh-sungguh kepada
instruktur barunya. Selain Ammonius Plotinus juga belajar dari karya-karya Alexander
dari Aphrodisias, Numenius dan berbagai Stoa Romawi seperti Aristoteles.
Karya-karyanya yang sangat banyak dikumpulkan dan disunting oleh Porphyry,
muridnya, menjadi buku yang berjudul Enneads. Judul ini berasal dari istilah Yunani
yang berarti “sembilan” karena tiap bukunya (semuanya berjumlah enam buku) terdiri
dari sembilan bab.
Porphyry melaporkan bahwa Plotinus meninggal di usia 66 tahun pada tahun 270,
bertepatan pada tahun kedua masa pemerintahan Kaisar Claudius II. Dari hal ini dapat
diketahui tahun kelahiran Plotinus sekitar tahun 205. Eunapius melaporkan bahwa
Plotinus lahir di Lycopolis Delta (Lyco berasal dari bahasa Yunani yan g berarti
serigala). Tempat juga merupakan akar yang memunculkan Lyceum aristoteles yang
menyebabkan spekulasi bahwa mungkin ia juga orang asli Romawi atau keturunan
Helenis Mesir.
Setelah menghabiskan sebelas tahun berikutnya di Alexandria, ia kemudian
memutuskan untuk menyelidiki ajaran filosofis dari filsuf Persia dan filsuf India di
sekitar usia 38. Dalam mengejar upaya ini ia meninggalkan Alexandria dan bergabung
dengan tentara Gordian III di Persia. Namun kampanye itu gagal, dan pada akhirnya
Gordian menjemput ajal, Plotinus yang menemukan dirinya ditinggalkan di tanah musuh
engan susah payah berusaha menemukan jalan keluar kembali ke tempat aman di
Antiokhia.
Pada usia empat puluh tahun, pada masa pemerintahan Philip arab, ia datang ke
Roma, dimana ia tinggal selama sebagian besar sisa hidupnya. Di sana ia menarik
sejumlah siswa. Sejumlah siswanya tersebut seperti porphyry, amelius gentilianus of
Tuscany, senator Castricius firmus, dan Eustochius dari Alexandria, seorang dokter yang
mengabdikan dirinya untuk belajar dari plotinus dan menghadiri kepadanya sampai
kematiannya. Siswa lainnya termasuk Zethos, seorang keturunan Arab yang meninggal
sebelum Plotinus dan meninggalkan beberapa warisan berupa tanah kepada Plotinus.
Zoticus seorang kritikus dan penyair, Paulinus seorang dokter Skitopolis dan Serapion
dari Alexandria.
Sementara di Roma plotinus juga memperoleh rasa hormat dari Kaisar Gallienus
dan istrinya Salonina. Pada suatu saat Plotinus berusaha untuk mengajak Gallienus dalam
membangun kembali pemukiman yang telah ditinggalkannya di Campina yang dikenal
sebagai “Kota Philosophers”, di mana penduduknya hidup dibawah konstitusi yang telah
ditetapkan dalam Plato Law’s. Porphyry melaporkan bahwa Subsidi imperial tidak
pernah diberikan kepada rakyatnya.
Porphyry kemudian pergi untuk menetap dan tinggal di Sisilia, sampai pada
akhirnya dia mendengar bahwa mantan furunya telah meninggal. Filsuf Plotinus
menghabiskan hari-hari terakhirnya dalam pengasingan di perkebunan Campania yang
dulunya diwariskan kepadanya oleh muridnya Zethos. Menurut pengakuan Eustochius
yang menghadiri pemakaman Plotinus, kata-kata terakhir Plotinus: “Berusaha untuk
memberikan dirinya dan semuanya kembali kepada Tuhan”. Seperti yang terdapat dalam
catatan Eustochius dituliskan ada ular merayap dibawah tempat tidur dimana Plotinus
berbaring, dan menyelinap pergi melalui lubang dinding, dan pada saat yang sama filsuf
meninggal.
Plotinus menulis esai yang berjudul Enneads selama beberapa tahun sampai dengan
beberapa bulan sebelum kematiannya. Porphyry membuat catatan bahwa Enneads
sebelum disusun dan diatur oleh dirinya sendiri, iru hanyalah koleksi besar catatan dan
esai yang Plotinus gunakan dalam kuliah dan debat dan bukanlah sebuah buku formal.
Plotinus tidak mampu untuk merevisi karyanya sendiri karena penglihatannya yang
buruk. Tulisan-tulisan yang dibuat oleh Plotinus memerlukan proses editing besarbesaran karena menurut porphyry tulisan tangan gurunya itu mengerikan, pemisahan
kata-katanya tidak benar dan ia menggunakan sopan santun ejaan yang sangat buruk.
Pemikiran
Filsafat Plotinus mengombinasikan ajaran mistis dan cara praktis dan memiliki
pengaruh yang sangat kuat pada teologi Kristen. Filsafatnya bertujuan untuk membantu
para muridnya kembali menyatu atau bergabung kepada “Yang Esa” dengan cara
kontemplasi. Mirip dengan teologi trinitas dalam agama Kristen, ia percaya pada tiga hal
yang bersifat surgawi, yaitu Yang Esa, Intelektualitas dan Jiwa. Perbedaannya adalah
ketiga hal yang diajukan Plotinus tidak berdiri sendiri tetapi merupakan hanya urutan
pada saat kontemplasi.
Yang Esa adalah sesuatu yang bersifat serba baik tanpa batas dari tidak dapat
dideskripsikan mengikuti filsafat Plato. Deskripsi menggunakan bahasa hanya dapat
menunjuk Yang Esa. Walaupun segala macam sebutan bagi Yang Esa dari berbagai
macam kebudayaan dan ragam manusia, semua itu bukan nama yang sebenarnya.
Plotinus menggambarkan bahwa “Yang Esa” adalah sebagai cahaya ditengah
kegelapan. Plotinus mengajarkan bahwa dari semua yang ada, ada satu yang tertinggi,
sepenuhnya transeden “Yang Esa” tidak mengandung divisi, keragaman atau perbedaan .
“Yang Esa” bukanlah jumlah dari semua hal tetapi dia ada dari ebelum semuanya ada.
Yang esa ini adalah sumber realitas. Yang Esa ini mendatangkan Intelektualitas yang
artinya berhubungan dengan pengetahusan intuitif.
Yang Esa, melampaui segala sifat termasuk keberadaa, semua itu adalah sumber
dari dunia tapi tidak melalui tindakan penciptaan secara sengaja ataupun sebaliknya.
Yang Esa ini adalah sumber realitas dimana hal ini mendatangkan intelektualitas yang
artinya berhubungan dengan pengetahuan intuitif. Intelktualitas ini juga sulit dijelaskan
dengan bahasa. Plotinus menganalogikan Intelektualitas dan Yang Esa seperti cahaya dan
matahari. Intelektualitas merupakan cahaya dari Yang Esa dan alat Yang Esa untuk
mengabarkan diri-Nya.
Level berikutnya adalah Intelektualitas, sebagai sumber dan landasan benruk dan
materi dunia yang dalam istilah Plato disebut form. Pikiran dan objek yang dipikir
menyatu dalam Intelektualitas, tidak ada pemisahan antara subjek dan objek, yang
memahami dan yang dipahami. Level berikutnya dari realitas adalah Jiwa, yang
berhubungan dengan rasionalitas atau pikiran yang berwacana: Jiwa ini memiliki dua
level, level atas jiwa menghadap ke dalam dan melihat hal-hal surgawi dengan
Intelektualitas, sedangkan level bawah Jiwa menghadap ke luar kepada yang disebut
alam. Level inilah yang bertanggung jawab terhadap alam materi. Kedua level ini ada
dalam diri manusia. Manusia dapat memilih apakah akan berkonsentrasi ke dalam untuk
melihat hal-hal surgawi atau keluar ke alam materi.
Kunci untuk memahami konsep filsafat kosmologi Plotinus adalah Tiga realitas
(Yang Esa, Intelektualitas, dan Jiwa) adalah level kentemplasi atau perkembangan level
logika dari Realitas Abadi Yang Esa dan bukan perpindahan atau perubahan satu realitas
kepada realitas yang lain secara temporal. Matahari dan Cahanya adalah satu realitas,
bukan Matahari berubah menjadi Cahaya. Waktu hanyalah hasil dari ketidakmampuan
dari alam memahami surgawi.
Plotinus juga mengimplementasikan filsafatnya secara praktis untuk mencapai
penyatuan ekstatis dengan Yang Esa dan mencapai tahap ektase. Porphyry, murid yang
menulis karya-karya Plotinus, mencatat pernah empat kali melihat gurunya mencapai
kondisi ekstase.
Kesimpulan
Filsafat kosmologis Plotinus sangat bersifat mistis dengan Tuhan sebagai sumber
dari segalanya. Konsep emanation ex deo (memancar keluar dari Tuhan) memberi
pijakan bahwa alam semesta ini bersifat baik karena berasal dari Tuhan Yang Baik.
Konsep kosmologinya ini memberi pijakan yang kuat bagi filsafat untuk berpikir positif.
Tuhan Yang Baik dan terpancar dalam seluruh kejadian di alam semesta ini tentu
bermaksud dan berakibat baik. Kita sebagai penelaah filsafat Plotinus dapat
menjadikannya untuk menjaga semangat dan untuk mencari sisi baik dari semua kejadian
di alam semesta ini.
Saran
Pembahasan Plotinus dalam makalah yang penulis susun sangat terbatas. Oleh
karena itu, pembaca hendaknya mecari referensi yang lain untuk melengkapi informasi
tentang Riwayat dan Jalan fikiran Plotinus. Dan Penulis senantiasa menunggu saran dari
para pembaca, terutama dari Dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang tujuannya
untuk perbaikan penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Yuana, Kumara Ari.2010. The Greatest Philosophers. Yogyakarta: Andi Offset
http://wikipedia.com/
http://gentongedukasi.blogspot.com/2012/01/tokoh-tokoh-pemikir-dalam-filsafat.html.
*)
Penyusun
Nama
Mata Kuliah
Dosen
Prodi
: Azmida
: Filsafat Ilmu
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Download