BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun menjelang masa dewasa muda. Masa remaja menurut Mönks dkk (1999) secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun : masa remaja awal, 15-18 tahun : masa remaja pertengahan, 18-21 tahun : masa remaja akhir. Pada masa ini seorang remaja dituntut untuk memperluas pergaulan dengan teman sebaya baik itu dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, dan interaksi dengan lingkungan di sekitar baik itu dengan orang yang lebih dewasa maupun dengan orang yang lebih muda. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan bagi seorang remaja untuk memiliki keterampilan dalam melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain. Menurut Havighurst (dalam Rifai, 1984), tugas perkembangan remaja antara lain mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin lain. Seorang remaja mampu menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing. Seorang remaja dapat menerima kenyataan (realitas) 1 jasmaniah serta 2 menggunakannya seefektif-efektifnya dengan perasaan puas. Remaja dapat mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Remaja dapat mencapai kebebasan ekonomi, memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Remaja mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Remaja mampu mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Remaja dapat memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan. Remaja memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidupnya. Dalam upaya pemenuhan tugas-tugas perkembangan tersebut tidak semua dapat dipenuhi remaja dengan baik. Menurut Hurlock (dalam Retnowati, 2011) beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, adalah: 1) masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. 2) masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban yang dibebankan oleh orang tua. Hal tersebut tentu saja juga dialami oleh seseorang yang sedang memasuki masa remaja tengah, hal ini dikarenakan masa remaja tengah juga memiliki tugas-tugas perkembangan 3 yang mengharuskan seorang remaja tengah untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonalnya. Seperti yang dikemukakan oleh Pikunas (dalam Agustiani, 2006) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan masa remaja di antaranya adalah mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok. Selain itu remaja tengah juga harus mampu meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan. Dari hal tersebut tentu saja seorang remaja tengah perlu mengembangkan kemampuan kompetensi interpersonalnya untuk dapat menjalankan tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Buhrmester (dalam Anastasia, 2004) yang menyatakan bahwa kompetensi interpersonal pada remaja berperan penting dalam keberhasilan remaja menjalani kehidupan sosial di masa dewasa. Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut sebagai kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004). Jika seorang remaja tengah memiliki kompetensi interpersonal yang baik maka akan sangat membantu bagi seorang remaja tengah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga dan teman sebayanya yang mana dapat memberi kemudahan bagi seorang remaja tengah dalam menjalankan tugas perkembangannya dan dapat membantu seorang remaja untuk berkembang dengan baik. Kompetensi interpersonal sendiri, menurut Spitzberg dan Cupach (dalam Nashori, 2003) dapat diartikan sebagai 4 suatu kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif. Berdasarkan dari definisi tersebut maka peneliti berpendapat bahwa kompetensi interpersonal yang memadai memungkinkan remaja tengah dapat menjalankan tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Menurut Willis (1981) ada dua faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal itu sendiri meliputi usia, jenis kelamin, konsep diri, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan berempati, kemampuan menghargai orang lain, kemampuan berkomunikasi, dan faktor eksternal terdiri dari lingkungan, pola asuh orang tua, latar belakang sosial pendidikan dan ekonomi, dominasi kelompok. Dari faktor-faktor yang telah dikemukakan oleh Willis (1981) di atas di antaranya adalah kemampuan menyesuaikan diri, sedangkan kemampuan menyesuaikan diri itu sendiri merupakan bagian dari kematangan emosi. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan definisi dari Green (dalam Safaria dan Farni, 2006) yang menyatakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu. Dari hal tersebut maka bisa diketahui bahwa kematangan emosi memiliki pengaruh terhadap perkembangan kemampuan menyesuaikan diri. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahmoudi (2012) yang menyatakan bahwa ketika kematangan emosional tinggi tingkat umum penyesuaian diri juga cukup baik. Dari uraian tersebut menyatakan bahwa salah satu faktor 5 yang memengaruhi perkembangan kompetensi interpersonal adalah kemampuan menyesuaikan diri, sedangkan kemampuan menyesuaikan diri merupakan bagian dari kematangan emosi, maka dari hal tersebut dimungkinkan kematangan emosi memiliki pengaruh terhadap perkembangan kompetensi interpersonal. Menurut Walgito (2002) tanda-tanda kematangan emosi meliputi menerima keadaan diri sendiri, tidak bersifat impulsif, memiliki kontrol emosi, berpikir obyektif, dan memiliki tanggung jawab. Dari beberapa tanda-tanda kematangan emosi dari Walgito (2002) di antaranya adalah kontrol emosi dan kemampuan berpikir obyektif, dari hal tersebut dimungkinkan remaja tengah yang memiliki kontrol emosi yang baik maka akan mudah dalam mengatasi konflik pada saat berhubungan dengan orang lain dan akan membantu remaja tengah dalam melakukan hubungan interpersonal. Demikian juga jika remaja tengah memiliki kemampuan berpikir obyektif menurut Walgito (2002) orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara obyektif maka orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian, dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik. Dari hal tersebut maka dimungkinkan seorang remaja tengah akan mudah diterima oleh lingkungan di sekitar remaja tengah berada dan dari sifat-sifat tersebut akan membuat remaja tengah menjadi lebih mudah dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan dapat membantu remaja tengah dalam melakukan hubungan interpersonal. 6 Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa kematangan emosi memiliki kontribusi terhadap perkembangan kompetensi interpersonal seseorang, namun dari uraian di atas belum menunjukkan seberapa signifikan hubungan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada remaja tengah dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmoudi (2012) sendiri lebih memfokuskan penelitiannya pada hubungan antara kematangan emosional dengan tingkat penyesuaian diri pada mahasiswa. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang hubungan kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada remaja tengah yang mana menurut Mönks dkk (1999) masa remaja tengah dimulai dari usia 15 hingga 18 tahun dengan tugas perkembangan remaja tengah menurut Pikunas (dalam Agustiani, 2006) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan masa remaja di antaranya adalah mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok. Selain itu remaja tengah juga harus mampu meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan. Berdasarkan dari paparan tersebut maka penulis ingin meneliti apakah ada hubungan yang positif signifikan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada masa remaja tengah. 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin melihat “Apakah ada hubungan yang positif signifikan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada remaja tengah?”. C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya hubungan positif signifikan antara kematangan emosi dengan kompetensi interpersonal pada remaja tengah. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu psikologi sosial dan psikologi perkembangan. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah a. Bagi para remaja Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada para remaja tentang pentingnya mengembangkan kematangan emosi dan kompetensi interpersonal agar para remaja dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan baik. 8 b. Bagi para orang tua Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang pentingnya kematangan emosi dan kompetensi interpersonal bagi seorang remaja, sehingga dari hal tersebut diharapkan para orang tua untuk ikut serta membantu putra-putrinya dalam mengembangkan kematangan emosi dan kompetensi interpersonal yang dimiliki. c. Bagi para konselor Hasil memberikan penelitian referensi ini diharapkan tambahan atau dapat informasi tambahan tentang kematangan emosi dan kompetensi interpersonal serta segala pengaruhnya bagi kehidupan remaja sehingga dari hal tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman tersendiri kepada para konselor dalam menangani para remaja terutama dalam hal pengembangan kematangan emosi dan kompetensi interpersonal yang dimiliki seorang remaja.