SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) TUGAS MATA KULIAH PENDALAMAN KONSEP IPA/KIMIA KONSEP MATEMATIKA DALAM PERHITUNGAN KALOR DAN KAPASITAS KALOR Dosen Pengasuh: 1. Prof. Dr. Leny Yuanita, M.Kes. 2. Prof. Dr. Suyono, M.Pd. OLEH: NAMA : SUNYONO NIM: 107966009 PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN SAINS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2011 1 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) A. Pendahuluan Kalor adalah energy yang dipindahkan dari sistem ke lingkungan atau dari lingkungan ke sistem akibat adanya perbedaan suhu diantara keduanya. Secara matematis ditulis Q = C .T atau dQ = C.dT …………………..… (1) Dimana : Q = dQ = kalor yang dilepaskan/diserap oleh sistem C = Kapasitas kalor .T = Perbedaan suhu antara sistem dan lingkungan. Perhatikan perpindahan kalor dari system ke lingkungan atau sebaliknya dalam gambar berikut: a) b) Gambar 1. Proses penpndahan kalor dari system ke lingkungan (a), dan dari lingkungan ke system (b) Jika kalor dilepaskan oleh system ke lingkungan maka proses tersebut dinamakan proses eksoterm, dan sebaliknya jika kalor diserap oleh system dari lingkungannya dinamakan proses endoterm. Pada hokum I Termodinamika, kalor sangat berpengaruh terhadap perubahan energy dalam system, melalui persamaan: dE = dQ + dW ……………………………… (2) dimana: dE = perubahan energy dalam dW = Kerja yang dilakukan sistem atau yang dikenai pada sistem. Dengan demikian, dalam mempelajari kalor tidak pernah lepas dari pembahasan termodinamika kimia. Termodinamika kimia adalah kajian matematis tentang keterkaitan antara kalor dan kerja dengan reaksi kimia atau dengan perubahan keadaan fisik dalam batas-batas hokum termodinamik. Termodinamika kimia dapat dipahami sebagai terapan metode matematika untuk menkaji permasalahan kimia, dan khususnya perhatiannya kepada kespontanan proses. 2 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Pada system dimana terjadi proses perubahan wujud atau pertukaran eneri, termodinamika klasik tidak berhubungan dengan kinetika kimia. Oleh sebab itu, penggunaan istilah termodinamika biasanya merujuk kepada termodinamika setimbang. Dengan batasan istilah tersebut, konsep utama dalam termodinamika kimia adalah proses kuasistatik yang diidealkan dan tidak bergantung pada waktu. Sedangkan proses termodinamika yang bergantung pada waktu dipelajari melalui termodinamika tak setimbang (biasa disebut irreversible) . Perhatikan gambar sstem termodinamika setimbang berikut: Gambar 2. Sistem termodinamika setimbang Gambar 2 adalah gambar dari mesin triple expansion, dimana putaran masing-masing engsel memiliki kecepatan yang sama, jika yang satu bergerak ke atas, maka pasangannya akan bergerak ke bawah dengan kecepatan yang sama, karena kecepatannya sama maka waktu bergeraknya mesin diabaikan dalam perhitungan energi yang dihasilkan. Dalam pembahasan termodinamika, kalor merupakan salah satu bentuk energy dari ketujuh parameter energy termodinamik. Ketujuh energy tersebut adalah Energi dalam (disimbolkan E atau U) Energi bebas Gibbs (disimbolkan G) Energi bebas Helmholtz (disimbolkan A atau F) Enthalpi (disimbolkan H) Entropi (disimbolkan S) Kerja pada system atau oleh system (disimbolkan W) Kalor yang dilepaskan atau diserap (disimbolkan Q) Lima energy yang pertama (E, G, A, H, dan S) adalah suatu fungsi keadaan, dimana perubahan terjadi hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir dari suatu 3 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) system, dan tidak bergantung pada jalannya proses. Sedang 2 energi yang terakhir (W dan Q) adalah sebaliknya. Namun demikian, dalam suatu proses di laboratorium masing-masing dari ketujuh energy tersebut saling berkaitan satu sama lain. Untuk mempelajari parameter-parameter termodinamik tersebut selainj konsep aljabar diperlukan juga beberapa konsep matematik yang sangat krusial, diantaranya: a. Differensialk eksak dan tak eksak atau fungsi kontinyu yang differensiabel. b. Differensial parsiel atau differensial fungsi dua/lebih variabel. c. Teori pemisahan variabel d. Fungsi integral (dipakai ketika sudah mulai diterapkan dalam perhitunganperhitungan untuk menentukan besaran parameter termodinamik). B. Perbedaan Ketujuh Energi Termodinamik Dari ketujuh energy yang telah diuraikan dalam bagian A, dan telah disebutkan bahwa kelimanya adalah fungsi keadaan, sehingga integrasinya merupakan selisih antara keadaan akhir (keadaan 2) dengan keadaan awal (keadaan 1), lihat gambar berikut: Jalan a Keadaan 1 Keadaan 2 Jalan b Secara matematis, hasil integrasi dari kelima energy (E, G, A, H, dan S) adalah ∫ 𝑑𝐸 = ∆𝐸, ∫ 𝑑𝐴 = ∆𝐴, ∫ 𝑑𝐺 = ∆𝐺, ∫ 𝑑𝐻 = ∆𝐻, dan ∫ 𝑑𝑆 = ∆𝑆. Oleh karena tidak bergantung pada jalannya proses maka integral siklusnya sama dengan nol. Integral siklus adalah integrasi dari besaran termodinamik yang diperoleh dari proses siklus. Proses siklus adalah proses dimana keadaan akhir berimpit dengan keadaan awal. ∮ 𝑑𝐸 = ∮ 𝑑𝐴 = ∮ 𝑑𝐺 = ∮ 𝑑𝐻 = ∮ 𝑑𝑆 = 0 Suatu fungsi dinyatakan sebagai fungsi keadaan bila differensial dari fungsi itu memenuhi syarat differensial eksak (relasi Euler). Selanjutnya dua energy lainnya (W dan Q) merupakan kebalikan dari kelima energy tersebut di atas. W dan Q bukan merupakan fungsi keadaan, besarnya W dan Q dari suatu proses sangat bergantung pada jalannya proses, sehingga ∫ 𝑑𝑊 = 𝑊 dan ∫ 𝑑𝑄 = 𝑄, dan proses siklusnya: ∮ 𝑑𝑊 ≠ 0 dan ∮ 𝑑𝑄 ≠ 0., harga integral siklus dapat positif atau negative, bergantung pada jalannya proses. Perhatikan proses siklus berikut: 4 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) a b b Keadaan 1 (awal & akhir) Keadaan 2 Konsep Differensial Eksak dan Tak Eksak Suatu fungsi yang jika diturunkan mengikuti syarat differensial eksak, maka fungsi itu disebut juga fungsi keadaan dan berkelakuan baik (artinya kontinyu dan differensiabel). Jika z = z(x,y) adalah suatu fungsi keadaan dan berkelakuan baik, maka urutan mendifferensialkan fungsi tersebut terhadap variabel manapun tidak menjadi persoalan, maksudnya bagaimanapun urutan differensialnya maka hasilnya akan selalu sama. Ini berarti, jika z = z(x,y), maka 𝜕2 𝑍 𝜕𝑥𝜕𝑦 Karena ( 𝜕𝑧 = 𝜕2 𝑍 𝜕𝑦𝜕𝑥 , ……………………..... (3) 𝜕𝑧 ) = 𝑀(𝑥, 𝑦), dan ( ) = 𝑁(𝑥, 𝑦), maka persamaan (3) dapat 𝜕𝑥 𝑦 𝜕𝑦 𝑥 ditulis menjadi: 𝜕𝑀(𝑥,𝑦) ( 𝜕𝑦 ) =( 𝑥 𝜕𝑁(𝑥,𝑦) 𝜕𝑥 ) 𝑦 ……………………… (4) Persamaan (4) ini adalah syarat yang perlu dan cukup agar z = z(x,y) merupakan fungsi keadaan dan berkelakuan baik. Differensial total dari suatu fungsi keadaan dan berkelakuan baik, serta memenuhi syarat sebagaimana persamaan (4) disebut differensial eksak, dan persamaan (4) disebut relasi Euler. Bukti dari masing-masing kelima energy sebagai fungsi keadaan dan differensial eksak, dibahas setelah diperoleh persamaan fundamental termodinamika dari kelima energy tersebut. Gambar 3. Fungsi keadaan dan perubahan energi yang tidak bergantung pada jalannya proses (Suatu contoh proses pembakaran Oktana). 5 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Gambar 4. Contoh sistem termodinamika setimbang dalam proses kimia Pada gambar 4 tersebut bahwa jika reaksi dilakukan pada tekanan tetap maka perubahan kalor yang terjadi akan sama dengan perubahan entalpi (H), yang akan di bahas kemudian. Reaksi kimia pada umumnya dilakukan dalam sistem terbuka (tekanan tetap). Oleh karena itu, pada setiap proses yang melibatkan perubahan volum akibat tekanan tetap, ada kerja yang menyertai proses tersebut meskipun kecil tetapi cukup berarti. Menurut Hukum Termodinamika I (Hukum Kekekalan Energi), H = E + PV ………………………………. (5) Dari persamaan (5) dapat disimpulkan bahwa jika reaksi dilakukan pada tekanan tetap maka perubahan kalor yang terjadi akan sama dengan perubahan entalpi sebab perubahan tekanannya 0 (nol). Jadi, entalpi sama dengan besarnya energi dalam yang disimpan dalam suatu sistem. Sehingga entalpi (H) merupakan energi dalam bentuk kalor yang tersimpan di dalam suatu sistem. Sebagaimana dinyatakan di atas, bahwa reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor atau menghasilkan energi. Entalpi sistem berkurang (hasil reaksi memiliki entalpi yang lebih rendah dari zat semula). Hakhir < Hawal Hakhir – Hawal < 0 H berharga negatif Contoh: Reaksi antara kalsium oksida (kapur tohor) dengan air. Kapur tohor dimasukkan ke dalam air dalam tabung reaksi. Reaksi ini berlangsung ditandai dengan kenaikan suhu campuran (sistem). Karena suhu sistem lebih tinggi dari lingkungan, maka kalor akan keluar dari sistem ke lingkungan sampai suhu keduanya menjadi sama. CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(aq) dan reaksi Endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor atau memerlukan energi. Entalpi sistem bertambah (hasil reaksi memiliki entalpi yang lebih tinggi dari zat semula). 6 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Hakhir > Hawal Hakhir – Hawal > 0 H berharga positif Contoh: Reaksi antara kristal barium hidroksida oktahidrat dengan kristal amonium klorida. Ketika kristal barium hidroksida oktahidrat, Ba(OH)2. 8H2O dicampur dengan Kristal amonium klorida (NH4Cl), reaksi segera berlangsung yang ditandai dengan penurunan suhu campuran dan pembentukan gas amonia. Oleh karena suhu campuran (sistem) menjadi lebih rendah daripada lingkungan, maka kalor akan mengalir dari lingkungan ke dalam sistem sampai suhu keduanya menjadi sama. Ba(OH)2. 8H2O(s) + 2NH4Cl BaCl2.2H2O(s) + 2NH3(g) + 8H2O(l) C. Hubungan Makroskopis dan Keadaan Partikel (Mis dan/atau Submikroskopis) Andaikan kita memiliki suatu system berupa gas yang terdiri dari N buah molekul yang dibatasi oleh suatu dinding pembatas dalam ruang tertutup. Besaran makroskopis yang menggambarkan system gas ini adalah tekanan (P), volume (V), dan suhu (T). Ketiga variabel keadaan tersebut berdasarkan eksperimen saling berkaitan satu sama lain. Dalam hal ini, jika suatu system gas memiliki V tertentu dan T tertentu, ternyata Pnya juga tertentu. Secara matematik hubungan fungsional ketiga variabel tersebut di tulis: f(P,V,T) = 0, dimana P, V, dan T adalah variabel yang mudah diukur. Konsep matematik yang diperlukan dalam memecahkan fungsi seperti di atas adalah konsep differensial parsiel dan teori pemisahan variabel secara bersama-sama. C1. Konsep differensial parsiel Konsep differensial parsiel menyatakan bahwa jika suatu fungsi dua atau lebih variabel didiferensialkan maka salah satu atau dua variabel tersebut harus dijaga konstan. Misalkan kita mempunyai Z = x2y3, maka Untuk mencari harga differensial dari ( 𝜕𝑍 ) , kita mendifferensialkan Z terhadap x 𝜕𝑥 𝑦 dengan menjaga y konstan, sehingga 𝜕𝑍 ( ) = 2𝑥𝑦 3 𝜕𝑥 𝑦 Untuk mencari harga ( 𝜕𝑍 ) kita mendifferensialkan Z terhadap y dengan menjaga x 𝜕𝑦 𝑥 konstan, sehingga ( 𝜕𝑍 ) = 3𝑥 2 𝑦 2 = 3(𝑥𝑦)2 𝜕𝑦 𝑥 7 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Demikian pula jika kita memiliki fungsi: f = f(x,y,z), differensialnya adalah 𝜕𝑓 𝜕𝑓 𝜕𝑦 𝑥,𝑧 𝜕𝑧 𝑥,𝑦 ( ) , dan ( ) Pernyataan: ( 𝜕𝑍 𝜕𝑥 𝑦,𝑧 , . 𝜕𝑍 𝜕𝑓 𝜕𝑦 𝑥 𝜕𝑥 𝑦,𝑧 ) ,( ) ,( ) 𝜕𝑥 𝑦 𝜕𝑓 ( ) 𝜕𝑓 𝜕𝑓 𝜕𝑦 𝑥,𝑧 𝜕𝑧 𝑥,𝑦 , ( ) , dan ( ) disebut sebagai differensial parsiel. C2. Teori pemisahan variabel Teori pemisahan variabel menyatakan bahwa jika suatu fungsi dinyatakan secara fungsional sebagai f = f (x,y,z), maka fungsi tersebut dapat dinyatakan dalam integrasi sebagai berikut: f(x,y,z) = f(x). f(y). f(z) dx dy dz ………………………… (6) Sedangkan differensialnya dinyatakan melalui differensial parsiel berikut: 𝜕𝑓 𝑑𝑓 = ( ) 𝜕𝑥 𝑦,𝑧 𝜕𝑓 𝑑𝑥 + ( ) 𝜕𝑦 𝑥,𝑧 𝜕𝑓 𝑑𝑦 + ( ) 𝜕𝑧 𝑥,𝑦 𝑑𝑧 ………………… (7) Dengan memanfaatkan konsep matematika differensial parsiel dan teori pemisahan variabel, maka fungsi keadaan sistem termodinamika yang dinyatakan oleh persamaan f(P,V,T) = 0, hubungan diantara ketiganya (P, V, dan T) umumnya dituliskan sebagai: P = P(V,T) artinya bahwa P merupakan fungsi dari V dan T. V = V(P,T) artinya bahwa V merupakan fungsi dari P dan T T = T(P,V) artinya bahwa T merupakan fungsi dari P dan V. Dengan mengikuti konsep matematik persamaan (7), maka differensial dari masingmasing besaran tersebut adalah 𝜕𝑃 𝜕𝑃 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝑑𝑃 = ( ) 𝑑𝑉 + ( ) 𝑑𝑇 𝑑𝑉 = ( ) 𝑑𝑃 + ( ) 𝑑𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑃 𝑉 𝜕𝑉 𝑃 𝑑𝑇 = ( ) 𝑑𝑃 + ( ) 𝑑𝑉 ………………………. (8a) ………………………. (8b) ………………………. (8c) Persamaan (8a), (8b), dan (8c) merupakan persamaan cikal bakal lahirnya hukum – hukium gas ideal seperti hokum Boyle, Gay-Lussac, dan hukum Charles, yang dipelajari secara detil pada teori kinetika gas. 8 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) D. Aplikasi Matematik pada Perhitungan Besaran Kalor Dalam hokum I termodinamika telah dinyatakan dalam persamaan (2) bahwa dE = dQ + dW. Persamaan ini menunjukkan bahwa bila suhu lingkungan (Tling) sama dengan suhu system (Tsis), maka akan terjadi transfer energy sebagai kalor dari system ke lingkungan atau dari lingkungan ke system. Dalam hal ini nilai Q dan W dapat berharga positif atau negative bergantung pada perubahan yang dialami oleh system. Gambar 5 Energi dalam (E) merupakan suatu fungsi keadaan yang hanya bergantung pada keadaan system (P, V, T, dan jumlah mol = n), tidak bergantung pada jalan yang dilalui oleh proses. Energi dalam (E) begitu empat energy lain (A, G, H, dan S) tidak dapat diukur, namun yang diukur adalah perubahannya (). Jika perubahan yang dilakukan pada tekanan tetap (system terbuka), perubahan energy menyebabkan perubahan kerja system, sehingga total energy dalam dan kerja sistem yang terjadi dinamakan entalpi, sedangkan pada volume tetap, besarnya kalor sama dengan energy dalam (karena pada V tetap, tidak ada kerja yang dilakukan baik oleh system maupun oleh lingkungan). Sebagaimana persamaan (1) bahwa kalor (Q) yang menyertai proses-proses kimia dinyatakan secara matematis: dQ = c.dT c adalah kapasitas panas yang dapat ditentukan berdasarkan eksperimen pada tekanan tetap dan volume tetap. 9 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Kapasitas panas atau kalor spesaifik suatu zat secara umum didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur per satuan massanya 0 sebesar 1 C. Semua cairan dan padatan hanya mempunyai satu harga kalor spesifik. Tetapi gas bisa mempunyai banyak kalor spesifik. (antara nol sampai tak berhingga) tergantung pada kondisi, dimana ia dipanaskan. Dua kalor spesifik berikut adalah yang penting di dalam termodinamika: 1. Kapasitas kalor pada volume konstan. 2. Kapasitas kalor pada tekanan konstan. 1. Kapasitas kalor pada Volume Konstan Adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu satuan 0 partikel gas (mol) sebesar 1 C, jika dipanaskan pada volume konstan. Umumnya dilambangkan dengan c v Misalkan sebuah gas diisikan pada sebuah kotak dengan tutup yang tetap seperti ditunjukkan gambar. Jika sekarang kotak dipanaskan, maka temperatur dan tekanan gas dalam kotak akan naik. Karena tutup kotak tetap, maka volume gas tidak berubah. Kalor total yang diberikan ke gas pada volume tetap adalah: 2 𝑑𝑄 = 𝑛. 𝑐𝑣 ∫1 𝑑𝑇, ini jika cv konstan terhadap perubahan suhu. ………………………………………………… (9) Jika gas dipanaskan pada volume konstan, tidak ada kerja yang dilakukan. Semua energi kalor digunakan untuk menaikkan temperatur dan tekanan gas. Dengan kata dW = 0, sehingga menurut hokum I termodinamika dE = dQ, artinya pada volume tetap perubahan energy dalam sama dengan kalor yang menyertai proses. 2. Kapasitas Kalor pada Tekanan Konstan Adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatursatu satuan 0 massa gas sebesar 1 C, jika dipanaskan pada tekanan konstan. Biasanya dilambangkan dengan c . p 10 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Misalkan sebuah gas diisikan pada sebuah kotak dengan tutup yang bergerak seperti ditunjukkan gambar. Jika sekarang kotak dipanaskan, maka temperatur dan tekanan gas dalam kotak akan naik. Karena tutup kotak bisa bergerak, maka ia akan naik ke atas, untuk mengatasi kenaikan tekanan. Kalor total yang diberikan ke gas pada tekanan tetap adalah: 2 𝑑𝑄 = 𝑛. 𝑐𝑝 ∫1 𝑑𝑇, ini jika cp konstan terhadap perubahan suhu. ………………………………………………. (10a) Berdasarkan hukum I Termodinamika, maka : dE = dQ + dW, dan dW = – P dV dE = dQ – P dV dQ = dE + PdV dQ = (E2 – E1) + P (V2 – V1) dQ = (E2 + PV2) – (E1 – PV1) dQ = H2 – H1 dQ = dH Dengan demikian, pada volume konstan besarnya kalor sama dengan perubahan entalpi, berarti 2 𝑑𝑄 = 𝑑𝐻 = 𝑛. 𝑐𝑝 ∫1 𝑑𝑇, ……………………….. (10b) 3. Hubungan Cp dan Cv dalam Termodinamika Kimia Berdasarkan persamaan (1), maka persamaan kapasitas panas dapat dinyatakan sebagai berikut 𝐶= 𝑑𝑄 𝑑𝑇 Dengan berdasarkan uraian diatas bahwa pada tekanan tetap dQ = dH, dan pada volume tetap dQ = dE, maka: Pada tekanan konstan: 𝑐𝑝 = ( Pada volume konstan: 𝑐𝑣 = ( 𝜕𝑄 𝜕𝐻 ) = ( 𝜕𝑇 ) 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑄 𝑃 𝜕𝐸 ) = (𝜕𝑇 ) 𝜕𝑇 𝑉 𝑉 Berdasarkan definisi tersebut berarti bahwa; H = H(P,T), dan E = E(V,T). Dengan mengikuti konsep differensal parsiel dan teori pemisahan variabel (persamaan 7), variabel, didapatkan: 11 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) 𝑑𝐻 = ( 𝜕𝐻 𝜕𝐻 ) 𝑑𝑃 + ( ) 𝑑𝑇 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝐻 𝑑𝐻 = ( 𝜕𝑃 ) 𝑑𝑃 + 𝑐𝑃 𝑑𝑇 …………………………….(11a) 𝑇 Dan 𝑑𝐸 = ( 𝜕𝐸 𝜕𝐸 ) 𝑑𝑉 + ( ) 𝑑𝑇 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝐸 𝑑𝐸 = (𝜕𝑉) 𝑑𝑉 + 𝑐𝑣 𝑑𝑇 𝑇 …………………….. (11b) Menurut Hukum I Termodinamikan, Entalpi didefinisikan secara matematik sebagaimana persamaan (5): H = E + PV dH = dE + PdV + VdP Pada volume tetap (dV = 0), maka: dH = dE + VdP ………………………………. (12) Substitusi persamaan (12) ke dalam persamaan (1a) akan diperoleh persamaan hubungan cp dan cv: 𝑑𝐸 + 𝑉𝑑𝑃 = ( 𝜕𝐻 ) 𝑑𝑃 + 𝑐𝑃 𝑑𝑇 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝐸 𝜕𝑃 𝜕𝐻 𝜕𝑃 ( ) + 𝑉 ( ) = ( ) ( ) + 𝑐𝑃 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝑐𝑉 + 𝑉 ( 𝜕𝑃 𝜕𝐻 𝜕𝑃 ) = ( ) ( ) + 𝑐𝑃 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = 𝑉 ( 𝜕𝑃 𝜕𝐻 𝜕𝑃 ) − ( ) ( ) 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝐻 𝜕𝑃 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {𝑉 − ( ) } ( ) ………….…….......(13) Persamaan (13) ini adalah persamaan umum untuk sembarang gas. Rumus umum untuk hubungan cp dan cv tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu dengan memanfaatkan persamaan (1b): 𝑑𝐸 = ( 𝜕𝐸 ) 𝑑𝑉 + 𝑐𝑣 𝑑𝑇 𝜕𝑉 𝑇 Hukum I Termodinamika menyatakan bahwa dE = dQ + dW, dan dW = – pdV, sehingga 𝜕𝐸 𝑑𝑄 − 𝑃𝑑𝑉 = (𝜕𝑉) 𝑑𝑉 + 𝑐𝑣 𝑑𝑇 , dan pada P tetap: dQ = dH: 𝑇 𝜕𝐻 𝜕𝑉 𝜕𝐸 𝜕𝑉 ( ) − 𝑃 ( ) = ( ) ( ) + 𝑐𝑣 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑉 𝜕𝐸 𝜕𝑉 𝑐𝑃 − 𝑃 ( ) = ( ) ( ) + 𝑐𝑣 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 12 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = ( 𝜕𝐸 𝜕𝑉 𝜕𝑉 ) ( ) + 𝑃 ( ) 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝐸 𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {( ) + 𝑃 } ( ) ………………… (14) Persamaan (14) adalah bentuk lain dari persamaan umum untuk hubungan cp dan cv , artinya dalam menggunakan persamaan tersebut harus dilihat sifat gasnya, apakah gas ideal atau gas nyata. 1. Untuk gas ideal berlaku asumsi sebagaimana asumsi pendekatan gas ideal, bahwa 𝜕𝐸 𝜕𝐻 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑃 𝑇 ( ) = ( ) = 0 , dan PV = nRT, sehingga 𝜕𝑉 𝑛𝑅 ( ) = 𝜕𝑇 𝑃 𝑃 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {0 + 𝑃 } 𝑛𝑅 𝑃 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = 𝑛𝑅 ……………………… (15) 𝜕𝑉 2. Untuk gas nyata (tak sempurna), maka (𝜕𝑇 ) harus dicari dengan menyelesaikan 𝑃 persamaan gas nyata tersebut. Sebagai contoh gas Van der Waals dengan persamaan: (𝑃 + 𝑎 𝑣2 ) (𝑣 − 𝑏) = 𝑅𝑇 , dimana 𝑣 = 𝑉 𝑛 ……… (16) Persamaan Van der Waals adalah persamaan gas nyata yang paling sederhana, persamaan ini merupakan penyempurnaan dari persamaan gas ideal dengan memasukkan faktor gaya tarik menarik antar molekul gas yang mempengaruhi tekanan internal gas, juga mempertimbangkan adanya ruangan-ruangan kosong yang tidak ditempati oleh molekul gas yang disebut sebagai volume excluded (lihat Gambar 6). Faktor gaya tarik antar molekul dinyatakan melalui tetapan gas Van der Waals (a) yang memiliki satuan Pascal permol, dan volume excluded dinyatakan melalui tetapan Van der Waals (b) dengan satuan Liter per mol. Dengan demikian, persamaan gas ideal; PV = nRT, maka P diganti dengan (𝑃 + 𝑛𝑎 𝑉2 ) dan V dalam gas ideal diganti dengan (V – nb). Volume excluded = b Gambar 6. Molekul-molekul gas nyata 13 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Dengan demikian : P V = nRT (𝑃 + 𝑛𝑎 𝑉2 ) (𝑉 − 𝑛𝑏) = 𝑛𝑅𝑇, 𝜕𝑉 Untuk menghitung (𝜕𝑇 ) 𝑃 𝑉 bila 𝑣 = , maka diperoleh persamaan (16). 𝑛 dari persamaan tersebut, akan sangat sulit bila langsung dengan menurunkan persamaan gas nyata tersebut, tetapi kita dapat menggunakan persamaan-persamaan (relasi) termodinamika memudahkannya, yaitu melalui fungsi dari parameter P, V, dan T, dimana P = P(V,T); V = V(P,T), dan T = T(V,P). Selanjutnya dengan memanfaatkan teori pemisahan variabel, kita dapatkan hubungan: Untuk P = P(V,T), sebagaimana persamaan (8a): 𝜕𝑃 𝜕𝑃 𝑑𝑃 = ( ) 𝑑𝑉 + ( ) 𝑑𝑇 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 Pada P tetap, harga dP = 0: 𝜕𝑃 𝜕𝑃 ( ) 𝑑𝑉 + ( ) 𝑑𝑇 = 0 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑃 𝜕𝑉 𝜕𝑃 ( ) ( ) +( ) =0 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑃 𝜕𝑉 𝜕𝑃 ( ) ( ) = −( ) 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑉 ( ) = 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑃 ) 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑃 (𝜕𝑉) 𝑇 −( …………………….. (17a) Persamaan (17a) digunakan untuk hubungan cp dan cv yang dinyatakan melalui persamaan (14). Untuk V = V(P,T), sebagaimana persamaan (8b): 𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝑑𝑉 = ( ) 𝑑𝑃 + ( ) 𝑑𝑇 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 Pada V tetap, harga dV = 0; ( 𝜕𝑉 𝜕𝑉 ) 𝑑𝑃 + ( ) 𝑑𝑇 = 0 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑉 𝜕𝑃 𝜕𝑉 ( ) ( ) +( ) =0 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑉 𝜕𝑃 𝜕𝑉 ( ) ( ) = −( ) 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑇 𝑃 14 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) 𝜕𝑉 𝜕𝑃 ( ) = − (𝜕𝑇 ) 𝜕𝑇 𝑉 𝑃 𝜕𝑉 (𝜕𝑃) 𝑇 ……………………… (17b) Persamaan (17b) digunakan untuk hubungan cp dan cv yang dinyatakan melalui persamaan (13). Jadi jika kita gunakan persamaan (5), maka persamaan (7a) digunakan untuk 𝜕𝑉 menentukan harga (𝜕𝑃 ) dari persamaan gas nyata Van der Waals: 𝑇 (𝑃 + 𝑎 ) (𝑣 − 𝑏) = 𝑅𝑇 𝑣2 𝑃= 𝑅𝑇 𝑎 − 2 (𝑣 − 𝑏) 𝑣 𝜕𝑃 𝑅𝑇 ( ) = 𝜕𝑇 𝑉 𝑣 − 𝑏 𝜕𝑃 −𝑅𝑇 2𝑎 ( ) = + 3 2 𝜕𝑉 𝑇 (𝑣 − 𝑏) 𝑣 Sehingga: −𝑅⁄ 𝜕𝑉 (𝑣 − 𝑏) ( ) = 2𝑎 𝜕𝑇 𝑃 {−𝑅𝑇 ⁄(𝑣 − 𝑏)2 } + 𝑣 3 𝜕𝑉 ( ) = 𝜕𝑇 𝑃 −𝑅 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2 } −{ 𝑣 3 (𝑣 − 𝑏) 𝜕𝑉 𝑅𝑣 3 (𝑣 − 𝑏) ( ) = 𝜕𝑇 𝑃 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2 Dengan demikian untuk gas nyata Van der Waals, kita peroleh hubungan cp dan cv sebagai berikut: 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {( 𝜕𝐸 𝜕𝑉 ) + 𝑃 }( ) 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝐸 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {( ) + 𝑃 } ( 𝜕𝑉 𝑇 Selanjutnya baik harga ( 𝜕𝐻 𝑅𝑣 3 (𝑣−𝑏) 𝑅𝑇𝑣 3 −2𝑎(𝑣−𝑏)2 ) ………… (18) 𝜕𝐸 ) maupun harga ( ) ditentukan melalui percobaan 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑉 𝑇 Joule-Thomson, dengan proses dimana pada sistem tidak terjadi pertukaran entalpi (H) dan energi dalam (E) antara system dan lingkungan, atau dH = dE = 0. Menggunakan 15 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) proses yang dilakukan Joule-Thomson, maka dari persamaan (11a) dan (11b), kita peroleh harga ( 𝜕𝐻 𝜕𝐸 ) dan ( ) . 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑉 𝑇 Untuk persamaan (11a): 𝑑𝐻 = ( 𝜕𝐻 ) 𝑑𝑃 + 𝑐𝑃 𝑑𝑇 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝐻 ( ) 𝑑𝑃 + 𝑐𝑃 𝑑𝑇 = 0 𝜕𝑃 𝑇 ( 𝜕𝐻 ) 𝑑𝑃 = −𝑐𝑃 𝑑𝑇 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝐻 𝜕𝑇 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑃 𝐻 ( ) = −𝑐𝑃 ( ) Dimana : ( 𝜕𝑇 …………….…….. (19) ) = 𝜇𝐽𝑇 = koefisien Joule-Thomson, yang dapat dicari dari hubungan 𝜕𝑃 𝐻 H = E + PV, dan G = H – TS. Percobaan Joule – Thomson tentang Proses Throttling Berdasarkan atas percobaan “ Joule-Thompson” , pada gambar berikut: Gambar 7. Percobaan Joule-Thomson Seluruh instalasi diisolasi, suatu aliran gas yang kontinyu pada tekanan P i dengan volume V i, mengalir melalui sumbat berpori dari keadaan di A menuju ke B. Maka dapat dipahami bahwa terjadi perubahan tekanan di A dan di B. Proses terjadi dapat dijelaskan dengan sistem volume atur (sumbat berpori). Dalam hal ini: Energi yang memasuki volume atur dikurangi dengan energi yang keluar volume atur sama dengan energi yang tersimpan di dalam volume atur. Karena sistem adalah stasioner, maka tidak ada energi yang tersimpan dalam volume atur (dalam hal ini sumbat berpori), sehingga : mi ( Ei + PiVi + vi2 + ghi) = mf ( Ef + PfVf + vf2 + ghf) Karena mi = mf , dan perubahan energy kinetic system (Ek) =0, demikian energy potensial (Ep) = 0, maka: 16 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) Ei + PiVi = Ef + PfVf Hi = Hf, ini menunjukkan entalpi tetap atau H = 0. Berarti: Selanjutnya dari persamaan (11b): pada E tetap atau dE = 0. 𝑑𝐸 = ( 𝜕𝐸 ) 𝑑𝑉 + 𝑐𝑣 𝑑𝑇 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝐸 ( ) 𝑑𝑉 = − 𝑐𝑣 𝑑𝑇 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝐸 𝜕𝑇 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑉 𝐸 ( ) = − 𝑐𝑣 ( ) 𝜕𝑇 Harga ( ) 𝜕𝑉 𝐸 ………………………... (20) ditentukan melalui hubungan Hk I Termodinamika: dE = dQ + dW, dan energy bebas Helmholzt (A = E – TS). Dengan menghubungkan persamaan Hukum I dan energy bebas Helmholzt tersebut akan diperoleh relasi-relasi termodinamika: 𝜕𝐸 𝜕𝑆 ( ) =𝑇 ( ) −𝑃 𝜕𝑉 𝑇 𝜕𝑉 𝑇 Dan ( 𝜕𝑃 𝜕𝑆 ) = −( ) 𝜕𝑇 𝑉 𝜕𝑉 𝑇 Dengan demikian persamaan (8) dapat diselesaikan sebagai berikut: 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {( 𝜕𝐸 𝑅𝑣 3 (𝑣 − 𝑏) ) + 𝑃 }( ) 𝜕𝑉 𝑇 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2 𝜕𝑆 𝑅𝑣 3 (𝑣 − 𝑏) ) −𝑃 +𝑃 }( ) 𝜕𝑉 𝑇 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {𝑇 ( −𝜕𝑃 𝑅𝑣 3 (𝑣 − 𝑏) 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = {𝑇 ( ) }( ) 𝜕𝑇 𝑉 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2 Lihat turunan persamaan Ven der Waals, bahwa 𝜕𝑃 𝑅𝑇 ( ) = 𝜕𝑇 𝑉 𝑣 − 𝑏 Jadi: 𝑅𝑇 𝑅𝑣 3 (𝑣 − 𝑏) )( ) 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = ( (𝑣 − 𝑏) 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2 Jadi 𝑐𝑃 − 𝑐𝑉 = ( 𝑅 2 𝑇𝑣 3 ) 𝑅𝑇𝑣 3 −2𝑎(𝑣−𝑏)2 ) ………………… (21) 17 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) E. Manfaat Persamaan-Persamaan Termodinamik yang Diperoleh Hubungan-hubungan diatas sangat diperlukan dalam penentuan kalor reaksi dalam eksperimen di laboratorium. Meskipun hampir semua proses termodinamika yang dilakukan di dalam laboratorium bersifat irreversible. Sebagai contoh: Misalkan suatu gas yang ditahan oleh suatu piston di dalam sebuah silinder dengan volume V1 (keadaan termodinamika A). Jika piston tiba-tiba ditarik sehingga volumenya naik menjadi V2, timbullah aliran gas yang acak pada saat molekul-molekul mulai bergerak menuju volume yang lebih besar. Tahap ini bukanlah keadaan termodinamika, karena sifat-sifat seperti rapatan dan suhu berubah dengan cepat menurut ruang dan waktu. Akhirnya aliran akan berhenti dan system mendekati keadaan kesetimbangan termodinamika yang baru (B). Keadaan A dan B adalah keadaan termodinamika, tetapi kondisi diantara keduanya tidak dapat digambarkan hanya dengan beberapa variabel makroskopis, sehingga bukan keadaan termodinamika. Proses inilah yang disebut proses irreversible (tak reversible); proses ini tidak dapat ditunjukkan sebagai lintasan permukaan termodinamika sebagaimana lintasan siklus Carnot, karena tahap-tahap dari proses tersebut tidak sesuai dengan titik-tiik pada persamaan keadaan. Sebaliknya proses reversible berlangsung melalui serangkaian keadaan termodinamika yang kontinyu. Proses ini merupakan idealisasi, karena kesetimbangan sebebnarnya hanya dicapai setelah panjang waktu yang tak terhingga dan oleh karena itu proses sepertin ini tidak pernah terjadi dalam waktu yang tertentu (terhingga). Namun, jika proses berlangsung cukup lambat dan dalam tahapan yg cukup singkat, proses sebenarnya (tak reversible) dapat dianggap sebagai suatu pendekatanterhadap proses reversible. Proses reversible dibutuhkan, karena hanya membutuhkan sedikit perubahan kondisi luar untuk membalik arah gerakan dari system. Contoh: Jika suatu gas diekspansi dengan menarik piston ke luar perlahan-lahan, hanya diperlukan sedikit perubahan gaya yang dilakukan dari luar untuk mengubah arah gerakan piston dan mulai menekan gas. Perhitungan-perhitungan termodinamika sebagaimana persamaan-persamaan di atas, sangat bermanfaat dalam menghitung perubahan-perubahan termodinamika dalam suatu proses yang dialkukan di laboratorium, seperti kalor, kerja, energy bebas, dan perubahan entalpi, termasuk juga bagaimana menentukan keadaan spontanitas dan kesetimbangan dari suatu proses kimia. Proses-proses kimia yang terjadi di laboratorium selalu mengikuti proses isothermal, atau isobaric, atau isokhorik, atau adiabatis. Khususnya proses yang berlangsung secara isobarik, isokhorik, dan adiabatik, dalam penentuan parameter termodinamika selalu memerlukan harga 18 SUNYONO FKIP UNILA (PROGRAM S3_NIM: 107966009) kapasitas panas (c), baik pada tekanan tetap ataupun pada volume tetap. Jika salah satu kapasitas panas tersebut diketahui, maka kapasitas panas yang lain dapat ditentukan melalui hubungan-hubungan tersebut di atas (baik gas ideal maupun gas nyata). Sumber bacaan: 1. Atkins, P.W.,, 2006. “Physical Chemistry”, 8th Ed. ELBS/Oxford University Press. 2. Castellan, G.W., 1983. “Physical Chemistry”, 3th Ed. Addison-Wesley Publishing Company. Singapore. 3. Moore, W.J., 1972. “Physical Chemistry”. Printice-Hall Inc. New Jersey. 4. Hazrul Iswadi, dkk., 2006. “Kalkulus”. Bayumedia Publishing. Malang-Jatim. 19