Latar Belakang Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi komunikasi. Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan sudah dimulai sejak dekade delapan puluhan. Pada masa itu Departemen Kesehatan RI melalui Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES) memanfaatkan teknologi informasi dengan sistem Electronic Data Processing (EDP) namun hal ini baru diterapkan di tingkat pusat. komitmen bersama antar pemimpin birokrasi bidang kesehatan untuk mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, baik di kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, namun karena berbagai kendala dan hambatan termasuk kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (PP) membuat SIK kurang optimal dan belum berdayaguna. Pada era sembilan puluhan Departemen Kesehatan telah mengembangkan Sistem Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah Sakit, Sistem Surveilans Penyakit bahkan Sistem Informasi Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Namun masing-masing sistem tersebut belum terintegrasi dengan baik dan sempurna. Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). SIKDA seharusnya bertujuan untuk mendukung SIKNAS, namun dengan terjadinya desentralisasi sektor kesehatan ternyata mempunyai dampak negatif. Terjadi kemunduran dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan secara nasional, seperti menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil kesehatan. Dengan desentralisasi, pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun belum adanya kebijakan tentang standar pelayanan bidang kesehatan (termasuk mengenai data dan informasi) mengakibatkan persepsi masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda. Hal ini menyebabkan sistem informasi kesehatan yang dibangun tidak standar juga. Variabel maupun format input/output yang berbeda, sistem dan aplikasi yang dibangun tidak dapat saling berkomunikasi. Selain di daerah, di lingkungan Kementerian Kesehatan pun belum tersusun satu sistem informasi yang standar sehingga masing-masing program membangun sistem informasinya masing-masing dengan sumber data dari kabupaten/kota/provinsi. Akibat keadaan di atas, data yang dihasilkan dari masingmasing daerah tidak seragam, ada yang tidak lengkap dan ada data variabel yang sama dalam sistem informasi satu program kesehatan berbeda dengan di sistem informasi program kesehatan lainnya. Maka validitas dan akurasi data diragukan, apalagi jika verifikasi data tidak terlaksana. Ditambah dengan lambatnya pengiriman data, baik ke Dinas Kesehatan maupun ke Kementerian Kesehatan, mengakibatkan informasi yang diterima sudah tidak up to date lagi dan proses pengolahan dan analisis data terhambat. Pada akhirnya para pengambil keputusan/ pemangku kepentingan mengambil keputusan dan kebijakan kesehatan tidak berdasarkan data yang akurat. 1 Melihat berbagai kondisi di atas maka dibutuhkan suatu aplikasi sistem informasi kesehatan yang “berstandar nasional” dengan format input maupun output data yang diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan dari tingkat pelayanan kesehatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Untuk itu awal tahun 2012, Kementerian Kesehatan melalui Pusat data dan Informasi akan meluncurkan aplikasi ”SIKDA Generik”. Seluruh unit pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, dapat terhubung jejaring kerjasamanya melalui aplikasi SIKDA Generik. Selain itu aplikasi “SIKDA Generik” dirancang dan dibuat untuk memudahkan petugas puskesmas saat melakukan pelaporan ke berbagai program di lingkungan Kementerian Kesehatan. Dengan demikian diharapkan aliran data dari level paling bawah sampai ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar, tepat waktu, dan akurat sesuai dengan yang diharapkan. Diharapkan aplikasi tersebut dapat berguna secara efektif sebagai alat komunikasi pengelola data/informasi di daerah, dapat saling tukar menukar data dan informasi, serta membantu pengelola data/informasi agar selalu siap memberikan data atau gambaran kondisi kesehatan secara utuh dan berdasarkan bukti. Aplikasi “SIKDA Generik” merupakan penerapan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga diharapkan dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang cepat, tepat dan akurat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut: Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya. Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya. Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya. Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu : a. Pengelolaan SIK manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai dengan 2 pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu berada. Pengelolaan secara manual selain tidak efisien juga menghambat dalam proses pengambilan keputusan manajemen dan proses pelaporan. b. Pengelolaan SIK komputerisasi offline, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa, namun masih belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional. c. Pengelolaan SIK komputerisasi online, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data. Dalam proses pengelolaan data/informasi kesehatan di Indonesia, standar-standar yang dibutuhkan, baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan maupun teknologi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya kesehatan juga tidak merata, lebih banyak dimiliki oleh daerah-daerah tertentu, terutama di pulau Jawa. Akibatnya setiap institusi kesehatan mulai dari puskesmas, rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang untuk menyediakan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan. Penyebab sulitnya mewujudkan pertukaran data kesehatan di Indonesia yaitu: Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda-beda di setiap daerah. Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda -beda Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive Kekhawatiran akan masalah keamanan data Konsep SIKDA Generik Ketersediaan informasi kesehatan sangat diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang efektif dan efisien. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi & fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Informasi kesehatan ini dapat diperoleh melalui Sistem Informasi Kesehatan atau SIK. Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka pengelolaan SIK merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing pemerintah daerah. Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah. Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala provinsi. Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota. Dampak dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah melakukan pengelolaan dan pengembangan SIK berbasis teknologi informasi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehingga saat ini terdapat berbagai jenis SIK yang berbeda-beda di tiap daerah, baik itu berbeda dari sisi sistem operasi, bahasa pemrograman maupun data basenya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa : SIK di Indonesia belum terintegrasi satu dengan lainnya. Informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum mampu mendukung penetapan kebijakan serta kebutuhan pemangku kebijakan. Menindaklanjuti permasalahan tersebut maka Pemerintah wajib mengembangkan sistem informasi kesehatan yang dapat mengintegrasikan dan memfasilitasi proses pengumpulan dan pengolahan data, serta komunikasi data antar pelaksana pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat pusat, sehingga dapat meningkatkan kualitas informasi yang diperoleh. Pada saat bersamaan juga memperbaiki proses pengolahan informasi yang terjadi di daerah, yang pada akhirnya dapat mendukung pemerintah dalam penguatan sistem kesehatan di Indonesia. SIKDA Generik merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan diseminasi informasi kesehatan. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. SIKDA Generik hadir melalui proses inventarisasi berbagai SIKDA elektronik yang saat ini berjalan dan digunakan di daerah, memilih yang terbaik, kemudian dianalisis sehingga dihasilkan satu set deskripsi kebutuhan SIKDA Generik, yang mewakili kebutuhan seluruh komponen dalam sistem kesehatan Indonesia dan disesuaikan dengan standar yang diatur dalam Pedoman Nasional SIK. Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik ini adalah mendistribusikan aplikasi SIKDA Generik kepada pemerintah daerah yang belum memiliki/menggunakan. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap menggunakannya dengan beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke SIKDA Generik. Ruang Lingkup Ruang lingkup dan interaksi dari berbagai komponen dalam SIKDA Generik dapat dilihat dalam bagan berikut : BPS (Survey dan Sensus Kependudukan) Gambar 1. Ruang Lingkup SIKDA Generik 3 Model SIKDA Generik dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2. Model SIKDA Generik Keterangan : 1. Fasilitas/institusi kesehatan yang masih manual/paper based, data dientri di computer entry station SIKDA Generik yang ada di kantor dinas kesehatan kab/kota. Data yang dientri bisa berbentuk data individual maupun agregat. Khusus untuk data puskesmas, data dientri melalui Sub Sistem SIM Puskesmas pada SIKDA Generik sehingga data yang diinput adalah data pasien secara individual. 2. Puskesmas yang telah memiliki perangkat komputer tetapi belum menggunakan aplikasi SIMPUS dapat menggunakan aplikasi SIKDA Generik, yang terhubung ke data base lokal di puskesmas tersebut atau langsung terhubung ke data base SIKDA Generik di Server SIKDA Generik yang ditempatkan di Kantor Dinkes kab/Kota melalui jaringan internet online. 3. Puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang sudah menggunakan komputer ataupun aplikasi sistem informasi manajemen lainnya, dapat melakukan eksport/sinkronisasi/migrasi file data base secara online melalui internet melalui Sub Sistem Komunikasi Data pada SIKDA Generik. 4. Setiap pemangku kepentingan dapat mengakses informasi kesehatan pada SIKDA Generik melalui Sub Sistem Executive Information Dashboard, yang berisi indikator-indikator kesehatan kab/kota yang merupakan rangkuman dari data-data puskesmas, rumah sakit, dan instalasi farmasi kab/kota. Laporan/informasi disajikan secara ringkas dalam bentuk grafik, tabel, maupun statistik, dengan berbagai kriteria yang dapat ditentukan sesuai keinginan pengguna. Komunikasi data Sesuai dengan tujuan dikembangkannya SIKDA Generik, yaitu untuk membangun suatu data base kesehatan Indonesia yang komprehensif, SIKDA Generik harus mampu menghimpun, mengolah dan mendistribusikan semua data kesehatan dari berbagai pelaksana kesehatan di Indonesia, baik pelaksana kesehatan yang telah memiliki sistem informasi elektronik maupun masih paper based. Dengan berbagai sistem pengelolaan informasi yang berbeda-beda, maka SIKDA Generik dituntut untuk dapat berkomunikasi secara interaktif, memiliki kemampuan interoperabilitas yang tinggi, sehingga dapat berkomunikasi dan melakukan pertukaran data kesehatan dengan sistem lainnya yang sudah berjalan. Kemampuan interoperabilitas adalah kemampuan sistem untuk saling tukar menukar data atau informasi dan saling dapat mempergunakan data atau informasi tersebut. Interoperabilitas bukan berarti penentuan atau penyamaan penggunaan platform perangkat keras, atau perangkat lunak semisal operating system tertentu, bukan pula berarti penentuan atau penyeragaman data base. Namun berupa penyamaan format pertukaran data yang digunakan, misalnya dengan menggunakan format data dalam bentuk data base SQL, Access, Excell, maupun dalam format XML. 4 Format Data Ada beberapa bentuk format standar yang dapat digunakan untuk melakukan pertukaran data, yang umum digunakan adalah XML. XML atau eXtensible Markup Language merupakan format data yang sering digunakan dalam dunia world wide web. XML terdiri atas sekumpulan tag yang terdiri dari data. Satu set data dalam XML dimulai dengan tag pembuka dan diakhiri dengan tag penutup. XML adalah sebuah format dokumen yang mampu menjelaskan struktur dan semantik (makna) dari data yang dikandung oleh dokumen tersebut. Berbeda dengan HTML yang lebih berorientasi pada tampilan (appearance), XML lebih fokus pada substansi data, sehingga lebih cocok digunakan sebagai media pertukaran data. Kelebihan XML dibandingkan format teks biasa adalah struktur data yang ditransfer tidak “hilang”, demikian juga deskripsi tentang semantik datanya. Dengan karakteristik demikian XML telah menjadi standar de-facto bagi pertukaran data antar aplikasi komputer. Spesifikasi format telah distandarkan untuk menjadi referensi yang sama bagi tiap aplikasi komputer yang memerlukan. Konten Data Selain format data, konten data yang dipertukarkan juga harus seragam, misalnya dalam penulisan kode dan penamaan variabel data dan definisi operasionalnya, sehingga pada saat proses import dan eksport data, semua data dapat tersinkronisasi dengan baik dan lengkap serta sesuai dengan yang diinginkan. Misalnya dalam proses sinkronisasi data individu pasien puskesmas, mulai dari penomoran rekam medik pasien, kode jenis kunjungan, nama poliklinik, kode dan penamaan penyakit, kode obat dan atributnya, sampai dengan jenis tenaga kesehatan yang menangani pasien tersebut, harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Contoh variabel data dan aturan penomoran/penulisan seperti yang ditunjukan pada tabel berikut: Tabel 1. Variabel Data dan Aturan Penomoran/Penulisan Desain Sistem Berdasarkan ruang lingkup Sistem Kesehatan Daerah, maka SIKDA Generik dirancang mengikuti komponen pelaksana kesehatan yang ada didalamnya yaitu Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Provinsi. Sehingga SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem sebagai berikut : 1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM Puskesmas) 2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes) 3. Sistem Informasi Eksekutif 4. Sistem Komunikasi Data 1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM Puskesmas) Aplikasi SIM Puskesmas digunakan di puskesmas dalam kegiatan pencatatan berbagai kegiatan pelayanan, baik itu kegiatan dalam gedung maupun kegiatan luar gedung, dan dapat dilakukan koneksi data base secara oline melalui jaringan internet ke Server SIKDA Generik di dinas kesehatan, maupun ke data base lokal yang ada di puskesmas. Kegiatan puskesmas yang mampu ditangani oleh SIM Puskesmas adalah : 1. Pengelolaan informasi riwayat medis pasien per individu 2. Pengelolaan informasi kunjungan pasien ke puskesmas. 3. Pengelolaan informasi kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung, meliputi: a. Pelayanan rawat jalan (poliklinik umum, gigi, KIA, imunisasi, dll) b. Pelayanan UGD c. Pelayanan rawat inap 4. Pengelolaan informasi pemakaian dan permintaan obat/farmasi di puskesmas, pos obat desa, pos UKK. 5. Pengelolaan informasi tenaga kesehatan puskesmas 6. Pengelolaan informasi sarana dan peralatan (inventaris) puskesmas 7. Pengelolaan informasi kegiatan luar gedung yang meliputi a. Kegiatan puskesmas pembantu, puskesmas keliling, bidan desa, posyandu, polindes, poskesdes, poskestren. b. Pengelolaan informasi pembiayaan kesehatan masyarakat dan keuangan puskesmas c. Pengelolaan informasi gizi masyarakat d. Pengelolaan informasi surveilans (pengendalian penyakit) e. Pengelolaan informasi promosi kesehatan f. Pengelolaan informasi kesehatan lingkungan 8. Pengelolaan pelaporan internal dan ekternal puskesmas 5 2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes) Aplikasi ini berfungsi untuk menangani pencatatan dan pengelolaan data yang berasal dari: 1. Pengelolaan data puskesmas, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data manual dari puskesmas yang ada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota, yang bersifat agregat. 2. Pengelolaan data rumah sakit tingkat kabupaten/ kota, berfungsi untuk mengentri data manual yang berasal dari rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota yang bersifat agregat. 3. Pengelolaan data rumah sakit tingkat provinsi, berfungsi untuk mengentri data manual yang berasal dari rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes provinsi yang bersifat agregat. 4. Pengelolaan data apotek/instalasi farmasi, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data manual yang berasal dari apotek/instalasi farmasi baik pemerintah maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota, yang bersifat agregat. 5. Pengelolaan data penunjang, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data manual, yang bersifat agregat, yang berasal dari laboratorium/ radiologi/ fasilitas penunjang lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta yang berada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota. 6. Pengelolaan data kesehatan lainnya, yang berfungsi untuk mencatat dan mengelola data kesehatan yang berasal dari fasilitas kesehatan selain puskesmas, rumah sakit, apotek/instalasi farmasi, dan laboratorium penunjang, yang berada dalam wilayah kerja dinas kesehatan, misalnya dari lembaga lintas sektor (institusi non kesehatan), praktik dokter dan klinik, lembaga survei, dan organisasi kesehatan lainnya, yang berada dalam wilayah kerja dinas kesehatan. 7. Pengelolaan data SDM, yang berfungsi untuk mencatat dan mengelola data SDM kesehatan di kabupaten/kota/provinsi. 8. Pengelolaan data aset, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data aset pada dinkes kabupaten/ kota dan dinkes Provinsi. Pada SIM Dinkes, data yang dientri bersifat agregat. 3. Sistem Informasi Eksekutif Sistem Informasi Eksekutif, berfungsi untuk menampilkan profil kesehatan daerah, yang di dalamnya berisi indikator kesehatan daerah yang merupakan rangkuman dari data-data puskesmas, rumah sakit, dan gudang farmasi kabupaten/kota. Informasi disajikan secara ringkas dalam bentuk grafik, 6 tabel, maupun statistik, yang dapat diakses oleh jajaran pimpinan misalnya bupati, gubernur, kepala dinas kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya. 4. Sistem Komunikasi Data Kesehatan Sistem Komunikasi Data Kesehatan, berfungsi untuk menangani proses sinkronisasi/ migrasi data yang berbentuk soft copy yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, rumah sakit, laboratorium, apotek/farmasi, dan institusi kesehatan lainnya yang telah menggunakan perangkat komputer, aplikasi sistem informasi manajemen dan telah terhubung secara online melalui jaringan internet ke data base SIKDA Generik dalam proses pengelolaan data. Jenis data yang dikomunikasikan adalah sebagai berikut : 1. Data umum fasilitas pelayanan kesehatan 2. Data pasien baru 3. Data kunjungan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan 4. Data morbiditas 5. Data pengelolaan obat dan alat kesehatan 6. Data pengelolaan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan 7. Data pengelolaan tenaga kesehatan dan non kesehatan 8. Data statistik daerah Tahap pelaksanaan SIKDA Generik SIKDA Generik mulai dipikirkan pengembangannya pada saat dirasakan adanya kebutuhan suatu sistem yang memenuhi kebutuhan pengelolaan data dan informasi yang standar, dapat terintegrasi secara nasional dan dapat diterapkan di wilayah dengan sumber daya yang terbatas. Hal ini terealisasi dengan adanya bantuan teknis dari GIZ (The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit) untuk Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Pengembangan SIKDA Generik mulai terlihat hasilnya dengan selesainya modul SIM Puskesmas berupa prototype testing di Pusdatin dan prototype testing untuk puskesmas per tanggal 31 Agustus 2011. Sesuai dengan rencana, per 30 September 2011 akan selesai. Modul Bank Data dan SIM Dinkes (uji coba). Bank data di Pusdatin (uji coba), di Dinkes dengan menjalankan prototype puskesmas) dan per 30 oktober 2011 diharapkan Modul Konektivitas (Sistem Komunikasi Data) selesai. dan membuat “Connectathon”, dimulai dengan 3 – 5 sistem yang sudah jadi. (Connectathon untuk menguji dan memilih vendor). Integrasi dengan aplikasi-aplikasi di rumah sakit, instalasi farmasi/apotek dan fasilitas penunjang lain akan mulai dilaksanakan tahun 2012 Dalam penerapan SIKDA Generik ada beberapa hal yang harus ada dan dipersiapkan yaitu pelatihan, pendampingan, dan perubahan budaya kerja. Dari ketiga hal tersebut, dua yang pertama yaitu pelatihan dan pendampingan sudah diakomodir oleh Pusdatin Kemenkes dan sudah disiapkan anggarannya. Sedangkan yang nomor tiga yaitu kesiapan dan kemauan para pengguna sendiri, merupakan tantangan tersendiri bagi terlaksananya penerapan SIKDA Generik, akan tetapi ini pun pasti bisa diintervensi mungkin dengan berbagai cara seperti pelatihan, workshop dan pendampingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan data, publikasi pemanfaatan data, pemberian penghargaan dan publikasi bagi daerah dengan pengelolaan SIKDA terbaik. Tantangan dalam penerapan SIKDA Generik Di Indonesia terdapat 138 kabupaten/kota (kondisi tahun 2009/2010) yang termasuk daerah bermasalah kesehatan (DBK) dan/atau daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) yang pada umumnya merupakan daerah yang masih kurang dalam ketersediaan infrastrukur dan SDM. Hal ini menjadi suatu tantangan dan perlu persiapan dan perencanaan khusus dalam penerapan SIKDA Generik di daerah-daerah tersebut. Oleh karena itu untuk penerapan SIKDA Generik dan pengembangan SIK secara umum, telah diupayakan penyediaan sebagian kebutuhan dana dari Global Fund. Persiapan dan perencanaan tersebut digunakan untuk: 1. Pengadaan hardware, pengiriman dan instalasi (USD 952,531 – 1.10 dana GF) 2. Sub-contract penerapan di lapangan (USD 2,331,000 – 1.09 dana GF) 1 vendor 1 wilayah atau 1 vendor untuk semua Vendor harus mempunyai: 1 tim di setiap kabupaten Training classroom (ruang pelatihan) Rotasi Pendampingan rutin (1 hari kunjungan ke puskesmas setiap minggu) 3. Manajemen proyek SIKDA (oleh Pusdatin) Vendor Performance Contract Manajemen jasa pihak ketiga (vendor), Mengingat SIK dikembangkan menuju ke sistem komputerisasi online, perlu adanya jaminan interoperabilitas dan konektivitas dari aplikasi yang dikembangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan semacam connectathon. Connectathon adalah kegiatan untuk menguji interoperabilitas dan konektivitas dari suatu sistem teknologi informasi, mengikuti spesifikasi yang telah ditentukan oleh IHE (Integrating the Healthcare Enterprise, inisiatif bersama dari profesional kesehatan dan industri untuk meningkatkan metode sistem komputer dalam berbagi informasi kesehatan) a joint initiative of healthcare professionals and industry to improve the way computer systems in healthcare share information. SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH (SIKDA) ELEKTRONIK Perlu dipikirkan pula adanya kabupaten/kota atau puskesmas yang sudah menerapkan SIK komputerisasi online dan telah memiliki bank data yang telah terisi data. Untuk daerah tersebut harus terus diberikan dorongan dan monitoring, serta disediakan koneksi agar data yang ada dapat masuk ke bank data nasional. Untuk program kesehatan yang selama ini telah memiliki sistem informasi yang terpisah-pisah, perlu dilakukan advokasi agar sejalan dengan penerapan SIKDA Generik, sistem informasi program-program yang terpisah mulai diakhiri. Dengan demikian akan mengurangi fragmentasi. Dalam pengembangan aplikasi biasanya menggunakan 7 Kesimpulan 1. Saat ini sedang dikembangkan SIKDA Generik, yaitu aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan. 2. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan untuk menindaklanjuti permasalahan SIK di Indonesia yang belum terintegrasi, informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum mampu mendukung penetapan kebijakan serta kebutuhan pemangku kebijakan. 3. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi komunikasi. 4. Aplikasi SIKDA Generik dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan diseminasi informasi kesehatan. 5. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. 6. SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem sebagai berikut : a. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas b. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan c. Sistem Informasi Eksekutif d. Sistem Komunikasi Data 7. Tahapan pengembangan dan pelaksanaan SIKDA Generik: a. Modul SIM Puskesmas berupa prototype testing di Pusdatin dan prototype testing untuk puskesmas selesai per tanggal 31 Agustus 2011. b. Modul Bank Data dan SIM Dinkes (uji coba), Bank data di Pusdatin (uji coba), di Dinkes (dengan menjalankan prototype puskesmas) akan selesai per 30 September 2011. c. Modul Konektivitas (Sistem Komunikasi Data) diharapkan selesai per 30 oktober 2011. d. “Connectathon”, dimulai dengan 3 – 5 sistem yang sudah jadi. e. Pendistribusian, pelatihan, pendampingan, dan perubahan budaya kerja. 8. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap menggunakannya dengan beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke SIKDA Generik. 9. Tantangan penerapan SIKDA Generik: a. Penerapan untuk daerah dengan keterbatasan infrastruktur dan SDM seperti di 138 kabupaten/kota DBK/DTPK. b. Penyediaan koneksi agar data yang ada di kabupaten/kota atau puskesmas yang sudah menerapkan SIK komputerisasi online dan telah memiliki bank data yang telah terisi data dapat masuk ke bank data nasional. c. Advokasi untuk program kesehatan yang selama ini telah memiliki sistem informasi yang terpisah-pisah, agar mulai diakhiri sejalan dengan penerapan SIKDA Generik, untuk mengurangi fragmentasi. d. Connecthathon untuk menguji interoperabilitas dan konektivitas dari aplikasi yang dikembangkan. Ia yang mempunyai kesehatan, mempunyai harapan; dan ia yang mempunyai harapan, mempunyai segalanya 8 PENDAHULUAN Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan komponen penting dalam berbagai bentuk organisasi, baik pada skala kecil maupun organisasi besar dengan berbagai kompleksitasnya. Melalui pengelolaan SIM secara baik, mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi, maka organisasi dapat melihat status kelembagaannya dari sudut pandang internal maupun eksternal dengan segala permasalahannya. SIM yang baik akan sangat membantu setiap tingkatan pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan terbaik yang berdasar kepada data dan informasi yang dibangun secara tepat, akurat, benar, dan lengkap. Meskipun SIM tidak identik dengan komputerisasi, namun perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dewasa ini memberi konstribusi yang signifikan bagi implementasi SIM secara lebih profesional. Karena itu implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam SIM menjadi salah satu solusi paling bijak yang dapat diambil. Ada beberapa isu penting yang mendorong penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam SIKDA, antara lain : 1. Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan informasi, 2. Informasi yang tersedia tidak relevan, 3. Informasi yang ada tidak dimanfaatkan oleh manajemen, 4. Informasi yang tidak tepat waktu, 5. Terlalu banyak informasi, 6. Informasi yang tersedia tidak akurat, 7. Adanya duplikasi data, 8. Pemanfaatan data yang tidak fleksibel Dengan implementasi SIKDA berbasis Teknologi Informasi, maka informasi menjadi aset organisasi yang sangat berharga karena melalui SIKDA organisasi dapat menguasai informasi internal dan eksternal sebagai salah satu keunggulan kompetitif. Informasi yang dihasilkan akan menentukan kelancaran dan kualitas kerja serta dapat digunakan sebagai ukuran kinerja organisasi. SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak dekade 80-an di be- berapa institusi kesehatan seperti Puskesmas di Indonesia, termasuk Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo, melalui pendekatan manajemen dan perkantoran. Mengingat Teknologi yang berkembang pada waktu itu, maka pendekatan yang digunakan adalah manual administrative sampai tahun 1990. Kemudian mulai tahun 1990 - 2000 dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi SIKDA, Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo ikut berkembang dengan excel data base. Pada tahun 2000 dikembangkan aplikasi untuk menunjang manajemen kesehatan dengan sistem single user di dinas kesehatan kabupaten dan Puskesmas. Setelah sistem single user diterapkan, muncul masalah yaitu beban entri data tertumpu pada 1 orang petugas, yang terjadi pada tahun 2000 sampai dengan 2001. Hal ini karena SDM yang menangani SIKDA belum cukup mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menjalankannya. Setelah dilakukan evaluasi keseluruhan langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan-perbaikan agar informasi yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan, dengan dilakukan komitmen bersama guna mengatasi permasalahan yang muncul, maka pada tahun 2002 dikembangkan aplikasi multi user berbasis web di dinas kesehatan dan setiap Puskesmas dengan dilengkapi sarana Local Area Network (LAN). Untuk akses pengiriman data dari Puskesmas ke dinas kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas telepon yaitu setelah entri data selesai data dikirim dengan dial-up, namun muncul masalah baru dimana ada 10 Puskesmas tidak mempunyai fasilitas jaringan telepon sehingga untuk pelaporan menggunakan disket. Hal ini menyebabkan munculnya masalah data tidak lengkap dan tidak tepat waktu. Guna mengatasi permasalahan baru tersebut sejak tahun 2004 sampai 2010 dikembangkan jaringan intranet jajaran kesehatan dengan memanfaatkan teknologi wireless LAN, sedangkan sekarang sebagian memanfaatkan teknologi speedy (internet). Sedangkan untuk mengatasi permasalahan SDM dilakukan pelatihan dan bimbingan teknis. 9 SPESIFIKASI SISTEM Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dibagi dalam 3 sub sistem, dan beberapa modul dibawah sub sistem. Beberapa sub sistem mempengaruhi sub sistem lainnya, sehingga proses yang berjalan tergantung dari entri dan pengolahan data dari sub sistem sebelumnya. Namun demikian dimungkinkan diambil kebijakan by pass system untuk kondisi tertentu guna menjamin SIKDA tetap berjalan meskipun terjadi gangguan yang tidak diinginkan pada salah satu sub sistem. Sistem pengelolaan user dilakukan secara bertingkat dengan pembagian group user sesuai dengan person dalam sistem, sehingga dapat diantisipasi overlapping fungsi setiap user. Sistem manajemen user secara bertingkat akan menentukan tanggung jawab terhadap suatu entri data dan distribusinya, sehingga hanya user yang benar-benar memiliki hak yang mampu mengakses data dan informasi secara proporsional. Interaksi user secara langsung terhadap data juga dibatasi, sehingga end user tidak akan bisa memanipulasi data base. Adapun secara lengkap rancang bangun Sistem Informasi Kesehatan Daerah di Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo seperti diagram dibawah ini : DIAGRAM SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURWOREJO Pengembangan SIKDA saat ini akan difokuskan pada intergrasi Sistem Informasi Manajemen Pasien (SIM-Pasien), Sistem Informasi Manajemen Program (SPTP), Sistem Informasi Manajemen Obat (SIMO) dan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMKA). a. SIMPUS untuk manajemen pasien : 1. Master file yang terdiri dari sub menu file Puskesmas, file tujuan, file penyakit, file tindakan UGD, file tindakan keperawatan, file pemeriksaan penunjang, file tarif kelas dan file tarif visit. 2. Menu Utama, yang terdiri dari sub menu transaksi untuk pelayanan pasien yang terdiri dari pelayanan: loket, rawat jalan, rawat inap, ruang obat, laporan dan menu utama untuk kembali. a. Sub menu loket merupakan tampilan untuk 10 petugas loket mendaftar pasien yang berkunjung, terdiri dari : Tambah untuk mendaftar pasien baru pertama kali terdaftar di salah satu puskesmas. Cari data untuk mencari pasien lama atau pasien yang pernah terdaftar di Puskesmas. b. Sub menu rawat jalan digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan yang dilakukan terhadap pasien di unit-unit pelayanan, antara lain poli umum, poli KIA, poli gigi, dan poli lainnya, terdiri dari : Daftar tunggu merupakan fasilitas untuk melihat pasien yang menunggu diobati oleh poli-poli tersebut. Cari data merupakan fasilitas untuk mencari data pasien yang telah selesai diobati, berdasarkan nomor dan tanggal transaksi serta nama pasien. c. Sub menu rawat inap merupakan fasilatas untuk mencatat dan mengolah tindakan yang dilakukan terhadap pasien rawat inap. Termasuk pemakaian obat saat perawatan, konsultasi dokter yang dilakukan. Di menu ini juga ada fasilitas untuk perpindahan ruang/kelas. Fasilitas rawat inap ini terdiri dari daftar tunggu dan cari data yang fungsinya sama seperti pada sub menu rawat jalan. d. Sub menu rawat jalan maupun rawat inap mempunyai sub sistem layanan penunjang seperti : Laboratorium digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien dan mencatat biaya tindakan laboratorium tersebut. Tindakan UGD digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan terhadap pasien yang masuk ke Puskesmas melalui Unit Gawat Darurat. Tindakan Keperawatan digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan keperawatan terhadap pasien dan mencatat biaya tindakan yang dilakukan tersebut. Pemeriksaan Penunjang untuk mencatat dan mengolah data hasil pemeriksaan penunjang seperti EKG, rontgen atau fisioterapi untuk keperluan perawatan/pengobatan dan mencatat biaya pemeriksaan tersebut. 3. Sub menu laporan merupakan memperoleh laporan dari hasil entri data, terdiri dari laporan : Kunjungan rawat jalan merupakan laporan jumlah kunjungan pasien rawat jalan per poli (BPU, BPG, KIA dll), per status pasien (Askes, JPS, bayar) berdasarkan wilayah tempat tinggal (desa/kelurahan dan dalam serta luar wilayah kerja puskesmas) Tindakan UGD digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan terhadap pasien yang masuk ke Puskesmas melalui Unit Gawat Darurat. Tindakan Keperawatan digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan keperawatan terhadap pasien dan mencatat biaya tindakan yang dilakukan tersebut. Pemeriksaan Penunjang untuk mencatat dan mengolah data hasil pemeriksaan penunjang seperti EKG, rontgen atau fisioterapi untuk keperluan perawatan/pengobatan dan mencatat biaya pemeriksaan tersebut. 3. Sub menu laporan merupakan memperoleh laporan dari hasil entri data, terdiri dari laporan : Kunjungan rawat jalan merupakan laporan jumlah kunjungan pasien rawat jalan per poli (BPU, BPG, KIA dll), per status pasien (Askes, JPS, bayar) berdasarkan wilayah tempat tinggal (desa/kelurahan dan dalam serta luar wilayah kerja puskesmas) dengan rentang waktu tanggal. Kunjungan rawat inap sama seperti kunjungan rawat jalan. Kesakitan rawat jalan merupakan laporan data kesakitan LB1 untuk rawat jalan dengan rentang waktu tanggal. Kesakitan rawat inap merupakan laporan data kesakitan LB1 untuk rawat inap dengan rentang waktu tanggal. Rincian rawat jalan merupakan laporan pendapatan retribusi dan tindakan berdasarkan perda yang berlaku dengan rentang waktu tanggal. Rincian rawat inap sama seperti rincian rawat jalan namun untuk kunjungan rawat inap. Penyebaran penyakit rawat jalan merupakan pemetaan untuk mengetahui penyebaran penyakit per kecamatan sampai dengan desa/kelurahan dengan rentang waktu tanggal. Penyebaran penyakit rawat inap merupakan pemetaan untuk mengetahui penyebaran penyakit per kecamatan sampai dengan desa/kelurahan dengan rentang waktu tanggal. 10 besar penyakit rawat jalan merupakan fasilatas laporan untuk mengetahui 10 besar penyakit rawat jalan dengan rentang waktu tanggal. 10 besar penyakit rawat jalan merupakan fasilatas laporan untuk mengetahui 10 besar penyakit rawat jalan dengan rentang waktu tanggal. Laporan mingguan wabah (W2). 4. Menu utama. b. SIMPUS untuk manajemen program : Merupakan fasilitas untuk mencatat dan mengolah data hasil kegiatan program Puskesmas yang terdiri dari : 1. Menu Utama, yang terdiri dari sub menu data gizi, P2M, imunisasi, KIA, reproduksi, promkes, data dasar, identitas puskesmas dan data kematian. 2. Sub menu laporan merupakan tampilan untuk menampilkan laporan bulanan masing-masing program dan Profil kesehatan. c. SIMO untuk manajemen obat : Menu Utama, yang terdiri dari sub menu transaksi yang terdiri dari: input obat baru, transaksi obat masuk, transaksi obat keluar serta transaksi obat rusak. Sub menu pelaporan yang terdiri dari: LPLPO Puskesmas, Pengeluaran Obat Harian, Daftar Obat Masuk, Daftar Obat Keluar dan Daftar Obat Rusak. d. SIMKA untuk manajemen kepegawaian : Merupakan fasilitas untuk mencatat dan mengolah data pegawai Puskesmas yang terintegrasi dengan SIM pelayanan pasien, yaitu : Menu Utama, yang terdiri dari sub menu input data pegawai dan daftar data pegawai. SPESIFIKASI TEKNIS SIMPUS merupakan aplikasi yang tidak berdiri sendiri, melainkan aplikasi terintegrasi. Aplikasi tersebut dapat beroperasi dalam jaringan online/offline dengan sistem intranet maupun internet (web based aplication), dengan platform dasar web base system (berbasis web), dengan spesifikasi teknis : Perangkat lunak ini dapat dioperasikan pada sistem operasi MS Windows 95, 98, 2000 sampai versi terakhir. Merupakan aplikasi perangkat lunak berbasis web yang dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman Active Server Page (ASP) atau PHP. Dengan data base MY SQL atau SQL Server. Client Server: penggolongan aplikasi kedalam sisi client (user interface) dan sisi server (business process) secara terpisah, untuk memudahkan manajemen aplikasi dan pemeliharaan aplikasi. Multi User: dapat dijalankan secara bersama-sama secara simultan sehingga lebih mempercepat proses transaksi. Untuk menjamin keamanan sistem akan dilakukan metode dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak, yaitu setiap user memilki identitas dan kata kunci. PENUTUP Dalam pembangunan sebuah aplikasi, yang perlu diperhatikan bukan hanya sistem serta bisnis proses (prosedur) saja yang dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun proses komunikasi dan koordinasi dalam sistem juga perlu diperhatikan sehingga terjadi sinkronisasi antara ketentuan yang berlaku, kebijakan yang diterapkan serta aktifitas yang dijalankan sehingga perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat disemua jenjang. Melalui pembangunan SIKDA yang handal, pimpinan mampu memantau pekerjaan bawahan secara lebih cepat dan detail, sehingga setiap keputusan yang diambil melalui proses yang tepat dan data yang benar akurat dan lengkap. 11 SIKDA Generik akan mengubah SIK B agaimana Nasional WHO mengklasifikasikan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagai salah satu dari 6 “building blocks” Sistem Kesehatan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran SIK di dalam suatu sistem kesehatan. Namun untuk SIK di Indonesia, sering terdengar masih belum memadai sehingga tidak bisa memberikan data yang akurat. Akibatnya adalah pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan – para kepala Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan petugas di Kementerian Kesehatan, menjadi sulit untuk mendapatkan data yang akurat dalam waktu yang tepat untuk membantu dalam melakukan tugas harian. Kelemahan SIK Indonesia sebenarnya mempunyai 3 faktor utama: 1. Fragmentasi & sistem paralel terlalu membebankan Yang paling fundamental adalah permasalahan fragmentasi. Hal ini disebabkan SIK Indonesia mempunyai banyak “sub-sistem” yang berjalan secara paralel sesuai kebutuhan pemangku kepentingan yang berbeda, yang akhirnya membuat petugas di lapangan kewalahan dalam mengkompilasi dan melaporkan data yang diperlukan. Salah satu contohnya, di suatu analisis yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat, dalam satu tahun laporan yang harus diserahkan kepada petugas kesehatan dalam provinsi melebihi 300 lebih tipe laporan dengan memakai 8 tipe software yang berbeda. Laporan tersebut masih belum termasuk permintaan laporan dari sumber non-kesehatan (kementerian lain seperti Kementerian Keuangan). Dari data yang harus dilaporkan, sebagian besar datanya adalah terdiri dari variabel yang sama, tetapi harus diisi dengan data yang sama ke dalam formulir/software yang berbeda dan berulang kali. Dengan beban laporan yang begitu berat dalam pelayanan kesehatan, menimbulkan resiko petugas fasilitas kesehatan untuk membuat kesalahan dalam pencatatan/rekapitulasi menjadi sangat tinggi dan juga laporan menjadi sering terlambat dikirim. Yang paling buruk adalah data yang berbeda dilaporkan untuk variabel yang sama dalam fasilitas yang sama. Jadi timbul pertanyaan, data manakah yang benar ? 12 2. Pemerintah/Governance Sejak desentralisasi tahun 2000, peran Kementerian Kesehatan dalam mengelola SIK semakin penting. Tanpa pengelolaan dan kebijakan yang kuat, setiap pemerintah daerah akan mengadopsi sistem masing masing yang berbeda dan tidak “interoperable” – yakni, tidak bisa saling komunikasi antara satu sistem dengan yang lain. Itulah masalah yang terjadi di Indonesia sekarang. Walaupun ada banyak daerah yang sudah mempunyai SIK yang bagus dan terkomputerisasi, namun data bank ini tidak bisa diintegrasikan ke dalam bank data nasional. Isu pemerintah termasuk juga kebijakan keputusan berbasis data atau “evidence based” yang masih lemah dalam implementasinya. 3. Pemanfaatan Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK) masih kurang Dalam laporan Health Systems Financing: The path to universal coverage (WHO, 2010), Dr. Margaret Chan, Director-General WHO menyatakan bahwa hampir 2040% dana Kesehatan menjadi sia-sia atau tidak terserap dengan baik. Hal ini dikarenakan sistem tidak efisien. Antara lain diakibatkan sistem manual yang masih terlalu lambat dan memerlukan banyak sumber dan tidak adanya Informasi tepat. Sistem Kesehatan Indonesia masih belum memanfaatkan TIK secara menyeluruh dan jauh ketinggalan dengan sektor lainnya contohnya sektor Bank yang telah memanfaatkan TIK secara maksimal. ROADMAP PENGUATAN SIK Dalam tahun 2010, Pusat Data dan Informasi giat menyusun Roadmap untuk penguatan SIK nasional. Inisiatiinisiatif yang diidentifikasikan di dalam Roadmap 5 tahun ini adalah khusus untuk menangani tiga permasalahan besar SIK di atas. Informasi lengkap mengenai inisiatif yang disusun di dalam Roadmap ini bisa dilihat bila Roadmap ini diterbitkan. Salah satu inisiatif yang disusun dalam Roadmap ini adalah SIKDA Generik. Yang jelas, untuk memperkuatkan SIK nasional, adopsi TIK harus ditingkatkan agar semua dapat berbasis elektronik dan data bisa dikirim dan diakses dengan cepat dan tepat. Namun untuk memodernisasikan SIK dengan adopsi TIK memerlukan investasi yang sangat tinggi karena melibatkan banyak dana untuk perangkat keras, lunak, implementasi dan operasional. Ini menjadi hambatan utama (selain faktor lain seperti kekurangan dalam infrastruktur seperti listrik). Hal tersebut merupakan sebab mengapa implementasi TIK di sektor Kesehatan masih belum menyeluruh. Dengan alasan ini, Pusdatin mengambil inisiatif untuk membangun perangkat lunak SIK yang bisa dipakai di Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Provinsi, dan di tingkat nasional sebagai Bank Data Kesehatan Nasional yang gratis (berbasis open source) untuk semua. Untuk fase pertama tahun 2011, SIKDA Generik akan konsentrasi dalam semua modul kecuali modul Rumah Sakit yang akan dibangun pada fase kedua tahun 2012. SIKDA Generik Perangkat lunak ini dibangun dengan tujuan: Menampung semua kebutuhan data program, akademisi, pembuat keputusan dan lainnya dengan mencatat data individu (disaggregate) termasuk dari sektor swasta agar SIK yang berjalan secara paralel sekarang bisa diintegrasikan menjadi satu sistem pada masa depan. Mengirim data individu dan disimpan di dalam Bank Data Kesehatan yang membolehkan adanya *“data query” yaitu melakukan manipulasi pada data base untuk memberikan Informasi yang diperlukan dalam format yang sesuai kapan saja tanpa permintaan variabel baru kepada field. Mengkomputerisasikan proses kerja di fasilitas kesehatan agar pekerjaan lebih efisien dan transparan sehingga biaya untuk sistem kesehatan bisa diminimalkan. Fungsi-fungsi yang ditampung dalam SIKDA Generik adalah seperti berikut: Modul Puskesmas – semua fungsi utama puskesmas seperti pendaftaran dan manajemen pasien, poliklinik (medical record elektronik), apotek, inventori, laboratorium/radiologi, kasir dan pelaporan. Modul Rumah Sakit – semua fungsi utama rumah sakit seperti pendaftaran dan manajemen pasien, poliklinik (medical record elektronik), apotek, inventori, laboratorium/radiologi dan kasir dan pelaporan. Modul Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota – fungsi pelaporan dan data query termasuk untuk yang dari sektor swasta. Modul Bank Data Nasional – Koneksi dan integrasi kepada bank data lokal (di dinas kesehatan provinsi/ kabupaten/kota) dan perangkat lunak lainnya yang dipakai oleh sektor swasta, penyimpanan dan query data termasuk *dashboard. Distribusi data adalah lewat internet (login ke www.depkes.go.id). Pembangunan SIKDA Generik adalah dengan konsep open source, dimana source kode akan menjadi domain umum. Perangkat lunak ini tidak akan terkait dengan investasi lisensi yang akan membuatnya lebih murah dalam jangka waktu panjang sehingga komunitas “programmer” di Indonesia yang bergerak dalam bidang aplikasi SIK bisa bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan SIKDA Generik. Perangkat lunak gratis SIKDA Generik akan diberikan kepada semua daerah untuk diadopsi dan diimplementasi. Sekiranya daerah terkait sudah mempunyai SIKDA elektronik sendiri, tidak perlu memakai SIKDA Generik dan bisa memakai SIKDA mereka sendiri. Yang penting adalah SIKDA mereka mengikuti konfigurasi yang ditunjukkan di dalam PEDOMAN SIK agar dapat “Interoperate” (saling bertukar data) dengan Bank Data Nasional. Untuk daerah yang belum memiliki, SIKDA Generik bisa dipakai secara gratis dan diimplementasikan dengan dana APBD, APBN atau sumber lainnya. Khusus untuk tahapan pertama, Pusdatin akan menerima bantuan dana dari The Global Fund untuk implementasi di 138 Daerah Perbatasan dan Terpencil. Untuk daerah yang lainnya, Pusdatin akan mengkordinasikan dana implementasi dari sumber lain termasuk donatur. Apabila semua fasilitas kesehatan dikomputerisasikan di masa yang akan datang, maka semua fasilitas pelayanan (rumah sakit dan puskesmas, baik umum atau swasta) akan mulai mencatat data individu pasien secara elektronik. Data individu ini kemudian akan dikirim secara elektronik ke bank data di tingkat lokal (dinas kesehatan kabupaten/kota/ provinsi) dan bank data nasional. Dengan adanya data individu di bank data nasional yang bisa diakses lewat internet, semua keperluan data oleh pihak yang berbeda bisa dilakukan dengan “query” sehingga petugas kesehatan lapangan tidak lagi terbeban dengan banyaknya laporan. Entri hanya perlu satu kali secara elektronik dan hemat waktu sehingga waktu yang ada bisa dikonsentrasikan kepada pelayanan pasien. Dengan adanya data individu secara elektronik dan online, perhatian harus diberikan kepada privasi dan kerahasiaan pasien. Pusdatin akan mengadopsi kebijakan yang akan menjaga privasi ini termasuk antara lain enkripsi data sewaktu komunikasi dan tidak mengirim data nama pasien. Inisiatif SIKDA Generik ini adalah sesuatu hal yang berpotensi mengubah pola kerja dalam sektor kesehatan. Hal ini memerlukan dukungan dari semua pihak untuk mencapai kesuksesan. Untuk Informasi lebih detail, kontak: [email protected] 13 Pendahuluan Di Indonesia, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung tatakelola sistem informasi kesehatan sudah semakin luas. Ini dibuktikan dari banyaknya organisasi sektor publik seperti dinas kesehatan dan rumah sakit daerah, yang sudah menggunakan TIK untuk mendukung proses kerja di organisasinya. Di dinas kesehatan, kita mengenal sistem informasi puskesmas (SIMPUS), sistem informasi dinas kesehatan (SIM Dinkes), sistem informasi KIA, inventori dan gudang obat, surveilans, SIG dan lain sebagainya. Begitu juga di rumah sakit, beberapa sudah mulai memanfaatkan TIK walaupun baru sebatas pada fungsi administrasi pasien, pelaporan rutin, inventori farmasi, tagihan, case-mix dan terakhir transformasi rekam medis elektronik. Dua komponen penting disini adalah sistem informasi kesehatan dan teknologi informasi dan komunikasi pendukungnya. Sementara investasi infrastruktur sistem informasi, aplikasi (software) dan jaringan sudah sedemikian banyaknya, kesiapan sumber daya manusia (SDM), baik pengguna maupun yang mengelola sistem informasi belum dipersiapkan dengan baik. Padahal banyak tenaga kesehatan yang belum memiliki kompetensi yang cukup, harus mengoperasikan teknologi informasi di organisasinya. Akibatnya, investasi teknologi informasi tidak dimanfaatkan secara optimal. Belum lagi permasalahan pemilihan aplikasi atau software yang tepat guna bagi institusi serta kerjasama dengan pihak lain sebagai penyedia jasa pengembangan software, akan sangat berpotensi merugikan institusi jika tidak dilakukan secara benar. Tanpa adanya strategi adopsi teknologi informasi yang baik, mengelola proyek sistem informasi dan mengadaptasikan perubahan-perubahan proses bisnis dalam institusi kesehatan, implementasi teknologi informasi cendrung berakhir dengan kegagalan akibat resistensi dari penggunanya sendiri. Salah satu strategi dalam memperkuat sistem informasi kesehatan (SIK) adalah memperkuat tenaga SIK di semua level organisasi. Memperkuat kompetensi SDM sistem informasi kesehatan menjadi penting melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan. Sejauh ini pendidikan formal sistem informasi kesehatan masih sangat terbatas dan harus ditempuh 14 setidaknya 2 tahun untuk pendidikan S2 dan 4 tahun untuk pendidikan S1. Untuk tenaga kesehatan yang sudah bekerja dalam pengelolaan SIK secara rutin, masa 2 tahun pendidikan menjadi kendala utama. Belum lagi institusi yang ditinggalkan akan kekurangan tenaga. Padahal sistem informasi di institusi kesehatan harus tetap berjalan. Merekrut staf baru dengan latar belakang sistem informasi atau informatika kesehatan juga bukanlah proses yang gampang. Staf baru jelas harus beradaptasi dengan pola kerja dan bisnis proses di bidang kesehatan. Sebagian besar pendidikan informatika tidak berfokus pada bidang kesehatan yang notabene memiliki proses bisnis yang khusus. Di lain pihak, sudah banyak tenaga kesehatan yang pada akhirnya mengelola sistem informasi dan informatika kesehatan di institusinya. Kementerian kesehatan melalui Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) sudah memberikan surat keputusan (SK) khusus kepada lebih dari 900 tenaga kesehatan untuk bekerja sebagai tenaga SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di level provinsi maupun kabupaten/ kota. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kesuksesan implementasi sistem informasi dan informatika kesehatan secara nasional akan sangat tergantung juga pada tenaga kesehatan yang ditugasi tersebut. Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana menyelenggarakan suatu peningkatan kapasitas SDM yang komprehensif dengan tujuan memperkuat tenaga SIK yang sudah ditunjuk tersebut, sehingga dapat berkontribusi dalam memperkuat SIK di semua level organisasi, sekaligus memperkuat jejaring SIK secara nasional, Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (SIMKES), Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, bekerjasama dengan Pusdatin dan didukung oleh GIZ (German-based International Cooperation), menyusun suatu program pelatihan tenaga SIK yang komprehensif bagi tenaga SIK di Indonesia. Program ini didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi kebutuhan tenaga SIK yang mayoritas berlatar belakang kesehatan. Strategi penyusunan program pelatihan Program pelatihan yang komprehensif untuk tenaga SIK dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai macam latar belakang pendidikan, kemampuan dan level institusi dimana tenaga tersebut berada. Menyusun program pelatihan dengan subyektifitas yang bervariasi bukanlah hal yang mudah. Menurut Staggers, Gassert, & Skiba (2000), terdapat 9 kompetensi utama yang perlu dicapai dalam pendidikan informatika kesehatan. Hal ini termasuk pemahaman terhadap penggunaan software, prinsip-prinsip tampilan antar muka, prinsip keamanan dan kerahasiaan data, metode evaluasi sistem informasi, pengembangan software, standar dan terminologi kesehatan. Namun, kompetensi tersebut lebih menekankan pada aspek informatika (teknis) dibandingkan dengan aspek lainnya seperti pengelolaan data, manajemen proyek dan juga keorganisasi SIK. Di Amerika, Carroll (2002) menjabarkan 3 kompetensi utama informatika kesehatan masyarakat yang harus dipenuhi, mulai dari aspek sistem informasinya sendiri, aspek teknis dan aspek manajemen proyek SIK. Standar kompetensi ini menjadi salah satu acuan penyusunan program pelatihan tenaga SIK khususnya di Indonesia. Beberapa pertemuan di level pusat kemudian difasilitasi oleh Pusdatin dan SIMKES UGM. Pertemuan ini mengundang berbagai stakeholder lain baik di lingkungan Kemenkes seperti perwakilan dari BUK, P2, Litbangkes, BPSDMK dan KIA, maupun dari luar Kemenkes seperti Detiknas, FKM UI, ITB dan FK UI. Dari pertemuan tersebut, munculah suatu wacana untuk melakukan analisa kompetensi dan pengembangan kurikulum program pelatihan yang sesuai. Sebuah survei yang dilakukan di Provinsi DI Yogyakarta oleh SIMKES awal tahun 2011 terhadap tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota, perwakilan puskesmas dan juga staf SIK rumah sakit umum daerah kabupaten/kota, menunjukkan perlunya penguatan kompetensi tenaga SIK melalui program yang komprehensif. Secara statistik, mayoritas (90%) penanggung jawab SIK memiliki latar belakang kesehatan, seperti kesehatan masyarakat, perawat, bidan dan rekam medis (Gambar 1). Hanya 10% dari total 20 tenaga pengelola SIK di berbagai institusi tersebut yang memiliki latar belakang teknis (ilmu komputer). Dalam survei ini juga menunjukkan aktivitas SIK di masingmasing unit/program terdiri dari kegiatan yang bersifat teknis, pengelolaan data dan informasi serta manajemen program dan pengelolaan proyek terkait SIK. Gambar 2 menggambarkan proporsi ketiga kegiatan tersebut di masing -masing unit. Gambar 1. Latar belakang pendidikan pengelola SIK di Provinsi DIY thun 2011 (n=20) Selain latar belakang pendidikan, jenis kegiatan terkait SIK juga diidentifikasi berdasarkan unit/program dimana narasumber berada. Gambar 2 menunjukkan bahwa aktivitas SIK di unit/program berbeda antara unit satu dengan lainnya. Di unit pelayanan teknis (UPT) umpamanya, yaitu Rumah Sakit dan Puskesmas, mayoritas kegiatan SIK terkait masalah teknis dibandingkan kegiatan pengelolaan data dan informasi. Bahkan di UPT tenaga SIK-nya kurang terlibat dalam pengelolaan proyek atau program terkait SIK. Berbeda dengan unit SIK di dinas kesehatan, yang hampir ketiga aktivitas baik aspek teknis, manajemen data maupun pengelolaan program SIK dilakukan oleh unit ini. Gambar 2. Kegiatan SIK yang dilakukan di unit SIK Dinkes, Unit/Program di Dinkes serta Rumah Sakit dan Puskesmas di Provinsi DI Yogyakarta tahun 2011 15 Penetapan kompetensi dan kurikulum pelatihan kompetensi dan kurikulum pelatihan tenaga SIK. Berdasarkan survei yang dilakukan di DI Yogyakarta tersebut, serta mengacu pada kompetensi informatika kesehatan masyarakat oleh Carrol (2002), program pelatihan ini menetapkan 3 kompetensi utama yang akan dicapai antara lain: 1. Kompetensi dalam mengelola data dan informasi kesehatan. 2. Kompetensi dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk mengelola data menjadi informasi kesehatan. 3. Kompetensi dalam melakukan manajemen dan tatakelola program atau proyek sistem informasi/ teknologi informasi. Setelah ke-10 modul diberikan, peserta pelatihan akan mengikuti program magang yang diselenggarakan di berbagai fasilitas kesehatan pengguna teknologi informasi. Peserta akan mengikuti program magang sesuai dengan bidang kerja dan kepeminatan masing-masing. Untuk pelatihan ini magang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan juga rumah sakit. Pada prinsipnya, program magang ini adalah mengaplikasikan ketiga kompetensi yang semestinya sudah didapat selama pelatihan dalam kelas. Aktivitas selama program magang ini antara lain bekerja sebagai praktisi sistem informasi dan informatika kesehatan di tempat magang, dimana peserta mengaplikasikan kompetensi yang sudah didapat dalam membantu institusi tempat magang dalam memperkuat sistem informasi yang sedang dijalankan. Selain itu melalui program magang ini, peserta diwajibkan menyusun proposal pengembangan sistem informasi untuk institusi tempat bekerja sekembalinya dari pelatihan. Dari ketiga kompetensi tersebut, dibuatlah modul yang komprehensif yang diberikan secara sistematis selama pelatihan, dengan mengikuti siklus pengembangan sistem informasi kesehatan mulai dari perencanaan, pemilihan atau pengembangan sistem, implementasi sistem dan evaluasi (Hebda & Czar, 2009). Pada aspek perencanaan, terdapat 3 modul yang diberikan yaitu 1) Rencana Strategis Sistem Informasi Kesehatan, 2) Manajemen Proyek Sistem Informasi Kesehatan dan 3) Modul Rekam Medis dan Sistem Informasi Klinis, yang merupakan sarana sumber data yang harus diolah dengan menggunakan teknologi informasi. Aspek perencanaan ini termasuk dalam kompetensi ke-3 menurut Carrol (2002). Pada aspek pemilihan atau pengembangan sistem terdapat 3 modul yang diberikan antara lain 1) Infrastruktur Sistem Informasi Kesehatan, 2) Pemrograman Dasar, dimana peserta akan dipaparkan instrumen atau tools pengembangan software yang bertujuan untuk memperkenalkan peserta terhadap logika dalam pengembangan sistem, dan 3) Data base dan Data warehouse, yang masih terkait dengan modul pemrograman dasar dimana peserta akan memahami pengelolaan data kesehatan dengan lebih baik. Pada aspek implementasi sistem, terdapat 1 modul utama yang terkait dengan aspek sebelumnya yaitu Permasalahan Teknis dan Pemeliharaan Infrastruktur SIK. Baik aspek pemilihan atau pengembangan sistem dan aspek implementasi sistem mengacu pada kompetensi ke-2 menurut Carrol (2002) yaitu kompetensi teknis dalam mengelola data dan informasi kesehatan. Dalam aspek evaluasi sistem, terdapat 3 modul yang diberikan antara lain 1) Analisa data, presentasi dan diseminasi informasi kesehatan, yang bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermutu dalam membantu pengambilan keputusan, 2) Sistem informasi geografis untuk kesehatan, dan 3) Evaluasi sistem informasi kesehatan, yang bertujuan baik untuk monitoring kegiatan maupun mengevaluasi capaian sistem informasi yang dilakukan. Gambar 3 menunjukkan secara komprehensif 16 Gambar 3. Susunan kompetensi dan modul pelatihan tenaga SIK Sasaran Program Pelatihan SIK Sesuai dengan tujuan, latar belakang dari penyusunan program pelatihan tenaga SIK serta kompetensi dan kurikulum yang telah disusun, program pelatihan ini akan sesuai pada: Jajaran Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Staf Puskesmas yang terlibat langsung dalam pengembangan dan pelaksanaan sistem informasi kesehatan di institusinya. Staf Sistem Informasi Rumah Sakit, khususnya yang terlibat dalam mengelola data dan informasi di rumah sakit. Para pengelola data dan informasi di fasilitas pelayanan kesehatan yang berupaya mendayagunakan sistem informasi untuk mendukung peningkatan kinerja organisasi. Penyelenggaraan Pelatihan SIK kerjasama Pusdatin -GIZ-SIMKES UGM Pilot project pelaksanaan program pelatihan tenaga SIK dilakukan di Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM), dimana minat SIMKES Program Studi S2 IKM, sebagai penyelenggara pelatihan. Bekerjasama dengan Pusdatin dan BPSDM, program pelatihan ini diajukan untuk dapat diakreditasi oleh BPSDM. Program pelatihan dilaksanakan dalam waktu 3 bulan. Dua (2) bulan pertama peserta diberikan materi dalam kelas sesuai dengan kompetensi yang harus diraih dengan modul-modul pelatihan. Dalam pembelajaran, modul-modul diberikan melalui praktik laboratorium, praktik lapangan, kuliah dan diskusi, tugas menulis dan tugas presentasi. Aspek peningkatan kapasitas skill (keterampilan) peserta lebih ditekankan selama 2 bulan pertama ini. Tidak kurang dari 32 narasumber ikut terlibat dalam pelaksanaan program pelatihan, yang melibatkan Kementerian Kesehatan (Pusdatin), Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah DIY seperti Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, Gunung Kidul dan Kulonprogo, narasumber dari tempat lain seperti Dinkes Purworejo, RS Sardjito, RS Ghrasia, Puskesmas, Rano Center Semarang dan tentunya UGM yang berasal dari berbagai unit yang ada seperti Fakultas MIPA, PPTIK, Fakultas Geografi dan Fakultas Kedokteran. Diantara perkuliahan, secara rutin dilakukan kuliah lapangan atau site visit ke berbagai institusi kesehatan, mulai dari fasilitas TIK di Fakultas Kedokteran UGM, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit. Selain itu kegiatan sosial berupa outbond dilakukan di sela-sela waktu pelatihan agar tidak terlalu monoton. Program magang dilakukan setelah menyelesaikan materi dalam kelas. Selama 1 bulan penuh, peserta ditempatkan di beberapa institusi kesehatan di sekitar Yogyakarta seperti Dinas Kesehatan Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul dan Rumah Sakit Akademik UGM. Selama magang, peserta akan mengaplikasikan keterampilan yang sudah diperoleh dalam membantu mengembangkan sistem informasi di tempat magang. Peserta Pelatihan Pada pilot project ini, GIZ memberikan beasiswa kepada 30 peserta pelatihan melalui proses seleksi yang ketat. Secara umum peserta yang dipilih adalah peserta bekerja sebagai tenaga SIK di institusi kesehatan, seperti Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Rumah Sakit. Ke-30 peserta terdiri dari 13 peserta angkatan pertama dan 17 peserta angkatan ke dua. Pelatihan ini diikuti peserta berbagai latar belakang pendidikan dan daerah asal. Foto bersama peserta pelatihan tenaga SIK angkatan pertama pada acara evaluasi dan penutupan Sebagian peserta yang mengikuti pelatihan ini berpendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) sejumlah 16 peserta (53,3%), diikuti dengan tujuh peserta (23,3%) berlatar belakang pendidikan komputer, satu peserta belatar belakang Sarjana Ekonomi, dan sisanya adalah belatar belakang rekam medis. Gambar 4. Diagram Latar belakang pendidikan peserta Pelatihan Tenaga SIM Kunjungan peserta pelatihan di Puskesmas Mlati Kabupaten Sleman, DIY 17 Pelatihan ini diikuti oleh sebagian besar tenaga SIK dari dinas kesehatan kabupaten/kota (20 peserta). Selebihnya, pelatihan ini diikuti oleh tenaga SIK yang berasal dari Pusdatin, Dinkes Provinsi dan Rumah sakit masing-masing sebanyak 2 orang, serta 4 peserta berasal dari Puskesmas. Secara geografis, peserta berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Gambar 5 menunjukkan distribusi peserta pelatihan tenaga SIK dengan skema beasiswa dari GIZ. Jika dilihat angka kumulatifnya, peserta dari luar pulau Jawa cukup banyak. Diantaranya berasal dari Bireun, Kota Langsa, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Lombok Tengah, Lombok Timur, Nias, NTB, Sulawesi Tengah dan Jayapura. Seluruh peserta pelatihan ini adalah pengelola SIK di institsuinya. Gambar 5. Distribusi peserta program beasiswa pelatihan tenaga SIK tahun 2011 merekomendasikan beberapa perbaikan dalam pelaksanaan pelatihan ini. Pertama dari segi kurikulum. Perlu dipertimbangkan untuk membagi modul-modul di atas menjadi core subject dan elective subject sehingga dapat disesuaikan dengan posisi dan latar belakang peserta. Selain itu, aspek komunikasi dan leadership perlu ditambah pada manajemen proyek sehingga tenaga SIK mampu melakukan fungsi advokasi sekaligus mampu mengatasi permasalahaan non-teknis dalam implementasi SIK di lapangan. Kedua, dari segi knowledge management diantara tenaga SIK baik yang sudah mengikuti pelatihan maupun yang belum. Perlu dilakukan diseminasi update informasi pengembangan SIK yang sudah ada, sehinga dapat memperkuat networking tenaga SIK di semua level organisasi. Diseminasi informasi pelatihan sangat penting bagi tenaga SIK lain yang belum mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan ini. Terdapat lebih dari 900 tenaga SIK sudah ditunjuk dan membutuhkan informasi aspek apa saja dari SDM yang harus diperkuat. Media social network seperti Facebook Pusdatin yang beranggotakan lebih dari 400 orang merupakan salah satu alternatif media yang baik. Rencana Jangka Panjang Evaluasi Sementara Program Pelatihan Evaluasi sementara yang dilakukan menunjukkan perlu adanya penyesuaian kembali terkait dengan pemberian ke10 modul yang ada. Sistem blok, dengan memperpanjang waktu pemberian materi yang bersifat teknis merupakan salah satu masukan penting dalam menyempurnakan program pelatihan ini. Gambar 6 menunjukkan daya absorbsi materi-materi pelatihan dengan membandingkan pengetahuan peserta sebelum dan sesudah pelatihan (pre dan post test) degan menggunakan metode Kirkpatrick. Tabel 1. Gambaran level pengetahuan peserta pelatihan SIK angkatan pertama sebelum dan sesudah pelatihan Nilai rata-rata test (Skala 0-100) Sebelum Sesudah 47.96 62.50 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ada peningkatan rata-rata pengetahuan peserta sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan. Walaupun tidak terlalu tinggi, dari hasil ini dapat dilihat adanya absorbsi keilmuan dan keterampilan yang diberikan selama pelatihan. Round table discussion pasca pelatihan angkatan pertama 18 Tantangan kedepan adalah bagaimana tindak lanjut dari kelangsungan model pelatihan ini agar dapat menjadi percontohan bagi pelatihan-pelatihan terkait SIK lainnya dalam upaya penguatan sistem informasi kesehatan. Pusdatin sudah merencanakan untuk memperkuat 5 center of excellence lainnya (selain UGM) dalam menyediakan program pelatihan tenaga SIK di Indonesia. Diharapkan, pilot project program pelatihan yang dimulai oleh UGM ini dapat disempurnakan lagi oleh center of excellence lainnya, termasuk UGM untuk menjadikan suatu program pelatihan yang terstandardisasi. Melalui program jangka panjang, masih terdapat 138 Kabupaten/Kota yang termasuk dalam kategori DTPS yang perlu diperkuat komptensi tenaga SIKnya. Kerjasama dengan berbagai pihak seperti universitas, dinas kesehatan baik provinsi maupun kabupaten/kota, puskesmas dan rumah sakit, merupakan langkah inovatif dalam penyelenggaraan program pelatihan yang komprehensif. Selain itu jejaring tenaga SIK juga secara tidak langsung diperkuat dengan adanya komunikasi yang baik antar stakeholder tersebut. Kontributor: Purwadi Sujalmo, Annisa Ristya, Guardian Y. Sanjaya, Pusdatin* (Farida Sibuea), GIZ* (Kelvin Hui) Referensi: Carroll, P. W. O. (2002). Informatics Competencies for Public Health Professionals. Public Health. Seattle, Washington. Hebda, T., & Czar, P. (2009). Handbook of Informatics for Nurses & Health Care Professionals (4th ed., p. 576 pp). Upper Saddle River, N.J: Upper Saddle River, N.J. Staggers, N., Gassert, C. A., & Skiba, D. J. (2000). Health Professionals’ Views of Informatics Education. Journal of the American Medical Informatics Association, 7(6), 550-558. doi:10.1136/jamia.2000.0070550 Ada resiko dan biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu program aksi. Namun, semua itu jauh lebih sedikit daripada resiko dan biaya jangka panjang yang timbul apabila kita tidak beraksi John F. Kennedy 19