USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN JAYADI PAEMBONAN – DARI SENIMAN KE PERMAKULTUR Oleh: Indra Nugraha “Permakultur adalah konsep ekologi yang mengembalikan sebuah sistem yang sudah berkembang di masyarakat. Salah satunya hutan sebagai sebuah ekosistem yang bukan hanya ada tumbuhan di dalamnya. Tapi ada konsep yang hidup yang dapat dijadikan sebagai sebuah model untuk dikembangkan ke berbagai tempat. Permakultur adalah perpaduan agrikultur tapi bukan hanya sebuah pertanian dan peternakan di dalamnya. Melainkan sebuah konsep yang holistik,” Perkembangan kegiatan industri di dunia telah menyebabkan kondisi lingkungan semakin terdegradasi. Seakan-akan sektor industri menjadi suatu keniscayaan bagi suatu daerah jika ingin berkembang. Ada suatu pameo bahwa tidak ada daerah yang bisa maju dan berkembang tanpa adanya industri. Inilah yang menggelisahkan Jayadi Paembonan. Pria kelahiran Jayapura, 6 September 1978 itu awalnya adalah seorang seniman. Ia merupakan aktor teater yang mementaskan pertunjukannya dari sekolah ke sekolah. Namun berbagai pengalaman hidup membuatnya menyadari untuk mulai lebih mengembangkan permakultur, khususnya di Kalimantan. Dalam epistemologi, istilah “permakultur” adalah sebuah metode sistematis yang filosofinya terkait dengan bekerja bersama dan bukan bekerja melawan alam. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Bill Mollison dan David Holmreen pada tahun 1978 yang terinspirasi oleh filosofi pertanian alam Fukuoka. Permakultur sesungguhnya merupakan cabang ilmu dalam desain ekologis yang mengembangkan suatu arsitektur dan pertanian berdasarkan ekosistem alam. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1 Petaka Lingkungan saja termasuk di Indonesia. Kesadaran Jayadi mengenai dunia permakultur berawal dari peristiwa Black Saturday di Melbourne pada bulan Februari tahun 2009. Saat itu, Jayadi memang hijrah ke Australia mengikuti istrinya yang juga warga negara tersebut. Kala itu, kebakaran hutan yang hebat melanda Kota Melbourne hingga mengakibatkan 210 korban meninggal, 700 rumah terbakar habis dan areal yang terbakar seluas lebih dari 3 ribu km persegi. Peristiwa lain yang membekas dalam hidupnya adalah terjebak banjir besar saat berlibur bersama dua anaknya ke Brisbane. “Setelah menyelesaikan pendidikan, saya mendampingi masyarakat. Kemudian ke India untuk menjadi relawan mengembangkan permakultur. Pada saat ke India selatan, itu sangat berbeda dengan di Indonesia. Disana lebih kering dan lahannya lebih banyak bebatuan. Kerusakan lingkungan semakin kentara karena imbas dari perusakan hutan dan monopoli industri pangan,” ujarnya. “Kedua peristiwa itu sangat berpengaruh dalam kehidupan saya dan akhirnya membuat berpikir dan bertanya apakah kerusakan lingkungan saat ini akibat dari semakin kurang terkendalinya aktivitas industri. Kesadaran ini mulai terbentuk hingga akhirnya ada seorang teman mengenalkan ilmu permakultur,” kata Jayadi saat ditemui Mongabay beberapa waktu yang lalu. Jayadi mulai bersentuhan dengan konsep permakultur saat mengenyam pendidikan diploma di Eltham Collage Melbourne Australia tahun 2013. Ia sebelumnya adalah mahasiswa jurusan teater di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung tahun 1997 hingga 2004. Namun tak sempat diselesaikan karena harus mengikuti istrinya pindah ke negara kanguru. Saat tinggal di Australia, Jayadi akhirnya memutuskan untuk memperdalam ilmu permakultur. Meski sebelumnya, beliau juga berkecimpung cukup lama di industri konstruksi. “Awalnya saya berpikir untuk apa kalau hanya sekedar belajar pertanian? Tapi ketika masuk kuliah dan belajar soal permakultur, ternyata itu sangat luar biasa,” tutur Jayadi. Selesai menyelesaikan kuliah, tantangan besar berikutnya adalah bagaimana menerapkan ilmu yang dipelajari. Pembelajaran di bangku kuliah dirasakan sangat menarik dan bermanfaat. Hanya bagaimana dapat diterapkan di masyarakat. Setelah delapan tahun di Australia dan menyelesaikan studi diploma, Jayadi memutuskan untuk menjadi relawan dari Anisha Foundation di India guna mengimplementasikan ilmunya dalam kurun waktu antara tahun 2013 hingga 2014. Jayadi menemukan banyak lahan pertanian yang mengalami kekeringan, karena tak ada air dan juga sebagai dampak dari penggunaan bahan kimia serta bibit non lokal. Warga India harus berkorban banyak untuk mendapatkan pupuk dan obat-obatan guna meningkatkan produksi. Termasuk harus membeli air untuk irigasi. Menurutnya, permakultur yang merupakan cabang ilmu desain ekologis, teknik ekologis, dan desain lingkungan yang mengembangkan arsitektur berkelanjutan dan sistem pertanian swadaya berdasarkan ekosistem alam sangat tepat untuk diterapkan dimana 2 USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Masyarakat di India bagian selatan membutuhkan solusi berkenaan dengan pengolahan lahan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dan bagaimana cara merespon perilaku alam yang luar biasa berubah. Termasuk dibutuhkan upaya pengelolaan pertanian yang memperlihatkan sistem alamiah dalam mengendalikan hama. Dengan pengembangan sistem ini diharapkan masyarakat bisa melihat secara ilmiah sumber daya yang ada dan melakukan reboisasi lahan dengan pohon endemik di wilayah tersebut khususnya pohon buah-buahan. Pola pertanian yang ada selama ini telah mengakibatkan pengetahuan petani mengalami kemerosotan. Dengan segala kebutuhan pertanian yang diproduksi oleh industri, petani selain menjadi tergantung juga pengetahuannya tidak berkembang. Karena secara sumber daya mereka sudah dikuasai oleh industri. Permakultur dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan Permakultur adalah sebuah desain ekologis yang mengintegrasikan lahan dan manusia secara harmonis dalam hal penyediaan makanan, pemukiman, energi, dan kebutuhan materi atau non-materi secara berkelanjutan. Permakultur juga merupakan konsep harmonisasi dengan alam bukan melawan proses alami yang dimiliki alam dengan memperhitungkan produksi makanan, struktur, teknologi, energi, sumber alam, lansekap, flora, fauna, serta susunan sosial dan ekonomi. Ini merupakan konsep yang sangat ideal yang jika dikembangkan dalam skala kecil dan besar bisa menjadi solusi jangka panjang untuk pengelolaan lahan secara berkelanjutan. Belajar dari pengalamannya di India, tahun 2014 Jayadi memutuskan untuk kembali ke Indonesia mengembangkan permakultur dan menetap di Palangka Raya, dimana Jayadi membangun Yayasan Permakultur Kalimantan. “Permakultur adalah konsep ekologi yang mengembalikan sebuah sistem yang sudah berkembang di masyarakat. Salah satunya hutan sebagai sebuah ekosistem yang bukan hanya ada tumbuhan di dalamnya. Tapi ada konsep yang hidup yang dapat dijadikan sebagai sebuah model untuk dikembangkan ke berbagai tempat. Permakultur adalah perpaduan agrikultur tapi bukan hanya sebuah pertanian dan peternakan di da- Foto: Jayadi Paembonan, mengembangkan permakultur sebagai desain ekologis yang menyeimbangkan harmonisasi manusia dan alam. lamnya. Melainkan sebuah konsep yang holistik,” kata bapak tiga anak tersebut. Lebih lanjut Jayadi mengatakan, dalam permakultur sebenarnya hampir semua dilibatkan didalamnya. Mulai dari persoalan sosial ekonomi, budaya, lingkungan, dan bagaimana keterlibatan masyarakat secara partisipatif untuk mengembalikan kepedulian terhadap bumi, manusia dan masa depan manusia. Sistem permakultur sangat holistik. Ketika dicoba diterjemahkan ke masyarakat, misal soal ketahanan pangan, maka dengan adanya perkembangan manusia saat ini otomatis jumlah makanan dibandingkan jumlah populasi manusia menjadi berkurang dan tak seimbang. Manusia bertambah tapi suplai makanan terbatas. Itu dampak dari sebuah sistem monopoli yang besar. Monopoli pada sumber pangan ini berdampak pada ketahanan pangan di masyarakat lokal. Kegelisahannya muncul dari keadaan dewasa ini dimana banyak benih lokal yang sudah mulai hilang, banyak binatang-binatang ternak yang sudah dimodifikasi untuk kebutuhan produksi. Jayadi juga mengkritik keras ekspansi alihfungsi lahan untuk industri kelapa sawit yang semakin masif terjadi. Mengingat hal itu mengancam keberlanjutan ekosistem. Dengan alasan ekonomi dan industri, banyak warga yang rela melepaskan lahannya untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Padahal minyak sawit yang selama ini dikonsumsi kebanyakan masyarakat sebenarnya kurang bagus untuk kesehatan. Ia lebih menyarankan warga untuk menanam kelapa. “Minyak kelapa itu kualitasnya jauh lebih baik dibandingkan minyak sawit. Kelapa juga ramah lingkungan. Dari segi harga, kelapa juga lebih menjanjikan dibandingkan sawit. Minyak sawit itu kan sebenarnya untuk mesin, bukan untuk konsumsi manusia,” katanya. Padahal jika warga intensif memanfaatkan lahan yang dimiliki dengan tanaman kelapa, maka ini jauh lebih menguntungkan. Termasuk mengusahakan lahan dengan tanaman lain yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dari banyak pengalaman yang ada, sebenarnya banyak lahan tidur milik warga yang kurang diolah dengan baik. Tanaman campuran dalam ilmu permakultur sangat baik dan dianjurkan. Disamping tanaman perkebunan seperti kelapa dan coklat, lahan disekitarnya juga bisa ditanami dengan tanaman sayuran dan obat-obatan. Jadi ada tanaman jangka panjang, menengah dan pendek. Tak hanya mengandalkan satu komoditas saja. Lahan menjadi produktif, secara penghasilan juga lebih menjanjikan. Di yayasan tempat dimana ia mengabdikan diri, Jayadi banyak mendampingi warga untuk menerapkan konsep permakultur dalam pengelolaan lahan mereka. Beberapa daerah yang sudah ia dampingi diantaranya Pulang Pisau, Kalampangan, Tangkiling, juga Kuala Kapuas. “Agar hama tak ada tanpa bahan kimia, kita memberitahukannya secara pelan-pelan. Bagaimana mengembalikan memori masyarakat yang telah memiliki hutan dan sebenarnya sangat sejahtera. Kita mulai dengan mencoba mengembalikan memori itu dan memberikan contoh-contoh kecil praktek yang sangat sederhana. Membuat kompos, kembalikan fungsi tanah, bahwa tanah bukan hanya sebuah hamparan tapi juga makhluk hidup. Sebenarnya sudah ada konsep wanatani dan menjadi salah satu konsep yang luar bisasa tapi orang sudah banyak yang lupa. Kita coba kembalikan,” katanya. Disamping itu, ia juga mencoba menguatkan organisasi masyarakat kedalam sebuah kelembagaan yang efisien. Menjadi lembaga sosial sekaligus mengedukasi masyarakat dengan memberikan contoh nyata. Petani juga diberikan pengetahuan berkenaan dengan masalah global dalam pertanian. Sehingga menjadi lebih memahami dan berkomitmen. Meski fokusnya di Kalimantan, tapi Jayadi juga membangun jaringan diluar daerah dan bahkan luar negeri. Respon masya- USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3 rakat yang didampingi cukup positif mengingat permakultur pada dasarnya tak jauh dari kehidupan masyarakat sendiri. Masyarakat sebenarnya memiliki konsep permakultur tapi belum menyadari. Kegiatan lain yang dilakukan Yayasan Permakultur Kalimantan adalah School Kitchen Garden (SKG). Lewat program yang berjalan sejak Agustus 2015 itu, dicoba kegiatan edukasi kepada sekolah-sekolah bagaimana mengimplementasikan permakultur. Memberikan edukasi kepada para siswa bagaimana praktek berkebun secara berkelanjutan dengan kurikulum yang mudah dipahami. Selain itu juga diajarkan mengenai pentingnya konservasi dikaitkan dengan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Juga pemahaman mengenai ketahanan pangan. Darah seni yang mengalir dalam tubuhnya, tak lantas ia tinggalkan. Kemampuannya dalam berkreasi seni, dimanfaatkan untuk melakukan kampanye penyadartahuan akan pentingnya lingkungan dan hutan bagi masyarakat luas. Beberapa waktu lalu, Jayadi pernah mementaskan pertunjukan teater dan seni bertema lingkungan. Pembiayaan operasional Yayasan Permakultur banyak berasal dari kantong pribadinya. Kemudian sebagian donasi dari kawan-kawannya. Pada saat di Australia, Jayadi juga selalu membangun hubungan dengan banyak orang yang percaya dengan apa yang dikerjakan. “Kami bekerja bukan karena materi tapi karena kepuasan hati. Sejauh ini pembiayaan memang sulit. Tapi selalu menetralisir dengan kerja-kerja yang baik hingga bisa membangun kepercayaan. Dana kecil atau besar, semua tergantung komitmen kita,” katanya. Kesulitan yang dihadapi saat mengenalkan konsep permakultur ke masyarakat bagi Jayadi adalah soal waktu. Selama ini katanya, masyarakat selalu menginginkan hal yang cepat dan instan. Padahal untuk mengubah mindset dan mengembalikan pola-pola yang alamiah itu butuh waktu. Butuh kesabaran yang ekstra. Menyadarkan masyarakat bukanlah seperti membalikkan telapak tangan. Dan untuk menerapkan konsep permakultur memang butuh waktu lama. Sekalipun hasil dan dampak yang dihasilkan untuk keberlanjutan nantinya akan sangat baik. Jadi tantangannya bukan soal uang, tapi waktu. “Paling penting kalau mau mengembangkan sesuatu harus berawal dari diri kita sendiri. Kalau kita senangi, itu akan berlanjut. Jangan menanam untuk kebutuhan orang lain, tapi tanamlah untuk kebutuhan sendiri,” tutur Jayadi. Berawal dari seniman, hingga kini menjadi peneliti permakultur menurut Jayadi karena jalan hidup. Secara spirit, baginya itu juga pengalaman yang luar biasa. Lewat permakultur, ia melihat berbagai sisi tentang lingkungan. Meski sebelumnya ia mengaku memang tertarik dengan isu lingkungan. Hanya saja 4 USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN tak mendalami secara spesifik. Alam punya cara melakukan restorasi terhadap dirinya dan manusia punya teknologi dan ilmu pengetahuan untuk mempelajari proses restorasi alami ini. Permakultur adalah perpaduan agrikultur yang holistik antara proses alami dan ilmu pengetahuan menjadi sebuah konsep ekologis yang menyandingkan harmonisasi manusia dan alam yang lestari.