PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI i RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DALAM TUGAS PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) PADA MASA KINI BAGI KAUM DIFABEL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik Oleh: Susiati NIM: 111124042 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada: Santo Fransiskus Assisi, Muder Constansia van Der Linden dan Persaudaraan Kongregasi Suster Fransiskus Dina dan siapa saja yang telah mendukung saya dengan cara dan bentuknya masing-masing selama kuliah di PAK-USD Yogyakarta hingga selesainya penyusunan skripsi ini. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Deus est Fidelitas, Allah adalah Setia”. Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya. (2 Tim 2:11-13) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Skripsi ini berjudul RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DALAM TUGAS PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) PADA MASA KINI BAGI KAUM DIFABEL. Penulis memilih judul ini bertolak dari kesan pribadi akan para suster SFD yang berkarya melayani Anak-anak Berkebutuhan Khusus (difabel) yang tampak begitu setia menghidupi semangat kongregasi seturut teladan Santo Fransiskus Assisi dan para pendiri. Karya tersebut merupakan salah satu usaha untuk menghidupi semangat kongregasi seturut semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi. Mereka yang menyandang nama sebagai seorang SFD harus sungguh-sungguh tampil dan hadir dalam karya perutusan dengan membawa nama tersebut. Para suster SFD bercermin dari hidup Santo Fransiskus Assisi dan semangat kedinaan yang menjadi pilihan utama dalam hidupnya. Hal ini pulalah yang menjadi warisan agung bagi para pengikutnya terutama kongregasi SFD. Bertitik tolak dari alasan di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk menyadarkan kembali semangat hidup kedinaan para suster SFD dalam karya pelayanan terhadap kaum difabel. Juga untuk memperkaya serta mengonkritkan relevansi semangat kedinaan tersebut. Selain itu juga untuk membantu menghayati semangat kedinaan sebagai SFD yang menyandang nama sebagai orang ‘Dina’ dalam pengabdian terhadap kaum difabel, maka dalam skripsi ini akan dibahas siapakah kaum difabel itu dan apa arti kedinaan berhadapan dengan kaum difabel dengan menggunakan kajian pustaka metode deskriptif, dan untuk memperkaya relevansi semangat kedinaan tersebut, penulis akan melengkapi dengan life story. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas kongregasi dan buku-buku sumber lain yang relevan guna memperkaya dan mendalami gagasan refleksi rohani. Dalam skripsi ini ditawarkan suatu bentuk penyegaran kembali panggilan sebagai penganut semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan terhadap kaum difabel sehingga di masa yang akan datang, para SFD mengalami perjumpaan dengan Tuhannya dalam diri orang yang terpinggirkan dalam masyarakat. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix ABSTRACT This undergraduate thesis entitled THE RELEVANCE OF THE SPIRIT OF POVERTY OF SAINT FRANCIS ASSISI FOR THE SERVICE OF THE SISTERS OF MINOR FRANCIS (SFD) AT PRESENT FOR DISABLED PEOPLE. The author started from the personal impression of the work of the sisters of SFD to serve children with special needs (disabilities) who seemed so faithful to live the spirit of the congregation according to the example of Saint Francis of Assisi and the founders. This work is an effort to enlive the spirit of minority according to the spirit of St. Francis of Assisi. Those who bear the name of SFD should earnestly perform and present in the work of the mission to carry its name. The sisters of SFD reflect the life of St. Francis of Assisi and the spirit of minority which is the main choice in their lives. This is precisely the great legacy for his followers, mainly the congregation of SFD. Based on the above reasons, this undergraduate thesis is intended to revive the spirit of minority of the Sisters of SFD to serve the disabled, and to enrich and to realize the relevance of the minority spirit. In addition, to help the spirit of minority as SFD which bears the name as 'Minority' in loyalty to the disabled, this paper will discuss who the disabled was and what it meant by minority dealing with disabled people using literature review descriptive methods, and to ensure the relevance of the spirit of minority, the author will equip life story. The author studies and explores the spirituality of the congregation books and books from other relevant sources in order to enrich and to deepen the idea of spiritual reflection. This undergraduate thesis offers some refreshment of vocation as adherents of minority spirit of St. Francis of Assisi in the serving disabled people so that in the future the SFD will have an encounter with God in society. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih dan setia, karena segala rahmat dan kasih setia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DALAM TUGAS PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) PADA MASA KINI BAGI KAUM DIFABEL. Skripsi ini merupakan karya ilmiah dan sumbangan terhadap para pembaca, secara khusus para suster Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) dan sekaligus untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan di FKIPJIP-Prodi PAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Proses penulisan skripsi ini berjalan dengan baik dan lancar karena dukungan dan kebaikan dari banyak orang sehingga memampukan penulis untuk tetap semangat meskipun menghadapi banyak tantangan dan kesulitan. Penulis sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah menyumbangkan ide dan gagasannya, kemudahan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai pada waktu yang tepat. Secara khusus terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku Kaprodi PAK Universitas Sanata Dharma, yang telah berkenan membimbing dan mendukung penulis selama kuliah di kampus PAK-USD. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., sebagai pembimbing utama dalam skripsi ini yang penuh kesabaran, kerelaan meluangkan waktu, kemudahan dalam x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xi mendampingi, dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini dari awal hingga selesai. 3. Drs. M. Sumarno Ds. S.J, M.A., sebagai dosen penguji II sekaligus dosen pembimbing akademik yang memberi semangat, keramahan, masukan dan dukungan serta kelancaran baik selama kuliah berlangsung dan secara khusus dalam penyusunan skripsi ini. 4. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum., sebagai dosen penguji III yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan serta dukungan kepada penulis. 5. Para dosen dan staf karyawan Prodi PAK, yang telah membimbing dan memberi dukungan selama penulis kuliah di kampus PAK Sanata Dharma Yogyakarta. 6. Ministra Umum Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) Sr. Imelda Tampubolon, SFD, staf dewan ministra dan seluruh anggota Suster Fransiskus Dina di mana pun berada yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan bagi penulis untuk menjalani studi di PAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 7. Ministra Komunitas Fonte Colombo Jl. Rajawali 3A, Sr. Patrisia Bangun, SFD dan para saudari sekomunitas serta semua suster yang pernah tinggal bersama dengan penulis selama menjalani studi di PAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 8. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, angkatan 2011/2012 yang telah memberi dukungan, semangat, kegembiraan dan kebersamaan yang xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv MOTTO ........................................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ..................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xviii BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6 C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 7 D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 7 E. Metode Penulisan ............................................................................... 8 F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 8 BAB II. HIDUP SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN SEMANGAT KEDINAANNYA………………………………………………... ... 10 A. Hidup Fransiskus Assisi ..................................................................... 10 1. Kelahiran Fransiskus dan Masa Muda Fransiskus ........................ 10 2. Situasi Masyarakat dan Gereja di Jaman Fransiskus .................... 12 a. Situasi Politik............................................................................ 12 b. Situasi Ekonomi........................................................................ 14 c. Situasi Gereja............................................................................ 14 3. Panggilan Fransiskus………………………………………… .... 15 4. Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi……………… ....... 17 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Pengertian Kedinaan………… .................................................. 17 b. Latar Belakang Pemilihan Nama Ordo……………………. .... 19 c. Dasar Biblis sebagai Pilihan Kedinaan……………………...... 20 B. Pengalaman Kedinaan Santo Fransiskus.. ......................................... 23 1. Perjumpaan dengan Orang Kusta .................................................. 25 2. Peristiwa Kapel San Damiano ....................................................... 25 3. Perjumpaan dengan Allah di Jalan Assisi dan dalam Doa ............ 26 C. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi dan Injil Sumber Hidup Fransiskus ............................................................................... 26 1. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi………………….. ....... 26 2. Injil Sumber Hidup Santo Fransiskus Assisi………………… ..... 27 D. Kedinaan Santo Fransiskus dan Saudaranya, serta Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan ...................................................... 28 1. Kedinaan Santo Fransiskus dan Para Saudaranya…………… ..... 28 a. Kedinaan Santo Fransiskus………………………………....... 29 b. Kedinaan Para Saudaranya ....................................................... 31 2. Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan……………… ...... 33 a. Penciptaan………………………………………………......... 33 b. Penjelmaan………………………………………………. ...... 33 c. Yesus dikandung dalam Rahim Maria…………………... ...... 34 d. Kelahiran Yesus dari Perawan Maria……………………. ...... 34 e. Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir………………….. ..... 34 f. Penderitaan dan Wafat Yesus di Salib………………….......... 35 g. Kerendahan Allah dalam Ekaristi………………………. ........ 36 BAB III. KARYA PELAYANAN DALAM KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS DINA SETURUT TELADAN SANTO FRANSISKUS ASSISI .................................................................... 37 A. Sekilas tentang Kongregasi Suster Fransiskus Dina ......................... 37 1. Sejarah Kongregasi SFD ............................................................. 37 2. Sejarah Lahirnya SFD Indonesia ................................................ 39 3. Semangat Kongregasi Suster Fransiskus Dina ........................... 41 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Semangat Cinta Kasih……………………………………. ..... 41 b. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati…………………….. ...... 42 c. Semangat Rajin dan Giat………………………………… ...... 43 d. Sikap Lepas Bebas………………………………………. ....... 45 e. Semangat Doa……………………………………………. ...... 46 4. Visi dan Misi Kongregasi SFD ................................................... 48 B. Karya Pelayanan dan Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD ................................................................................. 51 1. Pengertian Pelayanan .................................................................... 51 2. Pelayanan dalam Gereja ................................................................ 52 3. Pelayanan sebagai Fransiskan ....................................................... 54 4. Corak Hidup Kongregasi SFD………………………………. ..... 56 5. Macam-macam Karya Pelayanan SFD di Masa Sekarang….. ...... 57 a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan…………………. ...... 58 b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan…………………......... 59 c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial……………………….. ..... 60 d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral……………………… .... 62 6. Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD……………..... 63 a. Huruf S, adalah Semangat………………………………… .... 65 b. Huruf F, adalah Fraternitas……………………………….. ..... 66 c. Huruf D, adalah Dina…………………………………….. ..... 67 C. Kaum Difabel pada Masa Kini dalam Karya Pelayanan SFD…… ... 68 1. Definisi .......................................................................................... 68 2. Klasifikasi Difabel……………………………………………..... 69 a. Tunanetra…………………………………………………. ..... 69 b. Tunarungu…………………………………………………..... 69 c. Tunagrahita……………………………………………….. ..... 70 3. Sejarah Karya Pelayanan bagi Kaum Difabel dalam Kongregasi SFD………………………………………………. ... 71 4. Visi dan Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel………………… .. 72 5. Pelayanan SFD bagi Kaum Difabel…………………………… .. 73 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV. RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DALAM PELAYANAN KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS DINA BAGI KAUM DIFABEL……………………………………….. 75 A. Difabilitas sebagai Medan Pelayanan Kongregasi SFD ................. 76 B. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Insprasi dalam Pelayanan .... 80 1. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inspirasi dalam Pelayanan…………………………………………………. ...... 80 2. Semangat Kedinaan sebagai Dasar Pelayanan bagi Kaum Difabel………………………………………………… 84 C. Semangat Kedinaan sebagai Tujuan dan Model Pelayanan bagi Kaum Difabel ........................................................................ 86 1. Suara Salib San Damiano adalah Suara orang Difabel Pada Masa Ini……………………………………………….. 87 2. Difabel sebagai Saudara yang Dina…………………………. 89 D. Buah-buah Penghayatan Kedinaan dalam Karya Pelayanan SFD bagi Kaum Difabel ................................................................ 90 E. Usaha Meningkatkan Pelayanan dalam Tugas Perutusan………. 91 F. Life Story Suster SFD yang Melayani Kaum Difabel…………… 92 G. Usulan Program Rekoleksi……………………………………… 98 1. Latar Belakang Program………………………………………. 98 2. Alasan Pemilihan Program……………………………………. 99 3. Tujuan Program……………………………………………... 100 4. Rumusan Tema dan Tujuan…………………………………. 101 5. Matriks Program Rekoleksi Bagi Para SFD………………… 103 6. Persiapan Rekoleksi…………………………………………. 106 BAB V. PENUTUP………………………………………………………... 119 A. Kesimpilan………………………………………………………… 119 B. Saran ................................................................................................ 121 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 122 LAMPIRAN xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 1: Life Story 1 Suster SFD .......................................................... (1) Lampran 2: Life Story 2 Suster SFD.......................................................... (3) Lampran 3: Life Story 3 Suster SFD.......................................................... (4) Lampran 4: Lirik Lagu…………………………………………………… (6) Lampran 5: Teks Kitab Suci……………………………………………... (7) xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia, 2009. Flp : Filipi Gal : Galatia Kej : Kejadian Kis : Kisah Para Rasul 1 Kor : 1 Korintus 2 Kor : 2 Korintus Luk : Lukas Mat : Matius Mrk : Markus Mzm : Mazmur Rm : Roma Yoh : Yohanes 1 Yoh : 1 Yohanes xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja Deus Caritas Est : Allah adalah Kasih, Ensiklik Paus Benediktus XVI, 25 Desember 2005 GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965. LG : Lumen Gentium, Konsili Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964. C. Singkatan Dokumen St. Fransiskus AD : Anggaran Dasar AD III : Anggaran Dasar Ordo ketiga AngBul : Anggaran Dasar yang diteguhkan dengan Bulla AngTBul : Anggaran Dasar Tanpa Bulla Cel : Celano (Thomas dari Celano) Fsl : Fasal IbSeng : Ibadat Sengsara K3S : Kisah Tiga Sahabat LM : Legenda Mayor OFM : Ordo Fratrum Minorum (Ordo Saudara Dina) Pth : Petuah Santo Fransiskus SalKeut : Salam Kepada Keutamaan SurBerim : Surat Kepada Orang Beriman xix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SurOr : Surat Kepada Seluruh Ordo Was : Wasiat Santo Fransiskus D. Singkatan Lain: ABK : Anak Berkebutuhan Khusus ADHD : Attention Deļ¬cit and Hyperactivity Disorder Art : Artikel BKIA : Balai Kesehatan Ibu dan Anak Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jl : Jalan Kap : Kapitel Konst : Konstitusi KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KLMTD : Kecil, Lemah, Miskin, Tertindas, dan Difabel KWI : Konferensi Waligereja Indonesia LPJ. DPU : Laporan Pertanggung Jawaban Dewan Pimpinan Umum MTB : Maria Tak Bernoda MYY : Muder Yohana Yesus P : Pastor PAK : Pendidikan Agama Katolik PK : Pedoman Karya Pusdatin : Pusat Data dan Informasi SFD : Suster Fransiskus Dongen (Dina) xx PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SLB-C : Sekolah Luar Biasa Kategori C SPP : Sejarah Para Pendahulu Sr : Suster St : Santo/a Thn : Tahun WHO : World Health Oganization xxi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Salah satu karya perutusan yang khas dari para Suster Fransiskus Dina (SFD) di Indonesia adalah pelayanan dan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau kaum difabel. Wujud karya tersebut berupa Sekolah Luar Biasa Kategori C (SLB-C) yang secara khusus mendidik anak-anak cacat mental. SLB-C Karya Tulus yang sekaligus berasrama di Namopecawir, Medan, yang telah berdiri sejak tanggal 17 Juli 1987 menjadi salah satu contoh kesetiaan para suster SFD menghidupi spiritualitas kongregasi seturut semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi. Dalam Anggaran Dasar Ordo Ketiga (AD III) Santo Fransiskus Assisi mengamanatkan agar dalam Persekutuan Dina cinta kasih diwujudkan dengan menjadi yang paling dina dalam hidup dengan sesama sehingga ada tempat bagi orang sakit, orang cacat dan orang berdosa (AD III, No.19). Karya pelayanan bagi penderita keterbelakangan mental seperti SLB-C Karya Tulus tersebut mengusung visi, “Komunitas kasih persaudaraan yang melayani orang kecil dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan meninggikan setiap orang yang dicintai-Nya” (LPJ. DPU, 2015, No.93). Visi tersebut dikonkritkan dalam misi; 1) Siap sedia melayani mereka yang mengalami keterbelakangan mental, yang dijiwai dengan semangat perayaan Ekaristi, doa bersama, pribadi dan semangat berkorban yang tinggi; 2) Menciptakan komunitas yang bahagia, dengan bekerja sama dan saling pengertian, serta jujur dan tulus; 3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 Membangun sikap tanggung jawab dalam tugas pelayanan untuk nama baik karya dan komunitas. Sekalipun usia karya pelayanan bagi kaum difabel tersebut telah begitu lama dan visi-misi karyanya tersusun rapi namun pelaksanaan pelayanan oleh para anggota SFD tidak dapat dikatakan berjalan mulus apalagi mudah. Selain hal material dan manajerial, salah satu tantangan bahkan hambatan yang menghadang gerak laju karya pelayanan ini adalah tantangan spiritual atau motivasi, keyakinan atau semangat cinta kasih dari para pelayannya khususnya para anggota SFD yang berkarya di bidang tersebut. Selain kemampuan, keahlian dan keterampilan menghadapi anak dengan keterbelakangan mental, para suster SFD pun dituntut memiliki penghayatan spiritualitas kedinaan Fransiskus yang kuat dan selalu diperbarui dengan berbagai kegiatan rohani dan akademis. Dengan kata lain, bagi seorang suster SFD yang terpanggil untuk berkarya bagi kaum difabel, terdapat pergulatan batin atau mental yang istimewa (khusus) untuk dapat benar-benar menjiwai, berdaya tahan dan mengembangkan karya pelayanan tersebut sesuai amanat perutusan Gereja melalui kongregasinya. Tak mudahnya pergulatan spiritual para suster SFD tersebut semakin dapat dibayangkan jika melihat situasi dan mentalitas masyarakat dunia zaman ini yang begitu mengagungkan kemudahan, kenginan “instan” alias mendapatkan hasil sebanyak dan secepat mungkin tanpa usaha, kenikmatan, keindahan dan kesempurnaan fisik serta hasrat kekuasaan, kekayaan dan ketenaran dibandingkan nilai-nilai rohani-keagamaan, kesederhanaan, asketisme, keugaharian dan keluhuran budi pekerti lainnya. Perkembangan mentalitas, ilmu pengetahuan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 teknologi mutakhir di satu sisi memang memberi suatu sumbangan yang sangat positif, di mana orang dapat melakukan segala sesuatunya dengan lebih mudah dan cepat. Tetapi di sisi lain juga terdapat dampak negatifnya; di mana manusia jatuh pada keinginan serba instan dan kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan atau menyenangkan bagi dirinya, tanpa peduli pada orang lain. Singkatnya, zaman ini ditandai dengan keinginan untuk menjadi lebih unggul dari yang lain dan untuk mendapatkannya ditempuh dengan menghalalkan segala cara. Dunia saat ini menawarkan serba kemudahan dalam hidup hingga tak jarang disertai dengan cara-cara untuk menyingkirkan sesama tanpa adanya belas kasihan. Manusia yang rakus akan harta dan kuasa. Maka pada zaman ini kita sering dan mudah melihat sikap tak terpuji di mana orang menuntut banyak hal demi kesenangannya tetapi tidak mau menerima suatu tugas tertentu yang mungkin sulit dan berat baginya. Ketulusan memberi, keiklasan berkorban, rela dan bertanggung jawab tanpa pamrih dalam karya menjadi pemandangan yang semakin langka. Begitu pula dengan semangat melayani sesama yang menderita dan penuh dengan persoalan hidup. Cinta kasih, rasa simpati dan empati atau sikap bela rasa menjadi semakin mengering dari manusia zaman ini. Kecenderungan mentalitas masyarakat modern sebagaimana tergambar di atas tentu berdampak sangat kuat bagi kaum difabel. Menurut Diono (2014: 20), hingga saat ini, sejumlah hal yang berkaitan dengan mental masyarakat bahkan termasuk keluarga penyandang disabilitas masih menjadi permasalahan eksternal yang membelenggu usaha menghargai kaum difabel dalam berbagai aspek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 kehidupan. Contoh permasalahan eksternal tersebut antara lain rendahnya pemahaman masyarakat tentang disabilitas, dan stigma bahwa disabilitas adalah bagian dari kutukan atau nasib yang membuat keluarga cenderung menyembunyikan kondisi anggotanya yang difabel dan masyarakat tidak memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Secara konkrit, dengan mengelola data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial Tahun 2012, Adi Prasetyo (2014:34-35) menyimpulkan bahwa di Indonesia, akses kaum difabel pada dunia pendidikan yang berkualitas masih sangat rendah di mana dari sejumlah 1.389.519 orang dengan disabilitas, terdapat 838.343 orang tidak sekolah, dan semakin tinggi jenjang sekolah, semakin rendah pula partisipasi kaum difabel. Akibatnya, partisipasi kaum difabel pada pekerjaan yang layak pun masih sangat rendah. Kaum difabel pun semakin terjerat dalam kemiskinan dan terkucil dari kehidupan. Kondisi dan mentalitas masyarakat masa kini yang belum ramah pada kaum difabel tersebut menjadi kondisi dan pengalaman yang dihadapi para suster SFD yang berkarya bagi kaum difabel dalam lembaga-lembaga karya SFD. Pergulatan batin untuk mengasah spiritulitas para SFD tersebut kian perlu direfleksikan jika mengingat pesan, ajaran dan teladan Yesus Kristus yang memanggil Santo Fransiskus Assisi dan para suster SFD untuk menjadi pelayan-Nya melalui karyakarya cinta kasih (LPJ. DPU, 2015, No. 94). Alkitab dengan jelas menggambarkan apa yang dilakukan Yesus, bahwa Kristus Yesus walau dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri, dan mengambil rupa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya, taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp 2:5-8). Dalam Petuah Santo Fransiskus Assisi (Pth), kelahiran Kristus di dalam palungan merupakan ungkapan tertinggi dari pengosongan diri Sang Putra Allah. “Lihatlah, setiap hari Ia merendahkan diri, seperti tatkala Ia turun dari tahta kerajaan ke dalam Rahim Perawan, setiap hari Ia turun dari pangkuan Bapa ke atas Altar di dalam tangan imam” (Pth, 1:16-17). Pengalaman Santo Fransiskus Assisi akan Allah yang Maha kuasa, Maha tinggi, Maha mulia, Maha tahu itu sudi turun dari tahta Kerajaan-Nya dengan menempuh jalan perendahan diri Yesus Kristus, inilah yang membuat Santo Fransiskus Assisi semakin menyadari akan panggilan hidupnya untuk bersatu dalam perendahan diri yang nyata bagi dunia. Sementara itu, dalam Wasiat Santo Fransiskus (Was), Ia mengalami dan memberi kesaksian tentang penghampaan diri dengan memilih orang-orang kecil, hina dan papa, memeluk orang kusta dan terbuang. Bagi Santo Fransiskus Assisi menjadi gambar yang mengagumkan tentang pertemuan dengan Yesus Kristus yang tersalib. Tetapi untuk menjalankan itu semua tidaklah mudah untuknya. Ia berkata, “ketika aku dalam dosa, aku merasa amat muak melihat orang kusta, tetapi Tuhan menghantar aku ke tengah mereka dan aku merawat mereka dengan penuh kasih” (Was 1-2). Santo Fransiskus Assisi memasuki jalan perendahan hati dengan pertemuan yang mesra ini. Dia mengalahkan dirinya sendiri sedemikian rupa sehingga para pengikutnya, mampu memahami pernyataannya: “Apa yang tadinya terasa memuakkan berubah bagiku menjadi kemanisan jiwa dan badan” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 (Was 3). Rendah atau dina di hadapan Allah bukan berarti “lembek”. Orang-orang lembek ini adalah mereka yang mengakui ketergantungan mereka pada Allah dan tidak memperlakukan orang lain secara angkuh sombong. Mereka adalah pribadipribadi yang memiliki disposisi batin “kedinaan” atau “kerendahan hati” di hadapan Allah. Seseorang yang sungguh rendah hati (dina) mengakui kenyataan bahwa dia menerima segalanya yang baik dari Allah dan membagikannya kepada sesama. Dengan teladan Yesus dengan dan melalui hidup, karya dan ajaran-Nya untuk mengasihi sesama yang diterjemahkan Santo Fransiskus Assisi dalam semangat Kedinaan itulah yang menjadi spiritualitas hidup dan karya para suster SFD termasuk dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. Namun dalam konteks kondisi sosial dan mentalitas masyarakat masa kini pada umumnya dan mentalitas serta cara pandang terhadap kaum difabel khususnya juga dialami dan dihadapi oleh para SFD yang berkarya melayani kaum difabel. Untuk itu, tampak jelas bahwa diperlukan refleksi yang mendalam dan sistematis untuk terus-menerus mengaktualisasikan semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam hidup dan karya pelayanan para SFD bagi kaum difabel pada masa kini. Karena itu, didorong oleh realitas dan pemikiran sebagaimana terurai di atas, penulis memilih topik Relevansi Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam Tugas Pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) pada Masa Kini bagi Kaum Difabel. Menurut hemat penulis, pendalaman topik ini dapat menjawab kebutuhan mengaktualisasikan semangat kedinaan, menginspirasi dan menguatkan panggilan para suster SFD khususnya dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, sehubungan dengan semangat kedinaan dalam pelayanan kongregasi SFD di masa sekarang ini, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dipahami, dimengerti dan dihayati oleh para Suster Fransiskus Dina (SFD) dalam menjalani panggilan mereka? 2. Sejauh mana semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi menjadi inspirasi dan motivasi bagi para suster Fransiskus Dina (SFD dalam karya pelayanan masa kini khususnya bagi kaum difabel? 3. Hal-hal mana yang perlu diperhatikan oleh para suster Fransiskus Dina (SFD) dalam mengaktualisasikan semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi bagi karya pelayanan masa kini khususnya bagi kaum difabel? C. Tujuan Penulisan 1. Menggali, mengetahui dan menggambarkan semangat kedinaan yang diteladankan oleh Santo Fransiskus Assisi sebagaimana dipahami dan dihayati para suster SFD dalam menjalani panggilan mereka. 2. Menggali, memahami dan menggambarkan spiritualitas para suster SFD yang bersumber pada teladan semangat kedinaan Santo Fransikus Assisi dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 3. Merefleksikan dan memberikan sumbangan pemikiran akademis tentang relevansi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan masa kini para SFD bagi kaum difabel. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui secara mendalam dan memahami semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi sebagaimana yang dihayati dan dihidupi para suster SFD dalam karya pelayanan. 2. Memberikan sebuah perspektif baru pada cakrawala spiritualitas semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam pelayanan kongregasi SFD khususnya karya pelayanan SFD bagi kaum difabel. 3. Mendapatkan inspirasi, mengobarkan dan meneguhkan semangat penulis dan segenap anggota kongregasi SFD yang memiliki karya pelayanan bagi kaum difabel serta semua orang berkehendak baik lainnya yang melakukan karya sosial membantu kaum difabel. E. Metode Penulisan Metode utama penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis yang menggambarkan data-data yang diperoleh melalui studi pustaka. Penulis juga menggunakan metode reflektif untuk merefleksikan gagasan-gagasan tentang semangat kedinaan yang diperoleh dari studi pustaka untuk memperoleh gagasan relevansinya terhadap pelayanan suster SFD bagi kaum difabel. Untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 memperkaya dan mengonkritkan relevansi semangat kedinaan tersebut, penulis juga akan melengkapi dengan metode life story berupa wawancara beberapa suster SFD yang sedang dan pernah bekerja pada karya SFD bagi kaum difabel. F. Sistematika Penulisan Judul skripsi yang dipilih oleh penulis adalah: Relevansi Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam Tugas Pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) pada Masa Kini bagi Kaum Difabel. Secara garis besar, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab yang secara garis besar diuraikan sebagai berikut: Bab I adalah pendahuluan; terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang Semangat kedinaan menurut Santo Fransiskus Assisi. Pembahasan dimulai dari riwayat hidup Santo Fransiskus Assisi dan situasi sosial yang memengaruhinya, Dasar Biblis Kedinaan, Pengalaman kedinaan, Kerendahan Hati Fransiskus, Allah Sumber hidup Fransiskus, Kedinaan Fransiskus dan Para Saudaranya, serta Allah Yang Dina dalam Spiritualitas Fransiskan. Bab III membahas spiritualitas kongregasi SFD yang bersumber pada semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi. Uraian bab ini mencakup sejarah Kongregasi, semangat dan visi-misi Kongregasi, karya pelayanan SFD dan nilainilainya, profil pelayanan bagi kaum difabel dan penerapan semangat kedinaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 dalam karya dengan menampilkan hasil wawancara dari beberapa suster yang pernah dan yang sedang bekerja bagi kaum difabel dengan metode life story. Bab IV merupakan sebuah refleksi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan para SFD di zaman sekarang khususnya karya pelayanan bagi kaum difabel. Di dalamnya akan dimuat tentang difabilitas sebagai bagian dari medan pelayanan kongregasi SFD, semangat kedinaan sebagai sumber inspirasi dan dasar pelayanan bagi kaum difabel, semangat kedinaan sebagai tujuan dan model pelayanan bagi kaum difabel, buah-buah penghayatan kedinaan, dan usaha untuk meningkatkan pelayanan dalam tugas perutusan. Bab V merupakan penutup: dalam bab ini penulis ingin menegaskan kembali isi pokok atau kesimpulan dan beberapa saran guna membantu para SFD dalam tugas pelayanan pada masa kini bagi kaum difabel. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 BAB II HIDUP SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN SEMANGAT KEDINAANNYA Pada bab sebelumnya penulis telah berbicara tentang latar belakang penulisan skripsi yang menjadi acuan dari bab berikutnya. Pada bab II ini, penulis akan menguraikan hidup Santo Fransiskus dari Assisi dan semangat kedinaannya. Pembahasan dimulai dengan situasi masyarakat dan Gereja yang memengaruhinya sampai Fransiskus dari Assisi mengambil jalan kedinaan sebagai bagian inti dari semangat hidup para pengikutnya. A. Hidup Fransiskus Assisi 1. Kelahiran Fransiskus dan Masa Muda Fransiskus Sesudah dua tahun wafat, penulis riwayat hidup Fransiskus yang bernama Thomas dari Celano menulis di sebuah kertas kulit pernyataan berikut: “Di kota Assisi hidup seorang yang bernama Fransiskus yang semenjak kecilnya dididik orangtuanya dalam kemewahan sia-sia”. Daerah Assisi yang dimaksud, tepatnya di lembah Spoleto (Italia) pada akhir tahun 1181 atau permulaan tahun 1182 lahirlah Fransiskus Asisi. Ayahnya bernama Pietro Bernardone, seorang pedagang kain wol dan cukup kaya. Ibunya Donna Pica, berasal dari keluarga Perancis dan terkemuka (Groenen, 1970: 149). Mula-mula oleh ibunya ia diberi nama Yohanes. Ketika ayahnya kembali dari Negeri Prancis ia diberi nama Fransiskus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 Sebagaimana lazimnya pada zaman itu, Fransiskus bersekolah pada seorang imam yang bekerja di Gereja Santo Georgio di Assisi. Di sana Fransiskus belajar membaca, menulis, menghitung dan sedikit belajar bahasa Latin. Pada usia dewasa ayahnya meminta Fransiskus untuk ikut berdagang kain wol ke Perancis. Selama bersama dengan ayahnya, Fransiskus tidak mempunyai bakat sebagai pedagang. Apalagi watak Fransiskus sangat berbeda dengan ayahnya. Fransiskus jauh lebih riang dan murah hati, gemar bersenda gurau dan suka bernyanyi. Dalam Kisah Tiga Sahabat (K3S) diceritakan bahwa sebagai orang kaya, Fransiskus bersama dengan kelompok sebayanya, siang dan malam hidup berfoya-foya. Ia begitu gemar mengeluarkan uang sehingga segala apa yang mungkin ia miliki atau peroleh sebagai laba dihabiskan dengan makan minum. Ia adalah seorang pemboros namun murah hati pada sesamanya. Dalam berpakaian ia sangat berlebih-lebihan (Groenen, 2000: 27-28). Waktu berumur 20 (dua puluh) tahun Fransiskus secara aktif mengambil bagian dalam perang yang pecah antara warga kota terutama antara para pedagang dengan kaum bangsawan yang diam di kota Assisi. Golongan masyarakat yang kecil atau buruh, dan termasuk kaum pedagang yang disebut “minores” mengalahkan kaum bangsawan yang disebut “mayores” dan mengusir mereka. Kaum bangsawan melarikan diri ke kota Perugia yang letaknya dekat Assisi dan di sanalah mereka menyusun strategi untuk melawan. Hal itu menyebabkan hubungan antara Assisi dan Perugia selalu bermusuhan. Maka pecahlah perang antara kota Assisi dan Perugia tahun 1202. Kota Perugia memihak kepada Paus Innosensius III, sedangkan warga kota Assisi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 memihak kepada Kaisar Frederik Barbarosa II di Jerman. Fransiskus ikut dalam serangan itu, tetapi gagal dan bersama dengan beberapa orang lain Fransiskus masuk tawanan (Groenen, 1970: 150). Dalam tahanan yang cukup keras itu, Fransiskus tetap mempertahankan semangat gembira dan tetap berusaha menghibur teman-temannya. Dan dalam tahun berikutnya, ayahnya berhasil menebusnya. Fransiskus pulang ke rumah, dan dalam beberapa hari kemudian Fransiskus sakit keras (Groenen, 2000: 11). Thomas dari Celano, menuliskan bahwa penyakit itu ternyata menjadi sentuhan pertama rahmat Tuhan. Pengalaman sakit membawa pertobatan bagi Fransiskus. Pemandangan yang indah di sekitar kota Assisi tidak lagi menarik untuk Fransiskus. Ia merasa bahwa segalanya tidak lagi berarti apa-apa. Orangorang yang selama ini mengaguminya dianggapnya sebagai sebuah kebodohan. Fransiskus mulai merenungkan arti dan tujuan hidupnya (Celano, 1984: 3). 2. Situasi Masyarakat dan Gereja di Jaman Fransiskus Situasi masyarakat dan Gereja pada zaman Fransiskus disampaikan di sini untuk dapat membantu memahami pertobatan Fransiskus dengan lebih baik. a. Situasi Politik Bruder Bram Homel, MTB (Maria Tak Bernoda) dalam catatannya pada kursus Fransiskan bagi para novis kongregasi SFD dan MTB pada tanggal 5-12 Januari 2001 di Pati, mengatakan bahwa organisasi politik masyarakat Eropa pada abad XI sampai abab ke XII seluruh kehidupan masyarakat terikat dalam sistem feodal-agraris. Penguasa tertinggi adalah Kaisar, raja-raja lokal menjanjikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 kesetiaan kepadanya dan tuan-tuan tanah yang lebih kecil menjanjikan lagi ketaatan kepada raja-raja itu. Antara tuan tanah dan bawahan ada ikatan perjanjian yang mengatur semua hak timbal balik umpamanya: Bawahan wajib membayar upeti dan atasan wajib menjamin keamanan mereka. Setiap bangsawan memiliki sejumlah hamba yang terikat pada tuannya seumur hidup. Biasanya mereka itulah yang menggarap tanah, mengurus rumah dan harta serta melayani segala kebutuhan tuannya. Karena setiap tuan tanah biasanya mencukupi kebutuhannya sendiri dari tanah yang dimilikinya. Selain para hamba, ada juga para pegawai yang bertugas mengawasi pekerjaan atau melayani kebutuhan atasan setempat. Dalam kelompok ini termasuk para ksatria atau tentara bangsawan yang bertugas untuk membela dan melindungi setiap kesatuan hidup kelompok tadi. Selain kelompok ini dalam masyarakat masih terdapat para rohaniwan, pedagang dan seniman. Mereka adalah orang-orang bebas yang tidak takluk kepada tuan-tuan tanah. Mereka tidak termasuk kelompok atasan atau kelompok hamba, tetapi dalam relasi sosial mereka lebih dekat dengan kaum atasan. Dengan gambaran ringkas ini tampak bahwa hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat diatur secara ketat berdasarkan fungsi dalam relasi atasan dan bawahan; atasan adalah penguasa dan pemilik, sedangkan bawahan adalah hamba dan pekerja. Walaupun antara kelompok-kelompok ini ada pembagian status yang jelas namun dalam kehidupan sehari-hari mereka saling mengisi (Homel, 2001: 4). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 Stratifikasi sosial di atas secara umum berlaku dalam wilayah kekaisaran Roma dan Gereja. Walaupun tetap ada kerajaan-kerajaan kecil yang berusaha mempertahankan wilayah dan kekuasaan sendiri. Persaingan antara kelompok tuan tanah dan kelompok lain pun sering memicu permusuhan dan peperangan antara kelompok atau daerah yang satu dengan kelompok atau daerah yang lain. Karena persaingan itu masing-masing kelompok berusaha berasosiasi dengan daerah atau kelompok lain untuk menguatkan posisinya. Untuk mencapai tujuan tertentu suatu daerah atau kota dapat menarik kembali dukungannya dan mendukung pihak lain. Maka dapat terjadi bahwa Assisi yang semula mendukung Kaisar Jerman sebagai penguasa tertinggi, setelah berontak terhadap penguasa lokal menempatkan diri di bawah perlindungan pihak kepausan (Groenen, 1970: 150). b. Situasi Ekonomi Pertumbuhan jumlah para pedagang dan tukang-tukang yang profesional cenderung membentuk pusat-pusat di kota-kota dan memotori suatu pembaharuan. Mereka menuntut hak-hak tertentu dari penguasa lokal, seperti hak untuk melindungi kota mereka dengan tembok benteng dan memprotes pungutan pajak (upeti) yang terlalu tinggi. Di Italia Utara dan Tengah yang padat penduduknya dan perdagangan maju, perkembangan ini menghasilkan konflikkonflik antara penduduk kota dan penguasa atau bangsawan setempat. Kota menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan kesenian serta mulai mengambil alih peranan biara-biara serta istana. Dengan perkembangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 perdagangan maka uang pun menjadi makin penting. Sistem barter makin beralih ke ekonomi uang. Dengan demikian tanah sebagai milik utama dalam masyarakat feodal agraris mulai diganti dengan uang walaupun tanah masih tetap menjadi milik utama (Homel, 2001: 5). c. Situasi Gereja Pada zaman Fransiskus Assisi, Gereja menjadi bagian tak terpisahkan dari situasi masyarakat. Para uskup dan pemimpin biara (Abas) seringkali berperan sebagai tuan tanah yang wajib menjanjikan kesetiaan kepada seorang raja. Peran ganda sebagai pemimpin rohani dan pemimpin politik berakibat pada Gereja dalam konflik. Sedangkan kehidupan beragama orang banyak dikaburkan oleh beberapa aliran bidaah yang mengkritik pola hidup para pejabat Gereja, dan menyebarkan ajaran sesat. Mereka ini disebut sebagai kelompok Kathar. Pengampunan dosa berat seringkali hanya dapat diperoleh dengan mengadakan ziarah ke makam-makam suci (Yerusalem, Roma, Compostella dan lain-lain). Para peziarah dan pentobat atau peniten, serta para pedagang dan trubador (penyanyi keliling) ikut menyebarluaskan berita dan ajaran baru itu. Pelayanan tradisional di sekitar biara-biara pedesaan kurang mampu menjangkau dan membina orang kota yang lebih berpengalaman dan terpelajar. Dalam hidup beragama devosi kepada para santo dan santa mendapat peranan penting. Mereka yang dekat dengan Allah pemilik dan penguasa atau raja alam semesta dianggap sakti dan mampu untuk melindungi berbagai usaha dan kelompok. Kota Assisi menghormati secara istimewa Santo Rufino, martir dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 uskup pertama Assisi dan Vitorino uskup Assisi yang kedua. Relikwi diperlakukan sebagai jimat yang memiliki kekuatan luar biasa dan hari peringatan perlindungan dirayakan sebagai pesta rakyat dengan berbagai acara dan atraksi (Homel, 2001: 5). 3. Panggilan Fransiskus Kira-kira usia 20 (dua puluh) tahun, tepatnya pada tahun 1201, Fransiskus memulai perjalanan ke Apulia, dan dalam perjalanan ia jatuh sakit dan beristirahat sejenak di Spoleto. Dalam istirahatnya, ia bermimpi dikunjungi oleh Tuhan. Dia mendengar ada suara yang bertanya tentang maksud perjalanannya. Fransiskus mengutarakan maksud dan tujuan dari rencananya untuk menjadi seorang ksatria. Suara itu pun bertanya lagi, “Siapa yang dapat memberi lebih banyak, tuan atau hamba?” Fransiskus menjawab, “Tentu saja tuan”. Kalau begitu mengapa engkau meninggalkan tuan dan menggantinya dengan hamba? Sekarang pulanglah ke tempatmu, di sana akan disampaikan kepadamu apa yang harus kau buat” jawab suara itu (Groenen, 2000: 36-37). Panggilan ini mengajak Fransiskus untuk semakin meniti hatinya dan bermawas diri dalam hidup. Penglihatan itu membuatnya berbalik pulang dan kebingungan. Fransiskus terus merenungkan arti dari penglihatan itu. Selama masa penyembuhan, Fransiskus mulai kehilangan selera akan dunia bisnis, sehingga membuat ayahnya khawatir, ia menjadi semakin haus akan hal-hal rohani (Talbot, 2007: 256). Fransiskus semakin percaya bahwa Allah merencanakan sesuatu untuk dirinya, namun ia belum tahu pasti. Ia pun berhenti di sebuah Gereja kecil, San PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Damiano dan berdoa mohon petunjuk atas apa yang ia alami belakangan ini. Dan dari atas salib Fransiskus mendengar suara Yesus: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumah-Ku seperti yang kamu lihat telah rusak”. Fransiskus melaksanakan perintah ini secara harafiah, memperbaiki gedung gereja yang mau roboh (Marpaung, 2009: 26). Fransiskus membuang semuanya lalu mulai mengemis untuk membeli batu dan membangun kembali gereja tersebut dan dua gereja lainnya hingga menyadari maksud dari Yesus (Talbot, 2007: 256). Fransiskus berubah, ia selalu mencari waktu untuk berdoa, hingga menemukan suatu kedamaian di dalam lubuk hatinya (Bodo, 2002: 16). Dalam buku 1 Celano II. 3, Ia memandang dirinya rendah dan meremehkan segala sesuatu yang dulu dianggapnya manis. Fransiskus mulai menemukan Kristus dalam dirinya. Semua harta ia tinggalkan demi harta yang abadi. Perubahan itu mendorong Fransiskus untuk melayani orang miskin dan orang sakit, terlebih orang kusta (Groenen, 2000: 41). Dia semakin bermurah hati dengan orang miskin. Bahkan ia rela memberikan apa yang dia miliki demi orang miskin dan sakit. Perubahan Fransiskus yang paling menarik adalah saat perjumpaannya dengan orang kusta. Ia memeluk dan mencium orang sakit kusta: “Apa yang dulu dirasa pahit yaitu melihat dan menjamah orang kusta, berubah menjadi manis” (Groenen, 2000: 48). 4. Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi a. Pengertian Kedinaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 Fransiskus mengajukan anggaran dasarnya ke Paus sebagai kelompok Minor. Dalam kamus Latin, istilah minor artinya kecil. Kata minor bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah dina. Dalam konteks semangat Fransiskan, minor artinya dina, rendah, hina, tidak setara dengan lain. Fransiskus menjadikan hidupnya fratrum minorum yang artinya saudara dina. Fransiskus dalam anggaran dasar tanpa bulla mengatakan: "Tidak seorang pun boleh disebut ‘prior’, tetapi semuanya mesti disebut ‘saudara dina’. Dan mereka harus saling mencuci kaki" (AngTBul 6:3). Fransiskus menyebut ordonya adalah frater minor. Minores adalah Assisi sedangkan Mayor diidentik dengan kota Perugia (Groenen, 2000: 35-37). Kedinaan atau Dina adalah merupakan suatu sikap atau cara untuk berada di hadapan Allah Yang Mahatinggi (Iriarte, 1995: 111). Dalam Anggaran Dasar Tanpa Bulla (AngTBul) disebutkan bahwa kedinaan berarti, “Menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang” (AngTBul 7:2). Selain itu dina juga bisa diartikan sebagai kekecilan dan ketelanjangan di hadapan Allah. Ketelanjangan sama dengan ungkapan kemiskinan yang paling luhur di hadapan Allah (Kelana, 2007: 11-13). Dan Thomas Celano menuliskan dina sama dengan rendahan, dan tunduk pada orang lain, dengan selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang hina (1 Cel XV, 38), yang berarti mengarah pada suatu bentuk atau corak pelayanan pada sesama. Jadi konsep kedinaan ini bila dikaitkan dengan pelayanan sebagai saudara, kerendahan hati dan sifat tunduk. Pendorong semua itu adalah cinta, seperti dalam diri Kristus, yang datang bukan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 dilayani tetapi untuk melayani (Mat 20:28). Karena itu, diperlukan sikap, “menyangkal diri” (AngTBul No. 4). Kedinaan juga mengandung makna sikap sederhana, rendah hati, jujur, tidak pongah atas keutamaan besar atau usaha dan upaya luhur. Terutama sekali tidak memandang diri sendiri lebih sempurna dari orang lain. Tentang dirinya Fransiskus berkata ‘orang yang tak layak, lemah, hina dan hamba dari semuanya’. Dalam surat-suratnya kepada seluruh ordo (SurOr) terbaca bagaimana dia menempatkan diri pada ‘kaki’ orang, ‘mahluk Tuhan Allah yang tak pantas’ (SurOr No. 47; dan AngTBul No. 7); ‘kami tidak terpelajar dan menjadi bawahan orang’ (Was 19). Dina adalah nama kelompok pertapa dari Assisi, tapi Fransiskus merasa tidak tepat juga dengan sebutan itu bagi ordonya. Dalam hal ini Fransiskus sungguh terinspirasi dengan bacaan dari Injil Matius tentang “gila hormat tapi, enggan untuk melayani” (bdk. Mat 23:6-11). Mengenai asal mula pemberian nama ini dikatakan: Sudah dari awal Fransiskus ingin menyebut para pengikutnya sebagai saudara dina (minor) sehingga langsung dituliskannya dalam Anggaran Dasar (AngBul 1:1). Makna dari "kedinaan" ialah "menjadi bawahan semua orang" (Was 19). "Mereka menjadi 'dina' dengan tunduk kepada semua orang. Mereka mencari tempat terakhir; melakukan pekerjaan dina dan bersedia menanggung kekerasan majikan. Ini mereka lakukan dengan tekad menempatkannya atas dasar-dasar yang mantap kerendahan hati sejati bangunan rohani, yang menggumpal pada satu arkitektur bahagia dari bermacam keutamaan" (1 Cel 38). "Kedinaan" ini sangat erat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 hubungannya dengan "kerendahan hati". Puncak dari pengalaman kerendahan hati ini diungkapkan Fransiskus: Sebagai superior saya mengadakan kapitel dan memberikan pengarahan dan mengutarakan pandangan. Dan pada akhirnya orang berkata: 'Engkau tak perlu lagi bersama kami, sebab engkau tidak terpelajar, tak memiliki bakat bicara, tak berbudaya, engkau dina'. Saya diusir dengan kasar, diejek di mana-mana. Saya berkata, sekiranya saya tidak sanggup menerimanya dengan tabah, dengan kegembiraan batin serta tetap bertekad mengusahakan kekudusan, saya sama sekali bukan lagi Saudara Dina (LM 6:5). b. Latar Belakang Pemilihan Nama Ordo Cara hidup Fransiskus menarik perhatian banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat dan mereka mau mengikuti Fransiskus dan hidup seperti dia, dalam persaudaraan Injili Fransiskus. Setiap hari bertambahlah jumlah orang yang mengikuti Fransiskus. Maka ditulisnyalah sebuah aturan hidup yang disebut dengan Anggaran Dasar bagi dirinya sendiri pun bagi saudara-saudara yang telah ada sekarang dan yang akan datang secara sederhana dan singkat (1 Cel, XIII, 32). Fransiskuslah yang pertama-tama menyebut dan memberikan nama Ordo Saudara Dina pada persaudaraan yang selama ini ia bangun. Dalam anggaran dasar yang ditulisnya: “Dan mereka hendaklah menjadi rendahan atau sama dengan dina’, dan mereka sungguh-sungguh adalah dina, yang tunduk pada orang lain, selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang hina dan tidak diperhitungkan oleh orang lain (1 Cel, XV, 38). Dengan menekankan keutamaan kesederhanaan dan kerendahan hati, Fransiskus memutuskan bahwa pengikutnya harus disebut “Ordo Saudara Dina”. Fransiskus berkata: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 “Ordo Saudara Dina adalah kawanan kecil, yang tentang Putra Allah telah memohon kepada Bapa Surgawi dengan berkata, ‘Bapa Aku menghendaki agar Engkau sudi membentuk dan memberikanku orang-orang baru dan rendah hati pada masa terakhir ini, yang tidak akan serupa dengan pendahulu mereka dalam kerendahan hati dan kemiskinan dan hanya senang memiliki Aku saja’. Bapa berkata kepada Putra terkasih, Anakku, terjadilah seperti yang Kau minta” (Dister, 2000: 95). Demikianlah, Fransiskus yang terberkati itu menyakini bahwa Allah sungguh berkenan bahwa mereka harus disebut sebagai saudara-saudara dina. Maka pada tahun 1209, Fransiskus bersama beberapa saudara berangkat ke Roma untuk bertemu dengan Paus Innosensius III guna mendapatkan pengesahan dan persetujuan dari tahta suci tentang cara hidup Anggaran Dasar. Setelah menjelaskan cara dan bentuk hidup yang mau mereka hidupi, akhirnya Paus menyetujui cara hidup dan anggaran dasar secara lisan. Maka pada tahun 1210 lahirlah ordo Fransiskus dari Assisi dengan Anggaran Dasar yang Tanpa Bulla dengan disingkat ‘AngTBul’. Fransiskus mengusulkan kepada pengikutnya supaya menamakan diri Saudara-saudara Dina (Frater Minores) (Groenen, 2000: 33-35). c. Dasar Biblis sebagai Pilihan Kedinaan Berkat kesaksian hidup Fransiskus, banyak orang yang mau mengikutinya. Namun ia mulai bingung dengan saudara baru itu. Maka ia dan saudara baru pergi ke gereja Santo Nikolaus untuk menanyakan kepada Tuhan perihal hidup mereka. Lalu Fransiskus membuka Injil tiga kali, dan menemukan ayat-ayat berikut ini: Kalau kamu hendak sempurna, pergilah dan juallah segala milikmu, dan berikanlah itu kepada orang miskin (Mat 19:21). Kemudian Fransiskus membuka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 Injil lagi dan menemukan ayat dengan bunyinya: Janganlah membawa apa-apa dalam perjalanan (Luk 9:3). Serta untuk yang ketiga kali, Fransiskus menemukan: Siapa hendak mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya lalu mengikut Aku, (Mat 16:24) (Marpaung, 2009: 32). Secara biblis, Fransiskus menetapkan Injil Matius 10:7-10 sebagai pedoman dan arah hidup guna meneruskan cita-citanya. Mewartakan Kerajaan Surga sudah dekat. Dalam Injil ini, Yesus mengajarkan para murid-Nya bahwa mereka harus pergi mewartakan Kerjaan Allah, namun mereka dilarang untuk membawa uang, tongkat atau memakai sepatu (Marpaung, 2009: 30). Dalam kutipan Injil tersebut jelas dikatakan bahwa Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk mentahirkan orang kusta. Ini sangat cocok dengan apa yang dicari dan dirindukan oleh Fransiskus. Untuk memahami dasar biblis dari kedinaan, Fransiskus memandang dan menghadap Allah. Fransiskus sungguh menghayati keluhuran dan kemuliaan Allah. Di hadapan Allah yang mahakuasa, dan mahatinggi Fransiskus merasa kecil, takluk bahkan takut. Katanya: “Allah yang Mahakuasa, Mahatinggi, Mahakudus dan Mahamulia, Tuhan, Raja surga dan alam, kami bersyukur demi Engkau sendiri” (AD 1221, 23). Dalam pandangan Fransiskus tampak perpaduan yang sempurna antara kebesaran dan kebaikan Allah. Secara konkret kebaikan Allah hadir dalam Putra yang menjelma menjadi manusia bahkan hidup di tengah-tengah manusia. Fransiskus melihat Allah melalui Yesus Kristus, tidak membedakan di dalam Kristus itu keallahan dan kemanusiaan-Nya. Peristiwa inkarnasi menjadi tanda kebaikan-Nya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 mendatangkan sikap hormat, kagum bahkan ia mencintai Kristus. Kristus yang dimaksud Fransiskus sebagaimana tertera dalam Injil bahkan seluruh Perjanjian Baru yakni Kristus sebagaimana Ia nyata sebagai Putera Allah yang menjadi manusia, tetap Allah dan tetap manusia. Kristus adalah penampakan Allah (Groenen, 1970: 47-48). Diri Kristus itu, Kristus dari Injil, meresap seluruh jiwa dan hidup Fransiskus, sehingga ia nampak kepada orang sezamannya sebagai Kristus yang lahir (I Cel. 112). Diri Kristus sebagai kebaikan Allah dirangkum oleh Fransiskus lewat Kitab Suci terutama tulisan Paulus kepada Jemaat di Filipi yang mengatakan bahwa Kristus “yang mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba. Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di salib" (Flp 2:7-8). Tindakan pengosongan diri bermula dari kerelaan menjadi manusia rendah yang mengambil wujud sebagai manusia. Peristiwa pengosongan diri Kristus menjadi dasar kedinaan yang patut dihayati dalam hidup secara konkret. Kepada para pengikutnya, Fransiskus berkata: Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di salib (Flp 2:4-8) (2 Cel 18). Dalam kesempurnaan-Nya, Kristus rela menghampakan diri-Nya sebagai manusia biasa. Ia yang adalah Putra Bapa, menjadi serupa dengan manusia tanpa memperhitungkan harga diri-Nya. Ia rela menghamba, menjadi terbatas seperti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 manusia yang memuncak pada misteri salib (O’Collins dan Farrugia, 1996: 138139). Misteri ini biasa disebut misteri pengosongan diri Kristus atau “Kenosis”. Sekalipun peristiwa kenosis tidak semata berdimensi kristologis, namun juga tidak lepas dari peranan Roh Kudus. Kenosis, sehubungan dengan kodrat manusia, berarti seruan terus menerus kepada Roh Kudus dan penyangkalan diri terhadap hasrat dan kehendak pribadi. Berkenaan dengan Kristus, pengosongan diri (kenosis) dari Putra Allah berupa suatu perendahan diri dan pengorbanan untuk penebusan dan keselamatan semua umat manusia. Manusia juga dapat berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah melalui suatu proses transformasi yang bertujuan menjadi serupa dengan Allah (theosis), yakni menjadi kudus dengan pertolongan rahmat Allah. Oleh karena itu kenosis merupakan suatu paradoks dan misteri karena "mengosongkan diri" sebenarnya berarti mengisi diri seseorang dengan anugerah ilahi dan menghasilkan baginya persatuan dengan Allah. Sebagai inti pokok dari kehidupan berimannya, bagi Fransiskus peristiwa kenosis menjadi peristiwa yang perlu dilakukan secara terus menerus sampai pada tindakan menyerupai Kristus. B. Pengalaman Kedinaan Santo Fransiskus Setelah mendengar Injil Matius 10:7-10, Fransiskus sangat bersukacita mendengarnya bahkan dalam catatan dari Thomas Celano dijelaskan, bahwa Fransiskus mengungkapkan kegembiraannya dalam Roh Allah dengan berkata: “Inilah yang aku cari, dan inilah yang ingin kulakukan dengan segenap hatiku” (1 Cel XI. 22). Ia mulai mewartakan Injil kepada orang miskin. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 Isi teks ini adalah mengenai perutusan para Rasul yang diutus oleh Yesus kepada domba-domba yang hilang. Tugas Fransiskus dan saudaranya adalah mewartakan bahwa “Kerajaan surga sudah dekat”, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan mengusir setan (Marpaung, 2009: 31). Percikan api cinta terhadap Tuhan telah menyulut sebuah unggun api yang membakar habis semua rasa acuh tak acuh dan menyalakan iman yang radikal tanpa kompromi. Hasrat Fransiskus menit demi menit adalah untuk mengikuti semakin dekat, sebagaimana ditulis dalam doanya bagi para pengikut gerakannya: Tuhan yang mahakuasa, abadi, adil dan pengampun, ijinkan kami dalam kesengsaraan agar kami bisa melakukan bagi Engkau semata apa yang Engkau inginkan kami lakukan, dan senantiasa rindu akan apa yang menyenangkan hati-Mu, sehingga dengan hati yang bersih dan tercerahkan serta menyala-nyala oleh kuasa Roh Kudus, kami bisa mengikut jejak PutraMu, Tuhan kami Yesus Kristus, sehingga membawa kami kepada-Mu (Tallbot, 2007: 7). Dalam peristiwa hidupnya, Fransiskus mau melakukan isi Kitab Suci seradikal mungkin. Maka ketika ia mendengar dan memahami Sabda Allah, Fransiskus langsung mempraktekkannya dalam hidupnya sendiri. Baginya Firman itu adalah kehidupan. Kalau orang tidak menghayati Firman, itu berarti orang menghindarkan diri dari hidup nyata (Bodo, 2002: 91). Hal tersebut dapat di lihat dari beberapa peristiwa yang dilakukan oleh Fransiskus untuk menunjukkan sikap radikalnya terhadap teks Injil di atas. 1. Perjumpaan dengan Orang Kusta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 Pada suatu hari ketika Fransiskus sedang khusuk berdoa kepada Tuhan, ia mendapat jawaban ini: Hai Fransiskus, segala apa yang secara manusiawi engkau cintai dan ingin engkau miliki, mesti engkau pandang rendah, dari apa yang dahulu kau jijikkan akan kau tarik kemanisan besar dan kenikmatan yang tak terukur (1 Cel, VII, 17). Karenanya Fransiskus merasa gembira dan dikuatkan oleh Tuhan. Dalam suasana batin yang demikian itu Fransiskus naik kuda dan bertemu dengan orang kusta. Biasanya ia merasa sangat jijik terhadap orang kusta, namun kali ini sungguh luar biasa, Fransiskus merasakan suatu kemanisan dan suka cita. Ia turun dari kuda, memberi mata uang kemudian mencium tangan si sakit. Sejak saat itulah Fransiskus mulai memandang rendah dirinya. Selang beberapa hari, dengan membawa banyak uang Fransiskus pergi ke tempat penampungan orang kusta. Ia mengumpulkan mereka semua dan memberi masing-masing sedekah sambil mencium tangan orang sakit itu. Ketika meninggalkan tempat itu, apa yang dahulu pahit rasanya, yaitu melihat dan menjamah orang kusta, sudah berubah menjadi manis (K3S 11). 2. Peristiwa Kapel San Damiano Pada suatu hari Fransiskus hendak berdoa di padang dan berjalan di dekat gereja San Damiano, yang terancam keruntuhannya karena amat tuanya, maka ia merasa terdorong untuk masuk ke dalam dan untuk berdoa. Ia bersujud di depan gambar Yang tersalib dan sementara ia berdoa, ia diliputi dengan hiburan rohani yang berlimpah-limpah. Ketika ia dengan mata yang berlinang-linang memandang kepada salib Tuhan, maka didengarnya, dengan telinganya sendiri suara dari salib itu, yang sampai tiga kali berkata: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumahKu, yang seperti kau lihat bobrok seluruhnya ini!” (Bonaventura, II. 1). Fransiskus gemetar, karena ia seorang diri di dalam gereja dan terperanjat mendengar suara yang amat ajaib itu. Dan dalam hatinya ia merasai kekuatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 ucapan Ilahi itu, maka ia sangat terpesona. Akhirnya ia sadar lagi dan segera menyiapkan diri untuk menaati perintah itu (Groenen, 2000: 53). 3. Perjumpaan dengan Allah di Jalan Assisi dan dalam Doa Setelah kembali ke kota Assisi, selang beberapa hari oleh teman-temannya Fransiskus terpilih menjadi ketua. Maka disuruhnya menyediakan suatu pesta besar-besaran, seperti sering dibuatnya dahulu. Setelah kenyang mereka keluar rumah, dan teman-temannya mendahului Fransiskus berkeliling sambil bernyanyi. Ia tidak bernyanyi tapi asyik bermenung. Tiba-tiba ia disentuh oleh Tuhan dan hatinya dipenuhi dengan kemanisan begitu hebat, sehingga ia tidak dapat lagi merasa atau mendengar apa-apa kecuali kemanisan itu. Ia tersentak dari rasa badani begitu rupa, seperti dikemudian hari dikatakannya sendiri sehingga tidak dapat bergerak dari tempat itu kalau seandainya ia dicincang-cincang sekalipun (K3S 7). Sejak saat itu Fransiskus mulai memandang dirinya rendah dan meremehkan segala apa yang sebelumnya ia gemari, tapi belum seluruhnya, namun demikian ia banyak mengundurkan diri dari keramaian dunia (K3S 8). C. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi, dan Injil Sumber Hidup Fransiskus 1. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi Misteri Allah sebagai sumber hidup berasal dari peristiwa Sabda Allah menjadi Daging. Penjelmaan Yesus tersebut menjadi tanda pengosongan diri Allah. Bagi Santo Fransiskus pengosongan diri ini merupakan peristiwa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 harus dihayati dan bila perlu memperagakan pengosongan itu karena bagi Fransiskus penjelmaan Allah menjadi manusia merupakan bentuk konkret dari Kerendahan Hati Allah yang layak dicontoh. Untuk memahami pengosongan diri Allah, Santo Fransiskus memperagakan peristiwa penjelmaan Allah menjadi manusia di kota kelahirannya dengan memperagakan dan merayakan natal yang hidup. Kesadaran bahwa Allah yang menjelma menjadi manusia yang meninggalkan kemahakuasaanNya membuat Fransiskus rela menanggalkan pakaian yang berasal dari Ayahnya yang bernama Pietro Bernadone di depan Uskup Guido. 2. Injil Sumber Hidup Santo Fransiskus Assisi Allah menjadi sumber hidup bagi Santo Fransiskus. Ia selalu menyempatkan diri untuk merenungkan Allah yang berbicara lewat Kitab Suci teristimewa dalam Injil. Pun Ekaristi yang menjadi tanda kehadiran Allah yang dapat dilihat oleh kita. Injil dan Ekaristi menjadi posisi sentral bagi hidup Fransiskus. Dalam wasiatnya (Was), Fransiskus menulis: “Sesudah Tuhan memberi aku sejumlah saudara, tidak seorang pun yang menunjukkan kepadaku apa yang harus aku perbuat, tetapi Yang Mahatinggi sendiri mewahyukan kepadaku, bahwa aku harus hidup menurut pola Injil Suci” (Was 14). Setiap kali membuka Kitab Suci, Fransiskus bersuka cita dan bersyukur kepada Allah. Ia merasa mendapat peneguhan dari apa yang diniatkannya. Fransiskus menjadikan Injil sebagai peraturan hidup dalam mewartakan kabar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 suka cita kepada semua orang terutama kepada orang miskin. Bagi Fransiskus Injil adalah jalan menuju Allah (1 Cel, 24-25). Fransiskus pun sering mengartikan Injil secara harafiah. Bagi Fransiskus sabda Allah merupakan tonggak penuntun arah dalam hidupnya dan pengikutnya. Maka dalam merenungkan ini dibutuhkan cinta kasih dan kerendahan hati yang dalam, karena hal ini merupakan sumber pengetahuan mengenai Allah dan diri sendiri (2 Cel, 102). D. Kedinaan Santo Fransiskus dan para Saudaranya, serta Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan 1. Kedinaan Santo Fransiskus dan Para Saudaranya Tuhan sendiri telah menjadi hina dina, maka Fransiskus merasa bahwa dia harus juga menjadi dina. Karena Tuhan sendiri telah merendah dan merunduk, maka tidak ada lagi alasan bagi Fransiskus untuk tidak merendah dan merunduk seperti Tuhan. Hidup Kristus yang dihayatinya membawa perubahan besar bagi diri Fransiskus. Dia menjadi dina dan bebas bagi semua mahluk dan sesama. Ini jualah yang diungkapkan dalam penghayatannya. Kepada para pengikutnya, Fransiskus sangat tegas menekankan sikap rendah hati ini. Ini dengan jelas dikatakan dalam Surat kepada seluruh Ordo artikel (untuk selanjutnya disingkat dengan SurOr) 28: Saudara-saudara, pandanglah perendahan diri Allah itu dan curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; rendahkanlah dirimu, agar kamu ditinggikan oleh-Nya (SurOr 28). Jadi, alasan utama Fransiskus memilih kemiskinan dan kedinaan adalah Tuhan sendiri. Dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 Anggaran Dasarnya ia mengatakan bahwa Tuhan sendiri telah membuat diri-Nya menjadi miskin di dunia ini bagi kita. Melihat, menyadari, mengagumi dan mengalami kerendahan Tuhan itu merupakan, bagi Fransiskus, suatu penemuan harta karun yang sangat berharga. Dan setelah ditemukan, maka ia ingin memilikinya, dan untuk itu perlu merendahkan diri dan melepaskan segalanya. a. Kedinaan Santo Fransiskus Santo Fransiskus telah menggali dan menemukan kerendahan dan kedinaan. Karena itulah ia menyebut dirinya sebagai hamba yang kecil. Hamba dan bawahan, hamba semua orang, hamba yang kecil dan ternista dalam Tuhan Allah, orang yang hina dan rapuh, hamba yang kecil, dan makhluk Tuhan yang tak pantas, orang yang paling kecil dari antara para hamba Allah. Fransiskus memilih kemiskinan dan kedinaan karena Tuhan sendiri telah ‘merendah’ dan ‘merunduk’. Fransiskus berkata: “Tuhan sendiri telah membuat diri-Nya menjadi miskin di dunia ini bagi kita” (AngBul VI, 3). “Saudara-saudara, pandanglah perendahan diri Allah itu dan curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; rendahkanlah dirimu juga, agar kamu ditinggikan oleh-Nya” (SurOr 28). Kristus Yesus yang berwujud Allah tidak mau berpegang teguh pada kemuliaan-Nya yang setara dengan Allah. Ia menghampakan diri dengan mengambil keadaan hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:6-7). Fransiskus merasa wajib untuk melayani semua orang, menaati mereka, berada di bawah kaki orang lain, mencuci dan mencium kaki para saudara. Agar tetap sadar akan dan melaksanakan kerendahan ini, Fransiskus selalu ingat akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 dirinya sebagai orang lemah dan pendosa. Ia tidak lupa akan hal itu agar ia tidak menjadi sombong. Seperti Rasul Paulus, Fransiskus hanya dapat berbangga atas kelemahannya. Untuk mempertahankan kerendahan inilah maka Fransiskus dulu tidak mau ditahbiskan menjadi imam, ia mau tetap tinggal sebagai diakon. Juga karena alasan itulah maka Fransiskus dulu melarang saudaranya menceriterakan kemartiran saudara yang pertama, agar jangan dengan itu mereka mencari pujian dan kemuliaan. Dalam doa di depan Salib, Fransiskus memohonkan kerendahan yang mendalam. Ia mau memusatkan perhatian pada kerendahan itu dan tidak mau memikirkan yang lain. Kerendahan kelahiran Yesus dan kasih penderitaan-Nya selalu hadir dalam benaknya. Setiap hari ia mengingat dan merenungkan kerendahan Putra Allah itu serta contoh-contoh kerendahan itu dan dari situ ia menemukan kelembutan, kemurahhatian Kristus, kemanisan dan penghiburan. Kerendahan itu adalah jalan injili yang disingkapkan oleh Allah sendiri kepada Fransiskus, si Miskin itu. Dalam Wasiatnya, ia mengakui bahwa Yang Mahatinggi sendirilah yang mendorong dia untuk merendah dan merunduk untuk menemui dan mencium orang kusta. Kedinaan, tidak menginginkan kuasa, melainkan menempatkan diri di bawah semua orang, sering dikaitkan oleh Fransiskus dengan sikap rendah hati. Tentang kerendahan hati dikatakan berazaskan kebenaran, para saudara melihat yang baik dan yang buruk ada dalam diri secara objektif, tepat sebagaimana Allah melihat. Sebab, seperti apa nilai seseorang di hadapan Allah, begitulah nilai orang itu dan tidak lebih” (Pth 19). Saudara membawakan dirinya sebagaimana adanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 (Pth 23); “nilai manusia itu hanyalah sekadar nilainya di hadapan Allah, dan tidak lebih dari itu” (St. Bonaventura, Riwayat Hidup Fransiskus: Kisah Besar, VI:1). Seperti Fransiskus, saudara merasa sedih bila ia melihat dirinya dihormati sebagai orang kudus (Cermin Kesempurnaan 45). Saudara ingin menerima koreksi dari para saudara dan bersedia membuka diri kepada mereka seraya memahami kelemahan masing-masing. Ini didorong oleh cinta akan kebenaran: “Berbahagialah hamba, yang menerima peringatan, tuduhan dan teguran, yang disampaikan orang lain, dengan begitu sabarnya seperti kalau dari dirinya sendiri datangnya. Berbahagialah hamba, yang menerima dengan rela bila ditegur, menurut dengan hormat, mengakui kesalahan dengan rendah hati, dan mengadakan pemulihan dengan senang hati” (Pth 22:1-2). Fransiskus mengajarkan: “Kita tidak pernah boleh ingin berada di atas orang lain, tetapi sebaliknya kita harus menjadi hamba dan bawahan semua orang karena Allah” (2SurBerim 47). b. Kedinaan para Saudaranya Kerendahan yang diterima dari Tuhan sendiri, di situlah Santo Fransiskus mendirikan ordonya. Kerendahan itu menjadi batu padas di mana Santo Fransiskus membangun persaudaraannya. Kerendahan adalah dasar di mana Santo Fransiskus membangun Ordonya. Santo Fransiskus, begitu gigih mengikuti kerendahan Tuhan, begitu ter-resapi oleh kerendahan itu sendiri. Kerendahan itu telah menyebar, menjalar dan menjangkiti seluruh sisi hidupnya: dalam berpakaian, dalam kata dan bahasa, dalam tubuh, dalam setiap langkah, dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 setiap aksi, di mata, di telinga, dalam pikiran, atau seluruh dirinya telah diresapi oleh kerendahan itu: seluruh hati dan karyanya. Selain untuk dirinya sendiri, Santo Fransiskus juga meminta para saudaranya (pengikutnya) dari berbagai jenis tugas dan kedudukan mereka agar berusaha merendahkan diri dalam segalanya: “Aku mohon dengan sangat kepada semua saudaraku; baik pengkhotbah, pendoa, pekerja, rohaniwan dan awam, agar mereka berusaha merendahkan diri dalam segalanya” (AngTBul XVII, 5). Fransiskus mengajak para pengikutnya agar mengikuti dalam segala hal contoh kerendahan dan kemiskinan Putra Allah (2 Cel 148). Jadi, dengan ini, Fransiskus telah menempatkan diri dan persaudaraannya dalam perendahan yang permanen. Mereka siap dengan gembira dan rela menjadi rendah, sekalipun kerendahan itu “pahit” pada mulanya, tetapi menjadi “manis” akhirnya. Kekuatan cinta Tuhan sendirilah yang mengajarkan hal itu kepada Fransiskus dan para saudaranya. Fransiskus memeluk hidup minor dan humilis bukanlah atas inisiatifnya sendiri, tetapi diwahyukan Allah kepadanya. Dalam memandang dan mengalami Allah, ia terpusat pada minoritas, humilitas (Situmorang, 2014:5). Allah itu, yang nyata dalam sejarah keselamatan. Bagi Fransiskus, Allah itu adalah yang merendah, yang miskin dan hina dina. Karena minoritas dan humilitas Allah itu, maka Santo Fransiskus merasa terperangkap dan tak bisa berbuat lain lagi selain menjadi minor dan humilis. Dia dan saudaranya adalah Saudara Dina (Fratres Minores), dan Ordonya adalah OFM: Ordo Fratrum Minorum. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Santo Fransiskus mengajak para saudaranya untuk mengikuti kerendahan Tuhan dengan menghayati kedinaan, ia mengajak para saudara untuk meninggalkan kuasa: Saudara-saudara hendaknya jangan bertindak sebagai penguasa atau tuan, khususnya di antara mereka sendiri; mereka harus saling mencuci kaki. Sebagai tanda kedinaan, ia mengajak para saudara untuk menghayati kerendahan hati: Semua saudara di mana pun mereka tinggal untuk mengabdi dan bekerja pada orang lain, janganlah menjadi bendaharawan atau pengelola kekayaan atau pemegang jabatan kepala di rumah, tempat mereka mengabdi; tetapi hendaklah mereka menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang yang tinggal di rumah itu; para saudara harus bersukacita apabila mereka hidup di tengah orang-orang jelata dan yang dipandang hina, orang miskin dan lemah, orang sakit dan orang kusta serta pengemis di pinggir jalan. Santo Fransiskus mengajarkan: “supaya para saudara tidak pernah boleh ingin berada di atas orang lain, tetapi sebaliknya harus menjadi hamba dan bawahan semua orang karena Allah” (2SurBerim 47). Kerendahan hati adalah ciri khas cinta kristiani seturut ajaran Santo Paulus (Rm 12:10; Flp 2:3). “Kerendahan hati yang suci mengacaubalaukan kesombongan serta semua manusia dari dunia ini, demikian juga segala sesuatu yang dari dunia ini” (SalKeut 12). 2. Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan Santo Fransiskus suka merenungkan seluruh hidup Yesus selama di dunia ini. Namun yang paling menarik perhatian serta yang menyentuh dan mengharukan hatinya ialah kerendahan, yang secara istimewa tampak di dalam diri Yesus, yang menjadi kecil, rendah, dan dina. Kerendahan Allah itu dihayati oleh Santo Fransiskus dalam rangka sejarah keselamatan (Yoh 1:1-18). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 a. Penciptaan Melalui penciptaan, Allah menurun, merendah, justru karena Dia mencipta manusia seturut citra dan gambar-Nya (Kej 1:26) (AngTBul XXIII, 1 dan Pth V:1). Allah Yang Mahatinggi, Mahabesar, Mahaagung, Mahaluhur, Mahakuasa, Maharaja, dan Mahakudus rela ‘menurunkan’, ‘memberi’ rupa dan gambar-Nya kepada manusia. b. Penjelmaan Citra dan gambar Allah itu hilang di dalam diri manusia karena jatuh dalam dosa. Namun Allah tidak berhenti ‘turun’, ‘merendah’. Tindakan Allah lebih mendalam dari yang pertama (mencipta manusia seturut citra dan gambar-Nya), yaitu dengan “menjadi manusia” (Yoh 1:14). Firman Bapa itu, yang begitu luhur, begitu kudus dan mulia, telah disampaikan dari surga oleh Bapa Yang Mahatinggi, dengan perantaraan Gabriel malaikat-Nya yang kudus, ke dalam kandungan Perawan Maria yang kudus dan mulia; dari kandungannya, Firman itu telah menerima daging sejati kemanusiaan dan kerapuhan kita. Dia, sekalipun kaya melampaui segala-galanya, mau memilih kemiskinan di dunia ini, bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat berbahagia (2SurBerim 4-5). c. Yesus dikandung dalam Rahim Maria Santo Fransiskus Assisi sangat tertegun dan kagum akan cinta kasih dan kerendahan hati Tuhan yang nampak dalam rahasia kemanusiaan Kristus, khususnya dalam kelahiran dan sengsara-Nya. Yang Mahatinggi, Mahabesar, Mahaagung, Mahaluhur, Mahakuasa, Maharaja, Mahakudus dari surga tinggi ‘turun’ ke kandungan (rahim) Maria yang begitu kecil (Luk 1:26-37). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 d. Kelahiran Yesus dari Perawan Maria Kerendahan melalui peristiwa Yesus dikandung itu berlanjut pada kelahiran Yesus di kandang hewan (karena tidak ada penginapan bagi-Nya), Dia dibaringkan di tempat makan hewan, dan dibungkus dengan lampin yang sangat sederhana (Luk 2:1-7). e. Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir Dalam Injil Matius diungkapkan bahwa: Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia." Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir (Mat 2:13-14). Yesus bersama orangtua-Nya terpaksa mengungsi ke Mesir. Yesus yang semasih bayi telah menjadi pengungsi, musafir, dan orang asing di dunia ini. Bagi Fransiskus hal ini merupakan kerendahan Allah (Mat 2:13-14). f. Penderitaan dan Wafat Yesus di Salib Fransiskus mendengar suara adalah suara dari Kristus yang tersalib. Ia mendengar suara “Pergilah, perbaiki Gereja-Ku yang nyaris roboh ini” (Bonaventura, II.1). Pengalaman Fransiskus akan Yesus Kristus fokus pada derita dan wafat-Nya di salib. Di dalam ini terangkum dimensi-dimensi lain kehidupan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 Yesus yang menjadi hamba yang menderita dan menanggung penghinaan para musuh demi kasih pada manusia (Situmorang, 2014: 3). Salib Kristus telah mendasari dan menjadi kepenuhan pentahiran orang kusta, penyembuhan orang sakit, pemampuan orang lumpuh berjalan, dan lainlain. Dengan salib menghantar Fransiskus pada sebuah kemanisan. Apa yang dulu dianggapnya manis berubah menjadi pahit dan tak terpikul, dan apa dulu yang menjijikan atau pahit berubah menjadi manis dan kenikmatan yang tak terukur sekarang berubah menjadi manis (K3S IV, 11). Santo Fransiskus mendengar suara Kristus yang tersalib di gereja San Damiano yang diartikan sama dengan perendahan, dan yang kecil serta reot yang juga merupakan lambang dari kedinaan Allah atau Yesus sendiri. Fransiskus sungguh terharu akan penderitaan Yesus. Bagaimana Yang Mahatinggi, Mahabesar, Mahaagung, Mahaluhur, Mahakuasa, Maharaja, Mahakudus menderita dan tersalib? Dia selalu memikirkan, merenungkan, mengamalkan, mengalami tidak hanya secara rasional, hati, melainkan juga secara fisik, yaitu terukir dalam tubuhnya sendiri yakni stigmata (K3S, XVII, 69). g. Kerendahan Allah dalam Ekaristi Dalam Petuahnya tentang Tubuh Tuhan, Fransiskus menunjukan ‘Perendahan diri’ Allah dalam Ekaristi setiap hari. “Lihatlah, setiap hari Ia merendahkan diri, seperti tatkala Ia turun dari takhta kerajaan ke dalam rahim Perawan; setiap hari Ia datang kepada kita, kelihatan rendah; setiap hari Ia turun dari pangkuan Bapa ke atas altar di dalam tangan imam” (Pth I: 16-18). Hal ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 merupakan perwujudan cinta Allah yang paling mulia. Ia yang adalah Putra Allah meninggalkan kebesaran-Nya dan mengambil jalan perendahan diri menjadi santapan rohani bagi manusia. Fransiskus semakin kagum akan perendahan diri-Nya. Dalam surat kepada seluruh ordo (SurOr) betapa Fransiskus menunjukkan keterpesonaannya pada kebesaran Allah. “O keagungan yang mengagumkan. Perendahan diri yang luhur! Tuhan semesta alam, Allah dan Putera Allah, begitu merendahkan diri-Nya, sampai Ia menyembunyikan diri di dalam rupa roti yang kecil itu, untuk keselamatan umat manusia!” (SurOr 27). Hosti itu sangat sederhana dan kecil; ke situlah Yang Mahatinggi ‘turun’ dan ‘masuk’ ke dalam ranah kehidupan manusia. Bagi Fransiskus, inkarnasi terjadi setiap hari dalam Ekaristi, dan itu adalah perendahan diri Allah yang tiada taranya. Karena itu dalam suratnya kepada seluruh Ordo, Fransiskus dengan sangat meminta kepada semua saudara supaya selalu hormat kepada Tubuh dan Darah Yesus Kristus (SurOr 12-13). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 BAB III KARYA PELAYANAN DALAM KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS DINA SETURUT TELADAN SANTO FRANSISKUS ASSISI Pada bab III ini, penulis akan menguraikan Karya Pelayanan dalam Kongregasi SFD seturut Teladan Santo Fransiskus Assisi dalam tiga bagian besar. Pertama, uraian tentang profil kongregasi SFD, mulai dari sejarah terbentuknya SFD hingga lahirnya SFD Indonesia, semangat yang menjiwai kongregasi SFD, dan Visi misinya. Kemudian dilanjutkan dengan Karya Pelayanan dalam Kongregasi SFD serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan pedoman karya SFD. Uraian juga akan menjelaskan Pengertian Pelayanan, Pelayanan dalam Gereja, Pelayan sebagai Fransiskan, dan macam-macam pelayanan SFD. Kedua, uraian tentang dunia kaum difabel yang menjadi salah satu medan misi SFD. Ketiga, merupakan pembahasan tentang Profil Karya Pelayanan SFD bagi Kaum Difabel yang diawali dengan Sejarah Karya bagi Kaum Difabel, Visi dan Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel. Bagian terakhir ini juga berisi life story beberapa suster SFD yang pernah dan sedang melayani kaum difabel guna memberikan gambaran akan penghayatan semangat kedinaan dalam karya dan panggilan. A. Sekilas tentang Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) 1. Sejarah Kongregasi SFD PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dongen (SFD) mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789. Sejak pecahnya revolusi Perancis, Gereja dan hidup religius mengalami kekacauan. Kongregasi religius dibubarkan, semua religius secara paksa diusir ke luar biara mereka. Pada tanggal 8 November 1796, para Suster Paniten Rekolek diusir dari biara mereka di Leuven. Semua harta benda disita negara. Pada tanggal 29 November 1796, “Suster-suster Agustines” diusir juga dari biara mereka. Dalam situasi keterpecahan (porak-poranda), Roh pemersatu berbicara dalam lubuk hati Muder Constansia van der Linden, Sr. Coletta Coopmans, Sr. Agustine Janssens dan Sr. Francoise Timmermants. Kerinduan yang besar untuk tetap hidup dalam persekutuan religius mendorong keempat suster itu untuk bersatu. Keempat suster ini berkumpul untuk mencari kesempatan guna meneruskan hidup membiara di luar negeri. Muder Constansia menjadi penggerak utama dalam usaha ini dan P. Antonius van Gills, OFM dari Tilburg dan P. Linus Oederode, OFM. Cap, Guardian di Leuven mempunyai peran besar bagi mulainya Reformasi Limburg di Belanda. Pada Tuhan 1798, Muder Constansia tiba di Belanda, dan tinggal di Pastoran Bokhoven sebagai pembantu rumah tangga pastoran. Tidak lama kemudian para suster pergi ke Waalwijk untuk mencari rumah yang dapat dipakai sebagai tempat tinggal. Di tempat ini, Muder Constansia mulai mengajar anakanak, dengan tenaga yang ada dan dengan segala kebutuhan yang serba kurang. Pada tanggal 9 November 1800, Muder Constansia dan Sr. Francoise pergi dari Waalwijk ke Breda untuk mencari rumah yang agak besar. Pada saat itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 cuaca sangat buruk. Taufan dan badai mengamuk selama perjalanan, hingga roda kereta kuda yang mereka tumpangi putus. Kusir tidak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Melalui peristiwa itu Allah berbicara. Kedua suster berdiri di pinggir jalan waktu hujan lebat. Beberapa orang yang ramah, menunjukkan rumah Pastor Paroki, dan para suster menemui Pastor paroki dan menceritakan siapa mereka, dari mana tempat asalnya dan apa maksud tujuan perjalanan mereka. Maka terjadilah peristiwa yang tak terlupakan. P. Antonius van Gils, OFM mengucapkan kata-kata yang bersejarah ini: “Sustersuter tidak perlu pergi lebih jauh. Tempat ini sangat cocok untuk suster. Aku membutuhkan orang seperti kalian. Di sini ada kemungkinan yang sesuai dengan rencana suster” (van Vooren, 1983:11). Pada saat Gereja merayakan Pesta Tujuh Kedukaan Maria, Muder Constansia dan kawan-kawannya bersama satu novis, satu Postulan dan tujuh anak asrama datang ke Dongen. Pada tanggal 26 Maret 1801 Kongregasi berdiri. Kongregasi hidup menurut Peraturan reformasi Limbburt dari tahun 1634. Terdorong oleh kayakinan bahwa para suster harus tetap memperbarui hidup dalam Roh, maka Muder Constansia dan kawan-kawannya tidak hanya berpedoman pada apa saja yang telah mendarah daging, melainkan juga peka terhadap kebutuhan zaman, sampai mengorbankan cara hidup kontemplatif yang sangat mereka cintai. Dalam jangka waktu satu abab, situasi di Belanda menjadi sangat berubah. Pemerintah Belanda memberikan subsidi bagi pendidikan yang dikelolah oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 para religius. Didukung oleh dana yang ada, Kongregasi sanggup mengutus para suster untuk mewartakan iman Katolik ke daerah misi. 2. Sejarah Lahirnya SFD Indonesia Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia lahir dari situasi dan perkembangan Kongregasi Suster-suster Fransiskanes Dongen. Pada tanggal 17 Maret 1923, Misionaris pertama (Sr. Edmunda Mulder, Sr. Hildegardis de Wit, Sr. Selesia Hazelzet, Sr. Leo Pelkmans Cuelenaere, Sr. Pudentiana Cuelenaere, dan Sr. Laurentine Pijnenburg) berangkat dari Dongen, dan tanggal 17 April 1923 tiba di Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal 11 Oktober 1937, Sr. Clementina Geerden, Sr. Josephine Jacobs, Sr. Teobalda van Gool, berangkat dari Medan dan Sr. Laurentine Pijenburg, Sr. Josephine Ghuys dari Belanda tiba di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mengingat tingginya minat pribumi untuk terlibat sepenuhnya dalam karya para suster misionaris, maka dibukalah novisiat pada tahun 1955, di Jl. Letnan Rata Perangin-angin No. 11 Kabanjahe, Sumatera Utara. Dan novisiat di Jawa Tengah, Pati pada tanggal 14 Juli 1958. Dengan demikian mulailah pembinaan tunas-tunas muda generasi SFD. Sejak dibuka novisiat pada tahun 1955 dan tahun 1958, berdirilah beberapa komunitas SFD yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Dengan penyebaran dan perkembangan di Indonesia, maka pada tahun 1969 status komunitas-komunitas di Indonesia ditingkatkan menjadi Regio, yaitu Regio PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 Sumatera Utara, dan Regio Jawa-Kalimantan. Masing-masing pemimpin Regio bertanggungjawab langsung kepada Pemimpin Umum di Dongen. Konsili Vatikan II membawa banyak perubahan di dalam Gereja. Di Eropa kehidupan religius mulai mengalami kemunduran yang mengakibatkan sedikitnya calon religius yang menggabungkan diri ke dalam Kongregasi. Di Dongen jumlah Suster tidak bertambah, sedangkan Suster-suster yang masih ada semakin lanjut usia. Mengingat situasi yang demikian, maka pada bulan April 1991, Sr. Rafael Kops beserta Dewan Pimpinan Umum mengundang ke Dongen Dewan Pimpinan Regio Sumatera Utara dan Jawa-Kalimantan, agar siap untuk menangani sendiri otoritas kepemimpinan Kongregasi di Indonesia. Roh Pemersatu yang menjiwai pendiri kongregasi mendorong terwujudnya unifikasi Regio Sumatera Utara dan Regio Jawa-Kalimantan menjadi satu Regio Indonesia. Penyatuan Regio dimulai pada 15 Juli 1998 di Indonesia dipimpin oleh Sr. Kresensia Sipayung. Sebagai persiapan kemandirian, pada tanggal yang sama telah ditetapkan nama yang baru bagi Kongregasi di Indonesia, meski kharisma dan semangatnya tetap sama. Nama yang mengungkapkan semangat Kongregasi seturut teladan Santo Fransiskus Assisi ialah Suster-suster Fransiskus Dina (SFD). 3. Semangat Kongregasi Suster Fransiskus Dina Dalam buku catatannya, Suster Marie Yoseph dari Yesus (Marie Raaymakers) menulis bahwa sejarah kongregasi Dongen yang dipimpin oleh Mere Constansia van Der Linden berdiri pada 26 Maret 1801 di Dongen. Kongregasi ini berdiri dengan melalui berbagai tantangan yang sangat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 melelahkan. Pendiri membutuhkan perjuangan yang tulus, kuat, dan kesungguhan. Ia mencatat bahwa semangat hidup religius harus diperbaharui, dan pembaharuan itu didasari dari tradisi injili-Fransiskan. Adapun semangat Fransiskus yang dihidupi oleh para suster SFD tampak dalam lima sikap dasar. Lima sila itu adalah semangat cinta kasih, kesederhanaan kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat, sikap lepas bebas, dan semangat doa (de Raat, 2000: 60-63). a. Semangat Cinta Kasih Suster Mere Constansia van Der Linden, pendiri kongregasi menyadari bahwa pembaharuan hidup religius harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, dan harus kembali ke sumber-sumber asli yakni Kitab Suci. Dia terinspirasi dengan cara hidup Jemaat perdana yang terdapat dalam Kisah Para Rasul: Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, dan hidup sehati sejiwa. Dan tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka (bdk. Kis 2:42-47). Semangat cinta kasih ini menjadi penopang dan tanda pengenal kongregasi ini. Mereka bersatu hati dalam hidup seperti jemaat perdana. Tidak ada batas yang menghalangi gerak mereka dalam membagi kasih kepada sesama. Kaya miskin, tuan atau hamba semua sama pasti mendapat pelayanan dengan penuh kasih. Mereka saling berbagi dalam kekurangan dan kelebihan. Mereka percaya bahwa Roh Kudus selalu memberi kekuatan dalam hidup bersama. Terutama saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan hidup. Dalam catatannya, Suster Marie Yoseph menyebutkan ciri khas cinta Tuhan itu adalah: “Cinta itu tidak gentar menghadapi kesulitan, melainkan bertahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 dalam keadaan bagaimanapun”. Hal ini motivasi untuk mewujudkan cinta kasih di luar batas komunitasnya seperti yang dihidupi oleh komunitas Gereja Perdana. Belajar dari komunitas perdana hendaknya komunitas-komunitas SFD, yang beraneka ragam suku, budaya dan latar belakang, hendaknya hidup dalam ikatan cinta kasih satu sama lain, saling mengasihi dan saling melayani. Persaudaraan ini harus sesuai dengan anggaran dasar yang telah dijanjikan dengan mengikuti teladan Santo Fransiskus dan Yesus Kristus (Raaymakers, 1991: 11-13). b. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati Suster Marie Yoseph mengingatkan bahwa persaudaraan SFD harus ditandai dengan semangat kesederhanaan. Kesederhanaan sejati itu meliputi kejujuran dalam kata-kata dan tindakan dengan disemangati oleh bimbingan Roh Kudus. Sikap sederhana tampak dalam tutur kata yang tulus, adanya kejujuran yang sungguh-sungguh tidak berliku-liku, tidak berpura-pura, dan hanya satu yang diinginkan yakni, melaksanakan kehendak Allah. Yesus Kristus menjadi kepala Gereja yang hidup sebagai manusia dengan merendahkan dirinya bahkan sampai wafat di salib. Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, namun Dia telah mengosongkan diri-Nya dengan menjadi seorang hamba (Flp 2:5-11). Jadi, seorang “melaksanakan SFD hanya boleh mempunyai satu tujuan yakni kehendak Allah”. Maka sikap sederhana dalam hidup persaudaraan serta karya pelayanan menuntut para SFD untuk selalu siap dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 terbuka terhadap kebutuhan dan tuntutan zaman dan dengan semangat cinta kasih memperlakukan semua mahluk yang ada di bumi (Raaymakers, 1991: 14-19). c. Semangat Rajin dan Giat Sifat yang ketiga pada hidup Jemaat perdana adalah semangat rajin dan giat. Hidup dalam pengabdian pada Allah dan sesama dalam kongregasi SFD harus ditopang dengan semangat rajin dan giat. Sikap ini menunjukkan rasa terikat satu sama lain. Rasa keterlibatan dalam aneka ragam usaha dalam persaudaraan demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan sesama. Kebersamaan dan keberagaman anggota dalam komunitas memberi semangat untuk melayani sesama dan Tuhan (Kenangan, 70 thn SFD di Indonesia, 1993: 47-48). Suster Marie Yoseph menganjurkan supaya SFD ini tidak menganggap tugas atau pekerjaan sebagai suatu keterpaksaan untuk melaksanakannya. Tetapi menganggapnya sebagai suatu kewajiban cinta kasih (Raaymakers, 1991:20). Seorang religius yang menanggapi dan menjalani panggilannya dengan tulus akan bersemangat dan bahagia bila diberi kepercayaan untuk melakukan suatu pekerjaan atau pelayanan kepada sesama, karena hal ini diibaratkan dilakukan kepada orang yang dikasihi atau dicintai yakni Tuhan sendiri Sang Guru sejati. Yesus adalah Guru dan teladan hidup bagi para suster kongregasi SFD. Ia memberikan kebahagiaan dan suka-cita kepada orang lain karena “tergerak hatiNya oleh belas kasihan kepada orang banyak” (Mrk 8:2). Dalam Wasiatnya, Santo Fransiskus Assisi mengajak saudara-saudaranya untuk melakukan suatu pekerjaan tangan dengan penuh kasih. Saudara yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 belum menguasai pekerjaan hendaknya mau belajar bukan karena ingin mendapatkan upah atau imbalan tetapi untuk menjauhkan diri dari sikap bermalasmalasan. Kemalasan adalah musuh jiwa dan bantal setan (Laba Ladjar, 1988: 161). Demikianlah halnya, para suster SFD dipanggil untuk terlibat secara sungguh-sungguh untuk melayani orang lain. Sikap rajin dan giat sangat penting dimiliki oleh setiap SFD, karena di mana tidak ada keterlibatan, dan kebersamaan dalam melayani, maka daya gerak persaudaraanpun akan mulai hilang. Dengan demikian, haruslah disadari bahwa pekerjaan bukanlah tempat pelarian melainkan wadah untuk menyalurkan kasih bagi sesama dan Tuhan (Marie Joseph, 1867: 25). Dalam Anggaran Dasar Tanpa Bulla, Santo Fransiskus mengingatkan para saudaranya untuk bekerja: Semua saudara harus berusaha dengan jerih payah untuk mengerjakan pekerjaan yang baik, karena ada tertulis, lakukanlah selalu sesuatu dengan baik agar setan mendapati engkau sedang sibuk. Dan lagi menganggur adalah musuh jiwa. Karena itu para hamba Allah harus selalu bertekun dalam doa atau dalam suatu pekerjaan baik (AngTBull VII, 10-12). d. Sikap Lepas Bebas Sifat yang keempat dari semangat para rasul dan orang beriman pertama, ialah: sikap lepas bebas. Mereka meletakkan segala milik mereka pada kaki para rasul dan menjadikannya milik bersama (Kis 2:45). Sikap ini menjadi tanda pembaharuan yang diharapkan oleh Tuhan dalam semangat hidup religius (Marie Yoseph, 1867: 28). Sikap lepas bebas mendapat tempat istimewa karena dalam sikap inilah tertuang kerinduan hati untuk menjadi bebas di hadapan Allah. Menghayati kemiskinan dan kerendahan hati berarti berani hidup lepas bebas dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 ikatan duniawi dan bebas sebagai anak-anak Allah dan di hadapan Allah menjadi hamba yang merdeka. Dalam buku “Bersatu Hati” karangan Suster Marie Joseph, dikutip juga tentang Injil Lukas yang berbunyi: "Ikutlah Aku! Pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah ke seluruh penjuru dunia” (Luk 9:57-62) (Marie Joseph, 1867: 30). Kristus mengundang semua orang untuk terlibat dalam pewartaan kabar gembira keseluruh dunia. Menanggapi undangan Kristus itu, hendaknya SFD dengan hati terbuka, iklas dan murah hati seperti Bapa adalah murah hati. Menanggapi undangan Kristus berarti bersedia untuk merelakan diri kepada sesama seraya menyerahkan diri seutuhnya kepada Dia yang telah memanggil. Sikap lepas bebas berarti melepaskan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Karena itu melepaskan diri dari keterikatan duniawi berarti melepaskan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Sikap lepas bebas bukan berarti merasa kehilangan tetapi dengan melepaskan hal-hal duniawi akan memperoleh kehidupan sejati yang berasal dari-Nya. Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya (Luk 9:24). Sikap lepas bebas menjadikan SFD miskin di hadapan Allah. Lepas bebas kristiani berasal dari cinta kasih karena itu adalah karunia Roh Kudus. Kemiskinan hanyalah yang pantas dicari dan dijadikan satu-satunya teman hidup. Janganlah kamu mau memiliki sesuatu lainnya di bawah kolong langit demi nama Tuhan Yesus Kristus (AD 6. 22). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 e. Semangat Doa Yesus pernah bersabda, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh 15:4). Teks ini mengundang setia orang untuk bersatu dengan Tuhan melalui doa. Sebab Dialah sumber hidup. Betapa pentingnya persatuan batin dengan Allah, menjalin relasi dengan-Nya akan menghasilkan buah yang berlimpah yang tidak akan berkesudahan. Menurut Suster Marie Joseph, “Semangat doa adalah kehidupan jiwa.” Jiwa yang paling dalam, paling pribadi dari manusia. Dalam jiwa terdapat sumber kekuatan batin dan di situlah Tuhan akan menyentuh manusia (Marie Joseph, 1867: 38). Semangat doa harus menjadi yang pertama dan utama bagi masingmasing anggota Kongregasi SFD supaya berbuah limpah. Kehidupan berlimpah yang diterima dari Allah hendaknya dijaga dan dibagikan pula kepada sesama, sebab Allah menghendaki agar masing-masing orang menjadi saluran rahmat bagi sesamanya. Maka dari itu, setiap orang yang dipanggil-Nya bertanggung jawab untuk memberikan hidup itu kepada orang lain. Mangalirkan rahmat itu melalui karya pelayanan SFD. Buah itu akan bertumbuh dan berkembang bila didasari dengan doa. Oleh karena itu, para SFD perlu secara teratur menjalin relasi dengan Allah, dengan mencari waktu untuk hening guna membangun relasi itu secara lebih intim. Dalam buku Anggaran Dasar dan Cara Hidup Saudara-saudari Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus fasal 3 diungkapkan demikian: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 Di setiap tempat dimana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu hendaklah saudara-saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, mahaluhur, Bapa dan Putra dan Roh Kudus; hendaklah mereka memilikinya dai dalam hati dan mencintaiNya, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta memuliakan-Nya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang murni, karena kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah yang demikian (AD III, 1984: 13). Melalui doa dapat bersatu dengan Kristus dan dapat memahami apa yang dikehendaki oleh Dia. Melalui doa itu pula dapat bersatu dengan Bapa, dengan manusia dan dengan seluruh alam ciptaan. Lewat doa orang boleh hidup dengan iman, harapan, dan cinta kasih. Dengan demikian setiap orang akan dimampukan untuk menghadirkan Kerajaan Allah lewat karya perutusannya di mana pun berada. Dari uraian lima sikap dasar di atas sangat jelas dipaparkan bahwa semangat kongregasi SFD berakar dari tradisi injili Fransiskan. Semangat cinta kasih menjadi penopang seluruh bangunan SFD dan tanda pengenal bagi persekutuan ini sesuai dengan cara hidup Jemaat Perdana. Membangun persekutuan dalam kongregasi SFD dibutuhkan sikap hidup sederhana, jujur dalam kata-kata dan tindakan, tulus, sungguh-sungguh dan tidak berliku-liku, tidak berpura-pura, dan hanya satu yang diinginkan yakni, melaksanakan kehendak Allah. Dengan demikian memudahkan diri untuk membangun, dan memelihara kerendahan hati, kesabaran serta ketenteraman hati. Tugas perutusan hendaknya dilaksanakan dengan rajin dan giat, dengan keterlibatan yang sungguh-sungguh tanpa harus merasa terpaksa dalam pemberian diri, tetapi ini dilaksanakan dengan penuh cinta demi yang dicintai yakni Yesus Kristus. Untuk mengikuti Yesus Kristus dalam dan sempurna, seorang SFD PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 hendaknya berani untuk bersikap lepas bebas, tanpa milik, seperti yang dihidupi dan diwariskan oleh Santo Fransiskus, hidup tanpa milik, hidup hanya dengan mengandalkan belaskasih orang lain. Seluruh semangat hidup SFD di atas diteguhkan dan ditopang oleh semangat doa. Karena dengan doa, dan melalui doa bisa menjalin hubungan secara lebih akrab dengan Tuhan sang pemberi hidup. Semangat doalah yang paling menjiwai dan menggerakkan satu sama lain, karena itu mendoakan ibadat harian secara pribadi dan bersama-sama dalam komunitas mengajak SFD untuk tetap bersatu dan bersyukur kepada Allah. Dengan demikian semua dapat bermanfaat bagi Kongregasi demi tercapainya tujuan luhur Kongregasi SFD yakni menguduskan anggotanya melalui pelaksanaan kesempurnaan kristiani yang dipersembahkan kepada Tuhan dan sesama. 4. Visi dan Misi Kongregasi SFD Kegelisahan dan kerinduan kongregasi SFD melahirkan sebuah rumusan visi, misi dan credo serta kharisma dalam hidup persaudaraan dan pelayanan. Sejak semula pendiri kongregasi percaya bahwa ia sungguh-sungguh disemangati dan dijiwai oleh Roh Allah yang dikenal dengan Roh Pemersatu. Para pendahulu berkarya dengan dijiwai oleh semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat, sikap lepas bebas dan semangat doa (de Raat, 2000: 60-62). Rumusan visi, misi dan kharisma kongregasi SFD ini kemudian dirumuskan dalam kapitel tahun 2001 di Girisonta, Semarang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Dari kapitel itu, dirumuskanlah visi SFD, “Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang” (Konst. 2007 art. 4). Persaudaraan yang dibangun oleh SFD adalah persaudaraan yang berdasarkan pada keyakinan bahwa Tuhan adalah Bapa bagi semua orang. SFD membangun persekutuan dengan saling memperhatikan dan melayani dengan kasih. Dari keyakinan itu bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang. Maka semua adalah satu saudara, semertabat dan setara. Tuhan yang diimani adalah Bapa yang mencintai setiap orang dan meninggikannya, maka setiap orang pun harus bersikap demikian kepada sesamanya, seperti Bapa yang mencintai setiap orang dan meninggikannya. Suster SFD mencintai dan meninggikan orang bukan hanya dalam persaudaraan, tapi juga dalam setiap karya pelayanan di mana SFD di utus. Dengan meneladan sikap Yesus, Santo Fransiskus, dan Pendiri, para SFD diajak untuk mencintai, menghargai dan mengangkat harkat dan martabat manusia yang diciptakan oleh Allah dan merupakan gambar dan citra-Nya (SFD, 2007: 17). Beranjak dari penjelasan di atas, maka misi SFD pun disebutkan pula yakni, “Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan, menghimpun: kaum muda, perempuan, orang kecil, orang sakit, bersama saudara lain” (Konst. 2007 art. 11). Para suster SFD adalah insan yang dina, terus berusaha membuka diri terhadap tuntutan dan kebutuhan zaman. Sikap terbuka dan siap berarti memiliki cinta yang mendalam kepada Tuhan dan sesama. Sebagai suster SFD siap dan rela memperbaharui hidup dengan semangat tobat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 mengubah hidup menjadi lebih baik. Keterbukaan terhadap kebutuhan zaman menuntut kerelaan untuk tidak memilih kesenangan pribadi namun lebih mengutamakan kepentingan umum (SFD, 2007: 19). Meneladan Yesus Kristus berarti mengikuti Yesus. Mengikuti Yesus Kristus berarti berani hidup dalam, seperti, dengan, dan bersama Yesus Kristus. Keprihatinan Yesus menjadi keprihatinan SFD. Adapun misi yang diemban oleh SFD berkaitan dengan Injil Lukas, adalah: “Menyampaikan kabar suka cita injili kepada semua orang yang menderita dan miskin” (bdk. Luk 4:18-19). Teks Injil di atas menegaskan bahwa tujuan dari Roh Allah yang dicurahkan kepada Yesus adalah untuk keselamatan semua orang, terutama orang-orang lemah, sakit, dan miskin. Yesus yang diurapi sebagaimana ditampilkan oleh nabi Yesaya membawa sebuah visi dan misi pelayanan yakni mewartakan Kerajaan Allah. Arah misi Yesus adalah memberitakan pembebasan bagi para tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Kedatangan-Nya memberikan karunia istimewa kepada orang yang percaya kepada-Nya. Arah misi Yesus ini, sejak awal sudah mewarnai karya pelayanan kongregasi SFD dalam menjawab kebutuhan masyarakat seraya meneladan Sang Guru sejati yaitu Yesus Kristus. SFD hadir di tengah-tengah masyarakat, terutama yang menderita, kecil, lemah, miskin, tertindas, dan difabel (KLMTD). Keprihatinan terhadap mereka ini diwujudkan dengan mendampingi mereka, mendekati mereka dengan penuh cinta dan kerahiman hati, berjalan bersama, mendengarkan keluh kesah, dan menjadi sahabat (SFD, 2007:20). Supaya hal ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 dapat terwujud dengan baik, dibutuhkan suatu sikap berani meninggalkan segala sesuatu demi melayani sesama yang membutuhkan (Luk 9:59-62). Sebagai murid-murid Yesus yang memiliki semangat seperti Santo Fransiskus, para SFD diminta untuk berani juga meninggalkan, kampung halaman, orang tua dan kesenangan pribadi. Semua itu ditinggalkan demi Kristus. Dengan kata lain, visi, misi dan kharisma kongregasi menjadi penggerak dan kekuatan dalam melaksanakan pelayanannya di tengah, Gereja, masyarakat dan dunia. B. Karya Pelayanan dan Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD 1. Pengertian Pelayanan Dalam buku kapitel kongregasi SFD disebutkan bahwa pelayanan diartikan sebagai sebuah sarana perpanjangan tangan Tuhan dalam melayani dan mencintai sesama yang sungguh membutuhkan perhatian dan cinta sehingga harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab dan suka cita (Kap, 2011: 90). Menjadi suatu kegembiraan apabila setiap anggota SFD dapat melayani Tuhan yang hadir dalam diri sesama dengan tulus dan penuh suka cita, baik di komunitas, dalam tugas perutusan, pun dalam lingkungan masyarakat sekitar. Jadi, sikap pelayanan perlu diperhatikan sebagai intisari setiap pelayanan Kristus yang melayani. Yang menjadi pokok dalam pelayanan para SFD, yakni mengangkat harkat, martabat dan harga diri seseorang dalam melayani. Pelayanan dalam tugas perutusan merupakan wujud nyata dari cinta dan perhatian terhadap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 sesama yang dilayani para SFD. Sekaligus menjadi gambar dan rupa Allah. Tak terpisahkan dengan apa yang dimulai oleh Allah sediri (Kap, 2011: 91). Pelayanan tidak hanya berhenti pada perayaan liturgi di sekitar altar melainkan juga dilaksanakan demi keselamatan umat manusia seluruhnya. Para SFD dituntut untuk menunjukkan pelayanan dengan berbuat sesuatu yang nyata bagi sesama yang miskin dan menderita. Sikap pelayanan SFD berdasar pada sikap pelayanan Yesus sendiri yaitu melayani dengan cinta kasih. Hidup dalam kerendahan hati di hadapan Tuhan dengan menyadari bahwa segala kemampuan dalam pelayanan adalah pekerjaan Allah sendiri (bdk. 2 Kor 3:5; Flp 2:13). 2. Pelayanan dalam Gereja Pelayanan dalam Gereja merupakan fondasi kokoh yang menyingkapkan tugas dan tanggungjawab serta eksistensi pelayanan Gereja di dunia (GS, art 1: 43). Gereja sebagai umat Allah berkat sakramen pembaptisan menyadari diri memiliki tanggungjawab menunaikan tugas dan panggilannya dalam pelayanan Gereja di dunia (LG, art 31). Bagi orang yang telah mengalami kelahiran baru di dalam Yesus Kristus, hidupnya tidak akan lepas dari apa yang disebut sebagai pelayanan. Pelayanan menjadi life style atau gaya hidup, dan menjadi nafasnya hingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri. Setiap orang yang percaya kepada-Nya dipanggil untuk melayani sesama dengan penuh kasih (Gal 5:13). Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus, yakni tugas sebagai nabi, tugas imami, dan tugas rajawi. Tugas sebagai seorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 nabi adalah ikut mewartakan, dan imami merupakan tugas untuk menguduskan atau perayaan, sedangkan tugas sebagai rajawi dalam bahasa Konsili Vatikan II diartikan sebagai tugas untuk melayani (KWI, 1996: 382). Pelayanan Gereja tersebut merupakan tindakan nyata dari tri tugas Yesus Kristus sendiri. Tugas pelayanan yang dipilih disesuaikan dengan talenta dan karunia Roh yang kita miliki; tak ada pelayanan yang tidak penting di hadapan Tuhan, semuanya penting dan saling melengkapi satu dengan yang lain. Sikap penuh disiplin, tanggungjawab dan setia terhadap tugas pelayanan yang dipercayakan sangat dihargai Tuhan sehingga beroleh kebahagiaan sejati (Mat 25:23). Dalam ensiklik Deus Caritas Est, Paus Benediktus XVI, mengungkapkan bahwa Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap ada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia (1 Yoh 4: 16) (Benediktus XVI, 2005: 5). Pusat dari iman kristiani adalah tentang kasih Allah. Hal ini telah dipercaya bahwa kasih Allah akan selalu tinggal dan bersama umatnya. Tarekat hidup bakti bersama dengan seluruh anggota Gereja dipanggil untuk melayani Kerajaan Allah. Gerakan pelayanan itu berakar pada pelayanan Yesus Kristus, yakni pelayanan dengan cinta kasih. Pelayanan cinta kasih yang terpancar dalam diri Yesus menyelamatkan dan menyembuhkan banyak orang. Pelayanan yang dilakukan Yesus tidak terlepas dari pelaksanaan kehendak Bapa-Nya. Seperti Yesus yang melaksanakan misi-Nya atas kehendak Bapa, pelayanan yang dilakukan oleh Gereja juga didasarkan pada ketaatan kepada kehendak Allah. Tentang hal ini, Yesus bersabda, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37-39). Kasih berasal dari Allah dan tertuju kepada Allah. Allah senantiasa memanggil para SFD untuk membagikan kasih-Nya kepada sesama, terutama dalam kehadiranNya di tengah kemiskinan ketidakberdayaan dan penderitaan orang lemah. Untuk mengenal Dia dan menjumpai Dia dalam diri mereka yang miskin merupakan langkah untuk mencintai-Nya. Rasul Paulus menuliskan, “Inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian” (Flp 1:9). Kasih seperti inilah yang menjadikan hidup semakin terdorong untuk melayani Gereja melalui sesama umat manusia. Sehubungan dengan sikap pelayanan yang dilakukan oleh para suster SFD, dalam Konstitusi art. 40 mengutip tulisan Muder Yohana Yesus (MYY): Pendiri kongregasi kita berpendapat bahwa hidup mereka sebagai Peniten seharusnya ditandai oleh ketekunan dan terus giat dalam mengabdi sesama. Mereka yakin, bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh pekerjaan merupakan suatu cara untuk melupakan diri, mengarahkan diri kepada orang lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu mereka mengalami, bahwa pekerjaan di mana mereka begitu saling membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi (MYY, hal. 19-20, 35). Hal ini ingin menunjukkan bahwa SFD melayani Gereja dengan sungguhsungguh dan tidak membeda-bedakan. Para SFD mengabdi Tuhan dan sesama mewujudkan cinta kasih dalam pelayanan, membagikan apa yang dimilikinya seperti bakat dan talenta untuk mereka yang miskin dan yang membutuhkan. 3. Pelayanan sebagai Fransiskan Menjadi seorang yang murah hati bagi Fransiskan adalah keharusan. Santo Fransiskus dalam hidupnya telah menampilkan diri sebagai seorang yang murah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 hati. Dia menjual harta miliknya dan membagikannya kepada orang miskin di Assisi, meninggalkan cita-citanya menjadi kesatria, dan kemudian menjadi pelayan Injil. “Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus yang diikuti secara radikal oleh Fransiskus adalah Allah yang Murah hati. Kitab Suci menyatakan bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:17). Allah lebih dahulu murah hati, maka pada saatnya manusia pun dituntut pula bermurah hati pada sesama. Pelayanan yang rendah hati dan penuh cinta menjadi ciri hidup sebagai seorang Fransiskan demi kepentingan bersama. Fransiskus dari Assisi menyadari bahwa tugas perutusannya datang dari Allah melalui Gereja yang merupakan lanjutan dari perutusan Yesus. Demikian juga tugas perutusan sebagai Fransiskan, tujuannya sama yaitu ikut ambil bagian dalam penyaluran kasih. “Aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mrk 10:45). Yesus menunjukkan bagaimana melayani dengan tulus dan rendah hati. Melayani dengan mendahulukan mereka yang betul-betul memerlukan pertolongan. Melayani dengan mendahulukan yang lemah, tanpa mengharapkan imbalan. Sikap Yesus yang rendah hati dalam pelayanan menjadi teladan bagi karya pelayanan Fransiskan termasuk kongregasi SFD. Melayani dengan rendah hati dan meninggikan setiap orang menjadi credo dari SFD (Pedoman Pembinaan, 2007:8). Mereka dipanggil menjadi pelayan dalam persaudaraan dan saling menaati karena cinta kasih rohani dengan berusaha hidup menurut semangat Santo Fransiskus supaya mereka tidak salah mempergunakan jabatan dengan menguasai orang lain, melainkan menunaikan tugasnya dengan penuh pengabdian (AngTBul, V 9-13). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 Santo Fransiskus menasehati para pengikutnya supaya dalam melayani sesama dalam persaudaraan, mereka tidak mencari kekuasaan sekalipun sebagai pemimpin. Sebaliknya, supaya tetap rendah hati untuk mengabdi sebagaimana Yesus Kristus yang selalu merendahkan diri-Nya demi kemuliaan Allah Bapa. Pelayanan yang dilakukan oleh kongregasi SFD, baik dalam komunitas, Gereja maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus iklas kepada Allah. Seorang SFD perlu memiliki kerendahan hati demi kesejahteraan bersama sebagaimana para rasul berani hidup, menjual hartanya dan berbagi kepada yang miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama (Kis 2:14). Para SFD juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima dengan rendah hati tugas perutusannya. Menjadikan tugas dan tanggungjawab sebagai sebuah sarana perjumpaan dengan Allah lewat orang miskin. Dengan demikian pelayanan dapat dihayati sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan berani melapaskan diri sendiri demi perkembangan Gereja dan masyarakat (Kap, 2011: 110-111). 4. Corak Hidup Kongregasi SFD Sebagai warisan rohani para suster membawa tradisi hidup yang kontemplatif, yang tertutup untuk dunia luar. Mereka merindukan dan meneruskan hal-hal seperti doa brevir malam, masa puasa yang panjang dan mati raga dalam menyiksa diri, sekaligus melayani pada putri asrama (van Vooren, 1983: 13-14). Dalam cara hidup para suster yang kontemplatif kurang mendapat perhatian dan tanggapan positif dari pemerintah karena dirasa kurang memberi dampak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 pada masyarakat. Cara hidup mereka dianggap tidak bermanfaat (de Raat, 2000: 34). Pada masa itu, mereka mendengarkan tanda-tanda zaman baru, yang lahir pada abab ke-19. Mereka siap dan terbuka akan kebutuhan zaman, dan rela menyediakan diri dalam pemberantasan penderitaan sesama di dunia luar (van Vooren, 1983: 14). Persoalan yang muncul pada saat itu menuntut suatu perjuangan yang gigih dan keyakinan akan Penyelenggaraan Ilahi. Mereka yakin, makin digoncang pohon, akan makin mendalam akarnya. Mereka menerima tawaran dari pemerintah supaya kongregasi berubah menjadi kongregasi yang bermanfaat bagi banyak orang dengan merawat orang-orang sakit, menampung orang miskin, dan yatim piatu serta memberikan pendidikan bagi anak-anak (de Raat, 2000: 43). Pada waktu yang sama, Bapa Uskup dari Breda melihat situasi yang sangat memprihatinkan maka, beliau memohon kepada kongregasi supaya mengadakan perawatan bagi orang sakit di rumah-rumah mereka sendiri “wijk-verpleging” atau dinas keliling. Hal ini bertujuan supaya para suster dapat bertemu langsung dengan keluarga dan masyarakat. Maka beberapa suster dibekali dengan pendidikan keperawatan guna misi tersebut (van Vooren, 1983: 18). Demikianlah terjadi perubahan dalam kongregasi SFD yang semula kontemplatif menjadi aktif sesuai dengan tujuan kongregasi yang direncanakan semula yaitu, melayani masyarakat lewat pendidikan dan perawatan orang sakit dan akhirnya mengarah pada kebutuhan dan tuntutan zaman. 5. Macam-macam Karya Pelayanan SFD di Masa Sekarang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 Sejak berdirinya Kongregasi SFD, pada tanggal 26 Maret 1801 di Dongen, para suster SFD mencoba melihat dan peka terhadap kebutuhan zaman. SFD hadir di berbagai kota/negara, terutama di Indonesia. Kehadiran SFD di Indonesia menjadi berkat bagi masyarakat, dan Gereja. Di manapun SFD hadir, di situ pula muncul pelayanan bagi masyarakat. Mereka memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pendidikan, baik formal maupun non formal. Seturut teladan pendiri yang selalu siap dan terbuka akan tanda-tanda dan kebutuhan zaman. Dalam karya pelayanan selalu berusaha untuk mengikuti dan menerapkan semangat pendiri dalam melaksanakan karya perutusan. Nilai ‘semangat rajin dan giat’ dalam berkarya yang diwariskan oleh pendiri kepada para SFD di masa sekarang menjadi dasar untuk terus melayani dengan semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama. Adapun karya pelayanan yang dilakukan oleh para SFD di Indonesia meliputi; pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan pastoral. a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan Sejak zaman pendiri, suster SFD memulai pelayanannya di bidang pendidikan di Dongen. Awalnya mereka mendidik kaum muda khususnya wanita. Para suster berjuang mengatasi penderitaan masyarakat dengan mengentaskan kebodohan dengan memberi pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu mereka juga mendidik anak-anak bangsawan dan anak-anak orang kaya. Buah dari pendidikan itu membawa perkembangan bagi anak-anak dan keluarganya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 Semangat pelayanan para suster pendahulu, digunakan dan dipertahankan oleh para SFD Indonesia di zaman sekarang. Dan hal itu dirasa cocok dan sesuai dengan permintaan masyarakat sekitar, juga pihak keuskupan di mana SFD berada. Karya pendidikan formal yang ditangani oleh kongregasi SFD mulai dari; Play Group, TK, SD, SMP, dan SMA (LPJ. DPU, 2015: 42). Kehadiran para suster SFD di bidang pendidikan tidak lepas dari semangat dan daya juang pendiri yang memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak asrama kala itu. Dengan latar belakang ini, SFD Indonesia semakin berkembang dan menyebar di beberapa pulau yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Lombok. Hal ini bertujuan untuk melanjutkan misi pelayanan Yesus lewat pendidikan. Dalam memajukan dan mengembangkan karya-karya SFD Indonesia, dibentuklah beberapa yayasan yang mengelolah karya formal misalnya; Yayasan Setia di Medan, yang membawahi 18 (delapan belas) sekolah, dan yayasan Santa Maria di Banjarmasin, yang membawahi 16 (enam belas) sekolah (LPJ DPU, 2015: 44). Dalam buku Pedoman Karya (PK) SFD dituliskan bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan, khususnya di bidang pendidikan perlu dirumuskan sebuah visi. Visi karya pelayanan dalam pendidikan: “Menjadi wadah dan sarana dalam mewujudkan cinta Tuhan yang mendidik manusia secara utuh, dengan semangat cinta kasih, kesederhanaan dan persaudaraan (Mat 13:31-32, 28:19-20) (Pedoman Karya SFD, 2015: 3-5). Cita-cita para pendahulu SFD sejak awal adalah menanamkan iman dan mengembangkan kehidupan keagamaan melalui karya pendidikan dan pengajaran. Dalam meneladan cara hidup Santo Fransiskus Assisi, kongregasi mau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 mewujudkan cinta Bapa kepada semua orang serta meninggikan setiap orang, terutama orang kecil (Profil SFD, 2007: 62). b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan Para suster pendahulu kongregasi SFD melakukan pelayanan kesehatan bagi orang sakit. Bertitik tolak dari pengalaman Santo Fransiskus Assisi yang melihat Yesus dalam diri orang kusta. Tatkala Fransiskus berjumpa dengan Yesus yang menderita dalam diri orang kusta, dia mendapat anugerah untuk menyadari bahwa Allah hadir di dunia ini, dalam manusia pilihan, yaitu, Yesus (Konst. 2015 art 44). Perjumpaan Fransiskus dengan orang kusta membawa perubahan baginya sehingga mampu menyerahkan yang dia miliki kepada orang kusta. Tindakan Fransiskus inilah yang menjadi teladan bagi karya pelayanan SFD dalam bidang kesehatan. Awalnya, perawatan bagi orang sakit di rumah mereka sendiri, (wijkverpleging) “Dinas Keliling”. Kemudian mengalami perubahan dan perkembangan hingga berlanjut dengan sebuah kerasulan di bidang kesehatan. Hal ini dimulai dengan berkunjung dari rumah ke rumah supaya langsung berhadapan dengan keluarga dan masyarakat (Kenangan 70 thn SFD Indonesia, 1993: 11). Perawatan orang sakit lewat kunjungan rumah ke rumah dilakukan karena terdorong oleh rasa kasih bagi mereka yang menderita. Sebab kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap orang. Oleh karena itu, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam menghadirkan karya penyelamatan Allah yang menyembuhkan. Kasih Allah yang menyembuhkan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 menyelamatkan itu adalah pengembangan dari visi karya kesehatan kongregasi SFD. Orang sakit sering dipandang sebagai orang yang lemah secara fisik jasmani maupun rohani. Hingga saat ini, karya yang dikelola oleh para suster diawali dengan Dinas Keliling, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), poliklinik dan menampung titipan anak terlantar dan jompo. Karya kesehatan yang dikelola Kongregasi SFD di seluruh Indonesia ada di 13 (tiga belas) tempat, dan tersebar di 3 (tiga) pulau, seperti Sumatera: Kabanjahe, Tigabinanga, Saribudolok, Percut, Haranggaol, dan Belawan. Kalimantan ada di Banjarmasin, Buntok, Muara Teweh, Parenggean, dan di Palangan. Sedangkan di Jawa ada di Pati dan Tigaraksa. c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial Karya pelayanan di bidang sosial berawal dari pengalaman dan keprihatinan para pendahulu di masa lampau. Mereka menampung dan mengajar kaum muda perempuan, dengan tujuan untuk mengangkat harkat, dan memberdayakan mereka. Pada saat sekarang pelayanan di bidang sosial berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman. Karya sosial kongregasi diungkapkan dalam bentuk pelayanan bagi orang-orang kusta, wisma lansia, dan asrama dengan mengajar berbagai keterampilan, mendampingi kaum buruh, memperhatikan masyarakat miskin dan lemah, sekolah luar biasa (SLB) serta karya sosial lainnya. Bentuk kegiatan dan karya sosial tergantung dari situasi tempat di mana kongregasi berdomisili. Karya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 sosial kusta Salus Populi dan Wisma Lansia Panti Rukmi di Pati Jawa Tengah, dan asrama SLB-C di Tuntungan, Namopecawir Medan Sumatera Utara. Sebagai kongregasi Peniten Rekolektin yang aktif dan kontemplatif melalui pelayanannya, SFD turut memberikan perhatian pada karya pelayanan yang sungguh berpihak pada orang sakit, lemah, kesepian, miskin dan tersingkir seperti Yesus yang peduli (Luk 7:21-22). Dalam aturan hidup kongregasi SFD yang disebut sebagai konstitusi disebutkan bahwa “Kongregasi menyiapkan para suster untuk perawatan orang sakit, lanjut usia, dan orang cacat, tugas-tugas pastoral dan aneka tugas pelayanan lainnya (Konst. 2007 art. 45). Selanjutnya dalam aturan yang sama ditegaskan lagi bahwa sebagai insan-insan yang dina dan rendah hati, SFD harus terus berusaha untuk melayani semua orang, terlebih mereka yang menderita kesusahan dan kekurangan. Mendahulukan pelayanan bagi orang-orang kecil (Konst. 2015 art. 19). Konstitusi di atas ingin mengajak SFD, supaya di manapun berada selalu hadir sabagai sarana untuk menunjukkan kehadiran Allah dan mewartakan cinta kasih-Nya di tengah dunia. Sebagaimana Allah yang mengasihi manusia dan peduli terhadap orang miskin, demikian juga para SFD turut menjadi perpanjangan tangan kasih Allah bagi mereka yang lemah, miskin, cacat, dan tersingkir. d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral Dalam kongregasi SFD, karya kerasulan menjadi salah satu ciri khas. Hal ini tampak dari keterlibatan mereka secara fulltimer untuk karya pastoral kaum buruh. Selain itu, para suster juga menjalankan tugas pewartaannya dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 menyadari diri sebagai bagian dari Gereja. Sebagai anggota Gereja, para suster SFD dipanggil secara khusus untuk ikut ambil bagian dalam misi Gereja. Gereja mengharapkan kehadiran para suster untuk terlibat dan bertanggungjawab dalam membangun Gereja yakni turut ambil bagian untuk melayani umat di bidang pastoral. Dalam pelayanan pastoral ini para suster SFD dilibatkan untuk memperhatikan perkembangan iman umat, baik di stasi, di paroki maupun di keuskupan. Karya pastoral SFD tersebar di 8 (delapan) Keuskupan di Indonesia; Keuskupan Agung Medan - Sumatera Utara, Keuskupan Agung Jakarta – Jawa Barat, Keuskupan Agung Semarang – Jawa Tengah, Keuskupan Banjarmasin – Kalimantan Selatan, Keuskupan Palangkaraya – Kalimantan Tengah, Keuskupan Pontianak, Sanggau – Kalimantan Barat, dan Keuskupan Denpasar – Bali (LPJ. DPU, 2015: 44). Karya pastoral (kerasulan) yang dilakukan, ikut sebagai Pengurus Dewan Paroki, Dewan Pastoral, Dewan Stasi serta pendampingan kelompok kategorial di tingkat lingkungan sampai keuskupan. Selain itu juga ikut dalam pendalaman iman (katekese), memberikan renungan atau memimpin ibadat, kerasulan keluarga, bidang liturgi dan kerasulan-kerasulan lainnya (LPJ. DPU, 2015: 60). Perkembangan hidup umat beriman mendorong para suster SFD untuk berusaha membawa Kristus ke tengah-tengah dunia agar setiap orang merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Dalam mengembangkan karya pastoral para SFD bekerjasama dengan pastor paroki di mana para suster berada. Untuk memperkembangkan karya tersebut, kongregasi mempersiapkan anggotanya untuk studi pada bagian pastoral (Konst. 2015 art 41a). Dalam mengikuti Yesus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 Kristus dan menjalankan misi-Nya, para SFD menjadi pelayan-pelayan pastoral, yang harus memiliki sikap siap sedia, pengabdian, kerendahan, serta ketulusan hati yang menggambarkan pelayanan Yesus. 6. Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD Para pendahulu Suster SFD yang datang dari Leuven menghadapi kesulitan luar biasa. Mereka harus mengorbankan cara dan bentuk hidup mereka. Dari yang kontemplatif menjadi aktif. Mereka yang sudah akrab dengan doa-doa malam, puasa yang panjang, mati raga dan mendera tubuh. Harus memadukan hidupnya dengan pengabdian pada putri-putri di asrama. Selain itu ada juga dorongan yang sangat kuat dari luar yang tidak dapat mereka tolak, yang membuat mereka harus tunduk, dan taat secara tulus, meski hati mereka terbelah yakni sikap dari pemerintah yang menganggap mereka tidak bermanfaat. Para pendahulu, mulai menyadari bahwa nilai dasariah dalam hidup membiara ialah pengabdian kepada Tuhan dan suster sesama dalam penghayatan ketiga kaul, dengan semangat pertobatan, doa, kemiskinan, dan cinta pada sesama manusia tetap menjadi dasar dan pondamen Fransiskan hidup mereka yang baru. Dalam penitensi mereka merasa dipanggil untuk melakukan dan memberi perhatian serta tenaga pada pendidikan kaum mudi. Sedangkan rekoleksi dihayati dalam mendasarkan doa berkala, meditasi, dan latihan rohani (Van Vooren, 1983: 14-15). Dulunya, karya pelayanan SFD ada di bidang karya pensionat yang merupakan kerjaan sampingan. Bapak rohani kongregasi SFD, Adrianus Oomen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 berpandangan. “Jika perlu karakter kongregasi harus dikorbankan”. Peraturan yang keras itu telah dilaksanakan dengan senang hati oleh para suster. Tetapi kesehatan para suster juga nampak mulai melemah, mengingat juga beratnya pekerjaan dan kelelahan. Penitensi yang masih dilaksanakan oleh para suster, yang juga menangani karya perlu dibenahi. Maka, sebagian besar peraturan harus diganti. Dalam buku Sejarah Para Pendahulu (SPP) karangan Gerlach, OFM.Cap, dituliskan bahwa “Penitensi sungguh perlu! Tetapi Tuhan pada masa kini tidak menuntut kekerasan para suster, melainkan menuntut sesuatu yang lain, yakni lebih menyesuaikan dengan kebutuhan mendesak dan kebutuhan Kristiani, yakni lebih memberikan perhatikan kepada sesama” (Gerlach, 1940: 96). Pembimbing Spiritual menegaskan, cara hidup perlu diperingan, tarekat perlu disesuaikan. Puasa diringankan: Sarapan diwajibkan mengingat kerja keras; doa dan koor malam dihapus, karena suster bersama dengan pensioner sehingga waktu untuk tidur malam menjadi berkurang. Dalam arti tertentu semua “kekerasan” dikendurkan. Semua disesuaikan demi kebutuhan mendesak. Ulah tapa, matiraga, tidur larut malam, mendera tubuh diatur dan tekanan dialihkan pada meditasi. Doa ofisi ilahi dan retret 9 (sembilan) hari tetap dijunjung tinggi oleh kongregasi. Kini terlihat semangat pengorbanan para suster, bukan pertama-tama untuk mengejar kesempurnaan dan kesucian pribadi, melainkan pelayanan dan kasih kepada sesama tanpa pamrih. Mereka rendah hati dan taat kepada pembimbing rohani yang diberikan Allah pada saat itu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 Hal-hal di atas dirangkum dalam sebuah draft nilai-nilai karya pelayanan kongregasi SFD. Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, semua lapisan yang ada di dalamnya mulai dari Pengurus Yayasan; Pimpinan Unit; para Guru; serta para Peserta didik diharapkan bersinergi guna mewujudkan nilai-nilai karya ke-SFD-an itu. Nilai-nilai rohani yang diwujudkan dan sudah menjadi urat nadi dalam berkarya di semua yayasan yang dikelolah oleh kongregasi SFD. a. Huruf S, adalah Semangat Semangat yang berarti selalu bergembira, rajin dan giat dalam melakukan setiap karya pelayanan yang ditugaskan dengan penuh tanggungjawab, disiplin yang tinggi dan suka cita yang besar dalam hidup (Mat 5:16 ; 7: 21). Para suster kongregasi SFD diharapkan kapan dan di mana pun berada selalu tampil dengan wajah gembira dan bersuka cita sebagai tanda perwujudan dari Injil yang mendunia. Khususnya di tempat karya pelayanan bersama dengan sesama. Bagi Santo Fransiskus, kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah panggilan dan karunia dari Tuhan, maka harus dilaksanakan dengan setia dan penuh bakti. Dengan teladannya, ia memberi kesaksian tentang kemuliaan kerja dan dalam hal ini juga mengambil bagian dalam nasib hidup orang lain. Jadi karya para suster SFD adalah kerasulan sejati sebab, “mereka hidup seperti hidup para Rasul yakni: mengikuti jejak Kristus dalam pelayanan dan persekutuan seturut ajaran Injil dalam Gereja yang membawa kabar gembira”. Kabar gembira ini ditanggapi oleh manusia yang percaya, dalam semangat iman, kasih dan pengharapan kristiani, sebagai penyambutan kerjasama dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 Tuhan Yesus Kristus, pelaksana rencana penyelamatan Allah bagi manusia. Di sana, para pekerja “bukan hamba, melainkan sahabat” (Yoh 15:15), kolega kerja Tuhan (Konst. 2015: 37-38). Sebagai seorang suster yang memiliki nilai-nilai rohani dalam pelayanan, harapannya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab harus dengan penuh suka cita. Gigih, rajin dan giat untuk menampakkan prestasi hidup dalam karya pelayanan dengan rendah hati. Berusaha untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan di sekolah, Gereja dan masyarakat dengan gembira. b. Huruf F, adalah Fraternitas Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua makhluk yang ada di bumi ini dengan penuh cinta kasih, ramah, bersaudara, dan pembawa damai di manapun berada. Seperti sabda Yesus “Inilah perintah-Ku, supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15:12-13). Dalam Konstitusi kongregasi bab II, dipaparkan para SFD “harus mengingkari diri seperti yang telah mereka janjikan kepada Allah. Membaktikan diri sepenuhnya kepada Dia yang telah memanggil dengan berlaku adil kepada sesama. Diharapkan pula mampu menjadi sahabat-sahabat orang kecil dan miskin. Memberi senyum, sapa dan salam dalam situasi suka dan duka, tetap ramah dan bersaudara walau dijauhi orang lain. Menjaga lingkungan dengan asri dan membudayakan buang sampah pada tempatnya. Menjalin komunikasi yang baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Memuji dalam keberhasilan sesama, dan menegur dalam kesalahan atau kekurangan saudari. Peduli, adil dan positif thangking kepada sesama. Mempunyai prinsif hidup, lebih baik melayani daripada dilayani. Di mana ada perselisihan damai bawaan beta (draft Nilai Karya SFD, 2016: 21). c. Huruf D, adalah Dina Dina berarti dengan semangat doa dan pertobatan yang terus menerus tetap berusaha untuk menumbuhkan sifat dan sikap sederhana, rendah hati, bermatiraga, rela berkorban dan tanpa pamrih dalam mengasihi sesama adalah merupakan dasar hidup setiap orang yang terpanggil menjadi murid Kristus (Draft Nilai Karya SFD, 2016: 17). Seperti yang tertulis dalam Injil Yohanes, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yoh 3:30). Di dalamnya terdapat unsur kerendahan hati dan kemampuan untuk melihat keberadaan diri sendiri. Demikian juga Rasul Paulus mencatat dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, supaya setiap orang tidak egois kepada sesama tetapi sebaliknya harus bersikap altruis dalam hidup (Flp 2:4-8). Seorang suster SFD yang memiliki semangat kedinaan diharapkan bersikap rendah hati dalam hidup, baik dalam karya pelayanan maupun di komunitas. Kerendahan hati akan menghantarnya pada kejujuran, ketulusan dan kemampuan untuk melayani sesama dengan tulus, tanpa pamrih. Dalam Konstitusi kongregasi SFD pada bab III, ditemukan nilai-nilai yang sangat mendasar dalam hidup rohani sebagai seorang Fransiskan: Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan berlangsung. Mengikuti Perayaan Iman sesering mungkin di mana pun berada. Mendengarkan sesama dengan sepenuh hati. Melakukan pekerjaan walau kecil dengan cinta yang besar. Rela memberikan tenaga dan waktu demi pelayanan. Berani berkata cukup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 dengan pola hidup sederhana. Memaafkan dan melupakan kesalahan sesama yang menyakiti hati. Menerima koreksi persaudaraan, teguran dan evaluasi dengan berjiwa besar untuk memperbaharui diri secara terus menerus, dan berpengharapan yang besar dengan mengandalkan Allah dalam setiap gerak hidup (Konst. 2016: 34- 46). Sebagai kongregasi yang menyandang nama sebagai orang Dina tentu harapannya adalah supaya dalam karya pelayanan dapat melakukan pekerjaan yang walau kecil dan sederhana tetapi dilaksanakan dengan cinta yang amat besar. Dengan memberikan tenaga, pikiran dan hati yang tulus iklas dalam dan demi pelayanan. Serta berani berkata cukup dengan pola hidup sederhana di tengah zaman yang konsumerisme. C. Kaum Difabel pada Masa Kini dalam Karya Pelayanan SFD 1. Definisi Difabel Dalam buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) dipaparkan bahwa: Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan ļ¬sik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar (Depkes RI, 2010: 7). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), difabel adalah suatu kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna /tidak sempurnanya akibat kecelakaan atau lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik (KBBI). Dan menurut WHO, difabel adalah suatu kehilangan dan ketidaknormalan baik secara psikologis, fisiologis maupun kelainan secara struktur ataupun fungsi anatomis (WHO int/ World Health Organization, 2014). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 Jadi Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh seseorang dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. 2. Klasifikasi Difabel Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa atau anak cacat (difabel). Anak penyandang cacat dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok antara lain: Tunanetra, Tunarungu/Tunawicara, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, attention deļ¬cit and hyperactivity disorder (ADHD), Autisme dan tunaganda, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda pula (Depkes RI, 2010: 12). Di bawah ini akan dijelaskan beberapa kelompok anak penyandang cacat. a. Tunanetra Istilah Tuna netra berasal dari kata “Tuna” dan “Netra” yang artinya adalah kelainan dalam penglihatan atau penyimpangan dalam melihat. Jadi, tuna netra dapat diartikan sebagai kelainan atau penyimpangan dalam melihat. Seorang anak dikatakan tuna netra apabila dia kehilangan daya penglihatan atau tidak dapat menangkap cahaya sama sekali. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Slamet Riyadi (1977: 19) bahwa: Anak yang tidak dapat melihat dapat disebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 buta. Sedangkan yang masih dapat melihat tetapi penglihatannya samar-samar atau kabur dikatakan anak yang tidak awas, tetapi tidak buta. b. Tunarungu Tuna rungu adalah kelainan pendengaran atau ketidakmampuan untuk mendengar suara karena memiliki hambatan. Hal ini terjadi apabila udara tidak dapat diteruskan ke otak karena terjadi kerusakan pada saluran pendengaran, seperti yang dikemukanan oleh Sri Moerdani dan J. Sambira (1990: 20). Secara medis, ketunarunguan berarti kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena hambatan dalam perkembangan. c. Tunagrahita Tunagrahita adalah anak yang perkembangan mental atau kecerdasannya serta tingkah lakunya sedemikian terbelakang. Tunagrahita bisa juga disebut sebagai anak yang memiliki tingkat kemampuan intelegensi di bawah rata-rata dan ketidakmampuan dalam beradaptasi. Tingkat kecerdasannya (IQ) di bawah 90. Mereka yang digolongkan sebagai anak keterbelakangan mental adalah mereka yang tidak dapat menolong diri sendiri (Sri Murdani, 1990: 42). Dari uraian singkat di atas, penulis menyimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan dan memiliki tingkat kecerdasan yang rendah sehingga mereka sulit untuk mengikuti proses pelajaran di sekolah umum, maka mereka membutuhkan sekolah khusus untuk pendampingannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 Dari penjelasan di atas tentang definisi dan klasifikasi difabel, maka ada 3 (tiga) alasan yang sangat mendasar, mengapa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau difabel memerlukan pelayanan dan perhatian khusus; 1) Individual differences, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. Mereka memiliki kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya; 2) Potensi siswa akan berkembang optimal dengan adanya layanan pendidikan khusus bagi mereka; 3) Siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) akan lebih terbantu melakukan adaptasi sosial di masyarakat. Melihat hal di atas, maka kongregasi SFD merasa tergerak dan terpanggil untuk memberikan pelayanan kasih, perhatian dan pendidikan kepada mereka, baik secara formal di sekolah pun informal di asrama. Mereka didampingi secara intensif di sekolah dan di asrama sesuai dengan kemampuan dan potensi mereka. 3. Sejarah Karya Pelayanan bagi Kaum Difabel dalam Kongregasi SFD Dalam buku “Muder Yohana Yesus” (MYY), yang ditulis oleh seorang biarawati Kongregasi Roosendaal, disebutkan bahwa pendiri Kongregasi Suster Fransiskus Dina, Muder Constansia van der Linden, SFD, berpendapat: bahwa hidup mereka sebagai peniten seharusnya ditandai oleh ketekunan dan giat dalam mengabdi sesama. Mereka yakin bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh pekerjaan merupakan suatu cara untuk melupakan diri, mengarahkan diri pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 orang lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu mereka mengalami, bahwa pekerjaan di mana mereka begitu saling membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi (MYY, 2008: 19-20, 35). Dengan latar belakang masa lampau di mana Kongregasi terutama terarah kepada pendidikan dan pengajaran kaum muda di daerah sendiri. Semua itu lambat laun berubah dan diperluas. Salah satu tugas pelayanan itu adalah pendampingan dan pelayanan bagi orang cacat atau disebut dengan difabel (Konst. 2016: 51). Berawal dari sebuah keprihatinan akan penderitaan sesama, terutama anakanak yang mengalami gangguan mental atau disebut dengan difabel. Para suster pendahulu SFD, melihat anak-anak difabel semakin bertambah. Selain itu, tanggapan dan reaksi dari masyarakat pada umumnya pun kurang bersahabat dengan mereka. Orangtua mereka sendiri pun sering menomorduakan mereka ini. Jadi para suster pendahulu terinspirasi dengan semangat dari Santo Fransiskus yang sangat mencintai sesama yang menderita terutama orang kusta. Karena itu mereka pun ingin meninggikan semua orang terutama anak-anak difabel (Mzm 8). Sejak tahun 1980, karya pelayanan bagi kaum difabel sudah dilaksanakan oleh suster pendahulu SFD. Kala itu, kongregasi belum memiliki sendiri karya sosial ini, maka mereka pun terlibat di sekolah milik pemerintah dengan tugas sebagai guru kelas. Namun seiring dengan perjalanan waktu, kongregasi melihat tanda-tanda dan kebutuhan zaman kala itu, bahwa karya pelayanan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terlebih bagi anak-anak itu sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 Kongregasi mulai memikirkan sebuah bangunan untuk mewujudkan karya pelayanan ini. Pada 17 Juli 1987, pelayanan dimulai di dalam gedung milik kongregasi SFD di Jl. Palang Merah no. 15, Medan. Dengan kapasitas 15-25 orang anak. Demikianlah, karya pelayanan ini terus mengalami perkembangan, akhirnya mengalami kesulitan karena lokasi yang terlalu sempit. Akhirnya dibangun lagi sebuah gedung baru. Tahun 1997 berdirilah sebuah bangunan Sekolah Luar Biasa (SLB-C) lengkap dengan asrama. Lokasinya berada di Jl. Namopecawir, Kec. Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Dengan kapasitas 80-90 orang. Di tempat inilah anak-anak mendapat bimbingan dan cinta dari para suster SFD. 4. Visi dan Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel Untuk mengembangkan apa yang disampaikan dalam prinsip hidup kongregasi atau visi kongregasi SFD, “Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang” ditanggapi dengan baik oleh komunitas karya. Karya pelayanan bagi Anak-anak Berkebutuhan Khusus atau difabel memiliki sebuah visi, “Komunitas kasih persaudaraan yang melayani orang kecil dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan meninggikan setiap orang yang dicintai-Nya” (LPJ DPU 2015: 93). Kemudian visi ini dikonkritkan dalam misi; 1) Siap sedia melayani mereka yang mengalami keterbelakangan mental, yang dijiwai dengan semangat perayaan Ekaristi, doa bersama, pribadi dan semangat berkorban yang tinggi; 2) Menciptakan komunitas yang bahagia, dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 bekerja sama dan saling pengertian, serta jujur dan tulus; 3) Membangun sikap tanggung jawab dalam tugas pelayanan untuk nama baik karya dan Komunitas. Kemudian “Menjadi orang yang terpanggil untuk suatu kehidupan yang di dalamnya mengungkapkan kepercayaan bahwa Allah adalah Bapa semua orang, mengandung juga perutusan untuk mewujudkan cinta Bapa di dunia (Konst. 2007, art 41). Suster SFD dipanggil untuk bersikap seperti Bapa, yang mencintai dan meninggikannya setiap orang. Menghargai mereka dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena dalam diri mereka itu tampak kemuliaan Allah. Di sinilah menjadi wadah dan sarana untuk mewujudkan cinta Tuhan itu dengan meninggikan martabat manusia melalui pelayanan yang penuh cinta kasih, kegembiraan injili dan persaudaraan yang sejati (Pedoman Karya, 2015: 4). 5. Pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD) bagi Kaum Difabel Dalam Konstitusi SFD, terlulis bahwa para pendahulu mula-mula hanya terarah kepada pendidikan dan pengajaran kaum muda di daerah sendiri, namun lambat laun akhirnya kongregasi menyediakan suster-suster untuk perawatan orang sakit, orang lanjut usia, dan orang cacat (Konst. 2015 art. 41a). Kongregasi peka dan tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan Gereja. Berbagai macam karya pelayanan kasih yang ditujukan kepada sesama yang dilakukan oleh Kongregasi SFD. Salah satu karya pelayanan yang khas dari kongregasi SFD di Indonesia adalah karya pelayanan dan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus atau kaum difabel. Wujud karya tersebut berupa Asrama dan Sekolah Luar Biasa Kategori C (SLB-C) yang secara khusus mendidik anak- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 anak yang cacat mental atau Tunagrahita. Asrama dan Sekolah merupakan bentuk dan cara para suster SFD menerapkan semangat kedinaan kongregasi seturut teladan Santo Fransiskus Assisi dalam semangat kedinaannya. Pola hidup dari para suster Kongregasi SFD ialah: Menepati Injil Suci Tuhan Yesus Kristus, dengan hidup dalam ketaatan, dalam kemiskinan dan kemurnian dengan tidak menikah (Kapitel Umum III: 45). Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Santo Fransiskus, SFD wajib mengerjakan hal-hal yang lebih besar dan luhur dengan menepati perintah dan nasehat Tuhan Yesus Kristus (ADO3Reg I). Santo Fransiskus Assisi mengungkapkan bahwa kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah panggilan dan karunia Tuhan. “Saudara-saudari yang mendapat dari Tuhan anugrah untuk mengabdi dan bekerja hendaklah menjalankan pengabdian dan pekerjaannya dengan setia dan bakti” (ADO3 Reg Psl 5: 18). Dari itu, pola hidup yang “menurut Injil Suci Tuhan Yesus Kristus selalu berkaca dan perteladanan serta wasiat dari Santo Fransiskus Assisi dan pendiri kongregasi (Kapitel Umum III: 45). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 BAB IV RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI DALAM PELAYANAN KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS DINA BAGI KAUM DIFABEL Bab ini membahas relevansi semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam pelayanan SFD. Pembahasan bertujuan merefleksikan relevansi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan para suster SFD bagi kaum difabel. Melalui pembahasan ini diharapkan sebagai anggota kongregasi SFD dapat memahami, menghayati dan mewujudkan semangat kedinaan dalam hidup sehari-hari di komunitas, terlebih dalam karya pelayanan. Dengan demikian semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi yang telah dihayati dan dihidupi oleh para pendahulu SFD, tetap dihayati dan dihidupi oleh para suster SFD di masa sekarang pun yang akan datang, sehingga setiap anggota SFD dimampukan untuk menghasilkan buah-buah dari penghayatan kedinaan dalam karya perutusan. Untuk mencapai hal tersebut maka penulis, akan menguraikannya dalam lima bagian. Bagian pertama mengenai difabilitas sebagai medan pelayanan SFD, bagian kedua semangat kedinaan sebagai sumber dan dasar pelayanan bagi kaum difabel. Dan bagian yang ketiga adalah semangat kedinaan sebagai sumber inspirasi pelayanan bagi kaum difabel, dilanjutkan dengan bagian keempat tentang semangat kedinaan sebagai tujuan dan model pelayanan bagi kaum difabel. Selanjutnya dibagian akhir akan dibahas tentang buah-buah penghayatan kedinaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 bagi karya pelayanan SFD bagi kaum difabel dan usaha untuk meningkatkan pelayanan dalam karya perutusan. A. Difabilitas Sebagai Medan Pelayanan Kongregasi SFD Ketika para suster SFD memilih untuk mewujudkan pelayanan bagi kaum difabel, maka pada saat tersebut, SFD telah mengangkat dan menjadikan difabilitas sebagai bagian diri hidup, panggilan dan pelayanan para pengikut Fransiskus Assisi ini; singkatnya, menjadi medan pelayanan kongregasi SFD. Karena pelayanan berarti menjadi saudara semesta, maka melayani kaum difabel berarti menjadi saudara bagi kaum difabel. Untuk itu, diperlukan cara pandang dan semangat yang benar-benar mampu mengantar para suster SFD pada keyakinan dan semangat pelayanan yang rendah hati dan penuh sukacita bagi kaum difabel. Bagaimana perspektif para suster SFD dengan semangat kedinaan menjadikan pelayanan kaum difabel sebagai bagian dari semangat pelayanan? Di tengah masyarakat, para ilmuwan mengembangkan model pendekatan yang dianggap lebih memadai bagi kaum difabel atau difabilitas. Model-model tersebut adalah model individual atau yang lebih sering disebut sebagai model medis, model kelompok minoritas atau yang lebih sering disebut sebagai model sosial, dan model post-modern (Sinulingga, 2015: 39). Model medis mendefinisikan difabilitas terbatas pada kondisi individu yang mengalami difabilitas dan melihat “masalah” difabilitas berakar hanya pada keterbatasan fungsi fisik dan akibatnya secara psikologis. Kritik dari para aktivis difabilitas terhadap model ini adalah direduksinya pribadi dengan difabilitas pada kondisi biologis dan fungsinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Model sosial mendefinisikan difabilitas di dalam perspektif relasional. Model ini menunjukkan bahwa berbagai tantangan yang dihadapi oleh pribadi dengan difabilitas adalah hasil dari ketidaksetaraan sosial, tantangan fisik dan ideologi yang dibangun oleh masyarakat, stereotip negatif dan prasangka-prasangka, diskriminasi, dan sistem yang tidak mendukung. Model sosial dikritik oleh model ketiga, yaitu model post-modern, karena posisinya yang biner dalam memahami difabilitas: difabilitas sebagai keadaan “nyata” tubuh seperti yang dipahami model medis dan difabilitas sebagai hasil desakan sosial. Model post-modern mendasarkan diri pada teori postmodern tentang ketidakstabilan tubuh dan identitas. Beberapa teoris model post-modern ini berargumen bahwa sebuah definisi difabilitas harus menunjukkan dinamika dan konstruksi dari tubuh dan pikiran yang dianggap tidak berfungsi agar secara akurat menangkap bagaimana difabilitas dan identitas pribadi dengan difabilitas diciptakan. Berdasarkan definisi dari ketiga model tersebut, tampaknya pendekatan teologi terhadap difabilitas di Indonesia masih bermuara pada model medis. Perspektif para suster SFD terhadap kenyataan difabilitas bersumber dari ajaran Kristus dan semangat kedinaan Santo Fransiskus. Bagi Kristus, setiap manusia adalah anak Allah dan Sahabat-Nya. Sementara bagi Fransiskus, manusia dan seluruh semesta adalah saudaranya. Maka, difabilitas atau kaum difabel merupakan sesama putera-puteri Allah dan saudara dalam satu semesta. Sebagai saudara, tidak hanya hal jasmani tetapi juga rohani dan keseluruhan diri kaum difabel menjadi tujuan dan pusat pelayanan para suster SFD. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 Dalam buku Statuta Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) No. 39, dikatakan bahwa perhatian diprioritaskan pada karya-karya pendidikan atau pembinaan dan pastoral bagi kaum wanita yang secara khusus kaum remaja, pelayanan kepada orang-orang cacat, lemah, kecil, sakit dan terbebani, pelayanan terhadap orang-orang terlantar, terabaikan dan tertindas di masyarakat, serta pelayanan kepada orang kusta. Kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah merupakan karunia ilahi, di mana di dalamnya terkandung basis rencana “penyelamatan” Allah bagi manusia. Dimampukan oleh rahmat penyelamatan dan penyejahteraan paripurna Yesus Kristus, bahwa setiap pribadi SFD ikut ambil bagian dalam cinta penyelamatan universal dari Tuhan. Bersumber dari dan bertumpu pada kasih penyelamatan ilahi yang universal itu, maka kerja dan jerih payah diarahkan pada “penyejahteraan” umat manusia (Konst. 38). SFD dipanggil untuk menyejahterakan sesama secara jasmani dan rohani lewat karya pelayanannya. Penulis sebagai anggota kongregasi SFD, ikut ambil bagian dalam karya pelayanan itu, sungguh merasakan bahwa karya pelayanan SFD adalah suatu karunia dari Allah yang ditujukan kepada umat manusia. Hal ini dilakukan oleh para suster, bukan berdasarkan pada kewajiban dan tugas semata melainkan karena sungguh didorong oleh semangat Injili yakni “Kabar gembira” yang dijawab oleh manusia yang percaya, dalam semangat iman, kasih dan pengharapan Kristiani, sebagai penyambutan dari kerjasama dengan Tuhan Yesus Kristus, dan pelaksana rencana penyelamatan Allah bagi manusia. Di sana, para PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 pekerja “bukan hamba, melainkan sahabat” (Yoh 15: 15), kolega kerja Tuhan (Konst. 2015 art. 38). Pelayanan SFD dalam bidang apapun termasuk bidang pelayanan kepada kaum difabel tentu bukan hanya dimaksudkan untuk mengusir kemalasan atau sekedar tugas untuk melupakan diri. Pelayanan SFD bagi kaum difabel dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan. Hal ini bersumber dari teladan kesederhanaan dan kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam menjalankan tugas panggilannya dan akhirnya menjadi inspirasi bagi kongregasi SFD. Inspirasi yang datang bukan dari hal-hal yang luar biasa tetapi berasal dari hal yang sangat sederhana dan dekat dengan hidup sehari-hari. Konsep praktisnya juga sangat sederhana yaitu menolong mereka yang difabel. Dalam perkembangan waktu pelayanan itu ditingkatkan sehingga mereka yang difabel semakin merasa sama dengan semua manusia lainnya yakni sama-sama bermartabat luhur yang secitra dengan Allah. Ini merupakan bukti bahwa Allah adalah Bapa bagi semua orang tanpa ada sekat yang memisahkannya. Melalui semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi membuahkan pelayanan yang luar biasa kepada banyak orang yang membutuhkan. Bahkan kedinaan itu sendiri sangat berguna bagi Fransiskus untuk berkarya guna menghayati hidupnya. Semangat kedinaan itulah menjadi inspirasi bagi SFD sehingga jelas dasar karya pelayanan kongregasi ini adalah semangat kedinaan. Sesuatu yang ada di balik karya-karya Santo Fransiskus Assisi. Santo Fransiskus Assisi sepanjang hidupnya berkarya untuk mereka yang tersingkirkan. Namun sebagai seorang manusia tentu saja tidak bisa menolong PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 semua orang yang tersingkirkan itu. Karena itulah karya yang tidak selesai harus dilanjutkan sebagai kesatuan karya penyelamatan Allah. Dengan membantu mereka yang difabel maka kongregasi SFD melanjutkan karya itu dan meningkatkannya serta mengembangkannya sehingga semakin banyak orang yang dapat dibantu merasakan kebaikan Tuhan melalui sesama mereka. Jika pandangan medis, sosial dan post-modern hanya memperhatikan unsur fisik, sosial dan kepribadian kaum difabel, maka spiritualitas kedinaan SFD membawa umat dan masyarakat lebih jauh lagi yaitu pada religiositas kaum difabel; martabat keilahian yang juga menjadi anugerah yang diberikan Allah kepada seluruh umat-Nya. Dan pelayanan bagi kaum difabel adalah tindakan menjadi perpanjangan tangan Allah dalam menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi manusia dan semesta sebagaimana diteladankan Fransiskus karena dalam Injil telah ditunjukkan betapa banyak karya nyata Kristus yang menjadi sahabat dan penyembuh bagi mereka yang sakit dan difabel. Dari perspektif religius inilah semangat kedinaan dipahami sebagai sumber inspirasi dan dasar pelayanan bagi kaum difabel. B. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inpirasi dan Dasar Pelayanan bagi Kaum Difabel 1. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inspirasi dalam Pelayanan Kedinaan merupakan suatu sikap hidup, dimana harus mampu merendahkan hati dan merendahkan diri dengan rela mendengarkan, serta menyadari bahwa semua karya dan tugas perutusan adalah karya Allah semata bagi manusia. Dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 orang-orang terpanggil itu adalah perpanjangan tangan dan hati-Nya untuk menyalurkan berkat bagi mereka yang miskin dan menderita. Dasarnya adalah yang Yesus mencintai orang-orang cacat (difabel). Yesus yang mencintai orang-orang cacat atau kaum difabel adalah salah satu tindakan bahwa Dia mau mengangkat orang-orang yang hilang dari masyarakat. Bagi Yesus mereka itu sungguh berharga. Dan inilah yang menjadi misi Yesus ke dunia yakni menyampaikan kabar gembira bagi orang miskin. Memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan tertindas, penglihatan bagi orang buta, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Luk 4:18-19). Seluruh isi teks ini mau mengatakan inti pelayan Yesus, yakni mau membawa kabar gembira, seperti Fransiskus Assisi sebagai pembawa suka cita Injil kepada seluruh dunia tanpa ada sekat perbedaan. Ketika di penjara Yohanes meragukan tentang keberadaan Yesus. Maka Yohanes mengirimkan utusannya untuk menanyakan siapakah Yesus itu. Namun Yesus mengirim mereka kembali kepada Yohanes, “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik (Luk 7:22). Di sini Yesus hadir bagi semua orang, termasuk orang-orang cacat (difabel). Salib adalah simbol “penderitaan”, karena penderiaan di salib itu maka Ia mengetahui apa arti menderia bagi manusia. Karena ia sungguh menyatu dengan orang miskin, cacat dan menderita. Maka Ia sungguh-sungguh tahu dan merasakan apa yang diderita manusia yang menderita. Demikian juga dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 Santo Fransiskus Assisi juga merasakan salib. Salib menjadi berkat baginya karena lewat itu ia diberi rahmat untuk melihat Allah lewat orang-orang miskin, cacat dan menderita. Dengan masuknya penderitaan salib, para suster SFD harus mengikuti pendirinya terutama Yesus, yang dalam artian ini setiap suster SFD, harus sanggup membantu dan membangun iman orang-orang cacat (difabel) kepada Yesus. Yesus adalah juru selamat bagi orang-orang cacat dan terpinggirkan itu. Mengikuti Inijil Lukas yang ditempatkan di atas, keterlibatan SFD untuk mengangkat martabat orang-orang cacat dan menderita. Mereka ini secara kolektif di Kitab Suci adalah orang berdosa. Mereka dianggap adalah orang-orang yang mendapat kutuk dari Allah karena telah berbuat salah dan dosa. Sebagaimana Yesus dalam perjalan-Nya bertemu dengan orang buta sepanjang hidupnya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (Yoh 9:2). Yesus menjawab, bukan dia dan bukan juga orang tuanya. Pernyataan Yesus memiliki sebuah makna yang harus dijawab oleh kongregasi SFD. Yesus menyembuhkan orang buta, tetapi bukan penyembuhan itu yang paling utama, melainkan pengangkatan mertabat dan harga diri orangorang cacat itu di hadapan masyarakat. Hal di atas merupakan tindakan Yesus yang mau mengangkat harkat dan martabat orang difabel. Di tengah-tengah penderitaan yang seperti itu, sekalipun tidak jelas fungsi dari penderitaan itu, tapi sebagai seorang SFD, harus sampai pada titik utama tugas pelayanan itu. Sebab Santo Fransiskus sendiri pun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 mencium si kusta yang dikucilkan dan dibuang oleh masyarakat. Fransiskus melihat wajah Allah dalam diri orang kusta itu. Kongregasi SFD pun dipanggil untuk melihat titik-titik kehilangan itu bagi orang cacat untuk memperhatikan orang-orang difabel sebagai bentuk semangat salib dalam penderitaan orang lain. Yesus mengundang orang-orang cacat untuk sebuah perjamuan kerajaan-Nya. Cerita tentang perjamuan ini sangat baik dituliskan oleh penginjil Lukas, di mana sang Tuan pesta mengundang banyak orang. Tetapi banyak yang tidak mau datang dengan dalihnya masing-masing. Maka undangan pun dialihkan kepada orang orang miskin, cacat, buta dan lumpuh (Luk 14:21-23). Dari peristiwa teks ini, mengajarkan bahwa mengundang orang-orang yang tidak punya kemampuan untuk membalas, atau mengundang orang-orang miskin, cacat, buta dan lumpuh, maka akan diberi rahmat berlimpah oleh Allah sendiri, sekalipun mereka tidak mampu membayar. Bayaran yang kita terima adalah kebangkitan pada akhir zaman (Luk 14:12). Pendirian sekolah difabel yang dibangun oleh kongregasi SFD, harus dilihat dalam konteks mengundang orang-orang cacat dalam perjamuan seperti di atas tadi. Artinya bahwa kongregasi yang menghayati semangat hidup kedinaan akan semakin konkrit dalam hidup sehari-hari. Kedinaan bersumber dari Yesus sendiri karena Santo Fransiskus Assisi sendiri melaksanakan semangat kedinaan yang juga dilakukan oleh Yesus sebelumnya. Fransiskus Assisi melihat semangat kedinaan Yesus sehingga tidak ada alasan baginya untuk tidak menjadi hina sama seperti Yesus menjadi dina PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 untuk menolong orang. Dengan demikian jelas bahwa Yesus sang guru kedinaan menjadi sumber inspirasi bagi siapapun yang berkarya dengan semangat kedinaan. Sejak lahir, Yesus yang adalah anak Allah lahir di kandang domba. Ia lahir dari kesederhanaan dan kesalehan keluarga Nazaret. Ia adalah anak yang tumbuh dalam kesederhanaan cinta ibu Maria dan Yosef yang bekerja sebagai tukang kayu. Banyak hal yang dapat menjadi inspirasi dari cara pelayanan Yesus. Dalam hal kedinaan, Yesus tidak pernah menjauhkan diri dari mereka yang dipandang rendah dan berdosa. Justru Yesus duduk dan makan bersama mereka yang dianggap orang berdosa oleh orang banyak. Sejak awal pewartaan-Nya Yesus mendekati orang-orang berdosa karena untuk orang berdosalah Yesus diutus ke dunia. Untuk menyelamatkan mereka yang berdosa. Dalam perjamuan makan terakhir, Yesus melayani para murid-Nya. Ia bahkan membasuh kaki para murid-murid-Nya sebagai lambang kasih yang harus dilakukan para murid di antara mereka. Kedinaan ini berlanjut ketika Yesus ditangkap, disiksa dan disalibkan. Dalam kesempatan lainnya Yesus selalu berjalan bersama-sama dengan murid-Nya. Yesus tidak mendapatkan pelayanan kelas eksekutif dalam melaksanakan pekerjaan-Nya. Dan yang paling membekas dan penting adalah bagaimana Yesus sama sekali tidak melawan ketika ia disiksa, diolok, bahkan sampai mati di palang penghinaan salib. Yesus mengakhiri hidup-Nya di atas kayu salib tempat para penjahat digantung. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 Kehadiran Yesus pada level terbawah atau terhina mengajarkan bahwa Yesus selalu ada di tengah-tengah umat manusia tidak peduli asal-usul dan latar belakangnya. Ia tetap menjadi Bapa bagi setiap orang yang hidup dan percaya pada-Nya. Penjahat ataupun orang baik tetap menjadi anak-anak-Nya. Hal inilah yang menjadi inspirasi bagi SFD untuk berkarya bagi semua orang terutama mereka yang difabel. Dengan kasih dan cinta tulus dari para SFD Allah dihadirkan kembali bagi mereka yang kurang merasakan kasih itu. Kasih itu sendiri diarahkan pada siapapun tanpa ada pengecualian. 2. Semangat Kedinaan sebagai Dasar Pelayanan bagi Kaum Difabel Seperti yang telah direfleksikan di atas semangat kedinaan yang pernah menjadi semangat Santo Fransiskus Assisi dalam berkarya juga menjadi semangat SFD untuk berkarya guna mewujudkan cinta secara nyata dalam karya bagi kaum difabel. Semangat itulah yang menjadi dasar dalam berkarya. Santo Fransiskus Assisi adalah lambang kedinaan. Ia adalah simbol kesederhanaan. Kesederhanaan dan kedinaan ada di balik hidup Santo Fransiskus Assisi. Melalui Fransiskus Assisi kesederhanaan itu hadir sebagai bentuk kehadiran Allah sendiri di dunia. Santo Fransiskus mencontoh kesederhanaan Yesus dengan penuh dan total. Kesungguhan Santo Fransiskus Assisi membuat orang melihat Yesus di balik diri dan karya Santo Fransiskus Assisi. Ia menjadi Alter Christus. Sebuah harapan kehadiran Yesus yang menjadi kenyataan bagi mereka yang merasakan karya-karya-Nya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 Semangat kedinaan itulah yang menjadi dasar. Namun dasar dari semangat itu sendiri adalah kedinaan Yesus yang menjadi teladan bagi hidup Santo Fransiskus Assisi dalam berkarya. Bukan hanya semangat yang menjadi dasar, tetapi sumber semangat itu juga digali sampai ke dasarnya yaitu hidup Yesus yang ada dalam Kitab Suci dan diterjemahkan ke dalam karya pelayanan SFD. Sebagai sumber pelayanan, semangat kedinaan itu bersumber dari Tuhan. Dengan kata lain cara mengasihi sesama dalam karya bagi mereka yang difabel merupakan kasih Tuhan sendiri karena dilakukan dalam kesederhanaan hati. Dengan menghayati semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi, SFD menempatkan Yesus sendiri sebagai tokoh panutan yang terpenting dalam melaksanakan tugas pelayanan itu bagi mereka yang difabel. Selain itu, Yesus sebagai sumber menjadi inspirasi untuk melaksanakan karya pelayanan. Cara Yesus menolong siapapun menjadi suatu cara yang ditiru oleh SFD dengan segenap iman dan kasih. Dengan semangat kedinaan itu pula setiap SFD mengambil kekuatan dari sumbernya yaitu Injil suci. Warta suci ini diperjuangkan oleh setiap SFD dengan penuh semangat, bergembira, ramah dan bersaudara dengan semua orang, seraya tampil dengan sederhana, rendah hati dan tulus dalam melayani. Hal ini sesuai dengan semangat SFD dalam menjalani hidupnya dari sumber yang asli yaitu Injil. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 C. Semangat Kedinaan sebagai Tujuan dan Model Pelayanan bagi Kaum Difabel Allah begitu mengasihi setiap orang. Apakah mereka mempunyai kemampuan fisik dan kemampuan intelektual atau tidak. Allah mengasihi umatnya dengan mengutus Putra-Nya sebagai penyelamat. Terlepas dari kemampuan, panampilan dan perilaku, setiap anggota kongregasi SFD harus berusaha untuk memungkinkan kasih Tuhan mengalir pada setiap orang, terutama pada kaum difabel yang saat ini dilayani. Semangat kedinaan sebagai tujuan mengandaikan bahwa dengan semangat itu maka baik suster SFD atau mereka yang ditolong merasakan kesederhanaan hidup dalam sikap saling tolong menolong. Sebagai model pelayanan semangat kedinaan terlihat manfaatnya dalam karya-karya SFD. Kedinaan merupakan sebuah model pelayanan. Dengan kedinaan orang menjadi semakin mendahulukan orang lain dibanding dirinya sendiri. Dengan kedinaan juga orang akan bekerja tanpa menghambur-hamburkan uang. Sebagai sebuah model pelayanan, kedinaan Santo Fansiskus Assisi menjadi model. Karena kedinaan itu dicontohnya dari Tuhan Yesus sendiri, maka sebenarnya SFD juga menjadikan Yesus sebagai model dalam pelayanannya. Dengan menjadikan Yesus dan Santo Fransiskus Assisi sebagai model maka SFD dalam karyanya menghadirkan kembali Yesus yang mencintai setiap orang terutama yang difabel sebagai salah satu karya SFD. Demikian juga cara hidup Santo Fransiskus Assisi menjadi model berkarya dan memupuk relasi dengan Tuhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Dalam pelaksanaan model kedinaan bagi mereka yang difabel, nilai karya SFD menjadi motor penggerak utama dan profesionalitas dalam melayani sesama. Nilai untuk senantiasa bersemangat dalam tugas. Bertugas dengan penuh kegembiraan dan disiplin apapun keadaan yang dihadapi oleh mereka saat ada dan bersama mereka. Tentu hal ini bukan masalah yang mudah karena sifat manusia yang bisa marah dan bosan dalam bertugas. Nilai Fraternitas selalu menempatkan prioritas kepada mereka yang paling hina dan susah di dalam hidup. Dalam hal ini mereka yang difabel termasuk di dalamnya. Untuk menjalankannya mereka harus menyangkal diri dari keinginankeinginan pribadi terutama yang semu dan tidak untuk menolong orang yang membutuhkan. Dina ini merupakan semangat dalam pelayan. Kongregasi SFD adalah pelayan-pelayan Kristus melalui pelayanan mereka pada orang-orang difabel. Dengan semangat ini mereka menempatkan diri sejajar dengan siapapun mereka yang ditolong. Hal ini tentu menyenangkan bagi mereka yang ditolong karena merasa dianggap sebagai manusia yang sejajar dengan semua orang lainnya. 1. Suara Salib San Damiano adalah Suara Orang Difabel Pada Masa Ini Santo Fransiskus tidak mempunyai guru yang bisa mengartikan pengalamannya yang mendengar suara dari atas salib. Hanya Kristuslah yang selalu menjadi sumber dan dan tujuan hidupnya. Santo Fransiskus selalu bertanya kepada-Nya lewat doa-doanya setiap hari dengan rendah hati. Ia berdoa di depan salib Yesus. Dalam suasana doa, Fransiskus mendengar suara dari salib itu sampai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 tiga kali yaitu, Fransiskus pergilah dan perbaikilah rumah-Ku yang nyaris roboh ini (Bonaventura, II. 1). Dalam konteks pelayanan hal ini dapat diartikan bahwa Allah sendiri memanggil dan meminta Santo Fransiskus untuk melayani orangorang miskin, buta, cacat, dan lumpuh. Secara biblis pengalaman Bartimeus yang buta dan sedang duduk di pinggir jalan (Mrk 10:46). Dan reaksi yang muncul dari orang-orang di pinggir jalan terhadapnya adalah merupakan reaksi manusia di jaman ini. Teguran orang-orang kepada Bartimues supaya diam menunjukkan penolakan orang pada zaman ini terhadap orang-orang difabel. Ada banyak wajah Bartimeus di zaman ini. Para pendahulu suster SFD pada masa itu pun melihat Bartimues di sekitar mereka terutama di Namopecawir, Medan. Peristiwa Bartimeus terjadi pada saat Yesus dan murid-murid ke Yeriko. Mereka melewati pengemis buta, cacat, dan meminta kepada Yesus dua kali: “Yesus anak Daud kasihanilah aku”. Peristiwa ini juga seperti kisah suara dari salib san Damiano. Teriakan difabel ini adalah teriakan yang sama dengan San Damiano yang meminta supaya dikasihi dan dicintai. Yesus memohon belaskasih Fransiskus untuk memperbaiki gereja demikianlah juga SFD mewariskan hal sama untuk mengasihi sesama. Dua ribu tahun lebih, setelah peristiwa Yesus berhadapan dengan peristiwa Bartimeus, kaum difabel masih meminta bantuan dan belas kasihan kepada sesamanya. Suara-suara ini terkadang tidak jelas terdengar. Hal ini ditentukan oleh sikap orang yang dipanggil. Terkadang bisa seperti para murid yang menyuruh Bartimeus si buta itu untuk duduk diam. Tentu saja sikap kongregasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 tidak boleh seperti sikap para murid. Sebaliknya harus merespon teriakan mereka, menyambut orang buta dan harus bertanya, “apa yang ingin aku lakukan untukmu saudara? ”. 2. Difabel sebagai Saudara yang Dina Semangat hidup Fransiskan adalah berada dalam persaudaraan. Puncak dari persaudaraan itu terletak pada identifikasi diri dengan orang-orang yang dianggap hina dina. Maka harus bangga hidup bersama dengan orang-orang miskin. Karena di situlah kebanggaan hidup seorang SFD yang menyandang nama sebagai orang dina. Bahkan setiap saudara harus dipandang sebagai hadiah. Difabel adalah hadiah dan rahmat bagi kongregasi SFD. Karena itu harus menunjukkan belas kasih, atau cinta seperti Yesus yang menemukan belas kasihnya kepada si cacat dan si miskin.` Dalam perjalanan-Nya, sebagian hidupnya berada di antara orang-orang miskin, cacat, dan orang berdosa. Bahkan inilah yang menjadi penyebab mengapa orang-orang Farisi, ahli taurat, dan tua-tua ragu akan statusnya sebagai nabi. Totalitas pemberian kehidupan inilah yang dipandang oleh Fransiskus sebagai sesuatu yang harus diwujudkan para pengikutnya. SFD harus menunjukkkan belas kasih Allah kepada orang cacat karena mereka adalah hadiah dari Allah bagi SFD. Belas kasih Allah itu, memampukan SFD untuk melayani kaum difabel guna membantu mereka yang cacat untuk keluar dari keterbatasannya, baik secara intelektual maupun secara spikologis. Anak-anak mendapat pendampingan khusus setiap hari dari para suster dan petugas lainnya. Mereka didampingi dan diajari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 hal-hal praktis dalam hidup sehari-hari supaya bisa mandiri. Mereka dibina bagaimana cara untuk melipat selimut, mandi, BAB, makan, dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga didampingi dan diajari membuat karya tangan seperti membuat rosario, membuat sabun piring, menanak nasi, beternak ayam, dan ikan serta bercocok tanam di kebun. Kegiatan seperti ini selalu dilaksanakan dengan penuh semangat dan suka cita. D. Buah-buah Penghayatan Kedinaan dalam Karya Pelayanan SFD bagi Kaum Difabel Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik juga. Namun supaya pohon bertumbuh dengan baik, diperlukan pupuk yang menyuburkan tanah. Dalam hal ini menghayati semangat kedinaan merupakan pupuk yang sangat baik untuk hidup dan karya guna menghasilkan buah yang baik itu. Dengan penghayatan kedinaan maka buah-buah yang akan muncul dan bermanfaat bagi mereka dan mencicipinya. Buah dari kedinaan itu adalah kerelaan untuk menderita bersama orang-orang yang miskin, memiliki cinta yang tulus dalam melayani sesama, penuh tanggungjawab, bersuka cita atau bergembira, rasa syukur yang besar kepada Allah karena diperkenankan melihat diri-Nya dalam diri sesama yang menderita. Kerelaan utuk menderita itu tidak lepas dari kegembiraan sebagai seorang Fransiskan. Dengan menyadari keberadaannya sebagai orang dina harus tampak dalam hidup yang ceria, gembira atau suka cita. Seperti Santo Fransiskus Assisi yang gembira bisa hidup di tengah orang miskin dan menderita. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 Buah-buah penghayatan kedinaan bermanfaat untuk semua orang di sekitar terlebih bagi mereka yang difabel. Selain itu buahnya juga bermanfaat untuk pelayanan itu sendiri. Melayani dengan hati gembira, tulus dan penuh rasa syukur, maka kepercayaan orang pun terbangun dan yang terpenting mereka merasakan kehadiran Tuhan melalui perhatian dan cinta dalam karya pelayanan suster SFD. Dengan demikian apa yang ditanam oleh SFD dalam karya pelayanan bagi kaum difabel dipupuk oleh penghayatan pada kedinaan hingga menghasilkan buah yang bukan hanya dirasakan oleh orang yang dilayani tetapi juga bermanfaat untuk usaha dan karya SFD itu sendiri. Semua ini semacam siklus tidak berhenti yakni menanam karya, tumbuh, dipupuk dan kemudian berbuah. Buah ini juga bisa menyuburkan tanah tempat tanam dan dirasakan manisnya oleh banyak orang terutama mereka yang mengalami difabilitas. Siklus ini menjadi cara bagaimana mempertahankan kualitas pelayanan kepada kaum difabel. Dengan mengenal siklus karyanya, SFD dapat memberikan pelayanan sehingga mereka yang dilayani merasakan Tuhan menjadi Bapa yang sungguh-sungguh peduli pada mereka. E. Usaha Meningkatkan Pelayanan dalam Tugas Perutusan Berbicara tentang usaha meningkatkan pelayanan dan perutusan tentu saja tidak terhindarkan dari kemajuan zaman. Namun juga tetap memperhatikan penghayatan kedinaan dalam pelayanan. Keduanya harus berjalan seimbang dalam meningkatkan pelayanan dan perutusan di tengah-tengah masyarakat dan Gereja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Meningkatkan mutu pelayanan dengan konteks saat ini berarti juga harus memanfaatkan apa yang ada saat ini sebagai bagian dari peningkatan mutu. Misalnya pelayanan bagi mereka yang difabel dapat menggunakan teknologi yang sekiranya cocok dengan kebutuhan mereka yang difabel. Dalam dinamika bersama dan renungan atau pelajaran dapat menggunakan media audio atau visual sesuai dengan situasi atau keberadaan difabilitas. Sebagai contoh pada beberapa siaran TVRI sering ditampilkan dalam berita penyampaian berita dengan bahasa isyarat untuk penyandang difabilitas tuna rungu. Hal ini tentu saja sangat berguna bagi mereka yang menyandang difabilitas tuna rungu. Mereka dapat mengerti berita yang disampaikan. Hal ini tentu saja menjadi contoh yang baik dalam peningkatan mutu SFD dalam bidang difabilitas. Menjadikan media sebagai sarana untuk mendekatkan Kristus kepada semua orang terutama kepada mereka yang dijauhi, dan tidak diperhatikan karena mengalami keterbatasan secara fisik dan mental. Melalui media, mereka yang difabel merasa bahwa Bapa adalah juga Bapa bagi mereka karena mereka sama seperti orang normal lainnya yaitu dapat memanfaatkan teknologi dan menikmatinya. Usaha untuk menyesuaikan pelayanan dengan zaman dilakukan dengan mendasarkan diri pada visi yang ada yakni “Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang”. Dengan demikian segala usaha dapat lebih terarah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 Namun tentu saja segala usaha yang dilakukan harus tetap mendasar pada penghayatan kedinaan. Keduanya harus berjalan bersama-sama. Di sanalah kekuatan perutusan berasal dan berkembang. Dengan menghayati kedinaan usaha menggunakan media modern dalam peningkatan pelayanan merupakan gerakan yang berisi dan memiliki kekuatan rohani. F. Life Story Suster SFD yang Melayani Kaum Difabel Dari beberapa suster yang ditanyakan tentang pendapat dan pengalaman mereka dalam melayani kaum difabel di sekolah dan asrama SLB-C melalui hand phone dan email, tentang karya kongregasi di bidang difabel, semangat yang menjiwai mereka dalam melayani, visi dan misi SFD yang berkaitan dengan difabel, arti dari kedinaan, sampai pada hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam pelayanan seturut semangat Fransiskan, maka penulis menyimpulkannya. 1. Bagaimana pendapat suster tentang karya kongregasi dalam karya pelayan bagi kaum difabel? Karya pelayanan bagi kaum difabel merupakan karya yang sangat relevan di zaman ini, karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat dewasa ini. Melihat kenyataan bahwa anak-anak difabel bukannya berkurang tetapi semakin bertambah jumlahnya. Hal ini dapat dilihat di tempat karya pelayanan SFD. Di mana masih ada beberapa orang tua yang selalu menunggu untuk mendapat tempat di sekolah dan asrama bagi anak-anak mereka, terutama bagi anak lakilaki. Karya pelayanan bagi kaum difabel juga merupakan karya yang sesuai dengan semangat kongregasi yang memilih namanya sebagai Suster Fransiskus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Dina. Hal ini tentu terinspirasi dari semangat Santo Fransiskus Assisi yang mencintai segala mahluk di bumi yang bukan hanya manusia saja tetapi juga hewan dan segala tumbuh-tumbuhan. Selain itu, Santo Fransiskus juga menyadari bahwa semua ciptaan adalah saudara-saudari dan anak-anak Allah yang secitra dengan-Nya dan karena itu mau mengangkatnya. Dengan satu Bapa dan satu sumber hidup, maka harus saling mencintai dan menerima satu dengan yang lain sebagai sesama. Pada zaman itu dikisahkan bahwa, Santo Fransiskus bertemu dengan orang kusta dan mencium dia yang menderita itu, karena dalam diri orang kusta itu, Fransiskus melihat wajah Allah. Maka tak perlu diragukan bahwa Santo Fransiskus pun pasti juga sangat mencintai anak-anak difabel, melayani dan meninggikan mereka dengan penuh cinta serta kerendahan hati. Jadi Suster SFD yang menamakan diri sebagai Suster Fransiskus Dina diharapkan ikut serta untuk mengangkat martabat hidup anak-anak difabel itu dengan mendampingi mereka, merawat mereka, mendidik dan membekali mereka keterampilan hidup terutama kemandirian dalam mengurus diri sendiri sehingga dapat bersosialisasi dengan santun di tengah keluarga dan masyarakat. 2. Bagaimana pendapat suster lain yang suster dengar tentang karya pelayanan kongregasi di bidang difabel? Pertama-tama mereka merasa kagum dan bangga mempunyai karya pelayanan seperti yang disampaikan di atas. Suster SFD dapat menyalurkan dan membagikan kasihnya kepada Tuhan dengan melayani dan memberi perhatian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Secara umum mereka menilai positif dan mendukung karya pelayanan ini dengan cara hadir atau berkunjung di tempat anak-anak difabel ini atau ikut terlibat untuk melayani mereka dengan kesiapan secara lahir batin bila mendapat tugas perutusan dari kongregasi. Namun masih ada juga yang belum siap bila mendapat tugas perutusan dalam karya ini. Karya pelayanan ini cocok dengan semangat kedinaan kongregasi SFD, bahwa semua ciptaan Allah adalah saudara dan anak Allah yang secitra dengan Allah. 3. Spiritualitas Fransiskan manakah yang menyinggung tentang karya difabel! Semangat kedinaan dari Santo Fransiskus dan rasa cintanya terhadap orang kusta, menjadi inspirasi bagi SFD. Bagi Santo Fransiskus, dalam diri orang kusta itu Allah. Karena itu, Santo Fransiskus menyadari bahwa Allah yang Mahatinggi dan Mahaluhur sudi hadir dalam diri mereka yang menderita dan dipinggirkan. Hal ini memperdamaikan dia dengan keberadaannya sendiri yang rapuh dan berdosa, dan membuat dia menjadi saudara bagi mereka yang miskin. Dengan menganggap dirinya yang paling hina di antara semua insan, Santo Fransiskus memperoleh mereka bagi Allah yang Mahabaik dan penuh kasih. Oleh karena itu, SFD yang terinspirasi dengan semangat Santo Fransiskus berusaha melayani dengan rendah hati dalam mendidik dan membimbing serta mengupayakan hidup mereka. SFD berjuang mengangkat harkat dan martabat anak-anak difabel sebagai salah satu peruwujudan dari semangat kedinaan. Anakanak difabel ini, dalam banyak hal adalah “orang-orang kecil, lemah, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 dipinggirkan” maka SFD yang mempunyai semangat kedinaan Fransiskus dipanggil untuk melayani mereka dengan penuh cinta dan kerendahan hati. 4. Menurut suster, apakah karya pelayanan di bidang difabel sudah cocok dengan visi dan misi SFD! Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang. Rumusan singkat ini adalah merupakan visi Kongregasi SFD yang diyakini sebagai sebuah penglihatan yang dianugerahkan Tuhan kepada para suster, dan menjadikannya sebagai sebuah pedoman hidup dalam gerak bersama untuk melayani Tuhan dan sesama lewat karya pelayanan. Sebagaimana Bapa meninggikan setiap orang, maka SFD pun dipanggil untuk melayani dengan rendah hati dan murah hati dalam karya pelayanan. Terlibat dengan sepenuh hati dalam karya perutusan. Selain itu, SFD harus “siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinanNya terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan, menghimpun kaum muda, perempuan, orang kecil orang sakit bersama saudara lain. Dengan misi seperti ini maka karya difabel merupakan salah satu karya untuk menunjukan bahwa SFD berusaha untuk melihat kebutuhan zaman. Di mana pada masa ini ada banyak anak-anak difabel yang membutuhkan pelayanan kasih dan pendidikan ini. Anak-anak difabel juga merupakan “orang kecil” yang harus mendapat perhatian. Oleh karena itu, visi dan misi SFD sejalan dengan apa yang dilakukan dalam karya pelayanan lewat karya di bidang sosial tentang difabel. Tuhan sendiri mencintai dan meninggikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 mereka yang kecil, lemah, miskin, dipinggirkan, dan cacat. Para suster SFD dipanggil untuk melayani mereka dengan sepenuh hati dan hati terbuka. 5. Spiritualitas Fransiskan mana yang masih harus ditingkatkan agar supaya karya pelayanan semakin dicintai para suster SFD! Gelar sebagai seorang Suster Fransiskus Dina (SFD) yang secara langsung tanpa perantara Santo atau Santa mengakui Fransiskus memiliki kekayaan sangat banyak tetapi yang sangat melekat padanya adalah sikap Dina. Maka dipertajam lagi supaya SFD yang menyandang nama sebagai orang Dina berusaha untuk meneladani Fransiskus yang Dina itu. Sikap kedinaan dalam hidup bersama dan bermasyarakat dapat dipupuk dengan sikap penuh kerahiman hati, penyangkalan diri, cinta satu sama lain, dan hidup dengan sederhana dan ugahari. Selanjutnya bisa juga dengan rela memberi dan menerima teguran persaudaraan, berani meminta maaf dan memaafkan dan mau berbagi suka dan duka hidup pada sesama. Dengan mengambil semangat kedinaan dari Santo Fransiskus Assisi, hendaknya sanggup menerima dan mencintai semua orang apa adanya tanpa syarat. Seperti Santo Fransiskus yang menyadari dan melihat bahwa Allah hadir terhadap diri orang kusta, sehingga dia mampu mencintai orang kusta tersebut maupun orang-orang yang ada di sekitarnya tanpa memandang status sosialnya. Jika para suster SFD memiliki semangat seperti Santo Fransiskus, dengan melihat Yesus hadir dalam setiap pribadi orang yang layani dalam aneka ragam karya pelayanan maka karya apapun yang dipercayakan kepada setiap suster SFD PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 dapat menumbuhkan rasa cinta dan rasa memiliki dengan sepenuh hati dalam diri para suster. Karena seorang suster SFD sadar bahwa yang mereka layani bukan hanya pribadi orang tersebut melainkan diri Yesus Kristus yang hadir dalam pribadi mereka yang dilayani setiap hari. 6. Apa yang suster pahami tentang kedinaan? Kedinaan merupakan sebuah sikap yang tampak dalam kesederhana, atau keugaharian hidup sehari-hari. Tidak sombong dan tidak memegahkan diri dengan pamer. Sikap yang sederhana tidak hanya berkaitan dengan penggunaan uang tetapi lebih ditekankan pada sikap hidup bersama dan berkarya dalam pelayanan setiap hari pada sesama. Bertutur kata yang sopan terhadap sesama, menerima tugas perutusan dengan rendah hati, dan tidak pamer dengan kelebihan yang dimiliki. Sikap Dina itu berarti juga dipenuhi dengan semangat doa dan pertobatan yang terus menerus seraya menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, bermati raga, tulus, rela berkorban serta hidup tanpa pamrih dalam pemberian diri. Maka hal ini dapat diwujudkan melalui keyakinan akan penyelenggaran ilahi dalam setiap gerak langkah hidup. Melakukan pembaharuan diri atau matenoia yang terus menerus, sederhana, mati raga, tidak sombong dan mampu menerima semua orang apa adanya termasuk anak-anak difabel, murah hati, memberikan waktu dan tenaga, iklas, berani menjadi yang terkecil, lepas bebas dan setia adalah merupakan bentuk yang khas dalam pelayanan SFD. Kedinaan seperti inilah yang sangat dibutuhkan dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 G. Usulan Program Rekoleksi 1. Latar Belakang Program Pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) akan semakin terwujud di dunia ini bagi sesama yang membutuhkan terutama kaum difabel melalui pelaksanaan suatu program yang merupakan salah satu bagian dari proses pembinaan SFD yang secara terus menerus di laksanakan. Salah satu program tersebut adalah rekoleksi rutin setiap bulan pada minggu kedua. Tema yang didalami pun biasanya sudah terjadwal dari kongregasi. Hal ini dilaksanakan serentak oleh semua komunitas SFD Indonesia. Kecuali bila ada halangan yang sangat mendasar sehingga rekoleksi tidak terlaksana seperti yang direncanakan. Pada bagian ini penulis akan memaparkan sebuah usulan program untuk mendukung terjadinya proses pelaksanaan rekoleksi guna mendalami dan memahami semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan khususnya bagi kaum difabel di masa ini. Program yang penulis usulkan atau tawarkan di sini berupa rekoleksi dengan tidak mengurangi dan meninggalkan tradisi kongregasi dalam rekoleksi rutin yang dilaksanakan setiap bulan. Berdasarkan pengalaman penulis dan beberapa suster yang dimintai tanggapannya, tentang karya pelayanan kongregasi bagi kaum difabel melalui wawancara dengan model life story, dapat ditangkap ada rasa bangga penuh suka cita karena karya ini di lihat sebagai sebuah medan untuk mewujudkan semangat kedinaan itu. Namun ada juga terlihat akan suatu kerinduan yang mendalam dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 para suster untuk melayani dengan sepenuh hati dan memberikan pelayanan itu kepada sesama dengan sebaik mungkin. Para suster merindukan suatu pelayanan yang baik dan penuh kasih dengan didasari oleh semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi yang diwariskan oleh pendiri kongregasi dan para suster pendahulu. Namun tak jarang hal itu belum berjalan secara maksimal. Hal ini tentu disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan penghayatan akan semangat kedinaan dalam pelayanan. Kerinduan para SFD untuk memiliki semangat kedinaan dalam pelayanan diperlukan adanya suatu penyegaran kembali sebagai penganut semangat kedinaan Santo Fransiskus dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. Maka dari itu semangat kedinaan tersebut perlu disegarkan kembali melalui rekoleksi yang penulis usulkan ini. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengusulkan suatu program untuk penyegaran kembali semangat kedinaan dalam melayani sesama baik di tugas perutusan pun dalam persaudaraan di komunitas. Penulis mengusulkan sebuah program berupa rekoleksi penyegaran. Semoga dengan pelaksanaan program ini, para SFD akan semakin menghayati semangat kedinaan dalam pelayanan kepada Tuhan dan sesama. 2. Alasan Pemilihan Program Dengan melihat keberadaan dari semangat kedinaan dalam pelayanan bagi Tuhan dan sesama, yang memberi peran penting dalam tugas pelayanan namun belum dilaksanakan dengan baik, maka penulis mengusulkan program rekoleksi berupa penyegaran kembali semangat kedinaan tersebut dalam tugas pelayanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 Dengan rekoleksi penyegaran ini harapannya peserta sunguh-sungguh akan kembali disegarkan, dikuatkan dan terinspirasi dalam menerapkan semangat kedinaan tersebut dalam tugas perutusannya masing-masing. Dan diharapkan pula supaya berbuah limpah dan dinikmati oleh banyak orang. Maka semangat kedinaan dari Santo Fransiskus Assisi yang dijiwai pendiri kongregasi menjadi warisan bagi para SFD, perlu disegarkan kembali. 3. Tujuan Program Tugas pelayanan yang dijalani oleh para Suster Fransiskus Dina (SFD) pada masa kini lebih terarah pada pelayanan terhadap orang-orang kecil, lemah, miskin, tertindas, dan difabel atau KLMTD. Dalam bidang pendidikan misalnya, akan mengutamakan anak-anak yang berada di kelas menengah dari mereka yang lebih mampu dan mapan dalam hidupnya. Karena hal ini selaras dengan pilihan kerasulan sosial kongregasi, yakni pelayanan kongregasi yang terutama ditujukan kepada mereka yang memerlukan perhatian dan karya kasih yang tulus. Karya pelayanan tersebut tak jarang berhadapan dengan tantangan yang datang dari masyarakat sekitar maupun lingkungan karya dan komunitas. Dari uraian tersebut di atas, tujuan program ini dimaksudkan supaya dalam karya pelayanan para peserta yakni para SFD tetap setia dan semangat dalam menjalani tugas perutusannya dengan tetap menerapkan semangat kedinaan yang telah diwariskan para pendahulu. Karena dari buku-buku spiritualitas kongregasi yang didalami dan memperkaya gagasan refleksi ini, ditemukan bahwa semangat kedinaan sangat cocok diterapkan bagi karya perutusan SFD. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 4. Rumusan Tema dan Tujuan Dengan tujuan yang sudah dipaparkan di atas, maka yang menjadi usulan dalam program rekoleksi ini adalah: Tema Umum : Bersama Santo Fransiskus Assisi menjadi pelayan yang dina dalam karya pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD). Tujuan Umum : Bersama pendamping pesera semakin menyadari tugas dan panggilannya sebagai seorang pelayan yang dina sehingga peserta terdorong untuk semakin menghayati dan menerapkan semangat kedinaan dalam karya pelayanan. Tema I : Meneladan Santo Fransiskus Assisi yang dina Tujuan Tema I : Bersama pendamping, peserta meneladan Santo Fransiskus Assisi yang memiliki semangat dina dalam hidup sehingga menjadi orang dina. Tema II Tujuan Tema II : Melayani tanpa pamrih : Bersama pendamping, peserta menyadari bahwa melayani adalah pemberian diri pada sesama dengan tulus tanpa mengharapkan balasan (tanpa pamrih) sehingga mereka semakin peduli kepada orang yang membutuhkan. Tema III : Spiritualitas seorang pelayan Tuhan dan sesama Tujuan Tema III : Bersama pendamping, peserta semakin menyadari bahwa dalam karya pelayanan perlu memiliki hati sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 seorang pelayan yang memiliki sikap dina dengan hati gembira. Sub Tema IV : Belajar dari pola pelayanan Santo Fransiskus Assisi. Tujuan Tema IV : Bersama pendamping, peserta memahami kembali dan mengikuti pola pelayanan Santo Fransiskus sang pelayan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 5. Matriks Program Rekoleksi Bagi para Suster Fransiskus Dina (SFD) Tema Umum : Bersama Santo Fransiskus Assisi menjadi pelayan yang dina dalam karya pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD). Tujuan Umum : Bersama pendamping pesera semakin menyadari tugas dan panggilannya sebagai seorang pelayan yang dina sehingga peserta terdorong untuk semakin menghayati dan menerapkan semangat kedinaan dalam karya pelayanan. No 1 Tema Tujuan Meneladan Bersama Santo peserta Fransiskus Fransiskus Uraian Materi pendamping, meneladan Santo Assisi yang Assisi yang memiliki semangat dina dina menjadi sehingga Metode Sarana ļ· Arti kedinaan ļ· Informasi ļ· Hidup Fransiskus ļ· Tanya jawab • LCD ļ· Panggilan Fransiskus ļ· Refleksi • Laptop • Teks lagu (2000: 27-28). Kisah tiga ļ· Konstitusi SFD orang (2015: 13) Melayani Bersama pendamping, ļ· Arti melayani tanpa peserta menyadari bahwa tanpa pamrih pamrih melayani adalah pemberian diri pada sesama dengan tulus tanpa mengharapkan balasan ļ· Groenen, OFM Sahabat. dina. 2 Sumber Bahan (tanpa pamrih) ļ· Filipi 2:1-11: Allah adalah kasih ļ· Renungan tentang Allah adalah kasih ļ· Refleksi Pribadi ļ· Tanya Jawab ļ· Informasi ļ· Laptop ļ· Teks ļ· Bergant Dianne dan Robert fotocopy (2002). Tafsir kutipan Alkitab Filipi 2:1- Perjanjian Baru. 11 Yogyakarta: sehingga mereka semakin Kanisius, peduli kepada orang yang halaman 355-356. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 ļ· Kitab Suci membutuhkan. 3 pendamping, ļ· Kolose 3:23: • Informasi Spiritualitas Bersama seorang peserta semakin menyadari pelayan bahwa Tuhan pelayanan perlu memiliki Melayani hati sebagai seorang pelayan dengan karunia yang yang memiliki sikap dina dimiliki dalam karya • Melayani Tuhan ļ·1 Petrus 4:10 sesuai • • ļ· Konsitusi art. 13 • Kertas flap Karris, OFM, dan spidol 2002” Tafsiran Alkitap Perjanjian Diskusi Baru” • kelompok • untuk melayani Tanya Sharing pengalaman : art. Suci Perjanjain Baru Lembaga 2002, Alkitab Indonesia. 19: Yogyakarta: Mendahulukan pelayanan Kitap Jakarta, Persekutuan dina ļ· Konsitusi Bergant, SCA dan Robert J. jawab ļ· Matius 20:28: Datang dengan gembira hati. • Dianne Refleksi • LCD pribadi : • Laptop Kanisius orang ļ· Konstitusi SFD kecil (2015: 13, 19) ļ· Pengalaman peserta 4 Belajar dari Bersama pendamping, ļ· Kisah tiga Sahabat art. pola peserta memahami kembali 11: Mengalahkan diri pelayanan dan berkat orang kusta. mengikuti pola • Tanya jawab • • LCD Diskusi • Laptop kelompok ļ· Film ļ· Groenen, OFM (2000: 27-28). Kisah tiga Sahabat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 Santo pelayanan Santo Fransiskus Fransiskus sang pelayan. Assisi. • Rangkuman/ informasi singkat ļ· Laba ladjar, OFM tentang St. (2000: 193). Fransiskus Karya-karya merawat Fransiskus. orang kusta ļ· Pengalaman peserta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 6. Persiapan Rekoleksi Langkah-langkah Kegiatan Rekoleksi Hari/ Waktu Kegiatan Tanggal Minggu, 9 08.00-08.30 Oktober 08.30-08.45 2016 Check in dan Ice Breaking ļ· Pembuka ļ· Lagu pembuka: Datanglah Roh Maha Kudus 08.45-10.00 ļ· Doa pembuka ļ· Pengantar Kegiatan Inti I: Meneladan Santo Fransiskus Assisi yang dina ļ· Arti kedinaan ļ· Hidup Fransiskus ļ· Panggilan Fransiskus 10.00-10.30 Snack dan minum 10.30-12.00 Kegiatan Inti II: Melayani tanpa pamrih 11.45-12.00 ļ· Melayani dengan tulus iklas ļ· Refleksi pribadi/diskusi dari materi 12.00-15.00 • Ibadat siang • Makan siang • Istirahat 15.00-16.00 Kegiatan Inti III: Spiritualitas seorang pelayan Tuhan ļ· Peserta diajak untuk masuk dalam kelompok kecil (4 orang/kelompok) dan merenungkan teks Kitab Suci yang berbicara tentang pelayanan dan membahasnya dalam kelompok tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 ļ· Peserta memplenokan hasil diskusi. 16.00-16.30 Snack dan minum 16.30-17.00 Kegiatan IV: Belajar dari pola pelayanan Santo Fransiskus Assisi ļ· Peserta diajak untuk menyaksikan tayangan singkat tentang Fransiskus yang merawat orang kusta. ļ· Peserta diajak untuk mengambil makna dari tayangan tersebut secara pribadi kemudian merefleksikannya (refleksi pribadi). 17.00-17.45 Peserta memplenokan permenungannya hasil tentang refleksinya kisah atau Fransiskus “Merawat orang kusta”. 17.45-18.00 • Peneguhan • Penutup: - Doa penutup - Lagu penutup: Aku melayani Tuhan Langkah-langkah: 1. Tema I : Meneladan hidup Santo Fransiskus Assisi yang dina 2. Tujuan : Bersama pendamping, peserta meneladan Santo Fransiskus Assisi yang memiliki semangat dina sehingga menjadi orang dina. 3. Waktu : Minggu, 9 Oktober 2016, Pukul 08.00-18.00 WIB 4. Peserta : Para Suster Fransiskus Dina (SFD) 5. Proses Pelaksanaan a. Pembukaan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 1) Doa Pembuka Puji dan syukur kami haturkan kepada-Mu ya Tuhan, karena pada kesempatan ini Engkau telah mengumpulkan kami semua hamba-hamba-Mu yang dina dalam persaudaraan Suster Fransiskus Dina. Hari ini kami secara bersamasama akan mendalami kembali hidup rohani kami, khususnya dalam merenungkan semangat bapa kami Santo Fransiskus yang dina itu. Kami berharap semoga dengan kegiatan ini, kami sungguh-sungguh dibarui dalam semangat melayani sesama seperti bapa kami Santo Fransiskus yang melayani semua orang dengan sepenuh hati, terlebih melayani yang sakit dan menderita. Bukalah hati kami dengan sabda-Mu yang tampak dalam hidup Santo Fransiskus, dia yang menjadi pelindung kongregasi memampukan kami untuk melayani-Mu dalam diri sesama yang membutuhkan. Bersama dengan Santo Fransiskus yang menjadi teladan hidup kami, sungguh-sungguh menjiwai kami semua dalam tugas pelayanan pada sesama. Utuslah Roh-Mu membimbing kami dalam permenungan hari ini supaya kami dapat menggunakannya dengan sepenuh hati. Doa ini kami haturkan kepadaMu dengan perantaraan Kristus, Tuhan dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa dalam persekutuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin 2) Lagu Pembuka : Datanglah Roh Maha Kudus (MB. 448) (terlampir) 3) Pengantar Para suster yang terkasih dalam Kristus Tuhan, pada kesempatan ini kita bersama-sama akan menggali dan mendalami kembali semangat kedinaan bapa Santo Fransiskus Assisi yang menjadi teladan dan semangat hidup kita dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 melayani sesama lewat tugas perutusan masing-masing. Pada kesempatan ini, yang menjadi tema rekoleksi kita “Bersama Santo Fransiskus Assisi menjadi pelayan yang dina dalam karya pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD)”. Dan dalam sesi pertama ini kita mau mendalami Santo Fransiskus Assisi yang dina. Sikap dina itu terlihat dalam seluruh keberadaan diri dan hidupnya. Fransiskus yang dina adalah seorang pribadi yang sungguh-sungguh total dalam mengabdi Tuhan dan sesama. Pribadi yang selalu rendah hati, dan murah hati. Selalu membuka hati bagi penderitaan sesama yang dijumpai, termasuk orang kusta yang dikucilkan orang masyarakat. Karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina, akan semakin dirasakan banyak orang bila disertai dengan semangat hidup dina di tengah-tengah mereka. Namun hal itu tidaklah mudah, membutuhkan suatu perjuangan untuk menghayati dan menerapkan warisan agung itu. Maka pada awal rekoleksi ini, marilah kita membuka hati supaya dapat mengikutinya dengan penuh semangat supaya dikuatkan untuk terus mewujudkan semangat kedinaan dalam karya pelayanan. b. Kegiatan Inti I: 1) Materi Pertemuan : Meneladan Santo Fransiskus Assisi yang dina 2) Tujuan Pertemuan : Bersama Fransiskus pendamping, peserta Santo Assisi yang memiliki semangat dina sehingga menjadi orang dina. 3) Pengertian Dina meneladan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 Dina dalam konteks semangat Fransiskan adalah minor, yang artinya; rendah, hina, tidak setara dengan yang lain. Santo Fransiskus menjadikan hidupnya sebagai fratrum minorum yang artinya saudara dina. Fransiskus menyebut ordonya adalah frater minor. Kedinaan atau Dina merupakan suatu sikap untuk berada di hadapan Allah Yang Mahatinggi. Menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang. Selain itu, dina juga sama dengan rendahan, dan tunduk pada orang lain, dengan selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang hina. Jadi konsep kedinaan bila dikaitkan dengan pelayanan sebagai saudara, kerendahan hati dan sifat tunduk serta yang menjadi pendorong semua itu adalah cinta, seperti dalam diri Kristus, yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Karena itu, diperlukan sikap, “menyangkal diri”. 4) Penjelasan mengenai Santo Fransiskus yang Dina a) Hidup Fransiskus Santo Fransiskus adalah anak seorang pedang terkenal. Ayahnya bernama Pietro Bernardone, dan ibunya Donna Picca. Pada masa mudanya, ia hidup dalam kemewahan berlimpah. Ia disenangi oleh teman-teman sebayanya karena boros dan murah hati. Setiap malam Fransiskus dan teman-temannya memenuhi jalanjalan kota Assisi. Kala itu, sedang terjadi perang antara Assisi dan Perugia. Semua pemuda ikut berperang melawan Perugia, termasuk Fransiskus. Awalnya, ia bercita-cita menjadi seorang ksatria tetapi gagal karena ia memilih panggilan lain untuk terlibat demi karya keselamatan yang direncanakan oleh Tuhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 Suatu ketika, Fransiskus meninggalkan rumahnya, dan mencari orang kusta. Hasil penjualan kain dibagi-bagikan kepada orang miskin. Melihat hal itu, ayahnya Pietro marah besar dan mempermalukan Fransiskus di depan uskup Guido. Pada saat itu Fransiskus mengembalikan harta milik ayahnya. Ia melaksanakannya secara radikal. Ia menanggalkan pakaiannya, meletakkan pada kaki ayahnya dan menempatkan diri sepenuhnya di bawah perlindungan uskup. Sejak saat itu putuslah sudah hubungan ikatan ayah dan anak. Pietro Bernardone menolak Fransiskus menjadi ahli waris dari kekayaannya. b) Panggilan Fransiskus Hubungan Fransiskus dengan masa lampau putuslah sudah. Fransiskus menemukan panggilannya dalam Injil. Pada saat mengikuti misa, ia mendengar Injil Matius 10 dibacakan yang isinya tentang perintah Yesus yang mengutus para rasul dengan tidak membawa apa-apa. Mendengar hal itu hatinya sangat bergembira. Bagi Fransiskus, hal itu merupakan wahyu dari Tuhan untuknya dan setiap orang yang akan menggabungkan diri dalam persekutuannya. Santo Fransiskus berpesan bahwa, setiap orang yang menggabungkan diri pada persekutuannya, supaya cinta satu sama lain dengan mewujudkan menjadi yang paling dina. Fransiskus sangat menghayati hidup dina melalui keterbukaan hatinya kepada sesama yang miskin dan menderita, bahkan kepada orang kusta. Ia mampu melihat Allah yang Mulia dalam diri setiap makhluk yang hidup, bahkan dalam diri orang kusta yang terluka dan menderita. Maka itu, ia menyebut setiap ciptaan sebagai saudara. Karena itu, Fransiskus rela menjadi orang yang terkecil dan hamba. Bagi Fransiskus merupakan suatu kebodohan bila lebih senang dipuji PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 dan disanjung-sanjung, sebaliknya ia akan lebih bahagia dan gembira bila harus dihina dan menderita demi sesamanya. Penghayatan Santo Fransiskus akan hidup dina menjadi teladan dan motivasi bagi para pengikutnya terutama kongregasi SFD yang menyandang nama sebagai suster dina dalam menanggung setiap kesulitan dan tantangan yang dihadapi dalam tugas pelayanan. Dalam aturan hidup kongregasi SFD, yakni statuta dituliskan bahwa seorang SFD harus mampu memupuk kedinaan dalam hidup bersama dengan kesediaan memberi dan menerima teguran persaudaraan, menerima kelemahan dan kelebihan sesama suster, dan berani minta maaf dan memaafkan. Mau mengerjakan tugas yang sederhana dan tersembunyi yang biasa dipandang rendah oleh banyak orang. Maka dari itu, untuk sampai pada penghayatan akan kedinaan tersebut membutuhkan keterbukaan hati akan bisikan Roh Kudus. c. Kegiatan Inti II 1) Materi Pertemuan : Melayani tanpa pamrih 2) Tujuan Pertemuan : Bersama pendamping, peserta menyadari bahwa melayani adalah pemberian diri pada sesama dengan tulus tanpa mengharapakan balasan (tanpa pamrih) sehingga mereka semakin peduli kepada orang yang membutuhkan. 3) Penjelasan mengenai melayani tanpa pamrih a) Arti melayani tanpa pamrih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 Kasih adalah tindakan atau perbuatan dimana orang harus berani keluar dari diri sendiri, melepaskan segala kepentingan diri dan menuju pada sikap altruis. Hanya satu yang mau dicapai ketika orang memberikan perhatian atau bantuan kepada orang lain, yaitu kebahagiaan. Betapa suka-citanya hati ketika dapat memberikan kasih itu secara tulus dan cuma-cuma kepada sesama tanpa mengharapkan balasan dari dia demi kebahagiaannya, lebih-lebih mereka yang kecil, lemah, miskin, tertindas, dan difabel. Hanya hati yang sederhana dan dina yang mampu memberikan kasih dan perhatian tanpa pamrih bagi orang lain. Dalam kehidupan ini, orang sering mengungkapkan kata atau mendengar kata cinta kasih. Banyak orang yang memiliki maksud dalam mengasihi sesama. Ada yang dengan tulus mengasihinya dan ada pula yang hanya berpura-pura. Ada yang memberi perhatian supaya ia juga diperhatikan atau tidak ingin perhatiannya sia-sia. Pendeknya, motivasinya mengasihi orang lain supaya dikasihi juga. Hal-hal di atas dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan seperti; seorang guru malas mengajar karena gajinya kecil, seorang ahli hukum tidak mau membantu jika dibayar murah, dan lain sebagainya. Dan masih banyak gambaran lainnya yang menunjukan bahwa banyak orang yang memberi syarat untuk mengasihi sesama. Inilah gambaran dunia saat ini. Siapakah yang masih memiliki cinta kasih yang tulus tanpa pamrih kepada sesama? Apakah ada yang berani keluar dari diri sendiri untuk sejenak mengasihi orang lain dengan lebih sungguhsungguh demi kebahagiaan mereka itu? 4) Bacaan : Flp 2:1-11 (teks terlampir) 5) Renungan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi 2:1-11, mengungkapkan bahwa di dalam Allah ada kasih. Kasih merupakan ciri khas Allah Bapa yang tidak mungkin dipisahkan. Rasul Paulus mengajak jemaat untuk bersatu hati, sepikir dan seperasaan di dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Selain itu Paulus juga mengajak supaya lebih mengutamakan orang lain terlebih dahulu dari pada diri sendiri. Mendahulukan orang yang membutuhkan daripada kepentingan sendiri. Semua itu adalah sifat yang bagi Paulus bagian dari hidup sebagai orang Kristen. Dalam hidup-Nya, Kristus Yesus telah mengasihi manusia dengan tidak mengharapkan balasan apapun dari manusia. Dalam mengasihi, Kristus rela menderita sengsara, bahkan merendahkan dirinya sampai mati di kayu salib demi manusia. Ia melihat bahwa keselamatan domba-domba-Nya lebih penting dari keselamatan-Nya sendiri sehingga Ia mengorbankan nyawan-Nya. Semua itu dilihat Paulus sebagai sebuah teladan. Paulus melihat bahwa ada sebuah pengingkaran diri dan kerendahan hati yang hebat yang dilakukan oleh Yesus, dan berujung pada kematian. Pada akhir perikopa, Paulus menampilkan hal yang diakibatkan oleh perendahan diri dan kerendahan hati sampai mati di kayu salib yaitu kemuliaan yang diberikan Allah kepada Yesus dengan sebuah nama yang mengatasi segala nama. Demikian Paulus memperlihatkan sebuah teladan dari Yesus supaya umat di Filipi mengikutinya. Dengan demikian kita harus belajar dari sumber kasih sendiri yaitu Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Dalam suka dan duka kita dalam mengasihi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 kita harus senantiasa membawa pengalaman itu pada Yesus sebagai Guru kasih dalam pelayanan. Teladan Kristus adalah sumber kekuatan bagi kita saat pelayanan yang diberikan mengalami kesulitan dan tantangan. Ajakan Paulus untuk melihat orang lain lebih utama dari diri sendiri merupakan sebuah modal bagi kita SFD untuk dapat melayani tanpa pamrih. Selanjutnya pelayanan yang tanpa pamrih itu sendiri kita lihat dalam cinta Yesus yang sampai saat ini tidak menuntut apa-apa sebagai balas atas cinta-Nya dengan memberikan diri-Nya mati di kayu salib. Yesus telah mencintai kita tanpa pamrih maka kita juga harus mencintai sesama tanpa pamrih Sesi ini mengajak kita semua untuk menyadari bahwa pelayanan kasih adalah pemberian diri tanpa pamrih kepada sesama dengan meneladani Yesus Kristus yang menjadi serupa dengan manusia dan mengorbankan nyawa-Nya dengan mati di kayu salib bagi kita sahabat-Nya. Pengorbanan Yesus yang luar biasa itu tidak menuntut manusia untuk membalas kasih-Nya. Semoga kita dapat keluar dari diri kita dan mengasihi sesama manusia tanpa pamrih, terutama yang membutuhkan bantuan kita, sebagai wujud kasih Allah yang mengasihi manusia. d. Kegiatan Inti III 1) Tema III : Spiritualitas seorang pelayan Tuhan dan sesama 2) Tujuan Pertemuan : Bersama pendamping, peserta semakin menyadari bahwa dalam karya pelayanan perlu memiliki hati sebagai seorang pelayan yang memiliki sikap dina dengan hati gembira hati. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 3) Pengertian Spiritualitas Spiritualitas adalah Roh Allah yang memberi daya untuk menyemangati, memotivasi, menjiwai, memberi kekuatan, dan membimbing serta meneguhkan agar tidak mudah putus asa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Spiritualitas bentuk kehidupan rohani yg dilandasi oleh bimbingan Roh Kudus agar semakin mengimani dan mencintai Yesus Kristus serta berkembang dalam iman, harapan dan kasih di tengah dunia. Spiritualitas hidup seorang pelayan dimaksudkan bentuk kehidupan rohani para pelayan yang sesuai dengan tuntunan Roh Kudus dalam mengembangkan iman, harapan, dan kasih dalam pelayan kepada Yesus Kristus, umat Allah (Gereja-Nya). Seorang pelayan Tuhan dan sesama, perlu menyadari, mengetahui dan menghidupi apa yang seharusnya menjadi spiritualitas pelayanan yang dia hidupi. Spiritualitas pelayanan yang merupakan semangat yang menjiwai, selalu memotivasi, dan memberi kekuatan, serta meneguhkan agar tidak mudah putus asa dalam melaksanakan karya perutusan, setia dan penuh kerelaan dalam melaksanakannya walaupun menghadapi banyak kesulitan dan tantangan. Dapat dikatakan bahwa spiritualitas seorang pelayan merupakan spiritualitas Injil yang selalu memancarkan kegembiraan atau suka-cita bagi banyak orang. Seperti yang diungkapkan Rasul Paulus ”Bukan aku sendiri yang hidup dalam diriku, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal 3:27). a) Kegiatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 Peserta diberi waktu masuk dalam kelompok kecil seperti kelompok sebelumnya. Kemudian peserta diberi tugas untuk merenungkan bersama dalam kelompok kecil teks Kitab Suci yang berbicara tentang sikap seorang pelayan. Pendamping memberikan kebebasan kepada kelompok untuk memilih teks Kitab Suci dan konstitusi kongregasi SFD yang menjadi bahan permenungan; - Kolose 3:23 : Melayani Tuhan - 1 Petrus 4:10 : Melayani sesuai dengan karunia yang dimiliki - Matius 20:28 : Datang untuk melayani - Konsitusi art. 13 : Persekutuan dina - Konsitusi art. 19 : Mendahulukan pelayanan orang kecil - Markus 12:41-44 “Persembahan seorang janda”. b. Pleno (Supaya saling memperkaya satu sama lain, setelah peserta membahas teks Kitab Suci dan konstitusi dalam kelompok kecil, pendamping meminta 3 (tiga) kelompok untuk memplenokan hasil diskusi dalam kelompok besar). e. Kegiatan Inti IV: 1) Tema : Belajar dari pola pelayanan Santo Fransiskus Assisi. 2) Tujuan Pertemuan : Bersama pendamping, peserta memahami kembali dan mengikuti pola pelayanan Santo Fransiskus sang pelayan. a) Peserta diajak untuk menyaksikan tayangan singkat “Santo Fransiskus yang tinggal bersama dan merawat orang kusta”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 b) Membaca teks Kisah tiga Sahabat art. 11: Mengalahkan diri berkat orang kusta. c) Makna apa yang dapat suster ambil dari tayangan tersebut serta dari bacaan Kisah tiga Sahabat 11, tentang Santo Fransiskus yang merawat orang kusta! d) Niat-niat apa yang hendak suster lakukan untuk dapat mewujudkan pelayanan dina dalam hidup sehari-hari, terutama dalam merawat kaum difabel! e) Kemudian pendamping meminta kepada peserta untuk menuliskan aksi konkrit mereka dalam melayani sesama. Peserta kembali masuk dalam kelompok masingmasing. Dalam kelompok peserta menggabungkan rencana dan niat yang akan dibuat dan menyimpulkannya menjadi sebuah komitmen bersama. f) Pengendapan dari seluruh kegiatan rekoleksi. f. Penutup 1) Doa Bapa Kami 2) Doa penutup : spontan dari peserta 3) Lagu penutup : Aku Melayani Tuhan (teks terlampir) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 BAB V PENUTUP Pada bab V ini, penulis merangkum isi bab-bab sebelumnya, yaitu gagasan penting yang menjadi kesimpulan dari karya tulis ini. Penulis juga akan menuliskan beberapa saran yang kiranya dapat membantu para Suster Fransiskus Dina (SFD) untuk lebih meningkatkan semangat kedinaan dalam tugas pelayanan bagi kaum difabel seturut teladan Santo Fransiskus Assisi. A. Kesimpulan 1. Teladan kedinaan Santo Fransiskus Assisi merupakan suatu semangat untuk mengutamakan orang lain daripada diri sendiri (altruis). Perjalanan hidup dan karya Santo Fransiskus Assisi sepenuhnya berusaha menjalani apa yang sudah Yesus lakukan terutama untuk merendahkan diri-Nya untuk membantu sesama yang menderita. Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) dalam hidup dan karya pelayanan melihat dan bercermin dari Santo Fransiskus Assisi sebagai pelindung dan contoh hidup dalam persaudaraan. Semangat kedinaan hendaknya menjiwai dalam melaksanakan karya pelayanan bagi sesama terutama kaum lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Yang terutama, semangat kedinaan dipahami dan dihayati sebagai sikap dasar bagi hidup panggilan dan pelayanan para suster SFD. 2. Inspirasi utama semangat kedinaan dalam suatu karya pelayanan yang dilakukan untuk menolong orang difabel adalah menunjukkan kepada kaum difabel dan seluruh semesta bahwa Allah adalah Bapa bagi semua orang karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 itu para suster SFD dan seluruh umat manusia adalah saudara bagi kaum difabel karena sama-sama sebagai anak Allah dan sahabat-sahabat Kristus. Kaum difabel bukanlah ciptaan yang gagal atau terkutuk tetapi manusia yang sungguh memiliki kesetaraan derajat dan martabat dengan manusia lainnya. Sepanjang hidup-Nya, Injil bersaksi, bahwa Yesus sudah mengajarkan dan bertindak melayani para penyandang difabel ini. Sebagai pengikut Kristus, Santo Fransiskus telah mengikuti Yesus dengan sempurna dan memberikan teladan hidup, bahwa untuk dapat menjadi saudara bagi kaum dina, harus menghidupi semangat kedinaan itu. 3. Namun semangat kedinaan harus diterjemahkan ke dalam zaman yang terus saja berkembang. Hal ini menuntut kerja keras SFD dalam meningkatkan dan mengembangkan karya dalam bidang difabilitas ini. Semangat kedinaan untuk mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri tentu masih relevan bagi situasi zaman saat ini. Namun semangat itu harus terbuka pada perubahan zaman untuk selalu memenuhi kebutuhan mereka yang difabel. Semangat kedinaan yang menjadi pupuk bagi karya pelayanan dapat membantu mereka yang difabel untuk menghasilkan buah yang baik dan manis hingga dapat dirasakan oleh banyak orang dan juga berguna bagi kelanjutan karya itu sendiri. Internalisasi semangat kedinaan melalui doa, meditasi, rekoleksi, retret, dan sebagainya dapat memperbesar nyala api semangat kedinaan. Dan kesediaan untuk bersahabat dengan semua orang, dan terlibat dalam karya pelayanan serta berkehendak untuk mau mengenal dengan sungguh segala hal yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 berkaitan dengan difabilitas akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para SFD dalam melayani kaum difabel. B. Saran Semangat kedinaan masih relevan dalam menjalankan karya pelayanan namun harus tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun saran yang ditawarkan oleh penulis melalui karya tulis ini ialah: 1. Ditujukan kepada kongregasi SFD supaya selalu terbuka pada perubahan dan perkembangan zaman dan mampu menyesuaikan semangat kedinaan yang dihidupi dengan situasi zaman saat ini demi mutu dan pengembangan karya pelayanan untuk membantu mereka yang difabel. Selain itu supaya tetap memupuk dan memelihara semangat kedinaan dalam melaksanakan karya pelayanan apapun khususnya pelayanan bagi mereka yang difabel. 2. Bagi para suster SFD pengemban tugas pelayanan untuk mereka yang difabel supaya tetap berkarya dalam semangat kedinaan dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Selain itu juga untuk mengembangkan karya bagi mereka yang difabel perlu juga untuk memanfaatkan sarana-sarana masa kini supaya dapat mendukung tujuan karya yaitu supaya mereka yang difabel melihat bahwa Allah adalah Bapa bagi semua orang. 3. Bagi PAK supaya melihat juga semangat-semangat lain yang ada seperti semangat kedinaan pada kongregasi suster SFD dan melihat bagian-bagian yang relevan untuk difasilitasi agar bisa dibagikan kepada mahasiswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130 4. Bagi setiap pembaca tulisan ini dan yang berkehendak baik untuk berani mencoba menerapkan semangat kedinaan dalam setiap tugas yang diemban. Dengan mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri terlebih bagi mereka yang membutuhkan pertolongan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 DAFTAR PUSTAKA Adi Prasetyo, F. (2014). Disabilitas dan Isu Kesehatan. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Semester II. Diakses melalui www.depkes.go.id pada tanggal 10 Juni 2015. (hal. 34-35). Agus Diono. (2014). Situasi Penyandang Disabilitas. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Semester II. Diakses melalui www.depkes.go.id pada tanggal 10 Juni 2015. (hal. 20). Alkitab Deutrokanonik. (2009). Alkitab. Jakarta: LAI Anggaran Dasar Ordo III Regular St. Fransiskus Assisi. (1984). Jakarta: Sekafi. Anggaran Dasar Tanpa Bulla. (2001). Karya-karya Fransiskus. (Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. Aziz Safrudin (2014). Perpustakaan Ramah Difabel: Mengelola Layanan Informasi bagi Pemustaka Difabel. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Benediktus XVI. (2010). Deus Caritas Est. (R.P. Piet Go, O.Carm, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2005). Bodo, Murray OFM. (2002). Fransiskus: Perjalanan dan Impian. Bogor: Grafika Mardi Yuana. Bonaventura, St. (1996). Kesempurnaan Hidup. (Alex Lanur, OFM, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Karangan asli ditulis tahun 1260). Celano, Thomas. (1981). St. Fransiskus dari Assisi: Riwayat Hidup yang Pertama dan Kedua (sebagian). (J. Wahjasudibja, OFM, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. De Raat, Judith. (2000). Sebuah Harta Tersembunyi: Spiritualitas Suster-suster Fransiskanes Dongen, Etten, dan Roosendal. Jakarta. Luceat. Depkes RI. (2010). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Esser, Kajetan OFM. (2000). Karya-karya Fransiskus. (Ladjar Leo L, OFM, Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana ______________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Ibadat Sengsara Tuhan. (Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. _____________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Petuah St. Fransiskus. (Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. ______________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Wasiat St. Fransiskus. (Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. ______________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Salam kepada Keutamaan. (Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. Gerlach OFM Cap. (2014). Sejarah Para Pendahulu Kongregasi Suster Fransikus Dina (SFD). (Alberta. CB, Penerjemah). Yogyakarta: (Buku asli diterbitkan pada tahun 1940). Groenen, Cletus P. OFM. (1970). Spiritualitas Santo Fransiskus. Yogyakarta. Homel, Bram, MTB. (2001). Kursus Spiritualitas Fransiskan: Mencari Identitas Bersama Fransiskus. Pertemuan para Novis SFD & MTB pada tanggal 5 – 12 Januari 2001 di Pati. Iriarte, Lazaro, OFM Cap. (1995). Panggilan Fransiskan. Medan: Bali Scan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1988). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kelana, OFM. (2007). Kuntum-kuntum Kecil. Jakarta: Sekafi. Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Leks, Stefan. (2003a). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius. ______________. (2003b). Tafsir Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius. Marpaung, C. Mananggar OFM Cap. (2009). Perbaikilah Gereja-Ku. Medan: Bina Media. NN. (2000). Kisah Tiga Sahabat. (Cletus Groenen, OFM, Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana. ______________. (2007). Kapitel Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia. Yogyakarta. ______________. (2011). Kapitel Umum Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia. Yogyakarta. ______________. (2015). Kapitel Umum III Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia. Yogyakarta. O’Collins, Gerald SJ & Ferrugia, Edward G SJ. (1961). A Concise Dictionary of Theology. (I. Suharyo Pr, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. Raaymakers, Marie Joseph, SFD. (1991). Bersatu Hati: Cuplikan dari karangan Suster Marie Yoseph. (Sr. Rafael, SFD & Sr. Regina Maria, SFD, Penerjemah). Dongen: (Buku asli diterbitkan pada tahun 1867). SFD. (1993). Kenangan 70 Tahun Suster Fransiskus Dina (SFD) di Indonesia. ______________. (2007a). Konstitusi Kongregasi Suster-suster Fransikus Dina (SFD) Indonesia ______________. (2007b). Pedoman Pembinaan dan Pendidikan Suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia. ______________. (2011). Profil Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD). ______________. (2015a). Kongregasi Suster Fransikus Dina (SFD) Indonesia. ______________. (2015b). Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Umum SFD Indonesia Periode 2011-2015. ______________. (2015c). Pedoman Karya Suster Fransiskus Dina (SFD). ______________. (2016). Draft Nilai-nilai Karya Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD). Sinulingga, Isabella Novisima. (2015). Keindahan Dalam Disabilitas: Sebuah Konstruksi Teologi Disabilitas Intelektual. Indonesian Journal of Theology, 3/1 (July 2015): 35-60. Situmorang, Guido OFM Cap. (2014). Retret Kongregasi SFD: Kedinaan Santo Fransiskus menjadi Kedinaan SFD. Retret tahunan kongregasi SFD pada tanggal 8 – 13 September 2014 di Maranatha, Berastagi. Sri Moerdani & Sambira, J. (1990). Psikologi Anak Luar Biasa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 Surat Kepada Seluruh Ordo. (2001). Karya-karya Fransiskus. (Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi. Talbot, John Michael & Rabey, Steve. (2007). Ajaran-ajaran St. Fransiskus. Medan: Bina Media. Yesus, Yohana. (2008). Pembaharu Ordo Ketiga Santo Fransiskus dari Assisi dan Pendiri para Peniten-Rekolek. (Nico Syukur Dister, OFM, Penerjemah). Suka bumi. Van Vooren Clementina, Sr. & Claerhoudt Emmanuel. Sr. SFD. (1983). Sejarah Ringkas Kongregasi Suster Fransiskanes Dongen. WHO. The International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). Geneva, Switzerland: WHO. 2014 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134 LAMPIRAN PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 Lampiran 1: Life story 1 Nama : Sr. Inosentia Ginting, SFD Komunitas : Portiuncula Namopecawir, Medan 1. Karya difabel merupakan karya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dewasa ini. Melihat kenyataan bahwa anak-anak difabel bukan berkurang tetapi semakin hari terus bertambah. Pengalaman di tempat kita saja masih ada beberapa orang yang menunggu untuk mendapat tempat terutama untuk anak laki-laki karena hanya 2 (dua) unit saja yang tersedia dan selalu penuh. Karya difabel juga merupakan karya yang sesuai dengan karya kongregasi SFD karena kita mengambil nama Suster-suster Fransiskus Dina. Fransiskus yang mencintai segala mahluk bukan hanya manusia tetapi juga hewan dan segala tumbuhan. Jadi bapak Fransiskus pasti sangat mencintai dan meninggikan anak-anak difabel yang oleh masyarakat bahkan orangtua mereka sendiri sering menomorduakan anaknya yang difabel. Jadi kita yang melabel diri sebagai Suster Fransiskus Dina seharusnya ikut serta untuk mengangkat martabat hidup anak-anak difabel dengan membekali mereka keterampilan hidup terutama mandiri untuk mengurus diri sendiri dan bersosialisasi dengan santun di tengah masyarakat. Selain itu juga membekali dengan keterampilan-keterampilan lain sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. 2. Baik dengan sengaja dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun lewat pembicaraan yang tidak disengaja, hampir semua suster SFD mendukung karya kongregasi di bidang difabel ini. Alasanya juga bermacam-macam. Ada yang berpendapat bahwa ini adalah karya yang sesuai dengan visi dan misi kongregasi kita. Ada juga yang berpendapat bahwa karya ini masih sangat dibutuhkan masyarakat karena seperti yang saya utarakan di atas tadi, bahwa jumlahnya makin hari semakin bertambah, juga karena pemerintah sekarang cukup memberi perhatian terhadap karya anak-anak berkebutuhan khusus. Jadi para suster kita terutama yang pernah berkarya maupun juga yang pernah berkunjung ke SLB-C sangat mendukung karya ini. 3. Menurut saya semangat Fransiskan yang sangat kental dalam kongregasi Fransiskan adalah mengenai Fraternitas atau persaudaraan dan kedinaan. Mendidik dan membimbing atau mengupayakan mengangkat harkat dan martabat anak-anak difafel adalah salah satu perwujudan dari semangat kedinaan tersebut. Hal ini bisa kita lihat bahwa anak-anak difabel dalam banyak hal adalah “kecil, lemah, dan terpinggirkan” maka kita yang mempunyai semangat kedinaan hendak menjadikan ini sebagai lahan atau medan kita untuk mewujudkan semangat tersebut. 4. Visi dan Misi SFD intinya adalah mencintai dan meninggikan setiap orang, yang lebih khusus tertuang dalam misi SFD yang siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan, menghimpun kaum muda, perempuan, orang kecil orang sakit bersama saudara lain. Dengan visi dan misi seperti ini maka karya difabel merupakan salah satu karya untuk mewujudkannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 5. Semangat Fransiskan yang harus ditingkatkan supaya karya menjadi lebih dicintai para suster SFD? Menyandang nama sebagai Suster Fransiskus Dina (SFD) bukanlah mudah, tapi membutuhkan suatu perjuangan untuk menerapkan nilai-nilai dan semangat dari Santo Fransiskus Assisi dalam persaudaraan dan karya pelayanan bagi sesama. Ada banyak teladan hidup yang diwariskan oleh bapak spiritualitas kongregasi SFD. Salah satunya adalah teladan kedinaan dalam hidup. Hal ini perlu untuk di pupuk dan dihayati secara lebih sempurna supaya ke khasan SFD itu tampak dan dirasakan oleh banyak orang. Dengan semangat kedinaan akan semakin mampu memberi perhatian dan cinta yang tulus bagi sesama yang dilayani baik di komunitas pun dalam karya perutusan. 6. Pemahaman saya tentang kedinaan? Dina berarti dengan semangat doa dan pertobatan yang terus menerus menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, bermati raga, tulus, rela berkorban serta tanpa pamrih dalam melakukan tugas pelayanan. Maka ini dapat diwujudkan melalui keyakinan akan penyelenggaran ilahi, pembaharuan diri yang terus menerus (metanoia), sederhana, mati raga, tidak sombong mampu menerima semua orang apa adanya termasuk anak-anak difabel, bermurah hati, memberikan waktu dan tenaga, iklas, serta berani menjadi yang terkecil di antar sesama hingga harus menjadi orang yang lepas bebas dan setia pada panggilan-Nya. Sikap kedinaan seperti inilah yang sangat dibutuhkan dalam memberikan pelayanan di karya bagi kaum difabel. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137 Lampiran 2: Life story 2 Nama : Sr. Marcellina Ginting, SFD Komunitas : Portiuncula Namopecawir, Medan 1. Karya pelayanan kongregasi bagi kaum difabel sangat cocok dan sesuai dengan semangat SFD yang menyandang nama sebagai Suster Fransiskus Dina. Semua ciptaan adalah saudara dan anak-anak Allah yang secitra dan segambar denganNya dan mau mengangkat serta meninggikannya. Kita semua adalah saudara dan se-Bapa. Jadi kita yang satu Bapa dipanggil untuk saling mencintai dan menerima satu sama lain. Terutama kita dipanggil untuk mengasihi mereka yang menderita dengan merawat dan mendidiknya supaya menjadi “manusia”. 2. Tanggapan suster SFD yang lain tentang karya ini secara umum semua merasa bangga dan kagum karena memiliki karya yang secara khusus memperhatikan orang-orang yang menderita secara fisik dan mental. Melalui karya ini, suster SFD merasa semakin merasakan dorongan dari teladan hidup Santo Fransiskus yang mencintai dan merawat orang kusta pada masanya. 3. Semangat Fransiskan yang menyinggung tentang karya difabel. Pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ada kaitannya dengan orang kusta pada masa Santo Fransiskus Assisi. Pada masa itu, Santo Fransiskus melihat Allah yang Mahatinggi dan Mahaluhur itu, bersemayam dalam diri orang yang menderita dan terpinggirkan yakni, orang kusta. Maka bagi Fransiskus dengan mengasihi orang menderita berarti mengasihi Allah sendiri. Hal inilah yang menjadi inspirasi kongregasi SFD untuk melayni orang difabel. 4. Karya pelayanan bagi anak-anak difabel sangat cocok dengan visi dan misi SFD. Karena visi misi ini karya pelayanan menjadi lebih terarah. Seperti visi SFD untuk selalu terbuka dengan kebutuhan zaman. Hal ini sejalan dengan keadaan zaman pada masa ini, dimana anak-anak banyak yang menderita, terutaman yang cacat (difabel) membutuhkan uluran tangan-tangan kasih untuk membantu mereka, di situlah SFD hadir bagi mereka. Mengangkat dan meninggikan mereka yang menderita. 5. Semangat kedinaan Fransiskan yang perlu untuk pertahankan dan ditingkatkan dalam karya pelayanan karena dengan semangat kedinaan ini, SFD akan semakin sanggup menerima dan mencintai semua orang dengan segala keberadaannya. Baik mereka yang sehat jasmani dan rohani maupun mereka yang kurang beruntung menurut anggapan masyarakat. 6. Pemahaman saya tentang kedinaan berarti menjadi orang yang bisa mencontoh teladan hidup Yesus dan Santo Fransiskus yang mencintai semua orang tanpa diskriminasi. Mencintai dan melayani orang miskin dan yang menderita jasmani rohani dengan segenap hati tanpa pamrih. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 Lampiran 3: Life story 3 Nama : Sr. M. Genovevi Sembiring SFD Komunitas terakhir : Portiuncula Namopecawir, Medan 1. Bagaimana pendapat suster tentang karya kongregasi bagi karya difabel ? Keterlibatan kongregasi dalam menangani karya bagi kaum difabel sangatlah tepat dan bagus. Karena dengan karya ini kita (SFD) ikut serta mengangkat martabat seseorang yang menurut pandangan banyak orang tidak memiliki masa depan yang cerah dan membawa malu bagi nama keluarga kerena itu mereka (difabel) akan disembunyikan dari perhatian orang banyak. Namun karya kita ini justru sebaliknya yakni, memperhatikan, merawat, mendampingi dan mendidik mereka untuk menjadikan pribadi yang mandiri dan berguna baik untuk dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakat. 2. Bagimana pendapat suster yang lain, yang suster dengar tentang karya kongregasi dibidang difabel. Kebanyakan ungkapan para suster yang lain menilai atau menaruh positif dan mendukung akan adanya karya ini. Namun saja tidak semua orang (suster) siap untuk ditugaskan ke karya tersebut dengan berbagai alasan. Masih ada para suster beranggapan bahwa karya difabel karya yang menjijikkan dan tidak menyenangkan, karena setiap hari bersama dengan anak-anak yang kurang mandiri bahkan segala sesuatunya tergantung dengan orang lain dan harus dibantu. Selain itu ada juga alasan para suster karena tidak memiliki bakat untuk mendampingi orang-orang difabel. Menurut saya mendampingi mereka tidak terlalu membutuhkan bakat khusus namun yang dibutuhkan di sini adalah ketulusan hati. 3. Semangat Fransiskan manakah yang menyinggung karya difabel. Semangat Fransiskus yang menyinggung karya difabel yakni, semangat dan cinta Fransiskus terhadap orang kusta. Dalam diri orang kusta Fransiskus menyadari bahwa Allah hadir dalam diri mereka. Hal ini memperdamaikan dia dengan keberadaannya sendiri yang rapuh, dan membuat dia menjadi saudara bagi mereka. Dengan menganggap dirinya yang paling hina di antara semua manusia sesamanya, Fransiskus memperoleh mereka bagi Allah. 4. Menurut suster apakah karya difabel ini sudah cocok dengan visi & misi SFD. Sudah. Allah adalah Bapa kita bersama. Dia mencintai setiap orang serta ingin meninggikannya. Inilah visi yang menyemangati sekaligus merupakan tujuan hidup kongregasi. Sebagaimana Bapa meninggikan setiap orang maka karya kita juga terlibat akan karya perutusan Tuhan ini dengan mencintai dan meninggikan mereka yang kita layani setiap hari. 5. Semangat Fransiskan manakah yang harus ditingkatkan agar karya lebih dicintai para suster SFD. Semangat Fransiskus yang perlu ditingkatkan menurut saya tidak jauh beda dengan jawaban nomor tiga. Fransiskus menyadari dan melihat Allah hadir terhadap orang kusta, sehingga Fransisikus mencintai orang kusta maupun orang-orang yang ada di sekitarnya. Jadi apabila para suster memiliki semangat seperti Fransiskus, melihat Yesus hadir dalam setiap pribadi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 kita layani dalam aneka ragam karya maka otomatis karya apapun yang diberikan kepada kita akan menumbuhkan rasa cinta dan rasa memiliki. Karena kita sadar bahwa yang kita layani bukan hanya pribadi orang itu saja melainkan diri Yesus sendiri yang hadir dalam pribadi orang tersebut. 6. Apakah yang suster pahami tentang kedinaan. Kedinaan merupakan sikap yang sederhana, atau sikap yang ugahari. Kedinaan tidak hanya berhubungan dengan materi namun lebih ditekankan pada sikap bertindak setiap suster. Bagaimana sikap seorang suster bertutur kata terhadap sesamanya, sikap menerima tugas perutusan dengan kerendahan hati, dan tidak memamerkan diri dengan kelebihan yang dia miliki. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 Lampiran 4: Lirik lagu DATANGLAH ROH MAHA KUDUS (MB. 448) Datanglah Roh Maha Kudus, Masukilah hati umat-Mu Siramilah jiwa yang layu, dengan embun kurnia-Mu Roh cinta Bapa dan Putera, taburkanlah cinta mesra Dalam hati manusia, cinta anak pada Bapa Datanglah Roh Maha Kudus, bentara cinta Sang Kristus Tolonglah kami jadi saksi, membawa cinta ilahi Lidah api angin taufan, lambang Roh Kudus yang datang Muka bumi dibarui, oleh pembaru yang suci Roh Kristus ajari kami, bahasa cinta ilahi Satulah bangsa semua, karena bahasa cinta Cinta yang laksana api, kobarkanlah semangat kami Agar musnahlah terbasmi, jiwa angkuh hati dengki Sang penghibur umat Allah, kuatkanlah iman yang lemah Agar hati bergembira, walau dilanda derita Penggerak para rasul-Mu, lepaskanlah lidah yang kelu Supaya kami wartakan, karya keselamatan Tuhan. Amin Aku Melayani Tuhan Aku melayani Tuhan, aku melayani Tuhan Dengan segala rendah hati, aku melayani Tuhan Aku senantiasa menjadi saksi Tuhan Mewartakan Injil Tuhan dan kasih karunia Allah Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati, layani Tuhan, layani Tuhan Biar banyak rintangan yang datang menghadang, aku tetap layani Tuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 Agar dunia bertobat kepada Allah dan percaya kepada Yesus Kristus Tuhan Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati layani Tuhan Layani Tuhan, layani Tuhan, layani Tuhan Lampiran 5: Teks Kitab Suci Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi 2:1-11 2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, 2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, 2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!