INSTRUMEN PEMERINTAH MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam di Bawah Bimbingan Dosen Pak Fauzul Aliwarman, SH, M. Hum Oleh : KELOMPOK 7 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR SURABAYA 2012 TIM PENYUSUN REZA CINDY AYU MARSELLA (1171010041) NI MADE CHINTYA (1171010055) WIDA NURIL KARIMAH (1171010063) TRIANE YULIS PUSPITASARI (1171010068) ii KATA PENGANTAR Alhamdullilah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas limpahan hidayahNya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah Hukum Administrasi Negara yang berjudul “Instrumen Pemerintah” Dalam kesempatan ini secara pribadi kami menyampaikan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara Bpk. Fauzul Aliwarman, SHi, M.Hum yang telah membimbing kami dalam memberi ilmu pengetahuan dan informasi sehingga dapat terselesaikannya Makalah ini. Atas segala informasi yang diberikan, kami hanya dapat mendoakan semoga amal baik beliau menjadi amal ibadahnya dan semoga mendapat limpahan rohmat yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Makalah ini merupakan salah satu wujud peran aktif kita sebagai mahasiswa dalam rangka pengembangan mata kuliah Hukum Islam Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhirnya Kami berharap semoga apa yang telah kami sajikan dalam makalah ini dapat diambil manfaatnya. Sekian dan Terima kasih Surabaya, Oktober 2012 Penyusun iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i TIM PENYUSUN ……………………………………………………………………... ii KATA PENGANTAR ……………………………..………………………………….. iii DAFTAR ISI………………………...………………………………………………… iv BAB I BAB II PENDAHULUAN ……………………………. …………………………... 1 1 1. Latar Belakang Masalah…………………………………………...…... 1 1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………… 1 1.3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………. 1 PEMBAHASAN …………………………………………………………… 2 2 .1. Pengertian Instrumen Pemerintah… …………………………………… 2 2.2. Peraturan Perundang-undangan ……………………………………….. 3 2.3. Peraturan Kebijaksanaan ………………………………………………. 6 2.3.1. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan …………………………………………………. 6 2.3.2. Freies Ermessen …………………………………………………. 8 BAB III PENUTUP....................................................................................................... 10 3 l. Kesimpulan …..…………………………………………………..…….. 10 3 l. Saran …..………………………………………………………………... 10 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….……..……… 11 iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika berbicara tentang Instrumen Pemerintahan tidak lepas dari alat dan sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya, intrumen yuridis yang dipergunakan untuk mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan seperti perundangundangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrument hukum keperdataan dsb. Instrument Hukum ini akan menjadi dasar yang digunakan pemerintah dalam menjakalankan tugas dan kewenangannya. Indonesia tidak menganut sistem kekuasaan yang distribution of power atau pembagian kekuasaan, dengan sentral berada pada pemerintah Indonesia, dimana sebagian kekuasaan yudikatif dan kekuasaan legislatif oleh eksekutif. Kekuasaan yang dimiliki eksekutif dalam bidang yudikatif oleh presiden, namun harus dengan persetujuan DPR. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam bidang legislatif meliputi menetapkan Perpu dan Peraturan Pemerintah. 1.2 Rumusan Masalah a) Jelaskan mengenai pengertian asas hukum islam b) Sebutkan dan Jelaskan macam-macam asas-asas hukum islam 1.3 Tujuan a) Mengerti dan memahami pengertian asas-asas hukum islam b) Mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai berbagai macam asas-asas hukum islam 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Instrumen Pemerintahan Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintahan dan administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Berkenaan dengan struktur norma hukum administrasi negara ini, H. D van Wijk/Willem Konijnenbelt mengatakan bahwa hukum material mengatur perbuatan manusia. Peraturan, norma didalam hukum administrasi negara memiliki struktur yang berbeda dibandingkan dengan struktur norma hukum perdata dan pidana. Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita menghadapi bertingkat - tingkatnya norma - norma hukum yang harus kita perhatikan. Lebih lanjut Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum dan yang sampai pada norma yang paling individual dan konkret. Kemudian pembentukan norma norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh pembuat undang - undang dan badan - badan peradilan saja melainkan juga oleh aparat pemerintah yang menjabat sebagai tata usaha negara. Pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di Negara Indonesia paling tidak dilakukan oleh 3 lembaga yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR), dan yudikatif (MA-MK). Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara, masing-masing organ negara tsb diberikan kewenangan tuk mengeluarkan instrumen hukumnya. Menurut indroharto suasana hukum tata usaha Negara menghadapi tingkatantingkatan tetapi dalam kombinasi yang satu dengan yang lain saling berkaitan. 1. Keseluruhan hukum tata usaha Negara dalam masyrakat itu memiliki struktur tingkat dari yang sangat umum samapi pada norma yang paling individual dan konkret yang terkandung dalm penetapan (beschikking). 2 Kualifikasi sifat keumuman (aglemeenheid) dan kekkonkretan (concreetheid) norma hokum adminstrasi diperhatikan mengenai objek yand dikenai norma hokum (adressa) dan bentuk normanya. 2. Pembentukan norma hokum tata Negara dalam masyarakat itu iydak hanya dilakukan oleh pembuat undang-undang dan badan peradilan tetapi juga aparat pemerintah Macam macam sifat norma Hukum menurut H.D van Wijk/Willem konijinenbelt : · Norma umum-abstrak (algemeen-abstrack) mis: perundang-undang · Norma individual-konkret (Individueel-concreet)mis: keputusan tata usaha Negara · Norma umum-konkret (algemeen-concreet)mis: Peraturan lalu lintas dan rambu · Norma individual-abstrak (Individueel-abstrack) mis: izin gangguan 2.2 Peraturan Perundang-undangan Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). Istilah perundang - undangan secara teoritis ada 2 : 1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/membentuk peraturanperaturan negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. 2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Peraturan..perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a).Bersifat..umum..dan..komprehensif b).Bersifat//universal c).Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dirinya sendiri. Dalam UU No. 10 Tahun 2004 dipaparkan secara tegas antara istilah peraturan dan keputusan. Berdasarkan UU tersebut yang bersifat pengaturan, maka sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang bersifat penetapan adalah keputusan. Dengan demikian, yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan sebutannya adalah peraturan. 3 Setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur seharusnya menggunakan istilah peraturan, tidak lagi menggunakan keputusan. Keputusan hanya digunakan untuk hal yang sifatnya menetapkan saja, misalnya pengangkatan seseorang dalam jabatan, kenaikan pangkat, penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya. Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Berdasarkan pengertian tersebut. Peraturan perundang-undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan unsur-unsur antara lain: a. waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja, b. tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja, c. orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, dan d. fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu saja, tetapi untuk berbagai fakta hukum (perbuatan) yang dapat berulang-ulang. UU No.10 Tahun 2004 menentukan bahwa sumber hukum dari segala sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UUD. Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan harus bersumber pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. 4 Kedudukan hukum peraturan perundang-undangan lain yang telah ada dan diundangkan sebelum UU No.10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan perundangundangan tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Seperti peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Semua keputusan yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum UU No.10 Tahun 2004 berlaku, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau keputusan pejabat lainnya, harus dibaca peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan UU No.10 Tahun 2004. Bersamaan dengan kewenangan untuk campur tangan tersebut, pemerintah juga diberikan kewenangan untuk membuat dan menggunakan peraturan perundangundangan. Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki kewenangan dalam bidang legislasi. Tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh lembaga legislative. Pemerintah dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial dengan diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat dalam batasbatas yang diperkenankan oleh hukum. Konsep pemisahan kekuasaan, khusus yang berkaitan dengan fungsi eksekutif hanya sebagai pelaksana UU tanpa kewenangan membuat peraturan perundangundangan, seiring dengan perkembangan tugas negara dan pemerintahan, bukan saja kehilangan relevansinya, tetapi dalam praktik juga menemui banyak kendala. 5 Hal ini dikarenakan badan legislatif sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 tidak membentuk segala jenis peraturan perundang-undangan, melainkan terbatas pada UU dan Perda. Jenis peraturan perundang-undangan lain dibuat oleh administrasi negara. Selain itu, yang berjalan selama ini kewenangan legislasi bagi pemerintah pada dasarnya berasal dari undang-undang, yang berarti melalui persetujuan parlemen. 2.3. Peraturan Kebijaksanaan 2.3.1. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh instansi pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara atau terhadap instansi pemerintahan lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam UUD dan undang-undang formal. Ciri-ciri peraturan kebijaksanaan adalah sebagai berikut: 1. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundangundangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan. 2. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut. 3. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan. 4. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan pada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak 5. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan. 6. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan 6 Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya guna, yang berarti: 1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundangundangan. 2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundangundangan. 3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan. 4. Sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundangundangan yang sudah ketinggalan zaman. 5. Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Sementara itu, penerapan atau penggunaan peraturan kebijaksanaan harus memperhatikan..hal-hal..di..antaranya..: 1. Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang memberikan ruang kebebasan..bertindak 2. Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku. 3. Sesuai dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai. Meskipun pemerintah diberikan ruang gerak kebebasan, namun dlm kerangka negara hukum, kebebasan tsb tdk digunakan tanpa batas. Batas yg hrs dipertimbangkan dlm mlakukan tindakan bebas tersebut adalah : a) Ditujukan untuk melaksanakn tugas layanan publik b) Merupakan tindakan yg aktif dari administrasi negara 7 c) Tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum d) Diambil atas inisiatif sendiri e) Dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang secara tiba-tiba f) Dapat dipertanggungjawabkan 2.3.2. Freies Ermessen Pouvoir Discretionare atau Freies Ermessen merupakan kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijakan sendiri dari administrasi negara pada welfare state. Fungsi publik service dalam penyelenggaraan pemerintahan welfare state mengakibatkan terjadinya pergeseran sebagian kekuasaan antarlembaga negara yaitu dari lembaga legislative ke lembaga eksekutif (administrasi negara). Pengertian discretie dalam pourvoir discretionare adalah pejabat penguasa tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan “tidak ada peraturannya” dan oleh karena itu diberi kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapat sendiri asalkan tidak melanggar asas yuriditas dan asas legalitas. Dalam negara hukum modern perlu adanya campur tangan administrasi negara dalam rangka memenuhi kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan itu adalah digunakan asas freies ermessen , yaitu kebebasan bertindak asministrasi untuk memecahkan masalah yang aturannya belum ada, sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera. Agar penggunaan asas freies ermessen tidak disalahgunakan diperlukan tolok ukur, yaitu pelaksanaannya tidak melanggar hak dan kewajiban asasi warga masyarakat, dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum, dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam ilmu Hukum Administrasi, Freies Ermessen ini diberikan hanya kepada pemerintah, dan ketika Freies Ermessen ini diwujudkan menjadi instrument yuridis yang tertulis, maka jadilah ia sebagai peraturan kebijaksanaan. 8 Beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan prinsip Freies Ermessen diantaranya; a. Kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali; b. Badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas; c. Sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan kesejahtraan rakyat tetap dinamis seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman. Dalam rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP) pun memperjelas penyelesaian sengketa yang ditimbulkan oleh diskresi yang sebelumnya belum pertanggungjawaban terakomodir menurut dalam RUU UU PTUN. Mekanisme ini adalah mekanisme AP pertanggungjawaban administrasi terkait dengan keputusan ataupun tindakan yang telah diambil oleh pejabat administrasi pemerintahan. Menurut RUU AP Pasal 25 ayat (3) dinyatakan; pejabat administrasi pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan pertanggung jawaban kepada masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan. 9 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintahan dan administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Berkenaan dengan struktur norma hukum administrasi negara ini, H. D van Wijk/Willem Konijnenbelt mengatakan bahwa hukum material mengatur perbuatan manusia. Peraturan, norma didalam hukum administrasi negara memiliki struktur yang berbeda dibandingkan dengan struktur norma hukum perdata dan pidana. Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita menghadapi bertingkat – tingkatnya norma – norma hukum yang harus kita perhatikan. Lebih lanjut Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum dan yang sampai pada norma yang paling individual dan konkret. Kemudian pembentukan norma – norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh pembuat undang – undang dan badan – badan peradilan saja melainkan juga oleh aparat pemerintah yang menjabat sebagai tata usaha negara. 3.2 Saran Kami menyarankan pada pemerintah sebagai instrument pemerintahan melaksanakan tugas-tugasnya dengan se maksimal mungkin agar terciptanya pemerintahan yang baik (goog government) 10 DAFTAR PUSTAKA Buku : Hadjon, M Philipus. 1999. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Surabaya: Gadja Mada University Press Website : http://medizton.wordpress.com/2009/11/11/instrumen-pemerintahan/ http://fundra-dian.blogspot.com/2010/10/makalah-han-instrumen pemerintahan.html http://sukatulis.wordpress.com/2012/04/07/peraturan-kebijaksanaanbeleidsregels/ http://nuravik.wordpress.com/2011/12/25/freies-ermessen/ http://kuliahsuraban3.blogspot.com/2011/11/instrumen-pemerintah.html e-learning UPN “Veteran” Jawa Timur , mata kuliah hukum administrasi negara, akses 7 Oktober 2012, 16.33 11