relevansi semangat kedinaan santo fransiskus

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI
DALAM TUGAS PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA
(SFD) PADA MASA KINI BAGI KAUM DIFABEL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Susiati
NIM: 111124042
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Santo Fransiskus Assisi, Muder Constansia van Der Linden dan Persaudaraan
Kongregasi Suster Fransiskus Dina dan siapa saja yang telah
mendukung saya dengan cara dan bentuknya masing-masing
selama kuliah di PAK-USD Yogyakarta hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Deus est Fidelitas, Allah adalah Setia”.
Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan
Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita
menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap
setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.
(2 Tim 2:11-13)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO
FRANSISKUS ASSISI DALAM TUGAS PELAYANAN PARA SUSTER
FRANSISKUS DINA (SFD) PADA MASA KINI BAGI KAUM DIFABEL.
Penulis memilih judul ini bertolak dari kesan pribadi akan para suster SFD yang
berkarya melayani Anak-anak Berkebutuhan Khusus (difabel) yang tampak begitu
setia menghidupi semangat kongregasi seturut teladan Santo Fransiskus Assisi dan
para pendiri. Karya tersebut merupakan salah satu usaha untuk menghidupi
semangat kongregasi seturut semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi. Mereka
yang menyandang nama sebagai seorang SFD harus sungguh-sungguh tampil dan
hadir dalam karya perutusan dengan membawa nama tersebut.
Para suster SFD bercermin dari hidup Santo Fransiskus Assisi dan semangat
kedinaan yang menjadi pilihan utama dalam hidupnya. Hal ini pulalah yang
menjadi warisan agung bagi para pengikutnya terutama kongregasi SFD.
Bertitik tolak dari alasan di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk menyadarkan
kembali semangat hidup kedinaan para suster SFD dalam karya pelayanan terhadap
kaum difabel. Juga untuk memperkaya serta mengonkritkan relevansi semangat
kedinaan tersebut. Selain itu juga untuk membantu menghayati semangat kedinaan
sebagai SFD yang menyandang nama sebagai orang ‘Dina’ dalam pengabdian
terhadap kaum difabel, maka dalam skripsi ini akan dibahas siapakah kaum difabel
itu dan apa arti kedinaan berhadapan dengan kaum difabel dengan menggunakan
kajian pustaka metode deskriptif, dan untuk memperkaya relevansi semangat
kedinaan tersebut, penulis akan melengkapi dengan life story. Penulis mempelajari
dan mendalami buku-buku spiritualitas kongregasi dan buku-buku sumber lain
yang relevan guna memperkaya dan mendalami gagasan refleksi rohani.
Dalam skripsi ini ditawarkan suatu bentuk penyegaran kembali panggilan
sebagai penganut semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya
pelayanan terhadap kaum difabel sehingga di masa yang akan datang, para SFD
mengalami perjumpaan dengan Tuhannya dalam diri orang yang terpinggirkan
dalam masyarakat.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitled THE RELEVANCE OF THE SPIRIT
OF POVERTY OF SAINT FRANCIS ASSISI FOR THE SERVICE OF THE
SISTERS OF MINOR FRANCIS (SFD) AT PRESENT FOR DISABLED
PEOPLE. The author started from the personal impression of the work of the
sisters of SFD to serve children with special needs (disabilities) who seemed so
faithful to live the spirit of the congregation according to the example of Saint
Francis of Assisi and the founders. This work is an effort to enlive the spirit of
minority according to the spirit of St. Francis of Assisi. Those who bear the name
of SFD should earnestly perform and present in the work of the mission to carry
its name.
The sisters of SFD reflect the life of St. Francis of Assisi and the spirit
of minority which is the main choice in their lives. This is precisely the great
legacy for his followers, mainly the congregation of SFD.
Based on the above reasons, this undergraduate thesis is intended to
revive the spirit of minority of the Sisters of SFD to serve the disabled, and to
enrich and to realize the relevance of the minority spirit. In addition, to help the
spirit of minority as SFD which bears the name as 'Minority' in loyalty to the
disabled, this paper will discuss who the disabled was and what it meant by
minority dealing with disabled people using literature review descriptive methods,
and to ensure the relevance of the spirit of minority, the author will equip life
story. The author studies and explores the spirituality of the congregation books
and books from other relevant sources in order to enrich and to deepen the idea of
spiritual reflection.
This undergraduate thesis offers some refreshment of vocation as
adherents of minority spirit of St. Francis of Assisi in the serving disabled people
so that in the future the SFD will have an encounter with God in society.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih dan setia, karena segala
rahmat dan kasih setia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI
DALAM TUGAS PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD)
PADA MASA KINI BAGI KAUM DIFABEL.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah dan sumbangan terhadap para pembaca,
secara khusus para suster Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) dan sekaligus
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan di FKIPJIP-Prodi PAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penulisan skripsi ini berjalan dengan baik dan lancar karena
dukungan dan kebaikan dari banyak orang sehingga memampukan penulis untuk
tetap semangat meskipun menghadapi banyak tantangan dan kesulitan. Penulis
sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah menyumbangkan ide dan
gagasannya, kemudahan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai pada
waktu yang tepat. Secara khusus terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.
Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku Kaprodi PAK
Universitas Sanata Dharma, yang telah berkenan membimbing dan mendukung
penulis selama kuliah di kampus PAK-USD.
Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., sebagai pembimbing utama dalam skripsi ini yang
penuh kesabaran, kerelaan meluangkan waktu, kemudahan dalam
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
mendampingi, dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini dari
awal hingga selesai.
3.
Drs. M. Sumarno Ds. S.J, M.A., sebagai dosen penguji II sekaligus dosen
pembimbing akademik yang memberi semangat, keramahan, masukan dan
dukungan serta kelancaran baik selama kuliah berlangsung dan secara khusus
dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum., sebagai dosen penguji III yang
bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan serta dukungan
kepada penulis.
5.
Para dosen dan staf karyawan Prodi PAK, yang telah membimbing dan
memberi dukungan selama penulis kuliah di kampus PAK Sanata Dharma
Yogyakarta.
6.
Ministra Umum Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) Sr. Imelda
Tampubolon, SFD, staf dewan ministra dan seluruh anggota Suster
Fransiskus Dina di mana pun berada yang telah memberikan kepercayaan dan
kesempatan bagi penulis untuk menjalani studi di PAK Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
7.
Ministra Komunitas Fonte Colombo Jl. Rajawali 3A, Sr. Patrisia Bangun,
SFD dan para saudari sekomunitas serta semua suster yang pernah tinggal
bersama dengan penulis selama menjalani studi di PAK Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
8.
Teman-teman seperjuangan selama kuliah, angkatan 2011/2012 yang telah
memberi dukungan, semangat, kegembiraan dan kebersamaan yang
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................
vii
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
6
C. Tujuan Penulisan ................................................................................
7
D. Manfaat Penulisan ..............................................................................
7
E. Metode Penulisan ...............................................................................
8
F. Sistematika Penulisan ........................................................................
8
BAB II. HIDUP SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN SEMANGAT
KEDINAANNYA………………………………………………... ...
10
A. Hidup Fransiskus Assisi .....................................................................
10
1. Kelahiran Fransiskus dan Masa Muda Fransiskus ........................
10
2. Situasi Masyarakat dan Gereja di Jaman Fransiskus ....................
12
a. Situasi Politik............................................................................
12
b. Situasi Ekonomi........................................................................
14
c. Situasi Gereja............................................................................
14
3. Panggilan Fransiskus………………………………………… ....
15
4. Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi……………… .......
17
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Pengertian Kedinaan………… ..................................................
17
b. Latar Belakang Pemilihan Nama Ordo……………………. ....
19
c. Dasar Biblis sebagai Pilihan Kedinaan……………………......
20
B. Pengalaman Kedinaan Santo Fransiskus.. .........................................
23
1. Perjumpaan dengan Orang Kusta ..................................................
25
2. Peristiwa Kapel San Damiano .......................................................
25
3. Perjumpaan dengan Allah di Jalan Assisi dan dalam Doa ............
26
C. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi dan Injil Sumber
Hidup Fransiskus ...............................................................................
26
1. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi………………….. .......
26
2. Injil Sumber Hidup Santo Fransiskus Assisi………………… .....
27
D. Kedinaan Santo Fransiskus dan Saudaranya, serta Allah Yang
Dina dalam Semangat Fransiskan ......................................................
28
1. Kedinaan Santo Fransiskus dan Para Saudaranya…………… .....
28
a. Kedinaan Santo Fransiskus……………………………….......
29
b. Kedinaan Para Saudaranya .......................................................
31
2. Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan……………… ......
33
a. Penciptaan……………………………………………….........
33
b. Penjelmaan………………………………………………. ......
33
c. Yesus dikandung dalam Rahim Maria…………………... ......
34
d. Kelahiran Yesus dari Perawan Maria……………………. ......
34
e. Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir………………….. .....
34
f. Penderitaan dan Wafat Yesus di Salib…………………..........
35
g. Kerendahan Allah dalam Ekaristi………………………. ........
36
BAB III. KARYA PELAYANAN DALAM KONGREGASI SUSTER
FRANSISKUS DINA SETURUT TELADAN SANTO
FRANSISKUS ASSISI ....................................................................
37
A. Sekilas tentang Kongregasi Suster Fransiskus Dina .........................
37
1. Sejarah Kongregasi SFD .............................................................
37
2. Sejarah Lahirnya SFD Indonesia ................................................
39
3. Semangat Kongregasi Suster Fransiskus Dina ...........................
41
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Semangat Cinta Kasih……………………………………. .....
41
b. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati…………………….. ......
42
c. Semangat Rajin dan Giat………………………………… ......
43
d. Sikap Lepas Bebas………………………………………. .......
45
e. Semangat Doa……………………………………………. ......
46
4. Visi dan Misi Kongregasi SFD ...................................................
48
B. Karya Pelayanan dan Nilai-nilai Rohani dalam Karya
Kongregasi SFD .................................................................................
51
1. Pengertian Pelayanan ....................................................................
51
2. Pelayanan dalam Gereja ................................................................
52
3. Pelayanan sebagai Fransiskan .......................................................
54
4. Corak Hidup Kongregasi SFD………………………………. .....
56
5. Macam-macam Karya Pelayanan SFD di Masa Sekarang….. ......
57
a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan…………………. ......
58
b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan………………….........
59
c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial……………………….. .....
60
d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral……………………… ....
62
6. Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD…………….....
63
a. Huruf S, adalah Semangat………………………………… ....
65
b. Huruf F, adalah Fraternitas……………………………….. .....
66
c. Huruf D, adalah Dina…………………………………….. .....
67
C. Kaum Difabel pada Masa Kini dalam Karya Pelayanan SFD…… ...
68
1. Definisi ..........................................................................................
68
2. Klasifikasi Difabel…………………………………………….....
69
a. Tunanetra…………………………………………………. .....
69
b. Tunarungu………………………………………………….....
69
c. Tunagrahita……………………………………………….. .....
70
3. Sejarah Karya Pelayanan bagi Kaum Difabel dalam
Kongregasi SFD………………………………………………. ...
71
4. Visi dan Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel………………… ..
72
5. Pelayanan SFD bagi Kaum Difabel…………………………… ..
73
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV. RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO
FRANSISKUS ASSISI DALAM PELAYANAN
KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS DINA
BAGI KAUM DIFABEL………………………………………..
75
A. Difabilitas sebagai Medan Pelayanan Kongregasi SFD .................
76
B. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Insprasi dalam Pelayanan ....
80
1. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inspirasi dalam
Pelayanan…………………………………………………. ......
80
2. Semangat Kedinaan sebagai Dasar Pelayanan bagi
Kaum Difabel…………………………………………………
84
C. Semangat Kedinaan sebagai Tujuan dan Model Pelayanan
bagi Kaum Difabel ........................................................................
86
1. Suara Salib San Damiano adalah Suara orang Difabel
Pada Masa Ini………………………………………………..
87
2. Difabel sebagai Saudara yang Dina………………………….
89
D. Buah-buah Penghayatan Kedinaan dalam Karya Pelayanan
SFD bagi Kaum Difabel ................................................................
90
E. Usaha Meningkatkan Pelayanan dalam Tugas Perutusan……….
91
F. Life Story Suster SFD yang Melayani Kaum Difabel……………
92
G. Usulan Program Rekoleksi………………………………………
98
1. Latar Belakang Program……………………………………….
98
2. Alasan Pemilihan Program…………………………………….
99
3. Tujuan Program……………………………………………...
100
4. Rumusan Tema dan Tujuan………………………………….
101
5. Matriks Program Rekoleksi Bagi Para SFD…………………
103
6. Persiapan Rekoleksi………………………………………….
106
BAB V. PENUTUP………………………………………………………...
119
A. Kesimpilan………………………………………………………… 119
B. Saran ................................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 122
LAMPIRAN
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1: Life Story 1 Suster SFD .......................................................... (1)
Lampran 2: Life Story 2 Suster SFD.......................................................... (3)
Lampran 3: Life Story 3 Suster SFD.......................................................... (4)
Lampran 4: Lirik Lagu…………………………………………………… (6)
Lampran 5: Teks Kitab Suci……………………………………………... (7)
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan
oleh Lembaga Biblika Indonesia, 2009.
Flp
: Filipi
Gal
: Galatia
Kej
: Kejadian
Kis
: Kisah Para Rasul
1 Kor
: 1 Korintus
2 Kor
: 2 Korintus
Luk
: Lukas
Mat
: Matius
Mrk
: Markus
Mzm
: Mazmur
Rm
: Roma
Yoh
: Yohanes
1 Yoh
: 1 Yohanes
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
Deus Caritas Est : Allah adalah Kasih, Ensiklik Paus Benediktus XVI, 25
Desember 2005
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II
tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
LG
: Lumen Gentium, Konsili Dogmatik Konsili Vatikan II tentang
Gereja, 21 November 1964.
C. Singkatan Dokumen St. Fransiskus
AD
: Anggaran Dasar
AD III
: Anggaran Dasar Ordo ketiga
AngBul
: Anggaran Dasar yang diteguhkan dengan Bulla
AngTBul
: Anggaran Dasar Tanpa Bulla
Cel
: Celano (Thomas dari Celano)
Fsl
: Fasal
IbSeng
: Ibadat Sengsara
K3S
: Kisah Tiga Sahabat
LM
: Legenda Mayor
OFM
: Ordo Fratrum Minorum (Ordo Saudara Dina)
Pth
: Petuah Santo Fransiskus
SalKeut
: Salam Kepada Keutamaan
SurBerim
: Surat Kepada Orang Beriman
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SurOr
: Surat Kepada Seluruh Ordo
Was
: Wasiat Santo Fransiskus
D. Singkatan Lain:
ABK
: Anak Berkebutuhan Khusus
ADHD
: Attention Deficit and Hyperactivity Disorder
Art
: Artikel
BKIA
: Balai Kesehatan Ibu dan Anak
Depkes RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jl
: Jalan
Kap
: Kapitel
Konst
: Konstitusi
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indonesia
KLMTD
: Kecil, Lemah, Miskin, Tertindas, dan Difabel
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
LPJ. DPU
: Laporan Pertanggung Jawaban Dewan Pimpinan Umum
MTB
: Maria Tak Bernoda
MYY
: Muder Yohana Yesus
P
: Pastor
PAK
: Pendidikan Agama Katolik
PK
: Pedoman Karya
Pusdatin
: Pusat Data dan Informasi
SFD
: Suster Fransiskus Dongen (Dina)
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SLB-C
: Sekolah Luar Biasa Kategori C
SPP
: Sejarah Para Pendahulu
Sr
: Suster
St
: Santo/a
Thn
: Tahun
WHO
: World Health Oganization
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Salah satu karya perutusan yang khas dari para Suster Fransiskus Dina
(SFD) di Indonesia adalah pelayanan dan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) atau kaum difabel. Wujud karya tersebut berupa Sekolah Luar
Biasa Kategori C (SLB-C) yang secara khusus mendidik anak-anak cacat mental.
SLB-C Karya Tulus yang sekaligus berasrama di Namopecawir, Medan, yang
telah berdiri sejak tanggal 17 Juli 1987 menjadi salah satu contoh kesetiaan para
suster SFD menghidupi spiritualitas kongregasi seturut semangat kedinaan Santo
Fransiskus Assisi. Dalam Anggaran Dasar Ordo Ketiga (AD III) Santo Fransiskus
Assisi mengamanatkan agar dalam Persekutuan Dina cinta kasih diwujudkan
dengan menjadi yang paling dina dalam hidup dengan sesama sehingga ada
tempat bagi orang sakit, orang cacat dan orang berdosa (AD III, No.19).
Karya pelayanan bagi penderita keterbelakangan mental seperti SLB-C
Karya Tulus tersebut mengusung visi, “Komunitas kasih persaudaraan yang
melayani orang kecil dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan
meninggikan setiap orang yang dicintai-Nya” (LPJ. DPU, 2015, No.93). Visi
tersebut dikonkritkan dalam misi; 1) Siap sedia melayani mereka yang mengalami
keterbelakangan mental, yang dijiwai dengan semangat perayaan Ekaristi, doa
bersama, pribadi dan semangat berkorban yang tinggi; 2) Menciptakan komunitas
yang bahagia, dengan bekerja sama dan saling pengertian, serta jujur dan tulus; 3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Membangun sikap tanggung jawab dalam tugas pelayanan untuk nama baik karya
dan komunitas.
Sekalipun usia karya pelayanan bagi kaum difabel tersebut telah begitu
lama dan visi-misi karyanya tersusun rapi namun pelaksanaan pelayanan oleh para
anggota SFD tidak dapat dikatakan berjalan mulus apalagi mudah. Selain hal
material dan manajerial, salah satu tantangan bahkan hambatan yang menghadang
gerak laju karya pelayanan ini adalah tantangan spiritual atau motivasi, keyakinan
atau semangat cinta kasih dari para pelayannya khususnya para anggota SFD yang
berkarya di bidang tersebut. Selain kemampuan, keahlian dan keterampilan
menghadapi anak dengan keterbelakangan mental, para suster SFD pun dituntut
memiliki penghayatan spiritualitas kedinaan Fransiskus yang kuat dan selalu
diperbarui dengan berbagai kegiatan rohani dan akademis. Dengan kata lain, bagi
seorang suster SFD yang terpanggil untuk berkarya bagi kaum difabel, terdapat
pergulatan batin atau mental yang istimewa (khusus) untuk dapat benar-benar
menjiwai, berdaya tahan dan mengembangkan karya pelayanan tersebut sesuai
amanat perutusan Gereja melalui kongregasinya.
Tak mudahnya pergulatan spiritual para suster SFD tersebut semakin dapat
dibayangkan jika melihat situasi dan mentalitas masyarakat dunia zaman ini yang
begitu mengagungkan kemudahan, kenginan “instan” alias mendapatkan hasil
sebanyak dan secepat mungkin tanpa usaha, kenikmatan, keindahan dan
kesempurnaan fisik serta hasrat kekuasaan, kekayaan dan ketenaran dibandingkan
nilai-nilai rohani-keagamaan, kesederhanaan, asketisme, keugaharian dan
keluhuran budi pekerti lainnya. Perkembangan mentalitas, ilmu pengetahuan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
teknologi mutakhir di satu sisi memang memberi suatu sumbangan yang sangat
positif, di mana orang dapat melakukan segala sesuatunya dengan lebih mudah
dan cepat. Tetapi di sisi lain juga terdapat dampak negatifnya; di mana manusia
jatuh pada keinginan serba instan dan kecenderungan untuk melakukan sesuatu
yang menguntungkan atau menyenangkan bagi dirinya, tanpa peduli pada orang
lain.
Singkatnya, zaman ini ditandai dengan keinginan untuk menjadi lebih
unggul dari yang lain dan untuk mendapatkannya ditempuh dengan menghalalkan
segala cara. Dunia saat ini menawarkan serba kemudahan dalam hidup hingga tak
jarang disertai dengan cara-cara untuk menyingkirkan sesama tanpa adanya belas
kasihan. Manusia yang rakus akan harta dan kuasa. Maka pada zaman ini kita
sering dan mudah melihat sikap tak terpuji di mana orang menuntut banyak hal
demi kesenangannya tetapi tidak mau menerima suatu tugas tertentu yang
mungkin sulit dan berat baginya. Ketulusan memberi, keiklasan berkorban, rela
dan bertanggung jawab tanpa pamrih dalam karya menjadi pemandangan yang
semakin langka. Begitu pula dengan semangat melayani sesama yang menderita
dan penuh dengan persoalan hidup. Cinta kasih, rasa simpati dan empati atau
sikap bela rasa menjadi semakin mengering dari manusia zaman ini.
Kecenderungan mentalitas masyarakat modern sebagaimana tergambar di
atas tentu berdampak sangat kuat bagi kaum difabel. Menurut Diono (2014: 20),
hingga saat ini, sejumlah hal yang berkaitan dengan mental masyarakat bahkan
termasuk keluarga penyandang disabilitas masih menjadi permasalahan eksternal
yang membelenggu usaha menghargai kaum difabel dalam berbagai aspek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kehidupan. Contoh permasalahan eksternal tersebut antara lain rendahnya
pemahaman masyarakat tentang disabilitas, dan stigma bahwa disabilitas adalah
bagian
dari
kutukan
atau
nasib
yang
membuat
keluarga
cenderung
menyembunyikan kondisi anggotanya yang difabel dan masyarakat tidak
memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Secara konkrit, dengan mengelola data dari Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) Kementerian Sosial Tahun 2012, Adi Prasetyo (2014:34-35)
menyimpulkan bahwa di Indonesia, akses kaum difabel pada dunia pendidikan
yang berkualitas masih sangat rendah di mana dari sejumlah 1.389.519 orang
dengan disabilitas, terdapat 838.343 orang tidak sekolah, dan semakin tinggi
jenjang sekolah, semakin rendah pula partisipasi kaum difabel. Akibatnya,
partisipasi kaum difabel pada pekerjaan yang layak pun masih sangat rendah.
Kaum difabel pun semakin terjerat dalam kemiskinan dan terkucil dari kehidupan.
Kondisi dan mentalitas masyarakat masa kini yang belum ramah pada kaum
difabel tersebut menjadi kondisi dan pengalaman yang dihadapi para suster SFD
yang berkarya bagi kaum difabel dalam lembaga-lembaga karya SFD. Pergulatan
batin untuk mengasah spiritulitas para SFD tersebut kian perlu direfleksikan jika
mengingat pesan, ajaran dan teladan Yesus Kristus yang memanggil Santo
Fransiskus Assisi dan para suster SFD untuk menjadi pelayan-Nya melalui karyakarya cinta kasih (LPJ. DPU, 2015, No. 94). Alkitab dengan jelas
menggambarkan apa yang dilakukan Yesus, bahwa Kristus Yesus walau dalam
rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang
harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri, dan mengambil rupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai
manusia, Ia merendahkan diri-Nya, taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib (Flp 2:5-8).
Dalam Petuah Santo Fransiskus Assisi (Pth), kelahiran Kristus di dalam
palungan merupakan ungkapan tertinggi dari pengosongan diri Sang Putra Allah.
“Lihatlah, setiap hari Ia merendahkan diri, seperti tatkala Ia turun dari tahta
kerajaan ke dalam Rahim Perawan, setiap hari Ia turun dari pangkuan Bapa ke
atas Altar di dalam tangan imam” (Pth, 1:16-17).
Pengalaman Santo Fransiskus
Assisi akan Allah yang Maha kuasa, Maha tinggi, Maha mulia, Maha tahu itu sudi
turun dari tahta Kerajaan-Nya dengan menempuh jalan perendahan diri Yesus
Kristus, inilah yang membuat Santo Fransiskus Assisi semakin menyadari akan
panggilan hidupnya untuk bersatu dalam perendahan diri yang nyata bagi dunia.
Sementara itu, dalam Wasiat Santo Fransiskus (Was), Ia mengalami dan
memberi kesaksian tentang penghampaan diri dengan memilih orang-orang kecil,
hina dan papa, memeluk orang kusta dan terbuang. Bagi Santo Fransiskus Assisi
menjadi gambar yang mengagumkan tentang pertemuan dengan Yesus Kristus
yang tersalib. Tetapi untuk menjalankan itu semua tidaklah mudah untuknya. Ia
berkata, “ketika aku dalam dosa, aku merasa amat muak melihat orang kusta,
tetapi Tuhan menghantar aku ke tengah mereka dan aku merawat mereka dengan
penuh kasih” (Was 1-2). Santo Fransiskus Assisi memasuki jalan perendahan hati
dengan pertemuan yang mesra ini. Dia mengalahkan dirinya sendiri sedemikian
rupa sehingga para pengikutnya, mampu memahami pernyataannya: “Apa yang
tadinya terasa memuakkan berubah bagiku menjadi kemanisan jiwa dan badan”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
(Was 3). Rendah atau dina di hadapan Allah bukan berarti “lembek”. Orang-orang
lembek ini adalah mereka yang mengakui ketergantungan mereka pada Allah dan
tidak memperlakukan orang lain secara angkuh sombong. Mereka adalah pribadipribadi yang memiliki disposisi
batin “kedinaan” atau “kerendahan hati” di
hadapan Allah. Seseorang yang sungguh rendah hati (dina) mengakui kenyataan
bahwa dia menerima segalanya yang baik dari Allah dan membagikannya kepada
sesama.
Dengan teladan Yesus dengan dan melalui hidup, karya dan ajaran-Nya
untuk mengasihi sesama yang diterjemahkan Santo Fransiskus Assisi dalam
semangat Kedinaan itulah yang menjadi spiritualitas hidup dan karya para suster
SFD termasuk dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. Namun dalam konteks
kondisi sosial dan mentalitas masyarakat masa kini pada umumnya dan mentalitas
serta cara pandang terhadap kaum difabel khususnya juga dialami dan dihadapi
oleh para SFD yang berkarya melayani kaum difabel. Untuk itu, tampak jelas
bahwa diperlukan refleksi yang mendalam dan sistematis untuk terus-menerus
mengaktualisasikan semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam hidup dan
karya pelayanan para SFD bagi kaum difabel pada masa kini. Karena itu,
didorong oleh realitas dan pemikiran sebagaimana terurai di atas, penulis memilih
topik Relevansi Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam Tugas
Pelayanan para Suster Fransiskus
Dina (SFD) pada Masa Kini bagi Kaum
Difabel. Menurut hemat penulis, pendalaman topik ini dapat menjawab kebutuhan
mengaktualisasikan semangat kedinaan, menginspirasi dan menguatkan panggilan
para suster SFD khususnya dalam karya pelayanan bagi kaum difabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, sehubungan dengan semangat kedinaan
dalam pelayanan kongregasi SFD di masa sekarang ini, maka permasalahan
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dipahami, dimengerti
dan dihayati oleh para Suster Fransiskus Dina (SFD) dalam menjalani
panggilan mereka?
2. Sejauh mana semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi menjadi inspirasi dan
motivasi bagi para suster Fransiskus Dina (SFD dalam karya pelayanan masa
kini khususnya bagi kaum difabel?
3. Hal-hal mana yang perlu diperhatikan oleh para suster Fransiskus Dina (SFD)
dalam mengaktualisasikan semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi bagi
karya pelayanan masa kini khususnya bagi kaum difabel?
C. Tujuan Penulisan
1. Menggali, mengetahui dan menggambarkan semangat kedinaan yang
diteladankan oleh Santo Fransiskus Assisi sebagaimana dipahami dan dihayati
para suster SFD dalam menjalani panggilan mereka.
2. Menggali, memahami dan menggambarkan spiritualitas para suster SFD yang
bersumber pada teladan semangat kedinaan Santo Fransikus Assisi dalam
karya pelayanan bagi kaum difabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
3. Merefleksikan dan memberikan sumbangan pemikiran akademis tentang
relevansi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan
masa kini para SFD bagi kaum difabel.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui secara mendalam dan memahami semangat kedinaan Santo
Fransiskus Assisi sebagaimana yang dihayati dan dihidupi para suster SFD
dalam karya pelayanan.
2. Memberikan sebuah perspektif baru pada cakrawala spiritualitas semangat
kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam pelayanan kongregasi SFD khususnya
karya pelayanan SFD bagi kaum difabel.
3. Mendapatkan inspirasi, mengobarkan dan meneguhkan semangat penulis dan
segenap anggota kongregasi SFD yang memiliki karya pelayanan bagi kaum
difabel serta semua orang berkehendak baik lainnya yang melakukan karya
sosial membantu kaum difabel.
E. Metode Penulisan
Metode utama penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis yang
menggambarkan data-data yang diperoleh melalui studi pustaka. Penulis juga
menggunakan metode reflektif untuk merefleksikan gagasan-gagasan tentang
semangat kedinaan yang diperoleh dari studi pustaka untuk memperoleh gagasan
relevansinya terhadap pelayanan suster SFD bagi kaum difabel. Untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
memperkaya dan mengonkritkan relevansi semangat kedinaan tersebut, penulis
juga akan melengkapi dengan metode life story berupa wawancara beberapa suster
SFD yang sedang dan pernah bekerja pada karya SFD bagi kaum difabel.
F. Sistematika Penulisan
Judul skripsi yang dipilih oleh penulis adalah: Relevansi Semangat
Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam Tugas Pelayanan para Suster
Fransiskus Dina (SFD) pada Masa Kini bagi Kaum Difabel.
Secara garis besar, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab yang secara garis
besar diuraikan sebagai berikut:
Bab I adalah pendahuluan; terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II menguraikan tentang Semangat kedinaan menurut Santo Fransiskus
Assisi. Pembahasan dimulai dari riwayat hidup Santo Fransiskus Assisi dan
situasi sosial yang memengaruhinya, Dasar Biblis Kedinaan, Pengalaman
kedinaan, Kerendahan Hati Fransiskus, Allah Sumber
hidup Fransiskus,
Kedinaan Fransiskus dan Para Saudaranya, serta Allah Yang Dina dalam
Spiritualitas Fransiskan.
Bab III membahas spiritualitas kongregasi SFD yang bersumber pada
semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi. Uraian bab ini mencakup sejarah
Kongregasi, semangat dan visi-misi Kongregasi, karya pelayanan SFD dan nilainilainya, profil pelayanan bagi kaum difabel dan penerapan semangat kedinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
dalam karya dengan menampilkan hasil wawancara dari beberapa suster yang
pernah dan yang sedang bekerja bagi kaum difabel dengan metode life story.
Bab IV merupakan sebuah refleksi semangat kedinaan Santo Fransiskus
Assisi dalam karya pelayanan para SFD di zaman sekarang khususnya karya
pelayanan bagi kaum difabel. Di dalamnya akan dimuat tentang difabilitas sebagai
bagian dari medan pelayanan kongregasi SFD, semangat kedinaan sebagai sumber
inspirasi dan dasar pelayanan bagi kaum difabel, semangat kedinaan sebagai
tujuan dan model pelayanan bagi kaum difabel, buah-buah penghayatan kedinaan,
dan usaha untuk meningkatkan pelayanan dalam tugas perutusan.
Bab V merupakan penutup: dalam bab ini penulis ingin menegaskan
kembali isi pokok atau kesimpulan dan beberapa saran guna membantu para SFD
dalam tugas pelayanan pada masa kini bagi kaum difabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
HIDUP SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN SEMANGAT
KEDINAANNYA
Pada bab sebelumnya penulis telah berbicara tentang latar belakang
penulisan skripsi yang menjadi acuan dari bab berikutnya. Pada bab II ini, penulis
akan menguraikan hidup Santo Fransiskus dari Assisi dan semangat kedinaannya.
Pembahasan dimulai dengan situasi masyarakat dan Gereja yang memengaruhinya
sampai Fransiskus dari Assisi mengambil jalan kedinaan sebagai bagian inti dari
semangat hidup para pengikutnya.
A. Hidup Fransiskus Assisi
1. Kelahiran Fransiskus dan Masa Muda Fransiskus
Sesudah dua tahun wafat, penulis riwayat hidup Fransiskus yang bernama
Thomas dari Celano menulis di sebuah kertas kulit pernyataan berikut: “Di kota
Assisi hidup seorang yang bernama Fransiskus yang semenjak kecilnya dididik
orangtuanya dalam kemewahan sia-sia”. Daerah Assisi yang dimaksud, tepatnya
di lembah Spoleto (Italia) pada akhir tahun 1181 atau permulaan tahun 1182
lahirlah Fransiskus Asisi. Ayahnya bernama Pietro Bernardone, seorang pedagang
kain wol dan cukup kaya. Ibunya Donna Pica, berasal dari keluarga Perancis dan
terkemuka (Groenen, 1970: 149). Mula-mula oleh ibunya ia diberi nama Yohanes.
Ketika ayahnya kembali dari Negeri Prancis ia diberi nama Fransiskus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Sebagaimana lazimnya pada zaman itu, Fransiskus bersekolah pada seorang
imam yang bekerja di Gereja Santo Georgio di Assisi. Di sana Fransiskus belajar
membaca, menulis, menghitung dan sedikit belajar bahasa Latin. Pada usia
dewasa ayahnya meminta Fransiskus untuk ikut berdagang kain wol ke Perancis.
Selama bersama dengan ayahnya, Fransiskus tidak mempunyai bakat sebagai
pedagang. Apalagi watak Fransiskus sangat berbeda dengan ayahnya. Fransiskus
jauh lebih riang dan murah hati, gemar bersenda gurau dan suka bernyanyi.
Dalam Kisah Tiga Sahabat (K3S) diceritakan bahwa sebagai orang kaya,
Fransiskus bersama dengan kelompok sebayanya, siang dan malam hidup
berfoya-foya. Ia begitu gemar mengeluarkan uang sehingga segala apa yang
mungkin ia miliki atau peroleh sebagai laba dihabiskan dengan makan minum. Ia
adalah seorang pemboros namun murah hati pada sesamanya. Dalam berpakaian
ia sangat berlebih-lebihan (Groenen, 2000: 27-28).
Waktu berumur 20 (dua puluh) tahun Fransiskus secara aktif mengambil
bagian dalam perang yang pecah antara warga kota terutama antara para pedagang
dengan kaum bangsawan yang diam di kota Assisi. Golongan masyarakat yang
kecil atau buruh, dan termasuk kaum pedagang yang disebut “minores”
mengalahkan kaum bangsawan yang disebut “mayores” dan mengusir mereka.
Kaum bangsawan melarikan diri ke kota Perugia yang letaknya dekat Assisi dan
di sanalah mereka menyusun strategi untuk melawan. Hal itu menyebabkan
hubungan antara Assisi dan Perugia selalu bermusuhan.
Maka pecahlah perang antara kota Assisi dan Perugia tahun 1202. Kota
Perugia memihak kepada Paus Innosensius III, sedangkan warga kota Assisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
memihak kepada Kaisar Frederik Barbarosa II di Jerman. Fransiskus ikut dalam
serangan itu, tetapi gagal dan bersama dengan beberapa orang lain Fransiskus
masuk tawanan (Groenen, 1970: 150). Dalam tahanan yang cukup keras itu,
Fransiskus tetap mempertahankan semangat gembira dan tetap berusaha
menghibur teman-temannya. Dan dalam tahun berikutnya, ayahnya berhasil
menebusnya. Fransiskus pulang ke rumah, dan dalam beberapa hari kemudian
Fransiskus sakit keras (Groenen, 2000: 11).
Thomas dari Celano, menuliskan bahwa penyakit itu ternyata menjadi
sentuhan pertama rahmat Tuhan. Pengalaman sakit membawa pertobatan bagi
Fransiskus. Pemandangan yang indah di sekitar kota Assisi tidak lagi menarik
untuk Fransiskus. Ia merasa bahwa segalanya tidak lagi berarti apa-apa. Orangorang yang selama ini mengaguminya dianggapnya sebagai sebuah kebodohan.
Fransiskus mulai merenungkan arti dan tujuan hidupnya (Celano, 1984: 3).
2. Situasi Masyarakat dan Gereja di Jaman Fransiskus
Situasi masyarakat dan Gereja pada zaman Fransiskus disampaikan di sini
untuk dapat membantu memahami pertobatan Fransiskus dengan lebih baik.
a. Situasi Politik
Bruder Bram Homel, MTB (Maria Tak Bernoda) dalam catatannya pada
kursus Fransiskan bagi para novis kongregasi SFD dan MTB pada tanggal 5-12
Januari 2001 di Pati, mengatakan bahwa organisasi politik masyarakat Eropa pada
abad XI sampai abab ke XII seluruh kehidupan masyarakat terikat dalam sistem
feodal-agraris. Penguasa tertinggi adalah Kaisar, raja-raja lokal menjanjikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kesetiaan kepadanya dan tuan-tuan tanah yang lebih kecil menjanjikan lagi
ketaatan kepada raja-raja itu. Antara tuan tanah dan bawahan ada ikatan perjanjian
yang mengatur semua hak timbal balik umpamanya: Bawahan wajib membayar
upeti dan atasan wajib menjamin keamanan mereka.
Setiap bangsawan memiliki sejumlah hamba yang terikat pada tuannya
seumur hidup. Biasanya mereka itulah yang menggarap tanah, mengurus rumah
dan harta serta melayani segala kebutuhan tuannya. Karena setiap tuan tanah
biasanya mencukupi kebutuhannya sendiri dari tanah yang dimilikinya.
Selain para hamba, ada juga para pegawai yang bertugas mengawasi
pekerjaan atau melayani kebutuhan atasan setempat. Dalam kelompok ini
termasuk para ksatria atau tentara bangsawan yang bertugas untuk membela dan
melindungi setiap kesatuan hidup kelompok tadi.
Selain kelompok ini dalam masyarakat masih terdapat para rohaniwan,
pedagang dan seniman. Mereka adalah orang-orang bebas yang tidak takluk
kepada tuan-tuan tanah. Mereka tidak termasuk kelompok atasan atau kelompok
hamba, tetapi dalam relasi sosial mereka lebih dekat dengan kaum atasan.
Dengan gambaran ringkas ini tampak bahwa hak dan kewajiban setiap
anggota masyarakat diatur secara ketat berdasarkan fungsi dalam relasi atasan dan
bawahan; atasan adalah penguasa dan pemilik, sedangkan bawahan adalah hamba
dan pekerja. Walaupun antara kelompok-kelompok ini ada pembagian status yang
jelas namun dalam kehidupan sehari-hari mereka saling mengisi (Homel, 2001:
4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Stratifikasi sosial di atas secara umum berlaku dalam wilayah kekaisaran
Roma dan Gereja. Walaupun tetap ada kerajaan-kerajaan kecil yang berusaha
mempertahankan wilayah dan kekuasaan sendiri. Persaingan antara kelompok
tuan tanah dan kelompok lain pun sering memicu permusuhan dan peperangan
antara kelompok atau daerah yang satu dengan kelompok atau daerah yang lain.
Karena persaingan itu masing-masing kelompok berusaha berasosiasi dengan
daerah atau kelompok lain untuk menguatkan posisinya. Untuk mencapai tujuan
tertentu suatu daerah atau kota dapat menarik kembali dukungannya dan
mendukung pihak lain. Maka dapat terjadi bahwa Assisi yang semula mendukung
Kaisar Jerman sebagai penguasa tertinggi, setelah berontak terhadap penguasa
lokal menempatkan diri di bawah perlindungan pihak kepausan (Groenen, 1970:
150).
b. Situasi Ekonomi
Pertumbuhan jumlah para pedagang dan tukang-tukang yang profesional
cenderung
membentuk
pusat-pusat
di
kota-kota
dan
memotori
suatu
pembaharuan. Mereka menuntut hak-hak tertentu dari penguasa lokal, seperti hak
untuk melindungi kota mereka dengan tembok benteng dan memprotes pungutan
pajak (upeti) yang terlalu tinggi. Di Italia Utara dan Tengah yang padat
penduduknya dan perdagangan maju, perkembangan ini menghasilkan konflikkonflik antara penduduk kota dan penguasa atau bangsawan setempat.
Kota menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan kesenian serta
mulai mengambil alih peranan biara-biara serta istana. Dengan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
perdagangan maka uang pun menjadi makin penting. Sistem barter makin beralih
ke ekonomi uang. Dengan demikian tanah sebagai milik utama dalam masyarakat
feodal agraris mulai diganti dengan uang walaupun tanah masih tetap menjadi
milik utama (Homel, 2001: 5).
c. Situasi Gereja
Pada zaman Fransiskus Assisi, Gereja menjadi bagian tak terpisahkan dari
situasi masyarakat. Para uskup dan pemimpin biara (Abas) seringkali berperan
sebagai tuan tanah yang wajib menjanjikan kesetiaan kepada seorang raja.
Peran ganda sebagai pemimpin rohani dan pemimpin politik berakibat pada
Gereja dalam konflik. Sedangkan kehidupan beragama orang banyak dikaburkan
oleh beberapa aliran bidaah yang mengkritik pola hidup para pejabat Gereja, dan
menyebarkan ajaran sesat. Mereka ini disebut sebagai kelompok Kathar.
Pengampunan dosa berat seringkali hanya dapat diperoleh dengan
mengadakan ziarah ke makam-makam suci (Yerusalem, Roma, Compostella dan
lain-lain). Para peziarah dan pentobat atau peniten, serta para pedagang dan
trubador (penyanyi keliling) ikut menyebarluaskan berita dan ajaran baru itu.
Pelayanan tradisional di sekitar biara-biara pedesaan
kurang mampu
menjangkau dan membina orang kota yang lebih berpengalaman dan terpelajar.
Dalam hidup beragama devosi kepada para santo dan santa mendapat peranan
penting. Mereka yang dekat dengan Allah pemilik dan penguasa atau raja alam
semesta dianggap sakti dan mampu untuk melindungi berbagai usaha dan
kelompok. Kota Assisi menghormati secara istimewa Santo Rufino, martir dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
uskup pertama Assisi dan Vitorino uskup Assisi yang kedua. Relikwi
diperlakukan sebagai jimat yang memiliki kekuatan luar biasa dan hari peringatan
perlindungan dirayakan sebagai pesta rakyat dengan berbagai acara dan atraksi
(Homel, 2001: 5).
3. Panggilan Fransiskus
Kira-kira usia 20 (dua puluh) tahun, tepatnya pada tahun 1201, Fransiskus
memulai perjalanan ke Apulia, dan dalam perjalanan ia jatuh sakit dan beristirahat
sejenak di Spoleto. Dalam istirahatnya, ia bermimpi dikunjungi oleh Tuhan. Dia
mendengar ada suara yang bertanya tentang maksud perjalanannya. Fransiskus
mengutarakan maksud dan tujuan dari rencananya untuk menjadi seorang ksatria.
Suara itu pun bertanya lagi, “Siapa yang dapat memberi lebih banyak, tuan atau
hamba?” Fransiskus menjawab, “Tentu saja tuan”. Kalau begitu mengapa engkau
meninggalkan tuan dan menggantinya dengan hamba? Sekarang pulanglah ke
tempatmu, di sana akan disampaikan kepadamu apa yang harus kau buat” jawab
suara itu (Groenen, 2000: 36-37). Panggilan ini mengajak Fransiskus untuk
semakin meniti hatinya dan bermawas diri dalam hidup.
Penglihatan itu membuatnya berbalik pulang dan kebingungan. Fransiskus
terus merenungkan arti dari penglihatan itu. Selama masa penyembuhan,
Fransiskus mulai kehilangan selera akan dunia bisnis, sehingga membuat ayahnya
khawatir, ia menjadi semakin haus akan hal-hal rohani (Talbot, 2007: 256).
Fransiskus semakin percaya bahwa Allah merencanakan sesuatu untuk
dirinya, namun ia belum tahu pasti. Ia pun berhenti di sebuah Gereja kecil, San
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Damiano dan berdoa mohon petunjuk atas apa yang ia alami belakangan ini. Dan
dari atas salib Fransiskus mendengar suara Yesus: “Fransiskus, pergilah dan
perbaikilah rumah-Ku seperti yang kamu lihat telah rusak”. Fransiskus
melaksanakan perintah ini secara harafiah, memperbaiki gedung gereja yang mau
roboh (Marpaung, 2009: 26). Fransiskus membuang semuanya lalu mulai
mengemis untuk membeli batu dan membangun kembali gereja tersebut dan dua
gereja lainnya hingga menyadari maksud dari Yesus (Talbot, 2007: 256).
Fransiskus berubah, ia selalu mencari waktu untuk berdoa, hingga
menemukan suatu kedamaian di dalam lubuk hatinya (Bodo, 2002: 16). Dalam
buku 1 Celano II. 3, Ia memandang dirinya rendah dan meremehkan segala
sesuatu yang dulu dianggapnya manis. Fransiskus mulai menemukan Kristus
dalam dirinya. Semua harta ia tinggalkan demi harta yang abadi. Perubahan itu
mendorong Fransiskus untuk melayani orang miskin dan orang sakit, terlebih
orang kusta (Groenen, 2000: 41). Dia semakin bermurah hati dengan orang
miskin. Bahkan ia rela memberikan apa yang dia miliki demi orang miskin dan
sakit.
Perubahan Fransiskus yang paling menarik adalah saat perjumpaannya
dengan orang kusta. Ia memeluk dan mencium orang sakit kusta: “Apa yang dulu
dirasa pahit yaitu melihat dan menjamah orang kusta, berubah menjadi manis”
(Groenen, 2000: 48).
4. Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi
a. Pengertian Kedinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Fransiskus mengajukan anggaran dasarnya ke Paus sebagai kelompok
Minor. Dalam kamus Latin, istilah minor artinya kecil. Kata minor bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah dina. Dalam konteks
semangat Fransiskan, minor artinya dina, rendah, hina, tidak setara dengan lain.
Fransiskus menjadikan hidupnya fratrum minorum yang artinya saudara dina.
Fransiskus dalam anggaran dasar tanpa bulla mengatakan: "Tidak seorang pun
boleh disebut ‘prior’, tetapi semuanya mesti disebut ‘saudara dina’. Dan mereka
harus saling mencuci kaki" (AngTBul 6:3). Fransiskus menyebut ordonya adalah
frater minor. Minores adalah Assisi sedangkan Mayor diidentik dengan kota
Perugia (Groenen, 2000: 35-37).
Kedinaan atau Dina adalah merupakan suatu sikap atau cara untuk berada di
hadapan Allah Yang Mahatinggi (Iriarte, 1995: 111). Dalam Anggaran Dasar
Tanpa Bulla (AngTBul) disebutkan bahwa kedinaan berarti, “Menjadi yang lebih
rendah dan tunduk kepada semua orang” (AngTBul 7:2). Selain itu dina juga bisa
diartikan sebagai kekecilan dan ketelanjangan di hadapan Allah. Ketelanjangan
sama dengan ungkapan kemiskinan yang paling luhur di hadapan Allah (Kelana,
2007: 11-13). Dan Thomas Celano menuliskan dina sama dengan rendahan, dan
tunduk pada orang lain, dengan selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina,
dan melakukan tugas yang hina (1 Cel XV, 38), yang berarti mengarah pada suatu
bentuk atau corak pelayanan pada sesama. Jadi konsep kedinaan ini bila dikaitkan
dengan pelayanan sebagai saudara, kerendahan hati dan sifat tunduk. Pendorong
semua itu adalah cinta, seperti dalam diri Kristus, yang datang bukan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dilayani tetapi untuk melayani (Mat 20:28). Karena itu, diperlukan sikap,
“menyangkal diri” (AngTBul No. 4).
Kedinaan juga mengandung makna sikap sederhana, rendah hati, jujur, tidak
pongah atas keutamaan besar atau usaha dan upaya luhur. Terutama sekali tidak
memandang diri sendiri lebih sempurna dari orang lain. Tentang dirinya
Fransiskus berkata ‘orang yang tak layak, lemah, hina dan hamba dari semuanya’.
Dalam surat-suratnya kepada seluruh ordo (SurOr) terbaca bagaimana dia
menempatkan diri pada ‘kaki’ orang, ‘mahluk Tuhan Allah yang tak pantas’
(SurOr No. 47; dan AngTBul No. 7); ‘kami tidak terpelajar dan menjadi bawahan
orang’ (Was 19).
Dina adalah nama kelompok pertapa dari Assisi, tapi Fransiskus merasa
tidak tepat juga dengan sebutan itu bagi ordonya. Dalam hal ini Fransiskus
sungguh terinspirasi dengan bacaan dari Injil Matius tentang “gila hormat tapi,
enggan untuk melayani” (bdk. Mat 23:6-11).
Mengenai asal mula pemberian nama ini dikatakan: Sudah dari awal
Fransiskus ingin menyebut para pengikutnya sebagai saudara dina (minor)
sehingga langsung dituliskannya dalam Anggaran Dasar (AngBul 1:1). Makna
dari "kedinaan" ialah "menjadi bawahan semua orang" (Was 19). "Mereka
menjadi 'dina' dengan tunduk kepada semua orang. Mereka mencari tempat
terakhir; melakukan pekerjaan dina dan bersedia menanggung kekerasan majikan.
Ini mereka lakukan dengan tekad menempatkannya atas dasar-dasar yang mantap
kerendahan hati sejati bangunan rohani, yang menggumpal pada satu arkitektur
bahagia dari bermacam keutamaan" (1 Cel 38). "Kedinaan" ini sangat erat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
hubungannya dengan "kerendahan hati". Puncak dari pengalaman kerendahan hati
ini diungkapkan Fransiskus:
Sebagai superior saya mengadakan kapitel dan memberikan pengarahan dan
mengutarakan pandangan. Dan pada akhirnya orang berkata: 'Engkau tak
perlu lagi bersama kami, sebab engkau tidak terpelajar, tak memiliki bakat
bicara, tak berbudaya, engkau dina'. Saya diusir dengan kasar, diejek di
mana-mana. Saya berkata, sekiranya saya tidak sanggup menerimanya
dengan tabah, dengan kegembiraan batin serta tetap bertekad mengusahakan
kekudusan, saya sama sekali bukan lagi Saudara Dina (LM 6:5).
b. Latar Belakang Pemilihan Nama Ordo
Cara hidup Fransiskus menarik perhatian banyak orang dari berbagai lapisan
masyarakat dan mereka mau mengikuti Fransiskus dan hidup seperti dia, dalam
persaudaraan Injili Fransiskus.
Setiap hari bertambahlah jumlah orang yang mengikuti Fransiskus. Maka
ditulisnyalah sebuah aturan hidup yang disebut dengan Anggaran Dasar bagi
dirinya sendiri pun bagi saudara-saudara yang telah ada sekarang dan yang akan
datang secara sederhana dan singkat (1 Cel, XIII, 32).
Fransiskuslah yang pertama-tama menyebut dan memberikan nama Ordo
Saudara Dina pada persaudaraan yang selama ini ia bangun. Dalam anggaran
dasar yang ditulisnya: “Dan mereka hendaklah menjadi rendahan atau sama
dengan dina’, dan mereka sungguh-sungguh adalah dina, yang tunduk pada orang
lain, selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang
hina dan tidak diperhitungkan oleh orang lain (1 Cel, XV, 38).
Dengan menekankan keutamaan kesederhanaan dan kerendahan hati,
Fransiskus memutuskan bahwa pengikutnya harus disebut “Ordo Saudara Dina”.
Fransiskus berkata:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
“Ordo Saudara Dina adalah kawanan kecil, yang tentang Putra Allah telah
memohon kepada Bapa Surgawi dengan berkata, ‘Bapa Aku menghendaki
agar Engkau sudi membentuk dan memberikanku orang-orang baru dan
rendah hati pada masa terakhir ini, yang tidak akan serupa dengan
pendahulu mereka dalam kerendahan hati dan kemiskinan dan hanya senang
memiliki Aku saja’. Bapa berkata kepada Putra terkasih, Anakku, terjadilah
seperti yang Kau minta” (Dister, 2000: 95).
Demikianlah, Fransiskus yang terberkati itu menyakini bahwa Allah
sungguh berkenan bahwa mereka harus disebut sebagai saudara-saudara dina.
Maka pada tahun 1209, Fransiskus bersama beberapa saudara berangkat ke Roma
untuk bertemu dengan Paus Innosensius III guna mendapatkan pengesahan dan
persetujuan dari tahta suci tentang cara hidup Anggaran Dasar.
Setelah menjelaskan cara dan bentuk hidup yang mau mereka hidupi,
akhirnya Paus menyetujui cara hidup dan anggaran dasar secara lisan. Maka pada
tahun 1210 lahirlah ordo Fransiskus dari Assisi dengan Anggaran Dasar yang
Tanpa Bulla dengan disingkat ‘AngTBul’. Fransiskus mengusulkan kepada
pengikutnya supaya menamakan diri Saudara-saudara Dina (Frater Minores)
(Groenen, 2000: 33-35).
c. Dasar Biblis sebagai Pilihan Kedinaan
Berkat kesaksian hidup Fransiskus, banyak orang yang mau mengikutinya.
Namun ia mulai bingung dengan saudara baru itu. Maka ia dan saudara baru pergi
ke gereja Santo Nikolaus untuk menanyakan kepada Tuhan perihal hidup mereka.
Lalu Fransiskus membuka Injil tiga kali, dan menemukan ayat-ayat berikut ini:
Kalau kamu hendak sempurna, pergilah dan juallah segala milikmu, dan
berikanlah itu kepada orang miskin (Mat 19:21). Kemudian Fransiskus membuka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Injil lagi dan menemukan ayat dengan bunyinya: Janganlah membawa apa-apa
dalam perjalanan (Luk 9:3). Serta untuk yang ketiga kali, Fransiskus menemukan:
Siapa hendak mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya
lalu mengikut Aku, (Mat 16:24) (Marpaung, 2009: 32).
Secara biblis, Fransiskus menetapkan Injil Matius 10:7-10 sebagai pedoman
dan arah hidup guna meneruskan cita-citanya. Mewartakan Kerajaan Surga sudah
dekat. Dalam Injil ini, Yesus mengajarkan para murid-Nya bahwa mereka harus
pergi mewartakan Kerjaan Allah, namun mereka dilarang untuk membawa uang,
tongkat atau memakai sepatu (Marpaung, 2009: 30). Dalam kutipan Injil tersebut
jelas dikatakan bahwa Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk mentahirkan
orang kusta. Ini sangat cocok dengan apa yang dicari dan dirindukan oleh
Fransiskus.
Untuk memahami dasar biblis dari kedinaan, Fransiskus memandang dan
menghadap Allah.
Fransiskus sungguh menghayati keluhuran dan kemuliaan
Allah. Di hadapan Allah yang mahakuasa, dan mahatinggi Fransiskus merasa
kecil, takluk bahkan takut. Katanya: “Allah yang Mahakuasa, Mahatinggi,
Mahakudus dan Mahamulia, Tuhan, Raja surga dan alam, kami bersyukur demi
Engkau sendiri” (AD 1221, 23). Dalam pandangan Fransiskus tampak perpaduan
yang sempurna antara kebesaran dan kebaikan Allah.
Secara konkret kebaikan Allah hadir dalam Putra yang menjelma menjadi
manusia bahkan hidup di tengah-tengah manusia. Fransiskus melihat Allah
melalui Yesus Kristus, tidak membedakan di dalam Kristus itu keallahan dan
kemanusiaan-Nya.
Peristiwa
inkarnasi
menjadi
tanda
kebaikan-Nya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mendatangkan sikap hormat, kagum bahkan ia mencintai Kristus. Kristus yang
dimaksud Fransiskus sebagaimana tertera dalam Injil bahkan seluruh Perjanjian
Baru yakni Kristus sebagaimana Ia nyata sebagai Putera Allah yang menjadi
manusia, tetap Allah dan tetap manusia. Kristus adalah penampakan Allah
(Groenen, 1970: 47-48).
Diri Kristus itu, Kristus dari Injil, meresap seluruh
jiwa dan hidup
Fransiskus, sehingga ia nampak kepada orang sezamannya sebagai Kristus yang
lahir (I Cel. 112). Diri Kristus sebagai kebaikan Allah dirangkum oleh Fransiskus
lewat Kitab Suci terutama tulisan Paulus kepada Jemaat di Filipi yang
mengatakan bahwa Kristus
“yang mengosongkan diri-Nya sendiri dan
mengambil rupa seorang hamba. Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di salib" (Flp 2:7-8).
Tindakan pengosongan diri bermula dari kerelaan menjadi manusia rendah
yang mengambil wujud sebagai manusia. Peristiwa pengosongan diri Kristus
menjadi dasar kedinaan yang patut dihayati dalam hidup secara konkret. Kepada
para pengikutnya, Fransiskus berkata:
Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus, yang walaupun dalam rupa, tidak menganggap kesetaraan dengan
Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi sama dengan manusia. Dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan mati di salib (Flp 2:4-8) (2 Cel 18).
Dalam kesempurnaan-Nya, Kristus rela menghampakan diri-Nya sebagai
manusia biasa. Ia yang adalah Putra Bapa, menjadi serupa dengan manusia tanpa
memperhitungkan harga diri-Nya. Ia rela menghamba, menjadi terbatas seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
manusia yang memuncak pada misteri salib (O’Collins dan Farrugia, 1996: 138139). Misteri ini biasa disebut misteri pengosongan diri Kristus atau “Kenosis”.
Sekalipun peristiwa kenosis tidak semata berdimensi kristologis, namun
juga tidak lepas dari peranan Roh Kudus. Kenosis, sehubungan dengan kodrat
manusia, berarti seruan terus menerus kepada Roh Kudus dan penyangkalan
diri terhadap
hasrat
dan
kehendak
pribadi.
Berkenaan
dengan Kristus,
pengosongan diri (kenosis) dari Putra Allah berupa suatu perendahan diri dan
pengorbanan untuk penebusan dan keselamatan semua umat manusia. Manusia
juga dapat berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah melalui suatu proses
transformasi yang bertujuan menjadi serupa dengan Allah (theosis), yakni
menjadi kudus dengan pertolongan rahmat Allah.
Oleh karena itu kenosis merupakan suatu paradoks dan misteri karena
"mengosongkan diri" sebenarnya berarti mengisi diri seseorang dengan anugerah
ilahi dan menghasilkan baginya persatuan dengan Allah. Sebagai inti pokok dari
kehidupan berimannya, bagi Fransiskus peristiwa kenosis menjadi peristiwa yang
perlu dilakukan secara terus menerus sampai pada tindakan menyerupai Kristus.
B. Pengalaman Kedinaan Santo Fransiskus
Setelah mendengar Injil Matius 10:7-10, Fransiskus sangat bersukacita
mendengarnya bahkan dalam catatan dari Thomas Celano dijelaskan, bahwa
Fransiskus mengungkapkan kegembiraannya dalam Roh Allah dengan berkata:
“Inilah yang aku cari, dan inilah yang ingin kulakukan dengan segenap hatiku” (1
Cel XI. 22). Ia mulai mewartakan Injil kepada orang miskin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Isi teks ini adalah mengenai perutusan para Rasul yang diutus oleh Yesus
kepada domba-domba yang hilang. Tugas Fransiskus dan saudaranya adalah
mewartakan bahwa “Kerajaan surga sudah dekat”, menyembuhkan orang sakit,
membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan mengusir setan
(Marpaung, 2009: 31).
Percikan api cinta terhadap Tuhan telah menyulut sebuah unggun api yang
membakar habis semua rasa acuh tak acuh dan menyalakan iman yang radikal
tanpa kompromi. Hasrat Fransiskus menit demi menit adalah untuk mengikuti
semakin dekat, sebagaimana ditulis dalam doanya bagi para pengikut gerakannya:
Tuhan yang mahakuasa, abadi, adil dan pengampun, ijinkan kami dalam
kesengsaraan agar kami bisa melakukan bagi Engkau semata apa yang
Engkau inginkan kami lakukan, dan senantiasa rindu akan apa yang
menyenangkan hati-Mu, sehingga dengan hati yang bersih dan tercerahkan
serta menyala-nyala oleh kuasa Roh Kudus, kami bisa mengikut jejak PutraMu, Tuhan kami Yesus Kristus, sehingga membawa kami kepada-Mu
(Tallbot, 2007: 7).
Dalam peristiwa hidupnya, Fransiskus mau melakukan isi Kitab Suci
seradikal mungkin. Maka ketika ia mendengar dan memahami Sabda Allah,
Fransiskus langsung mempraktekkannya dalam hidupnya sendiri. Baginya Firman
itu adalah kehidupan. Kalau orang tidak menghayati Firman, itu berarti orang
menghindarkan diri dari hidup nyata (Bodo, 2002: 91). Hal tersebut dapat di lihat
dari beberapa peristiwa yang dilakukan oleh Fransiskus untuk menunjukkan sikap
radikalnya terhadap teks Injil di atas.
1. Perjumpaan dengan Orang Kusta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Pada suatu hari ketika Fransiskus sedang khusuk berdoa kepada Tuhan, ia
mendapat jawaban ini: Hai Fransiskus, segala apa yang secara manusiawi engkau
cintai dan ingin engkau miliki, mesti engkau pandang rendah, dari apa yang
dahulu kau jijikkan akan kau tarik kemanisan besar dan kenikmatan yang tak
terukur (1 Cel, VII, 17).
Karenanya Fransiskus merasa gembira dan dikuatkan oleh Tuhan. Dalam
suasana batin yang demikian itu Fransiskus naik kuda dan bertemu dengan
orang kusta. Biasanya ia merasa sangat jijik terhadap orang kusta, namun
kali ini sungguh luar biasa, Fransiskus merasakan suatu kemanisan dan suka
cita. Ia turun dari kuda, memberi mata uang kemudian mencium tangan si
sakit. Sejak saat itulah Fransiskus mulai memandang rendah dirinya. Selang
beberapa hari, dengan membawa banyak uang Fransiskus pergi ke tempat
penampungan orang kusta. Ia mengumpulkan mereka semua dan memberi
masing-masing sedekah sambil mencium tangan orang sakit itu. Ketika
meninggalkan tempat itu, apa yang dahulu pahit rasanya, yaitu melihat dan
menjamah orang kusta, sudah berubah menjadi manis (K3S 11).
2. Peristiwa Kapel San Damiano
Pada suatu hari Fransiskus hendak berdoa di padang dan berjalan di dekat
gereja San Damiano, yang terancam keruntuhannya karena amat tuanya, maka ia
merasa terdorong untuk masuk ke dalam dan untuk berdoa. Ia bersujud di depan
gambar Yang tersalib dan sementara ia berdoa, ia diliputi dengan hiburan rohani
yang berlimpah-limpah. Ketika ia dengan mata yang berlinang-linang memandang
kepada salib Tuhan, maka didengarnya, dengan telinganya sendiri suara dari salib
itu, yang sampai tiga kali berkata: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumahKu, yang seperti kau lihat bobrok seluruhnya ini!” (Bonaventura, II. 1).
Fransiskus gemetar, karena ia seorang diri di dalam gereja dan terperanjat
mendengar suara yang amat ajaib itu. Dan dalam hatinya ia merasai kekuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
ucapan Ilahi itu, maka ia sangat terpesona. Akhirnya ia sadar lagi dan segera
menyiapkan diri untuk menaati perintah itu (Groenen, 2000: 53).
3. Perjumpaan dengan Allah di Jalan Assisi dan dalam Doa
Setelah kembali ke kota Assisi, selang beberapa hari oleh teman-temannya
Fransiskus terpilih menjadi ketua. Maka disuruhnya menyediakan suatu pesta
besar-besaran, seperti sering dibuatnya dahulu. Setelah kenyang mereka keluar
rumah, dan teman-temannya mendahului Fransiskus berkeliling sambil bernyanyi.
Ia tidak bernyanyi tapi asyik bermenung. Tiba-tiba ia disentuh oleh Tuhan dan
hatinya dipenuhi dengan kemanisan begitu hebat, sehingga ia tidak dapat lagi
merasa atau mendengar apa-apa kecuali kemanisan itu. Ia tersentak dari rasa
badani begitu rupa, seperti dikemudian hari dikatakannya sendiri sehingga tidak
dapat bergerak dari tempat itu kalau seandainya ia dicincang-cincang sekalipun
(K3S 7). Sejak saat itu Fransiskus mulai memandang dirinya rendah dan
meremehkan segala apa yang sebelumnya ia gemari, tapi belum seluruhnya,
namun demikian ia banyak mengundurkan diri dari keramaian dunia (K3S 8).
C. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi, dan Injil Sumber Hidup
Fransiskus
1. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi
Misteri Allah sebagai sumber hidup berasal dari peristiwa Sabda Allah
menjadi Daging. Penjelmaan Yesus tersebut menjadi tanda pengosongan diri
Allah. Bagi Santo Fransiskus pengosongan diri ini merupakan peristiwa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
harus dihayati dan bila perlu memperagakan pengosongan itu karena bagi
Fransiskus penjelmaan Allah menjadi manusia merupakan bentuk konkret dari
Kerendahan Hati Allah yang layak dicontoh.
Untuk memahami pengosongan diri Allah, Santo Fransiskus memperagakan
peristiwa penjelmaan Allah menjadi manusia di kota kelahirannya dengan
memperagakan dan merayakan natal yang hidup.
Kesadaran
bahwa
Allah
yang
menjelma
menjadi
manusia
yang
meninggalkan kemahakuasaanNya membuat Fransiskus rela menanggalkan
pakaian yang berasal dari Ayahnya yang bernama Pietro Bernadone di depan
Uskup Guido.
2. Injil Sumber Hidup Santo Fransiskus Assisi
Allah menjadi sumber hidup bagi Santo Fransiskus. Ia selalu menyempatkan
diri untuk merenungkan Allah yang berbicara lewat Kitab Suci teristimewa dalam
Injil. Pun Ekaristi yang menjadi tanda kehadiran Allah yang dapat dilihat oleh
kita. Injil dan Ekaristi menjadi posisi sentral bagi hidup Fransiskus. Dalam
wasiatnya (Was), Fransiskus menulis: “Sesudah Tuhan memberi aku sejumlah
saudara, tidak seorang pun yang menunjukkan kepadaku apa yang harus aku
perbuat, tetapi Yang Mahatinggi sendiri mewahyukan kepadaku, bahwa aku harus
hidup menurut pola Injil Suci” (Was 14).
Setiap kali membuka Kitab Suci, Fransiskus bersuka cita dan bersyukur
kepada Allah. Ia merasa mendapat peneguhan dari apa yang diniatkannya.
Fransiskus menjadikan Injil sebagai peraturan hidup dalam mewartakan kabar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
suka cita kepada semua orang terutama kepada orang miskin. Bagi Fransiskus
Injil adalah jalan menuju Allah (1 Cel, 24-25). Fransiskus pun sering mengartikan
Injil secara harafiah.
Bagi Fransiskus sabda Allah merupakan tonggak penuntun arah dalam
hidupnya dan pengikutnya. Maka dalam merenungkan ini dibutuhkan cinta kasih
dan kerendahan hati yang dalam, karena hal ini merupakan sumber pengetahuan
mengenai Allah dan diri sendiri (2 Cel, 102).
D. Kedinaan Santo Fransiskus dan para Saudaranya, serta Allah Yang Dina
dalam Semangat Fransiskan
1. Kedinaan Santo Fransiskus dan Para Saudaranya
Tuhan sendiri telah menjadi hina dina, maka Fransiskus merasa bahwa dia
harus juga menjadi dina. Karena Tuhan sendiri telah merendah dan merunduk,
maka tidak ada lagi alasan bagi Fransiskus untuk tidak merendah dan merunduk
seperti Tuhan. Hidup Kristus yang dihayatinya membawa perubahan besar bagi
diri Fransiskus. Dia menjadi dina dan bebas bagi semua mahluk dan sesama. Ini
jualah yang diungkapkan dalam penghayatannya.
Kepada para pengikutnya, Fransiskus sangat tegas menekankan sikap
rendah hati ini. Ini dengan jelas dikatakan dalam Surat kepada seluruh Ordo
artikel (untuk selanjutnya disingkat dengan SurOr) 28: Saudara-saudara,
pandanglah perendahan diri Allah itu dan curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya;
rendahkanlah dirimu, agar kamu ditinggikan oleh-Nya (SurOr 28). Jadi, alasan
utama Fransiskus memilih kemiskinan dan kedinaan adalah Tuhan sendiri. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Anggaran Dasarnya ia mengatakan bahwa Tuhan sendiri telah membuat diri-Nya
menjadi miskin di dunia ini bagi kita. Melihat, menyadari, mengagumi dan
mengalami kerendahan Tuhan itu merupakan, bagi Fransiskus, suatu penemuan
harta karun yang sangat berharga. Dan setelah ditemukan, maka ia ingin
memilikinya, dan untuk itu perlu merendahkan diri dan melepaskan segalanya.
a. Kedinaan Santo Fransiskus
Santo Fransiskus telah menggali dan menemukan kerendahan dan kedinaan.
Karena itulah ia menyebut dirinya sebagai hamba yang kecil. Hamba dan
bawahan, hamba semua orang, hamba yang kecil dan ternista dalam Tuhan Allah,
orang yang hina dan rapuh, hamba yang kecil, dan makhluk Tuhan yang tak
pantas, orang yang paling kecil dari antara para hamba Allah.
Fransiskus memilih kemiskinan dan kedinaan karena Tuhan sendiri telah
‘merendah’ dan ‘merunduk’. Fransiskus berkata: “Tuhan sendiri telah membuat
diri-Nya menjadi miskin di dunia ini bagi kita” (AngBul VI, 3). “Saudara-saudara,
pandanglah perendahan diri Allah itu dan curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya;
rendahkanlah dirimu juga, agar kamu ditinggikan oleh-Nya” (SurOr 28). Kristus
Yesus yang berwujud Allah tidak mau berpegang teguh pada kemuliaan-Nya yang
setara dengan Allah. Ia menghampakan diri dengan mengambil keadaan hamba,
dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:6-7).
Fransiskus merasa wajib untuk melayani semua orang, menaati mereka,
berada di bawah kaki orang lain, mencuci dan mencium kaki para saudara. Agar
tetap sadar akan dan melaksanakan kerendahan ini, Fransiskus selalu ingat akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dirinya sebagai orang lemah dan pendosa. Ia tidak lupa akan hal itu agar ia tidak
menjadi sombong. Seperti Rasul Paulus, Fransiskus hanya dapat berbangga atas
kelemahannya. Untuk mempertahankan kerendahan inilah maka Fransiskus dulu
tidak mau ditahbiskan menjadi imam, ia mau tetap tinggal sebagai diakon. Juga
karena alasan itulah maka Fransiskus dulu melarang saudaranya menceriterakan
kemartiran saudara yang pertama, agar jangan dengan itu mereka mencari pujian
dan kemuliaan.
Dalam doa di depan Salib, Fransiskus memohonkan kerendahan yang
mendalam. Ia mau memusatkan perhatian pada kerendahan itu dan tidak mau
memikirkan yang lain. Kerendahan kelahiran Yesus dan kasih penderitaan-Nya
selalu hadir dalam benaknya. Setiap hari ia mengingat dan merenungkan
kerendahan Putra Allah itu serta contoh-contoh kerendahan itu dan dari situ ia
menemukan kelembutan, kemurahhatian Kristus, kemanisan dan penghiburan.
Kerendahan itu adalah jalan injili yang disingkapkan oleh Allah sendiri kepada
Fransiskus, si Miskin itu. Dalam Wasiatnya, ia mengakui bahwa Yang Mahatinggi
sendirilah yang mendorong dia untuk merendah dan merunduk untuk menemui
dan mencium orang kusta.
Kedinaan, tidak menginginkan kuasa, melainkan menempatkan diri di
bawah semua orang, sering dikaitkan oleh Fransiskus dengan sikap rendah hati.
Tentang kerendahan hati dikatakan berazaskan kebenaran, para saudara melihat
yang baik dan yang buruk ada dalam diri secara objektif, tepat sebagaimana Allah
melihat. Sebab, seperti apa nilai seseorang di hadapan Allah, begitulah nilai orang
itu dan tidak lebih” (Pth 19). Saudara membawakan dirinya sebagaimana adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
(Pth 23); “nilai manusia itu hanyalah sekadar nilainya di hadapan Allah, dan tidak
lebih dari itu” (St. Bonaventura, Riwayat Hidup Fransiskus: Kisah Besar, VI:1).
Seperti Fransiskus, saudara merasa sedih bila ia melihat dirinya dihormati sebagai
orang kudus (Cermin Kesempurnaan 45).
Saudara ingin menerima koreksi dari para saudara dan bersedia membuka
diri kepada mereka seraya memahami kelemahan masing-masing. Ini didorong
oleh cinta akan kebenaran: “Berbahagialah hamba, yang menerima peringatan,
tuduhan dan teguran, yang disampaikan orang lain, dengan begitu sabarnya seperti
kalau dari dirinya sendiri datangnya.
Berbahagialah hamba, yang menerima
dengan rela bila ditegur, menurut dengan hormat, mengakui kesalahan dengan
rendah hati, dan mengadakan pemulihan dengan senang hati” (Pth 22:1-2).
Fransiskus mengajarkan: “Kita tidak pernah boleh ingin berada di atas orang lain,
tetapi sebaliknya kita harus menjadi hamba dan bawahan semua orang karena
Allah” (2SurBerim 47).
b. Kedinaan para Saudaranya
Kerendahan yang diterima dari Tuhan sendiri, di situlah Santo Fransiskus
mendirikan ordonya. Kerendahan itu menjadi batu padas di mana Santo
Fransiskus membangun persaudaraannya. Kerendahan adalah dasar di mana Santo
Fransiskus membangun Ordonya. Santo Fransiskus, begitu gigih mengikuti
kerendahan Tuhan, begitu ter-resapi oleh kerendahan itu sendiri. Kerendahan itu
telah menyebar, menjalar dan menjangkiti seluruh sisi hidupnya: dalam
berpakaian, dalam kata dan bahasa, dalam tubuh, dalam setiap langkah, dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
setiap aksi, di mata, di telinga, dalam pikiran, atau seluruh dirinya telah diresapi
oleh kerendahan itu: seluruh hati dan karyanya. Selain untuk dirinya sendiri,
Santo Fransiskus juga meminta para saudaranya (pengikutnya) dari berbagai jenis
tugas dan kedudukan mereka agar berusaha merendahkan diri dalam segalanya:
“Aku mohon dengan sangat kepada semua saudaraku; baik pengkhotbah, pendoa,
pekerja, rohaniwan dan awam, agar mereka berusaha merendahkan diri dalam
segalanya” (AngTBul XVII, 5).
Fransiskus mengajak para pengikutnya agar mengikuti dalam segala hal
contoh kerendahan dan kemiskinan Putra Allah (2 Cel 148). Jadi, dengan ini,
Fransiskus telah menempatkan diri dan persaudaraannya dalam perendahan yang
permanen. Mereka siap dengan gembira dan rela menjadi rendah, sekalipun
kerendahan itu “pahit” pada mulanya, tetapi menjadi “manis” akhirnya. Kekuatan
cinta Tuhan sendirilah yang mengajarkan hal itu kepada Fransiskus dan para
saudaranya. Fransiskus memeluk hidup minor dan humilis bukanlah atas
inisiatifnya sendiri, tetapi diwahyukan Allah kepadanya. Dalam memandang dan
mengalami Allah, ia terpusat pada minoritas, humilitas (Situmorang, 2014:5).
Allah itu, yang nyata dalam sejarah keselamatan. Bagi Fransiskus, Allah itu
adalah yang merendah, yang miskin dan hina dina. Karena minoritas dan
humilitas Allah itu, maka Santo Fransiskus merasa terperangkap dan tak bisa
berbuat lain lagi selain menjadi minor dan humilis. Dia dan saudaranya adalah
Saudara Dina (Fratres Minores), dan Ordonya adalah OFM: Ordo Fratrum
Minorum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Santo Fransiskus mengajak para saudaranya untuk mengikuti kerendahan
Tuhan dengan menghayati kedinaan, ia mengajak para saudara untuk
meninggalkan kuasa: Saudara-saudara hendaknya jangan bertindak sebagai
penguasa atau tuan, khususnya di antara mereka sendiri; mereka harus saling
mencuci kaki. Sebagai tanda kedinaan, ia mengajak para saudara untuk
menghayati kerendahan hati:
Semua saudara di mana pun mereka tinggal untuk mengabdi dan bekerja
pada orang lain, janganlah menjadi bendaharawan atau pengelola kekayaan
atau pemegang jabatan kepala di rumah, tempat mereka mengabdi; tetapi
hendaklah mereka menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua
orang yang tinggal di rumah itu; para saudara harus bersukacita apabila
mereka hidup di tengah orang-orang jelata dan yang dipandang hina, orang
miskin dan lemah, orang sakit dan orang kusta serta pengemis di pinggir
jalan.
Santo Fransiskus mengajarkan: “supaya para saudara tidak pernah boleh
ingin berada di atas orang lain, tetapi sebaliknya harus menjadi hamba dan
bawahan semua orang karena Allah” (2SurBerim 47). Kerendahan hati adalah ciri
khas cinta kristiani seturut ajaran Santo Paulus (Rm 12:10; Flp 2:3). “Kerendahan
hati yang suci mengacaubalaukan kesombongan serta semua manusia dari dunia
ini, demikian juga segala sesuatu yang dari dunia ini” (SalKeut 12).
2. Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan
Santo Fransiskus suka merenungkan seluruh hidup Yesus selama di dunia
ini. Namun yang paling menarik perhatian serta yang menyentuh dan
mengharukan hatinya ialah kerendahan, yang secara istimewa tampak di dalam
diri Yesus, yang menjadi kecil, rendah, dan dina. Kerendahan Allah itu dihayati
oleh Santo Fransiskus dalam rangka sejarah keselamatan (Yoh 1:1-18).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
a. Penciptaan
Melalui penciptaan, Allah menurun, merendah, justru karena Dia mencipta
manusia seturut citra dan gambar-Nya (Kej 1:26) (AngTBul XXIII, 1 dan Pth
V:1). Allah Yang Mahatinggi, Mahabesar, Mahaagung, Mahaluhur, Mahakuasa,
Maharaja, dan Mahakudus rela ‘menurunkan’, ‘memberi’ rupa dan gambar-Nya
kepada manusia.
b. Penjelmaan
Citra dan gambar Allah itu hilang di dalam diri manusia karena jatuh dalam
dosa. Namun Allah tidak berhenti ‘turun’, ‘merendah’. Tindakan Allah lebih
mendalam dari yang pertama (mencipta manusia seturut citra dan gambar-Nya),
yaitu dengan “menjadi manusia” (Yoh 1:14).
Firman Bapa itu, yang begitu luhur, begitu kudus dan mulia, telah
disampaikan dari surga oleh Bapa Yang Mahatinggi, dengan perantaraan
Gabriel malaikat-Nya yang kudus, ke dalam kandungan Perawan Maria
yang kudus dan mulia; dari kandungannya, Firman itu telah menerima
daging sejati kemanusiaan dan kerapuhan kita. Dia, sekalipun kaya
melampaui segala-galanya, mau memilih kemiskinan di dunia ini,
bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat berbahagia (2SurBerim 4-5).
c. Yesus dikandung dalam Rahim Maria
Santo Fransiskus Assisi sangat tertegun dan kagum akan cinta kasih dan
kerendahan hati Tuhan yang nampak dalam rahasia kemanusiaan Kristus,
khususnya dalam kelahiran dan sengsara-Nya. Yang Mahatinggi, Mahabesar,
Mahaagung, Mahaluhur, Mahakuasa, Maharaja, Mahakudus dari surga tinggi
‘turun’ ke kandungan (rahim) Maria yang begitu kecil (Luk 1:26-37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
d. Kelahiran Yesus dari Perawan Maria
Kerendahan melalui peristiwa Yesus dikandung itu berlanjut pada
kelahiran Yesus di kandang hewan (karena tidak ada penginapan bagi-Nya), Dia
dibaringkan di tempat makan hewan, dan dibungkus dengan lampin yang sangat
sederhana (Luk 2:1-7).
e. Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir
Dalam Injil Matius diungkapkan bahwa: Setelah orang-orang majus itu
berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata:
"Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di
sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu
untuk membunuh Dia." Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta
ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir (Mat 2:13-14). Yesus bersama
orangtua-Nya terpaksa mengungsi ke Mesir. Yesus yang semasih bayi telah
menjadi pengungsi, musafir, dan orang asing di dunia ini. Bagi Fransiskus hal ini
merupakan kerendahan Allah (Mat 2:13-14).
f. Penderitaan dan Wafat Yesus di Salib
Fransiskus mendengar suara adalah suara dari Kristus yang tersalib. Ia
mendengar suara “Pergilah, perbaiki Gereja-Ku yang nyaris roboh ini”
(Bonaventura, II.1). Pengalaman Fransiskus akan Yesus Kristus fokus pada derita
dan wafat-Nya di salib. Di dalam ini terangkum dimensi-dimensi lain kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Yesus yang menjadi hamba yang menderita dan menanggung penghinaan para
musuh demi kasih pada manusia (Situmorang, 2014: 3).
Salib Kristus telah mendasari dan menjadi kepenuhan pentahiran orang
kusta, penyembuhan orang sakit, pemampuan orang lumpuh berjalan, dan lainlain. Dengan salib menghantar Fransiskus pada sebuah kemanisan. Apa yang dulu
dianggapnya manis berubah menjadi pahit dan tak terpikul, dan apa dulu yang
menjijikan atau pahit berubah menjadi manis dan kenikmatan yang tak terukur
sekarang berubah menjadi manis (K3S IV, 11).
Santo Fransiskus mendengar suara Kristus yang tersalib di gereja San
Damiano yang diartikan sama dengan perendahan, dan yang kecil serta reot yang
juga merupakan lambang dari kedinaan Allah atau Yesus sendiri. Fransiskus
sungguh terharu akan penderitaan Yesus. Bagaimana Yang Mahatinggi,
Mahabesar,
Mahaagung,
Mahaluhur,
Mahakuasa,
Maharaja,
Mahakudus
menderita dan tersalib? Dia selalu memikirkan, merenungkan, mengamalkan,
mengalami tidak hanya secara rasional, hati, melainkan juga secara fisik, yaitu
terukir dalam tubuhnya sendiri yakni stigmata (K3S, XVII, 69).
g. Kerendahan Allah dalam Ekaristi
Dalam
Petuahnya
tentang
Tubuh
Tuhan,
Fransiskus
menunjukan
‘Perendahan diri’ Allah dalam Ekaristi setiap hari. “Lihatlah, setiap hari Ia
merendahkan diri, seperti tatkala Ia turun dari takhta kerajaan ke dalam rahim
Perawan; setiap hari Ia datang kepada kita, kelihatan rendah; setiap hari Ia turun
dari pangkuan Bapa ke atas altar di dalam tangan imam” (Pth I: 16-18). Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
merupakan perwujudan cinta Allah yang paling mulia. Ia yang adalah Putra Allah
meninggalkan kebesaran-Nya dan mengambil jalan perendahan diri menjadi
santapan rohani bagi manusia.
Fransiskus semakin kagum akan perendahan diri-Nya. Dalam surat kepada
seluruh ordo (SurOr) betapa Fransiskus menunjukkan keterpesonaannya pada
kebesaran Allah. “O keagungan yang mengagumkan. Perendahan diri yang luhur!
Tuhan semesta alam, Allah dan Putera Allah, begitu merendahkan diri-Nya,
sampai Ia menyembunyikan diri di dalam rupa roti yang kecil itu, untuk
keselamatan umat manusia!” (SurOr 27). Hosti itu sangat sederhana dan kecil; ke
situlah Yang Mahatinggi ‘turun’ dan ‘masuk’ ke dalam ranah kehidupan manusia.
Bagi Fransiskus, inkarnasi terjadi setiap hari dalam Ekaristi, dan itu adalah
perendahan diri Allah yang tiada taranya. Karena itu dalam suratnya kepada
seluruh Ordo, Fransiskus dengan sangat meminta kepada semua saudara supaya
selalu hormat kepada Tubuh dan Darah Yesus Kristus (SurOr 12-13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB III
KARYA PELAYANAN DALAM KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS
DINA SETURUT TELADAN SANTO FRANSISKUS ASSISI
Pada bab III ini, penulis akan menguraikan Karya Pelayanan dalam
Kongregasi SFD seturut Teladan Santo Fransiskus Assisi dalam tiga bagian besar.
Pertama, uraian tentang profil kongregasi SFD, mulai dari sejarah terbentuknya
SFD hingga lahirnya SFD Indonesia, semangat yang menjiwai kongregasi SFD,
dan Visi misinya. Kemudian dilanjutkan dengan Karya Pelayanan dalam
Kongregasi SFD serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan pedoman
karya SFD. Uraian juga akan menjelaskan Pengertian Pelayanan, Pelayanan
dalam Gereja, Pelayan sebagai Fransiskan, dan macam-macam pelayanan SFD.
Kedua, uraian tentang dunia kaum difabel yang menjadi salah satu medan misi
SFD. Ketiga, merupakan pembahasan tentang Profil Karya Pelayanan SFD bagi
Kaum Difabel yang diawali dengan Sejarah Karya bagi Kaum Difabel, Visi dan
Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel. Bagian terakhir ini juga berisi life story
beberapa suster SFD yang pernah dan sedang melayani kaum difabel guna
memberikan gambaran akan penghayatan semangat kedinaan dalam karya dan
panggilan.
A. Sekilas tentang Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD)
1. Sejarah Kongregasi SFD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dongen (SFD) mulai terbentuk akibat
Revolusi Perancis pada tahun 1789. Sejak pecahnya revolusi Perancis, Gereja dan
hidup religius mengalami kekacauan. Kongregasi religius dibubarkan, semua
religius secara paksa diusir ke luar biara mereka. Pada tanggal 8 November 1796,
para Suster Paniten Rekolek diusir dari biara mereka di Leuven. Semua harta
benda disita negara.
Pada tanggal 29 November 1796, “Suster-suster Agustines”
diusir juga dari biara mereka. Dalam situasi keterpecahan (porak-poranda), Roh
pemersatu berbicara dalam lubuk hati Muder Constansia van der Linden, Sr.
Coletta Coopmans, Sr. Agustine Janssens dan Sr. Francoise Timmermants.
Kerinduan yang besar untuk tetap hidup dalam persekutuan religius mendorong
keempat suster itu untuk bersatu. Keempat suster ini berkumpul untuk mencari
kesempatan guna meneruskan hidup membiara di luar negeri.
Muder Constansia menjadi penggerak utama dalam usaha ini dan P.
Antonius van Gills, OFM dari Tilburg dan P. Linus Oederode, OFM. Cap,
Guardian di Leuven mempunyai peran besar bagi mulainya Reformasi Limburg di
Belanda.
Pada Tuhan 1798, Muder Constansia tiba di Belanda, dan tinggal di
Pastoran Bokhoven sebagai pembantu rumah tangga pastoran. Tidak lama
kemudian para suster pergi ke Waalwijk untuk mencari rumah yang dapat dipakai
sebagai tempat tinggal. Di tempat ini, Muder Constansia mulai mengajar anakanak, dengan tenaga yang ada dan dengan segala kebutuhan yang serba kurang.
Pada tanggal 9 November 1800, Muder Constansia dan Sr. Francoise pergi
dari Waalwijk ke Breda untuk mencari rumah yang agak besar. Pada saat itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
cuaca sangat buruk. Taufan dan badai mengamuk selama perjalanan, hingga roda
kereta kuda yang mereka tumpangi putus. Kusir tidak sanggup lagi meneruskan
perjalanan. Melalui peristiwa itu Allah berbicara.
Kedua suster berdiri di pinggir jalan waktu hujan lebat. Beberapa orang
yang ramah, menunjukkan rumah Pastor Paroki, dan para suster menemui Pastor
paroki dan menceritakan siapa mereka, dari mana tempat asalnya dan apa maksud
tujuan perjalanan mereka. Maka terjadilah peristiwa yang tak terlupakan. P.
Antonius van Gils, OFM mengucapkan kata-kata yang bersejarah ini: “Sustersuter tidak perlu pergi lebih jauh. Tempat ini sangat cocok untuk suster. Aku
membutuhkan orang seperti kalian. Di sini ada kemungkinan yang sesuai dengan
rencana suster” (van Vooren, 1983:11).
Pada saat Gereja merayakan Pesta Tujuh Kedukaan Maria, Muder
Constansia dan kawan-kawannya bersama satu novis, satu Postulan dan tujuh
anak asrama datang ke Dongen. Pada tanggal 26 Maret 1801 Kongregasi berdiri.
Kongregasi hidup menurut Peraturan reformasi Limbburt dari tahun 1634.
Terdorong oleh kayakinan bahwa para suster harus tetap memperbarui hidup
dalam Roh, maka Muder Constansia dan kawan-kawannya tidak hanya
berpedoman pada apa saja yang telah mendarah daging, melainkan juga peka
terhadap kebutuhan zaman, sampai mengorbankan cara hidup kontemplatif yang
sangat mereka cintai.
Dalam jangka waktu satu abab, situasi di Belanda menjadi sangat berubah.
Pemerintah Belanda memberikan subsidi bagi pendidikan yang dikelolah oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
para religius. Didukung oleh dana yang ada, Kongregasi sanggup mengutus para
suster untuk mewartakan iman Katolik ke daerah misi.
2. Sejarah Lahirnya SFD Indonesia
Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia lahir dari situasi
dan perkembangan Kongregasi Suster-suster Fransiskanes Dongen. Pada tanggal
17 Maret 1923, Misionaris pertama (Sr. Edmunda Mulder, Sr. Hildegardis de Wit,
Sr. Selesia Hazelzet, Sr. Leo Pelkmans Cuelenaere, Sr. Pudentiana Cuelenaere,
dan Sr. Laurentine Pijnenburg) berangkat dari Dongen, dan tanggal 17 April 1923
tiba di Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal 11 Oktober 1937, Sr. Clementina
Geerden, Sr. Josephine Jacobs, Sr. Teobalda van Gool, berangkat dari Medan dan
Sr. Laurentine Pijenburg, Sr. Josephine Ghuys dari Belanda tiba di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan.
Mengingat tingginya minat pribumi untuk terlibat sepenuhnya dalam karya
para suster misionaris, maka dibukalah novisiat pada tahun 1955, di Jl. Letnan
Rata Perangin-angin No. 11 Kabanjahe, Sumatera Utara. Dan novisiat di Jawa
Tengah, Pati pada tanggal 14 Juli 1958. Dengan demikian mulailah pembinaan
tunas-tunas muda generasi SFD.
Sejak dibuka novisiat pada tahun 1955 dan tahun 1958, berdirilah beberapa
komunitas SFD yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Dengan
penyebaran dan perkembangan di Indonesia, maka pada tahun 1969 status
komunitas-komunitas di Indonesia ditingkatkan menjadi Regio, yaitu Regio
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Sumatera Utara, dan Regio Jawa-Kalimantan. Masing-masing pemimpin Regio
bertanggungjawab langsung kepada Pemimpin Umum di Dongen.
Konsili Vatikan II membawa banyak perubahan di dalam Gereja. Di Eropa
kehidupan religius mulai mengalami kemunduran yang mengakibatkan sedikitnya
calon religius yang menggabungkan diri ke dalam Kongregasi. Di Dongen jumlah
Suster tidak bertambah, sedangkan Suster-suster yang masih ada semakin lanjut
usia. Mengingat situasi yang demikian, maka pada bulan April 1991, Sr. Rafael
Kops beserta Dewan Pimpinan Umum mengundang ke Dongen Dewan Pimpinan
Regio Sumatera Utara dan Jawa-Kalimantan, agar siap untuk menangani sendiri
otoritas kepemimpinan Kongregasi di Indonesia.
Roh Pemersatu yang menjiwai pendiri kongregasi mendorong terwujudnya
unifikasi Regio Sumatera Utara dan Regio Jawa-Kalimantan menjadi satu Regio
Indonesia. Penyatuan Regio dimulai pada 15 Juli 1998 di Indonesia dipimpin oleh
Sr. Kresensia Sipayung. Sebagai persiapan kemandirian, pada tanggal yang sama
telah ditetapkan nama yang baru bagi Kongregasi di Indonesia, meski kharisma
dan semangatnya tetap sama. Nama yang mengungkapkan semangat Kongregasi
seturut teladan Santo Fransiskus Assisi ialah Suster-suster Fransiskus Dina (SFD).
3. Semangat Kongregasi Suster Fransiskus Dina
Dalam buku catatannya, Suster Marie Yoseph dari Yesus (Marie
Raaymakers) menulis bahwa sejarah kongregasi Dongen yang dipimpin oleh
Mere Constansia van Der Linden berdiri pada 26 Maret 1801 di Dongen.
Kongregasi ini berdiri dengan melalui berbagai tantangan yang sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
melelahkan. Pendiri membutuhkan perjuangan yang tulus, kuat, dan kesungguhan.
Ia mencatat bahwa semangat hidup religius harus diperbaharui, dan pembaharuan
itu didasari dari tradisi injili-Fransiskan. Adapun semangat Fransiskus yang
dihidupi oleh para suster SFD tampak dalam lima sikap dasar. Lima sila itu adalah
semangat cinta kasih, kesederhanaan kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat,
sikap lepas bebas, dan semangat doa (de Raat, 2000: 60-63).
a. Semangat Cinta Kasih
Suster Mere Constansia van Der Linden, pendiri kongregasi menyadari
bahwa pembaharuan hidup religius harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh,
dan harus kembali ke sumber-sumber asli yakni Kitab Suci. Dia terinspirasi
dengan cara hidup Jemaat perdana yang terdapat dalam Kisah Para Rasul: Mereka
bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, dan hidup sehati sejiwa. Dan tiap hari
Tuhan menambah jumlah mereka (bdk. Kis 2:42-47).
Semangat cinta kasih ini menjadi penopang dan tanda pengenal kongregasi
ini. Mereka bersatu hati dalam hidup seperti jemaat perdana. Tidak ada batas yang
menghalangi gerak mereka dalam membagi kasih kepada sesama. Kaya miskin,
tuan atau hamba semua sama pasti mendapat pelayanan dengan penuh kasih.
Mereka saling berbagi dalam kekurangan dan kelebihan. Mereka percaya bahwa
Roh Kudus selalu memberi kekuatan dalam hidup bersama. Terutama saat-saat
menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan hidup.
Dalam catatannya, Suster Marie Yoseph menyebutkan ciri khas cinta Tuhan
itu adalah: “Cinta itu tidak gentar menghadapi kesulitan, melainkan bertahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dalam keadaan bagaimanapun”. Hal ini motivasi untuk mewujudkan cinta kasih di
luar batas komunitasnya seperti yang dihidupi oleh komunitas Gereja Perdana.
Belajar dari komunitas perdana hendaknya komunitas-komunitas SFD, yang
beraneka ragam suku, budaya dan latar belakang, hendaknya hidup dalam ikatan
cinta kasih satu sama lain, saling mengasihi dan saling melayani. Persaudaraan ini
harus sesuai dengan anggaran dasar yang telah dijanjikan dengan mengikuti
teladan Santo Fransiskus dan Yesus Kristus (Raaymakers, 1991: 11-13).
b. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati
Suster Marie Yoseph mengingatkan bahwa persaudaraan SFD harus
ditandai dengan semangat kesederhanaan. Kesederhanaan sejati itu meliputi
kejujuran dalam kata-kata dan tindakan dengan disemangati oleh bimbingan Roh
Kudus. Sikap sederhana tampak dalam tutur kata yang tulus, adanya kejujuran
yang sungguh-sungguh tidak berliku-liku, tidak berpura-pura, dan hanya satu
yang diinginkan yakni, melaksanakan kehendak Allah.
Yesus Kristus menjadi kepala Gereja yang hidup sebagai manusia dengan
merendahkan dirinya bahkan sampai wafat di salib. Yesus tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, namun Dia
telah mengosongkan diri-Nya dengan menjadi seorang hamba (Flp 2:5-11).
Jadi,
seorang
“melaksanakan
SFD
hanya
boleh
mempunyai
satu
tujuan
yakni
kehendak
Allah”.
Maka
sikap
sederhana
dalam
hidup
persaudaraan serta karya pelayanan menuntut para SFD untuk selalu siap dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
terbuka terhadap kebutuhan dan tuntutan zaman dan dengan semangat cinta kasih
memperlakukan semua mahluk yang ada di bumi (Raaymakers, 1991: 14-19).
c. Semangat Rajin dan Giat
Sifat yang ketiga pada hidup Jemaat perdana adalah semangat rajin dan giat.
Hidup dalam pengabdian pada Allah dan sesama dalam kongregasi SFD harus
ditopang dengan semangat rajin dan giat. Sikap ini menunjukkan rasa terikat satu
sama lain. Rasa keterlibatan dalam aneka ragam usaha dalam persaudaraan demi
kemuliaan Tuhan dan keselamatan sesama. Kebersamaan dan keberagaman
anggota dalam komunitas memberi semangat untuk melayani sesama dan Tuhan
(Kenangan, 70 thn SFD di Indonesia, 1993: 47-48).
Suster Marie Yoseph menganjurkan supaya SFD ini tidak menganggap
tugas atau pekerjaan sebagai suatu keterpaksaan untuk melaksanakannya. Tetapi
menganggapnya sebagai suatu kewajiban cinta kasih (Raaymakers, 1991:20).
Seorang religius yang menanggapi dan menjalani panggilannya dengan tulus akan
bersemangat dan bahagia bila diberi kepercayaan untuk melakukan suatu
pekerjaan atau pelayanan kepada sesama, karena hal ini diibaratkan dilakukan
kepada orang yang dikasihi atau dicintai yakni Tuhan sendiri Sang Guru sejati.
Yesus adalah Guru dan teladan hidup bagi para suster kongregasi SFD. Ia
memberikan kebahagiaan dan suka-cita kepada orang lain karena “tergerak hatiNya oleh belas kasihan kepada orang banyak” (Mrk 8:2).
Dalam Wasiatnya, Santo Fransiskus Assisi mengajak saudara-saudaranya
untuk melakukan suatu pekerjaan tangan dengan penuh kasih. Saudara yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
belum menguasai pekerjaan hendaknya mau belajar bukan karena ingin
mendapatkan upah atau imbalan tetapi untuk menjauhkan diri dari sikap bermalasmalasan. Kemalasan adalah musuh jiwa dan bantal setan (Laba Ladjar, 1988:
161).
Demikianlah halnya, para suster SFD dipanggil untuk terlibat secara
sungguh-sungguh untuk melayani orang lain. Sikap rajin dan giat sangat penting
dimiliki oleh setiap SFD, karena di mana tidak ada keterlibatan, dan kebersamaan
dalam melayani, maka daya gerak persaudaraanpun akan mulai hilang. Dengan
demikian, haruslah disadari bahwa pekerjaan bukanlah tempat pelarian melainkan
wadah untuk menyalurkan kasih bagi sesama dan Tuhan (Marie Joseph, 1867:
25). Dalam Anggaran Dasar Tanpa Bulla, Santo Fransiskus mengingatkan para
saudaranya untuk bekerja:
Semua saudara harus berusaha dengan jerih payah untuk mengerjakan
pekerjaan yang baik, karena ada tertulis, lakukanlah selalu sesuatu dengan
baik agar setan mendapati engkau sedang sibuk. Dan lagi menganggur
adalah musuh jiwa. Karena itu para hamba Allah harus selalu bertekun
dalam doa atau dalam suatu pekerjaan baik (AngTBull VII, 10-12).
d. Sikap Lepas Bebas
Sifat yang keempat dari semangat para rasul dan orang beriman pertama,
ialah: sikap lepas bebas. Mereka meletakkan segala milik mereka pada kaki para
rasul dan menjadikannya milik bersama (Kis 2:45). Sikap ini menjadi tanda
pembaharuan yang diharapkan oleh Tuhan dalam semangat hidup religius (Marie
Yoseph, 1867: 28). Sikap lepas bebas mendapat tempat istimewa karena dalam
sikap inilah tertuang kerinduan hati untuk menjadi bebas di hadapan Allah.
Menghayati kemiskinan dan kerendahan hati berarti berani hidup lepas bebas dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
ikatan duniawi dan bebas sebagai anak-anak Allah dan di hadapan Allah menjadi
hamba yang merdeka.
Dalam buku “Bersatu Hati” karangan Suster Marie Joseph, dikutip juga
tentang Injil Lukas yang berbunyi: "Ikutlah Aku! Pergilah dan beritakanlah
Kerajaan Allah ke seluruh penjuru dunia” (Luk 9:57-62) (Marie Joseph, 1867:
30). Kristus mengundang semua orang untuk terlibat dalam pewartaan kabar
gembira keseluruh dunia. Menanggapi undangan Kristus itu, hendaknya SFD
dengan hati terbuka, iklas dan murah hati seperti Bapa adalah murah hati.
Menanggapi undangan Kristus berarti bersedia untuk merelakan diri kepada
sesama seraya menyerahkan diri seutuhnya kepada Dia yang telah memanggil.
Sikap lepas bebas berarti melepaskan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Karena itu melepaskan diri dari keterikatan duniawi berarti melepaskan segala
sesuatu yang bersifat duniawi. Sikap lepas bebas bukan berarti merasa kehilangan
tetapi dengan melepaskan hal-hal duniawi akan memperoleh kehidupan sejati
yang berasal dari-Nya. Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia
akan menyelamatkannya (Luk 9:24).
Sikap lepas bebas menjadikan SFD miskin di hadapan Allah. Lepas bebas
kristiani berasal dari cinta kasih karena itu adalah karunia Roh Kudus.
Kemiskinan hanyalah yang pantas dicari dan dijadikan satu-satunya teman hidup.
Janganlah kamu mau memiliki sesuatu lainnya di bawah kolong langit demi nama
Tuhan Yesus Kristus (AD 6. 22).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
e. Semangat Doa
Yesus pernah bersabda, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.
Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak
tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak
tinggal di dalam Aku” (Yoh 15:4). Teks ini mengundang setia orang untuk bersatu
dengan Tuhan melalui doa. Sebab Dialah sumber hidup. Betapa pentingnya
persatuan batin dengan Allah, menjalin relasi dengan-Nya akan menghasilkan
buah yang berlimpah yang tidak akan berkesudahan.
Menurut Suster Marie Joseph, “Semangat doa adalah kehidupan jiwa.” Jiwa
yang paling dalam, paling pribadi dari manusia. Dalam jiwa terdapat sumber
kekuatan batin dan di situlah Tuhan akan menyentuh manusia (Marie Joseph,
1867: 38). Semangat doa harus menjadi yang pertama dan utama bagi masingmasing anggota Kongregasi SFD supaya berbuah limpah. Kehidupan berlimpah
yang diterima dari Allah hendaknya dijaga dan dibagikan pula kepada sesama,
sebab Allah menghendaki agar masing-masing orang menjadi saluran rahmat bagi
sesamanya. Maka dari itu, setiap orang yang dipanggil-Nya bertanggung jawab
untuk memberikan hidup itu kepada orang lain. Mangalirkan rahmat itu melalui
karya pelayanan SFD. Buah itu akan bertumbuh dan berkembang bila didasari
dengan doa.
Oleh karena itu, para SFD perlu secara teratur menjalin relasi dengan Allah,
dengan mencari waktu untuk hening guna membangun relasi itu secara lebih
intim. Dalam buku Anggaran Dasar dan Cara Hidup Saudara-saudari Ordo Ketiga
Regular Santo Fransiskus fasal 3 diungkapkan demikian:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Di setiap tempat dimana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu
hendaklah saudara-saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati
mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, mahaluhur, Bapa dan Putra dan
Roh Kudus; hendaklah mereka memilikinya dai dalam hati dan mencintaiNya, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta
memuliakan-Nya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang
murni, karena kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa
mencari penyembah yang demikian (AD III, 1984: 13).
Melalui doa dapat bersatu dengan Kristus dan dapat memahami apa yang
dikehendaki oleh Dia. Melalui doa itu pula dapat bersatu dengan Bapa, dengan
manusia dan dengan seluruh alam ciptaan. Lewat doa orang boleh hidup dengan
iman, harapan, dan cinta kasih. Dengan demikian setiap orang akan dimampukan
untuk menghadirkan Kerajaan Allah lewat karya perutusannya di mana pun
berada.
Dari uraian lima sikap dasar di atas sangat jelas dipaparkan bahwa semangat
kongregasi SFD berakar dari tradisi injili Fransiskan. Semangat cinta kasih
menjadi penopang seluruh bangunan SFD dan tanda pengenal bagi persekutuan
ini sesuai dengan cara hidup Jemaat Perdana. Membangun persekutuan dalam
kongregasi SFD dibutuhkan sikap hidup sederhana, jujur dalam kata-kata dan
tindakan, tulus, sungguh-sungguh dan tidak berliku-liku, tidak berpura-pura, dan
hanya satu yang diinginkan yakni, melaksanakan kehendak Allah. Dengan
demikian memudahkan diri untuk membangun, dan memelihara kerendahan hati,
kesabaran serta ketenteraman hati.
Tugas perutusan hendaknya dilaksanakan dengan rajin dan giat, dengan
keterlibatan yang sungguh-sungguh tanpa harus merasa terpaksa dalam pemberian
diri, tetapi ini dilaksanakan dengan penuh cinta demi yang dicintai yakni Yesus
Kristus. Untuk mengikuti Yesus Kristus dalam dan sempurna, seorang SFD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
hendaknya berani untuk bersikap lepas bebas, tanpa milik, seperti yang dihidupi
dan diwariskan oleh Santo Fransiskus, hidup tanpa milik, hidup hanya dengan
mengandalkan belaskasih orang lain. Seluruh semangat hidup SFD di atas
diteguhkan dan ditopang oleh semangat doa. Karena dengan doa, dan melalui doa
bisa menjalin hubungan secara lebih akrab dengan Tuhan sang pemberi hidup.
Semangat doalah yang paling menjiwai dan menggerakkan satu sama lain,
karena itu mendoakan ibadat harian secara pribadi dan bersama-sama dalam
komunitas mengajak SFD untuk tetap bersatu dan bersyukur kepada Allah.
Dengan demikian semua dapat bermanfaat bagi Kongregasi demi tercapainya
tujuan luhur Kongregasi SFD yakni menguduskan anggotanya melalui
pelaksanaan kesempurnaan kristiani yang dipersembahkan kepada Tuhan dan
sesama.
4. Visi dan Misi Kongregasi SFD
Kegelisahan dan kerinduan kongregasi SFD melahirkan sebuah rumusan
visi, misi dan credo serta kharisma dalam hidup persaudaraan dan pelayanan.
Sejak semula pendiri kongregasi percaya bahwa ia sungguh-sungguh disemangati
dan dijiwai oleh Roh Allah yang dikenal dengan Roh Pemersatu. Para pendahulu
berkarya dengan dijiwai oleh semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang
sejati, semangat rajin dan giat, sikap lepas bebas dan semangat doa (de Raat,
2000: 60-62). Rumusan visi, misi dan kharisma kongregasi SFD ini kemudian
dirumuskan dalam kapitel tahun 2001 di Girisonta, Semarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Dari kapitel itu, dirumuskanlah visi SFD, “Persekutuan membangun
persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai
dan meninggikan setiap orang” (Konst. 2007 art. 4). Persaudaraan yang dibangun
oleh SFD adalah persaudaraan yang berdasarkan pada keyakinan bahwa Tuhan
adalah Bapa bagi semua orang. SFD membangun persekutuan dengan saling
memperhatikan dan melayani dengan kasih. Dari keyakinan itu bahwa Tuhan
adalah Bapa semua orang. Maka semua adalah satu saudara, semertabat dan
setara. Tuhan yang diimani adalah Bapa yang mencintai setiap orang dan
meninggikannya, maka setiap orang pun harus bersikap demikian kepada
sesamanya, seperti Bapa yang mencintai setiap orang dan meninggikannya. Suster
SFD mencintai dan meninggikan orang bukan hanya dalam persaudaraan, tapi
juga dalam setiap karya pelayanan di mana SFD di utus. Dengan meneladan sikap
Yesus, Santo Fransiskus, dan Pendiri, para SFD diajak untuk mencintai,
menghargai dan mengangkat harkat dan martabat manusia yang diciptakan oleh
Allah dan merupakan gambar dan citra-Nya (SFD, 2007: 17).
Beranjak dari penjelasan di atas, maka misi SFD pun disebutkan pula yakni,
“Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam
keprihatinan-Nya terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan,
menghimpun: kaum muda, perempuan, orang kecil, orang sakit, bersama saudara
lain” (Konst. 2007 art. 11). Para suster SFD adalah insan yang dina, terus
berusaha membuka diri terhadap tuntutan dan kebutuhan zaman. Sikap terbuka
dan siap berarti memiliki cinta yang mendalam kepada Tuhan dan sesama.
Sebagai suster SFD siap dan rela memperbaharui hidup dengan semangat tobat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
mengubah hidup menjadi lebih baik. Keterbukaan terhadap kebutuhan zaman
menuntut kerelaan untuk tidak memilih kesenangan pribadi namun lebih
mengutamakan kepentingan umum (SFD, 2007: 19).
Meneladan Yesus Kristus berarti mengikuti Yesus. Mengikuti Yesus Kristus
berarti berani hidup dalam, seperti, dengan, dan bersama Yesus Kristus.
Keprihatinan Yesus menjadi keprihatinan SFD. Adapun misi yang diemban oleh
SFD berkaitan dengan Injil Lukas, adalah: “Menyampaikan kabar suka cita injili
kepada semua orang yang menderita dan miskin” (bdk. Luk 4:18-19).
Teks
Injil di atas menegaskan bahwa tujuan dari Roh Allah yang dicurahkan kepada
Yesus adalah untuk keselamatan semua orang, terutama orang-orang lemah, sakit,
dan miskin. Yesus yang diurapi sebagaimana ditampilkan oleh nabi Yesaya
membawa sebuah visi dan misi pelayanan yakni mewartakan Kerajaan Allah.
Arah misi Yesus adalah memberitakan pembebasan bagi para tawanan,
penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Kedatangan-Nya memberikan
karunia istimewa kepada orang yang percaya kepada-Nya.
Arah misi Yesus ini, sejak awal sudah mewarnai karya pelayanan
kongregasi SFD dalam menjawab kebutuhan masyarakat seraya meneladan Sang
Guru sejati yaitu Yesus Kristus. SFD hadir di tengah-tengah masyarakat, terutama
yang menderita, kecil, lemah, miskin, tertindas, dan difabel (KLMTD).
Keprihatinan terhadap mereka ini diwujudkan dengan mendampingi mereka,
mendekati mereka dengan penuh cinta dan kerahiman hati, berjalan bersama,
mendengarkan keluh kesah, dan menjadi sahabat (SFD, 2007:20). Supaya hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
dapat terwujud dengan baik, dibutuhkan suatu sikap berani meninggalkan segala
sesuatu demi melayani sesama yang membutuhkan (Luk 9:59-62).
Sebagai murid-murid Yesus yang memiliki semangat seperti Santo
Fransiskus, para SFD diminta untuk berani juga meninggalkan, kampung
halaman, orang tua dan kesenangan pribadi. Semua itu ditinggalkan demi Kristus.
Dengan kata lain, visi, misi dan kharisma kongregasi menjadi penggerak dan
kekuatan dalam melaksanakan pelayanannya di tengah, Gereja, masyarakat dan
dunia.
B. Karya Pelayanan dan Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD
1. Pengertian Pelayanan
Dalam buku kapitel kongregasi SFD disebutkan bahwa pelayanan diartikan
sebagai sebuah sarana perpanjangan tangan Tuhan dalam melayani dan mencintai
sesama yang sungguh membutuhkan perhatian dan cinta sehingga harus
dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab dan suka cita (Kap, 2011: 90).
Menjadi suatu kegembiraan apabila setiap anggota SFD dapat melayani Tuhan
yang hadir dalam diri sesama dengan tulus dan penuh suka cita, baik di
komunitas, dalam tugas perutusan, pun dalam lingkungan masyarakat sekitar.
Jadi, sikap pelayanan perlu diperhatikan sebagai intisari setiap pelayanan
Kristus yang melayani. Yang menjadi pokok dalam pelayanan para SFD, yakni
mengangkat harkat, martabat dan harga diri seseorang dalam melayani. Pelayanan
dalam tugas perutusan merupakan wujud nyata dari cinta dan perhatian terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
sesama yang dilayani para SFD. Sekaligus menjadi gambar dan rupa Allah. Tak
terpisahkan dengan apa yang dimulai oleh Allah sediri (Kap, 2011: 91).
Pelayanan tidak hanya berhenti pada perayaan liturgi di sekitar altar
melainkan juga dilaksanakan demi keselamatan umat manusia seluruhnya. Para
SFD dituntut untuk menunjukkan pelayanan dengan berbuat sesuatu yang nyata
bagi sesama yang miskin dan menderita. Sikap pelayanan SFD berdasar pada
sikap pelayanan Yesus sendiri yaitu melayani dengan cinta kasih. Hidup dalam
kerendahan hati di hadapan Tuhan dengan menyadari bahwa segala kemampuan
dalam pelayanan adalah pekerjaan Allah sendiri (bdk. 2 Kor 3:5; Flp 2:13).
2. Pelayanan dalam Gereja
Pelayanan dalam Gereja merupakan fondasi kokoh yang menyingkapkan
tugas dan tanggungjawab serta eksistensi pelayanan Gereja di dunia (GS, art 1:
43). Gereja sebagai umat Allah berkat sakramen pembaptisan menyadari diri
memiliki tanggungjawab menunaikan tugas dan panggilannya dalam pelayanan
Gereja di dunia (LG, art 31). Bagi orang yang telah mengalami kelahiran baru di
dalam Yesus Kristus, hidupnya tidak akan lepas dari apa yang disebut sebagai
pelayanan. Pelayanan menjadi life style atau gaya hidup, dan menjadi nafasnya
hingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri. Setiap
orang yang percaya kepada-Nya dipanggil untuk melayani sesama dengan penuh
kasih (Gal 5:13).
Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus,
yakni tugas sebagai nabi, tugas imami, dan tugas rajawi. Tugas sebagai seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
nabi adalah ikut mewartakan, dan imami merupakan tugas untuk menguduskan
atau perayaan, sedangkan tugas sebagai rajawi dalam bahasa Konsili Vatikan II
diartikan sebagai tugas untuk melayani (KWI, 1996: 382). Pelayanan Gereja
tersebut merupakan tindakan nyata dari tri tugas Yesus Kristus sendiri.
Tugas pelayanan yang dipilih disesuaikan dengan talenta dan karunia Roh
yang kita miliki; tak ada pelayanan yang tidak penting di hadapan Tuhan,
semuanya penting dan saling melengkapi satu dengan yang lain. Sikap penuh
disiplin, tanggungjawab dan setia terhadap tugas pelayanan yang dipercayakan
sangat dihargai Tuhan sehingga beroleh kebahagiaan sejati (Mat 25:23).
Dalam
ensiklik Deus Caritas Est, Paus Benediktus XVI, mengungkapkan bahwa Allah
adalah kasih, dan barangsiapa tetap ada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam
Allah dan Allah di dalam dia (1 Yoh 4: 16) (Benediktus XVI, 2005: 5). Pusat dari
iman kristiani adalah tentang kasih Allah. Hal ini telah dipercaya bahwa kasih
Allah akan selalu tinggal dan bersama umatnya.
Tarekat hidup bakti bersama dengan seluruh anggota Gereja dipanggil untuk
melayani Kerajaan Allah. Gerakan pelayanan itu berakar pada pelayanan Yesus
Kristus, yakni pelayanan dengan cinta kasih. Pelayanan cinta kasih yang terpancar
dalam diri Yesus menyelamatkan dan menyembuhkan banyak orang. Pelayanan
yang dilakukan Yesus tidak terlepas dari pelaksanaan kehendak Bapa-Nya.
Seperti Yesus yang melaksanakan misi-Nya atas kehendak Bapa, pelayanan
yang dilakukan oleh Gereja juga didasarkan pada ketaatan kepada kehendak
Allah. Tentang hal ini, Yesus bersabda, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37-39).
Kasih
berasal dari Allah dan tertuju kepada Allah. Allah senantiasa memanggil para
SFD untuk membagikan kasih-Nya kepada sesama, terutama dalam kehadiranNya di tengah kemiskinan ketidakberdayaan dan penderitaan orang lemah. Untuk
mengenal Dia dan menjumpai Dia dalam diri mereka yang miskin merupakan
langkah untuk mencintai-Nya. Rasul Paulus menuliskan, “Inilah doaku, semoga
kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala
macam pengertian” (Flp 1:9). Kasih seperti inilah yang menjadikan hidup
semakin terdorong untuk melayani Gereja melalui sesama umat manusia.
Sehubungan dengan sikap pelayanan yang dilakukan oleh para suster SFD,
dalam Konstitusi art. 40 mengutip tulisan Muder Yohana Yesus (MYY):
Pendiri kongregasi kita berpendapat bahwa hidup mereka sebagai Peniten
seharusnya ditandai oleh ketekunan dan terus giat dalam mengabdi sesama.
Mereka yakin, bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh pekerjaan
merupakan suatu cara untuk melupakan diri, mengarahkan diri kepada orang
lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu
mereka mengalami, bahwa pekerjaan di mana mereka begitu saling
membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana
penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi (MYY, hal. 19-20, 35).
Hal ini ingin menunjukkan bahwa SFD melayani Gereja dengan sungguhsungguh dan tidak membeda-bedakan. Para SFD mengabdi Tuhan dan sesama
mewujudkan cinta kasih dalam pelayanan, membagikan apa yang dimilikinya
seperti bakat dan talenta untuk mereka yang miskin dan yang membutuhkan.
3. Pelayanan sebagai Fransiskan
Menjadi seorang yang murah hati bagi Fransiskan adalah keharusan. Santo
Fransiskus dalam hidupnya telah menampilkan diri sebagai seorang yang murah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
hati. Dia menjual harta miliknya dan membagikannya kepada orang miskin di
Assisi, meninggalkan cita-citanya menjadi kesatria, dan kemudian menjadi
pelayan Injil. “Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus yang
diikuti secara radikal oleh Fransiskus adalah Allah yang Murah hati. Kitab Suci
menyatakan bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:17). Allah lebih dahulu murah
hati, maka pada saatnya manusia pun dituntut pula bermurah hati pada sesama.
Pelayanan yang rendah hati dan penuh cinta menjadi ciri hidup sebagai
seorang Fransiskan demi kepentingan bersama. Fransiskus dari Assisi menyadari
bahwa tugas perutusannya datang dari Allah melalui Gereja yang merupakan
lanjutan dari perutusan Yesus. Demikian juga tugas perutusan sebagai Fransiskan,
tujuannya sama yaitu ikut ambil bagian dalam penyaluran kasih. “Aku datang
bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mrk 10:45). Yesus
menunjukkan bagaimana melayani dengan tulus dan rendah hati. Melayani
dengan mendahulukan mereka yang betul-betul memerlukan pertolongan.
Melayani dengan mendahulukan yang lemah, tanpa mengharapkan imbalan.
Sikap Yesus yang rendah hati dalam pelayanan menjadi teladan bagi karya
pelayanan Fransiskan termasuk kongregasi SFD. Melayani dengan rendah hati
dan meninggikan setiap orang menjadi credo dari SFD (Pedoman Pembinaan,
2007:8). Mereka dipanggil menjadi pelayan dalam persaudaraan dan saling
menaati karena cinta kasih rohani dengan berusaha hidup menurut semangat Santo
Fransiskus supaya mereka tidak salah mempergunakan jabatan dengan menguasai
orang lain, melainkan menunaikan tugasnya dengan penuh pengabdian (AngTBul,
V 9-13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Santo Fransiskus menasehati para pengikutnya supaya dalam melayani
sesama dalam persaudaraan, mereka tidak mencari kekuasaan sekalipun sebagai
pemimpin. Sebaliknya, supaya tetap rendah hati untuk mengabdi sebagaimana
Yesus Kristus yang selalu merendahkan diri-Nya demi kemuliaan Allah Bapa.
Pelayanan yang dilakukan oleh kongregasi SFD, baik dalam komunitas, Gereja
maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus iklas kepada Allah.
Seorang SFD perlu memiliki kerendahan hati demi kesejahteraan bersama
sebagaimana para rasul berani hidup, menjual hartanya dan berbagi kepada yang
miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama (Kis 2:14). Para SFD
juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima dengan rendah hati
tugas perutusannya. Menjadikan tugas dan tanggungjawab sebagai sebuah sarana
perjumpaan dengan Allah lewat orang miskin. Dengan demikian pelayanan dapat
dihayati sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan berani melapaskan diri
sendiri demi perkembangan Gereja dan masyarakat (Kap, 2011: 110-111).
4. Corak Hidup Kongregasi SFD
Sebagai warisan rohani para suster membawa tradisi hidup yang
kontemplatif, yang tertutup untuk dunia luar. Mereka merindukan dan
meneruskan hal-hal seperti doa brevir malam, masa puasa yang panjang dan mati
raga dalam menyiksa diri, sekaligus melayani pada putri asrama (van Vooren,
1983: 13-14).
Dalam cara hidup para suster yang kontemplatif kurang mendapat perhatian
dan tanggapan positif dari pemerintah karena dirasa kurang memberi dampak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
pada masyarakat. Cara hidup mereka dianggap tidak bermanfaat (de Raat, 2000:
34). Pada masa itu, mereka mendengarkan tanda-tanda zaman baru, yang lahir
pada abab ke-19. Mereka siap dan terbuka akan kebutuhan zaman, dan rela
menyediakan diri dalam pemberantasan penderitaan sesama di dunia luar (van
Vooren, 1983: 14).
Persoalan yang muncul pada saat itu menuntut suatu perjuangan yang gigih
dan keyakinan akan Penyelenggaraan Ilahi. Mereka yakin, makin digoncang
pohon, akan makin mendalam akarnya. Mereka menerima tawaran dari
pemerintah supaya kongregasi berubah menjadi kongregasi yang bermanfaat bagi
banyak orang dengan merawat orang-orang sakit, menampung orang miskin, dan
yatim piatu serta memberikan pendidikan bagi anak-anak (de Raat, 2000: 43).
Pada waktu yang sama, Bapa Uskup dari Breda melihat situasi yang sangat
memprihatinkan maka, beliau memohon kepada kongregasi supaya mengadakan
perawatan bagi orang sakit di rumah-rumah mereka sendiri “wijk-verpleging”
atau dinas keliling. Hal ini bertujuan supaya para suster dapat bertemu langsung
dengan keluarga dan masyarakat. Maka beberapa suster dibekali dengan
pendidikan keperawatan guna misi tersebut (van Vooren, 1983: 18).
Demikianlah terjadi perubahan dalam kongregasi SFD yang semula
kontemplatif menjadi aktif sesuai dengan tujuan kongregasi yang direncanakan
semula yaitu, melayani masyarakat lewat pendidikan dan perawatan orang sakit
dan akhirnya mengarah pada kebutuhan dan tuntutan zaman.
5. Macam-macam Karya Pelayanan SFD di Masa Sekarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Sejak berdirinya Kongregasi SFD, pada tanggal 26 Maret 1801 di Dongen,
para suster SFD mencoba melihat dan peka terhadap kebutuhan zaman. SFD hadir
di berbagai kota/negara, terutama di Indonesia. Kehadiran SFD di Indonesia
menjadi berkat bagi masyarakat, dan Gereja. Di manapun SFD hadir, di situ pula
muncul pelayanan bagi masyarakat. Mereka memberikan pelayanan kepada
masyarakat melalui pendidikan, baik formal maupun non formal. Seturut teladan
pendiri yang selalu siap dan terbuka akan tanda-tanda dan kebutuhan zaman.
Dalam karya pelayanan selalu berusaha untuk mengikuti dan menerapkan
semangat pendiri dalam melaksanakan karya perutusan. Nilai ‘semangat rajin dan
giat’ dalam berkarya yang diwariskan oleh pendiri kepada para SFD di masa
sekarang menjadi dasar untuk terus melayani dengan semangat cinta kasih kepada
Allah dan sesama.
Adapun karya pelayanan yang dilakukan oleh para SFD di Indonesia
meliputi; pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan pastoral.
a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan
Sejak zaman pendiri, suster SFD memulai pelayanannya di bidang
pendidikan di Dongen. Awalnya mereka mendidik kaum muda khususnya wanita.
Para suster berjuang mengatasi penderitaan masyarakat dengan mengentaskan
kebodohan dengan memberi pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu
mereka juga mendidik anak-anak bangsawan dan anak-anak orang kaya. Buah
dari pendidikan itu membawa perkembangan bagi anak-anak dan keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Semangat pelayanan para suster pendahulu, digunakan dan dipertahankan
oleh para SFD Indonesia di zaman sekarang. Dan hal itu dirasa cocok dan sesuai
dengan permintaan masyarakat sekitar, juga pihak keuskupan di mana SFD
berada. Karya pendidikan formal yang ditangani oleh kongregasi SFD mulai dari;
Play Group, TK, SD, SMP, dan SMA (LPJ. DPU, 2015: 42).
Kehadiran para suster SFD di bidang pendidikan tidak lepas dari semangat
dan daya juang pendiri yang memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak asrama
kala itu. Dengan latar belakang ini, SFD Indonesia semakin berkembang dan
menyebar di beberapa pulau yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Lombok. Hal
ini bertujuan untuk melanjutkan misi pelayanan Yesus lewat pendidikan.
Dalam memajukan dan mengembangkan karya-karya SFD Indonesia,
dibentuklah beberapa yayasan yang mengelolah karya formal misalnya; Yayasan
Setia di Medan, yang membawahi 18 (delapan belas) sekolah, dan yayasan Santa
Maria di Banjarmasin, yang membawahi 16 (enam belas) sekolah (LPJ DPU,
2015: 44). Dalam buku Pedoman Karya (PK) SFD dituliskan bahwa untuk
meningkatkan mutu pelayanan, khususnya di bidang pendidikan perlu dirumuskan
sebuah visi. Visi karya pelayanan dalam pendidikan: “Menjadi wadah dan sarana
dalam mewujudkan cinta Tuhan yang mendidik manusia secara utuh, dengan
semangat cinta kasih, kesederhanaan dan persaudaraan (Mat 13:31-32, 28:19-20)
(Pedoman Karya SFD, 2015: 3-5).
Cita-cita para pendahulu SFD sejak awal adalah menanamkan iman dan
mengembangkan kehidupan keagamaan melalui karya pendidikan dan pengajaran.
Dalam meneladan cara hidup Santo Fransiskus Assisi, kongregasi mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
mewujudkan cinta Bapa kepada semua orang serta meninggikan setiap orang,
terutama orang kecil (Profil SFD, 2007: 62).
b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan
Para suster pendahulu kongregasi SFD melakukan pelayanan kesehatan bagi
orang sakit. Bertitik tolak dari pengalaman Santo Fransiskus Assisi yang melihat
Yesus dalam diri orang kusta. Tatkala Fransiskus berjumpa dengan Yesus yang
menderita dalam diri orang kusta, dia mendapat anugerah untuk menyadari bahwa
Allah hadir di dunia ini, dalam manusia pilihan, yaitu, Yesus (Konst. 2015 art 44).
Perjumpaan Fransiskus dengan orang kusta membawa perubahan baginya
sehingga mampu menyerahkan yang dia miliki kepada orang kusta. Tindakan
Fransiskus inilah yang menjadi teladan bagi karya pelayanan SFD dalam bidang
kesehatan.
Awalnya, perawatan bagi orang sakit di rumah mereka sendiri, (wijkverpleging)
“Dinas
Keliling”.
Kemudian
mengalami
perubahan
dan
perkembangan hingga berlanjut dengan sebuah kerasulan di bidang kesehatan. Hal
ini dimulai dengan berkunjung dari rumah ke rumah supaya langsung berhadapan
dengan keluarga dan masyarakat (Kenangan 70 thn SFD Indonesia, 1993: 11).
Perawatan orang sakit lewat kunjungan rumah ke rumah dilakukan karena
terdorong oleh rasa kasih bagi mereka yang menderita. Sebab kesehatan
merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap orang. Oleh
karena itu, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam menghadirkan karya
penyelamatan Allah yang menyembuhkan. Kasih Allah yang menyembuhkan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
menyelamatkan itu adalah pengembangan dari visi karya kesehatan kongregasi
SFD.
Orang sakit sering dipandang sebagai orang yang lemah secara fisik jasmani
maupun rohani. Hingga saat ini, karya yang dikelola oleh para suster diawali
dengan Dinas Keliling, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), poliklinik dan
menampung titipan anak terlantar dan jompo. Karya kesehatan yang dikelola
Kongregasi SFD di seluruh Indonesia ada di 13 (tiga belas) tempat, dan tersebar
di 3 (tiga) pulau, seperti Sumatera: Kabanjahe, Tigabinanga, Saribudolok, Percut,
Haranggaol, dan Belawan. Kalimantan ada di Banjarmasin, Buntok, Muara
Teweh, Parenggean, dan di Palangan. Sedangkan di Jawa ada di Pati dan
Tigaraksa.
c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial
Karya pelayanan di bidang sosial berawal dari pengalaman dan keprihatinan
para pendahulu di masa lampau. Mereka menampung dan mengajar kaum muda
perempuan, dengan tujuan untuk mengangkat harkat, dan memberdayakan
mereka. Pada saat sekarang pelayanan di bidang sosial berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman. Karya sosial kongregasi diungkapkan dalam bentuk pelayanan
bagi orang-orang kusta, wisma lansia, dan asrama dengan mengajar berbagai
keterampilan, mendampingi kaum buruh, memperhatikan masyarakat miskin dan
lemah, sekolah luar biasa (SLB) serta karya sosial lainnya. Bentuk kegiatan dan
karya sosial tergantung dari situasi tempat di mana kongregasi berdomisili. Karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
sosial kusta Salus Populi dan Wisma Lansia Panti Rukmi di Pati Jawa Tengah,
dan asrama SLB-C di Tuntungan, Namopecawir Medan Sumatera Utara.
Sebagai kongregasi Peniten Rekolektin yang aktif dan kontemplatif melalui
pelayanannya, SFD turut memberikan perhatian pada karya pelayanan yang
sungguh berpihak pada orang sakit, lemah, kesepian, miskin dan tersingkir seperti
Yesus yang peduli (Luk 7:21-22). Dalam aturan hidup kongregasi SFD yang
disebut sebagai konstitusi disebutkan bahwa “Kongregasi menyiapkan para suster
untuk perawatan orang sakit, lanjut usia, dan orang cacat, tugas-tugas pastoral dan
aneka tugas pelayanan lainnya (Konst. 2007 art. 45). Selanjutnya dalam aturan
yang sama ditegaskan lagi bahwa sebagai insan-insan yang dina dan rendah hati,
SFD harus terus berusaha untuk melayani semua orang, terlebih mereka yang
menderita kesusahan dan kekurangan. Mendahulukan pelayanan bagi orang-orang
kecil (Konst. 2015 art. 19).
Konstitusi di atas ingin mengajak SFD, supaya di manapun berada selalu
hadir sabagai sarana untuk menunjukkan kehadiran Allah dan mewartakan cinta
kasih-Nya di tengah dunia. Sebagaimana Allah yang mengasihi manusia dan
peduli terhadap orang miskin, demikian juga para SFD turut menjadi
perpanjangan tangan kasih Allah bagi mereka yang lemah, miskin, cacat, dan
tersingkir.
d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral
Dalam kongregasi SFD, karya kerasulan menjadi salah satu ciri khas. Hal
ini tampak dari keterlibatan mereka secara fulltimer untuk karya pastoral kaum
buruh. Selain itu, para suster juga menjalankan tugas pewartaannya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
menyadari diri sebagai bagian dari Gereja. Sebagai anggota Gereja, para suster
SFD dipanggil secara khusus untuk ikut ambil bagian dalam misi Gereja. Gereja
mengharapkan kehadiran para suster untuk terlibat dan bertanggungjawab dalam
membangun Gereja yakni turut ambil bagian untuk melayani umat di bidang
pastoral. Dalam pelayanan pastoral ini para suster SFD dilibatkan untuk
memperhatikan perkembangan iman umat, baik di stasi, di paroki maupun di
keuskupan. Karya pastoral SFD tersebar di 8 (delapan) Keuskupan di Indonesia;
Keuskupan Agung Medan - Sumatera Utara, Keuskupan Agung Jakarta – Jawa
Barat, Keuskupan Agung Semarang – Jawa Tengah, Keuskupan Banjarmasin –
Kalimantan Selatan, Keuskupan Palangkaraya – Kalimantan Tengah, Keuskupan
Pontianak, Sanggau – Kalimantan Barat, dan Keuskupan Denpasar – Bali (LPJ.
DPU, 2015: 44).
Karya pastoral (kerasulan) yang dilakukan, ikut sebagai Pengurus Dewan
Paroki, Dewan Pastoral, Dewan Stasi serta pendampingan kelompok kategorial di
tingkat lingkungan sampai keuskupan. Selain itu juga ikut dalam pendalaman
iman (katekese), memberikan renungan atau memimpin ibadat, kerasulan
keluarga, bidang liturgi dan kerasulan-kerasulan lainnya (LPJ. DPU, 2015: 60).
Perkembangan hidup umat beriman mendorong para suster SFD untuk
berusaha membawa Kristus ke tengah-tengah dunia agar setiap orang merasakan
kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Dalam mengembangkan karya pastoral
para SFD bekerjasama dengan pastor paroki di mana para suster berada. Untuk
memperkembangkan karya tersebut, kongregasi mempersiapkan anggotanya
untuk studi pada bagian pastoral (Konst. 2015 art 41a). Dalam mengikuti Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Kristus dan menjalankan misi-Nya, para SFD menjadi pelayan-pelayan pastoral,
yang harus memiliki sikap siap sedia, pengabdian, kerendahan, serta ketulusan
hati yang menggambarkan pelayanan Yesus.
6. Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD
Para pendahulu Suster SFD yang datang dari Leuven menghadapi kesulitan
luar biasa. Mereka harus mengorbankan cara dan bentuk hidup mereka. Dari yang
kontemplatif menjadi aktif. Mereka yang sudah akrab dengan doa-doa malam,
puasa yang panjang, mati raga dan mendera tubuh. Harus memadukan hidupnya
dengan pengabdian pada putri-putri di asrama. Selain itu ada juga dorongan yang
sangat kuat dari luar yang tidak dapat mereka tolak, yang membuat mereka harus
tunduk, dan taat secara tulus, meski hati mereka terbelah yakni sikap dari
pemerintah yang menganggap mereka tidak bermanfaat.
Para pendahulu, mulai menyadari bahwa nilai dasariah dalam hidup
membiara ialah pengabdian kepada Tuhan dan suster sesama dalam penghayatan
ketiga kaul, dengan semangat pertobatan, doa, kemiskinan, dan cinta pada sesama
manusia tetap menjadi dasar dan pondamen Fransiskan hidup mereka yang baru.
Dalam penitensi mereka merasa dipanggil untuk melakukan dan memberi
perhatian serta tenaga pada pendidikan kaum mudi. Sedangkan rekoleksi dihayati
dalam mendasarkan doa berkala, meditasi, dan latihan rohani (Van Vooren, 1983:
14-15).
Dulunya, karya pelayanan SFD ada di bidang karya pensionat yang
merupakan kerjaan sampingan. Bapak rohani kongregasi SFD, Adrianus Oomen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
berpandangan. “Jika perlu karakter kongregasi harus dikorbankan”. Peraturan
yang keras itu telah dilaksanakan dengan senang hati oleh para suster. Tetapi
kesehatan para suster juga nampak mulai melemah, mengingat juga beratnya
pekerjaan dan kelelahan. Penitensi yang masih dilaksanakan oleh para suster,
yang juga menangani karya perlu dibenahi. Maka, sebagian besar peraturan harus
diganti.
Dalam buku Sejarah Para Pendahulu (SPP) karangan Gerlach, OFM.Cap,
dituliskan bahwa “Penitensi sungguh perlu! Tetapi Tuhan pada masa kini tidak
menuntut kekerasan para suster, melainkan menuntut sesuatu yang lain, yakni
lebih menyesuaikan dengan kebutuhan mendesak dan kebutuhan Kristiani, yakni
lebih memberikan perhatikan kepada sesama” (Gerlach, 1940: 96). Pembimbing
Spiritual menegaskan, cara hidup perlu diperingan, tarekat perlu disesuaikan.
Puasa diringankan: Sarapan diwajibkan mengingat kerja keras; doa dan koor
malam dihapus, karena suster bersama dengan pensioner sehingga waktu untuk
tidur malam menjadi berkurang.
Dalam arti tertentu semua “kekerasan” dikendurkan. Semua disesuaikan
demi kebutuhan mendesak. Ulah tapa, matiraga, tidur larut malam, mendera
tubuh diatur dan tekanan dialihkan pada meditasi. Doa ofisi ilahi dan retret 9
(sembilan) hari tetap dijunjung tinggi oleh kongregasi.
Kini terlihat semangat pengorbanan para suster, bukan pertama-tama untuk
mengejar kesempurnaan dan kesucian pribadi, melainkan pelayanan dan kasih
kepada sesama tanpa pamrih. Mereka rendah hati dan taat kepada pembimbing
rohani yang diberikan Allah pada saat itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Hal-hal di atas dirangkum dalam sebuah draft nilai-nilai karya pelayanan
kongregasi SFD. Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, semua lapisan yang ada
di dalamnya mulai dari Pengurus Yayasan; Pimpinan Unit; para Guru; serta para
Peserta didik diharapkan bersinergi guna mewujudkan nilai-nilai karya ke-SFD-an
itu. Nilai-nilai rohani yang diwujudkan dan sudah menjadi urat nadi dalam
berkarya di semua yayasan yang dikelolah oleh kongregasi SFD.
a. Huruf S, adalah Semangat
Semangat yang berarti selalu bergembira, rajin dan giat dalam melakukan
setiap karya pelayanan yang ditugaskan dengan penuh tanggungjawab, disiplin
yang tinggi dan suka cita yang besar dalam hidup (Mat 5:16 ; 7: 21). Para suster
kongregasi SFD diharapkan kapan dan di mana pun berada selalu tampil dengan
wajah gembira dan bersuka cita sebagai tanda perwujudan dari Injil yang
mendunia. Khususnya di tempat karya pelayanan bersama dengan sesama.
Bagi Santo Fransiskus, kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah
panggilan dan karunia dari Tuhan, maka harus dilaksanakan dengan setia dan
penuh bakti. Dengan teladannya, ia memberi kesaksian tentang kemuliaan kerja
dan dalam hal ini juga mengambil bagian dalam nasib hidup orang lain. Jadi karya
para suster SFD adalah kerasulan sejati sebab, “mereka hidup seperti hidup para
Rasul yakni: mengikuti jejak Kristus dalam pelayanan dan persekutuan seturut
ajaran Injil dalam Gereja yang membawa kabar gembira”.
Kabar gembira ini ditanggapi oleh manusia yang percaya, dalam semangat
iman, kasih dan pengharapan kristiani, sebagai penyambutan kerjasama dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Tuhan Yesus Kristus, pelaksana rencana penyelamatan Allah bagi manusia. Di
sana, para pekerja “bukan hamba, melainkan sahabat” (Yoh 15:15), kolega kerja
Tuhan (Konst. 2015: 37-38).
Sebagai seorang suster yang memiliki nilai-nilai rohani dalam pelayanan,
harapannya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab harus dengan penuh
suka cita. Gigih, rajin dan giat untuk menampakkan prestasi hidup dalam karya
pelayanan dengan rendah hati. Berusaha untuk terlibat langsung dalam setiap
kegiatan di sekolah, Gereja dan masyarakat dengan gembira.
b. Huruf F, adalah Fraternitas
Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua
makhluk yang ada di bumi ini dengan penuh cinta kasih, ramah, bersaudara, dan
pembawa damai di manapun berada. Seperti sabda Yesus “Inilah perintah-Ku,
supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada
kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawa-Nya
untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15:12-13).
Dalam Konstitusi kongregasi bab II, dipaparkan para SFD “harus
mengingkari diri seperti yang telah mereka janjikan kepada Allah. Membaktikan
diri sepenuhnya kepada Dia yang telah memanggil dengan berlaku adil kepada
sesama. Diharapkan pula mampu menjadi sahabat-sahabat orang kecil dan miskin.
Memberi senyum, sapa dan salam dalam situasi suka dan duka, tetap ramah dan
bersaudara walau dijauhi orang lain. Menjaga lingkungan dengan asri dan
membudayakan buang sampah pada tempatnya. Menjalin komunikasi yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Memuji dalam keberhasilan sesama, dan menegur dalam kesalahan atau
kekurangan saudari. Peduli, adil dan positif thangking kepada sesama.
Mempunyai prinsif hidup, lebih baik melayani daripada dilayani. Di mana ada
perselisihan damai bawaan beta (draft Nilai Karya SFD, 2016: 21).
c. Huruf D, adalah Dina
Dina berarti dengan semangat doa dan pertobatan yang terus menerus tetap
berusaha untuk menumbuhkan sifat dan sikap sederhana, rendah hati, bermatiraga,
rela berkorban dan tanpa pamrih dalam mengasihi sesama adalah merupakan
dasar hidup setiap orang yang terpanggil menjadi murid Kristus (Draft Nilai
Karya SFD, 2016: 17). Seperti yang tertulis dalam Injil Yohanes, “Ia harus makin
besar, tetapi aku harus makin kecil (Yoh 3:30). Di dalamnya terdapat unsur
kerendahan hati dan kemampuan untuk melihat keberadaan diri sendiri. Demikian
juga Rasul Paulus mencatat dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, supaya setiap
orang tidak egois kepada sesama tetapi sebaliknya harus bersikap altruis dalam
hidup (Flp 2:4-8).
Seorang suster SFD yang memiliki semangat kedinaan diharapkan bersikap
rendah hati dalam hidup, baik dalam karya pelayanan maupun di komunitas.
Kerendahan hati akan menghantarnya pada kejujuran, ketulusan dan kemampuan
untuk melayani sesama dengan tulus, tanpa pamrih. Dalam Konstitusi kongregasi
SFD pada bab III, ditemukan nilai-nilai yang sangat mendasar dalam hidup rohani
sebagai seorang Fransiskan:
Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan berlangsung. Mengikuti Perayaan
Iman sesering mungkin di mana pun berada. Mendengarkan sesama dengan
sepenuh hati. Melakukan pekerjaan walau kecil dengan cinta yang besar.
Rela memberikan tenaga dan waktu demi pelayanan. Berani berkata cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
dengan pola hidup sederhana. Memaafkan dan melupakan kesalahan sesama
yang menyakiti hati. Menerima koreksi persaudaraan, teguran dan evaluasi
dengan berjiwa besar untuk memperbaharui diri secara terus menerus, dan
berpengharapan yang besar dengan mengandalkan Allah dalam setiap gerak
hidup (Konst. 2016: 34- 46).
Sebagai kongregasi yang menyandang nama sebagai orang Dina tentu
harapannya adalah supaya dalam karya pelayanan dapat melakukan pekerjaan
yang walau kecil dan sederhana tetapi dilaksanakan dengan cinta yang amat besar.
Dengan memberikan tenaga, pikiran dan hati yang tulus iklas dalam dan demi
pelayanan. Serta berani berkata cukup dengan pola hidup sederhana di tengah
zaman yang konsumerisme.
C. Kaum Difabel pada Masa Kini dalam Karya Pelayanan SFD
1. Definisi Difabel
Dalam buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa
(SLB) dipaparkan bahwa: Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangannya secara wajar (Depkes RI, 2010: 7). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), difabel adalah suatu kekurangan yang menyebabkan
nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna /tidak sempurnanya akibat
kecelakaan atau lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik
(KBBI).
Dan
menurut
WHO,
difabel
adalah
suatu
kehilangan
dan
ketidaknormalan baik secara psikologis, fisiologis maupun kelainan secara
struktur ataupun fungsi anatomis (WHO int/ World Health Organization, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Jadi Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan,
keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah
masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah
kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan,
sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh
seseorang dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan.
2. Klasifikasi Difabel
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa atau anak
cacat (difabel). Anak penyandang cacat dapat digolongkan menjadi beberapa
kelompok
antara
lain:
Tunanetra,
Tunarungu/Tunawicara,
Tunagrahita,
Tunadaksa, Tunalaras, attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD),
Autisme dan tunaganda, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda
dan memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda pula (Depkes RI, 2010:
12). Di bawah ini akan dijelaskan beberapa kelompok anak penyandang cacat.
a. Tunanetra
Istilah Tuna netra berasal dari kata “Tuna” dan “Netra” yang artinya adalah
kelainan dalam penglihatan atau penyimpangan dalam melihat. Jadi, tuna netra
dapat diartikan sebagai kelainan atau penyimpangan dalam melihat. Seorang anak
dikatakan tuna netra apabila dia kehilangan daya penglihatan atau tidak dapat
menangkap cahaya sama sekali. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Slamet Riyadi (1977: 19) bahwa: Anak yang tidak dapat melihat dapat disebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
buta. Sedangkan yang masih dapat melihat tetapi penglihatannya samar-samar
atau kabur dikatakan anak yang tidak awas, tetapi tidak buta.
b. Tunarungu
Tuna rungu adalah kelainan pendengaran atau ketidakmampuan untuk
mendengar suara karena memiliki hambatan. Hal ini terjadi apabila udara tidak
dapat diteruskan ke otak karena terjadi kerusakan pada saluran pendengaran,
seperti yang dikemukanan oleh Sri Moerdani dan J. Sambira (1990: 20). Secara
medis, ketunarunguan berarti kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar
yang disebabkan karena hambatan dalam perkembangan.
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah anak yang perkembangan mental atau kecerdasannya
serta tingkah lakunya sedemikian terbelakang. Tunagrahita bisa juga disebut
sebagai anak yang memiliki tingkat kemampuan intelegensi di bawah rata-rata
dan ketidakmampuan dalam beradaptasi. Tingkat kecerdasannya (IQ) di bawah
90. Mereka yang digolongkan sebagai anak keterbelakangan mental adalah
mereka yang tidak dapat menolong diri sendiri (Sri Murdani, 1990: 42).
Dari uraian singkat di atas, penulis menyimpulkan bahwa anak tunagrahita
adalah anak yang mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan dan
memiliki tingkat kecerdasan yang rendah sehingga mereka sulit untuk mengikuti
proses pelajaran di sekolah umum, maka mereka membutuhkan sekolah khusus
untuk pendampingannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dari penjelasan di atas tentang definisi dan klasifikasi difabel, maka ada 3
(tiga) alasan yang sangat mendasar, mengapa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
atau difabel memerlukan pelayanan dan perhatian khusus; 1) Individual
differences, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. Mereka memiliki
kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga
memerlukan
pendidikan
yang
sesuai
dengan
karakteristik
dan
kebutuhannya; 2) Potensi siswa akan berkembang optimal dengan adanya
layanan pendidikan khusus bagi mereka; 3) Siswa Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) akan lebih terbantu melakukan adaptasi sosial di
masyarakat.
Melihat hal di atas, maka kongregasi SFD merasa tergerak dan
terpanggil untuk memberikan pelayanan kasih, perhatian dan pendidikan
kepada mereka, baik secara formal di sekolah pun informal di asrama.
Mereka didampingi secara intensif di sekolah dan di asrama sesuai dengan
kemampuan dan potensi mereka.
3. Sejarah Karya Pelayanan bagi Kaum Difabel dalam Kongregasi SFD
Dalam buku “Muder Yohana Yesus” (MYY), yang ditulis oleh seorang
biarawati Kongregasi Roosendaal, disebutkan bahwa pendiri Kongregasi Suster
Fransiskus Dina, Muder Constansia van der Linden, SFD, berpendapat: bahwa
hidup mereka sebagai peniten seharusnya ditandai oleh ketekunan dan giat dalam
mengabdi sesama. Mereka yakin bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh
pekerjaan merupakan suatu cara untuk melupakan diri, mengarahkan diri pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
orang lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu
mereka
mengalami,
bahwa
pekerjaan
di
mana
mereka
begitu
saling
membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana penuh
rasa terima kasih dan rela mengabdi (MYY, 2008: 19-20, 35).
Dengan latar belakang masa lampau di mana Kongregasi terutama terarah
kepada pendidikan dan pengajaran kaum muda di daerah sendiri. Semua itu
lambat laun berubah dan diperluas. Salah satu tugas pelayanan itu adalah
pendampingan dan pelayanan bagi orang cacat atau disebut dengan difabel
(Konst. 2016: 51).
Berawal dari sebuah keprihatinan akan penderitaan sesama, terutama anakanak yang mengalami gangguan mental atau disebut dengan difabel. Para suster
pendahulu SFD, melihat anak-anak difabel semakin bertambah. Selain itu,
tanggapan dan reaksi dari masyarakat pada umumnya pun kurang bersahabat
dengan mereka. Orangtua mereka sendiri pun sering menomorduakan mereka ini.
Jadi para suster pendahulu terinspirasi dengan semangat dari Santo Fransiskus
yang sangat mencintai sesama yang menderita terutama orang kusta. Karena itu
mereka pun ingin meninggikan semua orang terutama anak-anak difabel (Mzm 8).
Sejak tahun 1980, karya pelayanan bagi kaum difabel sudah dilaksanakan
oleh suster pendahulu SFD. Kala itu, kongregasi belum memiliki sendiri karya
sosial ini, maka mereka pun terlibat di sekolah milik pemerintah dengan tugas
sebagai guru kelas. Namun seiring dengan perjalanan waktu, kongregasi melihat
tanda-tanda dan kebutuhan zaman kala itu, bahwa karya pelayanan ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, terlebih bagi anak-anak itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kongregasi mulai memikirkan sebuah bangunan untuk mewujudkan karya
pelayanan ini. Pada 17 Juli 1987, pelayanan dimulai di dalam gedung milik
kongregasi SFD di Jl. Palang Merah no. 15, Medan. Dengan kapasitas 15-25
orang anak. Demikianlah, karya pelayanan ini terus mengalami perkembangan,
akhirnya mengalami kesulitan karena lokasi yang terlalu sempit. Akhirnya
dibangun lagi sebuah gedung baru. Tahun 1997 berdirilah sebuah bangunan
Sekolah Luar Biasa (SLB-C) lengkap dengan asrama. Lokasinya berada di Jl.
Namopecawir, Kec. Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Dengan
kapasitas 80-90 orang. Di tempat inilah anak-anak mendapat bimbingan dan cinta
dari para suster SFD.
4. Visi dan Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel
Untuk mengembangkan apa yang disampaikan dalam prinsip hidup
kongregasi atau visi kongregasi SFD, “Persekutuan membangun persaudaraan
yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan
meninggikan setiap orang” ditanggapi dengan baik oleh komunitas karya.
Karya pelayanan bagi Anak-anak Berkebutuhan Khusus atau difabel
memiliki sebuah visi, “Komunitas kasih persaudaraan yang melayani orang kecil
dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan meninggikan setiap orang
yang dicintai-Nya” (LPJ DPU 2015: 93). Kemudian visi ini dikonkritkan dalam
misi; 1) Siap sedia melayani mereka yang mengalami keterbelakangan mental,
yang dijiwai dengan semangat perayaan Ekaristi, doa bersama, pribadi dan
semangat berkorban yang tinggi; 2) Menciptakan komunitas yang bahagia, dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
bekerja sama dan saling pengertian, serta jujur dan tulus; 3) Membangun sikap
tanggung jawab dalam tugas pelayanan untuk nama baik karya dan Komunitas.
Kemudian “Menjadi orang yang terpanggil untuk suatu kehidupan yang di
dalamnya mengungkapkan kepercayaan bahwa Allah adalah Bapa semua orang,
mengandung juga perutusan untuk mewujudkan cinta Bapa di dunia (Konst. 2007,
art 41). Suster SFD dipanggil untuk bersikap seperti Bapa, yang mencintai dan
meninggikannya setiap orang. Menghargai mereka dengan segala kekurangan dan
kelebihannya, karena dalam diri mereka itu tampak kemuliaan Allah. Di sinilah
menjadi wadah dan sarana untuk mewujudkan cinta Tuhan itu dengan
meninggikan martabat manusia melalui pelayanan yang penuh cinta kasih,
kegembiraan injili dan persaudaraan yang sejati (Pedoman Karya, 2015: 4).
5. Pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD) bagi Kaum Difabel
Dalam Konstitusi SFD, terlulis bahwa para pendahulu mula-mula hanya
terarah kepada pendidikan dan pengajaran kaum muda di daerah sendiri, namun
lambat laun akhirnya kongregasi menyediakan suster-suster untuk perawatan
orang sakit, orang lanjut usia, dan orang cacat (Konst. 2015 art. 41a). Kongregasi
peka dan tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan Gereja.
Berbagai macam karya pelayanan kasih yang ditujukan kepada sesama yang
dilakukan oleh Kongregasi SFD. Salah satu karya pelayanan yang khas dari
kongregasi SFD di Indonesia adalah karya pelayanan dan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus atau kaum difabel. Wujud karya tersebut berupa Asrama
dan Sekolah Luar Biasa Kategori C (SLB-C) yang secara khusus mendidik anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
anak yang cacat mental atau Tunagrahita. Asrama dan Sekolah merupakan bentuk
dan cara para suster SFD menerapkan semangat kedinaan kongregasi seturut
teladan Santo Fransiskus Assisi dalam semangat kedinaannya.
Pola hidup dari para suster Kongregasi SFD ialah: Menepati Injil Suci
Tuhan Yesus Kristus, dengan hidup dalam ketaatan, dalam kemiskinan dan
kemurnian dengan tidak menikah (Kapitel Umum III: 45). Sebagai pengikut
Yesus Kristus menurut teladan Santo Fransiskus, SFD wajib mengerjakan hal-hal
yang lebih besar dan luhur dengan menepati perintah dan nasehat Tuhan Yesus
Kristus (ADO3Reg I). Santo Fransiskus Assisi mengungkapkan bahwa
kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah panggilan dan karunia Tuhan.
“Saudara-saudari yang mendapat dari Tuhan anugrah untuk mengabdi dan bekerja
hendaklah menjalankan pengabdian dan pekerjaannya dengan setia dan bakti”
(ADO3 Reg Psl 5: 18).
Dari itu, pola hidup yang “menurut Injil Suci Tuhan Yesus Kristus selalu
berkaca dan perteladanan serta wasiat dari Santo Fransiskus Assisi dan pendiri
kongregasi (Kapitel Umum III: 45).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
BAB IV
RELEVANSI SEMANGAT KEDINAAN SANTO FRANSISKUS ASSISI
DALAM PELAYANAN KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS DINA
BAGI KAUM DIFABEL
Bab ini membahas relevansi semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi
dalam pelayanan SFD. Pembahasan bertujuan merefleksikan relevansi semangat
kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan para suster SFD bagi
kaum difabel. Melalui pembahasan ini diharapkan sebagai anggota kongregasi
SFD dapat memahami, menghayati dan mewujudkan semangat kedinaan dalam
hidup sehari-hari di komunitas, terlebih dalam karya pelayanan. Dengan demikian
semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi yang telah dihayati dan dihidupi oleh
para pendahulu SFD, tetap dihayati dan dihidupi oleh para suster SFD di masa
sekarang pun yang akan datang, sehingga setiap anggota SFD dimampukan untuk
menghasilkan buah-buah dari penghayatan kedinaan dalam karya perutusan.
Untuk mencapai hal tersebut maka penulis, akan menguraikannya dalam
lima bagian. Bagian pertama mengenai difabilitas sebagai medan pelayanan SFD,
bagian kedua semangat kedinaan sebagai sumber dan dasar pelayanan bagi kaum
difabel. Dan bagian yang ketiga adalah semangat kedinaan sebagai sumber
inspirasi pelayanan bagi kaum difabel, dilanjutkan dengan bagian keempat tentang
semangat kedinaan sebagai tujuan dan model pelayanan bagi kaum
difabel.
Selanjutnya dibagian akhir akan dibahas tentang buah-buah penghayatan kedinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
bagi karya pelayanan SFD bagi kaum difabel dan usaha untuk meningkatkan
pelayanan dalam karya perutusan.
A. Difabilitas Sebagai Medan Pelayanan Kongregasi SFD
Ketika para suster SFD memilih untuk mewujudkan pelayanan bagi kaum
difabel, maka pada saat tersebut, SFD telah mengangkat dan menjadikan
difabilitas sebagai bagian diri hidup, panggilan dan pelayanan para pengikut
Fransiskus Assisi ini; singkatnya, menjadi medan pelayanan kongregasi SFD.
Karena pelayanan berarti menjadi saudara semesta, maka melayani kaum difabel
berarti menjadi saudara bagi kaum difabel. Untuk itu, diperlukan cara pandang
dan semangat yang benar-benar mampu mengantar para suster SFD pada
keyakinan dan semangat pelayanan yang rendah hati dan penuh sukacita bagi
kaum difabel. Bagaimana perspektif para suster SFD dengan semangat kedinaan
menjadikan pelayanan kaum difabel sebagai bagian dari semangat pelayanan?
Di tengah masyarakat, para ilmuwan mengembangkan model pendekatan
yang dianggap lebih memadai bagi kaum difabel atau difabilitas. Model-model
tersebut adalah model individual atau yang lebih sering disebut sebagai model
medis, model kelompok minoritas atau yang lebih sering disebut sebagai model
sosial, dan model post-modern (Sinulingga, 2015: 39).
Model medis
mendefinisikan difabilitas terbatas pada kondisi individu yang mengalami
difabilitas dan melihat “masalah” difabilitas berakar hanya pada keterbatasan
fungsi fisik dan akibatnya secara psikologis. Kritik dari para aktivis difabilitas
terhadap model ini adalah direduksinya pribadi dengan difabilitas pada kondisi
biologis dan fungsinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Model sosial mendefinisikan difabilitas di dalam perspektif relasional. Model
ini menunjukkan bahwa berbagai tantangan yang dihadapi oleh pribadi dengan
difabilitas adalah hasil dari ketidaksetaraan sosial, tantangan fisik dan ideologi
yang dibangun oleh masyarakat, stereotip negatif dan prasangka-prasangka,
diskriminasi, dan sistem yang tidak mendukung. Model sosial dikritik oleh model
ketiga, yaitu model post-modern, karena posisinya yang biner dalam memahami
difabilitas: difabilitas sebagai keadaan “nyata” tubuh seperti yang dipahami model
medis dan difabilitas sebagai hasil desakan sosial.
Model post-modern mendasarkan diri pada teori postmodern tentang
ketidakstabilan tubuh dan identitas. Beberapa teoris model post-modern ini
berargumen bahwa sebuah definisi difabilitas harus menunjukkan dinamika dan
konstruksi dari tubuh dan pikiran yang dianggap tidak berfungsi agar secara
akurat menangkap bagaimana difabilitas dan identitas pribadi dengan difabilitas
diciptakan. Berdasarkan definisi dari ketiga model tersebut, tampaknya
pendekatan teologi terhadap difabilitas di Indonesia masih bermuara pada model
medis.
Perspektif para suster SFD terhadap kenyataan difabilitas bersumber dari
ajaran Kristus dan semangat kedinaan Santo Fransiskus. Bagi Kristus, setiap
manusia adalah anak Allah dan Sahabat-Nya. Sementara bagi Fransiskus, manusia
dan seluruh semesta adalah saudaranya. Maka, difabilitas atau kaum difabel
merupakan sesama putera-puteri Allah dan saudara dalam satu semesta. Sebagai
saudara, tidak hanya hal jasmani tetapi juga rohani dan keseluruhan diri kaum
difabel menjadi tujuan dan pusat pelayanan para suster SFD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Dalam buku Statuta Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) No. 39,
dikatakan bahwa perhatian diprioritaskan pada karya-karya pendidikan atau
pembinaan dan pastoral bagi kaum wanita yang secara khusus kaum remaja,
pelayanan kepada orang-orang cacat, lemah, kecil, sakit dan terbebani, pelayanan
terhadap orang-orang terlantar, terabaikan dan tertindas di masyarakat, serta
pelayanan kepada orang kusta.
Kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah merupakan karunia ilahi, di
mana di dalamnya terkandung basis rencana “penyelamatan” Allah bagi manusia.
Dimampukan oleh rahmat penyelamatan dan penyejahteraan paripurna Yesus
Kristus, bahwa setiap pribadi SFD ikut ambil bagian dalam cinta penyelamatan
universal dari Tuhan. Bersumber dari dan bertumpu pada kasih penyelamatan
ilahi yang universal itu, maka kerja dan jerih payah diarahkan pada
“penyejahteraan”
umat
manusia
(Konst.
38).
SFD
dipanggil
untuk
menyejahterakan sesama secara jasmani dan rohani lewat karya pelayanannya.
Penulis sebagai anggota kongregasi SFD, ikut ambil bagian dalam karya
pelayanan itu, sungguh merasakan bahwa karya pelayanan SFD adalah suatu
karunia dari Allah yang ditujukan kepada umat manusia. Hal ini dilakukan oleh
para suster, bukan berdasarkan pada kewajiban dan tugas semata melainkan
karena sungguh didorong oleh semangat Injili yakni “Kabar gembira” yang
dijawab oleh manusia yang percaya, dalam semangat iman, kasih dan
pengharapan Kristiani, sebagai penyambutan dari kerjasama dengan Tuhan Yesus
Kristus, dan pelaksana rencana penyelamatan Allah bagi manusia. Di sana, para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
pekerja “bukan hamba, melainkan sahabat” (Yoh 15: 15), kolega kerja Tuhan
(Konst. 2015 art. 38).
Pelayanan SFD dalam bidang apapun termasuk bidang pelayanan kepada
kaum difabel tentu bukan hanya dimaksudkan untuk mengusir kemalasan atau
sekedar tugas untuk melupakan diri. Pelayanan SFD bagi kaum difabel
dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan. Hal ini bersumber dari
teladan kesederhanaan dan kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam menjalankan
tugas panggilannya dan akhirnya menjadi inspirasi bagi kongregasi SFD.
Inspirasi yang datang bukan dari hal-hal yang luar biasa tetapi berasal dari
hal yang sangat sederhana dan dekat dengan hidup sehari-hari. Konsep praktisnya
juga sangat sederhana yaitu menolong mereka yang difabel. Dalam perkembangan
waktu pelayanan itu ditingkatkan sehingga mereka yang difabel semakin merasa
sama dengan semua manusia lainnya yakni sama-sama bermartabat luhur yang
secitra dengan Allah. Ini merupakan bukti bahwa Allah adalah Bapa bagi semua
orang tanpa ada sekat yang memisahkannya.
Melalui semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi membuahkan pelayanan
yang luar biasa kepada banyak orang yang membutuhkan. Bahkan kedinaan itu
sendiri sangat berguna bagi Fransiskus untuk berkarya guna menghayati
hidupnya. Semangat kedinaan itulah menjadi inspirasi bagi SFD sehingga jelas
dasar karya pelayanan kongregasi ini adalah semangat kedinaan. Sesuatu yang ada
di balik karya-karya Santo Fransiskus Assisi.
Santo Fransiskus Assisi sepanjang hidupnya berkarya untuk mereka yang
tersingkirkan. Namun sebagai seorang manusia tentu saja tidak bisa menolong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
semua orang yang tersingkirkan itu. Karena itulah karya yang tidak selesai harus
dilanjutkan sebagai kesatuan karya penyelamatan Allah. Dengan membantu
mereka yang difabel maka kongregasi SFD melanjutkan karya itu dan
meningkatkannya serta mengembangkannya sehingga semakin banyak orang yang
dapat dibantu merasakan kebaikan Tuhan melalui sesama mereka.
Jika pandangan medis, sosial dan post-modern hanya memperhatikan unsur
fisik, sosial dan kepribadian kaum difabel, maka spiritualitas kedinaan SFD
membawa umat dan masyarakat lebih jauh lagi yaitu pada religiositas kaum
difabel; martabat keilahian yang juga menjadi anugerah yang diberikan Allah
kepada seluruh umat-Nya. Dan pelayanan bagi kaum difabel adalah tindakan
menjadi perpanjangan tangan Allah dalam menciptakan kebaikan dan keselamatan
bagi manusia dan semesta sebagaimana diteladankan Fransiskus karena dalam
Injil telah ditunjukkan betapa banyak karya nyata Kristus yang menjadi sahabat
dan penyembuh bagi mereka yang sakit dan difabel. Dari perspektif religius inilah
semangat kedinaan dipahami sebagai sumber inspirasi dan dasar pelayanan bagi
kaum difabel.
B. Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inpirasi dan Dasar Pelayanan bagi
Kaum Difabel
1.
Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inspirasi dalam Pelayanan
Kedinaan merupakan suatu sikap hidup, dimana harus mampu merendahkan
hati dan merendahkan diri dengan rela mendengarkan, serta menyadari bahwa
semua karya dan tugas perutusan adalah karya Allah semata bagi manusia. Dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
orang-orang terpanggil itu adalah perpanjangan tangan dan hati-Nya untuk
menyalurkan berkat bagi mereka yang miskin dan menderita. Dasarnya adalah
yang Yesus mencintai orang-orang cacat (difabel).
Yesus yang mencintai orang-orang cacat atau kaum difabel adalah salah
satu tindakan bahwa Dia mau mengangkat orang-orang yang hilang dari
masyarakat. Bagi Yesus mereka itu sungguh berharga. Dan inilah yang menjadi
misi Yesus ke dunia yakni menyampaikan kabar gembira bagi orang miskin.
Memberitakan
pembebasan
kepada
orang-orang
tawanan
dan
tertindas,
penglihatan bagi orang buta, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang
(Luk 4:18-19). Seluruh isi teks ini mau mengatakan inti pelayan Yesus, yakni mau
membawa kabar gembira, seperti Fransiskus Assisi sebagai pembawa suka cita
Injil kepada seluruh dunia tanpa ada sekat perbedaan.
Ketika di penjara Yohanes meragukan tentang keberadaan Yesus. Maka
Yohanes mengirimkan utusannya untuk menanyakan siapakah Yesus itu. Namun
Yesus mengirim mereka kembali kepada Yohanes, “Pergilah, dan katakanlah
kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat,
orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang
mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik (Luk 7:22). Di
sini Yesus hadir bagi semua orang, termasuk orang-orang cacat (difabel).
Salib adalah simbol “penderitaan”, karena penderiaan di salib itu maka Ia
mengetahui apa arti menderia bagi manusia. Karena ia sungguh menyatu dengan
orang miskin, cacat dan menderita. Maka Ia sungguh-sungguh tahu dan
merasakan apa yang diderita manusia yang menderita. Demikian juga dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Santo Fransiskus Assisi juga merasakan salib. Salib menjadi berkat baginya
karena lewat itu ia diberi rahmat untuk melihat Allah lewat orang-orang miskin,
cacat dan menderita.
Dengan masuknya penderitaan salib, para suster SFD harus mengikuti
pendirinya terutama Yesus, yang dalam artian ini setiap suster SFD, harus
sanggup membantu dan membangun iman orang-orang cacat (difabel) kepada
Yesus. Yesus adalah juru selamat bagi orang-orang cacat dan terpinggirkan itu.
Mengikuti Inijil Lukas yang ditempatkan di atas, keterlibatan SFD untuk
mengangkat martabat orang-orang cacat dan menderita. Mereka ini secara kolektif
di Kitab Suci adalah orang berdosa. Mereka dianggap adalah orang-orang yang
mendapat kutuk dari Allah karena telah berbuat salah dan dosa. Sebagaimana
Yesus dalam perjalan-Nya bertemu dengan orang buta sepanjang hidupnya: "Rabi,
siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia
dilahirkan buta?" (Yoh 9:2). Yesus menjawab, bukan dia dan bukan juga orang
tuanya. Pernyataan Yesus memiliki sebuah makna yang harus dijawab oleh
kongregasi SFD. Yesus menyembuhkan orang buta, tetapi bukan penyembuhan
itu yang paling utama, melainkan pengangkatan mertabat dan harga diri orangorang cacat itu di hadapan masyarakat.
Hal di atas merupakan tindakan Yesus yang mau mengangkat harkat dan
martabat orang difabel. Di tengah-tengah penderitaan yang seperti itu, sekalipun
tidak jelas fungsi dari penderitaan itu, tapi sebagai seorang SFD, harus sampai
pada titik utama tugas pelayanan itu. Sebab Santo Fransiskus sendiri pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
mencium si kusta yang dikucilkan dan dibuang oleh masyarakat. Fransiskus
melihat wajah Allah dalam diri orang kusta itu.
Kongregasi SFD pun dipanggil untuk melihat titik-titik kehilangan itu bagi
orang cacat untuk memperhatikan orang-orang difabel sebagai bentuk semangat
salib dalam penderitaan orang lain. Yesus mengundang orang-orang cacat untuk
sebuah perjamuan kerajaan-Nya.
Cerita tentang perjamuan ini sangat baik dituliskan oleh penginjil Lukas, di
mana sang Tuan pesta mengundang banyak orang. Tetapi banyak yang tidak mau
datang dengan dalihnya masing-masing. Maka undangan pun dialihkan kepada
orang orang miskin, cacat, buta dan lumpuh (Luk 14:21-23). Dari peristiwa teks
ini, mengajarkan bahwa mengundang orang-orang yang tidak punya kemampuan
untuk membalas, atau mengundang orang-orang miskin, cacat, buta dan lumpuh,
maka akan diberi rahmat berlimpah oleh Allah sendiri, sekalipun mereka tidak
mampu membayar. Bayaran yang kita terima adalah kebangkitan pada akhir
zaman (Luk 14:12). Pendirian sekolah difabel yang dibangun oleh kongregasi
SFD, harus dilihat dalam konteks mengundang orang-orang cacat dalam
perjamuan seperti di atas tadi. Artinya bahwa kongregasi yang menghayati
semangat hidup kedinaan akan semakin konkrit dalam hidup sehari-hari.
Kedinaan bersumber dari Yesus sendiri karena Santo Fransiskus Assisi
sendiri melaksanakan semangat kedinaan yang juga dilakukan oleh Yesus
sebelumnya. Fransiskus Assisi melihat semangat kedinaan Yesus sehingga tidak
ada alasan baginya untuk tidak menjadi hina sama seperti Yesus menjadi dina
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
untuk menolong orang. Dengan demikian jelas bahwa Yesus sang guru kedinaan
menjadi sumber inspirasi bagi siapapun yang berkarya dengan semangat kedinaan.
Sejak lahir, Yesus yang adalah anak Allah lahir di kandang domba. Ia lahir
dari kesederhanaan dan kesalehan keluarga Nazaret. Ia adalah anak yang tumbuh
dalam kesederhanaan cinta ibu Maria dan Yosef yang bekerja sebagai tukang
kayu.
Banyak hal yang dapat menjadi inspirasi dari cara pelayanan Yesus. Dalam
hal kedinaan, Yesus tidak pernah menjauhkan diri dari mereka yang dipandang
rendah dan berdosa. Justru Yesus duduk dan makan bersama mereka yang
dianggap orang berdosa oleh orang banyak. Sejak awal pewartaan-Nya Yesus
mendekati orang-orang berdosa karena untuk orang berdosalah Yesus diutus ke
dunia. Untuk menyelamatkan mereka yang berdosa.
Dalam perjamuan makan terakhir, Yesus melayani para murid-Nya. Ia
bahkan membasuh kaki para murid-murid-Nya sebagai lambang kasih yang harus
dilakukan para murid di antara mereka. Kedinaan ini berlanjut ketika Yesus
ditangkap, disiksa dan disalibkan.
Dalam kesempatan lainnya Yesus selalu berjalan bersama-sama dengan
murid-Nya. Yesus tidak mendapatkan pelayanan kelas eksekutif dalam
melaksanakan pekerjaan-Nya. Dan yang paling membekas dan penting adalah
bagaimana Yesus sama sekali tidak melawan ketika ia disiksa, diolok, bahkan
sampai mati di palang penghinaan salib. Yesus mengakhiri hidup-Nya di atas
kayu salib tempat para penjahat digantung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Kehadiran Yesus pada level terbawah atau terhina mengajarkan bahwa
Yesus selalu ada di tengah-tengah umat manusia tidak peduli asal-usul dan latar
belakangnya. Ia tetap menjadi Bapa bagi setiap orang yang hidup dan percaya
pada-Nya. Penjahat ataupun orang baik tetap menjadi anak-anak-Nya. Hal inilah
yang menjadi inspirasi bagi SFD untuk berkarya bagi semua orang terutama
mereka yang difabel. Dengan kasih dan cinta tulus dari para SFD Allah
dihadirkan kembali bagi mereka yang kurang merasakan kasih itu. Kasih itu
sendiri diarahkan pada siapapun tanpa ada pengecualian.
2.
Semangat Kedinaan sebagai Dasar Pelayanan bagi Kaum Difabel
Seperti yang telah direfleksikan di atas semangat kedinaan yang pernah
menjadi semangat Santo Fransiskus Assisi dalam berkarya juga menjadi semangat
SFD untuk berkarya guna mewujudkan cinta secara nyata dalam karya bagi kaum
difabel. Semangat itulah yang menjadi dasar dalam berkarya.
Santo Fransiskus Assisi adalah lambang kedinaan. Ia adalah simbol
kesederhanaan. Kesederhanaan dan kedinaan ada di balik hidup Santo Fransiskus
Assisi. Melalui Fransiskus Assisi kesederhanaan itu hadir sebagai bentuk
kehadiran Allah sendiri di dunia. Santo Fransiskus mencontoh kesederhanaan
Yesus dengan penuh dan total. Kesungguhan Santo Fransiskus Assisi membuat
orang melihat Yesus di balik diri dan karya Santo Fransiskus Assisi. Ia menjadi
Alter Christus. Sebuah harapan kehadiran Yesus yang menjadi kenyataan bagi
mereka yang merasakan karya-karya-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Semangat kedinaan itulah yang menjadi dasar. Namun dasar dari semangat
itu sendiri adalah kedinaan Yesus yang menjadi teladan bagi hidup Santo
Fransiskus Assisi dalam berkarya. Bukan hanya semangat yang menjadi dasar,
tetapi sumber semangat itu juga digali sampai ke dasarnya yaitu hidup Yesus yang
ada dalam Kitab Suci dan diterjemahkan ke dalam karya pelayanan SFD.
Sebagai sumber pelayanan, semangat kedinaan itu bersumber dari Tuhan.
Dengan kata lain cara mengasihi sesama dalam karya bagi mereka yang difabel
merupakan kasih Tuhan sendiri karena dilakukan dalam kesederhanaan hati.
Dengan menghayati semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi, SFD
menempatkan Yesus sendiri sebagai tokoh panutan yang terpenting dalam
melaksanakan tugas pelayanan itu bagi mereka yang difabel. Selain itu, Yesus
sebagai sumber menjadi inspirasi untuk melaksanakan karya pelayanan. Cara
Yesus menolong siapapun menjadi suatu cara yang ditiru oleh SFD dengan
segenap iman dan kasih.
Dengan semangat kedinaan itu pula setiap SFD mengambil kekuatan dari
sumbernya yaitu Injil suci. Warta suci ini diperjuangkan oleh setiap SFD dengan
penuh semangat, bergembira, ramah dan bersaudara dengan semua orang, seraya
tampil dengan sederhana, rendah hati dan tulus dalam melayani. Hal ini sesuai
dengan semangat SFD dalam menjalani hidupnya dari sumber yang asli yaitu
Injil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
C. Semangat Kedinaan sebagai Tujuan dan Model Pelayanan bagi Kaum
Difabel
Allah begitu mengasihi setiap orang. Apakah mereka mempunyai
kemampuan fisik dan kemampuan intelektual atau tidak. Allah mengasihi
umatnya dengan mengutus Putra-Nya sebagai penyelamat. Terlepas dari
kemampuan, panampilan dan perilaku, setiap anggota kongregasi SFD harus
berusaha untuk memungkinkan kasih Tuhan mengalir pada setiap orang, terutama
pada kaum difabel yang saat ini dilayani.
Semangat kedinaan sebagai tujuan mengandaikan bahwa dengan semangat
itu maka baik suster SFD atau mereka yang ditolong merasakan kesederhanaan
hidup dalam sikap saling tolong menolong. Sebagai model pelayanan semangat
kedinaan terlihat manfaatnya dalam karya-karya SFD. Kedinaan merupakan
sebuah model pelayanan. Dengan kedinaan orang menjadi semakin mendahulukan
orang lain dibanding dirinya sendiri. Dengan kedinaan juga orang akan bekerja
tanpa menghambur-hamburkan uang.
Sebagai sebuah model pelayanan, kedinaan Santo Fansiskus Assisi menjadi
model. Karena kedinaan itu dicontohnya dari Tuhan Yesus sendiri, maka
sebenarnya SFD juga menjadikan Yesus sebagai model dalam pelayanannya.
Dengan menjadikan Yesus dan Santo Fransiskus Assisi sebagai model maka SFD
dalam karyanya menghadirkan kembali Yesus yang mencintai setiap orang
terutama yang difabel sebagai salah satu karya SFD. Demikian juga cara hidup
Santo Fransiskus Assisi menjadi model berkarya dan memupuk relasi dengan
Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Dalam pelaksanaan model kedinaan bagi mereka yang difabel, nilai karya
SFD menjadi motor penggerak utama dan profesionalitas dalam melayani sesama.
Nilai untuk senantiasa bersemangat dalam tugas. Bertugas dengan penuh
kegembiraan dan disiplin apapun keadaan yang dihadapi oleh mereka saat ada dan
bersama mereka. Tentu hal ini bukan masalah yang mudah karena sifat manusia
yang bisa marah dan bosan dalam bertugas.
Nilai Fraternitas selalu menempatkan prioritas kepada mereka yang paling
hina dan susah di dalam hidup. Dalam hal ini mereka yang difabel termasuk di
dalamnya. Untuk menjalankannya mereka harus menyangkal diri dari keinginankeinginan pribadi terutama yang semu dan tidak untuk menolong orang yang
membutuhkan. Dina ini merupakan semangat dalam pelayan. Kongregasi SFD
adalah pelayan-pelayan Kristus melalui pelayanan mereka pada orang-orang
difabel. Dengan semangat ini mereka menempatkan diri sejajar dengan siapapun
mereka yang ditolong. Hal ini tentu menyenangkan bagi mereka yang ditolong
karena merasa dianggap sebagai manusia yang sejajar dengan semua orang
lainnya.
1.
Suara Salib San Damiano adalah Suara Orang Difabel Pada Masa Ini
Santo
Fransiskus
tidak
mempunyai
guru
yang bisa
mengartikan
pengalamannya yang mendengar suara dari atas salib. Hanya Kristuslah yang
selalu menjadi sumber dan dan tujuan hidupnya. Santo Fransiskus selalu bertanya
kepada-Nya lewat doa-doanya setiap hari dengan rendah hati. Ia berdoa di depan
salib Yesus. Dalam suasana doa, Fransiskus mendengar suara dari salib itu sampai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
tiga kali yaitu, Fransiskus pergilah dan perbaikilah rumah-Ku yang nyaris roboh
ini (Bonaventura, II. 1). Dalam konteks pelayanan hal ini dapat diartikan bahwa
Allah sendiri memanggil dan meminta Santo Fransiskus untuk melayani orangorang miskin, buta, cacat, dan lumpuh.
Secara biblis pengalaman Bartimeus yang buta dan sedang duduk di pinggir
jalan (Mrk 10:46). Dan reaksi yang muncul dari orang-orang di pinggir jalan
terhadapnya adalah merupakan reaksi manusia di jaman ini. Teguran orang-orang
kepada Bartimues supaya diam menunjukkan penolakan orang pada zaman ini
terhadap orang-orang difabel.
Ada banyak wajah Bartimeus di zaman ini. Para pendahulu suster SFD pada
masa itu pun melihat Bartimues di sekitar mereka terutama di Namopecawir,
Medan. Peristiwa Bartimeus terjadi pada saat Yesus dan murid-murid ke Yeriko.
Mereka melewati pengemis buta, cacat, dan meminta kepada Yesus dua kali:
“Yesus anak Daud kasihanilah aku”. Peristiwa ini juga seperti kisah suara dari
salib san Damiano. Teriakan difabel ini adalah teriakan yang sama dengan San
Damiano yang meminta supaya dikasihi dan dicintai. Yesus memohon belaskasih
Fransiskus untuk memperbaiki gereja demikianlah juga SFD mewariskan hal
sama untuk mengasihi sesama.
Dua ribu tahun lebih, setelah peristiwa Yesus berhadapan dengan peristiwa
Bartimeus, kaum difabel masih meminta bantuan dan belas kasihan kepada
sesamanya. Suara-suara ini terkadang tidak jelas terdengar. Hal ini ditentukan
oleh sikap orang yang dipanggil. Terkadang bisa seperti para murid yang
menyuruh Bartimeus si buta itu untuk duduk diam. Tentu saja sikap kongregasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
tidak boleh seperti sikap para murid. Sebaliknya harus merespon teriakan mereka,
menyambut orang buta dan harus bertanya, “apa yang ingin aku lakukan untukmu
saudara? ”.
2.
Difabel sebagai Saudara yang Dina
Semangat hidup Fransiskan adalah berada dalam persaudaraan. Puncak dari
persaudaraan itu terletak pada identifikasi diri dengan orang-orang yang dianggap
hina dina. Maka harus bangga hidup bersama dengan orang-orang miskin. Karena
di situlah kebanggaan hidup seorang SFD yang menyandang nama sebagai orang
dina. Bahkan setiap saudara harus dipandang sebagai hadiah. Difabel adalah
hadiah dan rahmat bagi kongregasi SFD. Karena itu harus menunjukkan belas
kasih, atau cinta seperti Yesus yang menemukan belas kasihnya kepada si cacat
dan si miskin.`
Dalam perjalanan-Nya, sebagian hidupnya berada di antara orang-orang
miskin, cacat, dan orang berdosa. Bahkan inilah yang menjadi penyebab mengapa
orang-orang Farisi, ahli taurat, dan tua-tua ragu akan statusnya sebagai nabi.
Totalitas pemberian kehidupan inilah yang dipandang oleh Fransiskus sebagai
sesuatu yang harus diwujudkan para pengikutnya. SFD harus menunjukkkan belas
kasih Allah kepada orang cacat karena mereka adalah hadiah dari Allah bagi SFD.
Belas kasih Allah itu, memampukan SFD untuk melayani kaum difabel
guna membantu mereka yang cacat untuk keluar dari keterbatasannya, baik secara
intelektual maupun secara spikologis. Anak-anak mendapat pendampingan khusus
setiap hari dari para suster dan petugas lainnya. Mereka didampingi dan diajari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
hal-hal praktis dalam hidup sehari-hari supaya bisa mandiri. Mereka dibina
bagaimana cara untuk melipat selimut, mandi, BAB, makan, dan lain sebagainya.
Selain itu mereka juga didampingi dan diajari membuat karya tangan seperti
membuat rosario, membuat sabun piring, menanak nasi, beternak ayam, dan ikan
serta bercocok tanam di kebun. Kegiatan seperti ini selalu dilaksanakan dengan
penuh semangat dan suka cita.
D. Buah-buah Penghayatan Kedinaan dalam Karya Pelayanan SFD bagi
Kaum Difabel
Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik juga. Namun supaya pohon
bertumbuh dengan baik, diperlukan pupuk yang menyuburkan tanah. Dalam hal
ini menghayati semangat kedinaan merupakan pupuk yang sangat baik untuk
hidup dan karya guna menghasilkan buah yang baik itu.
Dengan penghayatan kedinaan maka buah-buah yang akan muncul dan
bermanfaat bagi mereka dan mencicipinya. Buah dari kedinaan itu adalah kerelaan
untuk menderita bersama orang-orang yang miskin, memiliki cinta yang tulus
dalam melayani sesama, penuh tanggungjawab, bersuka cita atau bergembira, rasa
syukur yang besar kepada Allah karena diperkenankan melihat diri-Nya dalam
diri sesama yang menderita. Kerelaan utuk menderita itu tidak lepas dari
kegembiraan sebagai seorang Fransiskan. Dengan menyadari keberadaannya
sebagai orang dina harus tampak dalam hidup yang ceria, gembira atau suka cita.
Seperti Santo Fransiskus Assisi yang gembira bisa hidup di tengah orang miskin
dan menderita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Buah-buah penghayatan kedinaan bermanfaat untuk semua orang di sekitar
terlebih bagi mereka yang difabel. Selain itu buahnya juga bermanfaat untuk
pelayanan itu sendiri. Melayani dengan hati gembira, tulus dan penuh rasa syukur,
maka kepercayaan orang pun terbangun dan yang terpenting mereka merasakan
kehadiran Tuhan melalui perhatian dan cinta dalam karya pelayanan suster SFD.
Dengan demikian apa yang ditanam oleh SFD dalam karya pelayanan bagi
kaum difabel dipupuk oleh penghayatan pada kedinaan hingga menghasilkan buah
yang bukan hanya dirasakan oleh orang yang dilayani tetapi juga bermanfaat
untuk usaha dan karya SFD itu sendiri.
Semua ini semacam siklus tidak berhenti yakni menanam karya, tumbuh,
dipupuk dan kemudian berbuah. Buah ini juga bisa menyuburkan tanah tempat
tanam dan dirasakan manisnya oleh banyak orang terutama mereka yang
mengalami difabilitas. Siklus ini menjadi cara bagaimana mempertahankan
kualitas pelayanan kepada kaum difabel. Dengan mengenal siklus karyanya, SFD
dapat memberikan pelayanan sehingga mereka yang dilayani merasakan Tuhan
menjadi Bapa yang sungguh-sungguh peduli pada mereka.
E. Usaha Meningkatkan Pelayanan dalam Tugas Perutusan
Berbicara tentang usaha meningkatkan pelayanan dan perutusan tentu saja
tidak terhindarkan dari kemajuan zaman. Namun juga tetap memperhatikan
penghayatan kedinaan dalam pelayanan. Keduanya harus berjalan seimbang
dalam meningkatkan pelayanan dan perutusan di tengah-tengah masyarakat dan
Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Meningkatkan mutu pelayanan dengan konteks saat ini berarti juga harus
memanfaatkan apa yang ada saat ini sebagai bagian dari peningkatan mutu.
Misalnya pelayanan bagi mereka yang difabel dapat menggunakan teknologi yang
sekiranya cocok dengan kebutuhan mereka yang difabel. Dalam dinamika
bersama dan renungan atau pelajaran dapat menggunakan media audio atau visual
sesuai dengan situasi atau keberadaan difabilitas.
Sebagai contoh pada beberapa siaran TVRI sering ditampilkan dalam berita
penyampaian berita dengan bahasa isyarat untuk penyandang difabilitas tuna
rungu. Hal ini tentu saja sangat berguna bagi mereka yang menyandang difabilitas
tuna rungu. Mereka dapat mengerti berita yang disampaikan.
Hal ini tentu saja menjadi contoh yang baik dalam peningkatan mutu SFD
dalam bidang difabilitas. Menjadikan media sebagai sarana untuk mendekatkan
Kristus kepada semua orang terutama kepada mereka yang dijauhi, dan tidak
diperhatikan karena mengalami keterbatasan secara fisik dan mental. Melalui
media, mereka yang difabel merasa bahwa Bapa adalah juga Bapa bagi mereka
karena mereka sama seperti orang normal lainnya yaitu dapat memanfaatkan
teknologi dan menikmatinya.
Usaha untuk menyesuaikan pelayanan dengan zaman dilakukan dengan
mendasarkan diri pada visi yang ada yakni “Persekutuan membangun
persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai
dan meninggikan setiap orang”. Dengan demikian segala usaha dapat lebih
terarah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Namun tentu saja segala usaha yang dilakukan harus tetap mendasar pada
penghayatan kedinaan. Keduanya harus berjalan bersama-sama. Di sanalah
kekuatan perutusan berasal dan berkembang. Dengan menghayati kedinaan usaha
menggunakan media modern dalam peningkatan pelayanan merupakan gerakan
yang berisi dan memiliki kekuatan rohani.
F. Life Story Suster SFD yang Melayani Kaum Difabel
Dari beberapa suster yang ditanyakan tentang pendapat dan pengalaman
mereka dalam melayani kaum difabel di sekolah dan asrama SLB-C melalui hand
phone dan email, tentang karya kongregasi di bidang difabel, semangat yang
menjiwai mereka dalam melayani, visi dan misi SFD yang berkaitan dengan
difabel, arti dari kedinaan, sampai pada hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam
pelayanan seturut semangat Fransiskan, maka penulis menyimpulkannya.
1. Bagaimana pendapat suster tentang karya kongregasi dalam karya pelayan bagi
kaum difabel?
Karya pelayanan bagi kaum difabel merupakan karya yang sangat relevan di
zaman ini, karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat dewasa ini. Melihat
kenyataan bahwa anak-anak difabel bukannya berkurang tetapi semakin
bertambah jumlahnya. Hal ini dapat dilihat di tempat karya pelayanan SFD. Di
mana masih ada beberapa orang tua yang selalu menunggu untuk mendapat
tempat di sekolah dan asrama bagi anak-anak mereka, terutama bagi anak lakilaki.
Karya pelayanan bagi kaum difabel juga merupakan karya yang sesuai
dengan semangat kongregasi yang memilih namanya sebagai Suster Fransiskus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Dina. Hal ini tentu terinspirasi dari semangat Santo Fransiskus Assisi yang
mencintai segala mahluk di bumi yang bukan hanya manusia saja tetapi juga
hewan dan segala tumbuh-tumbuhan. Selain itu, Santo Fransiskus juga menyadari
bahwa semua ciptaan adalah saudara-saudari dan anak-anak Allah yang secitra
dengan-Nya dan karena itu mau mengangkatnya. Dengan satu Bapa dan satu
sumber hidup, maka harus saling mencintai dan menerima satu dengan yang lain
sebagai sesama.
Pada zaman itu dikisahkan bahwa, Santo Fransiskus bertemu dengan orang
kusta dan mencium dia yang menderita itu, karena dalam diri orang kusta itu,
Fransiskus melihat wajah Allah. Maka tak perlu diragukan bahwa Santo
Fransiskus pun pasti juga sangat mencintai anak-anak difabel, melayani dan
meninggikan mereka dengan penuh cinta serta kerendahan hati. Jadi Suster SFD
yang menamakan diri sebagai Suster Fransiskus Dina diharapkan ikut serta untuk
mengangkat martabat hidup anak-anak difabel itu dengan mendampingi mereka,
merawat mereka, mendidik dan membekali mereka keterampilan hidup terutama
kemandirian dalam mengurus diri sendiri sehingga dapat bersosialisasi dengan
santun di tengah keluarga dan masyarakat.
2. Bagaimana pendapat suster lain yang suster dengar tentang karya pelayanan
kongregasi di bidang difabel?
Pertama-tama mereka merasa kagum dan bangga mempunyai karya
pelayanan seperti yang disampaikan di atas. Suster SFD dapat menyalurkan dan
membagikan kasihnya kepada Tuhan dengan melayani dan memberi perhatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Secara umum mereka menilai
positif dan mendukung karya pelayanan ini dengan cara hadir atau berkunjung di
tempat anak-anak difabel ini atau ikut terlibat untuk melayani mereka dengan
kesiapan secara lahir batin bila mendapat tugas perutusan dari kongregasi. Namun
masih ada juga yang belum siap bila mendapat tugas perutusan dalam karya ini.
Karya pelayanan ini cocok dengan semangat kedinaan kongregasi SFD, bahwa
semua ciptaan Allah adalah saudara dan anak Allah yang secitra dengan Allah.
3. Spiritualitas Fransiskan manakah yang menyinggung tentang karya difabel!
Semangat kedinaan dari Santo Fransiskus dan rasa cintanya terhadap orang
kusta, menjadi inspirasi bagi SFD. Bagi Santo Fransiskus, dalam diri orang kusta
itu Allah. Karena itu, Santo Fransiskus menyadari bahwa Allah yang Mahatinggi
dan Mahaluhur sudi hadir dalam diri mereka yang menderita dan dipinggirkan.
Hal ini memperdamaikan dia dengan keberadaannya sendiri yang rapuh dan
berdosa, dan membuat dia menjadi saudara bagi mereka yang miskin. Dengan
menganggap dirinya yang paling hina di antara semua insan, Santo Fransiskus
memperoleh mereka bagi Allah yang Mahabaik dan penuh kasih.
Oleh karena itu, SFD yang terinspirasi dengan semangat Santo Fransiskus
berusaha melayani dengan rendah hati dalam mendidik dan membimbing serta
mengupayakan hidup mereka. SFD berjuang mengangkat harkat dan martabat
anak-anak difabel sebagai salah satu peruwujudan dari semangat kedinaan. Anakanak difabel ini, dalam banyak hal adalah “orang-orang kecil, lemah, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
dipinggirkan” maka SFD yang mempunyai semangat kedinaan Fransiskus
dipanggil untuk melayani mereka dengan penuh cinta dan kerendahan hati.
4. Menurut suster, apakah karya pelayanan di bidang difabel sudah cocok dengan
visi dan misi SFD!
Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan
adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang. Rumusan
singkat ini adalah merupakan visi Kongregasi SFD yang diyakini sebagai sebuah
penglihatan yang dianugerahkan Tuhan kepada para suster, dan menjadikannya
sebagai sebuah pedoman hidup dalam gerak bersama untuk melayani Tuhan dan
sesama lewat karya pelayanan. Sebagaimana Bapa meninggikan setiap orang,
maka SFD pun dipanggil untuk melayani dengan rendah hati dan murah hati
dalam karya pelayanan. Terlibat dengan sepenuh hati dalam karya perutusan.
Selain itu, SFD harus “siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya
meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinanNya terhadap manusia dengan
mendampingi, memberdayakan, menghimpun kaum muda, perempuan, orang
kecil orang sakit bersama saudara lain. Dengan misi seperti ini maka karya difabel
merupakan salah satu karya untuk menunjukan bahwa SFD berusaha untuk
melihat kebutuhan zaman. Di mana pada masa ini ada banyak anak-anak difabel
yang membutuhkan pelayanan kasih dan pendidikan ini. Anak-anak difabel juga
merupakan “orang kecil” yang harus mendapat perhatian. Oleh karena itu, visi dan
misi SFD sejalan dengan apa yang dilakukan dalam karya pelayanan lewat karya
di bidang sosial tentang difabel. Tuhan sendiri mencintai dan meninggikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
mereka yang kecil, lemah, miskin, dipinggirkan, dan cacat. Para suster SFD
dipanggil untuk melayani mereka dengan sepenuh hati dan hati terbuka.
5. Spiritualitas Fransiskan mana yang masih harus ditingkatkan agar supaya karya
pelayanan semakin dicintai para suster SFD!
Gelar sebagai seorang Suster Fransiskus Dina (SFD) yang secara langsung
tanpa perantara Santo atau Santa mengakui Fransiskus memiliki kekayaan sangat
banyak tetapi yang sangat melekat padanya adalah sikap Dina. Maka dipertajam
lagi supaya SFD yang menyandang nama sebagai orang Dina berusaha untuk
meneladani Fransiskus yang Dina itu.
Sikap kedinaan dalam hidup bersama dan bermasyarakat dapat dipupuk
dengan sikap penuh kerahiman hati, penyangkalan diri, cinta satu sama lain, dan
hidup dengan sederhana dan ugahari. Selanjutnya bisa juga dengan rela memberi
dan menerima teguran persaudaraan, berani meminta maaf dan memaafkan dan
mau berbagi suka dan duka hidup pada sesama.
Dengan mengambil semangat kedinaan
dari Santo Fransiskus Assisi,
hendaknya sanggup menerima dan mencintai semua orang apa adanya tanpa
syarat. Seperti Santo Fransiskus yang menyadari dan melihat bahwa Allah hadir
terhadap diri orang kusta, sehingga dia mampu mencintai orang kusta tersebut
maupun orang-orang yang ada di sekitarnya tanpa memandang status sosialnya.
Jika para suster SFD memiliki semangat seperti Santo Fransiskus, dengan
melihat Yesus hadir dalam setiap pribadi orang yang layani dalam aneka ragam
karya pelayanan maka karya apapun yang dipercayakan kepada setiap suster SFD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
dapat menumbuhkan rasa cinta dan rasa memiliki dengan sepenuh hati dalam diri
para suster. Karena seorang suster SFD sadar bahwa yang mereka layani bukan
hanya pribadi orang tersebut melainkan diri Yesus Kristus yang hadir dalam
pribadi mereka yang dilayani setiap hari.
6. Apa yang suster pahami tentang kedinaan?
Kedinaan merupakan sebuah sikap yang tampak dalam kesederhana, atau
keugaharian hidup sehari-hari. Tidak sombong dan tidak memegahkan diri dengan
pamer. Sikap yang sederhana tidak hanya berkaitan dengan penggunaan uang
tetapi lebih ditekankan pada sikap hidup bersama dan berkarya dalam pelayanan
setiap hari pada sesama. Bertutur kata yang sopan terhadap sesama, menerima
tugas perutusan dengan rendah hati, dan tidak pamer dengan kelebihan yang
dimiliki.
Sikap Dina itu berarti juga dipenuhi dengan semangat doa dan pertobatan
yang terus menerus seraya menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, bermati
raga, tulus, rela berkorban serta hidup tanpa pamrih dalam pemberian diri. Maka
hal ini dapat diwujudkan melalui keyakinan akan penyelenggaran ilahi dalam
setiap gerak langkah hidup. Melakukan pembaharuan diri atau matenoia yang
terus menerus, sederhana, mati raga, tidak sombong dan mampu menerima semua
orang apa adanya termasuk anak-anak difabel, murah hati, memberikan waktu dan
tenaga, iklas, berani menjadi yang terkecil, lepas bebas dan setia adalah
merupakan bentuk yang khas dalam pelayanan SFD. Kedinaan seperti inilah yang
sangat dibutuhkan dalam karya pelayanan bagi kaum difabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
G. Usulan Program Rekoleksi
1. Latar Belakang Program
Pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) akan semakin terwujud di
dunia ini bagi sesama yang membutuhkan terutama kaum difabel melalui
pelaksanaan suatu
program yang merupakan salah satu bagian dari proses
pembinaan SFD yang secara terus menerus di laksanakan. Salah satu program
tersebut adalah rekoleksi rutin setiap bulan pada minggu kedua. Tema yang
didalami pun biasanya sudah terjadwal dari kongregasi. Hal ini dilaksanakan
serentak oleh semua komunitas SFD Indonesia. Kecuali bila ada halangan yang
sangat mendasar sehingga rekoleksi tidak terlaksana seperti yang direncanakan.
Pada bagian ini penulis akan memaparkan sebuah usulan program untuk
mendukung terjadinya proses pelaksanaan rekoleksi
guna mendalami dan
memahami semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan
khususnya bagi kaum difabel di masa ini. Program yang penulis usulkan atau
tawarkan di sini berupa rekoleksi dengan tidak mengurangi dan meninggalkan
tradisi kongregasi dalam rekoleksi rutin yang dilaksanakan setiap bulan.
Berdasarkan pengalaman penulis dan beberapa suster yang dimintai
tanggapannya, tentang karya pelayanan kongregasi bagi kaum difabel melalui
wawancara dengan model life story, dapat ditangkap ada rasa bangga penuh suka
cita karena karya ini di lihat sebagai sebuah medan untuk mewujudkan semangat
kedinaan itu. Namun ada juga terlihat akan suatu kerinduan yang mendalam dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
para suster untuk melayani dengan sepenuh hati dan memberikan pelayanan itu
kepada sesama dengan sebaik mungkin.
Para suster merindukan suatu pelayanan yang baik dan penuh kasih dengan
didasari oleh semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi yang diwariskan oleh
pendiri kongregasi dan para suster pendahulu. Namun tak jarang hal itu belum
berjalan secara maksimal. Hal ini tentu disebabkan oleh kurangnya pemahaman
dan penghayatan akan semangat kedinaan dalam pelayanan. Kerinduan para SFD
untuk memiliki semangat kedinaan dalam pelayanan diperlukan adanya suatu
penyegaran kembali sebagai penganut semangat kedinaan Santo Fransiskus dalam
karya pelayanan bagi kaum difabel. Maka dari itu semangat kedinaan tersebut
perlu disegarkan kembali melalui rekoleksi yang penulis usulkan ini.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengusulkan suatu program untuk
penyegaran kembali semangat kedinaan dalam melayani sesama baik di tugas
perutusan pun dalam persaudaraan di komunitas. Penulis mengusulkan sebuah
program berupa rekoleksi penyegaran. Semoga dengan pelaksanaan program ini,
para SFD akan semakin menghayati semangat kedinaan dalam pelayanan kepada
Tuhan dan sesama.
2. Alasan Pemilihan Program
Dengan melihat keberadaan dari semangat kedinaan dalam pelayanan bagi
Tuhan dan sesama, yang memberi peran penting dalam tugas pelayanan namun
belum dilaksanakan dengan baik, maka penulis mengusulkan program rekoleksi
berupa penyegaran kembali semangat kedinaan tersebut dalam tugas pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Dengan rekoleksi penyegaran ini harapannya peserta sunguh-sungguh
akan kembali disegarkan, dikuatkan dan terinspirasi dalam menerapkan semangat
kedinaan tersebut dalam tugas perutusannya masing-masing. Dan diharapkan
pula supaya berbuah limpah dan dinikmati oleh banyak orang. Maka semangat
kedinaan dari Santo Fransiskus Assisi yang dijiwai pendiri kongregasi menjadi
warisan bagi para SFD, perlu disegarkan kembali.
3. Tujuan Program
Tugas pelayanan yang dijalani oleh para Suster Fransiskus Dina (SFD) pada
masa kini lebih terarah pada pelayanan terhadap orang-orang kecil, lemah, miskin,
tertindas, dan difabel atau KLMTD. Dalam bidang pendidikan misalnya, akan
mengutamakan anak-anak yang berada di kelas menengah dari mereka yang lebih
mampu dan mapan dalam hidupnya. Karena hal ini selaras dengan pilihan
kerasulan sosial kongregasi, yakni pelayanan kongregasi yang terutama ditujukan
kepada mereka yang memerlukan perhatian dan karya kasih yang tulus. Karya
pelayanan tersebut tak jarang berhadapan dengan tantangan yang datang dari
masyarakat sekitar maupun lingkungan karya dan komunitas.
Dari uraian tersebut di atas, tujuan program ini dimaksudkan supaya dalam
karya pelayanan para peserta yakni para SFD tetap setia dan semangat dalam
menjalani tugas perutusannya dengan tetap menerapkan semangat kedinaan yang
telah diwariskan para pendahulu. Karena dari buku-buku spiritualitas kongregasi
yang didalami dan memperkaya gagasan refleksi ini, ditemukan bahwa semangat
kedinaan sangat cocok diterapkan bagi karya perutusan SFD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
4. Rumusan Tema dan Tujuan
Dengan tujuan yang sudah dipaparkan di atas, maka yang menjadi usulan
dalam program rekoleksi ini adalah:
Tema Umum
: Bersama Santo Fransiskus Assisi menjadi pelayan yang
dina dalam karya pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD).
Tujuan Umum
: Bersama pendamping pesera semakin menyadari tugas dan
panggilannya sebagai seorang pelayan yang dina sehingga
peserta
terdorong
untuk
semakin
menghayati
dan
menerapkan semangat kedinaan dalam karya pelayanan.
Tema I
: Meneladan Santo Fransiskus Assisi yang dina
Tujuan Tema I
: Bersama pendamping, peserta meneladan Santo Fransiskus
Assisi yang memiliki semangat dina dalam hidup sehingga
menjadi orang dina.
Tema II
Tujuan Tema II
: Melayani tanpa pamrih
: Bersama pendamping, peserta menyadari bahwa melayani
adalah pemberian diri pada sesama dengan tulus tanpa
mengharapkan balasan (tanpa pamrih) sehingga mereka
semakin peduli kepada orang yang membutuhkan.
Tema III
: Spiritualitas seorang pelayan Tuhan dan sesama
Tujuan Tema III
: Bersama pendamping, peserta semakin menyadari bahwa
dalam karya pelayanan perlu memiliki hati sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
seorang pelayan yang memiliki sikap dina dengan hati
gembira.
Sub Tema IV
: Belajar dari pola pelayanan Santo Fransiskus Assisi.
Tujuan Tema IV : Bersama pendamping, peserta memahami kembali dan
mengikuti pola pelayanan Santo Fransiskus sang pelayan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
5. Matriks Program Rekoleksi Bagi para Suster Fransiskus Dina (SFD)
Tema Umum
: Bersama Santo Fransiskus Assisi menjadi pelayan yang dina dalam karya pelayanan Suster Fransiskus Dina
(SFD).
Tujuan Umum
: Bersama pendamping pesera semakin menyadari tugas dan panggilannya sebagai seorang pelayan yang dina
sehingga peserta terdorong untuk semakin menghayati dan menerapkan semangat kedinaan dalam karya
pelayanan.
No
1
Tema
Tujuan
Meneladan
Bersama
Santo
peserta
Fransiskus
Fransiskus
Uraian Materi
pendamping,
meneladan
Santo
Assisi
yang
Assisi yang memiliki
semangat
dina
dina
menjadi
sehingga
Metode
Sarana
 Arti kedinaan
 Informasi
 Hidup Fransiskus
 Tanya jawab • LCD
 Panggilan Fransiskus
 Refleksi
• Laptop
• Teks lagu
(2000: 27-28).
Kisah tiga
 Konstitusi SFD
orang
(2015: 13)
Melayani
Bersama
pendamping,
 Arti melayani
tanpa
peserta menyadari bahwa
tanpa pamrih
pamrih
melayani adalah pemberian
diri pada sesama dengan
tulus tanpa mengharapkan
balasan
 Groenen, OFM
Sahabat.
dina.
2
Sumber Bahan
(tanpa
pamrih)
 Filipi 2:1-11: Allah
adalah kasih
 Renungan tentang
Allah adalah kasih
 Refleksi
Pribadi
 Tanya
Jawab
 Informasi
 Laptop
 Teks
 Bergant Dianne
dan Robert
fotocopy
(2002). Tafsir
kutipan
Alkitab
Filipi 2:1-
Perjanjian Baru.
11
Yogyakarta:
sehingga mereka semakin
Kanisius,
peduli kepada orang yang
halaman 355-356.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
 Kitab Suci
membutuhkan.
3
pendamping,
 Kolose
3:23: • Informasi
Spiritualitas
Bersama
seorang
peserta semakin menyadari
pelayan
bahwa
Tuhan
pelayanan perlu memiliki
Melayani
hati sebagai seorang pelayan
dengan karunia yang
yang memiliki sikap dina
dimiliki
dalam
karya
•
Melayani Tuhan
1
Petrus
4:10
sesuai •
•
 Konsitusi art. 13
• Kertas flap
Karris,
OFM,
dan spidol
2002”
Tafsiran
Alkitap Perjanjian
Diskusi
Baru”
•
kelompok
•
untuk melayani
Tanya
Sharing
pengalaman
:
art.
Suci
Perjanjain
Baru
Lembaga
2002,
Alkitab
Indonesia.
19:
Yogyakarta:
Mendahulukan
pelayanan
Kitap
Jakarta,
Persekutuan dina
 Konsitusi
Bergant,
SCA dan Robert J.
jawab
 Matius 20:28: Datang
dengan gembira hati.
• Dianne
Refleksi • LCD
pribadi
:
• Laptop
Kanisius
orang
 Konstitusi SFD
kecil
(2015: 13, 19)
 Pengalaman
peserta
4
Belajar dari Bersama
pendamping,  Kisah tiga Sahabat art.
pola
peserta memahami kembali
11: Mengalahkan diri
pelayanan
dan
berkat orang kusta.
mengikuti
pola
• Tanya jawab
•
• LCD
Diskusi • Laptop
kelompok
 Film
 Groenen, OFM
(2000: 27-28).
Kisah tiga Sahabat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Santo
pelayanan Santo Fransiskus
Fransiskus
sang pelayan.
Assisi.
• Rangkuman/
informasi
singkat
 Laba ladjar, OFM
tentang St.
(2000: 193).
Fransiskus
Karya-karya
merawat
Fransiskus.
orang kusta  Pengalaman
peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
6. Persiapan Rekoleksi
Langkah-langkah Kegiatan Rekoleksi
Hari/
Waktu
Kegiatan
Tanggal
Minggu, 9 08.00-08.30
Oktober
08.30-08.45
2016
Check in dan Ice Breaking

Pembuka

Lagu pembuka: Datanglah Roh Maha
Kudus
08.45-10.00

Doa pembuka

Pengantar
Kegiatan Inti I: Meneladan Santo Fransiskus Assisi
yang dina

Arti kedinaan

Hidup Fransiskus

Panggilan Fransiskus
10.00-10.30
Snack dan minum
10.30-12.00
Kegiatan Inti II: Melayani tanpa pamrih
11.45-12.00
 Melayani dengan tulus iklas
 Refleksi pribadi/diskusi dari materi
12.00-15.00
• Ibadat siang
• Makan siang
• Istirahat
15.00-16.00
Kegiatan Inti III:
Spiritualitas seorang pelayan Tuhan
 Peserta diajak untuk masuk dalam kelompok
kecil (4 orang/kelompok) dan merenungkan teks
Kitab Suci yang berbicara tentang pelayanan
dan membahasnya dalam kelompok tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
 Peserta memplenokan hasil diskusi.
16.00-16.30
Snack dan minum
16.30-17.00
Kegiatan IV: Belajar dari pola pelayanan Santo
Fransiskus Assisi
 Peserta diajak untuk menyaksikan tayangan
singkat tentang Fransiskus yang merawat orang
kusta.
 Peserta diajak untuk mengambil makna dari
tayangan tersebut secara pribadi kemudian
merefleksikannya (refleksi pribadi).
17.00-17.45
Peserta
memplenokan
permenungannya
hasil
tentang
refleksinya
kisah
atau
Fransiskus
“Merawat orang kusta”.
17.45-18.00
• Peneguhan
• Penutup:
- Doa penutup
- Lagu penutup: Aku melayani Tuhan
Langkah-langkah:
1. Tema I
: Meneladan hidup Santo Fransiskus Assisi yang dina
2. Tujuan
: Bersama pendamping, peserta meneladan Santo Fransiskus Assisi
yang memiliki semangat dina sehingga menjadi orang dina.
3. Waktu
: Minggu, 9 Oktober 2016, Pukul 08.00-18.00 WIB
4. Peserta
: Para Suster Fransiskus Dina (SFD)
5. Proses Pelaksanaan
a. Pembukaan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
1) Doa Pembuka
Puji dan syukur kami haturkan kepada-Mu ya Tuhan, karena pada
kesempatan ini Engkau telah mengumpulkan kami semua hamba-hamba-Mu yang
dina dalam persaudaraan Suster Fransiskus Dina. Hari ini kami secara bersamasama akan mendalami kembali hidup rohani kami, khususnya dalam merenungkan
semangat bapa kami Santo Fransiskus yang dina itu. Kami berharap semoga
dengan kegiatan ini, kami sungguh-sungguh dibarui dalam semangat melayani
sesama seperti bapa kami Santo Fransiskus yang melayani semua orang dengan
sepenuh hati, terlebih melayani yang sakit dan menderita. Bukalah hati kami
dengan sabda-Mu yang tampak dalam hidup Santo Fransiskus, dia yang menjadi
pelindung kongregasi memampukan kami untuk melayani-Mu dalam diri sesama
yang membutuhkan. Bersama dengan Santo Fransiskus yang menjadi teladan
hidup kami, sungguh-sungguh menjiwai kami semua dalam tugas pelayanan pada
sesama. Utuslah Roh-Mu membimbing kami dalam permenungan hari ini supaya
kami dapat menggunakannya dengan sepenuh hati. Doa ini kami haturkan kepadaMu dengan perantaraan Kristus, Tuhan dan pengantara kami, yang hidup dan
berkuasa dalam persekutuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa.
Amin
2) Lagu Pembuka : Datanglah Roh Maha Kudus (MB. 448) (terlampir)
3) Pengantar
Para suster yang terkasih dalam Kristus Tuhan, pada kesempatan ini kita
bersama-sama akan menggali dan mendalami kembali semangat kedinaan bapa
Santo Fransiskus Assisi yang menjadi teladan dan semangat hidup kita dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
melayani sesama lewat tugas perutusan masing-masing. Pada kesempatan ini,
yang menjadi tema rekoleksi kita “Bersama Santo Fransiskus Assisi menjadi
pelayan yang dina dalam karya pelayanan Suster Fransiskus Dina (SFD)”. Dan
dalam sesi pertama ini kita mau mendalami Santo Fransiskus Assisi yang dina.
Sikap dina itu terlihat dalam seluruh keberadaan diri dan hidupnya.
Fransiskus yang dina adalah seorang pribadi yang sungguh-sungguh total
dalam mengabdi Tuhan dan sesama. Pribadi yang selalu rendah hati, dan murah
hati. Selalu membuka hati bagi penderitaan sesama yang dijumpai, termasuk
orang kusta yang dikucilkan orang masyarakat.
Karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina, akan semakin dirasakan
banyak orang bila disertai dengan semangat hidup dina di tengah-tengah mereka.
Namun hal itu tidaklah mudah, membutuhkan suatu perjuangan untuk menghayati
dan menerapkan warisan agung itu. Maka pada awal rekoleksi ini, marilah kita
membuka hati supaya dapat mengikutinya dengan penuh semangat supaya
dikuatkan untuk terus mewujudkan semangat kedinaan dalam karya pelayanan.
b. Kegiatan Inti I:
1) Materi Pertemuan : Meneladan Santo Fransiskus Assisi yang dina
2) Tujuan Pertemuan
:
Bersama
Fransiskus
pendamping,
peserta
Santo
Assisi yang memiliki semangat dina
sehingga menjadi orang dina.
3) Pengertian Dina
meneladan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Dina dalam konteks semangat Fransiskan adalah minor, yang artinya;
rendah, hina, tidak setara dengan yang lain. Santo Fransiskus menjadikan
hidupnya sebagai fratrum minorum yang artinya saudara dina. Fransiskus
menyebut ordonya adalah frater minor.
Kedinaan atau Dina merupakan suatu sikap untuk berada di hadapan Allah
Yang Mahatinggi. Menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang.
Selain itu, dina juga sama dengan rendahan, dan tunduk pada orang lain, dengan
selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang hina.
Jadi konsep kedinaan bila dikaitkan dengan pelayanan sebagai saudara,
kerendahan hati dan sifat tunduk serta yang menjadi pendorong semua itu adalah
cinta, seperti dalam diri Kristus, yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk
melayani. Karena itu, diperlukan sikap, “menyangkal diri”.
4) Penjelasan mengenai Santo Fransiskus yang Dina
a) Hidup Fransiskus
Santo Fransiskus adalah anak seorang pedang terkenal. Ayahnya bernama
Pietro Bernardone, dan ibunya Donna Picca. Pada masa mudanya, ia hidup dalam
kemewahan berlimpah. Ia disenangi oleh teman-teman sebayanya karena boros
dan murah hati. Setiap malam Fransiskus dan teman-temannya memenuhi jalanjalan kota Assisi. Kala itu, sedang terjadi perang antara Assisi dan Perugia. Semua
pemuda ikut berperang melawan Perugia, termasuk Fransiskus. Awalnya, ia
bercita-cita menjadi seorang ksatria tetapi gagal karena ia memilih panggilan lain
untuk terlibat demi karya keselamatan yang direncanakan oleh Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Suatu ketika, Fransiskus meninggalkan rumahnya, dan mencari orang kusta.
Hasil penjualan kain dibagi-bagikan kepada orang miskin. Melihat hal itu,
ayahnya Pietro marah besar dan mempermalukan Fransiskus di depan uskup
Guido. Pada saat itu Fransiskus mengembalikan harta milik ayahnya. Ia
melaksanakannya secara radikal. Ia menanggalkan pakaiannya, meletakkan pada
kaki ayahnya dan menempatkan diri sepenuhnya di bawah perlindungan uskup.
Sejak saat itu putuslah sudah hubungan ikatan ayah dan anak. Pietro Bernardone
menolak Fransiskus menjadi ahli waris dari kekayaannya.
b) Panggilan Fransiskus
Hubungan Fransiskus dengan masa lampau putuslah sudah. Fransiskus
menemukan panggilannya dalam Injil. Pada saat mengikuti misa, ia mendengar
Injil Matius 10 dibacakan yang isinya tentang perintah Yesus yang mengutus para
rasul dengan tidak membawa apa-apa. Mendengar hal itu hatinya sangat
bergembira. Bagi Fransiskus, hal itu merupakan wahyu dari Tuhan untuknya dan
setiap orang yang akan menggabungkan diri dalam persekutuannya.
Santo Fransiskus berpesan bahwa, setiap orang yang menggabungkan diri
pada persekutuannya, supaya cinta satu sama lain dengan mewujudkan menjadi
yang paling dina. Fransiskus sangat menghayati hidup dina melalui keterbukaan
hatinya kepada sesama yang miskin dan menderita, bahkan kepada orang kusta. Ia
mampu melihat Allah yang Mulia dalam diri setiap makhluk yang hidup, bahkan
dalam diri orang kusta yang terluka dan menderita. Maka itu, ia menyebut setiap
ciptaan sebagai saudara. Karena itu, Fransiskus rela menjadi orang yang terkecil
dan hamba. Bagi Fransiskus merupakan suatu kebodohan bila lebih senang dipuji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
dan disanjung-sanjung, sebaliknya ia akan lebih bahagia dan gembira bila harus
dihina dan menderita demi sesamanya.
Penghayatan Santo Fransiskus akan hidup dina menjadi teladan dan
motivasi bagi para pengikutnya terutama kongregasi SFD yang menyandang nama
sebagai suster dina dalam menanggung setiap kesulitan dan tantangan yang
dihadapi dalam tugas pelayanan. Dalam aturan hidup kongregasi SFD, yakni
statuta dituliskan bahwa seorang SFD harus mampu memupuk kedinaan dalam
hidup bersama dengan kesediaan memberi dan menerima teguran persaudaraan,
menerima kelemahan dan kelebihan sesama suster, dan berani minta maaf dan
memaafkan. Mau mengerjakan tugas yang sederhana dan tersembunyi yang biasa
dipandang rendah oleh banyak orang. Maka dari itu, untuk sampai pada
penghayatan akan kedinaan tersebut membutuhkan keterbukaan hati akan bisikan
Roh Kudus.
c. Kegiatan Inti II
1) Materi Pertemuan : Melayani tanpa pamrih
2) Tujuan Pertemuan : Bersama pendamping, peserta menyadari bahwa melayani
adalah pemberian diri pada sesama dengan tulus tanpa
mengharapakan balasan (tanpa pamrih) sehingga mereka
semakin peduli kepada orang yang membutuhkan.
3) Penjelasan mengenai melayani tanpa pamrih
a) Arti melayani tanpa pamrih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Kasih adalah tindakan atau perbuatan dimana orang harus berani keluar
dari diri sendiri, melepaskan segala kepentingan diri dan menuju pada sikap
altruis. Hanya satu yang mau dicapai ketika orang memberikan perhatian atau
bantuan kepada orang lain, yaitu kebahagiaan. Betapa suka-citanya hati ketika
dapat memberikan kasih itu secara tulus dan cuma-cuma kepada sesama tanpa
mengharapkan balasan dari dia demi kebahagiaannya, lebih-lebih mereka yang
kecil, lemah, miskin, tertindas, dan difabel. Hanya hati yang sederhana dan dina
yang mampu memberikan kasih dan perhatian tanpa pamrih bagi orang lain.
Dalam kehidupan ini, orang sering mengungkapkan kata atau mendengar
kata cinta kasih. Banyak orang yang memiliki maksud dalam mengasihi sesama.
Ada yang dengan tulus mengasihinya dan ada pula yang hanya berpura-pura. Ada
yang memberi perhatian supaya ia juga diperhatikan atau tidak ingin perhatiannya
sia-sia. Pendeknya, motivasinya mengasihi orang lain supaya dikasihi juga.
Hal-hal di atas dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan seperti;
seorang guru malas mengajar karena gajinya kecil, seorang ahli hukum tidak mau
membantu jika dibayar murah, dan lain sebagainya. Dan masih banyak gambaran
lainnya yang menunjukan bahwa banyak orang yang memberi syarat untuk
mengasihi sesama. Inilah gambaran dunia saat ini. Siapakah yang masih memiliki
cinta kasih yang tulus tanpa pamrih kepada sesama? Apakah ada yang berani
keluar dari diri sendiri untuk sejenak mengasihi orang lain dengan lebih sungguhsungguh demi kebahagiaan mereka itu?
4) Bacaan : Flp 2:1-11 (teks terlampir)
5) Renungan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi 2:1-11, mengungkapkan
bahwa di dalam Allah ada kasih. Kasih merupakan ciri khas Allah Bapa yang
tidak mungkin dipisahkan. Rasul Paulus mengajak jemaat untuk bersatu hati,
sepikir dan seperasaan di dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Selain itu
Paulus juga mengajak supaya lebih mengutamakan orang lain terlebih dahulu dari
pada diri sendiri. Mendahulukan orang yang membutuhkan daripada kepentingan
sendiri. Semua itu adalah sifat yang bagi Paulus bagian dari hidup sebagai orang
Kristen.
Dalam hidup-Nya, Kristus Yesus telah mengasihi manusia dengan tidak
mengharapkan balasan apapun dari manusia. Dalam mengasihi, Kristus rela
menderita sengsara, bahkan merendahkan dirinya sampai mati di kayu salib demi
manusia. Ia melihat bahwa keselamatan domba-domba-Nya lebih penting dari
keselamatan-Nya sendiri sehingga Ia mengorbankan nyawan-Nya. Semua itu
dilihat Paulus sebagai sebuah teladan.
Paulus melihat bahwa ada sebuah pengingkaran diri dan kerendahan hati
yang hebat yang dilakukan oleh Yesus, dan berujung pada kematian. Pada akhir
perikopa, Paulus menampilkan hal yang diakibatkan oleh perendahan diri dan
kerendahan hati sampai mati di kayu salib yaitu kemuliaan yang diberikan Allah
kepada Yesus dengan sebuah nama yang mengatasi segala nama. Demikian
Paulus memperlihatkan sebuah teladan dari Yesus supaya umat di Filipi
mengikutinya.
Dengan demikian kita harus belajar dari sumber kasih sendiri yaitu Allah
melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Dalam suka dan duka kita dalam mengasihi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
kita harus senantiasa membawa pengalaman itu pada Yesus sebagai Guru kasih
dalam pelayanan. Teladan Kristus adalah sumber kekuatan bagi kita saat
pelayanan yang diberikan mengalami kesulitan dan tantangan. Ajakan Paulus
untuk melihat orang lain lebih utama dari diri sendiri merupakan sebuah modal
bagi kita SFD untuk dapat melayani tanpa pamrih. Selanjutnya pelayanan yang
tanpa pamrih itu sendiri kita lihat dalam cinta Yesus yang sampai saat ini tidak
menuntut apa-apa sebagai balas atas cinta-Nya dengan memberikan diri-Nya mati
di kayu salib. Yesus telah mencintai kita tanpa pamrih maka kita juga harus
mencintai sesama tanpa pamrih
Sesi ini mengajak kita semua untuk menyadari bahwa pelayanan kasih
adalah pemberian diri tanpa pamrih kepada sesama dengan meneladani Yesus
Kristus yang menjadi serupa dengan manusia dan mengorbankan nyawa-Nya
dengan mati di kayu salib bagi kita sahabat-Nya. Pengorbanan Yesus yang luar
biasa itu tidak menuntut manusia untuk membalas kasih-Nya. Semoga kita dapat
keluar dari diri kita dan mengasihi sesama manusia tanpa pamrih, terutama yang
membutuhkan bantuan kita, sebagai wujud kasih Allah yang mengasihi manusia.
d. Kegiatan Inti III
1) Tema III
: Spiritualitas seorang pelayan Tuhan dan sesama
2) Tujuan Pertemuan : Bersama pendamping, peserta semakin menyadari bahwa
dalam karya pelayanan perlu memiliki hati sebagai
seorang pelayan yang memiliki sikap dina dengan hati
gembira hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
3) Pengertian Spiritualitas
Spiritualitas adalah Roh Allah yang memberi daya untuk menyemangati,
memotivasi, menjiwai, memberi kekuatan, dan membimbing serta meneguhkan
agar tidak mudah putus asa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Spiritualitas bentuk kehidupan rohani yg dilandasi oleh bimbingan Roh Kudus
agar semakin mengimani dan mencintai Yesus Kristus serta berkembang dalam
iman, harapan dan kasih di tengah dunia.
Spiritualitas hidup seorang pelayan dimaksudkan bentuk kehidupan rohani
para pelayan yang sesuai dengan tuntunan Roh Kudus dalam mengembangkan
iman, harapan, dan kasih dalam pelayan kepada Yesus Kristus, umat Allah
(Gereja-Nya). Seorang pelayan Tuhan dan sesama, perlu menyadari, mengetahui
dan menghidupi apa yang seharusnya menjadi spiritualitas pelayanan yang dia
hidupi.
Spiritualitas pelayanan yang merupakan semangat yang menjiwai, selalu
memotivasi, dan memberi kekuatan, serta meneguhkan agar tidak mudah putus
asa dalam melaksanakan karya perutusan, setia dan penuh kerelaan dalam
melaksanakannya walaupun menghadapi banyak kesulitan dan tantangan. Dapat
dikatakan bahwa spiritualitas seorang pelayan merupakan spiritualitas Injil yang
selalu memancarkan kegembiraan atau suka-cita bagi banyak orang. Seperti yang
diungkapkan Rasul Paulus ”Bukan aku sendiri yang hidup dalam diriku,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal 3:27).
a) Kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Peserta diberi waktu masuk dalam kelompok kecil seperti kelompok sebelumnya.
Kemudian peserta diberi tugas untuk merenungkan bersama dalam kelompok
kecil teks Kitab Suci yang berbicara tentang sikap seorang pelayan. Pendamping
memberikan kebebasan kepada kelompok untuk memilih teks Kitab Suci dan
konstitusi kongregasi SFD yang menjadi bahan permenungan;
- Kolose 3:23
: Melayani Tuhan
- 1 Petrus 4:10
: Melayani sesuai dengan karunia yang dimiliki
- Matius 20:28
: Datang untuk melayani
- Konsitusi art. 13
: Persekutuan dina
- Konsitusi art. 19
: Mendahulukan pelayanan orang kecil
- Markus 12:41-44 “Persembahan seorang janda”.
b. Pleno (Supaya saling memperkaya satu sama lain, setelah peserta membahas
teks
Kitab Suci dan konstitusi dalam kelompok kecil, pendamping meminta 3 (tiga)
kelompok untuk memplenokan hasil diskusi dalam kelompok besar).
e. Kegiatan Inti IV:
1) Tema
: Belajar dari pola pelayanan Santo Fransiskus Assisi.
2) Tujuan Pertemuan : Bersama pendamping, peserta memahami kembali dan
mengikuti pola pelayanan Santo Fransiskus sang
pelayan.
a) Peserta diajak untuk menyaksikan tayangan singkat “Santo Fransiskus yang
tinggal bersama dan merawat orang kusta”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
b) Membaca teks Kisah tiga Sahabat art. 11: Mengalahkan diri berkat orang kusta.
c) Makna apa yang dapat suster ambil dari tayangan tersebut serta dari bacaan
Kisah tiga Sahabat 11, tentang Santo Fransiskus yang merawat orang kusta!
d) Niat-niat apa yang hendak suster lakukan untuk dapat mewujudkan pelayanan
dina dalam hidup sehari-hari, terutama dalam merawat kaum difabel!
e) Kemudian pendamping meminta kepada peserta untuk menuliskan aksi konkrit
mereka dalam melayani sesama. Peserta kembali masuk dalam kelompok masingmasing. Dalam kelompok peserta menggabungkan rencana dan niat yang akan
dibuat dan menyimpulkannya menjadi sebuah komitmen bersama.
f) Pengendapan dari seluruh kegiatan rekoleksi.
f. Penutup
1) Doa Bapa Kami
2) Doa penutup : spontan dari peserta
3) Lagu penutup : Aku Melayani Tuhan (teks terlampir)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
BAB V
PENUTUP
Pada bab V ini, penulis merangkum isi bab-bab sebelumnya, yaitu gagasan
penting yang menjadi kesimpulan dari karya tulis ini. Penulis juga akan
menuliskan beberapa saran yang kiranya dapat membantu para Suster Fransiskus
Dina (SFD) untuk lebih meningkatkan semangat kedinaan dalam tugas pelayanan
bagi kaum difabel seturut teladan Santo Fransiskus Assisi.
A. Kesimpulan
1. Teladan kedinaan Santo Fransiskus Assisi merupakan suatu semangat untuk
mengutamakan orang lain daripada diri sendiri (altruis). Perjalanan hidup dan
karya Santo Fransiskus Assisi sepenuhnya berusaha menjalani apa yang sudah
Yesus lakukan terutama untuk merendahkan diri-Nya untuk membantu sesama
yang menderita. Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) dalam hidup dan
karya pelayanan melihat dan bercermin dari Santo Fransiskus Assisi sebagai
pelindung dan contoh hidup dalam persaudaraan. Semangat kedinaan
hendaknya menjiwai dalam melaksanakan karya pelayanan bagi sesama
terutama kaum lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Yang terutama, semangat
kedinaan dipahami dan dihayati sebagai sikap dasar bagi hidup panggilan dan
pelayanan para suster SFD.
2. Inspirasi utama semangat kedinaan dalam suatu karya pelayanan yang
dilakukan untuk menolong orang difabel adalah menunjukkan kepada kaum
difabel dan seluruh semesta bahwa Allah adalah Bapa bagi semua orang karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
itu para suster SFD dan seluruh umat manusia adalah saudara bagi kaum
difabel karena sama-sama sebagai anak Allah dan sahabat-sahabat Kristus.
Kaum difabel bukanlah ciptaan yang gagal atau terkutuk tetapi manusia yang
sungguh memiliki kesetaraan derajat dan martabat dengan manusia lainnya.
Sepanjang hidup-Nya, Injil bersaksi, bahwa Yesus sudah mengajarkan dan
bertindak melayani para penyandang difabel ini. Sebagai pengikut Kristus,
Santo Fransiskus telah mengikuti Yesus dengan sempurna dan memberikan
teladan hidup, bahwa untuk dapat menjadi saudara bagi kaum dina, harus
menghidupi semangat kedinaan itu.
3. Namun semangat kedinaan harus diterjemahkan ke dalam zaman yang terus
saja berkembang. Hal ini menuntut kerja keras SFD dalam meningkatkan dan
mengembangkan karya dalam bidang difabilitas ini. Semangat kedinaan untuk
mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri tentu masih relevan bagi situasi
zaman saat ini. Namun semangat itu harus terbuka pada perubahan zaman
untuk selalu memenuhi kebutuhan mereka yang difabel. Semangat kedinaan
yang menjadi pupuk bagi karya pelayanan dapat membantu mereka yang
difabel untuk menghasilkan buah yang baik dan manis hingga dapat dirasakan
oleh banyak orang dan juga berguna bagi kelanjutan karya itu sendiri.
Internalisasi semangat kedinaan melalui doa, meditasi, rekoleksi, retret, dan
sebagainya dapat memperbesar nyala api semangat kedinaan. Dan kesediaan
untuk bersahabat dengan semua orang, dan terlibat dalam karya pelayanan
serta berkehendak untuk mau mengenal dengan sungguh segala hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
berkaitan dengan difabilitas akan dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan para SFD dalam melayani kaum difabel.
B. Saran
Semangat kedinaan masih relevan dalam menjalankan karya pelayanan
namun harus tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun saran yang
ditawarkan oleh penulis melalui karya tulis ini ialah:
1. Ditujukan kepada kongregasi SFD supaya selalu terbuka pada perubahan dan
perkembangan zaman dan mampu menyesuaikan semangat kedinaan yang
dihidupi dengan situasi zaman saat ini demi mutu dan pengembangan karya
pelayanan untuk membantu mereka yang difabel. Selain itu supaya tetap
memupuk dan memelihara semangat kedinaan dalam melaksanakan karya
pelayanan apapun khususnya pelayanan bagi mereka yang difabel.
2. Bagi para suster SFD pengemban tugas pelayanan untuk mereka yang difabel
supaya tetap berkarya dalam semangat kedinaan dan menyesuaikannya dengan
perkembangan zaman. Selain itu juga untuk mengembangkan karya bagi
mereka yang difabel perlu juga untuk memanfaatkan sarana-sarana masa kini
supaya dapat mendukung tujuan karya yaitu supaya mereka yang difabel
melihat bahwa Allah adalah Bapa bagi semua orang.
3. Bagi PAK supaya melihat juga semangat-semangat lain yang ada seperti
semangat kedinaan pada kongregasi suster SFD dan melihat bagian-bagian
yang relevan untuk difasilitasi agar bisa dibagikan kepada mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
4. Bagi setiap pembaca tulisan ini dan yang berkehendak baik untuk berani
mencoba menerapkan semangat kedinaan dalam setiap tugas yang diemban.
Dengan mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri terlebih bagi mereka
yang membutuhkan pertolongan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
DAFTAR PUSTAKA
Adi Prasetyo, F. (2014). Disabilitas dan Isu Kesehatan. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan, Semester II. Diakses melalui
www.depkes.go.id pada tanggal 10 Juni 2015. (hal. 34-35).
Agus Diono. (2014). Situasi Penyandang Disabilitas. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan, Semester II. Diakses melalui
www.depkes.go.id pada tanggal 10 Juni 2015. (hal. 20).
Alkitab Deutrokanonik. (2009). Alkitab. Jakarta: LAI
Anggaran Dasar Ordo III Regular St. Fransiskus Assisi. (1984). Jakarta: Sekafi.
Anggaran Dasar Tanpa Bulla. (2001). Karya-karya Fransiskus. (Leo Laba Ladjar,
Penerjemah). Jakarta: Sekafi.
Aziz Safrudin (2014). Perpustakaan Ramah Difabel: Mengelola Layanan
Informasi bagi Pemustaka Difabel. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Benediktus XVI. (2010). Deus Caritas Est. (R.P. Piet Go, O.Carm, Penerjemah).
Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2005).
Bodo, Murray OFM. (2002). Fransiskus: Perjalanan dan Impian. Bogor: Grafika
Mardi Yuana.
Bonaventura, St. (1996). Kesempurnaan Hidup. (Alex Lanur, OFM, Penerjemah).
Jakarta: Obor. (Karangan asli ditulis tahun 1260).
Celano, Thomas. (1981). St. Fransiskus dari Assisi: Riwayat Hidup yang Pertama
dan Kedua (sebagian). (J. Wahjasudibja, OFM, Penerjemah).
Jakarta: Sekafi.
De Raat, Judith. (2000). Sebuah Harta Tersembunyi: Spiritualitas Suster-suster
Fransiskanes Dongen, Etten, dan Roosendal. Jakarta. Luceat.
Depkes RI. (2010). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa
(SLB). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Esser, Kajetan OFM. (2000). Karya-karya Fransiskus. (Ladjar Leo L, OFM,
Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana
______________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Ibadat Sengsara Tuhan. (Leo
Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi.
_____________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Petuah St. Fransiskus. (Leo
Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi.
______________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Wasiat St. Fransiskus. (Leo
Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi.
______________. (2001). Karya-karya Fransiskus: Salam kepada Keutamaan.
(Leo Laba Ladjar, Penerjemah). Jakarta: Sekafi.
Gerlach OFM Cap. (2014). Sejarah Para Pendahulu Kongregasi Suster Fransikus
Dina (SFD). (Alberta. CB, Penerjemah). Yogyakarta: (Buku asli
diterbitkan pada tahun 1940).
Groenen, Cletus P. OFM. (1970). Spiritualitas Santo Fransiskus. Yogyakarta.
Homel, Bram, MTB. (2001). Kursus Spiritualitas Fransiskan: Mencari Identitas
Bersama Fransiskus. Pertemuan para Novis SFD & MTB pada
tanggal 5 – 12 Januari 2001 di Pati.
Iriarte, Lazaro, OFM Cap. (1995). Panggilan Fransiskan. Medan: Bali Scan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1988). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kelana, OFM. (2007). Kuntum-kuntum Kecil. Jakarta: Sekafi.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
Leks, Stefan. (2003a). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius.
______________. (2003b). Tafsir Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius.
Marpaung, C. Mananggar OFM Cap. (2009). Perbaikilah Gereja-Ku. Medan:
Bina Media.
NN. (2000). Kisah Tiga Sahabat. (Cletus Groenen, OFM, Penerjemah). Bogor:
Grafika Mardi Yuana.
______________. (2007). Kapitel Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina
(SFD) Indonesia. Yogyakarta.
______________. (2011). Kapitel Umum Kongregasi Suster-suster Fransiskus
Dina (SFD) Indonesia. Yogyakarta.
______________. (2015). Kapitel Umum III Kongregasi Suster-suster Fransiskus
Dina (SFD) Indonesia. Yogyakarta.
O’Collins, Gerald SJ & Ferrugia, Edward G SJ. (1961). A Concise Dictionary of
Theology. (I. Suharyo Pr, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
Raaymakers, Marie Joseph, SFD. (1991). Bersatu Hati: Cuplikan dari karangan
Suster Marie Yoseph. (Sr. Rafael, SFD & Sr. Regina Maria,
SFD, Penerjemah). Dongen: (Buku asli diterbitkan pada tahun
1867).
SFD. (1993). Kenangan 70 Tahun Suster Fransiskus Dina (SFD) di Indonesia.
______________. (2007a). Konstitusi Kongregasi Suster-suster Fransikus Dina
(SFD) Indonesia
______________. (2007b). Pedoman Pembinaan dan Pendidikan Suster
Fransiskus Dina (SFD) Indonesia.
______________. (2011). Profil Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina
(SFD).
______________. (2015a). Kongregasi Suster Fransikus Dina (SFD) Indonesia.
______________. (2015b). Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan
Umum SFD Indonesia Periode 2011-2015.
______________. (2015c). Pedoman Karya Suster Fransiskus Dina (SFD).
______________. (2016). Draft Nilai-nilai Karya Kongregasi Suster Fransiskus
Dina (SFD).
Sinulingga, Isabella Novisima. (2015). Keindahan Dalam Disabilitas: Sebuah
Konstruksi Teologi Disabilitas Intelektual. Indonesian Journal
of Theology, 3/1 (July 2015): 35-60.
Situmorang, Guido OFM Cap. (2014). Retret Kongregasi SFD: Kedinaan Santo
Fransiskus menjadi Kedinaan SFD. Retret tahunan kongregasi
SFD pada tanggal 8 – 13 September 2014 di Maranatha,
Berastagi.
Sri Moerdani & Sambira, J. (1990). Psikologi Anak Luar Biasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Surat Kepada Seluruh Ordo. (2001). Karya-karya Fransiskus. (Leo Laba Ladjar,
Penerjemah). Jakarta: Sekafi.
Talbot, John Michael & Rabey, Steve. (2007). Ajaran-ajaran St. Fransiskus.
Medan: Bina Media.
Yesus, Yohana. (2008). Pembaharu Ordo Ketiga Santo Fransiskus dari Assisi
dan Pendiri para Peniten-Rekolek. (Nico Syukur Dister, OFM,
Penerjemah). Suka bumi.
Van Vooren Clementina, Sr. & Claerhoudt Emmanuel. Sr. SFD. (1983). Sejarah
Ringkas Kongregasi Suster Fransiskanes Dongen.
WHO. The International Classification of Functioning, Disability and Health
(ICF). Geneva, Switzerland: WHO. 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Lampiran 1: Life story 1
Nama
: Sr. Inosentia Ginting, SFD
Komunitas
: Portiuncula Namopecawir, Medan
1. Karya difabel merupakan karya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
dewasa ini. Melihat kenyataan bahwa anak-anak difabel bukan berkurang tetapi
semakin hari terus bertambah. Pengalaman di tempat kita saja masih ada
beberapa orang yang menunggu untuk mendapat tempat terutama untuk anak
laki-laki karena hanya 2 (dua) unit saja yang tersedia dan selalu penuh. Karya
difabel juga merupakan karya yang sesuai dengan karya kongregasi SFD
karena kita mengambil nama Suster-suster Fransiskus Dina. Fransiskus yang
mencintai segala mahluk bukan hanya manusia tetapi juga hewan dan segala
tumbuhan. Jadi bapak Fransiskus pasti sangat mencintai dan meninggikan
anak-anak difabel yang oleh masyarakat bahkan orangtua mereka sendiri sering
menomorduakan anaknya yang difabel. Jadi kita yang melabel diri sebagai
Suster Fransiskus Dina seharusnya ikut serta untuk mengangkat martabat hidup
anak-anak difabel dengan membekali mereka keterampilan hidup terutama
mandiri untuk mengurus diri sendiri dan bersosialisasi dengan santun di tengah
masyarakat. Selain itu juga membekali dengan keterampilan-keterampilan lain
sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
2. Baik dengan sengaja dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun lewat
pembicaraan yang tidak disengaja, hampir semua suster SFD mendukung karya
kongregasi di bidang difabel ini. Alasanya juga bermacam-macam. Ada yang
berpendapat bahwa ini adalah karya yang sesuai dengan visi dan misi
kongregasi kita. Ada juga yang berpendapat bahwa karya ini masih sangat
dibutuhkan masyarakat karena seperti yang saya utarakan di atas tadi, bahwa
jumlahnya makin hari semakin bertambah, juga karena pemerintah sekarang
cukup memberi perhatian terhadap karya anak-anak berkebutuhan khusus. Jadi
para suster kita terutama yang pernah berkarya maupun juga yang pernah
berkunjung ke SLB-C sangat mendukung karya ini.
3. Menurut saya semangat Fransiskan yang sangat kental dalam kongregasi
Fransiskan adalah mengenai Fraternitas atau persaudaraan dan kedinaan.
Mendidik dan membimbing atau mengupayakan mengangkat harkat dan
martabat anak-anak difafel adalah salah satu perwujudan dari semangat
kedinaan tersebut. Hal ini bisa kita lihat bahwa anak-anak difabel dalam
banyak hal adalah “kecil, lemah, dan terpinggirkan” maka kita yang
mempunyai semangat kedinaan hendak menjadikan ini sebagai lahan atau
medan kita untuk mewujudkan semangat tersebut.
4. Visi dan Misi SFD intinya adalah mencintai dan meninggikan setiap orang,
yang lebih khusus tertuang dalam misi SFD yang siap dan terbuka bagi
kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya
terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan, menghimpun kaum
muda, perempuan, orang kecil orang sakit bersama saudara lain. Dengan visi
dan misi seperti ini maka karya difabel merupakan salah satu karya untuk
mewujudkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
5. Semangat Fransiskan yang harus ditingkatkan supaya karya menjadi lebih
dicintai para suster SFD? Menyandang nama sebagai Suster Fransiskus Dina
(SFD) bukanlah mudah, tapi membutuhkan suatu perjuangan untuk
menerapkan nilai-nilai dan semangat dari Santo Fransiskus Assisi dalam
persaudaraan dan karya pelayanan bagi sesama. Ada banyak teladan hidup
yang diwariskan oleh bapak spiritualitas kongregasi SFD. Salah satunya adalah
teladan kedinaan dalam hidup. Hal ini perlu untuk di pupuk dan dihayati secara
lebih sempurna supaya ke khasan SFD itu tampak dan dirasakan oleh banyak
orang. Dengan semangat kedinaan akan semakin mampu memberi perhatian
dan cinta yang tulus bagi sesama yang dilayani baik di komunitas pun dalam
karya perutusan.
6. Pemahaman saya tentang kedinaan? Dina berarti dengan semangat doa dan
pertobatan yang terus menerus menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati,
bermati raga, tulus, rela berkorban serta tanpa pamrih dalam melakukan tugas
pelayanan. Maka ini dapat diwujudkan melalui keyakinan akan penyelenggaran
ilahi, pembaharuan diri yang terus menerus (metanoia), sederhana, mati raga,
tidak sombong mampu menerima semua orang apa adanya termasuk anak-anak
difabel, bermurah hati, memberikan waktu dan tenaga, iklas, serta berani
menjadi yang terkecil di antar sesama hingga harus menjadi orang yang lepas
bebas dan setia pada panggilan-Nya. Sikap kedinaan seperti inilah yang sangat
dibutuhkan dalam memberikan pelayanan di karya bagi kaum difabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Lampiran 2: Life story 2
Nama
: Sr. Marcellina Ginting, SFD
Komunitas
: Portiuncula Namopecawir, Medan
1. Karya pelayanan kongregasi bagi kaum difabel sangat cocok dan sesuai dengan
semangat SFD yang menyandang nama sebagai Suster Fransiskus Dina. Semua
ciptaan adalah saudara dan anak-anak Allah yang secitra dan segambar denganNya dan mau mengangkat serta meninggikannya. Kita semua adalah saudara
dan se-Bapa. Jadi kita yang satu Bapa dipanggil untuk saling mencintai dan
menerima satu sama lain. Terutama kita dipanggil untuk mengasihi mereka
yang menderita dengan merawat dan mendidiknya supaya menjadi “manusia”.
2. Tanggapan suster SFD yang lain tentang karya ini secara umum semua merasa
bangga dan kagum karena memiliki karya yang secara khusus memperhatikan
orang-orang yang menderita secara fisik dan mental. Melalui karya ini, suster
SFD merasa semakin merasakan dorongan dari teladan hidup Santo Fransiskus
yang mencintai dan merawat orang kusta pada masanya.
3. Semangat Fransiskan yang menyinggung tentang karya difabel. Pelayanan bagi
anak-anak berkebutuhan khusus ada kaitannya dengan orang kusta pada masa
Santo Fransiskus Assisi. Pada masa itu, Santo Fransiskus melihat Allah yang
Mahatinggi dan Mahaluhur itu, bersemayam dalam diri orang yang menderita
dan terpinggirkan yakni, orang kusta. Maka bagi Fransiskus dengan mengasihi
orang menderita berarti mengasihi Allah sendiri. Hal inilah yang menjadi
inspirasi kongregasi SFD untuk melayni orang difabel.
4. Karya pelayanan bagi anak-anak difabel sangat cocok dengan visi dan misi
SFD. Karena visi misi ini karya pelayanan menjadi lebih terarah. Seperti visi
SFD untuk selalu terbuka dengan kebutuhan zaman. Hal ini sejalan dengan
keadaan zaman pada masa ini, dimana anak-anak banyak yang menderita,
terutaman yang cacat (difabel) membutuhkan uluran tangan-tangan kasih untuk
membantu mereka, di situlah SFD hadir bagi mereka. Mengangkat dan
meninggikan mereka yang menderita.
5. Semangat kedinaan Fransiskan yang perlu untuk pertahankan dan ditingkatkan
dalam karya pelayanan karena dengan semangat kedinaan ini, SFD akan
semakin sanggup menerima dan mencintai semua orang dengan segala
keberadaannya. Baik mereka yang sehat jasmani dan rohani maupun mereka
yang kurang beruntung menurut anggapan masyarakat.
6. Pemahaman saya tentang kedinaan berarti menjadi orang yang bisa mencontoh
teladan hidup Yesus dan Santo Fransiskus yang mencintai semua orang tanpa
diskriminasi. Mencintai dan melayani orang miskin dan yang menderita
jasmani rohani dengan segenap hati tanpa pamrih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Lampiran 3: Life story 3
Nama
: Sr. M. Genovevi Sembiring SFD
Komunitas terakhir : Portiuncula Namopecawir, Medan
1. Bagaimana pendapat suster tentang karya kongregasi bagi karya difabel ?
Keterlibatan kongregasi dalam menangani karya bagi kaum difabel sangatlah
tepat dan bagus. Karena dengan karya ini kita (SFD) ikut serta mengangkat
martabat seseorang yang menurut pandangan banyak orang tidak memiliki
masa depan yang cerah dan membawa malu bagi nama keluarga kerena itu
mereka (difabel) akan disembunyikan dari perhatian orang banyak. Namun
karya kita ini justru sebaliknya yakni, memperhatikan, merawat, mendampingi
dan mendidik mereka untuk menjadikan pribadi yang mandiri dan berguna
baik untuk dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakat.
2. Bagimana pendapat suster yang lain, yang suster dengar tentang karya
kongregasi dibidang difabel.
Kebanyakan ungkapan para suster yang lain menilai atau menaruh positif dan
mendukung akan adanya karya ini. Namun saja tidak semua orang (suster)
siap untuk ditugaskan ke karya tersebut dengan berbagai alasan. Masih ada
para suster beranggapan bahwa karya difabel karya yang menjijikkan dan
tidak menyenangkan, karena setiap hari bersama dengan anak-anak yang
kurang mandiri bahkan segala sesuatunya tergantung dengan orang lain dan
harus dibantu. Selain itu ada juga alasan para suster karena tidak memiliki
bakat untuk mendampingi orang-orang difabel. Menurut saya mendampingi
mereka tidak terlalu membutuhkan bakat khusus namun yang dibutuhkan di
sini adalah ketulusan hati.
3. Semangat Fransiskan manakah yang menyinggung karya difabel.
Semangat Fransiskus yang menyinggung karya difabel yakni, semangat dan
cinta Fransiskus terhadap orang kusta. Dalam diri orang kusta Fransiskus
menyadari bahwa Allah hadir dalam diri mereka. Hal ini memperdamaikan dia
dengan keberadaannya sendiri yang rapuh, dan membuat dia menjadi saudara
bagi mereka. Dengan menganggap dirinya yang paling hina di antara semua
manusia sesamanya, Fransiskus memperoleh mereka bagi Allah.
4. Menurut suster apakah karya difabel ini sudah cocok dengan visi & misi SFD.
Sudah.
Allah adalah Bapa kita bersama. Dia mencintai setiap orang serta ingin
meninggikannya. Inilah visi yang menyemangati sekaligus merupakan tujuan
hidup kongregasi. Sebagaimana Bapa meninggikan setiap orang maka karya
kita juga terlibat akan karya perutusan Tuhan ini dengan mencintai dan
meninggikan mereka yang kita layani setiap hari.
5. Semangat Fransiskan manakah yang harus ditingkatkan agar karya lebih
dicintai para suster SFD.
Semangat Fransiskus yang perlu ditingkatkan menurut saya tidak jauh beda
dengan jawaban nomor tiga. Fransiskus menyadari dan melihat Allah hadir
terhadap orang kusta, sehingga Fransisikus mencintai orang kusta maupun
orang-orang yang ada di sekitarnya. Jadi apabila para suster memiliki
semangat seperti Fransiskus, melihat Yesus hadir dalam setiap pribadi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
kita layani dalam aneka ragam karya maka otomatis karya apapun yang
diberikan kepada kita akan menumbuhkan rasa cinta dan rasa memiliki.
Karena kita sadar bahwa yang kita layani bukan hanya pribadi orang itu saja
melainkan diri Yesus sendiri yang hadir dalam pribadi orang tersebut.
6. Apakah yang suster pahami tentang kedinaan.
Kedinaan merupakan sikap yang sederhana, atau sikap yang ugahari.
Kedinaan tidak hanya berhubungan dengan materi namun lebih ditekankan
pada sikap bertindak setiap suster. Bagaimana sikap seorang suster bertutur
kata terhadap sesamanya, sikap menerima tugas perutusan dengan kerendahan
hati, dan tidak memamerkan diri dengan kelebihan yang dia miliki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Lampiran 4: Lirik lagu
DATANGLAH ROH MAHA KUDUS (MB. 448)
Datanglah Roh Maha Kudus, Masukilah hati umat-Mu
Siramilah jiwa yang layu, dengan embun kurnia-Mu
Roh cinta Bapa dan Putera, taburkanlah cinta mesra
Dalam hati manusia, cinta anak pada Bapa
Datanglah Roh Maha Kudus, bentara cinta Sang Kristus
Tolonglah kami jadi saksi, membawa cinta ilahi
Lidah api angin taufan, lambang Roh Kudus yang datang
Muka bumi dibarui, oleh pembaru yang suci
Roh Kristus ajari kami, bahasa cinta ilahi
Satulah bangsa semua, karena bahasa cinta
Cinta yang laksana api, kobarkanlah semangat kami
Agar musnahlah terbasmi, jiwa angkuh hati dengki
Sang penghibur umat Allah, kuatkanlah iman yang lemah
Agar hati bergembira, walau dilanda derita
Penggerak para rasul-Mu, lepaskanlah lidah yang kelu
Supaya kami wartakan, karya keselamatan Tuhan. Amin
Aku Melayani Tuhan
Aku melayani Tuhan, aku melayani Tuhan
Dengan segala rendah hati, aku melayani Tuhan
Aku senantiasa menjadi saksi Tuhan
Mewartakan Injil Tuhan dan kasih karunia Allah
Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati, layani Tuhan,
layani Tuhan
Biar banyak rintangan yang datang menghadang, aku tetap layani
Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Agar dunia bertobat kepada Allah dan percaya kepada Yesus
Kristus Tuhan
Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati layani Tuhan
Layani Tuhan, layani Tuhan, layani Tuhan
Lampiran 5: Teks Kitab Suci
Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi 2:1-11
2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan
Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia.
Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang
lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri,
tetapi kepentingan orang lain juga.
2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah
itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama,
2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang
ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan
Allah, Bapa!
Download