Kriteria Penentuan Populasi, Sampel, dan Responden

advertisement
Behaviour of Risk Neutral Individual Investors
In The Indonesian Stock Exchange
MF. Arrozi Adhikara ([email protected])
Faculty of Economics and Business, Esa Unggul University, Jakarta
Abstract
This study aims to explore and provide empirical evidence of mental accounting behavior of
investors in securities investment decision-making process in Indonesian Stock Exchange (BEI).
Typology of research is descriptive explorative and does not propose a hypothesis. The research
object is an individual investor in the Indonesia Stock Exchange.
The results show the behavior of investors in allocating their funds in individual securities and
portfolio investment securities prefers risk neutral preferences than the risk averse to maximize
utility. These results also show the similarities of investor behavior in decision-making with the
results of Tversky and Kahneman if described by framing negative. Instead, decision-making
behavior will be different if indicated by positive framing. This indicates that in particular the
behavior of the risk preferences of investors in the Indonesia Stock Exchange tend to be risk neutral
to optimally maximize their utility.
Keywords: risk neutral, framing, investment behaviour
Pendahuluan
Pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas)
jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik
yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta (Suad, 2005). Pasar
modal sebagai wahana sektor keuangan di luar perbankan mempunyai daya tarik, pertama,
diharapkan menjadi sarana alternatif untuk memperoleh penghimpunan dana secara cepat dan murah
dari investor maupun kreditor melalui investasi berupa aktiva finansial seperti pembelian saham,
obligasi, warrant, opsi, dan sertifikat danareksa. Kedua, pasar modal memungkinkan para investor
mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risikonya sehingga investor
memungkinkan untuk melakukan diversifikasi investasi, membentuk portfolio (gabungan dari
berbagai investasi) sesuai dengan risiko yang investor bersedia tanggung dan tingkat keuntungan
yang mereka harapkan. Dalam keadaan pasar modal yang efisien, hubungan yang positif antara
risiko dan keuntungan diharapkan akan terjadi (Suad, 2005). Ketiga, investasi dalam aktiva finansial
mempunyai daya tarik likuiditas yaitu sekuritas dapat diperjualbelikan dengan segera dan investor
dapat melakukan reposisi investasi sekuritasnya setiap saat. Misalnya, investor melakukan investasi
sekuritas dalam bidang food and beverage hari ini, kemudian melakukan penggantian sekuritas
dengan investasi dalam bidang industri perbankan atau industri tobacco pada keesokan harinya, lusa,
minggu depan, atau bulan depannya. Dengan pasar modal ini, berarti semakin terbukanya
kesempatan bagi investor untuk melakukan diversifikasi pada investasi yang dianggap paling layak.
Pasar modal Indonesia termasuk emerging market, yaitu pasar yang diindikasikan sebagai
pasar modal yang masih lemah (Prabowo, 2000). Ciri pasar ini adalah: pertama, investor melakukan
reaksi terhadap informasi secara lugu (naive) dan tidak canggih (unsophisticated). Investor
mempunyai kemampuan terbatas dalam mengartikan, menganalisis, dan menginterpretasikan
informasi yang mereka terima. Karena itu, investor cenderung menggunakan rumor, spekulatif, dan
berperilaku mass behaviour. Investor yang bergabung dalam suatu massa, akan kehilangan
rasionalitas kolektif, karena penentuan harga saham dalam komoditas perdagangan saham
merupakan manifestasi dari faktor psikologis dan emosi investor (Sjahrir, 1995). Akibatnya,
seringkali investor melakukan pengambilan keputusan yang salah sehingga sekuritas bersangkutan
dinilai secara tidak tepat dan seringkali pasar tampaknya tersesat (fooled) oleh informasi yang harus
1
diinterpretasikan. Kedua, Sekuritas di pasar modal tergolong dalam risky assets yaitu aktiva
keuangan yang beresiko dan investor tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperolehnya. Investor
hanya dapat memperkirakan berapa keuntungan yang diharapkan dari investasinya, dan seberapa
jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Oleh
karena itu, assets ini umumnya memberikan return lebih tinggi, apakah return itu positif atau
negatif. Karenanya, wajar bila investor mempersoalkan perlindungan dari risiko kerugian tersebut.
Ketiga, peranan laporan keuangan sebagai pendukung pengambilan keputusan investasi belum
digunakan secara optimal dan penggunaannya relatif kecil di pasar modal Indonesia (Prabowo,
2000). Hal ini terjadi karena investor berperilaku sebagai penggoreng saham dalam mengambil
taking profit melalui analisis teknikal untuk memperhatikan capital gain, dan menunjukkan investor
menyukai investasi jangka pendek, perilaku spekulatif, serta melakukan strategi aktif dengan
memperhatikan faktor makro seperti isu, rumor, politik, konspirasi, insider trading, regulasi, anomali
pasar, dan lain-lain. Kecenderungannya adalah laporan keuangan tidak dimanfaatkan dengan baik
dan hanya sepintas melihat kejadian perusahaan pada tindakan kebijakan khusus seperti corporate
action. Keempat, motivasi dalam mencari return terjadi pergeseran (Paimpo dan Didi, 2000).
Pergeseran ini disebabkan pengalaman melakukan investasi berdasarkan rumor menyebabkan
kerugian. Sedangkan melalui analisis fundamental, investor dapat mempelajari seluruh aspek
fundamental perusahaan seperti performance perusahaan, laporan keuangan, prospek emiten di masa
datang, aksi korporasi mulai dari rencana ekspansi usaha dan terutama rencana pembagian dividen,
itu yang diharapkan investor (Tim BEJ, 2006).
Mencermati hal tersebut diatas, menunjukkan bahwa proses investasi tergantung pada
psikologi massa dan cenderung menggunakan rumor untuk bertindak spekulatif. Indikasinya adalah
investor bersikap unsophisticated serta naive (Prabowo, 2000) dan menunjukkan bahwa investor
cenderung tidak mempunyai pemahaman pengetahuan financial mengenai signal pengungkapan
informasi perusahaan karena mempunyai kemampuan cognitive terbatas (limitation cognitive) dalam
mengartikan dan menginterpretasikan informasi yang mereka terima. Akibat hal tersebut diatas akan
memberikan konsekwensi negatif, yaitu: pertama, menyesatkan investor untuk merevisi keyakinan
(belief) awal tentang expected values yang sudah ditentukannya dengan interpretasi informasi
akuntansi tersebut; kedua, memberikan perilaku investor menjadi impatience, loss control, dan lebih
banyak bersikap menuruti kata hati (impulsive) karena mempunyai persepsi salah tafsir pada obyek
yang diinterpretasikan. Sehingga keputusan investasi akan banyak mengalami risiko yang tinggi;
ketiga, kesalahan dalam melakukan prediksi terhadap subyektifitas return dan risk; keempat,
menyesatkan investor dalam pengambilan keputusan yang bersifat rasional karena investor
mengambil keputusan yang salah karena sekuritas bersangkutan dinilai secara tidak tepat.
Proses pengambilan keputusan investasi di pasar modal bagi investor bersifat sophisticated
dan rasional, artinya investor akan memilih kesempatan investasi yang memberikan utilitas yang
diharapkan tertinggi (maksimalisasi utilitas) serta memberikan kesejahteraan kepadanya (Scott,
2015). Maksimalisasi utilitas menunjukkan tingkat subyektifitas return yang diharapkan dari
kesempatan investasi pada saham individu maupun portofolio saham serta tergantung pada kapasitas
cognitive masing-masing analis sekuritas sesuai dengan preferensi investor. Investor yang
sophisticated harus mempunyai kemampuan dalam pemikiran, pertimbangan, imajinasi serta
mempunyai kecakapan dalam pemrosesan informasi, menerapkan pengetahuan investasi, dan
melakukan perubahan preferensi investasi. Proses ini merupakan proses cognitive yang dilakukan
analis sekuritas melalui memori, attention, persepsi, aksi, pemecahan masalah, mental imagery,
human information processing, dan keyakinan (beliefs) yang kuat atas investasi tersebut (Wikipedia,
2008).
Hal diatas diperlukan investor untuk mengalokasikan dananya ke dalam tiap-tiap sekuritas
yang dipilih dalam investasinya. Tujuannya adalah melakukan estimasi return dan risk dari tiap-tiap
sekuritas investasi. Tiap-tiap sekuritas dibandingkan nilai return dan risknya kemudian diurutkan
nilai return dan risk dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah (Suad, 2005). Hal ini
digunakan analis sekuritas untuk menetapkan keyakinan awal (initial beliefs) pemilihan sekuritas
yang ditetapkan sebagai kandidat dalam pembentukan portofolio investasi berdasarkan preferensi
return dan risk. Proses ini disebut mental accounting dan pelaksanaannya menggunakan anchoring
2
atau narrow framing, yaitu pengungkapan suatu fakta dalam investasi pada return/gains dan
risk/losses (Tversky dan Kahneman, 1981; Thaler, 1985; Barberis dan Huang, 2001). Hal ini
menunjukkan preferensi investor terhadap return dan risk dari sekuritas.
Barberis dan Huang (2001) mempertimbangkan bentuk mental accounting, yaitu investor
peduli mengenai return/gains dan risk/losses dalam nilai saham individu, serta investor peduli
mengenai return/gains dan risk/losses dalam nilai seluruh portofolio. Perilaku investasi tersebut
menunjukkan investor mempunyai dua kemungkinan sikap, pertama, sikap preferensi risk untuk
menerima resiko (risk seeker), sikap menghindari resiko (risk averter), ataukah sikap netral (risk
neutral). Kedua, sikap preferensi untuk menerima return dalam bentuk capital gain, deviden,
ataukah keduanya yaitu capital gain dan deviden (Djunaidi, 1990). Untuk memperlihatkan perilaku
analis sekuritas sebagai proksi investor dalam menyikapi return dan risk tersebut, maka framing
digunakan untuk menjelaskan preferensi investor. Sehingga menghasilkan sikap yang cenderung
menerima gains/return dalam frame positif ataukah cenderung menerima losses/risk dalam frame
negatif ataukah menyikapi keduanya secara seimbang.
Namun dalam pengambilan keputusan di pasar modal dalam kondisi yang under-uncertainty
sikap irrasisional bagi investor lebih cenderung digunakan karena terdapat kemungkinan investor
akan mendapatkan abnormal return. Beberapa penelitian menemukan bahwa asumsi rasionalitas
sering dilanggar karena decision framing yang diadopsi oleh pembuat keputusan dan frame yang
diadopsi tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, aspek cognitive, norma, kebiasaan, dan
karakteristik pengambil keputusan itu sendiri. Frame yang diadopsi tergantung pada fenomena
cognitive investor dalam menentukan dan mempengaruhi keputusannya (Tversky & Kahneman,
1981) yang disebabkan oleh informasi yang tersedia dan bagaimana informasi diinterprestasikan.
Motivasi penelitian ini adalah, pertama, isu ini belum pernah diteliti secara empiris
sebelumnya di Pasar Modal. Dalam lingkungan akuntansi, mental accounting telah diaplikasikan di
perpajakan (White et al., 1993), di pasar uang (Harvey, 1996), dan auditing (Karim et al., 1995),
tetapi tidak dalam studi capital market. Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merupakan emerging
market, pengambilan keputusan investasi bersifat spekulatif dan terpengaruh oleh opini serta
psikologi massa. Sedangkan, pengambilan keputusan di bidang akuntansi dan keuangan banyak
memfokuskan dari penggunaan, pemrosesan, dan pengevaluasian informasi dari laporan keuangan,
terutama dalam keputusan investasi sekuritas. Kedua, mental accounting menyediakan suatu
penjelasan alternatif bagi pengambilan keputusan yang bermanfaat dalam kondisi ketidakpastian
(under-uncertainty). Konsep ini menentukan preferensi analis sekuritas dalam menyikapi investasi
sekuritasnya sebagai bentuk decision framing berdasarkan preferensi return atau risk. Sehingga
memudahkan untuk mengidentifikasi perilaku investor yang cenderung melakukan pengambilan
keputusan investasi dengan framing menanggung resiko investasi ataukah menghindari risiko.
Ketiga, preferensi mengenai prospek investasi merupakan sesuatu hal yang bersifat dikotomi dan
membingungkan. Di satu sisi preferensi mengindikasikan risiko investasi, tetapi di sisi lain
mengandung makna maksimalisasi utilitas pada return, sedangkan keduanya mempunyai relevansi
yang sangat erat dan tidak saling meniadakan.
Tujuan penelitian ini melakukan replikasi atas penelitian yang dilakukan oleh Tversky dan
Kahneman (1981) dalam rangka memberikan bukti empiris tentang pengambilan keputusan investasi
di Indonesia dapat dijelaskan dengan teori prospek. Penelitian ini tidak mengajukan hipotesis karena
bersifat eksploratoris, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi penting dalam riset behavioral
accounting dan behavioral finance dimana pengambilan keputusan dan pemrosesan informasi
merupakan faktor kegiatan pokok.
Literatur Review
Teori Prospek
Kahneman dan Tversky (1979) menyiapkan teori prospek sebagai suatu model deskriptif
pengambilan keputusan dan menyediakan suatu dasar alternatif perilaku pada teori keputusan
rasional. Dalam teori prospek, individu memaksimalkan melebihi fungsi nilai (value) daripada fungsi
utilitas standar. Fungsi nilai didefinisikan melebihi keuntungan dan kerugian relatif terhadap titi
3
referen dari pada melebihi tingkat kesejahteraan. Fungsi concave untuk keuntungan, convex untuk
kerugian, dan steeper (curam) untuk kerugian daripada untuk keuntungan.
Teori prospek menggambarkan bagaimana investor membingkai (frame) dan menilai (value)
suatu keputusan dalam ketidakpastian. Pertama, investor membingkai (frame) pilihan dalam bentuk
keuntungan dan kerugian potensial relatif terhadap suatu titik referen spesifik. Kedua, Investor
menilai keuntungan atau kerugian berkenaan pada suatu fungsi bentuk-S sebagaimana digambarkan
dalam gambar 1. Gunanya, sebagai penjelasan alternatif dalam pengambilan keputusan. Dalam teori
ini hasil keputusan (outcomes) digambarkan sebagai deviasi positif atau negatif (keuntungan dan
kerugian) dari suatu titik referen yang bersifat netral yang ditetapkan nilainya sebesar 0.
Gambar 1. Fungsi Nilai Teori Prospek
Value
+
Rugi/Losses
Untung/Gains
0
B
_
Keterangan : Kerugian lebih lanjut dari titik B dirasakan punya nilai yang lebih kecil dari pada nilai keuntungan yang
diterima meskipun nilai moneter kerugian dan keuntungan itu sama.
Fungsi nilai teori prospek didefinisikan melebihi keputusan (outcomes) tunggal (Lim, 2004).
Suatu pertanyaan timbul, bagaimana menggunakan fungsi nilai untuk mengevaluasi keputusan ganda
(multiple)? Hal ini berkaitan dengan mental accounting yang merujuk cara investor membingkai
keputusan keuangan dan mengevaluasi keputusan investasi mereka. Investor mempertimbangkan
suatu investasi berisiko akan terpisah mengevaluasi prospek keuntungan dan prospek kerugian.
Evaluasi terpisah dari keuntungan dan kerugian mengenai titik referen adalah suatu implikasi dari
konsep psikologi tentang narrow framing. Teori prospek menyatakan bahwa frame yang diadopsi
oleh pembuat keputusan dapat mempengaruhi keputusannya. Frame yang diadopsi tergantung pada
formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan, dan karakteristik pembuat keputusan itu sendiri.
Ini bertentangan dengan teori keputusan dimana investor mengevaluasi keputusan dalam bentuk
yang mempengaruhinya pada total kesejahteraan mereka. Perspektif teoritikal dari Kahneman dan
Tversky sebagai seperangkat asumsi deskriptif mengenai sikap resiko sebagai berikut :
a. Fungsi utility / nilai didefinisikan dalam bentuk tingkatan dan merubahnya dalam waktu sekarang
daripada akhir kesejahteraan.
b. Perubahan dalam kesejahteraan dievaluasi relatif terhadap titik referen.
c. Preferensi risiko dikondisikan oleh titik referen.
Tversky dan Kahneman dalam Gudono (1998) berpendapat bahwa fungsi nilai hasil penilaian
subyektif pembuat keputusan berbentuk S, yang mana kurva tersebut cekung pada saat diatas titik
referen dan cembung pada saat dibawah titik referen. Dengan bentuk kurva seperti itu, seseorang
akan merasakan seolah-olah nilai kekalahan sejumlah uang tertentu dalam suatu taruhan lebih besar
dari pada nilai kemenangan sejumlah uang yang sama. Itulah sebabnya dalam situasi rugi (misal titik
B di gambar 1) orang cenderung lebih nekat dalam menanggung resiko, karena kegagalan lebih
lanjut akan menghasilkan nilai subyektif lebih rendah dibandingkan keberhasilan.
Teori prospek memperhatikan kepentingan pada titik referen dalam penentuan preferensi dan
memilih prospek antara. Titik referen menyajikan variasi pada suatu konsep atas tingkat aspirasi.
Teori prospek menganjurkan bahwa lokasi pada titik referen dan cara dalam masalah keputusan
adalah dikodekan dan pemeriksaaan adalah faktor kiritis dalam analisis perilaku pembuatan
keputusan. Teori ini menempatkan suatu refleksi yang mempengaruhi pada pembalikan preferensi
4
sepanjang titik referen netral. Pengaruh pencerminan dinyatakan secara tidak langsung oleh fungsi
nilai bahwa concave pada domain positive dan convex pada domain negative.
Teori prospek menyarankan bahwa setiap orang mengevaluasi outcomes sebagai deviasi dari
titik referen. Pemberian concavity dalam domain keuntungan dan convexity dalam domain kerugian,
fungsi nilai dalam teori prospek menyatakan secara tidak langsung risk aversion jika outcomes
dievaluasi sebagai keuntungan dan risk seeking jika outcomes dinilai sebagai kerugian dalam
hubungan terhadap titik referen individu. Pengaruh pencerminan dan pengaruh framing dihasilkan
dari proses evaluasi tersebut. Sepanjang teori expected utility mendefinisikan utility individu
melebihi kesejahteraan akhir, outcomes framing sebagai keuntungan atau kerugian akan dianggap
tidak relevan selama kesejahteraan akhir berasosiasi dengan alternatif yang serupa.
Utility investor pada keuntungan diasumsikan familiar dengan risk averse, bahwa pilihan
perilaku secara konsisten melanggar aksioma kepastian atas teori expected utility. Setelah pengulasan
bukti yang berkenaan dengan model expected utility, Schoemaker (1982) menyimpulkan bahwa pada
banyak tingkat individu dari bukti empiris adalah sulit untuk merekonsiliasi dengan prinsip
maksimalisasi expected utility. Teori prospek adalah suatu cara untuk mempertinggi bentuk riset ini
karena teori ini berisi beberapa identifikasi berbeda dari teori expected utility, berbeda pengujian
secara empiris. Perbedaan utama adalah teori prospek dan teori expected utility berkenaan fungsi
nilai teori prospek dan fungsi pertimbangan keputusan. Fungsi nilai, yang mana versi Kahneman dan
Tversky pada fungsi utility, diasumsikan dalam concave untuk keuntungan dan convex untuk
kerugian. Fungsi pertimbangan keputusan mencerminkan pengaruh pada seluruh peristiwa spekulasi
yang menarik. Dari fungsi disini, Kahneman dan Tversky menunjukkan bahwa suatu penterjemahan
prospek positif atau negatif mungkin timbul atau lebih rendah pada titik referen. Suatu perubahan
dalam titik referen mungkin merubah urutan antara seperangkat masalah-masalah pilihan.
Mental Accounting
Konsep mental accounting merujuk pada cara investor membingkai (frame) keputusan
keuangannya dan mengevaluasi keputusan (outcomes) investasinya (Thaler, 1985) serta merujuk
pada cara individu memutuskan assets sekarang dan masa datang menjadi terpisah, bagian-bagian
yang tidak dapat dioperkan (Nofsinger, 2005). Konsep ini menyediakan suatu deskripsi luas melalui
proses kognitif dimana orang-orang merasa, mengkategorisasi, mengevaluasi, dan mengikutsertakan
dalam aktivitas keuangan. Mental accounting mempunyai pokok isi individu menentukan tingkat
utilitas yang berbeda pada tiap-tiap kelompok asset, yang mana mempengaruhi keputusan konsumsi
mereka dan perilaku-perilaku lainnya. Konsep ini menyediakan deskripsi melalui proses kognitif
dimana individu merasa, mengkategorisasi, mengevaluasi, dan mengikutsertakan dalam aktivitas
keuangan dengan bentuk mental accounting adalah kategorisasi dan pelabelan. Manifestasinya
adalah individu mengelompokkan pengeluaran dalam anggaran (contoh: makanan, perumahan),
distribusi kesejahteraan dalam rekening (contoh: pensiun, asuransi), dan membagi sumber
penghasilan dalam kategori (contoh: penghasilan regular, uang yang menang dari loterei, tabungan,
investasi). Proses akuntansi dari mental accounting menyediakan tujuan penting, seperti keputusan
pemfasilitasan yang menggunakan dana kita, dan penyediaan fungsi pengendalian diri melalui aturan
pengeluaran ke dalam penempatan dana di dalam ambang batas accounts.
Mental accounting investor memperhatikan pada gains dan losses (Barberis dan Huang,
2001). Pelaksanaan mental accounting dari investor dengan menggunakan narrow framing, yaitu
membingkai (frame) keputusan keuangannya dengan mengungkapkan perhatian pada gains/return
atau losses/risk dan mengevaluasi keputusan (outcomes) investasinya, sehingga individu membingkai
secara subyektif suatu transaksi dalam pikirannya untuk menentukan utilitas yang mereka terima.
Hal ini mencerminkan suatu perhatian pada sumberdaya non konsumsi dari utility, dimana
pengalaman alamiah melebihi narrow framed gains and losses. Selanjutnya, investor
mempertimbangkan dua bentuk mental accounting, pertama, investor peduli mengenai gains and
losses dalam nilai saham individu (akuntansi saham individu), dan kedua, investor peduli mengenai
gains and losses dalam nilai seluruh portfolio (akuntansi portofolio), dan menunjukkan bahwa
bentuk mental accounting mempengaruhi harga assets dalam suatu cara yang signifikan. Perilaku
investasi tersebut menunjukkan investor mempunyai dua kemungkinan sikap, pertama, sikap
5
preferensi risk untuk menerima resiko (risk seeker), sikap menghindari resiko (risk averter), ataukah
sikap netral (risk neutral). Kedua, sikap preferensi untuk menerima return dalam bentuk capital
gain, deviden, ataukah keduanya yaitu capital gain dan deviden (Djunaidi, 1990). Untuk
memperlihatkan perilaku analis sekuritas sebagai proksi investor dalam menyikapi return dan risk
tersebut, maka framing digunakan untuk menjelaskan preferensi analis sekuritas tersebut. Sehingga
menghasilkan sikap yang cenderung menerima gains/return dalam frame positif ataukah cenderung
menerima losses/risk dalam frame negatif ataukah menyikapi keduanya secara seimbang.
Model asumsi mengenai preferensi investor (Markowitz, 1952) hanya didasarkan pada
expected return dan risk dari portofolio yang secara implisit menganggap investor mempunyai fungsi
utilitas yang sama. Tetapi pada kenyataannya, tiap-tiap investor mempunyai fungsi utilitas yang
berbeda (Hartono, 2015). Jika preferensi investor terhadap portofolio berbeda karena investor
mempunyai fungsi utilitas yang berbeda, portofolio optimal untuk masing-masing investor akan
dapat berbeda. Model Markowitz tidak mempertimbangkan hal ini, karena fokusnya terletak pada
nilai portofolio dengan resiko terkecil untuk expected return tertentu. Tetapi preferensi investor
berbeda-beda. Investor yang risk averse akan memilih sesuai tanggapan model Markowitz,
sedangkan investor yang risk seeker akan memilih resiko yang tinggi dengan implikasi akan
mendapatkan return yang tinggi pula. Pemilihan portofolio sesuai dengan preferensi investor,
merupakan portofolio yang efisien yang masih berada di efficient set. Portofolio mana yang akan
dipilih oleh investor tergantung dari fungsi utilitasnya masing-masing. Portofolio optimal untuk tiaptiap investor terletak pada titik persinggungan antara fungsi utilitas investor dengan efficient set.
Berdasarkan preferensi, investor menggunakan beberapa aksioma dalam proses pengambilan
keputusan investasi berdasarkan model utilitas yang diharapkan (expected utility model) (Suad, 2005)
yang merupakan model yang mendasari pemilihan investasi pada portofolio dalam konteks meanvariance model. Expected utility model secara historis memberikan model normatif dan deskriptif
untuk pembuatan keputusan yang mengandung risiko. Teori ini beranggapan bahwa pembuat
keputusan adalah seorang yang rasional. Pembuat keputusan dianggap mampu memproses informasi
dengan sempurna dalam menentukan pilihan yang terbaik. Asumsi rasionalitas juga mewajibkan
adanya konsistensi dan koherensi dalam keputusan yang dibuat. Aksioma pengambilan keputusan
investasi tersebut yaitu:
a. Investor mampu memilih berbagai alternatif dengan menyusun peringkat dari berbagai alternatifalternatif sehingga bisa diambil keputusan.
b. Setiap peringkat alternatif-alternatif tersebut bersifat transitif. Artinya, kalau investasi A lebih
disukai dari pada B, dan B lebih disukai dari pada C, maka A tentu lebih disukai dari pada C.
c. Para pemodal akan memperhatikan risiko alternatif yang dipertimbangkan, dan tidak
memperhatikan sifat alternatif-alternatif tersebut. Sebagai misal, investor tidak akan
mempertimbangkan apakah suatu kesempatan investasi lebih padat modal ataukah lebih padat
karya.
d. Para investor mampu menentukan certainty equivalent dari setiap investasi yang tidak pasti.
Certainty equivalent suatu investasi menunjukkan nilai pasti yang ekuivalen dengan nilai
pengharapan dari investasi tersebut.
Keempat aksioma di atas bisa digunakan untuk menyusun fungsi utilitas dari investor sebagai
dasar untuk model sikap investor terhadap risiko, dengan tujuan untuk memaksimumkan indeks
utilitas yang diharapkan pada income (discounted interest rate). Penyusunan fungsi utilitas
digunakan untuk memilih investasi yang mempunyai unsur ketidakpastian. Investor akan memilih
investasi-investasi berdasarkan return yang diharapkan pada tingkat yang maksimal atau tinggi.
Investor yang satu dengan investor yang lain mungkin mempunyai fungsi utilitas yang berbeda, dan
karenanya bisa memilih kesempatan investasi yang berbeda ataukah sama. Fungsi utilitas tersebut
bersifat individual, artinya bisa berbeda antara pemodal yang satu dengan pemodal lainnya.
Perbedaan fungsi utilitas investor dapat digambarkan melalui indifference curve bahwa investor tidak
akan merasa berbeda sepanjang investor berada pada kurva tersebut. Tingkat utilitas investor akan
berbeda satu sama lain pada tingkat resiko yang sama, tetapi investor akan lebih menyukai untuk
memilih tingkat utilitas pada return yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan preferensi risiko
bagi investor (Suad, 2005).
6
Konsep mental accounting sama dengan yang digunakan dalan teori prospek (Kahneman dan
Tversky, 1979) dan banyak mengadopsi terori ini sebagai fungsi nilai dalam analisisnya. Teori
prospek menggambarkan bagaimana investor membingkai (frame) dan menilai suatu keputusan
dalam ketidakpastian. Pertama, investor membingkai (frame) pilihan dalam bentuk keuntungan dan
kerugian potensial relatif terhadap suatu titik referen spesifik. Kedua, Investor menilai keuntungan
atau kerugian berkenaan pada suatu fungsi bentuk-S sepeti dalam gambar 1. Gunanya, sebagai
penjelasan alternatif dalam pengambilan keputusan. Elemen utama teori prospek adalah fungsi nilai
bentuk-S yang concave (risk averse) dalam domain keuntungan dan convex (risk loving) dalam
domain kerugian, keduanya mengukur relatif terhadap titik referen yang bersifat netral dengan nilai
sebesar 0. Mental accounting menyediakan suatu fondasi untuk cara dimana pembuat keputusan
merancang titik referen pada accounts yang menentukan keuntungan dan kerugian. Ide utama adalah
pembuat keputusan cederung memisahkan tipe berbeda dari spekulasi kedalam account terpisah, dan
kemudian mempergunakan teori prospek pada tiap-tiap account oleh pengabaian interaksi yang
memungkinkan.
METODOLOGI PENELITIAN
Tipologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratory deskriptif yang dikembangkan dari
penelitian Tversky dan Kahneman (1981), dan dilaksanakan dengan metode survey yaitu
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner.
Kriteria Penentuan Populasi, Sampel, dan Responden
Populasi penelitian ini adalah investor yang melakukan investasi di pasar modal dan anggota
Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISI). Sampelnya meliputi investor individu yang
menggunakan strategi investasi yang berbeda yaitu: strategi speculative investment, strategi
aggressive investment, dan strategi core investment.
Sumber Data
Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh responden sehingga data tersebut
merupakan data primer. Unit yang dianalisis adalah individu dari pihak investor.
Metode Pengumpulan Data
Kuesioner dikirimkan kepada investor melalui teknik snow balling melalui manajer investasi.
Sebelum kuesioner dikirimkan, instrumen dalam kuesioner dilakukan pengecekan ulang dan
dilakukan pre-test terlebih dahulu dengan menggunakan sampel 30 mahasiswa S2 (MM Finance)
PTS DKI Jakarta. Hasil pre-test menunjukkan bahwa instrumen tersebut cukup mudah dipahami.
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
Pengembalian Kuesioner
Data dikumpulkan melalui survey dengan jumlah kuesioner yang dikirim sebanyak 150
lembar. Kuesioner yang kembali sebanyak 110 lembar. Respon rate kuesioner sebanyak 73,3 %.
Tabulasi kuesioner terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Kuesioner Penelitian
Keterangan
Kuesioner yang dikirim
Kembali karena alamat tidak dikenal
Jumlah
150 eksemplar
0 eksemplar
Jumlah Pengiriman
Kuesioner yang kembali
Prosentase Yang kembali
150 eksemplar
110 eksemplar
73,3 %
Kuesioner yang bisa dipakai
Prosentase yang bisa dipakai
110 eksemplar
73,3 %
Demografi Responden
Analisa didasarkan dari jawaban responden sebanyak 110 orang. Berdasarkan data yang
diperoleh yang digunakan untuk menganalisis data, maka didapat deskripsi tentang demografi
responden adalah responden pria berjumlah 78 (70,9%) dan responden wanita sebanyak 32 (29,1%).
7
Responden yang bekerja antara 1 sampai dengan 5 tahun berjumlah 19 orang (17,3%), responden
yang bekerja selama 6 – 10 tahun sebanyak 38 orang (34,5%), dan responden yang bekerja lebih dari
10 tahun sebanyak 53 orang (48,2%). Tabel 2 berikut ini menyajikan data demografis responden
sebagai berikut:
Tabel 2. Demografi Responden Penelitian
Keterangan
Jenis Kelamin
Pria
Perempuan
Jumlah
Jumlah
78
32
110
Pengalaman
1 – 5 tahun
6 -10 tahun
> 10 tahun
Jumlah
19
38
53
110
Pendidikan
< S1
> S1
Jumlah
87
23
110
Hasil Penelitian
Hasil jawaban responden diringkas dalam tabel 3. Tabel ini menunjukkan ringkasan mengenai
perbandingan antara hasil penelitian peneliti dengan hasil penelitian Tversky dan Kahneman (TK)
(1981) sebagai berikut:
Tabel 3. Perbandingan antara hasil peneliti dengan hasil Tversky dan Kahneman (TK)
Nomor Kasus
Prosentasi Hasil
Penelitian Ini (%)
Penelitian TK (%)
Kasus 1
Alternatif A
Alternatif B
59
41
72
28
Alternatif A
Alternatif B
Kasus 3 – Bagian 1
Alternatif A
Alternatif B
Kasus 3 – Bagian 2
Alternatif A
Alternatif B
Kasus 4
Alternatif A
Alternatif B
Kasus 5
Alternatif A
Alternatif B
Kasus 6
Alternatif A
Alternatif B
32
68
22
78
37
63
84
16
28
72
13
87
20
80
0
100
58
42
88
12
56
44
46
54
Kasus 2
Analisis Kasus 1
Kasus 1 : Bayangkan bahwa Pemerintah RI (OJK) sedang mempersiapkan usaha pemberantasan para spekulan yang
sangat berbahaya yang akan menyerang emiten di Bursa Efek Indonesia. Usaha spekulan tersebut diduga bisa
menghancurkan 600 emiten. Bapepam mempunyai dua pilihan program untuk memberantasnya, yang masing-masing
mempunyai akibat sebagai berikut:
8
Jika program A dipilih, 200 Emiten akan bisa diselamatkan. (59 %).
Jika program B dipilih, probabilitas 600 emiten akan bisa diselamatkan adalah 1/3, sedangkan probabilitas emiten tak
bisa diselamatkan adalah 2/3. (41 %).
Dalam kasus ini masalah ditunjukkan dengan menggunakan framing positif. Artinya, masalah yang
menekankan pada persoalan yang bisa diselamatkan. Berkenaan dengan teori expected utility, kasus
1 dengan melakukan program A dan program B akan memiliki nilai expected utility yang sama yaitu
200 dari masing-masing perhitungan untuk A (100 % x 200 = 200) dan untuk B (1/3 x 600 + 2/3 x 0
= 200). Pada kasus 1 tersebut dengan framing positif menunjukkan responden banyak memilih
program A dibandingkan program B, walaupun selisihnya tidak besar. Hal ini menunjukkan bahwa
investor memandang suatu investasi berdasarkan preferensinya adalah keuntungan yang akan
diterimanya sebanding dengan risk yang ditanggungnya. Artinya, semakin tinggi return yang
diinginkannya akan semakin meningkat resiko yang harus ditanggung dalam investasinya. Dengan
framing positif tersebut, investor di Bursa Efek Indonesia menampakkan sikap netral dalam memilih
alternatif.
Analisis Kasus 2
Kasus 2 : Bayangkan bahwa Pemerintah RI (OJK) sedang mempersiapkan usaha pemberantasan para spekulan yang
sangat berbahaya yang akan menyerang emiten di Bursa Efek Indonesia. Usaha spekulan tersebut diduga bisa
menghancurkan 600 emiten. Bapepam mempunyai dua pilihan program untuk memberantasnya, yang masing-masing
mempunyai akibat sebagai berikut:
Jika program A dipilih, 400 emiten akan gulung tikar. (32 %).
Jika program B dipilih, probabilitas emiten tidak gulung tikar adalah 1/3, sedangkan probabilitas emiten gulung tikar
adalah 2/3. (68 %).
Dalam kasus ini masalah ditunjukkan dengan menggunakan framing negatif. Artinya, masalah yang
menekankan pada persoalan emiten yang gulung tikar (likuidasi). Berkenaan dengan teori expected
utility, kasus 2 dengan melakukan program A dan program B akan memiliki nilai expected utility
yang sama yaitu 400 dari masing-masing perhitungan untuk A (100 % x 400 = 400) dan untuk B (1/3
x 0 + 2/3 x 600 = 400). Pada kasus tersebut dengan framing negatif menunjukkan responden banyak
memilih program B dibandingkan program A. Hal ini menunjukkan bahwa investor mempunyai
tindakan bahwa mereka lebih berani untuk mengambil resiko (risk taker), artinya investor lebih suka
memilih B yang punya kans 2/3 semua emiten gulung tikar daripada memilih A dengan kans hanya
400 emiten gulung tikar. Dengan proksi ini memberikan pemahaman bahwa preferensi investor
terhadap investasi mengenai expected return dan risk tidak bersifat tunggal tetapi mempunyai
preferensi berbeda.
Analisis Kasus 3
Kasus 3 : Bayangkan bahwa anda sedang menghadapi dua pasang alternatif keputusan. Pelajari dengan seksama
masing-masing alternatif, lalu pilihlah mana yang anda sukai:
Keputusan 1. Pilihlah satu (dengan melingkari huruf A atau B) sesuai preferensi anda :
A. Pasti Laba Rp. 240.000,(37 %)
B. Kans Laba Rp. 1.000.000,- sebesar 25 %
Kans Laba Rp. 0,- sebesar 75 %. (63 %)
Kalau anda diminta menentukan, alternatif mana yang anda sukai ? ..........................................................
Keputusan 2. Pilihlah satu (dengan melingkari huruf C atau D) sesuai preferensi anda :
C. Pasti rugi Rp. 750.000,(28 %)
D. Kans rugi Rp. 1.000.000,- sebesar 75 %.
Kans rugi Rp. 0,- sebesar 25 %. (72 %)
Kalau anda diminta menentukan, alternatif mana yang anda sukai ? ..........................................................
9
Pada kasus 3 ini pemaparan suatu persoalan ditunjukkan melalui perbedaan framing pada
suatu keputusan yang bersifat keuangan. Investor mempunyai kesempatan untuk melihat masingmasing tipe kasus keputusan. Keputusan 1 menunjukkan bahwa investor lebih banyak memilih
alternatif B (alternatif dengan risiko) dan perbedaannya sangat besar (36 %) dibanding investor yang
memilih alternatif A. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Tversky dan Kahneman (1981)
dan menunjukkan bahwa framing positif jelas berbeda dengan hasil penelitian Tversky dan
Kahneman (1981). Subyek Investor di Bursa Efek Indonesia tampak bersifat netral dalam memilih
alternatif dalam framing positif.
Sedangkan pada keputusan 2, mayoritas investor memilih alternatif D. Hal ini menunjukkan
bahwa investor bersikap sebagai pengambil risiko (risk taker), artinya investor lebih suka memilih
alternatif berisiko dari pada alternatif tanpa risiko. Karena pemaparan keputusan 1 dan 2 dalam kasus
3 ditampilkan secara bersamaan, sehingga para peserta dapat membuat kombinasi pilihan alternatif
untuk memaksimalkan utilitasnya. Kombinasi alternatif pilihan yang bisa dilakukan sesuai dengan
preferensi investor adalah AC, AD, BC, dan BD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investor
memilih kombinasi B dan D adalah sesuai dengan preferensi investor.
Analisis Kasus 4
Kasus 4 : Pilihlah salah satu alternatif di bawah ini yang anda sukai :
Alternatif 1 :
A dan D Kans 25 % untuk laba Rp. 240.000,- dan
Kans 75 % untuk rugi Rp. 760.000,- ( 20 % )
Alternatif 2 :
B dan C Kans 25 % untuk laba Rp. 250.000,- dan
Kans 75 % untuk rugi Rp. 750.000,- ( 80 % )
Kalau anda diminta menentukan, alternatif mana yang anda sukai ? ..........................................................
Pada kasus 4 tersebut menunjukkan bahwa pilihan alternatif 2, yaitu, B dan C menunjukkan
pilihan yang lebih bagus dan lebih disukai dibandingkan dengan pilihan alternatif 1 (A dan D). Hasil
ini menunjukkan suatu pengambilan keputusan yang berbeda dengan kasus 3, dan mengindikasikan
bahwa investor terdapat kemungkinan tidak mempunyai kemampuan dalam menggabungkan
informasi yang terpisah-pisah mengenai investasi keuangan dan fundamental keuangan emiten untuk
membuat pilihan yang optimal dalam pengambilan keputusan investasi sekuritas.
Dari paparan ini menunjukkan bahwa investor dalam proses pengambilan keputusan investasi
sekuritas terutama dalam memilih sekuritas individu, perangkingan estimasi expected return dan risk
sekuritas individu, serta menyusun suatu portofolio dari sekuritas-sekuritas individu akan dapat
berbalik 360 derajad dalam suatu analisis sekuritas jika investor mampu menggabungkan fakta-fakta
yang akan dianalisis bilamana investasi tersebut bersifat tidak mutually exclusive.
Analisis Kasus 5 dan 6
Kasus 5 : Bayangkan situasi dimana anda berniat menghadiri seminar Investasi Keuangan dimana harga tiket / biaya
seminar adalah Rp. 20.000,-. Setiba anda di gedung seminar, Anda menyadari bahwa ternyata selembar uang Rp.
20.000,- hilang dari dompet anda.
Apakah anda masih tetap mau mengeluarkan Rp. 20.000,- untuk menghadiri seminar Investasi Keuangan tersebut ?
JAWABAN : YA (58 % )
TIDAK (42 %)
Kasus 6 : Bayangkan bahwa anda telah membeli tiket seharga Rp. 20.000,0 untuk menghadiri seminar Investasi
Keuangan. Saat anda masuk gedung seminar tiba-tiba anda menyadari bahwa tiket tersebut hilang. Oleh sebab itu anda
tidak akan diperbolehkan masuk.
Apakah anda masih tetap mau mengeluarkan Rp. 20.000,- untuk menghadiri seminar Investasi Keuangan tersebut ?
10
JAWABAN : YA (56 % )
TIDAK (44 %)
Pada kasus 5 dan 6 ini digunakan untuk melakukan suatu analisis bilamana dalam suatu
situasi suatu tindakan dapat merubah keseimbangan yang sebelumnya sudah diciptakan oleh
tindakan yang terkait. Hal ini menunjukkan perubahan keseimbangan karena adanya hasil keputusan
baru tersebut.
Peristiwa dalam kasus 5 dan 6 merupakan pengaruh sunk-cost effect yang timbul dari suatu tindakan
yang telah dilakukan sebelumnya dan evaluasi dilakukan dengan memakai titik referen negatif yang
timbul sebagai akibat kegagalan pada keputusan terakhir. Artinya, investor yang telah mempunyai
preferensi risk taker akan menanggung segala risiko baik dari aktivitas investasi yang telah
dikeluarkan dananya maupun dari perencanaan investasi yang akan dilakukannya. Investor dapat
menerima konsekwensi bahwa investasi yang telah dikeluarkan akan dapat memberikan return yang
maksimal sesuai harapannya ataupun tidak akan mendapatkannya sama sekali. Investor akan secara
subyektif membuat penilaian dan mengambil keputusan dari titik referen (fungsi nilai dari teori
prospek), dengan penilaian tersebut, investor akan merasa seolah-olah nilai kekalahan/kerugian
sejumlah uang tertentu dalam suatu investasi akan lebih besar dari pada nilai kemenangan sejumlah
uang yang sama. Sehingga dalam situasi rugi (misal dititik B dalam gambar 1) investor akan
cenderung untuk bertindak nekat dalam menanggung resiko, karena kerugian lebih lanjut akan
menghasilkan nilai subyektif lebih rendah dibandingkan keuntungan. Dengan hasil dari kasus 5
dengan perbandingan jawaban ya sebesar 58 % dengan jawaban tidak sebesar 42 %; serta kasus 6
dengan perbandingan jawaban ya sebesar 56 % dengan jawaban tidak sebesar 44 % menunjukkan
bahwa suatu kehilangan uang tersebut tidak terkait secara khusus dengan pembelian tiket yang
kemungkinan dan implikasinya investor akan lebih cenderung bersikap indifference terhadap
peristiwa yang terjadi yang bersifat fair.
Diskusi
Penelitian ini memberikan bukti bahwa mental accounting investor mengenai preferensi
investasi keuangan dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena pengambilan keputusan investasi
investor di Bursa Efek Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan suatu perbedaan
dengan penelitian Tversky dan Kahneman (1981) khususnya untuk kasus 2, kasus 3 bagian 1, kasus
4, kasus 5, dan kasus 6 yang secara khusus menunjukkan kasus pengambilan keputusan yang
dijelaskan dengan framing negatif (kasus 2 dan 4) serta framing positif (kasus 3 bagian 1). Hal ini
mengindikasikan bahwa secara spesifik investor di Bursa Efek Indonesia cenderung bersikap risk
netral untuk memaksimalkan utilitasnya, dan memberikan bukti bahwa terdapat kecenderungan
investor akan bersikap indifference pada suatu investasi yang bersifat fair (wajar). Disamping itu,
dari paparan kasus 5 dan kasus 6 menunjukkan bahwa keputusan investor Indonesia cenderung
konsisten dalam menilai Rp. 20.000,- yang hilang dan tidak tergantung apakah hal tersebut berwujud
uang atau tiket.
Disamping terdapat perbedaan, penelitian ini juga menunjukkan persamaan dengan penelitian
Tversky dan Kahneman (1981). Kesamaan ini dapat dilihat pada kasus 3 bagian 2 dengan
penggambaran kasus tersebut menggunakan framing negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa
framing negatif baik investor Indonesia maupun subyek Amerika Serikat (penelitian Tversky dan
Kahneman, 1981) sama-sama mempunyai sifat risk taker.
PENUTUP
Kesimpulan
Berkaitan dengan perilaku pengambilan keputusan Investor di Indonesia, menyimpulkan
bahwa pada framing positif perilaku orang Indonesia dapat berbeda dengan orang asing. Peneliti
menarik pandangan bahwa hal ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya yaitu, perbedaan budaya
sehingga menyebabkan perbedaan sikap dalam pengambilan keputusan investasi, serta keterbiasaan
menerima informasi orang Indonesia dengan framing positif yang dapat mempengaruhi kepribadian,
perilaku orang, dan persepsi seseorang.
11
Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan pada obyek investor individu yang melakukan investasi dengan
berbagai strategi investasi yang berbeda, yaitu, strategi speculative investment, strategi aggressive
investment, dan strategi core investment. Hasilnya mengindikasikan suatu generalisasi sikap
preferensi investor tehadap investasinya. Penelitian di masa mendatang diharapkan para peneliti
dapat membuat cluster untuk masing-masing strategi sehingga di dapat preferensi investor secara
berkelompok.
Daftar Pustaka
Barberis, Nicholas, and Huang, Ming, 2001, Mental Accounting, Loss Aversion, and Individual
Stock Returns, The Journal of Finance, Vol. LVI, No. 4, August.
Djunaidi, A., 1990, Investasi Melalui Instrumen Pasar Modal: Mengapa Dividen Lebih Penting, Info
Pasar Modal, Juni, Jakarta.
Gudono dan Hartadi, Bambang, 1998, Apakah Teori Prospek Tepat untuk Kasus di Indonesia ?
Sebuah Replikasi Penelitian Tversky dan Kahneman, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.
1, No. 1, Januari, hlm. 29 – 42.
Hartono, M., Jogiyanto, 2015, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Sepuluh, BPFE
Yogyakarta.
Harvey, J.T., 1996, Long Term Exchange Rate Movements : The Role of The Fundamentals In
Neoclasical Models of Exchange Rates, Journal of Economics Issue, 30(2), Hal. 509-516.
Kahneman, D. and A. Tversky, 1979, Prospect Theory: An Analysis of Decision Under Risk,
Econometrica, March, pp. 263-291.
Karim, J; P.E. Johnson, and R.E. Berryman, 1995, Detecting Framing Effects in Financial
Statements, Contemporary Accounting Research, 12(1), Hal 85-105.
Lim, Sonya. SeongYeon, 2004, Do Investor Integrate Losses and Segregate Gains ? Mental
Accounting and Investor Trading Decisions, Working Paper, SSRN.
Markowitz, H.M., Portofolio Selection, Journal of Finance (March 1952), hal. 77-91.
Nofsinger, John R., 2005, The Psychology of Investing, Pearson Education, Second Ed., Upper
Saddle River, New Jersey.
Paimpo dan Didi, 2000, Bukan waktunya lagi mengandalkan rumor, Media Akuntansi, No. 10,
Tahun VII, Juni, Jakarta, hal 16 – 17.
Prabowo, Tommy, 2000, Mengharapkan Laporan Keuangan Plus, Media Akuntansi, No. 10, Thn.
VII, Juni, Jakarta
Prabowo, Tommy, 2000, Dissemination of Information di Pasar Modal, Media Akuntansi, No. 10,
Thn. VII, Juni, Jakarta.
Schoemaker, P., 1982, The Expected Utility Model : Its Variance, purposes, evidence and
limitations, Journal of Economic Literature 20 (June), halaman 529 – 563.
Scott, William R., 2015, Financial Accounting Theory, 6 ed, Pearson Education Canada Inc.,
Toronto.
Suad, Husnan, 2005, Dasar-Dasar Teori Portfolio, Edisi Kelima, Penerbit UPP AMP YKPN,
Oktober, Yogyakarta.
Thaler, Richard H., 1985, Mental Accounting and Consumer Choice, Marketing Science 4, pp. 199214.
Tim BEJ, 2006, Berburu Dividen, Lihat Dulu Jadwalnya - Ada faktor psikologis, menjelang
pembagian dividen harga saham akan naik, Republika, Senin 17 April.
Tversky, A., dan D. Kahneman, 1981, The Framing of Decisions and The Psychology of Choice,
Science, 211 (30), halaman 453 – 458.
Wikipedia, 2008, Cognition, Free encyclopedia.
White, R.A.; P.D. Harrison, and A. Harrell, 1993, The Impact of Income Tax Witholding on
Taxpayer Compliance: Further Empirical Evidence, The Journal of the American Taxation
Association, No. 3, Hal 63-78.
12
Download